• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN FIQH MUAMALAH TERHADAP TRADISI JUAL BELI BAJOJO DI JORONG KINAWAI NAGARI BALIMBING KECAMATAN RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TINJAUAN FIQH MUAMALAH TERHADAP TRADISI JUAL BELI BAJOJO DI JORONG KINAWAI NAGARI BALIMBING KECAMATAN RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN FIQH MUAMALAH TERHADAP TRADISI JUAL BELI BAJOJO DI JORONG KINAWAI NAGARI BALIMBING KECAMATAN RAMBATAN KABUPATEN TANAH DATAR

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Hukum (S.H) Pada Jurusan Hukum Ekonomi Syariah

Oleh : VEGI MELATI NIM 1630202071

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BATUSANGKAR

2020

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

VEGI MELATI, NIM 1630202071, Judul Skripsi ”Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Tradisi Jual Beli Bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbiang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar” Jurusan Hukum Ekonomi Syariah(HES) Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar Tahun 2020.

Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tinjauan fiqh muamalah terhadap tradisi jual beli bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar. Sedangkan tujuan penelitian ini adalah Untuk mengetahui dan menjelaskan bagaimana pandangan fiqh muamalah terhadap tradisi jual beli bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing KecamatanRambatan Kabupaten Tanah Datar.

Jenis penelitian ini adalah filld research (penelitian lapangan) yang bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu penelitian yang mengunakan kejadian dan fenomena yang terjadi dilapangan. Sebagai sumber data primer yaitu pedagang, dan pembeli (Petani), sedangkan sumber data sekunder yaitunya tokoh masyarakat. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini adalah Observasi dan wawancara. Teknik analisa data dengan trigulasi.

Hasil penelitian tradisi jual beli bajojo yang terjadi di Jorong Kinawai Nagari balimbing dimana tradisi jual beli bajojo merupakan jual beli barter, barang yang ditukar dengan padi dalam jual beli bajojo ini merupakan jual beli barang yang tidak sejenis, berdasarkan hadist yang mengatakan bahwa jual beli barter haruslah jual beli barang yang sejenis. Pada jual beli bajojo ini terdapat perbedaan harga barang yang cukup tinggi Seperti satu bungkus rokok Luffman yang harganya di pasaran Rp.10.000 yang ditukar dengan 2 gantang padi senilai dengan Rp.17.000, Disini jelas adanya pihak yang dirasa dirugikan, karena jual beli barter tersebut haruslah sama harga barang yang ditukarkan. Selain itu dalam tradisi jual beli bajojo ini bagi pembeli yang tidak membeli dagangan juga harus wajib memberikan segenggam padi kepada pedagang. Disini terdapat unsur keterpaksaan dimana petani wajib memberikan satu genggam padi kepada pedagang bajojo. Tradisi jual bajojo juga merupakan suatu kebiasaan bagi masyararakat, dimana dalam bahasa arab disebut al-urf. Tradisi jual beli bajojo termasuk kepada al-urf fasid yang mana para ulama sepakat bahwa al-urf fasid tidak dapat menjadi landasan hukum dan kebiasaan tersebut batal demi hukum.

(6)

ii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 7

C.Rumusan Masalah... 7

D.Tujuan Penelitian ... 8

E. Manfaat Penelitian ... 8

F. Definisi Operasional ... 8

BAB II KAJIAN TEORI ... 10

A.Jual Beli ... 10

1. Pengertian Jual Beli ... 10

2. Dasar hukum jual beli ... 14

3. Rukun jual beli ... 15

4. Macam-Macam Jual Beli ... 19

5. Manfaat dan Hikmah Jual Beli ... 33

6. Larangan Transaksi menurut Fiqh ... 34

7. Harga ... 39

B. Adat dan urf ... 49

8. Pengertian urf ... 49

9. Macam-macam adat atau urf ... 51

10. Kedudukan urf dalam menetapkan hukum ... 54

C.Penelitian Yang Relavan ... 57

BAB III METODE PENELITIAN ... 59

A.Jenis Penelitian ... 59

B. Latar dan Waktu Penelitian ... 59

(7)

iii

C.Instrumen Penelitian ... 60

D.Sumber Data ... 60

E. Teknik Analisis Data ... 62

F. Teknik Penjamin Keabsahan Data ... 62

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 63

A.Gambaran Umum Kondisi dan Potensi Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar... 63

1. Sejarah Singkat Nagari Balimbing ... 63

2. Kondisi Nagari Balimbing ... 64

3. Potensi Nagari Balimbing ... 65

B. Pelaksanaan Tradisi Jual Beli Bajojo Dan Tradisi Memberikan Segenggam Padi Di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar... 69

C.Tinjauan Fiqh Muamalah Terhadap Tradisi Jual Beli Bajojo Dan Memberikan Segenggam Padi Di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar... 73

BAB V PENUTUP ... 81

A.KESIMPULAN ... 81

B. SARAN ... 82 DAFTAR PUSTAKA

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yaitu makhluk yang berkodrat hidup dalam masyarakat. Sebagai makhluk sosial, dalam hidupnya manusia memerlukan adanya manusia lain yanng bersama sama hidup dalam masyarakat. Dalam hidup bermasyarakat manusia selalu berhubungan satu sama lain, disadari atau tidak untuk mencukupkan kebutuhan-kebetuhan hidupnya, pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungannya dengan orang orang lain disebut muamalat.

Dalam pergaulan hidup ini, tiap-tiap orang mempunyai kepentingan terhadap orang lain. Timbullah dalam pergaulan hidup ini hubungan hak dan kewajiban . setiap orang mempunyai hak yang wajib selalu diperhatikan orang lain dan dalam waktu sama juga memikul kewajiban yang harus ditunaikan terhadap orang lain

Muamalat dengan pengertian pergaulan hidup tempat setiap orang melakukan perbuatan dalam hubungan dengan orang lain yang menimbulkan hak dan kewajiban itu merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia. oleh karenanya, agama islam menempatkan bidang muamalat ini sedemikian penting hingga hadist nabi mengajarkan bahwa agama adalah muamalat.

Seperti Hadist berikut ini :

َم ٍعٍَْب ُّمُكًَ ِهِذٍَِب ِمُجَّشنا ُمَمَع َلبَل ؟ ُبٍَْطَأ ِبْسَكْنا ُّيَأ َمَّهَسًَ ِوٍَْهَع الله ىَّهَص ًُِّبَّننا َمِئُس ٍسًُْشْب

هاًس مكبحناً ساضبناا

Artinya : “Nabi saw pernah ditanya; Usaha (pekerjaan/profesi) apakah yang paling baik (paling ideal) ?, Rasulullah saw bersabda; pekerjaan (usaha) seseorang dengan tangannya dan setiap jual beli yang baik.” (HR. Bazzar dan al-Hakim)

Muamalat dengan pengertian terbatas seperti yang dikemukakan para fukaha itu merupakan bagian terbesar dalam hidup manusia. Meskipun

(9)

demikian hukum islam dalam memberikan aturan-aturan dalam bidang muamalat bersifat amat longgar guna memberi kesempatan perkembangan- perkembangan hidup manusia dalam bidang ini kemudian hari. Hukum islam memberi ketentuan bahwa pada dasarnya pintu perkembangan muamalat senantiasa terbuka, tetapi perlu diperhatikan agar perkembangan itu jangan sampai menimbulkan kesempitan-kesempitan hidup pada suatu pihak oleh karena adanya tekanan-tekanan. (Ahmad Azhar,2000:11-15)

Jual beli menurut bahasa artinya menukar kepemilikan barang dengan barang atau saling tukar menukar. Kata al-bai (jual) dan al-syira‟ (beli) dipergunakan dalam pengertian yang sama. Secara terminologi yang dimaksud dengan jual beli adalah menukar barang dengan barang atau barang dengan uang yang dilakukan dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

Dalam transaksi jual beli ada dua bela pihak yang terlibat : transaksi terjadi pada benda atau harta yang membawa kemaslahatan bagi kedua bela pihak : harta yang di perjualbelikan halal dan kedua bela pihak mempunyai hak atas kepemilikannya untuk selamanya.

Inti dari jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela diantara kedua bela pihak . Pihak yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan dan disepakati secara syara‟

sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli, sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara‟. (Sohari Sahrani, 2011:64-65) Hukum jual beli pada dasarnya ialah halal atau boleh, artinya setiap orang islam dalam mencari nafkahnya boleh dengan cara jual beli. Hukum jual beli dapat menjadi wajib apabila dalam mempertahankan hidup ini hanya satu-satunya (yaitu jual beli) yang mungkin dapat dilaksanakan oleh seseorang . Allah SWT berfirman :

(10)

















































Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.

dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (Q.S An-Nisa : 29)

Ayat ini memberikan pelajaran kepada pembaca bahwa untuk memperoleh rizki tidak boleh dengan cara yang batil, yaitu yang bertentangan dengan hukum islam dan jual beli harus didasari saling rela-merelakan, tidak boleh menipu, tidak boleh berbohong dan tidak boleh merugikan kepentingan umum.

Hadist „Amru bin‟Ash sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dawud Rasulullah Bersabda :

Artinya: Tidak sah akad pesan dan jual beli, dan tidak boleh ada dua syarat dalam satu jual beli tidak boleh mengambil laba barang yang belum bisa dijamin dan tidak boleh jual beli barang yang belum ada disisimu. (Abu Al Walid Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusyd al- Qurthuby, Bidayatu al- Mujtahid wa Nihayatu al-Muqtashid, Beirut: Darul Kutub Ilmiyah) Jual beli dianggap sah menurut Imam Syafi‟i dan Imam Malik apabila memenuhi syarat dan rukunya. Rukun jual beli ada tiga yaitu : sighat (Ijab Qabul), orang yang berakad (Penjual dan Pembeli), dan ma‟kud alaih (objek akad). Adapun syarat yang mesti dipenuhi berkenaan dengan objek transaksi (barang dan atau uang) adalah barang yang di perjualbelikan mestilah bersih materinya. Ketetntuan ini didasarkan pada ayat Al-Quran dalam surah al- A‟raf ayat : 157













































(11)













































Artinya: orang-orang yang mengikut rasul, Nabi yang Ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu- belenggu yang ada pada mereka[574]. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung.

Menurut jumhur ulama, rukun jual beli itu ada tiga yaitu sebagai berikut.

1. Orang yang berakad (Penjual dan Pembeli)

Adapun syarat orang yang berakad sebagai berikut.

a) Berakal dan mumayiz b) Bebas berbuat

c) Tidak ada pemaksaan tanpa kebenaran d) Akad harus terbilang

2. Sighat (lafaz ijab dan qabul)

Adapun syarat ijab dan qabul diantaranya :

a) Di antara penjual dan pembeli berada pada suatu tempat yang tidak dapat dipisahkan dengan sesuatu

b) Diantara penjual dan pembeli terjadi kesepakatan bersama yang saling menerima baik dari sisi barang ataupun harganya.

c) Kalimat yang dipergunakan adalah bentuk kalimat masa lampau seperti ucapan penjual “Aku sudah Menjual” dan ucapan pembeli, “ Aku sudah menerimanya.”

3. Ada barang yang dibeli.

Adapun syarat barang yang diakadkan antara lain : a) Kesucian barang

b) Kemanfaatan barang

(12)

c) Kepemilikan orang yang berakad atas barang tersebut d) Kemampuan untuk menyerahkan barang

e) Pengetahuan tentang barang

f) Telah diterimanya barang yang dijual (Hendi Suhendi,1997:70-75) Macam macam jual beli diantaranya yaitu jual beli di atas jual beli yang lain, jual beli orang yang dipaksa, jual beli orang yang terdesak kebutuhan, jual beli untuk menjaga diri, jual beli dengan pengecualian sesuatu yang diketahui, jual beli yang tidak jelas, jual beli barang yang bercampur dengan sesuatu yang haram, jual beli dalam masjid, jual beli ketika azan jum‟at, jual beli Mushaf Al- Qur‟an, Jual Beli Air, jual beli buah-buahan dan biji-bijian, jual beli biji gandum, dan bulirnya. (Sayyid Sabiq, 2009: 158-178)

Berdasarkan survei awal yang penulis lakukan di Jorong Kinawai Nagari Balimbiang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar, jual beli bajojo ini sudah ada semenjak tahun 1990, jual beli bajojo ini sudah berlangsung turun menurun dari generasi ke generasi sampai saat ini masih berlangsung jual beli bajojo, jual beli bajojo berlangsung pada persawahan di Jorong Kinawai Nagari Balimbing yaitu di Sawah Sungai, Sawah Sungai tersebut terdiri dari Sawah Ilia, Sawah Tangkapau, dan Sawah Lurah. Luas Sawah Sungai tersebut tersebut lebih kurang 3 hektar sawah dengan petani yang terdiri dari 4 kelompok petani dengan 5 orang per kelompok tersebut dan Pedagang berjumlah 4 orang Pedagang bajojo.

Jual beli bajajo adalah jual beli dengan cara pedagang atau penjual menjual daganganya di sawah tersebut dengan cara keliling dari sawah ke sawah pada saat panen padi, penjual yang menawarkan dagangnya kepada petani yang sedang melakukan panen padi (pada saat manongkang padi). Masa Panen sawah atau manongkang pada sawah sungai tersebut lebih kurang 1 bulan, yang dilakukan secara serentak pada sawah sungai tersebut.

Jual beli bajojo ini hanya terjadi saat panen padi saja, Pedagang bajojo menwarkan daganganya mulai jam 13.00 siang sampai jam 17.00 sore, pedagang bajojo tersebut pergi ke lokasi Sawah Sungai dengan membawa daganganya yang diletakkan diatas kepalanya dan membawa sebuah karuang

(13)

atau katidiang untuk meletakkan padi bagi petani yang membeli dagangannya.

Lalu dia mulai berkeliling dari satu sawah ke sawah lainnya. 1 orang pedagang bajojo bisa menjual dagangannya kepada para petani minimal 10 orang per harinya. Pedagang bajojo ini setiap hari datang ke Sawah Sungai pada saat panen tersebut untuk berdagang dengan cara bergantian dengan pedagang lainnya. Adapun Barang yang diperdagangkan oleh pedagang bajojo tersebut beraneka macam seperti Rokok, Gula Pasir, Sabun Mandi, Mie Instan, Telor, Sarden, dan buah buahan seperti Jeruk.

Berikut ini produk dan daftar harga yang dijual pedagang bajojo

No Nama Produk Harga

1 Sabun Shinzui 1 buah 1 Gantang Padi 2 Mie Superme 1 bungkus 1 Gantang Padi

3 Rokok Luffman 2 Gantang Padi

4 Sarden Sardines Kecil 2 Gantang Padi 5 Gula Pasir Seperempat 1 Gantang Padi

6 Jeruk 1 Kg 2 Gantang Padi

(Sumber wawancara dengan pedagang bajojo ibu Daliu)

Berdasarkan wawancara yang penulis lakukan dengan Bapak Junaidi telah terjadinya transaksi jual beli antara Bapak Junaidi dengan Pedagang bajojo yang mana pada saat itu Bapak Junaidi membeli 1 bungkus rokok Luffman kepada pedagang bajajo tersebut, dengan harga 1 bungkus rokok Luffman dibayar sebanyak 2 gantang padi. Yang mana sama diketahui harga dipasaran Rokok Lukman tersebut sekitar Rp.10.000, sedangkan harga 1 gantang padi pada saat itu 8.500. Jadi bapak Junaidi membeli rokok tersebut seharga Rp.17.000.

Ketika Bapak Junaidi tidak membeli barang dagangan tersebut maka bapak Junaidi wajib memberikan segenggam padinya kepada pedagang bajojo tersebut dalam bentuk sagan manyagan. (Wawancara dengan Bapak Junaidi 25 Maret 2019)

Selain Bapak Junaidi penulis juga melakukan wawancara dengan Ibuk Darnis yang pernah melakukan transaksi jual beli tersebut, dimana ibuk Darnis

(14)

tersebut membeli satu buah sabun bermerk shinzui seharga 1 gantang padi, 1 gantang Padi senilai dengan Rp.8.500, sedangkan harga sabun shinzui Seharga Rp4.000 jadi Ibu Darnis Tersebut terbayar Rp.8.500. dan ketika Ibu Darnis tidak membeli dagangan bajojo tersebut ia harus memberikan segenggan padinya kepada pedagang bajojo tersebut. ( Wawancara dengan ibuk darnis pada 1 desember 2019)

Selain dari diatas penulis juga mewawancarai Ibuk Siis yang juga pernah melakukan transaksi jual beli bajojo dengan membeli satu buah sarden ketek bermerek sardines dengan harga 2 gantang padi senilai dengan Rp.8.500.

(wawancara dengan ibu Siis 1 desember 2019)

Dari kasus yang penulis paparkan di atas maka dapat diambil identifikasi masalah yaitu :

1. Bagaimana Pelaksanaan Tradisi Jual Beli Bajojo di Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan ?

2. Bagaimana Tradisi memberikan segenggam padi kepada pedagang bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar ?

Dari latar belakang masalah yang diuraikan di atas Pedagang bajojo yang berjumlah 3 orang maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengang mengangkat permasalah yaitu Tinjuan Fiqh Muamalah terhadap tradisi jual beli bajajo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar

B. Fokus Penelitian

Adapun yang menjadi fokus penelitian tersebut yatiu tinjuan fiqh muamalah terhadap jual beli bajajo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar.

C. Rumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah di atas maka penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai berikut :

(15)

1. Bagaimana Pelaksanaan Tradisi Jual Beli Bajojo dan Tradisi Memberikan Segenggam Padi kepada pedagang bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan ?

2. Pandangan Fiqh Muamallah terhadap :

a. Tradisi Jual Beli Bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan

b. Tradisi memberikan segenggam padi dari petani kepada pedagang bajojo yang tidak membeli dagangannya

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penilitian ini untuk menjawab persoalan rumusan masalah diatas yaitu :

1. Untuk mendeskripsikan secara jelas bagaimana pelaksanaan tradisi jual beli bajajo dan tradisi memberikan segenggam Padi kepada pedagang bajojo di Jorong Kinawai Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan ? 2. Untuk menjelaskan pandangan Fiqh Muamalah terhadap tradisi jual beli

bajojo dan Tradisi memberikan segenggam Padi Kepada pedagang bajojoI di Nagari Balimbing Kecamatan Rambatan?

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian sebagai berikut :

1. Secara akademis hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah kontrobusi dalam rangka memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khusunya yang berkaitan tinjauan fiqh muamalah terhadap transaksi jual beli bajojo

2. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan dapat memberikan wacana kepada mahasiswa dalam upaya pengembangan pemikiran dalam bidang hukum islam

F. Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya kesalahpahaman dari judul proposal ini maka penulis akan mencoba menguraikan secara singkat mengenai maksud dari proposal ini :

(16)

Tinjauan adalah pemerikasaan yang teliti, penyelidikan, kegiatan, pengumpulan data, pengolahan, analisa dan penyajian datayang dilakukan secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan.

Fiqh muamalah adalah hukum hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia dalam persoalan keduniaan (Arianti, 2013:1). Sebagai aturan aturan syara‟ yang bersifat amaliah atau hubungan manusia dengan manusia baik yang berhubungan dengan kepemilikan harta, jual beli, dan lainnya (Kasmidin, 2015:3). Fikih muamalah adalah huku-hukum syarak yang bersifat praktis yang diperoleh dari dalil-dalil terperinci yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan tata cara hidup sesama manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan yang penulis maksud dalam fiqh muamalaha adalah hukum hukum islam yang mengatur tentang transaksi jual beli bajojo di Nagari Balimbiang Kecamatan Rambatan Kabupaten Tanah Datar berdasarkan Al-qur‟an, Sunnah, dan Ijma‟ para ulama.

Jual beli bajajo adalah jual beli dengan cara pedagang atau penjual menjual daganganya yang diletakkan diatas kepalanya dengan membawa sebuah kambuik ditangannya lalu dia keliling dari sawah ke sawah pada saat panen padi, penjual yang menawarkan dagangnya kepada petani yang sedang melakukan panen padi (pada saat manongkang padi).

(17)

10 BAB II KAJIAN TEORI A. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Kata ba‟i berarti pertukaran secara mutlak. Masing-masing dari kata ba‟i dan syira digunakan untuk menunjuk sesuatu yang ditunjuk oleh yang lain. Keduanya adalah kata-kata yang memiliki dua makna atau lebih dengan makna-makna yang saling bertentang. (Sayyid Sabiq, 2009:158)

Sedangkan menurut Syaikh Al-Qalyubi dalam Hasyiyah-nya bahwa : Akad saling mengganti dengan harta yang berakibat kepada kepemilikan terhadap suatu benda atau manfaat untuk tempo waktu selamanya dan bukan untuk bertaqarrub kepada Allah. Dengan kata saling mengganti maka tidak termasuk didalamnya hibah, dan yang lain yang tidak ada saling ganti, dengan kata “harta” akan tetapi halalnya bersenang-senang antara suami dan istri, dan dengan kata “kepemilikan harta dan manfaatnya untuk selama- lamanya, maka tidak termasuk didalamnya akad sewa karena hak milik dalam sewa bukan kepada bendanya akan tetapi manfaatnya, contohnya mobil dan rumah tidak dimiliki bendanya tapi manfaatnya setimpal dengan jumlah bayaran yang dikeluarkan dan manfaat dalam akad ini juga dibatasi dengan waktu tertentu. Adapun maksud manfaat yang langgeng dalam definisi jual beli adalah seperti menjual hak tempat aliran air jika air itu tidak akan sampai ke tujuan kecuali jika melalui perantara hak orang lain. Dan tidak masuk dengan ucapan tidak untuk bertaqarrub kepada Allah seperti hibah, sebab ia hanya pemberian manfaat yang mubah untuk selamanya kepada pihak yang menerima namun bukan untuk bertaqarrub kepada Allah. Ada juga yang mendefinisikan jual beli sebagai pemilikan terhadap harta atau manfaat untuk selamanya dengan bayaran harta. ( Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2017 : 24)

(18)

Jual beli menurut bahasa berarti al-Ba‟i, al-Tijarah dan al Mubaalah, sebagaimana dalam firman Allah Swt, dalam Surat Fathir ayat 29 :



































Artinya : Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.

Sedangkan jual beli menurut istilah adalah sebagai berikut :

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

b. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara‟

c. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf dengan ijab dan qabul dengan cara yang sesuai dengan syara‟.

d. Tukar menukar benda dengan yang lain dengan cara yang khusus (dibolehkan)

e. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan salingg merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang dibolehkan.

f. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta, maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.

Dari beberapa definisi diatas dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai sukarela di antara kedua bela pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuannya yang dibenarkan syara‟ dan disepakati. (Sayyid Sabbiq, 2009 : 159)

(19)

Mengenai pengertian jual beli dalam syara‟ dan pembagian- pembagiannya, terdapat rincian pemdapat dan berbgai mazhab.

1) Hanafiyah

Jual beli dalam istilah fuqaha mempunyai dua arti: pertama arti khusus, yaitu menjual barang dengan uang emas/perak atau lainnya. Kedua arti umum ada dua belas bagian termasuk didalamnya arti khusus diatas : karena arti jual beli bisa dilihat dari segi zatnya, yaitu pertukaran harta dengan harta bisa dilihat dari segi barang jualnya, dan bisa juga dari segi harganya.

2) Malikiyah

Mereka berpendapat bahwa ada dua pengertian jual beli dalam istilah yang digunakan fuqaha, pertama pengertian yang berlaku untuk semua bentuk jual beli, seperti sharf, salam, dan lain sebagainya. Kedua pengertian yang berlaku untuk masing masing apa yang disebutkan tadi. Akad pertukaran adalah akad saling menukar antara dua pihal, yakni penjual dan pembeli, karena keduanya sam-sama mengeluarkan sesuatu sebagai penukar bagi yang lain.

3) Hanabilah

Mereka berpendapat, pengertian jual beli menurut syara‟

adalah pertukaran harta dengan harta atau pertukaran kemanfaatan mubah dengan kemanfaatan mubah untuk selama-lamanya, bukan riba bukan juga pinjaman yang dimaksud pertukaran harta dengan harta adalah akad (jual beli) oleh dua pihak pemilik harta, dengan kata lain jual beli adalah kegiatan mempertukarkan sesuatu dengan sesuatu yang lain.

Pengertian harta mencakup uang dan lainnya. Jadi pertukaran barang dengan barang termasuk jual beli, tidak ada perbedaan apakah harta itu terlihat nyata atau cukup diketahui ciri- sifatnya, sekalipun harta itu terutang.

(20)

4) Syafi‟iyah

Mereka berpendapat bahwa pengertian jual menurut syara‟

adalah pertukaran harta dengan harta dengan cara tertentu. Dengan kata lain jual beli adalah akad pertukaran harta dengan harta yang dimaksud pertukaran, bahwa masing-masing dari kedua pihak menyerahkan harta sebagai ganti bagi yang lain. Maka disini tidak termasuk hibah, karena hibah berarti penyerahan harta tanpa ganti sesama hidup.

Jual beli menurut ulama malikiyah ada dua macam yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.

Jual beli dalam arti umum adalah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua bela pihak. Tukar-menukar yaitu salah satu pihak yang menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk) ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya.

Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik penukaraanya bukan mas dan bukan pula perak, bendanya dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan), tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu. (Sayyid Sabiq, 2009:69-70)

Dari uraian diatas para ulama sepakat jual beli adalah sebagai akad yang mengandung sifat menukar satu harta dengan harta yang lain dengan cara khusus.

(21)

2. Dasar hukum jual beli a. Al-Qur‟an

1) Surat Al-Baqarah : 275





























































































Artinya: Orang-orang yang Makan (mengambil) riba[174] tidak

dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila.

Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah.

orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.

2) An-Nisa : 29

















































Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2017 : 28)

Dari ayat diatas dapat dipahami bahwa jual beli adalah salah satu usaha yang dibolehkan dan di ridhoi oleh Allah SWT

(22)

dan jual beli itu dibolehkan mengambil keuntungan untuk menunaikan hak dan memelihara pokok harta.

b. Hadist

Sabda rasulullah yang berbunyi : “sesungguhnya jual beli atas dasar saling ridha. Ketika ditanya tentang usaha apa yang paling utama, Nabi menjawab : “ usaha seseorang dengan tangganya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur. Jual beli mabrur adalah setiap jual beli yang tidak ada dusta dan khianat, sedangkan dusta itu adalah penyamaran dalam barang yang dijual dan penyamaran itu adalah mesnyembunyikan aib barang dari penglihatan pembeli. Adapun maknat khianat ia lebih umum dari itu sebab selain menyamarkan bentuk barang yang dijual, sifat, atau hal-hal seperti dia menyifatkan dengan sifat yang tidak benar atau memberi tahu harga yang dusta.

(Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2017 : 27) c. Ijma‟

Ulama sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak akan mampu mencukupi kebutuhan hidupnya tanpa bantuan orang lain. (Nasrun Haroen, 2007 : 115)

Dari beberapa landasan hukum diatas dapat dipahami bahwa Allah SWT dan Rasulnya telah menghalalkan jual beli dengan jalan yang batil serta dapat merugikan salah satu pihak, maka lakukanlah jual beli.

3. Rukun jual beli

Adapaun rukun jual beli terdiri dari : a. Orang yang berakad

Berikut syarat-syarat orang yang berakad : 1) Baligh berakal

Dalam transaksi jual beli haruslah baligh dan berakal sehat, agar tidak mudah ditipu orang. Batal akad anak kecil, orang gila, dan orang bodoh sebab mereka tidak pandai mengendalikan harta.

(23)

Oleh karena itu, anak kecil, orang gila, dan orang bodoh tidak boleh menjual harta sekalipun miliknya.

Allah berfirman :



































Artinya: Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.

berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.

Pada ayat tersebut dijelaskan bahwa harta tidak boleh diserahkan kepada orang bodoh, Illat tersebut ialah karena orang bodoh tidak cakap dalam mengendalikan harta, orang gila dan anak kecil juga tidak cakap dalam mengelola harta sehingga orang gila dan anak kecil juga tidak sah melakukan ijab qabul.

2) Bebas berbuat

Maksudnya disini pihak yang berakad haruslah setiap yang diizinkan oleh Allah untuk berbuat, masuk dalam hal ini wali dengan harta asuhanya dan jika dia tidak boleh berbuat kecuali yang membawa kebaikan si anak asuh, maka itu adalah tambahan dari apa yang seharusnya ia lakukan dalam berbuat bebas.

3) Tidak ada pemaksaan tanpa kebenaran

Tidak sah akad yang ada unsur pemaksaan terhadap hartanya tanpa kebenaran karena tidak ada kerelaan darinya. Allah berfirman : (kecuali jika melalui perdagangan yang saling ridha diantara kalian) yaitu jika dia tidak bermaksud melakukan jual beli, tetapi jika ia berniat, maka akad sah seperti yang dijelaskan oleh Az-Zakarsyi mengambil dalil dari ucapan para ulama jika dia dipaksa untuk melakukan akad tetapi dia memang berniat untuk berakad, maka akan tetap sah. Lafal yang sharih (Jelas) dari orang

(24)

yang dipaksa sama dengan lafal (Kinayah) atau kiasan dari orang yang terpaksa untuk menalak.

4) Akad harus terbilang

Maksud akad terbilang disini adalah tidak sah akad dilakukan seseorang diri minimal dilakukan dua orang yaitu pihak yang menjual dan pihak pembeli.

b. Ada sighat (lafal ijab dan qabul)

Berikut syarat-syarat dari ijab dan qabul diantaranya:

1) Qabul harus sesuai dengan ijab dalam arti kata sama baik jenis, sifat, ukuran, dan jatuh temponya dan penundaan, jika ini terjadi maka barulah dua keinginan akan bertemu dan saling bercocokan.

2) Tidak diselingi dengan ucapan yang asing, dalam akad. Perkataan asing dalam akad adalah ucapan yang tidak ada hubungannya dengan akad seperti menerima bunga yang ada aib, dan tidak termasuk maslahat bagi dia dengan memberikan syarat khiyar, meminta saksi atau jaminan dan bukan perkara mustahab jika dia berkhutbah.

3) Tidak ada jeda diam yang panjang antara ijab dan qabul yaitu jeda yang bisa menggambarkan sikap penolakan terhadap qabul. Jika jeda diam lama walalaupun karena tidak tahu atau lupa maka akad termudaratkan seperti halnya dengan bacaan Al-Fatihah menurut pendapat yang unggul. Berbeda dengan jeda yang sedikit kecuali kalau memang dia bermaksud melalukan itu.

Orang memulai dengan ijab dan qabul bersikukuh dengan ucapannya, melafalkan sighat yang bisa didengar oleh orang dekat dengannya. Isyarat dan tulisan orang yang bisu dalam setiap akad, tuntutan (Da awa) dan pengakuan (Aqarir) dan yang semisalnya sama dengan ucapan dari orang lain, maka sah hukumnya karena keperluan. ( Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2017 : 39-46)

c. Ada barang yang diperjualbelikan

adapun syarat-syarat barang yang diperjualbelikan diantaranya :

(25)

1) Barang yang di perjualbelikan harus suci

Barang barang yang suci terbagi kepada dua bagian : suci tidak bermanfaat dan suci lagi bermanfaat. Adapun suci tidak bermanfaat seperti : serangga, binatang buas yang tidak dapat digunakan kecuali untuk berburu, burung yang tidak dapat dimakan dan diburu seperti gagak dan yang tidak dapat dimakan seperti burung hantu, maka tidak boleh dijual karena tidak ada manfaat dan nilainya, maka mengambil harganya sama dengan memakan harta orang lain dengan cara batil dan memberikan harganya adalah kebodohan.

Adapun yang bermanfaat seperti kucing, tidak boleh di perjualbelikan. Selain itu benda yang suci lagi baik seperti makanan, minuman dan pakaian boleh diperjualbelikan.

2) Barang yang diperjualbelikan harus bermanfaat

Menurut Ibnu Ar-Rafi‟i menyebutkan alasan tidak sahnya menjual barang yang tidak bermanfaat dan ditukar dengan harta sama dengan memakan harta orang lain secara batil.

Maka tidak boleh menjual harta yang tidak bermanfaat seperti harimau, serigala, dan macan dan apa yang dipelihara oleh raja untuk meningkatkan wibawa kuasa politik bukan termasuk manfaat yang diakui berbeda dengan yang memang memberi manfaat seperti biawak untuk dimakan, harimau untuk berburu dan gajah untuk berperang.

3) Mampu menyerahkan barang yang dijual

Tidak boleh menjual barang yang tidak mampu diserahkan seperti menjual burung di udara, ikan didalam air, unta yang lari, kuda yang hilang, atau harta yang dirampas, sesuai dengan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah : Nabi melarang menjual barang yang ada unsur menipu.

(26)

4) Mempunyai kuasa terhadap barang yang akan dijual

Penjual memiliki kuasa terhadap barang yang akan dijual, baik berdasarkan hak milik, perwakilan atau izin dari syara‟ seperti kuasa ayah, kakek, hakim, dan orang yang mendapat harta selain jenis harta dia.

5) Mengetahui barang yang dijual baik zat, jumlah, dan sifat Hal ini untuk menghindari gharar dalam akad yang jelas dilarang dan kalau akad terjadi, maka akan menjadi batal.

( Abdul Aziz Muhammad Azzam, 2017 : 57) 4. Macam-Macam Jual Beli

Jual beli dalam pandangan hukum Islam tidak semuanya diperbolehkan. Jual Beli dianggap sah apabila jual beli itu sudah sesuai dengan ketentuan syari‟at Islam dengan memenuhi rukun dan syaratnya.

Maka dengan itu kepemilikan barang, pembayaran dan pemanfaatannya menjadi sah dan halal. Adapun berbagai macam jual beli diantaranya : a. Jual beli diatas jual beli yang lain

Jual beli terhadap akad yang sedang dilakukan oleh orang lain hukumya haram. Ibnu Umar meriwayatkan bahwa rasulullah saw, bersabda “janganlah salah seorang diantara kalian melakukan jual beli atas jual beli saudaranya” (HR Ahmad dan Nasai).

Bentuk jual beli semacam ini merupakan perbuatan dosa dan dilarang meskipun demikian, jika seseorang melakukannya maka penjualan dan pembeliannya sah, menurut para ulama mazhab syafi‟i, Abu Hanifah, dan ulama fikih lainnya. Menurut Dawud bin Ali dan para Ahli Zahir mengatakan tidak sah, dalam hal ini Imam Malik memiliki dua riwayat. Hal ini berbeda dengan penawaran yang lebih tinggi saat jual beli karena hal tersebut diperbolehkan karena akad belum terjadi. Diriwayatkan bahwa rasulullah saw menawarkan sebuah barang dan berkata “siapa yang menawar lebih tinggi”.

(27)

1) Jual beli orang yang dipaksa

Mayoritas ulama menyatakan agar jual beli dilakukan dengan tanpa paksaan. Apabila dia dipaksa agar menjual barangnya tanpa alasan yang dibenarkan, maka jual beli tersebut tidak sah.

Contohnya : seseorang dipaksa agar menjual rumahnya untuk perluasan jalan, mesjid, atau untuk dijadikan sebagai tempat pemakaman, memberikan nahkah istrinya atau kedua orang tuanya.

Dalam kondisi seperti ini dan yang sejenis dengannya, maka jual beli dinyatakan sah karena untuk mendapatkan syariat diatas ridhanya.

2) Jual beli yang tidak jelas

Jual beli yang tidak jelas maksudnya adalah setiap jual beli yang mengandung unsur ketidaktahuan atau pertaruhan dan perjudian. Syariat melarang dan mencegah jual beli semacam ini.

Imam nawawi berkata larangan untuk melakukan jual beli yang tidak jelas adalah salah satu pokok syariat yang mencakup permasalahan-permasalan yang sangat banyak.

Ada dua hal uang dikecualikan dari jual beli yang tidak jelas pertama sesuatu yang melekat pada barangnya yang dijual sehingga apabila dipisahkan maka penjualannya tidak sah.

Misalnya fondasi rumah yang melekat pada rumah dan susu dalam kambing yang yang melekat pada binatangnya. Kedua sesuatu yang biasanya ditoleransi baik karena jumlahnya yang sedikit atau karena kesulitan untuk memisahkan atau menentukannya.

Contohnya masuk ketempat pemandian umum dengan membayar, padahal waktu dan banyaknya air yang digunakan berbeda antara satu dengan yang lain orang. Contoh lainnya minum dari air yang disimpan di jubah yang diisi dengan kapas.

3) Jual beli yang bercampur dengan sesuatu yang haram

Jika barang yang ditransaksikan bercampur antara yang mubah dan yang haram, amaka akad yang dilangsungkan sah pada

(28)

sesuatu yang mubah dan batal pada sesuatu yang haram. Pendapat ini merupakan pendapat yang paling kuat diantara dua pendapat syafi‟i. Dan pendapat ini disetujui oleh Malik. Pendapat lain mengatakan bahwa akad batal pada keduanya.

4) Jual beli dalam Masjid

Abu hanifah membolehkan jual beli dalam masjid dan menyatakan makruh menghadirkan penghadiran barang pada saat melakukan jual beli dalam masjid demi menjaga kesucian masjid.

Imam malik dan syafi‟i membolehkannya disertai dengan hukum makruh. Sementara Ahmad melarang dan mengharamkannya.

5) Jual beli ketika azan jum‟at

Jual beli ketika waktu sholat fardhu hampir habus atau ketika azan jumat dikumandangkannya hukumnya haram dan tidak sah menurut Ahmad berdasarkan firman Allah Swt “wahai orang- orang yang beriman , apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahuinya.

Larangan dalam ayat ini menunjukkan ketidakabsahan jual beli saat azan jum‟at dikumandangkan. Sementara untuk sholat- sholat yang lain dianalogikan padanya.

Macam macam jual beli juga beraneka macam ditinjau dari berbagai sisi diantara : Jual beli ditinjau dari segi hubungannya dengan barang yang dijual dibagi menjadi empat macam, yaitu 1) Jual beli Muqayyadah

Barter adalah kegiatan tukar menykar barang yang terjadi tanpa perantara uang. Yang menghadapkan manusia pada kenyataanya bahwa apa yang di produksi sendiri tidak cukup untuk memenuhi kebutuhannya. Untuk memperoleh barang- barang yang tidak dapat dihasilkan sendiri mereka mencari dari orang yang yang mau menukarkan barang yang dimilikinya dengan barang lain yang

(29)

dibutuhkannya. Akibatnya barter yaitu barang ditukar dengan barang.

Adapun menurut istilah sebagai berikut :

a) Menurut ahli fiqh islam, pertukaran diartikan sebagai pemindahan barang seseorang dengan cara menukarkan barang-barang tersebut dengan barang lain berdasarkan keikhlasan kerelaan.

b) Menurut H. Chairuman Pasaribu tukar menukar secara istilah adalah kegiatan saling memberikan sesuatu dengan menyerahkan barang.

Jual beli Muqayyadah adalah jual beli barang dengan barang seperti jual beli binatang dengan binatang. Jual beli seperti ini hukumnya shahih, baik barang tersebut jenisnya sama atau berbeda, baik dua-duanya dari jenis makanan atau bukan. Apabila barangnya satu jenis, maka disyaratkan tidak boleh ada riba.

Jual beli al-Muqayyadhah adalah jual beli yang dilakukan dengan cara menukar barang dengan barang (barter), seperti jual beli kambing dengan keledai, beras dengan gula. Jual beli ini termasuk sah. Apabila barang yang dipertukarkan sejenis maka disyaratkan tidak ada kelebihan.

Seperti hadis Rasulullah bersabda :

الله ىهص – لٌمٌ ،وٍهع كفتم ثٌذح ٌىً -ونع ىنبعت الله ًضس- يسذخنا ذٍعس ًبأ هع ًنعٌ )ضعب ىهع بيضعب اٌُّفِشُت لاً ٍمثمب ًلاثم لاإ بىزنبب بىزنا اٌعٍبت لا) :-مهسً وٍهع بيضعب اٌفشت لاً ،ٍمثمب ًلاثم لاإ ،قسٌنبب( تضفنا ٌى يزنا )قِسٌَنا اٌعٍبت لاً( اًذٌضت لا نأ ذعب مهسم ظفن ًفً ،ضببمتنا هم ذبلا ًنعٌ )ضجبنب ًببئبغ بينم اٌعٍبت لاً ،ضعب ىهع زخَا ،ىبسأ ذمف داضتسا ًأ داص همف ،ذٍب ًاذٌ ٍمثمب ًلاثم( :تٌٌبشنا فبنصلأا شكر بهط داضتسا ًأ ،وسنجب سنجنا لدببت ،لدببتنا تٍضل ًف داص هم ًنعٌ )ءاٌس ًطعمناً

يسبخبناً ذمحأ هاًس )ءاٌس ًطعمناً زخَا( ببشنا ًف علً ذمف ةدبٌضنا Artinya: “Sebuah hadits yang telah disepakati keshahihannya, dari Abi Sa‟id Al-Khudri radliyallahu „anhu, Nabi SAW

(30)

bersabda : (“Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali semisal, dan jangan kalian melebihkan sebagian atas sebagian yang lain!), artinya jangan kalian menambahkan .. (“dan janganlah kalian menjual dirham (al-wariq)”), yaitu perak (al-fidh-dhah), (“dengan dirham”) kecuali semisal, dan janganlah kalian melebihkan sebagian atas sebagian lainnya, dan janganlah kalian menjual sesuatu yang tidak ada (ghaib) dengan sesuatu yang ada di tempat (al-nâjiz)”), artinya harus ada serah-terima (al-taqâbudh).” Dalam lafadz hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, setelah menjelaskan barang-barang ribawi : (“semisal serta tunai, barangsiapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan riba, baik yang mengambil dan memberi adalah sama saja”), artinya barangsiapa menambah dalam konteks tukar – menukar (at-tabâdul), tukar – menukar dengan jenisnya, atau meminta tambahan maka telah melakukan riba, (“yang mengambil dan menerima adalah sama”. HR. Imam Ahmad dan Al-Bukhari (Muhammad bin Ali Al-Syaukani, Nailul Authâr, Daru al-Hadits, 1993, Juz. 3, hal. 225)

Beberapa kandungan penting dari hadist diatas dapat diringkas sebagai berikut :

a) Jual beli barter adalah boleh namun harus berupa barang yang semisal (sama).

b) Salah satu dari dua pihak penjual dan pembeli tidak boleh ada yang melebihkan takaran atau menguranginya.

c) Tidak boleh barter antara dua barang yang berbeda jenis. Misalnya antara emas dengan perak, atau antara gandum dengan beras kecuali dilakukan dengan cara yadan bi yadin.

d) Tidak boleh tukar menukar antara barang yang berbeda timbangannya atau takaran. Misalnya antara beras dengan berat dengan jenis bagus seberat 1

(31)

kilogram, ditukar dengan beras kualitas rendah seberat 1,5 kilogram.

e) Tidak boleh jual barang yang tidak ada atau yang belum ada.

Semua bentuk perbedaan ukuran, jenis, takaran, timbangan dan perbedaan kualitas sehingga menyebabkan salah satu dari kedua barang mendapatkan tambahan takaran, atau ukuran, maka semua kelebihan tersebut adalah riba

Jual beli barter adalah tidak dibolehkan menukar dengan perbedaan nilai jenis barang tertentu yang disebut dalam istilah fiqih dengan istilah barang ribawi, yakni : Emas,perak,gandum, tepung, kurma dan garam. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadits berikut ini :

بَىَّذلا ِبَىَّذلاِب

ةَّضِفْلاَو ِةَّضِفْلاِب

ز بْلاَو ز بْلاِب

زيِعَّشلاَو ِزيِعَّشلاِب

زْوَّتلاَو ِزْوَّتلاِب

حْلِوْلاَو ِحْلِوْلاِب

لاْثِه لْثِوِب اًذَي ذَيِب ْيَوَف َداَس ِوَأ َداَشَتْسا

ْذَقَف ىَب ْرَأ ذ ِخلآا ي ِطْع وْلاَو ِويِف

ءاَوَس

Artinya : “Emas hendaklah dibayar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, tepung dengan tepung, kurma dengan kurma, garam dengan garam, bayaran harus dari tangan ke tangan (cash). Barangsiapa memberi tambahan atau meminta tambahan, sesungguhnya ia telah berurusan dengan riba.

Penerima dan pemberi sama-sama bersalah.” (HR. Muslim)

Objek dalam jual beli ini adalah hal yang terpenting harus ada dalam transaksi khususnya pada jual beli barter. Berikut adalah objek dari jual beli barter.

a) Pertukaran real asset „ayn dengan real aset „ayn yakni pertukaran berupa barang dengan barang.

b) Pertukaran real asset („ayn) dengan financial asset (dyan) yakni pertukaran antara barang dengan barang.

c) Pertukaran financial asset (dyan) dengan financial asset (dyan) yakni pertukaran antara barang dengan barang.

(32)

Adapun jual beli al-muqayyadhah memiliki beberapa syarat sebagai berikut:

a) Barter tidak memakai uang, jika dua benda yang di barterkan adalah uang, maka jual beli itu disebut dengan sharf atau pertukaran uang. Jika salah satunya memakai uang maka disebut dengan jual beli mutlaq

b) Barang yang di barterkan adalah barang yang dilihat, karena jual beli sesuatu yang belum dilihat dengan sesuatu yang terlihat bukanlah termasuk jual beli mutlaq. Jika barang dagangan diberikan pada waktu lain dinamakan dengan jual beli salam.

c) Kontan. Salah seorang yang melakukan barter tidak boleh meminta rekannya menyerahkan barang dagangnya kepadanya lebih dahulu. Pada waktu lain ia baru menyerahkan barang daganganya kepada rekannya.

d) Barter tidak mengandung riba fadhl. ( Arianti, 2015:95-96) Para ulama berbeda pendapat Mengenai diperbolehkannya jual beli barter,yaitu :

a) Menurut ulama Hanafiyah adalah jual beli yang diperbolehkan adalah jual beli barangnya ditakar atau ditimbang serta barangnya sejenis. Misalnya emas, perak, gandum, syair, kurma dll. Dalam arti lain jika barang-barang yang disebutkan diatas merupakan barang-barang yang sejenis seperti kurma dengan kurma ditimbang dan salah satu barang tersebut terdapat tambahan. Maka hal tersebut tidak diperbolehkan. Apabila hal itu terjadi maka disebut riba fadhl.

b) Menurut ulama Maliki, dalam hal jual beliu mengkhususkan pada makanan pokok. Agar tidak terjadi penipuan antar manusia yang lain dan dapat saling menjaga. Contohnya beras, jagung, gandum, dan lain-lain.

(33)

c) Menurut ulama Imam Ahmad dan Abu Hanifah, mereka mengkhususkan pada setiap jual beli barang sejenis dan yang ditimbang.

d) Menurut Imam Syafi‟i jual beli yang diperbolehkan adalah hanya emas dan perak serta makanan dan tidak dapat ditimbang. (Ibnu Qadamah, 2008: 269)

2) Jual beli Riba

Jual beli yang mengandung unsur tambahan dalam transaksi jual belinya yang mana tambahan dalam transaksi jual belinya yang mana tambahan tersebuttidak diperbolehkan dalam syara‟.

3) Jual beli Salam

Penjualan dengan tempo dengan pembayaran tunai. Jual beli salam dapat dipahami sebagai bentuk jual beli dengan cara memesan barang terlebih dahulu yang disebutkan sifatnya atau ukurannya, sedangkan pembayarannya dilakukan dengan tunai.

Orang yang memesan disebut muslim, orang yang memilki barang disebut muslam ilaih, barang yang dipesan disebut muslam fih, dan harganya disebut ra‟su mal as-salam.

4) Jual beli Mutlak yaitu jual beli yang tidak ada batasannya, seorang dapat tukar-menukar dengan uang untuk mendapatkan segala barang yang dibutuhkan. Pada jual beli ini alat yang digunakan untuk mendapatkan barang yang dikehendakinya berupa uang.

(Muslich, 2010:204)

Jual beli ditinjau dari segi harga atau ukurannya, dibagi menjadi empat yaitu :

1) Jual beli Murabahah merupakan jual beli yang dilakukan dengan cara menjual barang dengan harga semula ditambah dengan keuntungan dengan syarat-syarat tertentu. Dapat dipahami bahwa jual beli Murabahah adalah jual beli dimana penjual menawarkan harga pembelian ditambah dengan keuntungan yang diinginkannya.

(34)

2) Jual beli Tauliyah Menurut syara‟, jual beli tauliyah adalah jual beli barang sesuai dengan harga pertama (pembelian) tanpa tambahan.

3) Jual beli wadhiah disebut jual beli barang dengan mengurangi harga pembelian.

4) Jual beli Musawamah adalah jual beli yang biasa berlaku dimana para pihak yang melakukan akad jual beli saling menawar sehingga mereka berdua sepakat atas suatu harga dalam transaksi yang mereka lakukan. (Muslich, 2010:206)

Jual beli berdasarkan sifatnya dibagi menjadi tiga, yaitu : 1) Jual beli shahih Apabila jual beli itu disyariatkan, memenuhi rukun

atau syarat yang ditentukan, barang itu bukan milik orang lain dan tidak terkait dengan khiyar lagi, maka jual beli itu shahih dan mengikat kedua belah pihak.

2) Jual beli batil Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak disyari‟atkan, maka jual beli itu batil. Apabila rukun dan syaratnya tidak terpenuhi, maka jual beli tersebut disebut jual beli yang batil. (Muslich, 2010:202) Contoh jual beli batil adalah a) Jual beli sesuatu yang tidak ada (موذعولا عيبلا) Ulama‟ fiqih telah

sepakat menyatakan, bahwa jual beli barang yang tidak ada itu tidak sah. Namun, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (Madzab Hambali) menyatakan, jual beli barang yang tidak ada waktu berlangsung akad dan diyakini akan ada pada masa yang akan datang, sesuai kebiasaan, boleh dijualbelikan dan hukumnya sah. Sebagai alasannya, ialah bahwa dalam nash AlQur,an dan Sunnah tidak ditemukan larangannya.

b) Menjual barang yang tidak dapat diserahkan Menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli, tidak sah (batil).

Umpamanya, menjual barang yang hilang atau burung

(35)

peliharaanyang lepas dari sangkarnya. Hukum ini disepakati oleh seluruh ulama‟ fikih.

c) Jual beli yang mengandung unsur tipuan Menjual barang mengandung unsur tipuan tidak sah. Umpamanya, barang itu kelihatannya baik, sedangkan dibaliknya terlihat tidak baik.

Pada intinya praktek jual beli itu harus memperlihatkan kekurangan yang ada pada barang tersebut. Agama islam melarang adanya praktek penipuan dalam bentuk apapun, baik dalam bentuk apapun, baik dalam hal jual beli maupun hal lainnya. Seorang muslim harus bersikap jujur dan benar dalam segala urusannya.

d) Jual beli barang yang zatnya haram dan najis. Barang yang najis atau haram dimakan haram juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai dan khamar (minuman yang memabukkan). Rasulillah SAW bersabda “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjual arak, bangkai, babi dan berhala“ (HR. Bukhari Muslim).

Menurut Jumhur Ulama‟, memperjualbelikan anjing, juga tidak dibenarkan, baik anjing yang dipergunakan untuk menjaga rumah atau untuk berburu. Menurut Madzhab Hanafi, diperbolehkan menjualbelikan benda najis (tidak untuk dimakan dan diminum), seperti kotoran kerbau, kambing, sapi, dan ayam, karena yang membawa manfaat pada dasarnya diperbolehkan oleh syara‟. Sekiranya ada manfaatnya, berarti diperbolehkan memperjualbelikannya. Sedangkan Madzhab Maliki, Syafi‟i dan pendapat yang masyhur dari Madzhab hambali, tidak memperbolehkannya, karena jual beli itu dibenarkan, bila dilihat suci atau tidaknya. Bila benda itu suci, maka diperbolehkan menjualnya dan bila tidak suci dilarang. Adapun bentuk jual beli yang dilarang karena barangnya yang tidak boleh

(36)

diperjualbelikan adalah air susu ibu dan air mani (sperma) binatang.

e) Jual beli Al-Urbun

Jual beli Al-Urbun adalah jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian. Apabila barang yang sudah dibeli dikembalikan oleh penjual, maka uang muka (panjar) yang diberikan kepada penjual menjadi milik penjual. Jual beli urbun dilarang dalam Islam.

f) Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut, dan air yang tidak boleh dimilki seseorang Air yang disebutkan itu adalah milik bersama umat manusia dan tidak boleh diperjualbelikan.

Menurut Jumhur Ulama‟ air sumur pribadi, boleh diperjualbelikan, karena air sumur itu merupakan milik pribadi, berdasarkan hasil usaha sendiri. Menurut Madzhab Az-Zahiri, menjual air sumur pribadi tidak boleh, berdasarkan hadist diatas.

Kemudian ada yang perlu dipertimbangkan, yaitu mengenai penjualan air tawar atau air minum yang berlaku pada kota-kota besar seperti Jakarta, terutama didaerah yang airnya asin, tidak dapat dipergunakan untuk memasak dan keperluan lainnya.

3) Jual beli yang Fasid

Jual beli yang fasid adalah jual beli yang secara prinsip tidak bertentangan dengan syara‟ namun terdapat sifat-sifat tertentu yang menghalangi keabsahannya. (Mas‟adi, 2002:13) Jual beli fasid antara lain, yaitu :

a) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar-menawar Apabila ada dua orang masih tawar-menawar atas sesuatu barang, maka terlarang bagi orang lain membeli barang itu, sebelum penawar pertama diputuskan.

b) Jual beli dengan menghadang dagangan diluar kota atau pasar Maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai kepasar agar dapat membelinya dengan harga murah, sehingga ia

(37)

kemudian menjual dipasar dengan harga yang juga lebih murah. Jual beli seperti ini dilarang karena dapat mengganggu kegiatan pasar, meskipun akadnya sah.

c) Jual beli barang rampasan atau curian Jika si pembeli telah tahu bahwa barang itu barang curian atau rampasan, maka keduanya telah bekerja sama dalam perbuatan dosa. Oleh karena itu jual beli semacam ini dilarang.

d) Jual beli dengan cara ditimbun ( )راكتحا Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut. Jual beli seperti ini dilarang karena menyiksa pembeli disebabkan mereka tidak memperoleh barang keperluannya saat harga masih standar. (Ghufron A.Mas‟adi,2002:131)

Berikut ini Jual beli ditinjau dari segi praktek harganya antara 1) Jual beli dengan saling Menyerahkan Harta tanpa akad Lisan (Bay‟

al-Mu‟athah)

Bay‟ al-Mu‟athah adalah jual beli yang dilakukan dengan car interaksi satu dengan yang lainnya dari sikap untuk mengambil dan menyerahkan. Dalam pengertian Wahbah Zuhaili Bay‟ al- Mu‟athah adalah akad dengan sama-sama melakukan perbuatan memberi yang mengindikasikan adanya saling ridha tanpa melafazkan ijab dan qabul, atau kedua bela pihak sepakat atas harga dan barang.

Bay‟ al-Mu‟athah ini disyaratkan agar pembeli mengetahui harga objek jual beli, baik melalui label yang tertera di kemasan pada barang tersebut atau mengetahuinya dengan cara telah membeli sebelumnya dalam waktu dekat contoh mengambil sebatang rokok dengan meletakkan harga rokok dengan uang pas tanpa mengucapkan ijab dan qabul karena harga telah diketahui saat pembelian rokok saat pertama kalinya.

(38)

Jual beli al-Mu‟athah terjadi di pasar modern, misalnya swalayan, supermaket, mall. Terjadinya jual beli mu‟athah karena kebutuhan manusia modern dalam hal efesiensi waktu, tenaga dalam melayani konsumen satu persatu. Gejala ini telah membentuk sighat ijab qabul menajdi berkembang dengan sebuah sikap (perbuatan saling bertindak) tidak dengan lisan (ucapan).

Perkembangan Bay‟ al-Mu‟athah di negara Malaysia diterapkan dengan sistem mekanik, misalnya membeli BBM dengan memasukkan sejumlah koin, maka keluarlah BBM yang dikhendaki. Ada yang meletakkan koin dalam kotak, maka tiballah minuman yang dikhendaki. Transaksi seperti ini berbaur sistem mekanik, mesin berjalan dengan perintah yang telah terprogram.

Begitu juga pembelian tiket, parkir, pizza, jalan toll/highway menggunakan sistem tersebut.

Para fuqaha berbeda pendapat tentang jual beli‟ al- Mu‟athah yaitu sebagai berikut :

a) Hanafiyyah berpendapat bahwa sah akad yang dilakukan dengan cara al-Mu‟athah karena sudah dikenal oleh masyarakat luas.

Oleh karena itu, harga yang diakadkan benar-benar ketahui, bila tidak maka akadnya menjadi fasid (rusak).

b) Malik dan Ahmad berpendapat bahwa sah akad yang dilakukan secara al-Mu‟athah apabila menunjukkan kerelaan, baik hal-hal yang dikenal luas oleh masyarakat maupun tidak.

c) Syafi‟iyah dan Dhahiriyah menyatakan bahwa akad tidak sah dengan cara al-Mu‟athah karena tidak kuat menunjukkan proses akad, sebab keredhaan itu, hal yang tersembuunyi, tidak ada yang mengidentifikasi kecuali melafazkanny. Pengikut Syafi‟iyah seperti Imam Nawawi, membolehkan akad secara al- Mu‟athah karena tidak ada nash yang mensyaratkan mesti dilakukan dengan lafaz tertentu, maka hal tersebut dikembalikan pada kebiasaan setempat. ( Arianti, 2015:96-98)

(39)

2) Jual beli tanpa ditimbang/ ditakar (al-Judzaf)

al-Judzaf adalah penjualan barang yang tidak diketahui jumlah takaran dan timbangan secara terperinci. Dalam pengertian ini menunjukkan jual beli pada makanan yang biasanya ditimbang dan ditakar, namun tidak dilakukan timbangan dan takarannya hanya saja meletakkannya secara onggokan (tumpukan) sehingga tidak diketahui berapa banyak jumlah yang ditransaksikan.

Misalnya onggokan jengkol, onggokan jengkol yang satu dengan onggokan yang lainnya tidak bisa dipastikan, bisa saja satu onggokan banyak jengkol tua dibanding jengkol muda, sedangkan pada onggokan yang lain jengkol muda lebih dominan dari jengkol tua.

Dasar hukum al-Judzaf yaitu Dalil yang berbicara tentang jual beli al-Judzaf berasal dari Ibnu Umar sebagai Berikut :

“kami biasa membeli bahan makanan dari kafilah dagang tanpa penakaran, lalu Rasulullah saw. Melarang kami menjualnya kembali sebelum kami memindahkannya. Diriwayat oleh al- Tirmidzi

Hukum yang berlaku pada jual beli al-Judzaf adalah suatu dilarang bagi pembeli objek secara judzaf (onggokan) lalu menjualnya kembali kecuali pembeli tersebut meminddakan objek dari tempatnya, serah terima, dan melunasi pembayarannya.

( Arianti, 2015:98-99)

(40)

5. Manfaat dan Hikmah Jual Beli a. Manfaat jual beli

Manfaat jual beli antara lain,yaitu :

1) Jual beli dapat menata struktur kehidupan ekonomi masyarakat yang menghargai hak milik orang lain.

2) Penjual dan pembeli dapat memenuhi kebutuhannya atas dasar kerelaan atau suka sama suka.

3) Masing-masing pihak merasa puas. Penjual melepas barang dagangannya dengan ikhlas dan menerima uang, sedangkan pembeli memberikan uang dan menerima barang dagangan dengan puas.

4) Dapat menjauhkan diri dari memakan at au memilki barang yang haram (batil).

5) Penjual dan pembeli mendapat rahmat dari Allah SWT.

6) Menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan.

b. Hikmah jual beli

Allah Swt mensyariatkan jual beli untuk memberikan kelapangan kepada hamba-hambanya. Sebab setiap orang dari suatu bangsa memiliki banyak kebutuhan berupa makanan, pakaian, dan lainnya yang tidak dapat diabaikannya selama dia masih hidup. Dia tidak dapat memenuhi sendiri semua kebutuhan itu, sehingga dia perlu mengambilnya dari orang lain. Dan tidak ada cara yang lebih sempurna untuk mendapatkannya selain dengan pertukaran. Dia memberikan apa yang dimilikinya dan tidak dibutuhkannya sebagi ganti atas apa yang diambilnya dari orang lain yang dibutuhkannya.

(Sayyid Sabiq, 2009:159)

Jual beli yang dilakukan secara jujur dapat membantu masyarakat lebih menghargai hak milik orang lain sehingga dapat menjauhkan diri dari memakan barang yang haram atau batil. Selain itu, dijelaskan pula mengenai kejelasan barang yang menjadi objek jual beli, hal ini bertujuan agar tidak ada konflik yang timbul setelah

Gambar

Tabel  :  Kependudukan  Nagari  Balimbing  tahun  2017  sumber  dari Kantor Wali Nagari Balimbing

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil pengujian secara bersamaan atau simultan, diketahui bahwa ketujuh variabel independen, yaitu Current Ratio (CR), Debt To Equity Ratio (DER), Net Profit Margin

Konsep manajemen diri sebenarnya tidak jauh berbeda dengan konsep manajemen dalam ilmu ekonomi, karena dalam konsep manajemen diri yang dalam penelitian komunikasi

Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder tersebut adalah tokoh agama, tokoh pemuda, petani, pedagang dan dokumen-dokumen

Hal ini sejalan dengan pendapat Borg and Gall (Nursyaidah, t.t) bahwa ciri kedua dari penelitian dan pengembangan adalah “Mengembangkan produk berdasarkan temuan

lerde tetkik edebilirsek, tetkik birimlerimizi, bu müdahele edici şartların kabil oldu{lu kadar sabit kaldı{lı hallere göre seçebilir­ sek, laboratuvardaki

Izin usaha angkutan dengan kendaraan bermotor umum pada hakekatnya adalah bertujuan untuk memonitor perkembangan kendaraan bermotor yang memberikan jasa pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui energi listrik yang dihasilkan oleh generator termoelektrik dengan menggunakan berbagai jenis limbah organik (tatal kayu akasia, tatal

Data dosis efektif perorangan setelah 50 tahun (dosis jangka panjang) memberikan sebaran data yang hampir sarna dengan dosis individu dalam waktu pendek Gangka pendek), yaitu