• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab I. Pendahuluan. Beberapa tahun belakang ini dari tahun 1880-an hingga saat ini, semakin

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Bab I. Pendahuluan. Beberapa tahun belakang ini dari tahun 1880-an hingga saat ini, semakin"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang

Beberapa tahun belakang ini dari tahun 1880-an hingga saat ini, semakin banyaknya isu lingkungan hidup diangkat dalam agenda percaturan internasional.

Dapat dikatakan bahwa dalam melihat isu ini, salah satunya disebabkan oleh persoalan kemerosotan lingkungan hidup sudah menyentuh kehidupan kita sehari hari, seperti memanasnya suhu air laut yang menyebabkan meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara, meningkatnya jenis dan kualitas penyakit akibat berlubangnya lapisan ozon kita.

Memasuki abad ke-21, bermunculanya kesadaran masyarakat internasional akan pentingnya penanganan lingkungan terus meningkat termasuk dalam konteks hubungan internasional. Perhatian masyarakat internasional yang sebelumnya terfokus pada isu militer dan keamanan tradisional mulai bergeser pada isu-isu yang sebelumnya menjadi isu sampingan, salah satunya adalah mengenai isu lingkungan hidup yang disebabkan karena salahnya menjaga lingkungan.

Hal inilah yang kemudian terlihat menarik oleh penulis untuk dikaji lebih dalam,

yang mana selain meningkatnya kesadaran lingkungan masyarakat dunia umumnya

dalam melihat isu lingkungan ini terlihat juga kesadaran dikalangan pemerintah di

tingkat Negara bangsa khususnya. Adapun upaya kesadaran masyarakat dunia juga

ditunjukan oleh gencarnya kampanye yang dilakukan terutama oleh Negara-Negara

barat melalui media masa, bidang keilmuan dan teknologi, selain itu upaya yang

(2)

dilakukan dengan melakukan berbagai kerjasama internasional, diantaranya adalah persetujuan masyarakat internasional terhadap konvensi rangka kerja PBB tentang perubahan iklim (United Nations Framework Convention on Climate Change, UNFCCC) yang dikenal dengan Protokol Kyoto yang diselenggarakan di Kyoto, Jepang pada tahun 1997

1

.

Bila dilihat dalam pemahaman tentang makna protokol sendiri, terdapat pemahaman yang berbeda-beda di kalangan masyarakat. Namun pengertian protokol perlu mengacu pada makna dan pengertian awalnya. Dari berbagai pengertian protokol dilihat dalam hubungan internasional dan juga hukum internasional protokol adalah berupa pengaturan yang berisi norma-norma atau aturan-aturan atau kebiasaan-kebiasaan mengenai tata kerja agar suatu tujuan yang telah disepakati dapat tercapai dalam hubungan internasional antar bangsa, dan memerlukan tatanan yang dapat diterima semua pihak ataupun perjanjian ( persetujuan ) internasional yang menambah perjanjian internasional sebelumnya.

2

Praktek protokol selama ini dilaksanakan berdasarkan peraturan atau norma dalam negeri maupun internasional. Adapun peraturan protokol pada tingkat nasional maupun dalam hubungan antar bangsa dan juga internasional, seperti

1

Murdiyarso Daniel. 2003. “Protokol Kyoto ( Implikasinya Bagi Negara Berkembang “). Jakarta:

Buku Kompas. hal 8

2

Protokol juga digunakan bagi suatu‟proses verbal‟‟ berupa notulen atau catatan resmi (official

minutes) yang mencatat jalannya perundingan yang pada setiap akhir sidang ditandatangtani semua

peserta. Setiap persetujuan (agreement) yang akan menjadi perjanjian (treaty) juga disebut protokol

http://sr.cdt31.org/NA_protokol pdf , diakses 15 april 2011

(3)

Persetujuan/Konvensi Internasional yang di dalamnya mengatur tentang keprotokolan dalam kaitan hubungan antar bangsa: seperti Protokol Kyoto.

3

Protokol Kyoto diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997. Proses penandatanganan terbuka dari tanggal 16 Maret 1998 hingga tahun 2007 dan telah diratifikasi oleh 174 negara. Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan dapat mengurangi rata-rata suhu udara global antara 0,02°C dan 0,28°C pada tahun 2050. Protokol Kyoto mulai diberlakukan semenjak 16 Februari 2005, pasca ratifikasinya oleh Rusia.

4

Hingga saat ini, 191 negara telah meratifikasi Protokol Kyoto.

5

Dalam UNFCCC negara-negara dunia dibagi ke dalam dua kategori, yaitu negara- negara Annex I yang terdiri atas negara-negara maju, dan negara-negara non-Annex I yang terdiri atas negara-negara berkembang. Negara-negara Annex I yang telah meratifikasi Protokol Kyoto wajib melakukan pengawasan dan reduksi atas emisi gas rumah kacanya, sementara negara-negara non-Annex I tidak wajib melakukan reduksi tersebut, namun dapat berpartisipasi dalam penerapan Clean Development Mechanism. Hal ini sedikit berbeda dengan Protokol Kyoto yang membagi negara- negara ke dalam Annex A dan Annex B, di mana dalam hal ini negara-negara Annex B lah yang wajib mengurangi emisi gas rumah kacanya.

6

3

Ibid

4

http://unfcc.int/kyoto_protokol/registry_system/items, diakses 3 Desember 2007

5

http://slideshare.net/ignoramus/protokol_kyoto diakses 06 februari 2011

6

http:// kehutanan.risnadarweb.com diakses 06 februari 2011

(4)

Negara-negara Annex I diwajibkan untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya sebesar 5% dari besar emisinya pada tahun 1990. Dapat dikatakan bahwa isu utama yang bersifat mengikat adalah komitmen atau target penurunan emisi negara negara maju. Di samping itu, negara-negara Anex I juga diizinkan untuk membeli emisi gas rumah kaca dari negara lain untuk mencapai pengurangan sebesar 5% tersebut. Sejak Protokol Kyoto diadopsi tahun 1997, salah satu isu yang dibahas secara berkepanjangan adalah mekanisme untuk memenuhi komitmen atau mencapai target penurunan emisi oleh negara – negara Anex I yang sekarang dikenal dengan nama Mekanisme Kyoto seperti JI ( Joint Implementation ), CDM ( Clean Development Mechanism) dan ET ( Emission Trading).

Dapat dikatakan bahwa organisasi internasional regional seperti Uni Eropa

7

, termasuk menerapkan ketiga mekanisme Kyoto akan tetapi mekanisme dari CDM yang dikatakan sedikit menguntungkan UE karena melalui CDM lah negara – negara berkembang juga dapat berpartisipasi, sekaligus dapat mengawasi jalanya implementasi Protokol Kyoto dan memperoleh jalan keluar dari jerat JI karena hanya menguntungkan negara maju saja. Koalisi antara negara maju dengan negara berkembang telah memungkinkan CDM diterima secara luas tanpa perdebatan yang berarti. Seperti halnya UE diizinkan untuk mendistribusikan persentase reduksi emisi gas rumah kaca yang berbeda pada tiap-tiap negara anggotanya. Dapat dilihat bahwa protokol ini memberikan keleluasaan yang cukup besar bagi negara yang telah

7

UE adalah entitas politik dari European Community yang dulun bernama Eropean Economic

Community ketika terbentuk melalui perjanjian Maastricht tahun 1992. Partisipasi UE dalam

perjanjian lingkungan internasional selanjutnya dikenal dengan nama UE sebagai aktornya.

(5)

meratififikasinya untuk memenuhi kewajibannya yang berkenaan dengan protokol tersebut.

Uni Eropa merupakan salah satu organisasi regional yang terdiri dari negara- negara yang semuanya meratifikasi Protokol Kyoto pada bulan Mei 2002. Sebagai organisasi regional, Uni Eropa menarik perhatian karena terdiri atas berbagai negara dengan karakteristik yang cukup beragam, mulai dari negara maju di bagian Barat hingga negara dalam transisi ekonomi di bagian Timur yang juga terdiri dari Negara annex I dan juga non annex I yang ikut meratifikasi Protokol Kyoto. Kontribusi masing-masing negara terhadap kadar gas rumah kaca yang ada di atmosfer saat ini pun beragam. Oleh karena itu, tiap-tiap negara menggunakan pendekatan yang berbeda dalam penerapan Protokol Kyoto, dan dalam pelaksanakan Protokol Kyoto Uni Eropa telah mematok target sendiri dalam penurunan kadar emisi gas rumah kacanya, yakni sebesar 8%.

Pada tahun 2008, Komisi Eropa mengadopsi paket proposal bercakupan luas untuk melaksanakan komitmen-komitmen Dewan Eropa memerangi perubahan iklim dan memajukan energi terbaru. Langkah-langkah ini akan meningkatkan secara pemakaian energi terbaru di masing-masing Negara Anggota Uni Eropa dan menetapkan sasaran-sasaran yang wajib dicapai oleh pemerintah Negara-negara Uni Eropa. Di dalam Negara-negara yang teragabung dalam keanggotaan Uni Eropa juga mematok angka sendiri-sendiri.

Dalam hal ini UE juga telah melakukan berbagai upaya dalam menerapkan

Protokol Kyoto, itu semua dilakukan UE agar bisa berjalan efektif. Walaupun dalam

(6)

penerapannya sulit untuk diwujudkan

8

, maka perlu dilakukan pengaturan lebih lanjut supaya target tersebut dapat diraih melalui kerjasama negara-negara anggotanya. Hal ini menarik untuk diamati, karena Uni Eropa bergerak sebagai satu kesatuan dalam meratifikasi Protokol Kyoto. Selain itu UE juga sebagai kelompok ekonomi regional ( seperti yang diindikasikan dalam pasal 4.6

9

) EU yang memiliki 27 anggota dengan kondisi ekonomi yang cukup beragam seolah-olah memiliki kelompok utara yang memperoleh tambahan jatah emisi dari kelompok selatan yang kemajuan industrinya relative masih lambat. Akan tetapi Uni Eropa memiliki cara tersendiri untuk mengurangi emisi yang diturunkan beberapa negara secara bersama sama agar menjadi lebih terasa ringan. Dalam hal ini UE tidak mempermasalahkan efisiensi biayanya tetapi lebih kedalam tindakan bersama.

Sementara itu, mengenai efektifitas Protokol Kyoto hingga saat ini masih diragukan keberhasilannya. Hal tersebut mengingat bahwa tidak ada mekanisme khusus yang mengikat para anggotanya. Oleh karenanya Uni Eropa sebagai suatu komunitas dapat dilihat sebagai entitas tersendiri yang representatif untuk dijadikan objek penelitian dalam penilaian mengenai efektivitas Protokol Kyoto.

8

Seperti yg terjadi pada Portugal dan Spanyol, dimana diberi target peningkatan emisi gas rumah kaca sebesar 27% sedangkan spanyol 15%. Dan dalam pelaksanaanya kedua Negara gagal memenuhi target tersebut. http://ec.european.eu/clima/publications/docs/ets_en.pdf

9

Jika para pihak bertindak secara bersama, hal itu dapat dilakukan dalam organisasi ekonomi regional

UE yang merupakan pihak protokol ini, jika terjadi kegagalan dalam mencapai pengurangan emisi

gabungan total masing-masing negara anggota dari organisasi integrasi ekonomi regional secara

individu dan bersama sama dengan organisasi ekonomi regional yang bertindak sesuai denan pasal 24

bertanggung jawab untuk tingkat emisinya sebagaimana diberitahukan sesuai pasal ini.

(7)

Berdasarkan hal-hal dan fenomena yang telah dipaparkan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian pada pokok permasalahan tersebut dengan judul:

Upaya Uni Eropa-15 dalam Implementasi Protokol Kyoto.

1.2.Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam bentuk pertanyaan penelitian (research question) berikut, yaitu:

“Bagaimana Upaya Uni Eropa-15 dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto dalam rangka pengurangan emisi gas rumah kaca?

1.3.Batasan Penelitian

Materi yang dibahas dalam penelitian ini, bagaimana Implikasi Protokol Kyoto di Uni Eropa dalam memerangi isu perubahan iklim dan apa saja upaya yang dilakukan anggota Uni Eropa seperti mengurangi emisi jauh diatas rata-rata, Uni Eropa menargetkan sendiri penurunan emisi yaitu 8%. Akan tetapi disini penulis hanya membahas upaya anggota Uni Eropa-15 seperti Negara Austria, Belgia, Denmark, Finlandia, Perancis, Jerman, Yunani, Irlandia, Itali, Luksemburg, Belanda, Portugis, Spanyol, Swedia dan Inggris itu. Semua ini dikarenakan Uni Eropa-27 tidak sama dengan Uni Eropa-15 yang memiliki target secara khusus untuk mengurangi emisi seperti yang diharuskan didalam Protokol Kyoto. UE-27 tidak memiliki target khusus yang harus dicapai dalam upaya mengurangi emisinya.

1.4.Penilitian Terdahulu

Sebelumnya terdapat penelitian terdahulu yang juga membahas tentang Protokol

Kyoto dimana peneliti menemukan tiga hasil penelitian seperti penelitian dari Dewi

(8)

Robi”ah yang isinya membahas tentang penolakan AS terhadap ratifikasi Protokol Kyoto pada era pemerintahan George Walker Bush itu semua dikarenakan adanya kepentingan nasionalnya dan juga ekonomi. Selain itu juga seperti penelitian milik Mela Tresnawati yang membahas tentang Implementasi CDM dalam mekanisme perjanjian Protokol Kyoto bagi Indonesia dalam hal ini adanya konsekuensi dari ratifikasi Protokol Kyoto bahwa Indonesia telah mengimplementasikan Protokol Kyoto ke dalam peraturan perundang undangan nasional dan daerah.

Adapun penelitian yang juga membahas Protokol Kyoto adalah dari Yudhit

Perdanasari dengan penelitian yang berjudul latar belakang Pemerintahan Rusia

meratifikasi Protokol Kyoto terdapat dua faktor yang melandasi ratifikasi Protokol

Kyoto oleh pemerintahan Rusia seperti faktor eksternal yang berasal dari lingkungan

internasional seperti salah satunya organisasi internasional dan juga kelompok

internasional peduli lingkungan yang telah mendesak pemerintah Rusia agar segera

meratifikasi Protokol Kyoto dan yang kedua faktor internal, Pemerintah Rusia akan

mendapatkan keuntungan dengan keikutsertaannya dalam mekanisme Protokol Kyoto

yaitu emission trading (ET) yang dapat meningkatkan perekonomian Rusia. Selama

periode tahun 2008-2012 (periode pertama pelaksanaan Protokol Kyoto) melalui

penjualan quota emisi yang dimiliki Rusia.

(9)

Tabel 1.1: Hasil dan Perbedaan Penelitian Terdahulu No Judul penelitian Hasil penelitian terdahulu 1 Dewi Robi”ah

10

(2010),

Penolakan AS terhadap ratifikasi Protokol Kyoto pada era pemerintahan George Walker Bush

Penelitian ini menggunakan pada era pemerintahan George Walker Bush, dimana sebagai pembuat keputusan akan memilih kebijakan luar negerinya yang dilihat dari kalkulasi untung ruginya sesuai kepentingan nasionalnya.

2 Mela Tresnawati

11

(2010), Implementasi CDM dalam Mekanisme Perjanjian

Protokol Kyoto bagi Indonesia.

Indonesia berupaya menurunkan emisi gas rumah kaca sehingga Indonesia telah menjalankan dan berhasil menerapkan CDM dalam mekanisme perjanjian Protokol Kyoto

3 Yudhit Perdanasari

12

(2010), Latar Belakang Pemerintahan Rusia meratifikasi Protokol Kyoto

Terdapat dua faktor eksternal dan internal yang melandasi latar belakang Rusia meratifikasi Protokol Kyoto telah membuat salah satu kepentingan nasional Rusia (ekonomi) akan dapat terlindungi melalui mekanisme Protokol Kyoto.

Perbedaan penelitian terdahulu diatas dengan penelitian ini adalah : 1

.

a. Perbedaan di awal adalah, dalam penelitiannya Dewi membahas adanya penolakan dari AS pada masa pemerintahan George Walker Bush, sedangkan Penulis hanya membahas upaya Uni Eropa dalam implementasi Protokol Kyoto, dengan diratifikasinya seluruh anggota Negara UE akan tetapi terdapat kebijakan masing masing tiap Negara untuk standar pengurangan emisi gas rumah kaca.

b. Lain halnya dengan Dewi, Mela dan juga Yudhit yang lebih kebanyakan menggunakan konsep kepentingan nasional tiap negaranya dan juga hukum intenasional. Disini penulis lebih condong untuk memakai konsep rezim internasional dan juga integrasi regional, sehingga dalam penyatuan anggota Negara UE yang ikut meratifikasi Protokol Kyoto dengan memakai nama organisasi UE, bisa dikatakan bahwa itu merupakan hasil akhir penyatuan politik ( yang tertinggal ) atas unit unit nasional yang terpisah itu semua demi memperbaiki citra UE yang utuh, juga menghemat energi dan

10

Dewi Robi”ah. 2010. “Penolakan AS terhadap Ratifikasi Protokol Kyoto pada Era Pemerintahan George Walker Bush”. Skripsi FISIP. Universitas Muhammadiyah Malang.

11

Mela Tresnawati. 2010. “Implementasi CDM dalam Mekanisme Perjanjian Protokol Kyoto bagi Indonesia”. Skripsi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Muhammadiyah Malang

12

Yudhit Perdanasari. 2010. “Latar Belakang Pemerintahan Rusia meratifikasi Protokol Kyoto”.

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Airlangga.

http:[email protected]; [email protected] diakses tanggal 14 April 2011

(10)

mengurangi ketergantungan terhadap minyak impor.

1.5.Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mendapat gambaran dan penjelasan secara sistematis dan akurat mengenai Upaya UE dalam implementasi Protokol Kyoto, sebagai salah satu cara untuk dapat melihat sejauh mana Protokol Kyoto berpengaruh terhadap keadaan kadar gas rumah kaca.

Sedangkan kegunaan penelitian adalah untuk memperluas kajian dalam ilmu studi Hubungan Internasional, yang terfokus khususnya pada aktor-aktor anggota UE dalam menangani aspek lingkungan hidup, terutama mengenai Protokol Kyoto dan implementasinya di Uni Eropa, dan peran anggota UE menjalankanya dalam interaksi Internasional sehingga diharapkan untuk dapat memberikan masukan untuk penelitian lebih lanjut dalam bidang yang sama dan untuk langkah nyata dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

1.6.Kerangka Pemikiran

Pada bagian ini penulis mengemukakan kerangka konseptual yang berisi konsep-

konsep ataupun teori yang lebih spesifik dan akan menjadi acuan peneliti dalam

melakukan analisis. Teori ataupun konsep terebut rezim selain itu juga penulis

menggunakan konsep intergrasi regional.

(11)

1.6.1.Rezim internasional

Pemahaman dan kepentingan yang berbeda terhadap eksploitasi lingkungan merupakan perdebatan abadi yang timbul pada berbagai level sosial politik.

Penanganan permasalahan lingkuangan sangatlah bergantung pada political will setiap rezim pemerintahan. Setiap negara menunjukan intensitas kepedulian yang berfariasi yang bergantung pada:

1. Tekanan kelompok kelompok kepentingan pada level masyarakat sosial 2. Respon pemerintah terhadap tekanan tersebut

Ekspektasi terhadap kebijakan lingkungan yang kuat tidak selalu sejalan dengan prioritas pemerintah dari waktu ke waktu. Dapat dikatakan bahwa isu lingkungan bersifat low profile atau tidak marginal.

Di lain pihak Institusi internasional juga ada salah satu cara memfasilitasi kerja sama internasional. Namun, tidak semua institusi internasional memfasilitasi kerja sama pada tatanan global, tetapi hampir seluruh bentuk kerja sama internasional dituangkan dalam suatu bentuk institusi.

13

Adapun institusi ini ada dalam berbagai bentuk, di antaranya akan dibahas di sini, yaitu rezim internasional.

Menurut Keohane yang mengatakan bahwa rezim internasional adalah seperangkat aturan-aturan yang meliputi jaringan dari peraturan-peraturan, norma- norma, dan prosedur-prosedur yang mengarahkan perilaku dan mengendalikan efek

13

Rudy, May. 1998. “Administrasi dan Organisasi Internasional ( bagian II )”. Bandung : penerbit PT

Rafika Aditama. hal 8

(12)

yang ditimbulkannya.

14

Konsep ini mendasari adanya Protokol Kyoto. Rezim terbentuk oleh negara-negara sebagai instrumen untuk mencapai tujuan tertentu.

Semakin efisien rezim yang akan dibentuk, semakin besar kemungkinannya akan direalisasikan. Dimana rezim internasional diperlukan untuk mengatur kekuatan interdependensi yang lebih dari sebelumnya. Negara-Negara yang besar dan kecil berkembang dan terbelakang merupakan anggota anggota dari institusi ini dan semuany bisa dikatakan mendapatkan keuntungan dengan bekerja sama.

15

Meskipun konflik selalu ada, namun rezim-rezim menyediakan acuan bagi Negara-Negara untuk menyelesaikan berbagai perbedaan mereka tanpa harus terpaksa berperang.

Dapat dikatakan bahwa dalam melihat isu yang terjadi sekarang ini terhadap masalah lingkungan, banyak Negara maupun organisasi pemerintah ataupun organisasi internasional membuat suatu aturan atau norma dan bekerja sama dalam mengatasi masalah lingkungan dengan persetujuan masyarakat internasional terhadap konvensi rangka kerja PBB tentang perubahan iklim. Dalam hal ini, banyak Negara- negara memiliki tujuan yang sama dalam menghadapi isu yang sama dan mengatasinya dengan kerja sama. Dalam mengatasi permasalahan lingkungan terlihat banyak Negara berkembang dan juga Negara maju ikut untuk meratifikasi Protokol Kyoto yang dilakukan dengan adanya kerja sama di antara beberapa Negara untuk mencapai tujuan yang sama yaitu adanya kesepakatan untuk mengurangi efek gas

14

Krasner, Stephen D. 2004. “Structural Causes and Regime Consequences: Regimes as Intervening Variables ,dalam Friedrich Kratoch will, International Organization: A reader”. New York: Harper Collins college Publisher. hal 186

15

Steans Jill dan pettiford Lloyd. 2009.“Hubungan Internasional ( perspektif dan tema )”.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal 132 ( Dalam tulisan ini, penulis akan lebih focus pada kaum

fungsionalisme)

(13)

rumah kaca yang mempunyai pengaruh buruk terhadap iklim. Sama halnya dengan Protokol Kyoto, organisasi regional seperti Uni Eropa juga ikut berperan di dalam Protokol Kyoto yang di dalam keanggotaan Uni Eropa juga terdapat Negara maju dan berkembang serta saling bekerja sama untuk mencapai tujuan yang sama dengan membuat kesepakatan tersendiri atau aturan sendiri di dalam Uni Eropa yang bertujuan untuk mengurangi efek gas rumah kaca.

1.6.2 Integrasi

Dengan menggunakan fungsionalisme, teoritis hubungan internasional telah mempelajari pengalaman eropa barat setelah perang dunia II secara detail dan menggunakan istilah integrasi. David Mitrany berpendapat bahwa integrasi merupakan hal yang diperlukan guna terciptanya tatanan dunia yang damai karena Negara-Negara tidak mampu menghadapi berbagai pengaruh modernisasi dan memecahkan permasalahan global tanpa terciptanya kerjasama dalam memecahkan permasalahan bersama

16

. Institusi-institusi internasional semakin dianggap penting sebagai pelengkap bagi keberadaan Negara yang semakin menurun kemampuannya untuk menhadapi berbagai masalah yang disebabkan oleh teknologi baru. Konsep dasarnya adalah fungsionalis percaya bahwa ketika tingkat kerja sama dan integrasi semakin meningkat, maka akan bertambah sulit bagi Negara-Negara untuk menarik diri dari komitmen-komitmen yang telah mereka buat karena mereka akan menyadari berbagai keuntungan yang diperoleh dengan kerja sama. Itu semua akan berpengaruh

16

Nuraeni, Sudirman Arifin (et.all). 2010. “Regionalism dalam Studi Hubungan Internasional”.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar. hal 121

(14)

terhadap masyarakat internasional, meningkatkan perdamaian dan membuat perang begitu menggangu dan merugikan sehingga tidak akan lagi dianggap sebagai sarana rasional bagi Negara Negara untuk mewujudkan berbagai tujuan dan kepentingan mereka

17

.

Konsep isi dipakai untuk menggambarkan suatu hasil akhir dari proses penyatuan politik ( yang tertinggal ) atas unit-unit nasional yang semula terpisah. Hasil studi semacam ini telah membentuk literatur yang banyak sekali. Mereka bertujuan menciptakan penyatuan politik di antara wilayah-wilayah yang semula bebas dan berdaulat

18

. Dapat dikatakan bahwa dalam melihat UE didalam Negara- Negara anggota UE yang sebelumnya bebas berdaulat dan ingin menciptakan penyatuan politik diantara Negara-Negara UE , sehingga dalam melihat isu Protokol Kyoto ini untuk tetap perlu dalam setiap Negara menerapkan pengurangan emisi gas rumah kacanya, dan masing-masing negara dianjurkan untuk mengurangi sebesar 8%.

Dalam hal ini Negara-Negara UE yang tergabung atas nama UE saling bekerjasama antar anggota UE dalam meratifikasi Protokol Kyoto demi terciptanya lingkungan yang baik dan juga sedikit demi sedikit telah mendorong anggota UE untuk menerapkan kebijakan hemat energi dalam mempromosikan penggunaan energi

17

Steans Jill dan pettiford Lloyd. 2009. “Hubungan Internasional (perspektif dan tema)”. Yogyakarta, Pustaka Pelajar.hal 127

18

Mas’oed Mohtar. “Studi Hubungan Internasional ( tingkat analisis dan teorisasi)”. Yogyakarta,

Pusat antar Universitas Studi Sosial UGM. hal 172

(15)

secara berkelanjutan. Sebagai entitas politik organisasi regional UE, hal ini sangat membantu memperbaiki citra kesatuan UE sebagai aktor yang utuh

19

.

Dalam melihat isu Protokol Kyoto yang diterapkan di UE dapat dikatakan bahwa dalam menyelesaikan permasalahan lingkungan dapat dilakukan secara secara kolektif. Dengan kata lain Negara berkembang dan juga Negara maju saling bekerja sama untuk mengurangi gas emisi rumah kaca, yang didalam kesepakatan UE menjelaskan bahwa UE tidak menentukan ambang batas minimal penurunan GRK kepada setiap anggotanya. UE memberi kebebasan setiap Negara untuk menentukannya, namun target penurunan GRK UE 8% itu berlaku secara rata-rata untuk wilayah negara anggota UE.

20

1.7.Metode Penelitian 1.7.1. Tipe Penelitian

Tipe penelitian yang akan digunakan penulis dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Dalam penelitian deskriptif, metode analisis yang digunakan sebagai salah satu cara untuk menjelaskan permasalahan yang sedang dibahas.

Menurut Dr. Ulber Silalahi, metodologi deskripsi ini menyajikan tentang suatu gambar yang terperinci tentang situasi khusus, setting sosial, atau hubungan.

19

Murdiyarso Daniel, 2003. “Sepuluh Tahun Perjalanan Negosiasi Konvensi Perubahan Iklim”.

Jakarta : Buku Kompas. hal 48

20

Misalanya Inggris yang menentukan sendiri , dalam hal target penurunan GRK-nya berdasarkan

kebijakan di internal dalam negerinya, tapi sebenarnya sudah ada mekanisme pencapaian rata-rata

penurunan GRK 8% di wilayah UE. Bisa dikatakan setiap anggota Negara UE memiliki kebijkan

masing masing yang berbeda dalam menentukan GRK.

(16)

Penelitian deskriptif bisa digunakan baik untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian (tidak berhipotesis).

21

Jenis penelitian ini adalah studi literatur. Pemilihan tipe penelitian ini akan berimplikasi pada metode pengumpulan data dan analisis seperti yang akan dijelaskan pada sub sub berikutnya.

1.7.2Tingkat Analisa

Dari judul di atas, upaya UE dalam implementasi Protocol Kyoto dapat diidentifikasi bahwa judul tersebut terdiri dari satu unit ekplanasi (variabel independen) dan satu unit analisa (variabel dependen). Implementasi Protokol Kyoto merupakan unit ekplanasi penelitian, dan Uni Eropa merupakan unit analisa. Dalam hubungan internasional, terdapat 3 model hubungan antara unit analisa dan unit ekplanasi, yaitu model korelasionis, induksionis, dan reduksionis. Disebut model korelasionis apabila tingkat unit eksplanasinya berada sejajar dengan unit analisanya, kedua, disebut model induksionis apabila tingkat unit ekplanasinya lebih tinggi daripada unit analisanya, sedangkan model reduksionis, apabila unit eksplansinya lebih rendah daripada unit analisanya. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian induksionis, implementasi Protokol Kyoto berada pada tataran sistem, di lain pihak Uni Eropa juga berada dalam tataran system akan tetapi pada tataran system regional sehingga Protokol Kyoto yang merupakan unit eksplanasi memiliki jajaran lebih tinggi dari pada unit analisa yaitu Uni Eropa yang labih rendah.

21

Ulber Silalahi. 2009. “ Metode Penelitian Sosial”. Bandung; PT. Refika Aditama. hal 27-29

(17)

1.7.3.Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis dalam pengumpulan data adalah studi literatur, yang mana bersumber dari bahan bacaan, buku, hasil penelitian,koran dan juga dengan penelusuran internet

1.7.4.Teknik Analisis Data

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode Induktif yaitu dengan menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan yang konkret yang dihadapi.

22

Analisis dilakukan setelah data yang diperoleh dari buku, internet yang terkumpul. Penulis melakukan interpretasi dan analisis terhadap data-data tersebut yaitu data tentang kesepakatan Protokol Kyoto di Uni Eropa. Dalam analisis yang akan dilakukan dalam penelitian, peneliti menggunakan metode analisis deskriptif yang bertujuan untuk mengetahui status dan mendeskripsikan fenomena berdasarkan data yang terkumpul.

1.7.5. Penyajian Data

Dalam penelitian ini, penyajian data penelitian dilakukan dengan terlebih dahulu memaparkan gambaran umum tentang Uni Eropa dan Protokol Kyoto. Kemudian pembahasan dilanjutkan dengan menganalisis upaya Uni Eropa dalam implementasi Protokol Kyoto.

22

Johnny Ibrahim.2006. “Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif”. Bayumedia Publishing:

Malang. hal. 393.

(18)

Bagan Alur Pemikiran

Protokol Kyoto Mekanisme

yang diadopsi

Protokol Kyoto Uni Eropa

Program mengurangi emisi

Implementasi

1.ada tidaknya modifikasi

2. hasil pengurangan emisi

1.upaya yang dilakukan 2. faktor

penghambat dan pendukung 3. kebijakan

Upaya UE dalam

implementasi

Protokol Kyoto

(19)

1.7.6 Ruang Lingkup Penelitian

Untuk membatasi pembahasan agar tidak terlalu jauh dari tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka peneliti memberikan ruang lingkup penelitian. Diantaranya adalah memberikan perjalanan menuju Protokol Kyoto, kebijakan dalam Protokol Kyoto, selain itu memaparkan gambaran umum UE dan menjelaskan bagaimana kebijakan UE dalam menghadapi isu lingkungan serta memaparkan upaya-upaya apa saja yang dilakukan oleh UE dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto di UE dari mulainya anggota negara UE meratifikasi Protokol Kyoto hingga saat ini.

1.7.7 Argumen Dasar

Adapun Argumen Dasar yang mendasari penelitian ini adalah dalam upaya Uni Eropa mengimplementsikan Protokol Kyoto, dimana sejauh ini UE dalam mengimplementasikan Protokol Kyoto bisa terealisasikan seperti sudah berjalanya para anggota negara UE dalam mengurangi GRK dengan standart target 8% setiap negara, selain itu dengan adanya kesepakatan bersama meratifikasi Protokol Kyoto, UE juga dapat bisa memperbaiki efisiensi energy pembangunan selain itu juga menciptakan pencitraan UE yang utuh. Akan tetapi dari Protokol Kyoto tersendiri kurang adanya sistem pengawasan yang cukup di UE agar bisa lebih berjalan efektif.

1.8 Sistematika penulisan BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Batasan Penelitian

(20)

1.4 Penelitian Terdahulu

1.5 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.6 Kerangka Pemikiran

1.6.1 Rezim Internasional 1.6.2 Integrasi regional 1.7 Metode Penelitan 1.7.1 Tipe Penelitian 1.7.2 Tingkat Analisa Data 1.7.3 Pengumpulan Data 1.7.4 Tingkat Analisis Data 1.7.5 Penyajian Data

1.7.6 Ruang Lingkup Penelitian 1.7.7 Argumen Dasar

1.8 Sistmatika Penulisan

BAB II : Protocol Kyoto dan juga Uni Eropa 2.1 Perjalanan menuju Protokol Kyoto

2.1.1.Sejarah Protokol Kyoto

2.1.2 Kebijakan-Kebijakan dalam Pelaksanaan Protokol Kyoto 2.1.3 Lembaga Pengawasan dalam Protokol Kyoto

2.2 Gambaran umum tentang Uni Eropa 2.2.1 Sejarah Uni Eropa

2.2.2 Kebijakan Uni Eropa di Bidang Isu Lingkungan

BAB III : UPAYA dan EFEKTIFITAS UNI EROPA DALAM IMPLEMENTASI PROTOKOL KYOTO

3.1 Upaya UE dalam implementasi Protokol Kyoto 3.2 Efektifitas Implementasi Protokol Kyoto di Uni Eropa

3.2.1 Pencapaian target dalam pengurangan emisi GRK di UE

3.2.2 Agenda keberlanjutan Protokol Kyoto yang berimplikasi di UE 3.2.3 Faktor penghambat dan pendukung implementasi Protokol Kyoto di UE

BAB IV : PENUTUP 4.1 Kesimpulan

4.2 Saran

Daftar pustaka

Referensi

Dokumen terkait

Namun upaya pemerintah pusat mengalami tantangan setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi yang tidak memberikan kewenangan kepada pemerintah pusat untuk membatalkan

Tahap penilaian resiko adalah proses identifikasi dan penilaian resiko serta analisa dampak kerugian atas kehilangan asset yang ditimbulkan masing-masing

Pengendalian derivatif (D) menggunakan tingkat perubahan sinyal error sebagai elemen prediksi pada aksi pengendalian. Komponen derivatif tidak dapat digunakan sebagai

Pada dasarnya peran advokat pada tingkat pemeriksaan di muka sidang adalah membela tersangka/terdakwa dan mengikuti jalannya proses persidangan sehingga setelah

Program PUP akan memberikan dampak terhadap peningkatan umur kawin pertama yang pada gilirannya akan menurunkan Total Fertility Rate (TFR). Tujuan program Pendewasaan

A1, A4, A5, B1, B2, B3 6 6 Mengidentifikasi peran bahasa dalam pembangunan bangsa Peran bahasa dalam pembangunan bangsa Ceramah dan Diskusi Ketepatan resume,

Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-cetak)

Dalam hal ini sangat dibutuhkan informasi yang berhubungan dengan keseriusan perusahaan dalam mengelola dampak lingkungan, sehingga para stake holder dapat menilai