• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI-NILAI MORAL PADA NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH Dian Permanasari STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRACT - View of Nilai-nilai moral Pada Novel "Orang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "NILAI-NILAI MORAL PADA NOVEL ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH KARYA WIWID PRASETYO DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SEKOLAH Dian Permanasari STKIP PGRI Bandar Lampung ABSTRACT - View of Nilai-nilai moral Pada Novel "Orang"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Dian Permanasari

STKIP PGRI Bandar Lampung

ABSTRACT

Educational value in this novel focused on the discussion of moral values. The formation of these values in the characters is associated with the social and cultural setting of the novel, which is Semarang, Central Java. This research aims to describe the structure of Orang Miskin Dilarang Sekolah novel, moral education value of the characters, and implication of this discussion for literature learning at school. The method used is structural and pragmatic approach. The result of the structure analysis are coherent and logical because every element are related. Struggle of the main character to help his friends in school is a major theme in the story. The characterizations according to the function as protagonist and antagonist were articulated and make the story. Vivid progressive plot desain by using the sequence and causality relationship make the reader easier in understanding the storyline. Description of the background further strengthen the plot and characterization. Description of the social background display state at the time. The use of first-person perspective makes the reader feel as if directly involved in the story. Style of language used increasingly beautify the course of the story, attract more the reader’s attention. Background of Javanese society in the story related to moral values, which are the moral values to one self, the moral values to other people, and the moral values to God, reflected by the charactersso it looks that the author wants to show the principle of Java in his work. Analysis of Orang Miskin Dilarang Sekolah novel can fulfill the main competence of curriculum. Structure analysis of the novel can increase student’s knowledge of how to analyze the structure of novel and improve their language skill.

(2)

179 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017 PENDAHULUAN

Manusia merupakan mahluk sosial, oleh karena itu manusia membutuhkan manusia lain dalam kegiatan sehari-hari. Manusia hidup bermasyarakat dan harus bersosialisasi agar mempermudah kegiatan dalam bermasyarakat. Sangat sulit apabila tidak adanya nilai- nilai sosial pada diri kita sejak dini,karena apa pun kegiatan, siapa pun, dan setinggi apa pun jabatan kita, sudah pasti membutuhkan bantuan. Begitupun dalam karya sastra, membutuhkan sosialisasi dari penulis atau penikmat sastra, karena tanpa sosialisasi, karya sastra tidak akan pernah lahir, sastra lahir, karena adanya gambaran kehidupan antar sesama manusia.

Karya, merupakan penciptaan, buatan, hasil manusia dari pemikiran, baik dalam melakukan suatu retorika maupun membuat sesuatu yang mengesankan baik tulisan atau grafis, maupun benda. Sesuatu yang dapat dikatakan sebuah karya, tidak hanya dilakukan karena unsur kesengajaan, tetapi unsur ketidak sengajaan pun dikatakan karya. Sedangkan sastra sendiri, lebih menjurus kepada kata- kata atau kalimat- kalimat, atau lebih tepatnya bahasa. Tetapi dalam hal ini tidak bermaksud memisahkan atau membedakan pengertian antara karya dan sastra.

Karya sastra merupakan imajinasi seseorang yang dituangkan ke dalam tulisan, baik khayalan maupun nyata, karya sastra juga merupakan hasil berfikir manusia, hasil rasa dan karsa manusia. Di dalam karya sastra, banyak macamnya, seperti puisi, pantun, gurindam, mantra, cerpen, roman, dan novel. Berbicara mengenai sastra, telah dipaparkan pada penjelasan diatas. Namun dalam hal ini, lebih difokuskan atau lebih diarahkan kepada karya sastra novel.

Dalam pembahasan penelitian ini, ialah mengenai novel. Novel Inspirasional, yang berjudul “ Orang Cacat Dilarang Sekolah “ karya Wiwid Prasetyo, Februari, tahun 2011, penerbit Diva press. Novel Orang Cacat Dilarang Sekolah ini, merupakan jenis novel populer, karena bahasanya mudah difahami oleh masyarakat umum. Pada novel yang berjudul orang cacat dilarang sekolah ini, banyak nilai yang terkandung di dalamnya, seperti, nilai- nilai Agama, Moral, Pendidikan, Budaya, maupun Nilai sosial yang merupakan nilai kemanusiawian, yang dimana rasa solidaritas dan kepedulian terhadap sesama manusia sangat diperlukan.

(3)

180 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

tersebut mempunyai penyakit down sindrome, dimana lika- liku kehidupan yang keras, kejam, bengis, mau tidak mau harus dilewati demi bertahan hidup dan cita-cita.

Hal yang melatar belakangi mengapa mengambil atau menulis judul nilai- nilai sosial, karena kehidupan sosial di dalam novel tersebut sangat baik, atau seperti yang diharapkan. Dimana manusia saling tolong menolong atau membantu satu sama lain, tidak melihat atau memandang atau menilai rendah atau tingginya pangkat atau derajat manusia, antar sesama, tetapi nilai-nilai sosial yang terdapat pada novel inspirasional ini, manusia melihat dari kemanusiawian hati nuraninya, bahwa kita sebagai manusia harus saling menghargai dan menghormati satu sama lain, dalam artian memanusiakan manusia. Sekalipun manusia itu cacat fisik, tetapi secara batiniah atau dalam diri manusia itu, bisa jadi baik.

Tetapi ironisnya, apabila cerita di dalam novel tersebut terjadi dikehidupan nyata atau jika dibandingkan dengan kehidupan sehari-hari atau kenyataanya, sangat merosot, atau tidak sesuai, tidak adanya nilai- nilai sosial atau sangat kurang jiwa sosial pada manusia.

Di dalam kehidupan yang sudah moderen ini, sangat jarang yang ingin menampung orang-orang cacat, khusunya anak-anak yang ingin bersekolah, baik negeri maupun swasta, karena orang-orang cacat merasa diasingkan dari orang-orang yang normal, dan jelas, orang-orang normal merasa tidak nyaman dengan adanya orang-orang yang cacat yang ada disekolah mereka. Sungguh dilema memang dalam hal ini, maka dari itu hanya manusia yang mempunyai nilai-nilai sosial tinggi di dalam dirinya, yang ingin atau bisa membuat yayasan tersendiri untuk menampung orang-orang cacat yang ingin bersekolah atau belajar demi masa depan. Sikap pemerintah seharusnya dapat memberikan sarana dan prasarana sekolah atau pendidikan bagi orang- orang yang cacat secara gratis, agar merekapun bisa merasakan arti pentingnya pendidikan. Pesan yang ingin disampaikan disini ialah, jangan menganggap rendah martabat seseorang, karena kita tidak tahu, potensi apa yang sesungguhnya dimiliki, karena orang yang kita rendahkan belum tentu buruk dari kita dan kita belum tentu lebih baik dari orang yang kita rendahkan.

(4)

181 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

pembahasan novel Orang Miskin Dilarang Sekolah terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia di sekolah?

METODE PENELITIAN

Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode kepustakaan dengan pendekatan kualitatif, pendekatan ini digunakan karena subjek atau sumber datanya adalah novel yang dianalisis kalimat demi kalimat. Penelitian ini mendeskripsikan Nilai- Nilai Sosial yang terdapat dalam Novel “Orang Cacat Dilarang Sekolah karya” Wiwid Prasetyo. Dalam penelitian ini, terurai atau terkumpul bentuk kata- kata, atau catatan- catatan, atau gambaran sehingga tidak menekankan pada angka.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tokoh-tokoh protagonis yang terdapat dalam novel OMDS karya Wiwid Prasetyo adalah Faisal, Pambudi, Pepeng, Yudi, Pak Zainal, Bu Mutia dan Kania. Sementara tokoh-tokoh Antagonis dalam novel ini adalah Rena, Pak Cokro, Mat Karmin dan Yok Bek. Selain tokoh-tokoh yang disebutkan di atas, terdapat beberapa tokoh lainnya yang memang tidak ditampilkan dalam analisis karena kehadiran tokoh tersebut hanya sebagai pendukung jalannya cerita dan tidak memiliki pengaruh yang besar terhadap penceritaan. Tokoh-tokoh tersebut di antaranya: Guruh, Kharisma, Kiai Khadis, Ustadz Muhsin, Koh A Kiong, Bang Ujai, dan Minto.

Latar tempat utama dalam novel ini yaitu di Semarang yang merupakan ibu kota Jawa Tengah dan masih sangat kental dengan nuansa Tionghoa, karena sejak zaman dahulu hingga saat ini masih banyak terdapat Tionghoa yang menetap di Semarang.

Latar waktu dalam novel ini tidak dijelaskan secara langsung oleh pengarang. Namun, dikaitkan dengan masa reformasi dan dapat diperkirakan yaitu setelah reformasi, cerita ini terjadi pada tahun 2000-an. Latar waktu selebihnya dijelaskan melalui pergantian waktu seperti pagi, siang, sore dan malam.

Nilai Moral Tokoh

(5)

182 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

fenomena sosial yang terjadi pada saat itu, dengan adanya hal tersebut akan membentuk beberapa nilai moral yang dimiliki para tokoh dalam novel. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Widagdho yang mengatakan bahwa penyebab manusia berbudaya adalah karena faktor etika dan estetika. Etika yakni pembentukan kepribadian atau tingkah laku melalui budayanya.85 Salah satu yang akan dibahas peneliti adalah faktor etika atau moral. Asal tempat yang digunakan pengarang dalam novel OMDS ini adalah di kota Semarang. Dalam analisis, peneliti akan membagi nilai moral para tokoh tersebut ke dalam tiga aspek, yaitu nilai moral terhadap diri sendiri, nilai moral terhadap orang lain (lingkungan) dan nilai moral terhadap Tuhan.

Nilai moral terhadap diri sendiri

a. Menerima segala apa yang sudah ditakdirkan oleh Tuhan

Nilai moral terkait dengan sikap menerima segala apa yang sudah ditakdirkan Tuhan tergambar melalui tokoh dari ayah ketiga anak alam yang memiliki sifat nrimo. Hal ini sesuai dengan karakter asli orang Semarang, Jawa Tengah. Semarang adalah bagian dari Jawa Tengah. Di kalangan masyarakat, tercipta stereotip tentang perangai orang Jawa yang begitu halus, sopan dan pasrah menjalani hidup atau nrimo. Karakter dari ayah ketiga anak alam yang nrimo, menerima keadaan begitu saja terlihat dari pekerjaan mereka sebagai budak dari Yok Bek. Mereka tidak mau berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik, dan mereka tidak ingin mencari masalah dengan Yok Bek jika mereka berhenti bekerja, maka dari itu mereka pasrah dengan pekerjaan yang mereka miliki.

(6)

183 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

Ketiga anak alam itu begitu bahagia menjalani kehidupan dan sangat menikmati masa kecilnya seolah mereka tidak memiliki beban khususnya masalah ekonomi yang sangat jauh dari kata berkecukupan. Namun, sangat berbeda dengan Faisal, ia berasal dari keluarga yang berkecukupan dan anak rumahan yang justru tidak menemukan masa kecilnya seperti ketiga temannya tersebut.

b. Pekerja keras atau giat bekerja

Walaupun masyarakat Jawa, khususnya warga Semarang memiliki sifat nrimo terhadap keadaan, namun ternyata masyarakat Jawa atau warga Semarang khususnya terkenal dengan sifatnya yang pekerja keras. Jika mereka telah memiliki pekerjaan maka mereka akan tekun dan giat dengan pekerjaan yang digelutinya, walaupun pekerjaan mereka masih relatif rendah dibanding kota besar lainnya seperti Jakarta. Seperti yang dialami ayah dari Pambudi, Yudi dan Pepeng, ayah ketiga anak alam itu hanya bekerja sebagai peternak sapi pada seorang warga berkebangsaan Cina bernama Yok Bek, namun mereka giat bekerja dan patuh pada majikannya.

Sikap tersebut melahirkan prinsip nrima ing pandum yakni menerima segala yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa. Namun demikian, tidak berarti nrima ing pandum ini diisi dengan bermalasmalasan, tanpa mau berusaha. Hal itu dibuktikan dengan ketekunan dan kesungguhan mereka dalam bekerja. Sikap pekerja keras yang dimiliki masyarakat Jawa telah melekat dan menjadi prinsip hidup mereka. Walaupun sikap nrimo sering disalahartikan oleh kebanyakan orang yang menganggap hanya bermalas-malasan, namun masyarakat Jawa menyeimbangkan persepsi tersebut dengan bekerja keras, karena sikap pekerja keras tersebut merupakan salah satu prinsip dari masyarakat Jawa.

c. Jujur dan Urip Samadya

(7)

184 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

memiliki keyakinan yang kuat bahwa siapa saja yang bersikap jujur maka ia akan memperoleh keberuntungan. Maka dari itu, banyak dari masyarakat Jawa yang menerapkan prinsip tersebut karena mereka ingin mendapatkan keberuntungan dalam hidup.

Pengarang novel OMDS ini banyak sekali menerapkan prinsip Jawa dalam kepribadian masing-masing tokoh. Salah satu tokoh yang memegang prinsip urip samdadya dan jujur ini bisa dilihat dari penokohan Bu Mutia, seorang guru yang sangat jujur dan menjauhkan diri dari perbuatan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan yang ia inginkan. Hal tersebut tergambar ketika salah satu wali murid mengeluarkan uang suap agar anaknya naik kelas, namun ia menolaknya demi prinsip yang ia pegang teguh.

d. Sepi ing pamrih, rame ing gawe

Sikap dasar dari mayarakat Jawa menandai watak yang luhur adalah kebebasan dari pamrih, sepi ing pamrih. Manusia telah memiliki sikap sepi ing pamrih apabila mereka sebagai manusia telah memegang teguh prinsip tepa slira, yakni sikap toleransi dan peduli terhadap sesama. Manusia itu sepi ing pamrih apabila ia tidak lagi perlu gelisah terhadap dirinya sendiri, dengan arti lain bahwa ia mampu mengontrol hawa nafsu terhadap sesuatu dan ingin memilikinya dengan sikap pamrih tersebut. Masyarakat Jawa memegang teguh prinsip tersebut bahwa dalam melakukan apapun harus dilandasi rasa ikhlas tanpa mengharapkan imbalan apapun.

Sekalipun mereka seorang pekerja keras namun mereka ikhlas, maka lahirlah prinsip sepi ing pamrih, rame ing gawe. Seperti tergambar melalui tokoh Faisal, sekalipun ia sebagai tenaga pengajar pembantu di kampungnya, namun ia tidak mengharapkan imbalan apapun karena ia memiliki jiwa toleransi yang tinggi.

Prinsip masyarakat Jawa tersebut tercermin melalui tokoh Faisal. Apabila seseorang telah memegang tegug prinsip sepi ing pamrih, rame ing gawe maka orang tersebut tidak lagi mengejar kepentingankepentingan individualnya tanpa memperhatikan keselarasan keseluruhan. Ia telah berada di tempat yang tepat dalam kosmos. Sikap tersebut muncul tidak lain hanyalah sebagai wujud memenuhi kewajiban-kewajiban sebagai sesama manusia.

Nilai moral terhadap orang lain

(8)

185 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

Adat istiadat atau kebiasaan yang menjadi latar novel ini yaitu adat istiadat masyarakat Jawa (Semarang). Adat istiadat adalah perilaku turun temurun dari generasi ke generasi sebagai warisan sehingga kuat intergrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakatnya. Masyarakat Jawa dikenal dengan sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi adab kesopanan, budi pekerti yang luhur, bertutur dan bertingkah laku yang halus, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda. Meskipun yang muda lebih berilmu, tetapi tetap harus menghormati yang lebih tua. Seperti yang dinasihatkan ayah Faisal kepada Faisal agar jangan suka diperlakukan mundhuk-mundhuk oleh muridnya yang lebih tua, karena sikap mundhuk-mundhuk layaknya hanya diterapkan dari yang muda kepada yang tua. Jika dilihat dari sisi kebudayaan, maka setiap kelompok sosial tertentu memiliki kebudayaan tertentu pula. Sikap mundhuk-mundhuk dalam masyarakat Jawa sangat dijunjung tinggi dalam kehidupan. Tidak hanya sikap mundhukmundhuk ketika berjalan seperti dalam cerita, tetapi sikap mundhukmundhuk diterapkan pula melalui tutur bicara. Apabila seorang yang lebih muda berbicara dengan yang lebih tua, maka yang lebih muda harus menggunakan bahasa Jawa yang lebih halus.

b. Jiwa sosial terhadap sesama

Jiwa sosial yang digambarkan dalam cerita disampaikan melalui tokoh Faisal yang memiliki jiwa peduli terhadap lingkungannya. Ia membantu mengajar warga kampung untuk dapat membaca dan menulis. Hal ini terkait dengan sikap rukun yang dimiliki masyarakat Jawa. Dengan adanya sikap rukun dan peduli terhadap sesama, maka akan menjaga ketentraman dan hubungan baik antar sesama.

(9)

186 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017 Nilai moral terhadap Tuhan

Nilai moral terhadap Tuhan yang tercermin dalam novel ini yaitu percaya terhadap kekuatan luar biasa selain diri sendiri. Cerita dalam novel OMDS ini mengambil latar tempat di Semarang, Jawa Tengah. Masyarakat Jawa yang mayoritas beragama Islam hingga sekarang belum bisa meninggalkan tradisi dan budaya Jawanya, meskipun terkadang tradisi dan budaya ini bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam itu sendiri. Memang ada beberapa tradisi dan budaya Jawa yang dapat diadaptasi dan terus dipegangi tanpa harus berlawanan dengan ajaran Islam, tetapi banyak juga yang masih bertentangan. Masyarakat Jawa yang tidak memegang ajaran Islam dengan kuat akan lebih menjaga warisan leluhur mereka dengan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari, meskipun bertentangan dengan ajaran yang seharusnya mereka anut. Dengan demikian, kebudayaan yang diangkat dalam novel ini pun merupakan kebudayaan masyarakat Jawa yakni budaya atau yang dikenal dengan Islam Kejawen.

Masyarakat Jawa di Semarang yang menganut Islam Kejawen dikenal sangat kental dengan dunia mistik atau kebatinan, seperti adanya semedi, kemenyan, sesajen, kondangan, ruwatan, juga dukun. Sebagian masyarakat Jawa kuno atau Jawa masih sangat kental melakukan adat ini, seperti masih sangat percaya terhadap dukun, yang diyakini sebagai ―orang pintar‖ yang dipercaya menjadi perantara antara manusia dengan alam gaib. Dukun sering dimintai pertolongan, entah untuk pengobatan, ataupu mengusir roh halus. Namun, tetap ada dua kubu, yang percaya dan tidak percaya dengan hal-hal semacam ini. Penggambaran mengenai kepercayaan warga terhadap dukun tercermin melalui tokoh ayah Faisal yang mempercayai Pak Cokro sebagai dukun yang mampu mengobati anaknya yang dituduh amnesia.

Pak Cokro selalu menjadi orang pertama yang dianggap mampu mengobati segala macam penyakit. Salah satu kebudayaan masyarakat Jawa yaitu kepercayaan masyarakat warga Semarang terhadap sesepuh atau dukun yang bernama Pak Cokro tersebut sudah menjadi tradisi dan mengakar di kalangan masyarakat.

Selain dengan semedi, mereka pun mempercayai bahwa ritual yang digunakan masyarakat selalu diperkuat dengan menyuguhkan berbagai macam sesajen yang diserahkan kepada makhluk gaib.

(10)

187 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

menjadikannya haus akan sanjungan. Cerminan nilai moral terhadap Tuhan seperti terlihat di atas merupakan tradisi yang dipegang oleh masyarakat Islam Kejawen. Mereka mengaku Islam dan percaya akan adanya Tuhan, tetapi mereka lebih mempercayai hal gaib dan mistik dibanding mempercayai Tuhan mereka sendiri, dengan kata lain bahwa mereka lebih memegang teguh tradisi yang telah turun temurun sehingga mereka mengabaikan kepercayaan terhadap Tuhan. Masyarakat islam kejawen menyimpulkan bahwa mereka yang tidak menyukai hal-hal klenik dianggap tidak setia pada tradisi mereka yang telah lama turun temurun semenjak nenek moyang mereka.

Dari beberapa nilai moral yang telah dibahas, maka dapat kita ketahui bahwa keterkaitan antara kehidupan masyarakat Jawa pada aslinya dengan kehidupan yang terdapat dalam novel telah melahirkan dan membentuk beberapa nilai moral. Novel karya Wiwid Prasetyo ini secara tersirat menghadirkan beberapa etika Jawa dalam cerita bersinggungan dengan latar cerita yaitu di Semarang, Jawa Tengah dan terlebih pengarang merupakan seseorang yang berasal dari Semarang, sehingga beliau tidak melepaskan prinsip-prinsip jawa dalam karyanya.

Implikasi Terhadap Pembelajaran Sastra

Berkaitan dengan karya seni yang lain, karya sastra juga banyak dikaitkan dengan bidang ilmu pengetahuan yang lain, di antaranya kita akan menemui unsur-unsur baik dari ilmu filsafat, ilmu kemasyarakatan, ilmu psikologi, sains, ekologi, hukum, tradisi, dan lain sebagainya. Dengan demikian, sastra telah mampu mencakup seluruh alam kehidupan yang lebih luas dan lebih kompleks.

(11)

188 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

mendengarkan, memahami, serta merespon karya sastra tersebut. Melalui apresiasi sastra, siswa diharapkan mampu memberikan penghargaan terhadap karya sastra. Hal tersebut dapat dicapai melalui pembelajaran yang intens antara siswa dengan karya sastra dengan didasari rasa suka terhadap karya sastra sehingga dapat merasakan kenikmatan akan maknanya. Hal inilah yang menjadi tujuan akhir dalam pembelajaran sastra.

Novel Orang Miskin Dilarang Sekolah merupakan sebuah novel yang relevan untuk dijadikan sebagai materi pelajaran karena tema yang diangkat dalam novel tersebut sangat dekat dengan dunia siswa yakni masalah pendidikan. Pembahasan novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ini yang berkaitan analisis terhadap struktur novel dapat dijadikan bahan ajar serta dapat memberikan pengetahuan kepada siswa mengenai analisis struktur novel secara lebih mendalam. Diharapkan mampu berpikir kritis dalam menganalisis struktur sebuah novel, karena siswa harus mampu mencari keterkaitan antarunsur dalam novel agar setiap unsur yang telah dianalisis tersebut dapat diterima secara logis. Secara khusus, analisis mengenai nilai pendidikan moral dapat menambah wawasan terhadap nilai moral mana saja yang pantas diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, karena dalam setiap karya sastra khususnya novel pasti memiliki nilai-nilai kehidupan. Nilai moral juga diharapkan mampu menjadi bahan perenungan dalam menjalani kehidupan. Sebuah novel akan bernilai baik dan bermanfaat apabila ia mampu menjadi pencerah bagi pembacanya. Dalam kata lain, novel dapat dijadikan bahan introspeksi diri sesuai dengan apa yang diharapkan pengarang terhadap karyanya.

(12)

189 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017 SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis terhadap novel Orang Miskin Dilarang Sekolah karya Wiwid Prasetyo, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Struktur cerita dalam novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ini saling memiliki keterkaitan satu dengan yang lain. Tema dalam novel yaitu perjuangan seorang tokoh bernama Faisal, meskipun terdapat hambatan dalam usahanya namun akhirnya ia mampu membantu ketiga temannya untuk bersekolah. Penggolongan tokoh dan penokohan berupa protagonis dan antagonis membuat cerita menjadi lebih menarik. Penggambaran mengenai latar tempat yang terletak di Semarang semakin memperkuat karakter yang dimiliki para tokoh dalam cerita. Adapun latar waktu yang terjadi dalam cerita kisaran tahun 2000-an setelah reformasi, karena latar waktu tersebut berkaitan dengan adanya Tionghoa yang masih menetap di Semarang. Sedangkan bentuk alur maju dengan menggunakan sekuen dan hubungan kausalitas semakin mempermudah pembaca untuk terus mengikuti cerita dari peristiwa satu menuju peristiwa lainnya. Sudut pandang yang digunakan yaitu sudut pandang orang pertama ―aku - an‖ yang diperankan oleh tokoh Faisal sebagai pencerita. Gaya bahasa yang digunakan dalam semakin menambah kesan indah bagi pembaca. Gaya bahasa tersebut adalah metafora yang bertujuan untuk memberi nasihat, gaya bahasa lain yaitu pengarang menggunakan bahasa Jawa sebagai dialek regional.

(13)

190 LENTERA

STKIP-PGRI Bandar Lampung, Vol. 2 2017

3. Pembahasan novel Orang Miskin Dilarang Sekolah ini dapat memenuhi Kompetensi Dasar dalam kurikulum. Nilai moral yang disampaikan pengarang melalui tokoh berupa cerminan moral masyarakat Jawa berkaitan dengan latar tempat yang ada dalam novel tersebut. Kegiatan menganalisis struktur novel ini dapat menambah pemahaman terhadap teori analisis struktur novel secara lebih mendalam dan logis.

DAFTAR PUSTAKA

Emzil, dkk. 2015. Teori dan Pengajaran Sastra. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Faruk. 2014. Sosiolinguistik Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar.

Herimanto, dkk. 2014. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. Jakarta: Timur Bumi. Minderop, A. 2013. Psikologi Sastra. Jakarta: YayasanPustaka Kobor

Indonesia.

Muhammad, Ali. 2014. Memahami Riset Perilaku dan Sosial. Jakarta: Aksara.

Nurgiyanto, Burhan. Sastra Anak. Yogyakarta: UGM Press.

Biodata Penulis :

Referensi

Dokumen terkait

Karena Produk “Jelly Hitz” merupakan produk baru yang ada di pasaran, maka kami menetapkan strategi penetapan harga yang efektif dalam tahap perkenalan ini, yaitu

coolant masuk radiator berpengaruh terhadap laju perpindahan panas, koefisien perpindahan panas konveksi sisi coolant dan penurunan tekanan sisi coolant..

a) Portabilitas, dapat berjalan stabil pada berbagai sistem operasi, seperti Windows, Linux, MacOS, dan lain-lain. b) Open Source, didstribusikan secara gratis dibawah lisensi

[r]

[r]

yang dilihat dari komponen pembelajaran berupa tujuan, materi, media, metode.

[r]

Sampel dari penelitian ini adalah data rekam medik pasien luka bakar yang mengalami kontraktur dengan kriteria inklusi data pasien dengan keluhan adanya kontraktur