• Tidak ada hasil yang ditemukan

commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "commit to user 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

5

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Prinsip Dasar Metode Gravitasi

Metode gravitasi merupakan salah satu metode survei geofisika yang memanfaatkan sebaran densitas di permukaan bumi sebagai bahan studi untuk menggambarkan kondisi dibawah permukaan bumi baik secara lateral maupun vertikal dengan meninjau sinyal gravitasi yang dihasilkan oleh perbedaan densitas pada tiap titik di permukaan bumi (Jacoby & Smilde, 2009 ; Setiadi et al., 2010).

Metode gravitasi didasarkan oleh teori fisika yang memuat prinsip gravitasi universal meliputi hukum Newton, percepatan gravitasi, dan potensial gravitasi.

2.1.1. Hukum Newton

Hukum Newton menyatakan bahwa setiap partikel di dunia berinteraksi dengan partikel yang lain dengan gaya yang sebanding hasil kali dari massa keduanya dan berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antara keduanya (Serway

& Jewett, 2004). Semakin jauh jarak dari kedua partikel tersebut, maka gaya yang bekerja pada kedua partikel akan semakin kecil. Jacoby & Smilde (2009) menuliskan secara matematis, jika dua buah massa dengan massa M dan m, pada posisi Q dan P, yang masing-masing berinteraksi satu sama lain melalui suatu ruang dengan gaya pusat F sepanjang jari-jari vektor r, maka gaya yang mempengaruhi m adalah :

(2.1)

Tanda negatif merupakan sebuah kesepakatan yang bergantung pada orientasi dari r, F adalah gaya pada m, r merupakan vektor satuan yang arahnya dari M menuju

m, r merupakan jarak yang memisahkan antara M dengan m, dan G merupakan

konstanta gravitasi universal. Dalam satuan internasional (SI) nilai dari konstanta

gravitasi adalah 6,672x10

-11

N m

2

/kg

2

sedangkan dalam satuan cgs adalah

6,672x10

-8

dyne cm

2

/ g

2

(Telford et al., 1990).

(2)

commit to user 2.1.2. Percepatan Gravitasi

Pada hukum Newton II percepatan yang dialami oleh sebuah benda dengan massa m yang diberikan gaya F dinyatakan sebagai gaya yang dialami oleh benda dibagi dengan massa dari benda tersebut (Octonovrilna & Pudja, 2009). Secara matematis pernyataan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut :

(2.2)

Dengan meninjau Persamaan 2.2, maka percepatan yang dialami m karena adanya M dapat diperoleh dengan membagi nilai F dengan m pada Persamaan 2.1 sehingga percepatan gravitasi dapat dirumuskan dengan persamaan berikut :

(2.3)

Telford et al. (1990) menyatakan bahwa percepatan g sebanding dengan gaya gravitasi per satuan massa karena pengaruh M. Jika M merupakan massa dari bumi M

e

. Maka g merupakan percepatan gravitasi dan dinyatakan sebagai :

(2.4)

Dengan R

e

menyatakan jari-jari dari bumi. Mengingat bentuk bumi yang tidak bulat sempurna, serta bentuk topografi yang berbeda-beda pada permukaan bumi, maka percepatan gravitasi pada suatu titik di permukaan bumi akan memiliki perbedaan nilai di titik yang lain karena pengaruh jari-jari bumi. Selain itu percepatan gravitasi juga akan dipengaruhi oleh rapat massa daerah terukur, dimana semakin besar nilai densitas pada suatu daerah akan sebanding dengan nilai percepatan gravitasi di daerah tersebut.

2.1.3. Potensial Gravitasi

Potensial gravitasi U

g

yang dinyatakan pada hukum Newton, lebih mudah untuk digambarkan sebagai sebuah elemen massa tunggal m pada radius r

m

yang berinteraksi dengan sebuah unit massa pada suatu titik P dengan radius r

p

(Jacoby

& Smilde, 2009). Sehingga dari pernyataan tersebut dirumuskan persamaan sebagai berikut :

(2.5)

(3)

commit to user

Blakely (1996) menjelaskan bahwa percepatan gravitasi merupakan medan potensial, dan dapat didefinisikan sebagai gradien dari sebuah potensial skalar.

Pada buku lain percepatan gravitasi juga didefinisikan sebagai negatif gradien dari sebuah potensial skalar, akan tetapi perbedaan definisi tersebut dijelaskan oleh Kellogg (1929) yaitu pada dasarnya tanda negatif maupun positif tetap mengikuti kesepakatan bahwa potensial gravitasi adalah kerja yang dilakukan oleh medan pada suatu partikel uji dan tanda negatif berasal dari energi potensial partikel.

Sehingga potensial gravitasi dapat dinyatakan sebagai berikut :

(2.6) Dengan,

= Potensial gravitasi r

0

= Jarak titik pusat bumi r

p

= Jarak titik observasi

= Massa bumi (5,9726x kg)

2.2. Struktur Bumi

Nilai percepatan gravitasi pada Persamaan 2.4 sebanding dengan massa dari

bumi dan berbanding terbalik dengan kuadrat jari-jari bumi. Secara teoritis

percepatan gravitasi bumi akan konstan pada permukaan bumi, akan tetapi

realitanya percepatan gravitasi pada permukaan bumi bervariasi pada titik yang

berbeda. Perbedaan tersebut dapat dikarenakan oleh rotasi bumi yang menyebabkan

garis ekuator bumi (6378 km) memiliki jari-jari yang lebih besar 21 km

dibandingkan jari-jari pusat bumi terhadap kutub geografisnya (6357 km) seperti

yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. (Reynolds, 1997 ; Blakely, 1996).

(4)

commit to user

Gambar 2. 1. Bentuk elips bumi karena rotasi bumi (Reynolds, 1997).

Santoso (2002) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari 3 bagian berdasarkan lapisan penyusunnya yaitu inti bumi, mantel bumi, dan kerak bumi. Masing-masing lapisan memiliki nilai densitas yang berbeda-beda. Pengaruh suhu yang sebanding dengan kedalaman bumi menyebabkan material penyusun yang memiliki kedalaman lebih besar, akan memiliki densitas yang lebih besar. Namun, adanya pergerakan lempeng benua maupun samudra akan menyebabkan material penyusun pada lapisan paling luar berpindah ke lapisan yang lebih dalam atau sebaliknya.

Pergerakan lempeng tersebut turut berkontribusi pada sebaran densitas di permukaan bumi yang menyebabkan adanya perubahan percepatan gravitasi untuk tiap titik di permukaan bumi.

2.3. Metode Gravitasi

Reynolds (1997) menjelaskan bahwa metode gravitasi bergantung pada dua

Hukum Gravitasi Universal yang dijabarkan oleh Sir Isaac Newton dalam Principla

Mathematica (1687). Hukum Newton I yang dinyatakan pada Persamaan 2.1

menunjukkan bahwa gaya tarik menarik antara dua benda akan sebanding dengan

hasil perkalian kedua massa benda dan berbanding terbalik dengan kuadrat jarak

keduanya. Sedangkan Hukum Newton II tentang keadaan bergerak yang dinyatakan

(5)

commit to user

pada Persamaan 2.2 menunjukkan bahwa gaya F sebanding dengan massa m dikalikan dengan percepatan a.

Keadaan geologi bumi yang tidak beraturan akibat pengaruh rotasi bumi yang menyebabkan perbedaan jari-jari bumi pada garis ekuator dengan kutub gravitasinya, maupun pergerakan lempeng benua dan samudra yang menyebabkan timbulnya sebaran densitas pada keadaan geologi di bawah permukaan bumi menjadi alasan digunakannya metode gravitasi (Blakely, 1996 ; Jumransyah et al., 2014 ; Reynolds, 1997).

2.3.1. Prinsip Pengukuran Gravimeter La Coste Romberg.

Gravimeter La Coste Romberg merupakan alat ukur gravitasi pertama yang menggunakan pegas zero length. Telford et al. (1990) menjelaskan bahwa pegas zero length memiliki nilai regangan yang sebanding dengan jarak pegas sebenarnya, dimana jika seluruh gaya eksternal diabaikan maka pegas akan kembali pada posisi semula dimana jarak pegas sama dengan nol (zero length). Pegas yang digunakan terbuat dari logam dengan konduktivitas tinggi, namun tidak dapat diisolasikan sempurna, sehingga untuk menghilangkan efek suhu pegas diletakkan permanen pada sebuah wadah tertutup dengan temperatur stabil yang dipertahankan dengan elemen thermostat (Reynolds, 1997).

Gambar 2. 2. Skema pengukuran sensitivitas gravimeter La Coste Romberg

(Telford et al., 1990).

(6)

commit to user

Untuk menentukan sensitivitas gravimeter, regangan pada pegas dapat dituliskan sebagai k (s-c) saat panjangnya s dengan c adalah koreksi untuk keadaan sebenarnya dimana pegas tidak selalu tepat pada titik nol (Telford et al., 1990).

Dengan meninjau Gambar 2.2., diketahui bahwa :

(2.7)

(2.8)

Dari Persamaan 2.8 dapat ditentukan nilai percepatan gravitasi yang diperoleh sebagai berikut :

(2.9)

Dengan menggunakan hukum sinus, maka diperoleh persamaan sebagai berikut :

(2.10)

(2.11)

(2.10) Persamaan 2.10 disubstitusikan ke Persamaan 2.9 sehingga diperoleh :

(2.11) Nilai akan bertambah seiring dengan bertambahnya , dan s akan bertambah seiring dengan bertambahnya , sehingga Persamaan 2.11 dapat ditulis ke dalam persamaan berikut :

(2.12)

Gambar 2. 3. Skema kalibrasi gravimeter La Coste Romberg (Reynolds, 1997).

(7)

commit to user

Kalibrasi alat gravimeter dilakukan dengan meninjau Gambar 2.3. Reynolds (1997) menjelaskan bahwa untuk mengkalibrasikan alat gravimeter, pengamat melihat skala melalui sebuah lensa, dimana cahaya dipantulkan dari cermin pada batang saat keadaan diam. Untuk mengembalikan posisi batang pada keadaan semula, mikrometer diluar wadah diputar sehingga skrup dapat menyesuaikan posisi batang.

2.4. Faktor Koreksi dalam Gravitasi

Dalam pengukuran nilai percepatan gravitasi di permukaan bumi, nilai yang diperoleh pada suatu titik akan memiliki selisih atau perbedaan di titik yang lain.

Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi nilai dari percepatan gravitasi meliputi pengaruh medan di sekitar titik akuisisi, kedudukan bumi terhadap bulan, matahari, dan benda langit yang lain, serta perubahan kondisi alat gravimeter. Oleh karena itu, perlu dilakukan koreksi untuk menentukan nilai percepatan gravitasi yang dikehendaki. Adapun koreksi-koreksi yang dilakukan dalam sebuah pengolahan data gravitasi meliputi beberapa koreksi sebagai berikut :

a. Koreksi Apungan Alat (Drift Correction).

b. Koreksi Pasang Surut (Tide Correction).

c. Koreksi Gravitasi Normal / Koreksi Lintang (Lattitude Correction).

d. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction).

e. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction).

f. Koreksi Medan (Terrain Correction).

2.4.1. Koreksi Apungan Alat (Drift Correction)

Saat melakukan pengukuran pada suatu tempat, nilai percepatan gravitasi

yang terukur memiliki kemungkinan berubah pada saat diukur pada waktu yang

berbeda. Hal ini disebabkan adanya gaya luar yang mempengaruhi pegas pada alat

ukur gravimeter saat melakukan akuisisi data sehingga berpengaruh terhadap data

percepatan gravitasi yang diperoleh. Koreksi apungan dimaksudkan untuk

mengurangi pergeseran pembacaan alat tersebut, yaitu dengan melakukan

(8)

commit to user

pengukuran kembali pada stasiun yang sama (base-station) dengan waktu yang berbeda, biasanya setiap 1-2 jam (Reynolds, 1997). Secara matematis, koreksi drift dinyatakan sebagai berikut :

(2.13)

Dimana,

= Koreksi drift stasiun ke-n

= Waktu pembacaan stasiun ke-n

= Waktu pembacaan stasiun base (base camp) pada awal loop

= Waktu pembacaan stasiun base (base camp) pada akhir loop

= Nilai pembacaan stasiun base (base camp) pada awal loop

= Nilai pembacaan stasiun base (base camp) pada akhir loop

2.4.2. Koreksi Pasang Surut (Tide Correction)

Koreksi pasang surut (koreksi tidal) dimaksudkan untuk menghilangkan pengaruh benda langit terhadap nilai percepatan gravitasi yang terukur di permukaan bumi. Adanya gaya tarik-menarik antara bumi dengan bulan dan matahari akan menyebabkan perubahan nilai medan gravitasi di permukaan bumi secara periodik (Octonovrilna & Pudja, 2009). Instrumen gravimeter cukup sensitif terhadap perubahan percepatan gravitasi karena pergerakan bulan dan matahari dengan rentang 0,3 mGal (Telford et al., 1990 ; Jacoby & Smilde, 2009). Longman (1959) mengkomputasikan formula untuk percepatan tidal yang dikarenakan oleh bulan dan matahari dengan waktu tertentu pada sebuah titik di permukaan bumi.

Formula untuk percepatan tidal dinyatakan sebagai berikut :

(2.14) (2.15) Dengan :

g

m

= Komponen tegak pasang surut akibat bulan g

s

= Komponen tegak pasang surut akibat matahari r

a

= Jarak pusat bumi dan bulan

s = Jarak pusat bumi dan matahari

(9)

commit to user G = Konstanta gravitasi universal

M

m

= Massa bulan M

s

= Massa matahari

= Sudut zenith bulan

= Sudut zenith matahari

Sudut zenith bulan dirumuskan sebagai berikut :

(2.16) Adapun sudut zenith matahari dirumuskan adalah :

(2.17) Dengan :

= Bujur tempat pengamatan

= Inklinasi Matahari = Inklinasi Bulan

= Bujur orbit Matahari

= Bujur orbit Bulan

= right ascention

Dengan demikian, percepatan tidal total adalah :

(2.18)

2.4.3. Koreksi Gravitasi Normal / Koreksi Lintang (Lattitude Correction) Bentuk bumi cenderung menggembung pada garis ekuator dan termampatkan pada kutub geografisnya. Hal ini disebabkan karena rotasi bumi dimana percepatan sentrifugal memiliki nilai maksimum pada garis equator dan bernilai minimum atau sama dengan nol pada kutub geografisnya (Telford et al.,1990). Nilai percepatan gravitasi yang berbanding terbalik dengan kuadrat jarak antara massa bumi dengan massa pada suatu titik observasi menunjukkan bahwa nilai percepatan gravitasi akan bernilai lebih kecil pada garis ekuator dibandingkan pada kutub geografisnya.

Dengan demikian nilai percepatan gravitasi dipengaruhi oleh posisi lintang.

International Association of Geodesy (IAG) mengadopsi Geodetic Reference

System pada 1980, yang kemudian digunakan sebagai medan referensi World

(10)

commit to user

Geodetic System 1984 (WGS84) dengan bentuk rumusan yang lebih sempurna (Blakely, 1996).

(2.19)

2.4.4. Koreksi Udara Bebas (Free Air Correction)

Reynolds (1997) mendefinisikan koreksi udara bebas sebagai perbedaan antara nilai gravitasi yang diukur pada muka air laut rata-rata dengan nilai gravitasi yang terukur pada ketinggian h meter tanpa ada batuan di antaranya. Nilai dari koreksi udara bebas adalah sebesar 0,3086 mGal/m, bernilai positif jika ketinggian di atas muka air laut rata-rata dan bernilai negatif jika di bawahnya sehingga koreksi udara bebas ditambahkan dalam pembacaan medan jika kedudukan pengukuran di atas bidang datum dan dikurangi jika di bawahnya (Telford et al., 1990).

2.4.5. Koreksi Bouguer (Bouguer Correction)

Pada koreksi udara bebas, massa di antara titik observasi dengan muka air laut diabaikan, akan tetapi dalam koreksi Bouguer massa di antara titik observasi dengan muka air laut ikut diperhitungkan (Blakely 1996). Koreksi Bouguer menghitung gaya tarik gravitasi yang disebabkan oleh lempeng batuan dengan ketebalan h dalam meter dan rata-rata densitas (Mg/m

3

) (Reynolds, 1997). Nilai koreksi Bouguer pada pengukuran darat dinyatakan dalam persamaan berikut :

(2.20) Dengan,

G = Konstanta Gravitasi (6,67 x 10

-8

m

3

Mg

-1

s

-2

)

= Densitas (Mg/m

3

) h = Ketinggian (m)

Sedangkan untuk pengukuran pada kapal atau pengukuran di laut, persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

(2.21)

Dengan,

= Densitas Batuan (Mg/m

3

)

(11)

commit to user

= Densitas Air (Mg/m

3

)

= Kedalaman Air (m)

2.4.6. Koreksi Medan (Terrain Correction)

Keadaan topografi pada medan observasi akan mempengaruhi nilai percepatan gravitasi yang terukur pada gravimeter. Permukaan bumi yang memiliki bentuk tidak beraturan menyebabkan perbedaan percepatan gravitasi pada titik yang berbeda. Nilai percepatan gravitasi yang diperoleh pada pengukuran yang dilakukan pada daerah yang dekat dengan lereng bukit maupun lembah akan dipengaruhi oleh gaya tarik yang ditimbulkan oleh massa topografi di sekitar titik pengukuran (Jumransyah et al., 2014). Adanya pengaruh topografi tersebut, selanjutnya dikoreksi dengan menggunakan koreksi medan (terrain correction).

Hammer (1939) mengajukan sistem pengukuran koreksi medan dengan membagi medan pengukuran kedalam beberapa segmen cincin konsentrik seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4. dan biasa dikenal sebagai Hammer chart.

Gambar 2. 4. Hammer chart (Hammer, 1939).

(12)

commit to user

Koreksi medan yang dilakukan didasarkan pada penentuan nilai percepatan gravitasi pada pusat cincin konsentrik dengan beda elevasi z, jari-jari luar R

L

, dan jari-jari dalam R

D

(Reynolds, 1997). Dasar pengukuran koreksi medan dinyatakan ke dalam persamaan sebagai berikut :

(2.22) Dengan,

A = Jumlah segmen

= Densitas batuan

2.5. Anomali

Parameter-parameter yang diperoleh pada survei geofisika akan merepresentasikan keadaan geologi bawah permukaan. Untuk survei gravitasi, parameter yang terukur berupa percepatan gravitasi. Nilai percepatan gravitasi pada suatu medan observasi akan bervariasi bergantung pada sebaran densitas atau rapat massa pada medan. Dengan mengetahui parameter yang terukur, serta karakteristiknya maka anomali yang terdapat pada medan akan dapat diamati.

Dalam survei gravitasi terdapat tiga anomali yang biasa dikenal yaitu anomali bouguer, anomali regional, dan anomali residual.

2.5.1. Anomali Bouguer

Anomali Bouguer didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai gravitasi observasi yang telah terkoreksi dengan nilai gravitasi yang diperoleh pada titik acuan (base station) (Reynolds, 1997). Perumusan untuk anomali Bouguer ditunjukkan oleh persamaan berikut :

(2.23) Dengan,

(2.24) Dimana indeks subscript menunjukkan koreksi-koreksi yang dilakukan sebagai berikut :

= Koreksi gravitasi normal

(13)

commit to user

= Koreksi udara bebas

= Koreksi Bouguer

= Koreksi Medan

Jacoby & Smilde (2009) menjelaskan bahwa anomali Bouguer dibagi kedalam dua bagian yaitu anomali Bouguer sederhana (simple Bouguer anomaly) dan anomali Bouguer sempurna (complete Bouguer anomaly). Dengan meninjau Persamaan 2.23, anomali Bouguer sederhana didefinisikan sebagai anomali Bouguer saat koreksi medan diabaikan. Sedangkan anomali Bouguer sempurna akan diperoleh dengan menambahkan koreksi medan pada koreksi percepatan gravitasi.

2.5.2. Anomali Regional-Residual

Medan gravitasi merupakan superposisi dari anomali yang dihasilkan oleh perubahan densitas pada kedalaman yang bervariasi. Beberapa anomali massa pada daerah observasi menempati daerah dengan kedalaman yang besar, namun sebagian menempati lapisan yang dangkal. Efek massa dangkal (gangguan dekat permukaan) biasanya digambarkan sebagai panjang gelombang pendek yang dapat dihilangkan dengan proses filtering anomali panjang gelombang pendek (Telford et al., 1990).

Anomali dengan panjang gelombang yang lebih besar disebabkan oleh efek anomali massa yang lebih dalam dan disebut sebagai anomali regional. Adapun anomali dengan panjang gelombang pendek yang disebabkan oleh fitur geologi yang dangkal akan saling tumpang tindih dengan anomali regional dan disebut sebagai anomali residual (Reynolds, 1997).

2.6. Analisis Spektrum

Analisis spektrum merupakan salah satu alat yang digunakan untuk menganalisis data pada domain waktu maupun domain spasial (Likkason, 2011).

Pada data gravitasi, analisis spektrum dapat digunakan untuk memperkirakan

kedalaman rata-rata anomali regional dan residual serta memperkirakan lebar

window yang optimal untuk digunakan dalam pemisahan anomali regional residual

metode moving average (Rizka, 2011; Setiadi et al., 2010). Spektrum dari data

gravitasi yang disebabkan oleh sumber anomali akan dipisahkan ke dalam beberapa

(14)

commit to user

bagian dalam domain frekuensi menggunakan transformasi fourier agar dapat di interpretasikan (Ya Xu et al., 2009; Chamoli et al., 2010).

Transformasi Fourier secara umum dapat direpresentasikan dalam sebuah fungsi penjumlahan dari bagian real dan imajiner seperti persamaan berikut (Likkason, 2011) :

(2.25)

Atau dapat ditulis dalam fungsi perkalian antara bagian real dengan bagian kompleks (Riyanto et al., 2009) :

(2.26) Dimana merupakan amplitude spectrum dan dapat ditentukan berdasarkan persamaan berikut :

(2.27)

Blakely (1995) menjelaskan transformasi fourier dari sebuah potensial gravitasi yang teramati pada lintasan horizontal dengan z = z

0

dan disebabkan oleh sebuah titik massa di bawah lintasan secara sederhana dapat dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut :

(2.25) (2.28) Dengan,

U = Potensial Gravitasi G = Konstanta Gravitasi

µ = Respon frekuensi dari kontras densitas

Adapun transformasi fourier anomali medan gravitasi yang disebabkan oleh titik massa sepanjang lintasan observasi dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut :

(2.00)

(2.00)

(2.29)

(15)

commit to user Dengan,

k = bilangan gelombang z = kedalaman bidang batas

Indriana (2008) menjelaskan bahwa persamaan 2.29 juga menunjukkan hubungan anomali medan gravitasi dengan distribusi densitas pada sebuah lintasan dalam kawasan frekuensi. Jika distribusi densitas bersifat random atau acak, maka respon frekuensi dari kontras densitas akan sama dengan satu (µ=1). Dengan demikian persamaan 2.29 dapat digunakan untuk menentukan power spectrum sesuai dengan persamaan berikut (Ya Xu et al., 2009; Indriana, 2008; Likkason, 2011) :

(2.30) Power spectrum ( merupakan kuadrat dari amplitude spectrum ( ), sehingga dari persamaan 2.30 dapat diubah ke persamaan lain sebagai berikut :

(2.00)

(2.31) Kedua ruas pada persamaan 2.31 selanjutnya diberikan operator logaritma naturial (ln) :

(2.00)

(2.32)

Persamaan 2.32 menunjukkan bahwa ln dari amplitude spectrum berbanding

lurus dengan bilangan gelombang. Jika persamaan 2.32 dianalogikan dengan

persamaan linier, maka hubungan antara ln amplitude spectrum ( ) dengan

bilangan gelombang (k) akan menghasilkan gradien yang menunjukkan perkiraan

kedalaman anomali (z) (Chamoli et al, 2010). Gambar 2.5 menunjukkan grafik

hubungan antara ln A

n

terhadap k dengan dua garis regresi linier yang menunjukkan

zona regional dan zona residual. Berdasarkan Gambar 2.5 tampak bahwa power

spectrum akan berkurang secara eksponensial bersamaan dengan meningkatnya

bilangan gelombang (Blakely, 1995).

(16)

commit to user

Gambar 2. 5. Grafik hubungan ln A dengan k (Indriana, 2008).

2.7. Pemisahan Anomali Regional-Residual

Anomali Bouguer yang diperoleh dari pengukuran data gravitasi pada daerah observasi merupakan gabungan dari anomali regional dan residual. Untuk dapat memperoleh informasi di bawah permukaan geologi, maka perlu dilakukan pemisahan anomali regional-residual. Ada berbagai macam metode pemisahan anomali regional residual yang dapat digunakan, akan tetapi pada penelitian yang dilakukan pemisahan dibatasi hanya pada metode moving average dan metode upward continuation.

2.7.1. Metode Moving Average

Metode Moving Average atau rataan bergerak merupakan salah satu metode pemisahan anomali regional-residual yang dilakukan dengan melakukan rata-rata terhadap nilai anomali yang diperoleh. Nilai rata-rata yang diperoleh melalui metode ini berupa nilai rata-rata anomali regionalnya, sehingga nilai anomali residual dapat diperoleh dengan mereduksi nilai anomali bouguer dengan anomali regional (Reynolds, 1997). Secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut :

(2.33)

Setiadi et al. (2010) menjelaskan bahwa dalam metode moving average penentuan

lebar jendela yang tepat merupakan hal yang penting, penentuan lebar jendela dapat

(17)

commit to user

diperoleh melalui proses analisis spektrum. Dari proses analisis spektrum akan diperoleh bilangan gelombang Cutoff (kc) yang merupakan perpotongan antara gradien anomali regional dan residual seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 2.5.

Blakely (1996) menjelaskan hubungan antara panjang gelombang dengan bilangan gelombang sebagai berikut :

(2.34)

Persamaan 2.34 selanjutnya digunakan untuk estimasi lebar window yang optimal (Indriana, 2008; Setiadi, et al., 2010) :

(2.34)

(2.35)

Dengan,

kc = Bilangan Gelombang Cutoff

= Panjang gelombang N = Lebar window

= Interval percontohan

Purnomo et al. (2013) menuliskan secara matematis persamaan metode moving average untuk 2D adalah sebagai berikut :

(2.36)

Dimana,

n = , dengan N bilangan ganjil

= Besarnya anomali Bouguer = Besarnya anomali regional

2.7.2. Metode Upward Continuation

Blakely (1996) menjelaskan bahwa metode Upward Continuation mengubah

medan potensial yang terukur pada suatu level permukaan tertentu ke dalam medan

lain yang terletak pada level permukaan yang lebih tinggi. Pengangkatan yang

dilakukan menyebabkan medan pada level permukaan yang lebih tinggi cenderung

menunjukkan pengaruh yang ditimbulkan oleh sumber densitas yang lebih dalam,

(18)

commit to user

sehingga hasil dari Upward Continuation merupakan anomali regional. Anomali Bouguer merupakan gabungan dari anomali regional dan residual, sehingga untuk menentukan anomali residualnya dapat dilakukan dengan menghitung selisih antara anomali Bouguer dengan anomali regional. Adapun perumusan dari metode Upward Continuation oleh Blakely (1996) ditunjukkan oleh persamaan sebagai berikut :

(2.37) Dengan,

= nilai medan potensial pada hasil kontinuasi

= nilai medan potensial pada bidang observasi sebenarnya

= Ketinggian pengangkatan

Referensi

Dokumen terkait

Hmmm… sangat tercermin kalau guru di sana tidak menuntut anak didiknya untuk mengerjakan dengan hasil yang harus benar, para guru Finlandia menghargai setiap usaha dari siswanya!.

bahwa persaingan antara manusia dengan serangga hama sesungguhnya sudah mulai jauh sebelum dimulainya peradaban, seperti dicatat dalam sejarah pada tahun 1400 sebelum masehi, di

Becerita tentang bencana yang terjadi di Indonesia yang diteliti oleh Ilan Kelman dalam Disaster Diplomacy How Disaster Affect Peace And Conflict di Indonesia dalam

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Peraturan Daerah ini, bidang Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan, mempunyai fungsi :

Hubungan komunikasi dengan semangat kerja sangat secara sederhana dapat dideskripsikan bahwa, semakin baik komunikasi maka akan semakin tinggi semangat kerja karyawan

Tesis dengan judul “Karakteristik Kepala Daerah dan Karakteristik Pemerintah Daerah terhadap Alokasi Aggaran Belanja Pendidikan (Studi Empiris pada Pemerintah Kabupaten/Kota di

II SITI JAKIYAH NURHASANAH: Kolaborasi Model Picture and Picture dengan Peta Konsep dalam Pembelajaran IPA Sub Pokok Bahasan Avertebrata untuk meningkatkan Hasil

Mekanisme pembentukan apatit pada permukaan sampel β-wolastonit abu sekam selepas proses rendaman dianalisis menggunakan ujian pembelauan sinar-X (XRD), mikroskop elektron