• Tidak ada hasil yang ditemukan

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006

ANALISIS SISTEM PERBENIHAN KOMODITAS PANGAN DAN PERKEBUNAN UTAMA

Oleh : Bambang Sayaka

I Ketut Kariyasa Waluyo Yuni Marisa Tjetjep Nurasa

PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN

2006

(2)

I

RINGKASAN EKSKUTIF

PENDAHULUAN Latar Belakang

1. Petani cenderung memilih benih unggul untuk usahatani yang diperoleh melalui sistem benih formal maupun tradisional. Secara formal benih yang dijual harus memenuhi standar kualitas yang dicantumkan pada kemasan.

Sedangkan benih yang diproduksi sendiri oleh petani beredar secara informal dan tidak harus memenuhi syarat-syarat mutu yang ditetapkan oleh pemerintah. Sistem benih tradisonal ini masih banyak digunakan petani karena jenis benih yang bersifat komposit sehinga bisa diperbanyak berulangkali tanpa mengurangi potensi hasilnya secara signifikan.

2. Penggunaan benih/bibit bermutu bisa meningkatkan produktivitas usahatani dan di tingkat nasional bisa meningkatkan produksi pangan secara agregat.

Adalah tugas pemerintah untuk mendorong petani menggunakan benih berkualitas. Upaya ini ditempuh melalui perbaikan sistem benih formal agar industri benih lebih maju.

3. Produsen benih tanaman pangan melakukan kemitraan dengan petani penangkar untuk bisa menghasilkan benih dalam jumlah besar. Sementara itu kemitraan antara produsen kelapa sawit hanya dilakukan oleh PPKS dalam hal distribusi bibit kelapa sawit.

4. Pemerintah telah menetapkan berbagai peraturan yang melindungi penemu varietas, produsen benih, dan petani sebagai konsumen. Untuk tanaman perkebunan, khususnya benih kelapa sawit, banyak petani kecil yang menggunakan benih palsu karena kurang informasi tentang manfaat dan cara akses benih sawit bersertifikat. Pemerintah juga berupaya mengawasi peredaran benih bermutu melalui Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Balai Pengawasan dan Pengujian Mutu Benih (BP2MB) Perkebunan.

5. Pemerintah juga memberi subsidi untuk produksi benih melalui produsen benih BUMN untuk meningkatkan adopsi benih bermutu. Walaupun demikian adopsi benih bermutu oleh petani masih relatif rendah. Peredaran benih kelapa sawit palsu juga masih marak dijumpai.

Tujuan

6. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1) menganalisis sistem perbenihan dari

hulu hingga hilir untuk tanaman pangan dan perkebunan utama (padi, jagung,

kedelai dan kelapa sawit), (2) Melakukan inventarisasi berbagai peraturan

yang terkait dengan produksi dan peredaran benih tanaman pangan dan

perkebunan, (3) Mengkaji pola kemitraan antara produsen dan penangkar

benih tanaman pangan dan perkebunan utama, dan (4) Mengkaji kelayakan

subsidi untuk benih padi, jagung, dan kedelai.

(3)

II

Keluaran

7. Sementara keluaran dari penelitian ini adalah (1) Gambaran tentang keterkaitan antar komponen dalam sistem perbenihan di sub sektor tanaman pangan dan aperkebunan utama, (2) Informasi tentang berbagai peraturan pemerintah yang terkait dengan industri benih, (3) Model kemitraan yang ideal antara produsen dan penangkar benih, dan (4) Informasi kelayakan subsidi benih padi, jagung, dan kedelai.

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi Penelitian

8. Penelitian dilakukan di sentra produksi benih padi, jagung, dan kedelai (Jawa Timur dan Sulawesi Selatan), dan bibit kelapa sawit (Sumatera Utara).

Sampel penelitian meliputi lembaga penelitian yang menghasilkan varietas unggul untuk komoditas padi, jagung, kedelai dan kelapa sawit; produsen benih, perusahaan pemasaran benih, pedagang benih, petani penangkar, petani pengguna, serta instansi pemerintah yang terkait dengan industri benih.

Jenis dan Analisa Data

9. Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan sekunder. Data primer mencakup sumberdaya manusia, fasilitas, jenis varietas yang dihasilkan, biaya produksi, dan respon lembaga penelitian maupun produsen benih terhadap permintaan pasar. Data sekunder dikumpulkan dari Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan dan Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi Perkebunan, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Penelitian Komoditas, BBN, PT SHS, PT Pertani, dan instansi terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN

10. Secara nasional penggunaan benih bersertifikat untuk padi, jagung, dan kedelai relatif masih kecil. Dalam sepuluh tahun terakhir (1996-2005), rata- rata penggunaan benih padi berlabel baru sekitar 22,02% dari total luas tanam. Demikian juga penggunaan benih jagung berlabel dan kedelai masing-masing 7,04% dan 2,80%.

11. Dalam periode yang sama, penggunaan benih berlabel di dua provinsi penelitian relatif lebih tinggi dari nasional. Penggunaan benih padi berlabel di Jatim rata-rata telah mencapai 38%, bahkan mulai tahun 2003 mendekati 60%. Penggunaan benih jagung dan kedelai berlabel masih cukup rendah, yaitu masing-masing 12% dan 3%.

12. Penggunaan benih padi berlabel di Sulawesi Selatan dalam 2 tahun terakhir

lebih tinggi dari nasional, yaitu sekitar 30%. Sementara rata-rata luas

(4)

III

pertanaman jagung dan kedelai yang menggunakan benih berlabel dalam sepuluh tahun terakhir masing-masing 2%.

13. Secara formal mekanisme penyaluran benih sumber dan sebar sebagai berikut: Puslitbang/Balitkomoditas memproduksi BS kemudian diteruskan ke BBI untuk diperbanyak menjadi benih FS, dan dari BBI diteruskan ke BBU untuk diperbanyak menjadi benih SS. Para penangkar dan produsen benih mendapat benih SS dari BBU untuk diperbanyak menjadi benih ES yang selanjutnya diperjualbelikan ke petani.

14. Kenyataan di lapang menunjukkan bahwa sistem perbenihan sudah mengalami pergesaran secara tajam. Produsen/penangkar benih sudah bisa akses langsung untuk mendapatkan benih FS ke BBI atau Puslit/Balit Komoditas, dan bahkan banyak produsen/penangkar benih yang langsung mendapatkan benih BS ke Puslit/Balit Komoditas. Sehingga di produsen benih tidak hanya sebatas memproduksi benih ES, juga telah memproduksi sendiri kelas-kelas benih di atasnya (FS dan SS). Hal yang sama juga telah dilakukan oleh Puslit/Balit Komoditas, BBI, dan BBU tidak hanya memproduksi kelas benih yang menjadi mandatnya. Hal ini dilakukan untuk memperpnedke jalur distribusi benih sumber.

15. Pemerintah memberi subsidi untuk benih padi, jagung dan kedelai agar harga benih tersebut tidak terlalu mahal bagi petani. Walaupun demikian baru sebagian kecil petani menggunakan benih bermutu karena terbatasnya akses serta harga benih yang relatif mahal. Benih bersubsidi, khususnya benih padi, yang diproduksi oleh PT SHS dan PT Pertani tidak banyak bermanfaat bagi petani karena harganya relatif sama dengan benih tidak bersubsidi.

16. Hanya ada tujuh produsen benih sawit, yaitu Di pasar juga masih banyak beredar benih yang tidak bersertifikat, khususnya benih kelapa sawit.

Kesulitan memperoleh benih bersertifikat dan kurang informasi tentang manfaat benih bermutu menyebabkan banyak petani sawit skala kecil yang menanam beih palsu.

17. Industri benih formal di Indonesia mulai berkembang sejak awal 1970-an seiring dengan didirikannya PT Sang Hyang Seri sebagai produsen benih tanaman pangan, khususnya padi. Pada saat yang bersamaan pemerintah juga mendirikan Badan Benih Nasional dengan BPSB di tingkat provinsi.

18. Perusahaan benih tanaman pangan BUMN, yaitu PT SHS dan PT Pertani

melakukan kemitraan dengan penangkar dalam memproduksi benih padi,

jagung, dan kedelai. Perjanjian dilaksanakan secara formal dengan

melibatkan kelompok penangkar yang potensial dalam hal cara bercocok

tanam mapun potensi produktivitas lahan. Petani mendapat pinjaman sarana

produksi dan hasil panen calon benih dibeli produsen benih dengan harga

lebih tinggi dari harga pasar. Walaupun demikian, jika permintaan cukup

banyak dan waktunya mendesak, kedua BUMN melakukan opkup dengan

membeli produksi petani lalu diproses menjadi benih. Dalam hal ini peluang

dihasilkan benih berkualitas rendah adalah sangat besar.

(5)

IV

19. Produsen benih tanaman pangan swasta lokal maupun multinasional juga melakukan kemitraan dengan petani. Swasta multinasional lebih ketat dalam perjanjian dan pengawasan produksi di lapang. Sedangkan swasta lokal lebih informal dalam membuat perjanjian kemitraan, sedang pengawasan relatif ketat dilakukan. Produsen swasta lokal juga membeli bakal benih dari produsen lain yang lebih kecil jika permintaan cukup tinggi sementara produksi yang ada tidak mencukupi permintaan pasar.

20. Diantara produsen bibit sawit, hanya PPKS yang melakukan kerjasama penjualan benih dengan kelompok tani/pengecer benih. Sistem kerjasama pemasaran bibit sawit diterapkan di Sumatra Utara denagn sistem waralaba.

PPKS juga melakukan kerjasama penjualan benih kelapa sawit dengan Dinas Pertanian di Bengkulu dan Kalimantan Timur. Produsen bibit sawit lainnya tidak bersedia melakakukan wara laba karena rawan pemalsuan sertifikat penjualan bibit yang dilakukan oleh pengecer.

21. Dalam memproduksi benih, nampak bahwa secara umum produsen benih mampu melakukan integrasi yang ditunjukkan oleh indeks integrasi yang tinggi, yaitu lebih dari 42 %. Hanya dua kasus yaitu produksi benih padi oleh PT Pertani dan benih kedelai oleh PT SHS yang memiliki indeks intgrasi relatif rendah. Rendahnya indeks integrasi PT Pertani dan PT SHS (benih kedelai) antara lain karena kedua perusahaan tersebut membeli bakal benih dari penangkar dan memprosesnya. Nilai tambah yang dihasilkan relatif rendah dimana harga beli benih merupakan komponen terbesar dalam proses produksi.

22. Kinerja industri benih dari penangkar swasta/lokal lebih baik dari PT SHS dan PT Pertani. Terbukti pasar benih padi, jagung, dan kedelai di Provinsi Jawa Timur yang lebih mencerminkan pasar persaingan sempurna, dimana pangsa pasarnya sekitar 60%-80% didominasi oleh penangkar swasta/lokal.

23. Untuk kasus Jawa Timur, petani pada umumnya akses terhadap benih bersertifikat (berkualitas), baik dilihat dari segi harga maupun sumber benih.

Fenomena ini menunjukkan bahwa secara implisit bahwa tanpa subsidi pun petani sudah akses terhadap benih berlabel sekalipun dengan harga pasar yang berlaku.

24. Dikaitkan dengan Harga Pokok Produksi (HPP) dan margin keuntungan di tingkat kios, tampaknya harga benih di tingkat petani cukup tinggi, termasuk dari produksi PT SHS dan PT Pertani yang mendapat subsidi dari pemerintah. Artinya, kebijakan subsidi benih tampakya belum efektif menyentuh kepada yang berhak untuk mempercepat penggunaan benih berlabel di tingkat petani.

25. Benih padi hibrida Belum dijual secara bebas di pasar karena beberapa karakter yang tidak disukai petani. Karakter tersebut anatara lain tidak tahan serangan hama dan penyakit, variabilitas hasil antar daerah dan antar musim sangat tinggi, dan potensi hasilnya hanya 5 persen di atas padi biasa.

Disamping itu harga benih padi hibrida relatif sangat mahal mencapai sekitar

Rp 30.000/kg.

(6)

V

31. Kinerja sistem perbenihan perkebunan kelapa sawit masih sangat lemah.

Kecepatan pembangunan perkebunan tidak diimbangi dengan pengembangan sumber benih sehingga terjadi gap antara penyediaan dan kebutuhan benih. Sebagai dampaknya menyebabkan banyaknya beredar benih palsu.

33. Banyak ditemui produsen benih palsu secara terang-terangan. Secara keseluruhan penggunaan benih palsu diperkirakan sudah mencapai 15%

(400.000 ha) dari luas perkebunan sawit yang ada. Penggunaan benih palsu pada umumnya terjadi pada perkebunan rakyat karena harga jauh lebih rendah dari harga benih tidak palsu. Sementara proporsi luas perkebunan rakyat dengan perkebunan besar sekitar 35%: 65%. Penggunaan benih palsu ini diduga kuat sebagai penyebab rendahnya produktivitas sawit, yaitu baru mencapai 62,5% dari potensi yang ada (2.500 kg CPO/ha dari potensi sekitar 4.000 kg CPO/ha).

34. Semua produsen benih, baik swasta maupun BUMN, memproduksi dan menjual benih dengan mekanisme pasar (tanpa subsidi). Produsen BUMN memperhitungkan subsidi sebagai tambahan pendapatan perusahaan, bukan untuk menurunkan harga jual benih. Pasar benih akan lebih bergairah jika kesadaran petani untuk menggunakan benih bermutu bertambah tingggi dan kualitas benih yang dijual kepada petani tetap bagus. Subsidi benih seperti yang dilakukan saat ini tidak akan mendorong industri benih menjadi lebih berkembang. Kelayakan subsidi benih padi, jagung, dan kedelai perlu dipertanyakan kembali.

Implikasi Kebijakan

35. Dalam upaya mempercepat dan memperbanyak penggunaan benih berlabel di petani, pemerintah sebaiknya membiarkan sistem perbenihan yang berjalan saat ini dimana produsen benih /penangkar benih ES dan SS bisa akses langsung membeli benih BS dan FS ke masing-masing sumbernya (Puslit/Balit Komoditas). Peranan pemerintah sebaiknya hanya sebagai fasilitator dan pengawasan saja.

36. Penegakan peraturan yang ada akan mempercepat kemajuan dalam industri benih. Produsen benih, pedagang benih, petani, maupun pemulia tanaman akan mendapatkan banyak keuntungan jika peraturan yang ada dijalankan dengan baik.

37. Dalam upaya mencegah beredarnya benih palsu pada perkebunan kelapa sawit, maka pemerintah dan instansi terkait harus secara tegas menindak produsen dan pengedar benih palsu. Penerapan sangsi juga bisa diterapkan bagi pekebun yang secara sengaja membeli benih palsu. Penyuluhan tentang kerugian menanam benih kelapa sawit palsu atau manfaat menanam benih kelapa sawit bersertifikat juga harus selalu dilakukan.

38. Pemerintah perlu mendorong investor untuk terjun ke bisnis benih kelapa

sawit. Dengan makin banyaknya produsen benih kelapa sawit diharapkan

produksi semakin banyak, harga benih menjadi semakin murah, dan

(7)

VI

mengurangi peredaran benih palsu. Pemerintah juga perlu memfasilitasi perluasan kebun benih/bibit kelapa sawit ke luar wilayah Sumatra dimana banyak kebun kelapa sawit yang baru dibuka.

39. Kerjasama antara produsen benih padi, jagung, dan kedelai dengan penangkar seperti saat ini perlu dipertahankan karena saling menguntungkan. Perlu dicari bentuk kerjasama semacam waralaba PPKS dengan kelompok tani di Sumatra Utara saat ini untuk mempercepat dan memperluas distribusi benih kelapa sawit bersertifikat. Perjanjian yang dibuat perlu dilakukan secara ketat oleh kedua belah pihak.

40. Jika pemerintah berniat untuk tetap menerapkan kebijakan subsidi benih (padi, jagung dan kedelai), maka perlu diterapkan secara hati-hati dan perlu dipikirkan kembali modus pemberian subsidi tersebut. Hal ini perlu dilakukan agar tujuan penggunaan benih berkualitas (tidak hanya sekedar berlabel) secara masif bisa tercapai.

41. Subsidi benih sebaiknya hanya untuk daerah yang petaninya belum intensif mengunakan benih bersertifikat. Subsidi hanya diberikan untuk benih padi dan jagung komposit. Untuk benih jagung hibrida, petani umumnya memilih benih produksi perusahaan multinasional yang kualitasnya lebih bagus.

Sedangkan benih kedelai yang bersertifikat jarang sekali dijual bebas di

pasar, umumnya hanya untuk memenuhi kebutuhan proyek. Subsidi benih

hendaknya diberikan secara parsial, tidak 100 persen disubsidi. Benih yang

disubsidi harus dijual dengan harga eceran tertinggi (HET) tertera pada setiap

kemasan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemahaman konsep eksperimen 1 dengan model pembelajaran IL yaitu (63,7), dan untuk kelas eksperimen 2

Hasil analisis statistik menunjukan bahwa perlakuan antara jarak tanam dan pupuk kandang ayam tidak terjadi interaksi terhadap rata-rata tinggi tanaman bawang merah

Apakah materi inti matematika yang terdapat dalam silabus perkuliahan telah sesuai dengan kebutuhan materi inti matematika yang digunakan pada mata kuliah Rencana Anggaran

Data ini menunjukkan bahwa resiko terbesar terhadap infeksi cacing terdapat pada peternakan ayam dengan sistem dilepas dipekarangan, tetapi resiko yang besar juga terdapat

Jika dibandingkan dengan pertumbuhan produksi Triwulan I-2015, pertumbuhan produksi Industri Kayu, Barang dari Kayu dan Gabus (tidak termasuk furnitur) dan Barang

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah transplantasi dengan judul Tingkat Kelangsungan Hidup dan Laju Pertumbuhan

Siapa lagi yang akan melestarikan adat Tunggu Tubang itu sendiri kalau bukan masyarakat suku semende khususnya masyarakat suku semende yang berada di desa Pulau

Dengan demikian, sanksi yang berlaku karena melalaikan kewajiban dalam sistem adat Semende Masyarakat Transmigran Semende Lampung tidaklah keluar dari ajaran Islam