• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION

TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING

OLEH:

DIANA FELINDA 3203018233

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2021

(2)

i

PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION

TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING

SKRIPSI Diajukan kepada FAKULTAS BISNIS

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Memperoleh Gelar Sarjana Akuntansi Jurusan Akuntansi

OLEH:

DIANA FELINDA 3203018233

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS BISNIS

UNIVERSITAS KATOLIK WIDYA MANDALA SURABAYA

2021

(3)

ii

HALAMAN PERSETUJUAN

PROPOSAL SKRIPSI

PENGARUH PROFITABILITAS, TUNNELING INCENTIVE, DAN TAX MINIMIZATION

TERHADAP KEPUTUSAN TRANSFER PRICING

Oleh:

DIANA FELINDA 3203018233

Telah Disetujui dan Diterima dengan Baik untuk Diajukan Kepada Tim Penguji

Pembimbing,

(Dr. Dian Purnama Sari, SE., MSA) NIDN : 0730128502

Tanggal: 5 Oktober 2021

(4)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Seperti yang kita ketahui bersama, adanya perkembangan ekonomi saat ini telah memberikan dampak yang signifikan terhadap bisnis dan perilaku pelaku bisnis. Hal ini disebabkan karena adanya globalisasi yang mengakibatkan perekonomian begitu berkembang dengan pesatnya tanpa mempedulikan batas negara. GATT (General Agreement on Tariffs and Trade) atau yang sekarang kita kenal dengan sebutan WTO (World Trade Organzation) yang turut berperan dalam hal-hal terkait perjanjian terkait aturan-aturan dalam perdagangan multinasional atau perdagangan dunia dengan tujuan untuk meningkatkan kerja dan memecahkan masalah-masalah yang dihadapi.

Semakin derasnya arus perdagangan internasional juga turut mempengaruhi besarnya modal yang ditanam oleh berbagai negara. Oleh karena itu, hal ini berpotensi terhadap jumlah penerimaan negara dari aktivitas tersebut. Semakin besar international trade transactions telah melibatkan perusahaan-perusahaan multinasional di seluruh negara di dunia yang semakin kompleks. Akan tetapi, banyak dari perusahaan-perusahaan tersebut yang melaporkan kerugian atau penurunan yang sangat tajam dari laba yang diperoleh setiap tahunnya. Jika direnungkan kembali, hal ini mustahil mengingat transaksi yang terjadi pasti sangat banyak dan seharusnya akan memberikan keuntungan. (Mintorogo dan Djaddang, 2019).

Perkembangan ekonomi yang semakin pesat ini memberikan dampak juga terhadap dunia perpajakan karena wajib pajak dapat melakukan berbagai macam cara agar pajak yang mereka bayarkan sedapat mungkin berkurang.

Hal ini dilakukan oleh berbagai perusahaan sebagai wajib pajak salah satunya

dengan cara melakukan transfer pricing. Pengertian transfer pricing

berdasarkan Undang-Undang Perpajakan adalah kegiatan transaksi yang

terjadi antar pihak yang memiliki hubungan khusus atau istimewa. Menurut

PSAK 7, pihak yang diasumsikan memiliki hubungan istimewa adalah jika

(5)

2

satu pihak memiliki kapabilitas untuk mengendalikan pihak lainnya atau memiliki dampak signifikan atas pihak lain dalam rangka mengambil keputusan, baik secara operasional maupun keuangan. Hubungan khusus ini yang dimiliki tersebut, mereka memanfaatkannya untuk merekayasa jumlah pajak yang semestinya dibayar olehnya. Saraswati dan Sujana (2017) mengemukakan bahwa wajib pajak melakukan kegiatan transaksi dengan pihak yang berada di negara lain demi memperkecil besarnya pajak yang dibayarkan.

Adanya kerugian yang dilaporkan oleh wajib pajak sebenarnya tidak tertutup kemungkinan merupakan hasil dari rekayasanya. Pada kenyataannya, bisa saja mereka memperoleh laba yang sangat besar dari kegiatan transaksinya (Purwanti, 2010). Demikian, otomatis jumlah pajak yang dibayarkan menjadi lebih kecil dari yang seharusnya. Inilah strategi transfer pricing yang menjadi pilihan mereka. Otoritas pajak mengungkapkan bahwa transfer pricing dianggap sebagai tax avoidance jika besarnya harga yang ditentukan dalam transaksi yang dipengaruhi oleh adanya hubungan khusus atau istimewa tidak sesuai dengan peraturan perpajakan atau terjadi mispricing (Kurniawan, 2015).

Peraturan Dirjen Pajak Nomor 32 Tahun 2011 tentang Penerapan Prinsip Kewajaran dan Kelaziman Usaha dituliskan bahwa pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa diyakini mampu mengurangi atau bahkan menghilangkan peluang negara dalam memperoleh penerimaan pajak. Aparatur perpajakan selalu berharap bahwa transaksi yang terjadi antar pihak yang memiliki hubungan istimewa tetap mengacu pada prinsip kewajaran dan bersifat arm’s length.

Melalui praktik transfer pricing, hampir semua perusahaan di negara

berkembang termasuk Indonesia terbukti telah memanfaatkan celah-celah

peraturan perpajakan yang berada di luar negeri untuk mentransfer atau

memindahkan profit dan pendapatan perusahaan ke luar negeri (Anisyah,

2018). Prinsip kewajaran dan sifat arm’s length yang dimaksud adalah prinsip

(6)

yang menjelaskan bahwa kondisi transaksi yang memiliki hubungan istimewa (afiliasi) harus sama dengan kondisi transaksi independen.

Transfer pricing bahkan pernah dilakukan oleh perusahaan-perusahaan ternama di dunia, misalnya Starbucks, Google, dan Amazon. Beberapa tahun yang lalu, kasus ini sempat menghebohkan dunia dimana mereka tidak melakukan pembayaran perpajakan secara benar di Inggris. Mereka justru melakukan transfer pricing dengan cara melakukan kegiatan transaksi dengan anak perusahaan mereka yang terdaftar dalam tax heaven countries dan juga negara-negara lain dengan tarif pajak rendah, misalnya Irlandia. Tidak hanya di perusahaan luar negeri, perusahaan Indonesia pun turut andil dalam kegiatan ini, misalnya PT. Toyota Motor Manufakturing Indonesia (TMMIN).

Transfer pricing yang dilakukan olehnya baru diketahui setelh DJP (Direktorat Jenderal Perpajakan) melakukan pemeriksaan pada SPT (Surat Pemberitahuan Pajak) Tahunan pada 2018. Strategi yang dilakukan cukup sederhana, yaitu dengan cara memindahkan beban yang berlebih dari satu negara ke negara lain yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Proses pemindahan beban ini dilakukan dengan cara merekayasa atau memanipuasi price (harga) secara tidak wajar.

Faktor pertama yang mendorong terjadinya transfer pricing adalah

profitabilitas (Anisyah, 2018). Definisi profitabilitas adalah salah satu

indikator pengukuran kinerja perusahaan yang menunjukkan kapabilitas

perusahaan dalam menciptakan laba salama kurun waktu tertentu. Cahyono

dkk. (2016), profitabilitas merupakan alat untuk mengukur kemampuan

perusahaan dalam menghasilkan profit dengan menggunakan kekayaan (total

aset) yang dimiliki setelah dilakukan adjustment dengan biaya-biaya untuk

mendanai aset tersebut. Menurut Deanti (2017), profitabilitas berpengaruh

positif terhadap transfer pricing. Hal ini dikarenakan perusahaan yang

memiliki income before income tax lebih besar akan cenderung melakukan

transfer pricing atau menghindari perpajakan daripada perusahaan dengan

income before income tax yang lebih rendah. Sedangkan menurut Waworuntu

(7)

4

dan Hadisaputra (2013) dan Ramadhan dan Kustiani (2017) menyatakan bahwa profitabilitas berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.

Faktor pemicu kedua yang mempengaruhi transfer pricing adalah tunneling incentive. (Anisyah, 2018; Mintorogo dan Djaddang, 2019;

Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini, 2020). Tunneling incentive adalah perilaku pemegang saham mayoritas yang memindahkan laba serta aset perusahaan demi kepentingan pribadi mereka (Hartati, 2015). Tunneling incentive dilakukan oleh stakeholders pengendali untuk mendapatkan manfaat privat, yaitu memindahkan sumber daya output dari perusahaan demi kepentingannya sendiri. Lo dkk. (2010) berpendapat bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sebaliknya, Deanti (2017) menyatakan bahwa tunneling incentive berpengaruh negatif terhadap transfer pricing.

Faktor pemicu ketiga yang mempengaruhi transfer pricing adalah tax minimization (Mintorogo, Djaddang 2019; Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini, 2020). Hartati dkk. (2015) mendefinisikan taz minimization sebagai strategi yang dilakukan perusahaan untuk mengecilkan beban pajak yang terutang dan pada akhirnya mereka melakukan perpindahan pendapatan ke negara yang memiliki tarif pajak lebih rendah. Refgia (2017) menambahkan pengertian tax minimization sebagai upaya untuk meminimalisir beban pajak dengan cara memaksimalkan harga beli atau meminimalkan harga jual. Tax minimization ini diyakini dapat menciptakan berbagai hambatan dalam proses pemungutan pajak. Penelitian Rosa, Andini, dan Raharjo (2017) menunjukkan bahwa tax minimization berpengaruh negatif dan signifikan terhadap transfer pricing. Sebaliknya, menurut penelitian Ayu, Surya, dan Sujana (2017) menunjukkan bahwa tax minimization berpengaruh positif dan signifikan terhadap transfer pricing.

Masalah perpajakan ini sangat erat berkaitan dengan teori keagenan. Teori

ini menjelaskan hubungan principal (pemerintah) dan agent (manajemen

perusahaan). Teori ini menjelaskan bahwa manajemen prusahaan memiliki

informasi yang lebih banyak dan lengkap dibandingkan dengan pemerintah.

(8)

Itulah sebabnya, manajemen perusahaan sebagai agent berusaha untuk memanipulasi laporan keuangan yang ada demi kepentingan pribadinya tercapai. Variabel dependen hubungan agen dengan transfer pricing adalah didasarkan pada asumsi setiap sifat manusia yang dijelaskan bahwa setiap individu yang cenderung lebih fokus pada kepentingan sendiri, sehingga menimbulkan masalah keagenan yang terjadi diantara pihak yang memiliki perbedaan kepentingan dan akan tetapi juga bisa saling bekerja sama.

Objek penelitian dalam keputusan transfer pricing pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2017-2020. Penelitian mencari data untuk objek penelitian adalah pada web https://www.idx.co.id dengan memilih perusahaan manufaktur. Perusahaan manufaktur adalah perusahaan yang banyak ditemukan dalam melakukan transfer pricing dan juga mempunyai hubungan yang erat dengan perusahaan induk maupun anak perusahaan luar negeri. . Pemilihan periode 2017-2020 untuk melanjutkan dari penelitian terdahulu dengan periode penelitian baru dengan menambahkan variabel yakni tax minimization.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, antara lain:

1. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing?

2. Apakah tunneling incentive berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing?

3. Apakah tax minimization berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Untuk menguji dan menganalisis profitabilitas berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.

2. Untuk menguji dan menganalisis tunneling incentive berpengaruh terhadap

keputusan transfer pricing.

(9)

6

3. Untuk menguji dan menganalisis tax minimization berpengaruh terhadap keputusan transfer pricing.

1.4. Manfaat Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang, perumusan masalah, dan tujuan penelitian di atas, manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:

1. Manfaat Akademik

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat untuk dilakukan penelitian selanjutnya terkait topik pengaruh profitabilitas, tunneling incentive, dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing.

2. Manfaat Praktis

Hasil dari penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat bagi organisasi dan manajer dalam memperhatikan keputusan harga transfer atau transfer pricing dengan lebih baik lagi.

1.5. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terbagi menjadi lima bab. Penjelasan tiap bab dalam sistematika penulisan skripsi adalah sebagai berikut:

BAB 1: PENDAHULUAN

Bab ini menjelaskan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini menjelaskan landasan teori yang melandasi penelitian ini, penelitian terdahulu, pengembangan hipotesis, serta model penelitian.

BAB 3: METODE PENELITIAN

Bab ini menjelaskan desain penelitian yang terdiri atas identifikasi, definisi operasional, dan pengukuran variael yang terdiri atas jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, populasi dan sampel, serta teknik penyampelan dan teknik analisis data.

BAB 4: ANALISIS DAN PEMBAHASAN

(10)

Bab ini menjelaskan mengenai gambaran umum objek penelitian, deskripsi data, hasil analisis, dan pembahasan.

BAB 5: KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian secara keseluruhan, menjelaskan

keterbatasan dalam penelitian ini, dan memberikan saran untuk

penelitian selanjutnya.

(11)

8 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori

2.1.1. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori keagenan (agency theory) merupakan teori yang menjelaskan terkait dengan masalah atau kondisi yang terjadi dalam keputusan transfer pricing.

Menurut Jensen dan Meckling (1076), teori keagenan adalah hubungan antara manajemen suatu perusahaan (agent) dengan pemerintah (principal). Di dalam agency relationship atau hubungan keagenan, terdapat kontrak perjanjian antara satu individu atau lebih principal yang memerintahkan agent untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu atas nama principal. Pihak principal memerintahkan agent untuk mengambil keputusan paling baik bagi principal.

Akan tetapi, teori keganenan ini erat kaitannya dengan asimetri informasi, dimana informasi yang dipunya agent selaku manajemen perusahaan lebih baik dan banyak daripada informasi yang dipunya principal yakni pemerintah. Adanya kesenjangan informasi inilah yang menyebabkan teori keagenan ada. Konflik yang terjadi antara manajemen perusahaan dan pemerintah mementingkan kepentingan mereka sendiri daripada kepentingan bersama.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori keagenan yang menjelaskan hubungan principal (pemerintah dan dengan agent (manajemen perusahaan). Teori ini ingin menjelaskan bahwa manajemen perusahaan memiliki informasi yang lebih banyak dan lengkap dibandingkan dengan pemerintah. Itulah sebabnya, manajemen perusahaan sebagai agent berusaha untuk memanipulasi laporan keuangan yang ada demi kepentingan pribadi tercapai.

Menurut Colgan (2001) dalam Yuniasih, Rasmini, dan Wirakusuma (2012), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya konflik keagenan, yaitu:

1. Moral hazard

(12)

Faktor ini pada dasarnya terjadi pada perusahaan yang besar dimana kegiatan yang dilakukan oleh manajer tidak sepenuhnya diketahui oleh pemegang saham. Dalam hal ini, bisa saja manajer melakukan hal di luar perkiraan pemegang saham yang pada hakikatnya melanggar kontrak dan sebenarnya tidak layak untuk dilakukan dari segi etika dan norma.

2. Earnings retention

Faktor ini berkaitan dengan peluang yang digunakan manajer untuk melakukan investasi berlebih dengan tujuan memperluas kekuasaan, kepuasan, dan penghargaan, Akan tetapi hal ini akan berdampak negatif terhadap kesejahteraan para pemegang saham.

3. Horison waktu

Faktor ini timbul karena adanya kondisi cash flow, dimana principal lebih fokus pada cash flow masa depan yang penuh dengan ketidakpastian.

Sedangkan agent fokus pada hal-hal yang erat kaitannya dengan tugas dan pekerjaan mereka.

4. Penghindaran risiko manajerial

Faktor ini timbul pada saat terdapat batasan diversifikasi portofolio yang ada hubungannya dengan pencapaian pendapatan manajerial, sehingga dalam hal ini manajer akan berupaya mengecilkan risiko saham.

Teori keagenan menjadi teori yang dibahas dalam penelitian ini. Teori keagenan dalam penelitian ini membahas hubungan antara agent dan principal.

Agent di sini mengacu pada manajemen perusahaan, sementara principal mengacu

pada pemerintah. Manajemen pasti memiliki informasi yang lebih banyak dan

lengkap terkait perusahaan dibandingkan dengan pemerintah. Kondisi asimetri

informasi ini digunakan oleh manajemen perusahaan untuk mempengaruhi

laporan keuangan dengan tujuan untuk memaksimalkan kepentingan perusahaan

ataupun kepentingan pribadi. Teori keagenan menjelaskan bahwa manajemen

(13)

10

perusahaan sebagai agent melakukan transfer pricing dengan berusaha untuk memperkecil pajak yang dibayarkan kepada pemerintah sebagai principal.

Adanya perbedaan regulasi pajak di setiap negara, dimanfaatkan oleh perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Banyak perusahaan multinasional yang cenderung mendirikan perusahaan anak di negara bertarif pajak rendah (tax haven countries) untuk meninggikan laba sebelum pajak dan menyebabkan jumlah pajak yang dibayarkan semakin kecil.

Agent merupakan melaporkan dan membayar pajak ke pemerintah, sedangkanfiskus adalah pihak yangmemungut pajak. Fiskus berusaha untuk mendapatkan pajak semaksimal mungkin. Sedangkan agent berusaha untuk membayar pajak seminimal mungkin. Oleh karena itu. semakin tinggi beban pajak, maka semakin tinggi perusahaan melakukan transfer pricing. Pernyataan ini diperkuat oleh Reinganum dan Wilde (1985) yang menyebutkan bahwa hubungan antara agent dan principal tersebut terjadi diantara wajib pajak dan fiskus. Peran agent merupakan melaporkannya dan membayar pajak ke pemerintah, sedangkan fiskus merupakan pihak memungut pajak. Tentunya agent ingin mendapatkan laba yang tinggi dengan cara meminimalkan beban pajak yang harus dibayar melalui transfer pricing. Fiskus ingin mendapatkan pendapatan pajak yang maksimal dalam menghitung pajak penghasilan yang berdasarkan dengan sesuai peraturan undang-undang tersebut. Semakin tinggi beban pajak yang ditanggung oleh perusahaan maka semakin tinggi perusahaan dalam motivasi melakukan transfer pricing dengan tujuannya untuk dapat meminimalisir pajak yang harus dibayar dan laba yang telah didapatkan maksimal.

2.1.2. Keputusan Transfer Pricing

Peraturan Direktotrat Jenderal Pajak (DJP) Pasal 1 Ayat (8) Nomor PER- 32/PJ/2011, penentuan transfer pricing merupakan harga yang ditetapkan melalui adanya transaksi pihak-pihak yang mempunyai hubungan khusus atau istimewa.

Suandy (2016:77) memaparkan bahwa hubungan istimewa ini dapat timbul jika

transakasi antara induk maupun anak perusahaan terjadi, baik di dalam maupun

(14)

luar negeri. Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam PSAK 7 (Penyesuaian 2015) disebutkan bahwa pihak yang satu dapat mengendalikan berhak terlibat dalam pengambilan keputusan pihak lain dengan cara melakukan transaksi, seperti mengalihkan aset tanpa memperhitungkan price-nya ke afiliasi.

Kurniawan (2015), transfer pricing merupakan suatu kondisi dimana kebijakan perusahaan dapat menentukan atau menghitung suatu harga dalam suatu transaksi diantara pihak-pihak yang terlibat. Perusahaan tersebut dapat menentukan harga transfer dalam suatu transaksi, baik itu dari barang dan jasa, harta dan sebagainnya maupun yan finansial yang berkaitan dengan transfer pricing yang telah dilakukan oleh perusahaan tersebut.

Transfer pricing merupakan suatu kebijakan dimana yang dapat diatur oleh perusahaan dalam membuat untuk memastikan suatu harga transfer yang telah dilakukan transaksi. Akan tetapi transfer pricing tidak terlepas dari hal yang dapat bisa mengurangi atau menimimalisir dengan kendala atau kondisi antar suatu negara yang dapat bertransaksi tersebut secara luas.

Hirshleifer (1956) menyatakan “Transfer pricing is the price that must be the marginal cost of the division in sales to maximize the overall profitability of the company as a whole” yang jika diterjemahan artinya adalah harga transfer merupakan harga yang harus menjadi harga biaya sebagai marjinal dan divisi dalam penjualan yang untuk memaksimalkannya mencari keuntungan perusahaan tersebut secara keseluruhannya.

Tujuan dalam keputusan transfer pricing yang meliputi sebagai berikut:

1. Dapat mengoptimalkan dalam menghasilkan suatu nilai harga untuk mencari atau mendapatkan keuntungan.

2. Dapat mengatur arus keuangan pada perusahaan masing-masing.

3. Dapat meneliti mentramsfer yang telah dilakukan untuk mentransaksi- transaksi tersebut.

4. Tidak menjadi kesalahan transaksi yang sudah telah ditetapkan.

5. Dapat mengambil keputusan dalam kepentingan.

(15)

12

2.1.3. Profitabilitas

Cahyono dkk. (2016), profitabilitas adalah suatu indikator yang dapat mengetahui nilai atau mengukur dalam kemampuan perusahaan yang dapat memperoleh atau menghasilkan suatu nilai laba yang dihitung dengan menggunakan aset total yang telah dilakukan dengan perusahaan tersebut setelah ditransaksi dengan sesuai alokasi biaya-biaya tersebut. profitabilitas ini dapat mengukur efektivitas dalam memperoleh hasil laba yang sudah tersedia atau dari yang menghasilkan suatu modal yang berinvestasi oleh perusahaan tersebut.

Kasmir (2013), yang menyatakan profitabilitas adalah suatu nilai yang mencari keuntungan. Profitabilitas yang dimaksud adalah merupakan rasio yang dapat untuk menilai hasil dari mencari keuntungan dalam kemampuan perusahaan. Pengukuran profitabilitas ini, dapat diperlukan dengan kemampuan perusahaan dengan terkendali perubahan masa ekonomi yang akan pada masa datang.

2.1.4. Tunneling Incentive

Tunneling incentive adalah pemegang saham. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) N0. 15 Tahun 2015, tunneling incenitve adalah suatu entitas dimana yang memiliki modal saham yang sebesar sekitaran 25% atau lebih dari 25%. Hartati dkk. (2015), tunneling incentive adalah suatu pihak yang dimana pemegang saham yang dapat mentransfer berupa aset atau laba dalam perusahaan.

Menurut Johson (2000), Tunneling can be defined as a transfer of assets

and profits from a company to their controlling shareholders. Jika diterjemahan,

artinya adalah tunneling dapat didefinisikan sebagai transfer aset dan keuntungan

dari perusahaan kepada pemegang saham pengendali mereka. Tunneling incentive

(16)

menjelaskan kondisi dimana yang memiliki pemegang saham untuk memperoleh aset dan laba atau mencari keuntungan dalam perusahaan.

2.1.5. Tax Minimization

Tax minimization ini hampir mirip dengan beban pajak, meskipun sedikit agak berbeda. Sebagaimana menurut Hartati dkk. (2015), tax minimization adalah strategi yang meminimalkan suatu nilai pajak yang terutang melalui melakukan transaksi transfer biaya dan pada saat itu akhirnya akan ditransfer pendapatan ke suatu negara yang dengan tarif harga pajak sedang atau rendah.

Tax minimization merupakan upaya untuk meminimalkan beban pajak yang dapat dilakukan dilakukan dengan cara praktik transfer pricing dengan cara memperbesar harga beli atau memperkecil harga jual antara perusahaan dalam satu grup dan menstransfer laba yang diperoleh kepada grup yang berkedudukan dinegara merapkan tarif pajak rendah (Refgia, 2017). Tax minimization dapat menyebabkan terjadinya hambatan-hambatan dalam pemungutuan pajak. Hartati dkk. (2015) menambahkan bahwa tax minimization adalah strategi untuk menekan beban pajak melalui transfer pricing dan pada akhirnya jumlah pendapatan yang di transfer ke pemerintah atau negara lebih kecil karena adanya tarif pajak yang rendah.

Tax minimization dalam penelitian ini menurut Mintorogo dan Djaddang

(2019) adalah rumus dikukur yang dapat diproksikan dengan menggunakan

effective tax rate atau ETR yang merupakan rumus perbandingan dengan tax

expense yang akan dibagi dengan laba kena pajak dan kemudian akan dikalikan

100% (Nuradila dan Wibowo, 2018). Perusahaan yang menerapkan tax

minimization cenderung memiliki tarif pajak efektif yang rendah (Klassen. dkk.,

2014). Suandy (2014) mengemukakan bahwa upaya meminimalkan jumlah beban

pajak atau tax minimization dapat dilakukan baik dengan cara lawful (taat

peraturan perpajakan) maupun unlawful (melanggar peraturan perpajakan).

(17)

14

2.2. Penelitian Terdahulu

Penelitian acuan pertama adalah penelitian Anisyah (2018). Hasil penelitian menunjukkan bahwa beban pajak, profitabilitas dan tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sedangkam intangible assets dan mekanisme bonus tidak berpengaruh signifikan terhadap transfer pricing.

Persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama menguji dan menganalisis variabel dependen yaitu transfer pricing. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut:

1. Objek yang digunakan dalam penelitian Anisyah (2018) adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI 2014-2016. Objek yang digunakan dalam penelitian inni adalah perusahaan manufaktur di BEI tahun 2017-2020.

2. Variabel independen dalam penelitian Anisyah (2018) tidak mengunakan variabel tax minimization dalam penelitian saat ini menggunakan variabel tersebut.

Penelitian acuan kedua adalah penelitian Mintorogo dan Djaddang (2019).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing. Debt convenant tidak berpengaruh signifikan terhadap transfer pricing.

Persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama menguji dan menganalisis variabel dependen transfer pricing. Sedangkan perbedaannya adalah sebagai berikut:

1. Objek yang digunakan dalam penelitian Mintorogo dan Djaddang (2019) adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2015-2018.

Sedangkan objek yang digunakan dalam penelitian saat ini adalah perusahaan manufaktur di BEI tahun 2017-2020.

2. Variabel independen dalam penelitian Astuti Mintorogo dan Syahril

Djaddang (2019) tidak memasukkan variabel profitabilitas. Sedangkan

dalam penelitian saat ini menggunakan variabel tersebut.

(18)

Penelitian acuan ketiga adalah penelitian . Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini (2020). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Sedangkan income tax dan tax minimization berpengaruh terhadap transfer pricing.

Persamaan antara penelitian terdahulu dan sekarang adalah sama-sama menguji dan menganalisis variabel dependen transfer pricing. Sedangkan perbedaannya adalah objek yang digunakan dalam penelitian Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini (2020) adalah perusahaan manufaktur yang listing di BEI tahun 2014-2018. Sedangkan objek penelitian saat ini adalah perusahaan manufaktur di BEI tahun 2017-2020.

Perbedaan penelitian terdahulu dengan penelitian saat ini dapat dilihat pada Tabel

2.1.

(19)

16

Tabel 2.1.

Perbandingan Penelitian Terdahulu dan Penelitian Saat Ini

No. Keterangan Anisyah (2018) Mintorogo san

Djaddang (2019)

Pondrinal dkk.

(2020) Penelitian Saat Ini

1 Tujuan Penelitian

Menguji dan menganalisis pengaruh beban pajak, intangible assets, profitabilitas, tunneling incentive, dan mekanisme bonus terhadap transfer pricing.

Menguji dan

menganalisis pengaruh tunneling incentive dan debt convenant

terhadap transfer pricing

Menguji dan menganalisis

pengaruh income tax, tunneling incentive, dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing.

Menguji dan menganalisis pengaruh profitabilitas, tunneling incentive, dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing.

2 Variabel Dependen Transfer Pricing Transfer Pricing Transfer Pricing Transfer Pricing

3 Variabel Independen

Beban pajak. Intangible assets, profitabilitas, tunneling incentive, dan mekanisme bonus

Tunneling incentive dan debt convenant

Income tax, tunneling incentive, dan tax minimization

Profitabilitas, tunneling incentive, dan tax minimization 4 Teknik Analisis Data Regresi Logistik Regresi Logistik Regresi Logistik Regresi Logistik

5 Objek Penelitian Perusahaan manufaktur yang listing di BEI

Perusahaan manufaktur yang listing di BEI

Perusahaan manufaktur yang listing di BEI

Perusahaan

manufaktur di BEI

6 Periode Penelitian 2014-2016 2015-2018 2014-2018 2017-2020

Sumber: Anisyah (2018), Mintorogo dan Djaddang (2019), Pondrinal dkk. (2020).

(20)

2.3. Pengembangan Hipotesis

2.3.1. Pengaruh Profitabilitas terhadap Keputusan Transfer Pricing

Berdasarkan teori keagenan, wewenang yang diberikan oleh principal selaku pemerintah kepada agent selaku manajemen perusahaan, maka manajer perusahaan yang sanggup untuk menghasilkan laba yang tinggi memiliki potensi untuk melakukan transfer pricing. Artinya, semakin tinggi perusahaan memiliki laba, maka semakin besar pula beban pajak yang harus dibayar perusahaan kepada pemerintah. Oleh karena itu, semakin besar juga kemungkinan transfer pricing dilakukan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Richardson dan Lanis (2007) dalam yang menyatakan bahwa semakin besar penghasilan yang diperoleh perusahaan maka akan berpengaruh terhadap besarnya pajak penghasilan harus dibayarkan

Jika profitabilitas suatu perusahaan tinggi, maka otomatis hal ini akan berakibat pada tingginya beban pajak yang harus dibayar. Perusahaan memiliki kecenderungan untuk melakukan strategi transfer pricing agar beban pajak yang tinggi tadi sebisa mungkin dapat ditekan. Ha ini dilakukan perusahaan dengan cara menitipkan sebagian keuntungan yang diperoleh ke pihak afiliasi (yang memiliki hubungan istimewa dengan perusahaan tersebut). (Pondrinal, Petra, Afuan dan Anggraini, 2020).

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas dapat diasumsikan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap transfer pricing, karena semakin tinggi keunutungan perusahaan, maka beban pajak yang dibayarkan juga semkain tinggi, sehingga hal ini berdampak pada keputusan perusahaan untuk melakukan transfer pricing. Pernyataan ini didukung oleh Anisyah (2018) yang menyatakan profitabilitas berpengaruh positif terhadap transfer pricing. Begitu juga halnya dengan penelitian Richardson dan Lanis (2017) yang membuktikan bahwa profitabilitas berpengaruh positif terhadap transfer pricing.

H1 : Profitabilitas cenderung berpengaruh positif terhadap keputusan transfer

pricing.

(21)

18

2.3.2. Pengaruh Tunneling Incentive terhadap Keputusan Transfer Pricing Keputusan dalam melakukan transfer pricing dapat dipengaruhi oleh kepemilikan saham. Karena ada kecenderungan pemegang saham mayoritas bertindak semena-mena terhadap pemegang saham minioritas, sehingga tentu saja hal ini akan merugikan saham minioritas (Mintorogo dan Djaddang, 2019). Hal ini dilakukan karena pemegang saham mayoritas ingin agar kepentingan pribadinya terpenuhi.dengan adanya kondisi ini, maka akan menimbulkan konflik kepentingan dimana pemegang saham mayoritas melakukan pembebanan biaya lebih kepada pemegang saham minioritas. Hal ini dilakukan dengan cara memindahkan aset, sama seperti yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa menurut perjanjian kontrak yang telah disetujui bersama.

(Mintorogo dan Djaddang, 2019) yang diambil dari Johson dkk. (2000).

Oleh karena itu, tunneling incentive berpengaruh terhadap transfer pricing karena adanya pihak pemegang saham mayoritas yang merugikan para pemegang saham minioritas dengan cara para pemegang saham mayoritas melakukan penjualan aset kepada pemegang saham minioritas dengan keuntungan yang tinggi. Hal ini sejalan dengan Yuniasih dkk. (2012) yang menyatakan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap keputusan transfer pricing.

Mintorogo dan Djaddang (2019), juga menyatakan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing karena pemegang saham minioritas memperoleh dividen yang kecil sehingga mengalami kerugian, dimana mereka harus menanggung biaya dari para pemegang saham mayoritas. Begitu juga dengen penelitian Mafruah dan Azizah (2014) yang membuktikan bahwa tunneling incentive berpengaruh positif terhadap transfer pricing karena ada kebijakan operasi kontraktual, misalnya tunneling incentive yang dijalankan oleh pihak lain.

H2 : Tunneling incentive cenderung berpengaruh positif terhadap keputusan

transfer pricing.

(22)

2.3.3. Pengaruh Tax Minimization terhadap Keputusan Transfer Pricing Tax minimization adalah tindakan dimana perusahaan yang dapat mengurangi beban pajak tersebut. Yuniasih dkk. (2012), yang menyatakan bahwa penurunan beban pajak akan berpengaruh positif terhadap pada perusahaan dalam melakuka keputusan transfer pricing. Apabila beban pajak semakin besar yang terjadi memicu dengan menekankan beban pajak, pada umumnya sehingga pihak tersebut dapat menentukan atau mendefinisikan dengan meminimalkan beban dengan mencari keuntungan atau laba dalam perusahaan.

Menurut Pondrinal dkk. (2020), tax minimization berpengaruh positif terhadap keputusan transfer pricing. Hal ini diperkuat dengan adanya penjelasan terkait hutang, dimana jumlah nominal hutang yang besar dapat terjadi untuk meningkatkan profit perusahaan. ..

H3 : Tax minimization cenderung berpengaruh positif terhadap keputusan transfer pricing

2.4. Rerangka Penelitian

Berdasarkan penelitian dengan variabel independen yaitu profitatbilitas,

tunneling incentive dan tax minimization cenderung berpengaruh positif terhadap

transfer pricing. Penelitian ini memiliki rerangka penelitian sebagai berikut:

(23)

20

Gambar 2.1. Rerangka Penelitian Profitabilitas (P)

Tunneling Incentive (TI)

Tax Minimization (TM)

Keputusan

Transfer Pricing

(TP)

H1 (+)

H2 (+)

H3 (+)

(24)

21 BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Desain penelitian ini merupakan desain penelitian kausalitas dan bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh profitabilitas, tunneling incentive dan tax minimization terhadap keputusan transfer pricing. Tahapan analisis dalam desain kausalitas adalah sebagai berikut:

1. Menetapkan masalah penelitian.

2. Merumuskan tujuan penelitian.

3. Mengkaji teori dan menelaah hasil-hasil penelitian terdahulu yang relevan.

4. Merumuskan hipotesis penelitian.

5. Menentukan ukuran sampel.

6. Mengklasifikasikan dan mendefinisikan variabel penelitian.

7. Menentukan metode pengumpulan data.

8. Melakukan pengujian hipotesis.

9. Menarik kesimpulan.

3.2. Identifikasi, Definisi Operasional, dan Pengukuran Variabel 3.2.1. Identifikasi Variabel

Penelitian ini menggunakan 2 variabel yang meliputi variabel independen, variabel dependen. Variabel independen yang digunakan adalah profitabilitas, tunneling incentive dan tax minimization, variabel dependennya adalah keputusan transfer pricing.

3.2.2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel a. Variabel Independen

Definisi dalam variabel serta pengukuran yang terkait dengan variabel

independennya dalam penelitian sebagai berikut.

(25)

22

1. Profitabilitas (P)

Pengertian menurut yang telah dijelaskan oleh Kasmir (2013:196), yang dimaksud profitabilitas merupakan dimana menentukan nilai rasio tersebut untuk memperoleh keuntungan perusahaan tersebut. Variabel ini dapat diukur dengan Return on Assets (ROA), dimana yang terdapat laba bersih dari laporan tersebut akan dibagi dengan total aset dari laporan juga.

Menurut Anisyah (2018), profitabilitas dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

( )

2. Tunneling Inncentive (TI)

Berdasarkan menurut PSAK 15 yang dimaksud dengan mengukur pengaruh terhadap yang signifikan dalam dengan pemilik pemegan saham tersebut dengan rata menggunakan persentase saham yakni lebih dari 20%.

Menganalisis dari laporan tersebut sebagaimana menggunakan rumus penghitungan jumlah kepemilikan saham terbesar yang lalu dibagi dengan jumlah saham yang beredar. Menurut Yuniasih dkk. (2012), tunneling incentive dihitung dengan rumus sebagai berikut :

3. Tax Minimization (ETR)

Tax Minimization dapat diukur dengan menggunakan menghitung rumus

Effective Tax Rate (ETR) yang merupakan perbandingan dimana beban

pajak (tax expense) yang akan dibagi dengan laba kena pajak (taxable

profit) dan kemudian dikali 100% yang telah dijelaskan oleh (Nuradila dan

Wibowo, 2018). Untuk mencari penghitungan angka dapat dilihat dari

laporan keuangan laporan laba rugi. Menurut Mintorogo dan Djaddang

(2019) dan Hartati dkk. (2015) yang diukur rumus adalah :

(26)

b. Variabel Dependen

Dalam penelitian ini yang memiliki variabel dependennya adalah keputusan transfer pricing (TP). Sebagaimana yang dimaksud sudah dijelaskan oleh Kurniawan (2014), dengan perusahaan tersebut dimana daapat menentukan suatu harga dalam transaksi ke antara pihak tersebut terkait dengan hubungan istimewa.

Variabel ini dapat diukur dengan dummy sebagaimana menurut Deanti, (2017) dan Yuniasih dkk. (2018) dimana .:

1. Jika “1” maka itu merupakan dimana perusahaan yang dapat melakukan keputusan tranfer pricing dalam perusahaan manufakturnya.

2. Jika “0” maka itu merupakan dimana perusahaan yang tidak dapat melakukan keputusan tranfer pricing dalam perusahaan manufakturnya.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan adalah berupa data kuantitatif yang merupakan sumber dari laporan keuangan pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada tahun 2017-2020 yang dapat diambil dari situs BEI yakni (www.idx.co.id).

3.4. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data penelitian ini berupa data sekunder yang terdapat berasal dari situs web BEI yang meliputi dengan data dari laporan tahunan (annual report) pada perusahaan manufaktur tersebut yang go public yang terdapat sudah terdaftar di BEI dalam waktu empat tahun terakhir.

3.5. Populasi, Sampel, dan Teknik Penyampelan

Populasi penelitian ini adalah beberapa perusahaan yang manufaktur.

Pengambilan sampel dari populasi tersebut menggunakan teknik purposive

(27)

24

sampling dengan kriteria pada perusahaan manufaktur yang tercatat di BEI pada periode 2017-2020. Penelitian ini teknik purposive sampling dengan kriteria:

1. Perusahaan manufaktur yang tidak berturut-turut di BEI tahun 2017- 2020.

2. Perusahan manufaktur dapat menyajikan laporan keuangan pada periode tahun 2017-2020.

3. Perusahaan manufaktur memiliki kepemilikan saham pengendali dengan 20% atau lebih.

3.6. Analisis Data

Teknik analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis regeresi linier berganda dengan satu variabel dependen dan lebih dari satu variabel independen.

Ketika teknik analisis regresi linier berganda digunakan, diperlukan uji asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji multikollinearitas yang secara statistik harus dipenuhi. Pada penelitian ini, metode statistik deskriptif pada software SPSS (Statistical Product and Solutions) versi 23 digunakan untuk membantu teknik analisis data tersebut. Berikut ini tahapan mengenai teknik analisis data dalam penelitian ini:

3.6.1. Statistik Deskriptif

Analisis data yang digunakan pada penelitian kuantitatif ini yaitu studi deskriptif metode statistik. Statistik deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan suatu data sehingga data yang disajikan dapat dipahami dan informatf. Statistik deskriptif diukur dengan menggunakan nilai minimal, nilai maksimal, nilai rata-rata (mean), standar deviasi, dan frekuensi (Ghozali, 2016:19).

3.6.2. Model Persamaan Regresi Logistik

Model persamaan regresi logistik yang digunakan untuk pengujian sebagai berikut:

(28)

Dengan keterangan:

= Keputusan Transfer Pricing = Konstanta

= Koefisien Regresi = Profitabilitas

= Tunneling Incentive = Tax Minimization

= Tingkat Kesalahan (Error)

3.6.3. Uji Analisis Regresi Logistik

Uji analisis regresi logistik digunakan dengan maksud untuk mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen yang berbentuk variabel dummy (diantara 0 dan 1). Uji ini meliputi uji kesesuaian keseluruhan model (Overall Model Fit), uji koefisien determinasi, uji kelayakan model regresi, dan uji hipotesis.

1. Uji kesesuaian keseluruhan model (Overall Model Fit)

Uji ini berfungsi untuk menafsirkan nilai aktual secara tepat pada fungsi regresi sampel. Pengujian ini menggunakan fungsi Likelihood L, yaitu probabilitas model hipotesis sesuai dengan data yang telah dimasukkan.

Likelihood L kemudian akan ditransformasikan dengan -2 Log Likelihood (- 2LogL) yang berfungsi memberikan perbandingan antara -2LogL pertama dengan -2LogL kedua (Ghozali, 2016:328). Ketika -2LogL pertama dilakukan dengan memasukkan konstanta dalam model maka penambahan variabel independen dalam model dapat dilakukan pada -2LogL kedua. Penilaian model fit menggunakan pengujian hipotesis sebagai berikut :

a. H0 diterima jika -2LogL pertama > -2LogL kedua, sehingga model pada hipotesis dinyatakan fit dengan data.

b. H0 ditolak jika -2LogL pertama < -2LogL kedua, sehingga model pada

hipotesis dinyatakan tidak fit dengan data.

(29)

26

2. Uji Koefisien Determinasi

Uji ini berfungsi untuk mengukur seberapa jauh kemampuan suatu model dalam menunjukkan variasi dari variabel dependen. Pengujian ini menggunakan Nagelkerke’s R Square, yaitu pembaharuan pengujian dari koefisien Cox dan Snell yang memberikan tingkat kepastian lebih tinggi bahwa nilainya bervariasi mulai dari 0 sampai 1. Nilai dalam Nagelkerke’s R Square dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien determinasi R2 pada regresi berganda (Ghozali, 2016:329).

3. Uji Kelayakan Model Regresi

Uji ini berfungsi untuk mengetahui kelayakan model regresi, sehingga model yang digunakan cocok dengan data yang sudah diinput. Pengujian ini menggunakan uji Hosmer and Lemeshow dengan hipotesis sebagai berikut (Ghozali, 2016:329) :

a. H0 diterima jika tingkat signifikansi uji Hosmer and Lemeshow menunjukkan hasil > 0,05 sehingga model regresi layak untuk digunakan.

b. H0 ditolak jika tingkat signifikansi uji Hosmer and Lameshow menunjukkan hasil ≤ 0,05 sehingga model regresi tidak layak untuk digunakan.

4. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dilakukan guna mengetahui dan menyimpulkan pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen yang diteliti. Pengujian ini menggunakan uji t dengan derajat signifikansi 5% melalui kriteria penilaian keputusan berikut (Ghozali, 2016:97). Uji ini menggunakan analisis regresi logistik karena variabel independennya menggunakan variabel dummy, dengan tahapan pengujian hipotesis sebagai berikut:

a. Hipotesis alternatif ditolak jika

> 0,05. Profitabilitas, tunneling incentive

dan tax minimization sebagai variabel independen dinyatakan tidak

berpengaruh terhadap transfer pricing sebagai variabel dependen.

(30)

b. Hipotesis alternatif akan diterima jika

≤ 0,05. Profitabilitas, tunneling

incentive dan tax minimization sebagai variabel independen dinyatakan t

berpengaruh terhadap transfer pricing sebagai variabel dependen.

(31)

28

DAFTAR PUSTAKA

Cahyono, D., Rita, A., dan Kharis, R. (2016). Pengaruh Komite Audit, Kepemilikan Institusional, Dewan Komisaris, Ukuran Perusahaan, Leverage, dan Profitabilitas Terhadap Tindakan Penghindaran Pajak Pada Perusahaan Perbankan yang Listing BEI Periode Tahun 2011-2013. Jurnal Akuntansi, 2(2), 1-10.

Colgan, P.Mc. (2001). Agency Theory And Corporate Governance: A Review of The Literature Form A UK Perspective. Working Paper.

Fitri, A. (2018). Pengaruh Beban Pajak, Intangible Assets, Profitabilitas, Tunneling Incentive Dan Mekanisme Bonus Terhadap Transfer Pricing (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Listing di BEI Periode 2014-2016). JOM Fekon, 1(1), 1-14.

Hartati, W., Desmiyawati, dan Julita. (2015). Tax Minimization, Tunneling Incentive dan Mekanisme Bonus Terhadap Keputusan Transfer Pricing Seluruh Perusahaan yang Listing di Bursa Efek Indonesia. Proceding SNA XVIII, 241–246.

Hirshleifer, J. (1956). On The Economics of Transfer Pricing. The Journal of Business, 29(1), 172-189.

Johnson, S., LaPorta, R., dan Lopes-De-Silannes, F. (2000). Tunneling. American Economic Review Papers and Proceedings, 90(20), 22–27.

Kasmir. (2009). Analisis Laporan Keuangan, Jakarta: Rajawali Pers.

Klassen, dkk. (2017). Transfer Pricing, Strategies, Pratices, and Tax Minimization. Contemporary Accounting Research, 34(1).

Kurniawan, A. (2015). Perpajakan Internasional Beserta Contoh Aplikasinya.

Bogor: Ghalia Indonesia.

Lo, Raymond, dan F. Micheal, (2010). Tax, Financial Reporting, and Tunneling Incentives for Income Shifting: An Empirical Analysis of the Transfer Pricing Behavior of ChineseListed Companies. Journal of the American Taxation Association, 32(2), 1-26.

Mangoting, Y. (2000). Aspek Perpajakan dalam Praktek Transfer Pricing. Jurnal Akuntansi & Keuangan, 2(1), 69–82.

Marfuah dan Andri Puren Noor Azizah. (2014). Pengaruh Pajak, Tunneling Incentive Dan Exchange Rate Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahaan.

JAAI, 18(2), 156-165.

(32)

29

Mintorogo, A., dan Djaddang, S. (2019). Pengaruh Tunnelling Incentive dan Debt Convenant Terhadap Transfer Pricing Yang Dimoderasi Oleh Tax Minimization. Jurnal Akuntansi dan Auditing, 16(1), 30-40.

Purwanti, L. (2010). Pengaruh Ukuran Perusahaan Terhadap Aggressive Tax Avoidance Di Indonesia. Jurnal Akuntansi Multiparadigma, 4(2).

Refgia, T. (2017). Pengaruh Pajak, Mekanisme Bonus, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Asing, Dan Tunneling Incentive Terhadap Transfer Pricing (Perusahaan Sektor industry Dasar dan kimia Yang Listing di BEI 2011- 2014). JOM Fekon, 4(2), 2017.

Reinganum, J.F., dan Wilde, L.L., (1985). Income Tax Compliance in A Principal-Agent Framework. Journal of Public Economics, 26, 1-18.

Richardson, G., Taylor, G., dan Lanis, R. (2013). Deteminant of Transfer Pricing Aggressiveness: Empirical Evidence from Austrakua Firm. Journal of Contemporary Accounting and Economics, 9(2), 136–150.

Sari, E. P., & Mubarok, A. (2018). Pengaruh Profitabilitas, Pajak dan Debt Convenant Terhadap Transfer Pricing (Studi Empiris Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32/PJ/2011.

Suandy, E. (2014). Perencanaan Pajak. Jakarta: Salemba Empat.

Yuniasih, N. W., Rasmini, N. K., dan Wirakusuma, M. G. (2012). Pengaruh Pajak

dan Tunneling Incentive Pada Keputusan Transfer Pricing Perusahan

Manufaktur Yang Listing DI Bursa Efek Indonesia. Journal and

Proceedings of SNA-Accounting National Symposium, 15, 1–23.

Gambar

Gambar 2.1. Rerangka PenelitianProfitabilitas (P) Tunneling Incentive (TI) Tax Minimization (TM)  Keputusan  Transfer Pricing (TP) H1 (+) H2 (+) H3 (+)

Referensi

Dokumen terkait

Kebiasaan mengunyah unilateral memang tidak mempengaruhi pertumbuhan gigi, namun akan memengaruhi perkembangan rahang. Mengunyah unilateral akan menyebabkan otot tebal

Merepresentasikan bahwa mahasiswa yang sering berkunjung ke perpustakaan STIE Perbanas Surabaya sebagian besar adalah mahasiswa semester 3-4 sebanyak 34.3%..

PSD dari pulsa persegi (yg memiliki bandwidth tak terbatas) tidak dapat melalui kanal dengan bandwidth terbatas secara sempurna pulsa yang diterima menjadi ‘lebar’. Rentetan pulsa

mengandung informasi mutakhir dengan mengutamakan nilai-nilai keterbaruan (novelty), keaslian (originality), dan kemanfaatan (usility). Adapun tujuan penerbitannya adalah

Untuk perhitungan pengamanan slope samping dengan menggunakan turap didapat panjang turap yang dibutuhkan sebesar 17 m, dan untuk slope samping tanpa menggunakan turap di

Tingkat pencahayaan yang digu- nakan memiliki nilai standar yang harus dipenuhi dan telah ditentukan oleh Standar Nasional Indonesia ( SNI ). Politeknik Negeri

dengan sebaik-baiknya sebagai sumber belajar alternatif bagi guru dan siswa. Guru berperan mengarahkan pemikiran siswa untuk menggali pola pikir siswa dengan instrumen

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data