• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identifikasi/Pembatasan Konsep

Penelitian ini ingin mengetahui bagaimana media dalam kasus ini adalah Tokopedia menanamkan nilai-nilai konsumerisme kepada para penggemar BTS atau ARMY dengan menghadirkan BTS sebagai brand ambassador mereka.

Pada penelitian ini menggunakan

Teori kultivasi di populerkan oleh George Gerbner di Annenberg School of Communication pada tahun 1969 dalam sebuah artikel “The Television World of Violence”. Gerbner memandang media bukan tentang bagaimana khalayak mencari informasi dari suatu media atau bagaimana mereka memproses pesan yang mereka terima dari media, tetapi Gerbner berfokus pada bagaimana khalayak yang terpapar pesan media secara terus-terusan dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari dan mereka menyerap nilai-nilai yang ditayangkan oleh media sehinga membentuk sebuah konsepsi baru ditengah populasi khalayak. Alasan Gerbner meneliti tentang televisi karena menganggap bahwa televisi memiliki akses terhadap setiap individu di dalam sebuah keluarga dan seperti menjadi ritual keagamaan dimana para anggota keluarga akan menonton televisi secara rutin layaknya acara keagamaan dan memiliki kekeuatan yang cukup besar dalam membentuk masyarakat modern.

Konsep Teori Kultivasi milik Gerbner mengarah pada penelitian mengenai proses penanaman nilai-nilai oleh televisi secara kumulatif dan melihat efek yang ditimbulkan dari khalayaknya serta pengaruhnya terhadap kondisi sosial-budaya.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Gerbner ditemukan bahwa televisi berperan dalam menimbulkan efek dimana realitas yang dibentuk televisi mempengaruhi khalayak dalam memandang realitas media dengan realitas sesungguhnya ketika menerima pesan atau informasi.

(2)

13 Gerbner membagi para televisi dengan dua kategori yaitu heavy viewers dan light viewers, dimana heavy viewers adalah khalayak yang menonton televisi selama empat jam lebih, sedangkan yang kurang dari empat jam disebut light viewers jika dikategorikan dalam intensitas waktu menonton. Heavyviewer adalah khalayak yang terjebak dalam dunia televisi yang terbawa dalam sebuah konsepsi dimana mereka akan menganggap dunia yang mereka lihat dalam televisi adalah dunia yang sebenarnya. Para khalayak terbelenggu dalam realita subjektif dimana masyarakat tidak dapat membedakan realita sesungguhnya (melihat dunia sekitarnya secara nyata atau objektif) sehingga memiliki keyakinan bahwa seluruh hal yang ditampilkan televisi, baik perihal ekonomi, ideologi, dan budaya adalah hal yang nyata. Fenomena tersebut merupakan dampak dari “realita media” yang membentuk sebuah realitas di masyarakat (realitas subjektif) dengan tujuan untuk menanamkan nilai, kepentingan, informasi agar tujuan perusahaan tersebut (profit atau kondisi sosial) dapat tercapai. Dalam membandingkan realitas sosial yang terbentuk dari heavy viewers dan light viewers dapat dianalisis secara sederhana melalui dua bentuk :

a. Analisis isi (content analysis)

Mengidentifikasi tema-tema, topik atau informasi yang disampaikan dalam bentuk audio visual oleh media.

b. Analisis Khalayak (audience research)

Menganalisis pengaruh atau efek yang ditimbulkan setelah khalayak menerima informasi dari tema-tema yang disajikan oleh media.

Asumsi dasar teori ini adalah :

a. Media televisi adalah media yang unik

b. Semakin banyak waktu yang digunakan dalam menonton televisi, maka semakin tidak bisa membedakan antara realitas media dengan realitas sosial.

(3)

14 c. Heavy viewers cenderung menggunakan media televisi sebagai sumber utama dalam mencari informasi, sedangkan light viewers menggunakan banyak sumber informasi selain media televisi sehingga tidak berpaku pada satu media saja.

d. Terpaan media yang diterima secara terus menerus membuat masyarakat melihat informasi tersebut sebagai sebuah konsensus dalam masyarakat.

e. Televisi membentuk mainstreaming dan resonance. Mainstreaming merupakan fenomena dimana para khalayak dengan kategori heavyviewer memiliki pola pikir dan pandangan yang hampir sama didalam suatu kelompok demografis. Sedangkan resonance peristiwa dimana khalayak memiliki lingkungan atau pengalaman yang sama seperti tayangan di televisi, sehingga mereka percaya bahwa tayangan televisi adalah gambaran dari dunia sekitarnya. Penelitian Gerbner menjelaskan, khalayak heavyviewer mempercayai nilai-nilai kekerasan yang ada di televisi itu nyata karena lingkungan mereka rawan dengan kekerasan. Mereka semacam mendapatkan “dosis ganda” dalam menerima kebenaran tentang pandangan mereka mengenai kekerasan.

f. Perkembangan teknologi menguatkan pengaruh dari televisi dimasyarakat.(Venus, 2007)

Berkaitan dengan penelitian ini, teori kultivasi digunakan untuk melihat apakah ada penanaman nilai konsumerisme oleh e-commerce Tokopedia terhadap penggemar BTS melalui penggunaan grup idol BTS sebagai Brand Ambassador Tokopedia. Selain itu penggunaan teori kultivasi ingin meneliti tentang seberapa berpengaruh nilai-nilai BTS yang disajikan melalui Tokopedia terhadap ARMY dalam memandang realitas objektif, realitas media dan realitas subjektif. Faktor pembentuk realitas subjektif (mainstreaming, resonance dan pengalaman pribadi) memberikan dampak terbesar dalam membuat para ARMY

(4)

15 terjebak dalam realitas subjektif. Hal ini dikarenakan tiga faktor tersebut didasari oleh latar belakang mereka sebagai penggemar BTS. Dari mainstreaming mereka akan diberikan nilai kepuasan dan informasi yang sama melalui konten, promo dan event BTS sehingga mereka cenderung menggunakan Tokopedia untuk mengikuti rangkaian tersebut. Dari faktor resonance mereka memiliki lingkungan yang tidak jauh dari sesama ARMY yang memberikan pengaruh agar mereka mau mengikuti promo dan event yang diadakan Tokopedia sebagai bentuk dukungan mereka terhadap BTS. Dari pengalaman pribadi yang terjadi mereka merasa adanya kedekatan emosional dengan BTS karena merasa dekat dengan BTS melalui Tokopedia. Sehingga dalam konsep kultivasi ini ketiga faktor ini yang menjadi salah penyebab kuat dalam membentuk realitas subjektif para ARMY di FISIP UNS selain dari terpaan media.

2.2 Penelitian Terdahulu

2.2.1 Jurnal Penelitian Humaniora dengan judul “Dampak Konsumerisme Budaya Korea (Kpop)Di Kalangan Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang” oleh Dzakkiyah Nisrin, Incka Aprillia Widodo, Indah Bunga Larassari, & Fikri Rahmaji pada tahun 2020 ingin mengetahui dampak fenomena budaya KPOP pada aspek ekonomi, sosial dan budaya. Metode dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini menggunakan wawancara dalam mengumpulkan data dan dianalisis melalui beberapa tahapan, yaitu reduksi data, kategorisasi atau pengelompokan, proses data, dan analisis data. Kesimpulan dari penilitian ini menunjukkan bahwa budaya pop Korea begitu persuasif sehingga menyebabkan perubahan dalam kehidupan masyarakat yang tanpa disadari tergerak oleh kaum kapitalis.

(5)

16 Penelitian ini menjelaskan bagaimana dampak dari budaya K-pop yang menimbulan perilaku konsumerisme dari kaum remaja yang masih perlu memiliki kendali untuk mengarahkan hasrat atau keinginan karena dalam masa proses peralihan menuju dewasa sehingga proses kognitif, sosial, emosi dan moral sedang dalam proses bertumbuh . Dalam kasus ini keinginan para remaja untuk membeli atribut berbau K-pop dengan nuansa boyband atau girlband. Dampak dari konsumerisme atribut tadi meluas kepada dampak ekonomi, sosial dan budaya. Dalam jurnal ini penulis dengan rinci menjelaskan bagaimana dampak sosial, ekonomi dan budaya yang terjadi ketika K-pop menjadi budaya populer dikalangan kalangan mahasiswa serta penjelasan mengapa kalangan mahasiswa dapat terpengaruh untuk membeli atribut-atribur K-pop.

2.2.2 Jurnal Riset Komunikasi dengan judul “KOMUNIKASI DIGITAL PADA PERUBAHAN BUDAYA MASYARAKAT E-COMMERCE DALAM PENDEKATAN JEAN BAUDRILLARD” oleh Harnina Ridwan, Masrul dan Juhaepa pada tanggal 28 Februari 2018 memiliki fokus penelitian untuk mengetahui perubahan sosial pada budaya e- commerce dan dampak dari budaya e-commerce terhadap perilaku konsumtif masyarakat. Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif. Dengan mengumpulkan berbagai teori, dan data yang terkait, kemudian menganalisis dan menyimpulkannya sehingga penulis dapat menjelaskan perubahan sosial terhadap perilaku konsumtif masyarakat melalui budaya e-commerce. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu dengan kehadiran e-commerce mampu mengubah cara pandang masyarakat terhadap suatu barang yang di konsumsi. Pembelian suatu

(6)

17 produk bukan untuk memenuhi kebutuhan, melainkan karena keinginan, dimana use value (nilai guna) berubah menjadi exchange value (nilai tukar). Perkembangan teknologi informasi, jaringan komunikasi pada dunia virtual kian memfasilitasi dengan adanya e-commerce ini masyarakat bertransaksi secara online tidak lagi harus secara konvensional.

Topik dan bahasan jurnal memiliki sudut pandang baru dalam meneliti pola konsumtif masyarakat. Ketika berbicara e-commerce beberapa jurnal membahas dari strategi marketing atau sudut pandang ekonomi secara murni. Jurnal ini menjelaskan bagaimana pergeseran pola komunikasi serta perubahan daya pikir masyarakat terhadap nilai suatu barang.

2.2.3 International Journal in all Subjects in Multi Languanges dengan judul

“E-COMMERCE AND BRANDING LEADS THE GLOBAL MARKET INTO DIGITAL AGE” oleh Pavankumar R. Thakkar pada Mei 2018 memiliki penelitian yang bertopik pada pengenalan e- commerce yang dimulai dari digitalisasi dan kemajuan teknologi yang membuat pasar tradisional dapat dijangkau melewati sistem online melalui media internet. Di jurnal ini dijelaskan bagaimana konsep e- commerce secara umum, proses berkembangnya e-commerce, apa kunci utama dalam kesuksesan e-commerce. Secara sederhana e-commerce dapat sukses karena memiliki efisiensi dan keterikatan dengan konsumen.

Hal ini berjalan lurus dengan branding dan marketing yang baik dari perusahaan e-commerce. Tidak dijelaskan kesimpulan dari jurnal karena sifatnya bukan survey penelitian tetapi hanya menjelaskan konsep dari e- commerce

(7)

18 Dalam jurnal ini dijelaskan secara baik dan singkat sehingga pembaca dapat memahami apa yang disampaikan dalam jurnal.

2.2.4 Journal of Communication dengan judul “A Critical Analysis of Cultivation Theory” oleh W. James Potter pada tanggal 23 Mei 2019 berisi tentang pemaparan Teori Kultivasi milik George Gerbner mengenai efek media yang mampu memberikan perubahan sikap, pola pikir dari khalayak yang terkena terpaan media. Perubahan sikap ini didasari atas intensitas khalayak yang terpapar media khususnya televisi dan adanya kesamaan lingkungan sekitarnya dengan konten isi yang ditayangkan di televisi. Kasus yang diangkat adalah program kekerasan yang membuat ketakutan di masyarakat dan berpikir bahwa lingkungan sekitarnya adalah lingkungan yang berbahaya dan tidak aman. Khalayak tersebut tergolong masyarakat yang menonton televisi paling tidak empat jam dalam setiap harinya. Faktor lainnya adalah penggunaan media yang tidak beragam, hanya menggunakan media televisi. Khalayak yang menerima informasi dari media yang variatif tidak memiliki ketakutan sebesar khalayak yang hanya menerima informasi dari televisi. Hal besar lainnya dalam jurnal ini adalah beberapa peneliti ingin membuktikan kebenaran dan validitas dari Teori Kultivasi milik Gerbner.

Jurnal ini menjelaskan dengan rinci tetapi sedikit berputar-putar dan tidak dirangkai menjadi sebuah urutan yang jelas.

2.2.5 Jurnal Impresi dengan judul “Pengaruh Terpaan Iklan Marketplace, Akses Aplikasi, dan Minat Beli Pada Mahasiswa” oleh Fitri Norhabiba pada 1 April 2020 membahas persoalan bagaimana terpaan iklan sebuah marketplace mulai yang membuat mahasiswa mengalami beberapa proses dengan output yaitu menggunakan aplikasi untuk bertransaksi atau

(8)

19 memunculkan minat beli. Pada bagian pengantar dibahas sedikit mengenai elaboration likelihood model yang mengatakan bahwa proses penerimaan pesan digolongkan menjadi rute sentral(mempertimbangkan pesan secara hati-hati dan kritis dengan menggunakan rasionalitas) dan periferal(menerima pesan tanpa ada proses pertimbangan dan berpikir).

Metode yang dilakukan yaitu eksplanatif karena ingin menjelaskan hubungan kausalitas antara variabel-variabel yang melalui pengujian hipotesa dengan metode korelasional. Penelitian ini memiliki kesimpulan internet tidak hanya menjadi media yang menyalurkan pesan tetapi sebagai tempat penyimpanan pesan. Internet memberikan kemudahan bagi siapa saja yang mengakses karena sifatnya yang fleksibel. Terpaan iklan marketplace di internet menimbulkan tiga perilaku yaitu mencari produk yang akan dibeli, mengunjungi retail online dan membeli produk.

Jurnal ini menjelaskan cukup baik mengenai referensi literasi yang dipakai sehingga pembaca mampu membuat kerangka berpikir mengenai topik yang dibawa sebelum mencapai bagian pembahasan.

2.2.6 Jurnal Ilmu Politik dan Komunikasi dengan judul “Terpaan Iklan Mendorong Gaya Hidup Konsumtif Masyarakat Urban” oleh Olih Solihin pada Desember 2015 membahas tentang iklan yang menjadi faktor pengubah gaya hidup masyarakat urban. Dengan kritis penulis menyampaikan bagaimana efek yang ditimbulkan dari terpaan iklan.

Mulai dari untuk apa iklan dibentuk, strategi periklanan, sejarah budaya konsumtif terbentuk dan bagaimana budaya konsumtif modern saat ini didominasi oleh masyarakat urban dengan faktor utama iklan yang disebarkan melalui berbagai media massa sebagai sumbu utama dalam permasalahan konsumtif ini. Kesimpulan yang didapat adalah masyarakat urban terkena terpaan iklan secara bertubi-tubi cenderung memiliki

(9)

20 budaya konsumtif yang tinggi karena mendapatkan akses yang mudah dalam penggunaan media massa, sehingga masyarakat urban menjadi target yang sangat besar bagi produsen dalam mengiklankan produk dan jasa mereka.

Jurnal ini sangat bagus karena mendeskripsikan dengan baik dan jelas dalam mendefenisikan iklan, media massa, budaya konsumtif dan masyarakat urban. Pembaca mampu mengikuti alur penulis dalam menyampaikan informasi dan memberi kesadaran bagi pembaca untuk memahami baik-baik budaya konsumtif dan iklan.

2.2.7 Jurnal Palimpest dengan judul “E-Commerce Consumer Behavior Among Adolescents Urban (Studies Consumptive Lifestyle and Culture Among Youth Perspective Surabaya City of Cultural Studies)” oleh Hani’ Atul Mufarida pada tahun 2011 dengan pendekatan kualitati dan menggunakan data primer yaitu wawancara (in-depth) membahas tentang perilaku konsumtif remaja di daerah urban yang didasari sebagai pemuasan diri dan hasrat melalui e-commerce yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan berbelanja secara konvensional.

Perilaku konsumtif ini terjadi karena faktor remaja yang memiliki kecenderungan untuk mengikuti trendsetter dari peergroup supaya tetap up to date dengan teman-temannya sehingga para produsen menargetkan usia remaja sebagai pasar yang potensial dengan memberikan beberapa keuntungan ketika menggunakan e-commerce seperti tampilan yang menarik, diskon dan lain-lain . Perilaku konsumtif ini akhirnya menjadi budaya tetapi hanya sebagai pemenuhan nilai tanda bukan pemenuhan atas sebuah objek atas nilai guna dan kepentingannya. Hal ini dikuatkan dengan mudahnya e-commerce untuk diakses.

(10)

21 Penulis mengerucutkan pelaku konsumtif menjadi remaja urban menjadi sebuah penelitian yang sangat berkorelasi dengan penelitian penulis skripsi yang memiliki fokus objek penelitian mahasiswa.

2.2.8 Jurnal Prologia dengan judul “Peran Brand Ambassador Pada Iklan Dalam Membangun Brand Awareness (Studi Kasus Iklan Youtube LG G7 Thinq BTS)” oleh Vionita Budiman, Riris Loisa, Nigar Pandrianto pada Desember 2018 membahas tentang bagaimana sebuah brand ambassador dapat menciptakan sebuah brand awarness terhadap suatu produknya dengan pendekatan kualitatif. Pembahasan berisi tentang tahapan brand awarness antara lain unaware brand, kedua brand recognition, brand recall, top-of-mind. Dalam hasil wawancaranya dengan penggemar BTS di Indonesia, LG berhasil membangun brand awarness produk barunya dan terdapat perbedaan signifikan jumlah penonton dari iklan produk LG di kanal Youtube ketika LG menggunakan BTS sebagai brand ambassador dibandingkan tanpa menggunakan BTS.

Meskipun begitu para penggemar BTS tidak menjadikan produk LG sebagai produk yang top-of-mind.

Penelitian ini sedikit kurang mendalam karena hanya memaparkan bahwa BTS berhasil membangun brand awarness terhadap produk LG tetapi ada kesesuaian bahasan antara jurnal dengan penulis skripsi yaitu memfokuskan pada brand ambassador BTS sebagai strategi penanaman nilai perusahaan.

2.2.9 Jurnal Simbolika: Research and Learning in Communication Study dengan judul “Belanja Online dan Jebakan Budaya Hidup Digital pada Masyarakat Milenial” oleh Hasan Sazali & Fakhrur Rozi pada Oktober 2020 meneliti tentang bagaimana mengetahui bagaimana belanja

(11)

22 online dan jebakan budaya hidup digital pada masyarakat usia milenial.

Metode yang digunakan dalam penelitian di lapangan adalah metode penelitian kualitatif, dengan pendekatan fenomenologis. Kesimpulan pada jurnal ini yaitu dengan munculnya peerkembangan teknologi komunikasi dan informasi berupa belanja online dan pinjaman online membuat para kaum milenial mendapatkan akses mudah sehingga budaya populer berbelanja online menjadi sangat tinggi.

Penelitian ini mengkaji fenomena terbaru yang cukup menarik karena peristiwa belanja online yang kini melanda masyarakat Indonesia khususnya kaum milenial. Dijelaskan mengapa kaum milenial dapat terjebak dalam pusaran budaya populer belanja online. Mulai dari mudahnya peminjaman online yang mampu membiayai barang-barang mewah bahkan kebutuhan sehari-hari sehingga cenderung melakukan konsumerisme. Kurangnya literasi teknologi komunikasi dan informasi dapat menjadi jebakan bagi penggunanya yang terdeterminasi gaya hidup digital.

2.3 Kajian Teoritis 2.3.1 Konsumerisme

Teori konsumerisme dipopulerkan oleh Jean Baudrillard yang berangkat dari pengamatan Baudrillard mengenai konsumsi yang dilakukan oleh masyarakat hanya sebagai tanda, artinya masyarakat membeli barang atau jasa bukan berdasarkan kegunaannya tetapi berdasarkan simbol, tanda atau merk. Karena masyarakat hanya mengkonsumsi barang sebagai tanda pada benda maka masyarakat sebagai konsumen tidak akan pernah puas dan akan melakukan konsumsi terus menerus sehingga mepengaruhi gaya hidup seseorang. (Baudrillard, 2004)

(12)

23 Konsumerisme, merupakan perilaku mengkonsumsi produk atau barang secara simbolik, artinya barang yang dikonsumsi tersebut bukan atas dorongan kebutuhan yang bersifat mendasar melainkan atas pengaruh mengejar prestise, citra (image), gaya hidup, kemewahan dan mensejajarkan atau bahkan menaikkan strata sosial dalam masyarakat.

Konsumerisme, berarti juga manipulasi tingkah laku para konsumen melalui berbagai aspek komunikasi pemasaran. Dapat dikatakan dalam pengertiannya tersebut, bahwa konsumerisme, bermain dalam banyak bidang kehidupan masyarakat, yang lebih cenderung berada dalam wilayah pikiran, kesadaran ataupun paradigma. Ketika proses dominasi tersebut berjalan mulus, maka kendali atas teknologi memainkan peranan yang sangat penting. Kemudian, jika, konsumerisme mulai tumbuh dan berkembang, maka, fenomena-fenomena sosial yang timbul dapat dilihat sebagai fenomena sosial budaya yang tidak akan lepas kaitannya dengan media dan teknologi informasi digital, yang pada pengaplikasiannya banyak mempengaruhi sistem tata nilai materialistis, mulai dari tingkah laku, pola pikir, hingga sikap. Fenomena tersebut merupakan dampak dari konsumerisme masyarakat informasi yang mulai akut di media sosial- digital dewasa ini. (Radiansyah, 2019).

Secara singkat konsumerisme merupakan suatu perilaku konsumsi yang didasari oleh keinginan manusia yang salah satu faktornya disebabkan oleh kemajuan teknologi digital yang mampu mempengaruhi nilai-nilai kehidupan manusia. Kegiatan konsumsi telah menjadi faktor mendasar dalam ekologi spesies manusia. Atas dasar itu ia juga mengklaim bahwa konsumsi sebagai motor utama masyarakat kontemporer. (Baudrillard, 2004)

Dalam kaitannya dengan hal ini, konsumsi ditempatkan sebagai aktivitas nonutilitarian (Bakti, 2019).

(13)

24 Pada topik penelitian ini, konsumerisme dikaitkan dengan pembelian barang dan pembelian atribut grup idola K-pop BTS oleh penggemarnya yang didasari oleh keinginan para penggemar K-Pop dengan alasan untuk mendukung posisi mereka sebagai brand ambassador dan anggapan jika memiliki barang dari grup idola yang mereka gemari maka mereka akan dianggap sebagai penggemar sejati dan memunculkan rasa puas ketika mengonsumsinya yang ditimbulkan melalui iklan BTS sebagai bentuk penanaman nilai konsumerisme oleh e-commerce Tokopedia.

2.3.2 Komunikasi Massa

Teori Komunikasi Massa digunakan dalam penelitian ini karena perusahaan e-commerce mengiklankan promo-promo serta informasi digital yang terhubung dengan khalayak banyak maka membutuhkan beberapa medium komunikasi untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat salah satunya adalah media sosial. Dalam menjangkau konsumen pasar dengan segmentasi tertentu dibutuhkan pemantik agar muncul sebuah efek atau perilaku yang sesuai dengan tujuan informasi tersebut dipublikasikan.

Efek media adalah konseskuensi dari apa yang media masa perbuat baik disengaja maupun tidak disengaja disisi lain, ekspresi “kekuatan media”

merujuk pada potensi umum dalam hal media memiliki efek, terutama efek terencana. (McQuail, 2010)

Dalam hal ini efek media yang dimaksud adalah ketika para perusahaan e-commerce memasang iklan mengenai promo atau dengan talent iklan grup idola K-Pop BTS di media sosial dan aplikasi Tokopedia, mereka menyebarkan pesan secara massal ke setiap platform media sosial banyak khalayak untuk menjangkau konsumen lebih luas dengan tujuan probabilitas dalam berbelanja di Tokopedia akan meningkat meskipun.

(14)

25 Efek penggunaan BTS dalam mengiklankan Tokopedia ini menimbulkan animo bagi para penggemarnya sebagai ajakan atau pesan untuk berbelanja di Tokopedia dengan berabagai tawaran promo dan diskon yang disampaikan oleh BTS melalui iklan di media sosial.

2.3.3 Media Baru

Kemajuan bidang teknologi dan komunikasi menghasilkan sebuah media baru yang merupakan perkembangan dari media massa. Media baru merupakan berbagai perangkat teknologi komunikasi yang berbagi ciri yang sama yang mana selain baru dimungkinkan dengan digitalisasi dan ketersediaannya yang luas untuk penggunaan pribadi sebagai alat komunikasi. Fokus perhatian media baru pada aktivitas kolektif bersama terutama pada penggunaan publik, seperti berita daring, iklan, aplikasi penyiaran, forum dan aktivitas diskusi, World Wide Web (WWW), pencarian informasi, dan potensi pembentukan komunitas tertentu (McQuail, 2010) Hal ini dapat dilihat pada masa kini dimana komunikasi sudah tidak lagi menggunakan medium yang berbeda untuk mengakses informasi tetapi dengan satu medium yang mampu memfasilitasi dari berbagai media. Contoh nyata adalah munculnya internet dan smartphone yang memiliki fitur canggih dengan menyediakan platform media cetak, televisi dan radio dalam satu alat. Selain itu terjadi konvergensi media dari analog ke digital. Media baru memiliki karakteristik yaitu tidak terbatas ruang dan waktu, informasi bersifat masif dan pengguna lebih leluasa dalam mengakses informasi. Selain itu efek dari media baru ini adalah muncul sebuah komunitas online yang didasari oleh kesadaran individu atau hasil sebuah rangsangan melalui internet. McLuhan menjelaskan melalui teori medium bahwa masyarakat modern yang maju dibentuk oleh berbagai teknologi media yang tersedia untuknya. Media memiliki

(15)

26 pengaruh yang kuat pada masyarakat, dengan kata lain media baru seperti internet dan e-commerce memberikan efek terhadap masyarakat meskipun karakternya tidak seperti media massa pada sebelumnya. Selain itu, media menjadi perpanjangan diri kita; ekstensi dari indera manusia kita. Jadi, yang penting bukanlah konten dari teknologi media ini, tetapi teknologinya sendiri. Ambil televisi, misalnya. Tidak masalah apakah kita mengacu pada sinetron, buletin berita, serial drama, dokumenter, dan sebagainya. Yang penting adalah mediumnya, bukan pesannya, karena '' pesan '' dari medium atau teknologi apa pun adalah perubahan skala atau kecepatan atau pola yang diperkenalkannya ke dalam urusan manusia (McLuhan 1964: 8).

Dengan kata lain, pesan yang terkandung dalam media apapun tidak dapat dipisahkan dari konsekuensi kemanusiaan dari media tersebut, dan konsekuensi inilah yang paling penting. Karena itu, medium adalah pesan, sehingga medium yang membentuk dan mengatur setiap tindakan dan sikap manusia baik secara kognitif maupun kognisi. (McLuhan 1964: 9).

(Lauhgey, 2007)

Dengan adanya media baru seperti internet ini membuat masyarakat semakin mudah dalam mengakses informasi dan paparan terhadap informasi di internet khususnya media sosial menjadi tinggi. Begitu juga dengan fenomena konsumerisme dari penggemar K-Pop, yang disebabkan mudahnya penggunaan media baru seperti e-commerce untuk mengakses grup idola mereka. Media baru tidak selalu soal media sosial untuk hanya sekedar chatting, e-commerce juga menjadi salah satu media baru karena didalamnya masih terdapat unsur komunikasi walaupun mayoritas dalam kegiatan jual beli. Migrasinya pasar tradisional ke pasar online menyebabkan para konsumen dapat secara mudah menjangkau konsumen, melakukan transaksi dimanapun dan kapanpun tanpa harus meluangkan waktu, tenaga dan biaya dibandingkan secara tradisinal. Dalam kasus ini

(16)

27 Tokopedia mempromosikan iklan oleh Tokopedia di berbagai platform internet untuk menjangkau target pasar dan membuat para khalayak tidak terkecuali para penggemar BTS terkena eksposur yang cukup tinggi, mengingat Tokopedia menggunakan BTS sebagai ambassador-nya dan penyebab eksposur tinggi sudah pasti faktor utamanya karena internet sudah menjadi bagian sehari-hari masyarakat pada saat ini, sehingga promosi-promosi tadi secara kumulatif akan memunculkan sebuah hasrat untuk membeli, sesuai dengan tujuan Tokopedia yang ingin dicapai melalui masyarakat.

2.3.4 Penggemar

Penggemar berasal dari kata “fan” yang merupakan singkatan dari kata

"fanatic", yang berasal dari kata Latin "fanaticus". Menurut Oxford Latin Dictionary, arti "fanaticus" sebagai "Dari atau milik kuil, pelayan kuil, pemuja" tetapi “fanaticus” dengan cepat diasumsikan sebgai konotasi yang negatif sebagai "Orang yang terinspirasi oleh ritus orgiastik dan hiruk pikuk antusias" . Seiring perkembangannya, istilah "fanatik" merujuk pada bentuk-bentuk kepercayaan dan pemujaan agama tertentu yang berlebihan dan keliru yang sering kali menimbulkan kritik.

Penggemar pertama kali muncul pada akhir abad ke-19 dalam sebuah laporan jurnalistik yang digambarkan sebagai pemain tim olahraga profesional (terutama dalam bisbol). Anggapan penggemar berpindah dari yang tadinya seorang pemain menjadi seorang penonton saja dan sekarang menjadi penggemar dianggap sebagai “pemuja” olahraga atau hanya sekedar hiburan komersial. Salah satu penggunaan kata penggemar paling awal adalah mengacu pada penonton teater wanita, "Matinee Girls," yang menurut kritikus pria datang untuk mengagumi para aktor dari drama yang bermain (Auster, 1989). Meskipun penggemar awalnya dibentuk dengan

(17)

28 tujuan hiburan dan sering digunakan oleh penulis berita olahraga, sebetulnya hal itu tidak pernah sepenuhnya lepas dari konotasi awal dari kefanatikan agama dan politik, kepercayaan yang salah, berlebihan, kepemilikan dan kegilaan.

Robert Jewett dan John Shelton Lawrence (1977), memberi contoh dalam sebuah kisah film yang menurut mereka tidak masuk akal tentang efek film Star Trek dan "Trekkie Religion". Berdasarkan pada karya Joseph Campbell, Jewett dan Lawrence mengklaim bahwa acara televisi yang menayangkan fiksi ilmiah menimbulkan semacam keyakinan sekuler dikalangan penggemar. Jewett dan Lawrence secara khusus prihatin dengan para penggemar wanita yang menonton program tersebut, yang memiliki fantasi erotisnya tentang tokoh-tokoh tersebut seperti sedang melakukan pemujaan..Pada akhirnya, Jewett dan Lawrence tidak dapat memahami bagaimana sebuah program televisi dapat menghasilkan efek ekstrim, kebingungan mereka terbukti dengan fans yang ditandai sebagai penguasaan terhadap sesuatu yang mereka sukai. (Jenkins, 1992).

Dalam penelitian ini penggemar dijadikan objek sekaligus narasumber dalam mencari data yang akan dipaparkan melalui penelitian ini.

Penggemar BTS dipilih karena mayoritas penggemar grup idola yang memiliki animo tinggi di Indonesia adalah ARMY (sebutan untuk penggemar BTS).

2.3.5 Korean Pop

K-pop kepanjangan dari Korean Pop (“Musik Pop Korea”) adalah jenis musik populer dari Korea Selatan dan muncul di tahun 1930 akibat budaya musik pop dari Jepang yang menjadi faktor munculnya musik pop di Korea dan merupakan produk dari budaya populer. (Ri'aeni, 2019)

(18)

29 Pada awal tahun 2006 produksi budaya Korea, termasuk drama televisi, film, musik pop, dll., telah dikonsumsi secara luas oleh penonton di Asia.

Dimulai dengan What Is Love All About dan Stars in My Heart di akhir 1990-an, dan Winter Sonata dan Dae Jang Geum. Dalam beberapa tahun terakhir drama televisi Korea dan bintangnya termasuk Bae Yong Jun, Ahn Jae Wook, Lee Byung Heon, dan Kim Hee Seon, telah memikat penonton Asia. Pada saat yang sama, musik pop Korea, atau Kpop, juga menghasilkan selebriti internasional seperti H.O.T., BoA, dan Rain ("Bi").

Media lokal Korea menyebut fenomena budaya populer baru ini di Asia Gelombang Korea (atau, Hallyu). (Huat & Koichi, 2008).

Bangkitnya remaja sebagai segmen dominan sebagai konsumen musik populer, memimpin industri untuk mengikuti serta untuk beradaptasi dan membentuk, selera penonton terhadap kelompok idola. Pada pada saat yang sama, dengan peluncuran YouTube dan situs web berbagi video serupa di 2005, dan dengan pertumbuhan media sosial yang eksplosif membuat K- pop semakin berkembang dengan pesat ditambah dengan munculnya smartphone dengan fitur video yang canggih. (Lie, 2015)

2.3.6 E-Commerce

Saat ini, industri e-commerce di Indonesia sedang bertumbuh dengan pesat dan dipandang dunia sebagai salah satu potensi yang sangat besar.

Pengertian E-Commerce secara umum dapat diartikan sebagai transaksi jual beli secara elektronik melalui media internet. Selain itu, E-commerce juga dapat diartikan sebagai suatu proses berbisnis dengan memakai teknologi elektronik yang menghubungkan antara perusahaan, konsumen dan masyarakat dalam bentuk transaksi elektronik dan pertukaran atau penjualan barang, servis, dan informasi secara elektronik. Dalam melakukan E-Commerce penggunaan internet menjadi pilihan favorit oleh

(19)

30 kebanyakan orang karena kemudahan-kemudahan yang dimiliki oleh jaringan internet tersebut, yaitu:

a. Internet sebagai jaringan public yang sangat besar, cepat dan kemudahan dalam mengaksesnya.

b. Internet menggunakan electronic data sebagai media penyampaian pesan/data sehingga dapat dilakukan pengiriman dan penerimaan informasi secara mudah dan ringkas, baik dalam bentuk data elektronik analog maupun digital.

Sehingga kehadiran E-Commerce sebagai media transaksi yang baru, cepat dan mudah ini tentunya menguntungkan banyak pihak, baik pihak konsumen, maupun pihak produsen dan penjual (retailer). (Mariana, 2012)

Model marketplace, ini merupakan model dimana website yang bersangkutan tidak hanya membantu mempromosikan barang dagangan saja, tetapi juga memfasilitasi transaksi uang secara online untuk para pedagang online. Sebagai contoh dari market place adalah blanja.com, tokopedia dan bukalapak.

Model terakhir adalah ritel, pada model ini toko online dengan alamat website (domain) sendiri dimana penjual memiliki stock produk atau jasa dan menjualnya secara online kepada pembeli. (Arviana, 2015, pp. Par. 1- 5).

2.4 Kerangka Pemikiran

Penelitian dengan judul “Penanaman Nilai-Nilai Konsumerisme Pada Platform E-commerce Tokopedia Terhadap Penggemar K-Pop BTS di Kalangan Mahasiswa FISIP UNS” mengangkat fenomena kerja sama BTS yang menjadi brand ambassador dari Tokopedia sebagai bentuk penanaman nilai-nilai konsumerisme terhadap para penggemarnya atau yang biasa disebut ARMY.

Melalui iklan dan promo yang dibintangi oleh BTS, para ARMY tertarik untuk

(20)

31 berbelanja dan mengikuti promo tersebut demi mendapatkan sebuah merhcandise dan membeli barang lainnya, dengan dalih mendukung kerja sama antara BTS dengan Tokopedia. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan metode deskriptif karena ingin menjelaskan secara sistematis bagaimana Tokopedia menanamkan nilai konsumerisme melalui konten-konten BTS melewati iklan di media sosial. Teori Kultivasi digunakan dalam penelitain ini untuk mengkaji bagaimana realitas yang terbentuk oleh para ARMY setelah melihat BTS sebagai brand ambassador Tokopedia dan meneliti bagaimana para ARMY dapat menjadi konsumtif melalui BTS.

PLATFORM TOKOPEDIA

MENJADIKAN BTS BRAND AMBASSADOR IKLAN DI MEDIA SOSIAL

ARMY

REALITAS OBJEKTIF REALITAS MEDIA REALITAS SUBJEKTIF

TERPAAN MEDIA & FAKTOR PEMBENTUK REALITAS SUBJEKTIF :

MAINSTREAMING, RESONANCE & PENGALAMAN PRIBADI

KONSUMERISME

Referensi

Dokumen terkait

Katalis merupakan suatu zat yang dapat mempercepat laju reaksi dalam reaksi kimia pada suhu tertentu, tanpa mengalami perubahan atau terpakai oleh reaksi itu sendiri.. Suatu

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR, size, dan pro fi tabilitas terhadap informativeness of earnings yang dalam hal ini

Ditinjau dari kualitas produk yang dihasilkan, pengkrajin mebel kayu di di Desa Pathuk, Kecamatan Pathuk telah dalam memproduksi mebel kayu dan teknik finishing melamine

Metode ini memanfaatkan arus listrik bervoltase kecil yang dihubungkan ke benda yang akan dites, dengan memindahkan secara elektrolisis sejumlah kecil sampel ke kertas

Nilai ini menunjukkan bahwa kombinasi genotipe C111 dengan C120 untuk menghasilkan F1 yang memiliki jumlah buah terbanyak dibanding dengan genotipe hasil kombinasi tetua yang

[r]

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilaporkan oleh (Yunasfi, 2006), bahwa peningkatan kandungan unsur hara Nitrogen terjadi pada serasah

Adalah bagian yang bertanggung jawab mencatat persediaan barang dagang sesuai faktur seperti nama barang, kode barang, harga barang, dan jumlah barang1. Dokumen yang digunakan