PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION
TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING
OLEH:
DIANA FELINDA 3203018233
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2021
i
PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION
TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING
SKRIPSI Diajukan kepada FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi Jurusan Akuntansi
OLEH:
DIANA FELINDA 3203018233
JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS
UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA
2021
ii
HALAMAN PERSETUJUAN
PROPOSAL SKRIPSI
PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION
TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING
Oleh:
DIANA FELINDA 3203018233
Telah Disetujui dan Diterima dengan Baik untuk Diajukan Kepada Tim Penguji
Pembimbing,
(Dr. Dian Purnama Sari, SE., MSA) NIDN : 0730128502
Tanggal: 5 Oktober 2021
1 BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seperti yang kita ketahui bersama, adanya perkembangan ekonomi saat ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis dan perilaku pelaku bisnis. Hal ini disebabkan karena adanya globalisasi yang mengakibatkan perekonomian begitu berkembang dengan pesatnya tanpa mempedulikan batas negara. GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) atau yang sekarang kita kenal dengan sebutan WTO (World Trade Organzation) yang turut berperan dalam hal-hal terkait perjanjian terkait aturan-aturan dalam perdagangan multinasional atau perdagangan dunia dengan tujuan untuk meningkatkan kerja dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.
Semakin derasnya arus perdagangan internasional juga turut mempengaruhi besarnya modal yang ditanam oleh berbagai negara. Oleh karena itu, hal ini berpotensi terhadap jumlah penerimaan negara dari aktivitas tersebut. Semakin besar international trade transactions telah melibatkan perusahaan-perusahaan multinasional di seluruh negara di dunia yang semakin kompleks. Akan tetapi, banyak dari perusahaan-perusahaan tersebut yang melaporkan kerugian atau penurunan yang sangat tajam dari laba yang diperoleh setiap tahunnya. Jika direnungkan kembali, hal ini mustahil mengingat transaksi yang terjadi pasti sangat banyak dan seharusnya akan memberikan keuntungan. (Mintorogo dan Djaddang, 2019).
Perkembangan ekonomi yang semakin pesat ini memberikan dampak juga terhadap dunia perpajakan karena wajib pajak dapat melakukan berbagai macam cara agar pajak yang mereka bayarkan sedapat mungkin berkurang.
Hal ini dilakukan oleh berbagai perusahaan sebagai wajib pajak salah satunya
dengan cara melakukan transfer pricing. Pengertian transfer pricing
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan adalah kegiatan transaksi yang
terjadi antar pihak yang memiliki hubungan khusus atau istimewa. Menurut
PSAK 7, pihak yang diasumsikan memiliki hubungan istimewa adalah jika
2
satu pihak memiliki kapabilitas untuk mengendalikan pihak lainnya atau memiliki dampak signifikan atas pihak lain dalam rangka mengambil keputusan, baik secara operasional maupun keuangan. Hubungan khusus ini yang dimiliki tersebut, mereka memanfaatkannya untuk merekayasa jumlah pajak yang semestinya dibayar olehnya. Saraswati dan Sujana (2017) mengemukakan bahwa wajib pajak melakukan kegiatan transaksi dengan pihak yang berada di negara lain demi memperkecil besarnya pajak yang dibayarkan.
Adanya kerugian yang dilaporkan oleh wajib pajak sebenarnya tidak tertutup kemungkinan merupakan hasil dari rekayasanya. Pada kenyataannya, bisa saja mereka memperoleh laba yang sangat besar dari kegiatan transaksinya (Purwanti, 2010). Demikian, otomatis jumlah pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Inilah strategi transfer pricing yang menjadi pilihan mereka. Otoritas pajak mengungkapkan bahwa transfer pricing dianggap sebagai tax avoidance jika besarnya harga yang ditentukan dalam transaksi yang dipengaruhi oleh adanya hubungan khusus atau istimewa tidak sesuai dengan peraturan perpajakan atau terjadi mispricing (Kurniawan, 2015).
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dituliskan bahwa pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa diyakini mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan peluang negara dalam memperoleh penerimaan pajak. Aparatur perpajakan selalu berharap bahwa transaksi yang terjadi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa tetap mengacu pada prinsip kewajaran dan bersifat arm’s length.
Melalui praktik transfer pricing, hampir semua perusahaan di negara
berkembang termasuk Indonesia terbukti telah memanfaatkan celah-celah
peraturan perpajakan yang berada di luar negeri untuk mentransfer atau
memindahkan profit dan pendapatan perusahaan ke luar negeri (Anisyah,
2018). Prinsip kewajaran dan sifat arm’s length yang dimaksud adalah prinsip
yang menjelaskan bahwa kondisi transaksi yang memiliki hubungan istimewa (afiliasi) harus sama dengan kondisi transaksi independen.
Transfer pricing bahkan pernah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan ternama di dunia, misalnya Starbucks, Google, dan Amazon. Beberapa tahun yang lalu, kasus ini sempat menghebohkan dunia dimana mereka tidak melakukan pembayaran perpajakan secara benar di Inggris. Mereka justru melakukan transfer pricing dengan cara melakukan kegiatan transaksi dengan anak perusahaan mereka yang terdaftar dalam tax heaven countries dan juga negara-negara lain dengan tarif pajak rendah, misalnya Irlandia. Tidak hanya di perusahaan luar negeri, perusahaan Indonesia pun turut andil dalam kegiatan ini, misalnya PT. Toyota Motor Manufakturing Indonesia (TMMIN).
Transfer pricing yang dilakukan olehnya baru diketahui setelh DJP (Direktorat Jenderal Perpajakan) melakukan pemeriksaan pada SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) Tahunan pada 2018. Strategi yang dilakukan cukup sederhana, yaitu dengan cara memindahkan beban yang berlebih dari satu negara ke negara lain yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Proses pemindahan beban ini dilakukan dengan cara merekayasa atau memanipuasi price (harga) secara tidak wajar.
Faktor pertama yang mendorong terjadinya transfer pricing adalah
profitabilitas (Anisyah, 2018). Definisi profitabilitas adalah salah satu
indikator pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan kapabilitas
perusahaan dalam menciptakan laba salama kurun waktu tertentu. Cahyono
dkk. (2016), profitabilitas merupakan alat untuk mengukur kemampuan
perusahaan dalam menghasilkan profit dengan menggunakan kekayaan (total
aset) yang dimiliki setelah dilakukan adjustment dengan biaya-biaya untuk
mendanai aset tersebut. Menurut Deanti (2017), profitabilitas berpengaruh
positif terhadap transfer pricing. Hal ini dikarenakan perusahaan yang
memiliki income before income tax lebih besar akan cenderung melakukan
transfer pricing atau menghindari perpajakan daripada perusahaan dengan
income before income tax yang lebih rendah. Sedangkan menurut Waworuntu
4
dan Hadisaputra (2013) dan Ramadhan dan Kustiani (2017) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.
Faktor pemicu kedua yang mempengaruhi transfer pricing adalah tunneling incentive. (Anisyah, 2018; Mintorogo dan Djaddang, 2019;
Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini, 2020). Tunneling incentive adalah perilaku pemegang saham mayoritas yang memindahkan laba serta aset perusahaan demi kepentingan pribadi mereka (Hartati, 2015). Tunneling incentive dilakukan oleh stakeholders pengendali untuk mendapatkan manfaat privat, yaitu memindahkan sumber daya output dari perusahaan demi kepentingannya sendiri. Lo dkk. (2010) berpendapat bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sebaliknya, Deanti (2017) menyatakan bahwa tunneling incentive berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.
Faktor pemicu ketiga yang mempengaruhi transfer pricing adalah tax minimization (Mintorogo, Djaddang 2019; Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini, 2020). Hartati dkk. (2015) mendefinisikan taz minimization sebagai strategi yang dilakukan perusahaan untuk mengecilkan beban pajak yang terutang dan pada akhirnya mereka melakukan perpindahan pendapatan ke negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Refgia (2017) menambahkan pengertian tax minimization sebagai upaya untuk meminimalisir beban pajak dengan cara memaksimalkan harga beli atau meminimalkan harga jual. Tax minimization ini diyakini dapat menciptakan berbagai hambatan dalam proses pemungutan pajak. Penelitian Rosa, Andini, dan Raharjo (2017) menunjukkan bahwa tax minimization berpengaruh negatif dan signifikan terhadap transfer pricing. Sebaliknya, menurut penelitian Ayu, Surya, dan Sujana (2017) menunjukkan bahwa tax minimization berpengaruh positif dan signifikan terhadap transfer pricing.
Masalah perpajakan ini sangat erat berkaitan dengan teori keagenan. Teori
ini menjelaskan hubungan principal (pemerintah) dan agent (manajemen
perusahaan). Teori ini menjelaskan bahwa manajemen prusahaan memiliki
informasi yang lebih banyak dan lengkap dibandingkan dengan pemerintah.
Itulah sebabnya, manajemen perusahaan sebagai agent berusaha untuk memanipulasi laporan keuangan yang ada demi kepentingan pribadinya tercapai. Variabel dependen hubungan agen dengan transfer pricing adalah didasarkan pada asumsi setiap sifat manusia yang dijelaskan bahwa setiap individu yang cenderung lebih fokus pada kepentingan sendiri, sehingga menimbulkan masalah keagenan yang terjadi diantara pihak yang memiliki perbedaan kepentingan dan akan tetapi juga bisa saling bekerja sama.
Objek penelitian dalam keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2017-2020. Penelitian mencari data untuk objek penelitian adalah pada web https://www.idx.co.id dengan memilih perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang banyak ditemukan dalam melakukan transfer pricing dan juga mempunyai hubungan yang erat dengan perusahaan induk maupun anak perusahaan luar negeri. . Pemilihan periode 2017-2020 untuk melanjutkan dari penelitian terdahulu dengan periode penelitian baru dengan menambahkan variabel yakni tax minimization.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, antara lain:
1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing?
2. Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing?
3. Apakah tax minimization berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Untuk menguji dan menganalisis profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
2. Untuk menguji dan menganalisis tunneling incentive berpengaruh terhadap
keputusan transfer pricing.
6
3. Untuk menguji dan menganalisis tax minimization berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.
1.4. Manfaat Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian di atas, manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:
1. Manfaat Akademik
Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat untuk dilakukan penelitian selanjutnya terkait topik pengaruh profitabilitas, tunneling incentive, dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi organisasi dan manajer dalam memperhatikan keputusan harga transfer atau transfer pricing dengan lebih baik lagi.
1.5. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terbagi menjadi lima bab. Penjelasan tiap bab dalam sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut:
BAB 1: PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini menjelaskan landasan teori yang melandasi penelitian ini, penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis, serta model penelitian.
BAB 3: METODE PENELITIAN
Bab ini menjelaskan desain penelitian yang terdiri atas identifikasi, definisi operasional, dan pengukuran variael yang terdiri atas jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, serta teknik penyampelan dan teknik analisis data.
BAB 4: ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum objek penelitian, deskripsi data, hasil analisis, dan pembahasan.
BAB 5: KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN
Bab ini berisi tentang hasil penelitian secara keseluruhan, menjelaskan
keterbatasan dalam penelitian ini, dan memberikan saran untuk
penelitian selanjutnya.
8 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan terkait dengan masalah atau kondisi yang terjadi dalam keputusan transfer pricing.
Menurut Jensen dan Meckling (1076), teori keagenan adalah hubungan antara manajemen suatu perusahaan (agent) dengan pemerintah (principal). Di dalam agency relationship atau hubungan keagenan, terdapat kontrak perjanjian antara satu individu atau lebih principal yang memerintahkan agent untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu atas nama principal. Pihak principal memerintahkan agent untuk mengambil keputusan paling baik bagi principal.
Akan tetapi, teori keganenan ini erat kaitannya dengan asimetri informasi, dimana informasi yang dipunya agent selaku manajemen perusahaan lebih baik dan banyak daripada informasi yang dipunya principal yakni pemerintah. Adanya kesenjangan informasi inilah yang menyebabkan teori keagenan ada. Konflik yang terjadi antara manajemen perusahaan dan pemerintah mementingkan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan bersama.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan yang menjelaskan hubungan principal (pemerintah dan dengan agent (manajemen perusahaan). Teori ini ingin menjelaskan bahwa manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dan lengkap dibandingkan dengan pemerintah. Itulah sebabnya, manajemen perusahaan sebagai agent berusaha untuk memanipulasi laporan keuangan yang ada demi kepentingan pribadi tercapai.
Menurut Colgan (2001) dalam Yuniasih, Rasmini, dan Wirakusuma (2012), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya konflik keagenan, yaitu:
1. Moral hazard
Faktor ini pada dasarnya terjadi pada perusahaan yang besar dimana kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak sepenuhnya diketahui oleh pemegang saham. Dalam hal ini, bisa saja manajer melakukan hal di luar perkiraan pemegang saham yang pada hakikatnya melanggar kontrak dan sebenarnya tidak layak untuk dilakukan dari segi etika dan norma.
2. Earnings retention
Faktor ini berkaitan dengan peluang yang digunakan manajer untuk melakukan investasi berlebih dengan tujuan memperluas kekuasaan, kepuasan, dan penghargaan, Akan tetapi hal ini akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan para pemegang saham.
3. Horison waktu
Faktor ini timbul karena adanya kondisi cash flow, dimana principal lebih fokus pada cash flow masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.
Sedangkan agent fokus pada hal-hal yang erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan mereka.
4. Penghindaran risiko manajerial
Faktor ini timbul pada saat terdapat batasan diversifikasi portofolio yang ada hubungannya dengan pencapaian pendapatan manajerial, sehingga dalam hal ini manajer akan berupaya mengecilkan risiko saham.
Teori keagenan menjadi teori yang dibahas dalam penelitian ini. Teori keagenan dalam penelitian ini membahas hubungan antara agent dan principal.
Agent di sini mengacu pada manajemen perusahaan, sementara principal mengacu
pada pemerintah. Manajemen pasti memiliki informasi yang lebih banyak dan
lengkap terkait perusahaan dibandingkan dengan pemerintah. Kondisi asimetri
informasi ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi
laporan keuangan dengan tujuan untuk memaksimalkan kepentingan perusahaan
ataupun kepentingan pribadi. Teori keagenan menjelaskan bahwa manajemen
10
perusahaan sebagai agent melakukan transfer pricing dengan berusaha untuk memperkecil pajak yang dibayarkan kepada pemerintah sebagai principal.
Adanya perbedaan regulasi pajak di setiap negara, dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Banyak perusahaan multinasional yang cenderung mendirikan perusahaan anak di negara bertarif pajak rendah (tax haven countries) untuk meninggikan laba sebelum pajak dan menyebabkan jumlah pajak yang dibayarkan semakin kecil.
Agent merupakan melaporkan dan membayar pajak ke pemerintah, sedangkanfiskus adalah pihak yangmemungut pajak. Fiskus berusaha untuk mendapatkan pajak semaksimal mungkin. Sedangkan agent berusaha untuk membayar pajak seminimal mungkin. Oleh karena itu. semakin tinggi beban pajak, maka semakin tinggi perusahaan melakukan transfer pricing. Pernyataan ini diperkuat oleh Reinganum dan Wilde (1985) yang menyebutkan bahwa hubungan antara agent dan principal tersebut terjadi diantara wajib pajak dan fiskus. Peran agent merupakan melaporkannya dan membayar pajak ke pemerintah, sedangkan fiskus merupakan pihak memungut pajak. Tentunya agent ingin mendapatkan laba yang tinggi dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus dibayar melalui transfer pricing. Fiskus ingin mendapatkan pendapatan pajak yang maksimal dalam menghitung pajak penghasilan yang berdasarkan dengan sesuai peraturan undang-undang tersebut. Semakin tinggi beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan maka semakin tinggi perusahaan dalam motivasi melakukan transfer pricing dengan tujuannya untuk dapat meminimalisir pajak yang harus dibayar dan laba yang telah didapatkan maksimal.
2.1.2. Keputusan Transfer Pricing
Peraturan Direktotrat Jenderal Pajak (DJP) Pasal 1 Ayat (8) Nomor PER- 32/PJ/2011, penentuan transfer pricing merupakan harga yang ditetapkan melalui adanya transaksi pihak-pihak yang mempunyai hubungan khusus atau istimewa.
Suandy (2016:77) memaparkan bahwa hubungan istimewa ini dapat timbul jika
transakasi antara induk maupun anak perusahaan terjadi, baik di dalam maupun
luar negeri. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK 7 (Penyesuaian 2015) disebutkan bahwa pihak yang satu dapat mengendalikan berhak terlibat dalam pengambilan keputusan pihak lain dengan cara melakukan transaksi, seperti mengalihkan aset tanpa memperhitungkan price-nya ke afiliasi.
Kurniawan (2015), transfer pricing merupakan suatu kondisi dimana kebijakan perusahaan dapat menentukan atau menghitung suatu harga dalam suatu transaksi diantara pihak-pihak yang terlibat. Perusahaan tersebut dapat menentukan harga transfer dalam suatu transaksi, baik itu dari barang dan jasa, harta dan sebagainnya maupun yan finansial yang berkaitan dengan transfer pricing yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut.
Transfer pricing merupakan suatu kebijakan dimana yang dapat diatur oleh perusahaan dalam membuat untuk memastikan suatu harga transfer yang telah dilakukan transaksi. Akan tetapi transfer pricing tidak terlepas dari hal yang dapat bisa mengurangi atau menimimalisir dengan kendala atau kondisi antar suatu negara yang dapat bertransaksi tersebut secara luas.
Hirshleifer (1956) menyatakan “Transfer pricing is the price that must be the marginal cost of the division in sales to maximize the overall profitability of the company as a whole” yang jika diterjemahan artinya adalah harga transfer merupakan harga yang harus menjadi harga biaya sebagai marjinal dan divisi dalam penjualan yang untuk memaksimalkannya mencari keuntungan perusahaan tersebut secara keseluruhannya.
Tujuan dalam keputusan transfer pricing yang meliputi sebagai berikut:
1. Dapat mengoptimalkan dalam menghasilkan suatu nilai harga untuk mencari atau mendapatkan keuntungan.
2. Dapat mengatur arus keuangan pada perusahaan masing-masing.
3. Dapat meneliti mentramsfer yang telah dilakukan untuk mentransaksi- transaksi tersebut.
4. Tidak menjadi kesalahan transaksi yang sudah telah ditetapkan.
5. Dapat mengambil keputusan dalam kepentingan.
12
2.1.3. Profitabilitas
Cahyono dkk. (2016), profitabilitas adalah suatu indikator yang dapat mengetahui nilai atau mengukur dalam kemampuan perusahaan yang dapat memperoleh atau menghasilkan suatu nilai laba yang dihitung dengan menggunakan aset total yang telah dilakukan dengan perusahaan tersebut setelah ditransaksi dengan sesuai alokasi biaya-biaya tersebut. profitabilitas ini dapat mengukur efektivitas dalam memperoleh hasil laba yang sudah tersedia atau dari yang menghasilkan suatu modal yang berinvestasi oleh perusahaan tersebut.
Kasmir (2013), yang menyatakan profitabilitas adalah suatu nilai yang mencari keuntungan. Profitabilitas yang dimaksud adalah merupakan rasio yang dapat untuk menilai hasil dari mencari keuntungan dalam kemampuan perusahaan. Pengukuran profitabilitas ini, dapat diperlukan dengan kemampuan perusahaan dengan terkendali perubahan masa ekonomi yang akan pada masa datang.
2.1.4. Tunneling Incentive
Tunneling incentive adalah pemegang saham. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) N0. 15 Tahun 2015, tunneling incenitve adalah suatu entitas dimana yang memiliki modal saham yang sebesar sekitaran 25% atau lebih dari 25%. Hartati dkk. (2015), tunneling incentive adalah suatu pihak yang dimana pemegang saham yang dapat mentransfer berupa aset atau laba dalam perusahaan.
Menurut Johson (2000), Tunneling can be defined as a transfer of assets
and profits from a company to their controlling shareholders. Jika diterjemahan,
artinya adalah tunneling dapat didefinisikan sebagai transfer aset dan keuntungan
dari perusahaan kepada pemegang saham pengendali mereka. Tunneling incentive
menjelaskan kondisi dimana yang memiliki pemegang saham untuk memperoleh aset dan laba atau mencari keuntungan dalam perusahaan.
2.1.5. Tax Minimization
Tax minimization ini hampir mirip dengan beban pajak, meskipun sedikit agak berbeda. Sebagaimana menurut Hartati dkk. (2015), tax minimization adalah strategi yang meminimalkan suatu nilai pajak yang terutang melalui melakukan transaksi transfer biaya dan pada saat itu akhirnya akan ditransfer pendapatan ke suatu negara yang dengan tarif harga pajak sedang atau rendah.
Tax minimization merupakan upaya untuk meminimalkan beban pajak yang dapat dilakukan dilakukan dengan cara praktik transfer pricing dengan cara memperbesar harga beli atau memperkecil harga jual antara perusahaan dalam satu grup dan menstransfer laba yang diperoleh kepada grup yang berkedudukan dinegara merapkan tarif pajak rendah (Refgia, 2017). Tax minimization dapat menyebabkan terjadinya hambatan-hambatan dalam pemungutuan pajak. Hartati dkk. (2015) menambahkan bahwa tax minimization adalah strategi untuk menekan beban pajak melalui transfer pricing dan pada akhirnya jumlah pendapatan yang di transfer ke pemerintah atau negara lebih kecil karena adanya tarif pajak yang rendah.
Tax minimization dalam penelitian ini menurut Mintorogo dan Djaddang
(2019) adalah rumus dikukur yang dapat diproksikan dengan menggunakan
effective tax rate atau ETR yang merupakan rumus perbandingan dengan tax
expense yang akan dibagi dengan laba kena pajak dan kemudian akan dikalikan
100% (Nuradila dan Wibowo, 2018). Perusahaan yang menerapkan tax
minimization cenderung memiliki tarif pajak efektif yang rendah (Klassen. dkk.,
2014). Suandy (2014) mengemukakan bahwa upaya meminimalkan jumlah beban
pajak atau tax minimization dapat dilakukan baik dengan cara lawful (taat
peraturan perpajakan) maupun unlawful (melanggar peraturan perpajakan).
14
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian acuan pertama adalah penelitian Anisyah (2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban pajak, profitabilitas dan tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sedangkam intangible assets dan mekanisme bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap transfer pricing.
Persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama menguji dan menganalisis variabel dependen yaitu transfer pricing. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Objek yang digunakan dalam penelitian Anisyah (2018) adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI 2014-2016. Objek yang digunakan dalam penelitian inni adalah perusahaan manufaktur di BEI tahun 2017-2020.
2. Variabel independen dalam penelitian Anisyah (2018) tidak mengunakan variabel tax minimization dalam penelitian saat ini menggunakan variabel tersebut.
Penelitian acuan kedua adalah penelitian Mintorogo dan Djaddang (2019).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing. Debt convenant tidak berpengaruh signifikan terhadap transfer pricing.
Persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama menguji dan menganalisis variabel dependen transfer pricing. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut:
1. Objek yang digunakan dalam penelitian Mintorogo dan Djaddang (2019) adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2015-2018.
Sedangkan objek yang digunakan dalam penelitian saat ini adalah perusahaan manufaktur di BEI tahun 2017-2020.
2. Variabel independen dalam penelitian Astuti Mintorogo dan Syahril
Djaddang (2019) tidak memasukkan variabel profitabilitas. Sedangkan
dalam penelitian saat ini menggunakan variabel tersebut.
Penelitian acuan ketiga adalah penelitian . Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sedangkan income tax dan tax minimization berpengaruh terhadap transfer pricing.
Persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama menguji dan menganalisis variabel dependen transfer pricing. Sedangkan perbedaannya adalah objek yang digunakan dalam penelitian Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini (2020) adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2014-2018. Sedangkan objek penelitian saat ini adalah perusahaan manufaktur di BEI tahun 2017-2020.
Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini dapat dilihat pada Tabel
2.1.
16
Tabel 2.1.
Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Saat Ini
No. Keterangan Anisyah (2018) Mintorogo san
Djaddang (2019)
Pondrinal dkk.
(2020) Penelitian Saat Ini
1 Tujuan Penelitian
Menguji dan menganalisis pengaruh beban pajak, intangible assets, profitabilitas, tunneling incentive, dan mekanisme bonus terhadap transfer pricing.
Menguji dan
menganalisis pengaruh tunneling incentive dan debt convenant
terhadap transfer pricing
Menguji dan menganalisis
pengaruh income tax, tunneling incentive, dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing.
Menguji dan menganalisis pengaruh profitabilitas, tunneling incentive, dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing.
2 Variabel Dependen Transfer Pricing Transfer Pricing Transfer Pricing Transfer Pricing
3 Variabel Independen
Beban pajak. Intangible assets, profitabilitas, tunneling incentive, dan mekanisme bonus
Tunneling incentive dan debt convenant
Income tax, tunneling incentive, dan tax minimization
Profitabilitas, tunneling incentive, dan tax minimization 4 Teknik Analisis Data Regresi Logistik Regresi Logistik Regresi Logistik Regresi Logistik
5 Objek Penelitian Perusahaan manufaktur yang listing di BEI
Perusahaan manufaktur yang listing di BEI
Perusahaan manufaktur yang listing di BEI
Perusahaan
manufaktur di BEI
6 Periode Penelitian 2014-2016 2015-2018 2014-2018 2017-2020
Sumber: Anisyah (2018), Mintorogo dan Djaddang (2019), Pondrinal dkk. (2020).
2.3. Pengembangan Hipotesis
2.3.1. Pengaruh Profitabilitas terhadap Keputusan Transfer Pricing
Berdasarkan teori keagenan, wewenang yang diberikan oleh principal selaku pemerintah kepada agent selaku manajemen perusahaan, maka manajer perusahaan yang sanggup untuk menghasilkan laba yang tinggi memiliki potensi untuk melakukan transfer pricing. Artinya, semakin tinggi perusahaan memiliki laba, maka semakin besar pula beban pajak yang harus dibayar perusahaan kepada pemerintah. Oleh karena itu, semakin besar juga kemungkinan transfer pricing dilakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Richardson dan Lanis (2007) dalam yang menyatakan bahwa semakin besar penghasilan yang diperoleh perusahaan maka akan berpengaruh terhadap besarnya pajak penghasilan harus dibayarkan
Jika profitabilitas suatu perusahaan tinggi, maka otomatis hal ini akan berakibat pada tingginya beban pajak yang harus dibayar. Perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan strategi transfer pricing agar beban pajak yang tinggi tadi sebisa mungkin dapat ditekan. Ha ini dilakukan perusahaan dengan cara menitipkan sebagian keuntungan yang diperoleh ke pihak afiliasi (yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan tersebut). (Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini, 2020).
Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap transfer pricing, karena semakin tinggi keunutungan perusahaan, maka beban pajak yang dibayarkan juga semkain tinggi, sehingga hal ini berdampak pada keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Pernyataan ini didukung oleh Anisyah (2018) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Begitu juga halnya dengan penelitian Richardson dan Lanis (2017) yang membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap transfer pricing.
H1 : Profitabilitas cenderung berpengaruh positif terhadap keputusan transfer
pricing.
18
2.3.2. Pengaruh Tunneling Incentive terhadap Keputusan Transfer Pricing Keputusan dalam melakukan transfer pricing dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham. Karena ada kecenderungan pemegang saham mayoritas bertindak semena-mena terhadap pemegang saham minioritas, sehingga tentu saja hal ini akan merugikan saham minioritas (Mintorogo dan Djaddang, 2019). Hal ini dilakukan karena pemegang saham mayoritas ingin agar kepentingan pribadinya terpenuhi.dengan adanya kondisi ini, maka akan menimbulkan konflik kepentingan dimana pemegang saham mayoritas melakukan pembebanan biaya lebih kepada pemegang saham minioritas. Hal ini dilakukan dengan cara memindahkan aset, sama seperti yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa menurut perjanjian kontrak yang telah disetujui bersama.
(Mintorogo dan Djaddang, 2019) yang diambil dari Johson dkk. (2000).
Oleh karena itu, tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing karena adanya pihak pemegang saham mayoritas yang merugikan para pemegang saham minioritas dengan cara para pemegang saham mayoritas melakukan penjualan aset kepada pemegang saham minioritas dengan keuntungan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan Yuniasih dkk. (2012) yang menyatakan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap keputusan transfer pricing.
Mintorogo dan Djaddang (2019), juga menyatakan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing karena pemegang saham minioritas memperoleh dividen yang kecil sehingga mengalami kerugian, dimana mereka harus menanggung biaya dari para pemegang saham mayoritas. Begitu juga dengen penelitian Mafruah dan Azizah (2014) yang membuktikan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing karena ada kebijakan operasi kontraktual, misalnya tunneling incentive yang dijalankan oleh pihak lain.
H2 : Tunneling incentive cenderung berpengaruh positif terhadap keputusan
transfer pricing.
2.3.3. Pengaruh Tax Minimization terhadap Keputusan Transfer Pricing Tax minimization adalah tindakan dimana perusahaan yang dapat mengurangi beban pajak tersebut. Yuniasih dkk. (2012), yang menyatakan bahwa penurunan beban pajak akan berpengaruh positif terhadap pada perusahaan dalam melakuka keputusan transfer pricing. Apabila beban pajak semakin besar yang terjadi memicu dengan menekankan beban pajak, pada umumnya sehingga pihak tersebut dapat menentukan atau mendefinisikan dengan meminimalkan beban dengan mencari keuntungan atau laba dalam perusahaan.
Menurut Pondrinal dkk. (2020), tax minimization berpengaruh positif terhadap keputusan transfer pricing. Hal ini diperkuat dengan adanya penjelasan terkait hutang, dimana jumlah nominal hutang yang besar dapat terjadi untuk meningkatkan profit perusahaan. ..
H3 : Tax minimization cenderung berpengaruh positif terhadap keputusan transfer pricing
2.4. Rerangka Penelitian
Berdasarkan penelitian dengan variabel independen yaitu profitatbilitas,
tunneling incentive dan tax minimization cenderung berpengaruh positif terhadap
transfer pricing. Penelitian ini memiliki rerangka penelitian sebagai berikut:
20
Gambar 2.1. Rerangka Penelitian Profitabilitas (P)
Tunneling Incentive (TI)
Tax Minimization (TM)
Keputusan
Transfer Pricing(TP)