• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manfaat metode bercerita dalam pendampingan iman anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manfaat metode bercerita dalam pendampingan iman anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul."

Copied!
175
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Judul skripsi “MANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL” dipilih berdasarkan kenyataan kegiatan pendampingan iman anak (PIA) yang ada di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunungkidul, kegiatan PIA yang ada di Paroki ini sudah berjalan dengan baik dimana kegiatan PIA dilaksanakan di setiap wilayah yang ada di paroki. Namun disamping berjalannya kegiatan PIA yang ada, nampak keprihatinan yang muncul dari kegiatan tersebut. Penulis melihat bahwa terkadang peserta PIA merasa bosan dalam mengikuti kegiatan, hingga tak jarang mereka sering tidak mengikuti kegiatan. Keprihatinan ini disebabkan karena salah satunya para pendamping kurang dapat mengolah suatu kegiatan PIA secara menarik dan kreatif.

Melalui penulisan skripsi ini, penulis mengkaji kegiatan PIA melalui bantuan dari para pendamping serta peserta PIA dengan cara wawancara. Melalui hasil pengkajian tersebut penulis melihat bahwa dalam kegiatan PIA perlu adanya suatu peningkatan. Kegiatan PIA merupakan salah satu bentuk kegiatan yang diadakan oleh gereja sebagai sarana untuk mengembangkan iman anak-anak. Tahap pertumbuhan usia anak-anak masih sangat perlu untuk mendapatkan pendampingan khususnya dalam perkembangan iman mereka.

Persoalan pokok pada skripsi ini adalah bagaimana pendamping PIA mampu serta dapat mengemas suatu model pedampingan dengan metode bercerita secara kreatif dan menyenangkan sehingga anak-anak mampu untuk dapat menghayati iman dengan mudah sesuai dengan tahap perkembangan iman mereka masing-masing. Oleh karena itu berdasarkan persoalan pokok yang ada tersebut, maka diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut untuk menanggulangi permasalahan yang dihadapi tersebut. Penulis melakukan pengkajian melalui pengamatan serta melakukan wawancara kepada pendamping PIA dan peserta PIA, dan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan para ahli. Studi pustaka ini diperlukan untuk memperoleh inspirasi dan kemudian direfleksikan untuk membuat usulan program pendampingan yang menarik dan sesuai dengan tahap perkembangan iman anak-anak. Sehingga dengan demikian para pendamping dapat meningkatkan kualitas pendampingan PIA dengan lebih baik lagi melalui kreatifitas yang dimiliki.

(2)

ix ABSTRACK

Title of thesis "BENEFITS OF STORYTELLING IN FAITH MENTORING

CHILDREN IN QUASI PARISH SAINT JOSEPH BANDUNG

GUNUNGKIDUL" are selected based on the fact mentoring faith of a child (PIA) in e Quasi Parish of St. Joseph Bandung, Gunung kidul, activities PIA in this paris has been running well which the PIA activities undertaken in each region in the paddition to the passage of the PIA activities, there seems concerns arising form these activities. The authors sees that sometimes participants the participants PIA bored in following up the activities, until not infrequently they often do not follow the activities. This concern caused by one of the companions are less able to process an interesting and creative manner in PIA activity.

Through writing this essay, the author examines the PIA activities through the help of counselors and participants PIA by interview. Through the assessment results, the writers saw that the PIA activity needs an improvement. PIA activities is one of the activities held by the church as a means to develop children's faith. Growth stage age children still need to get assistance, especially in the development of their faith.

The key issue in this thesis is how companion PIA capable and can pack mentoring models with storytelling in a creative and fun so that children are able to live the faith easily according to the stage of development of their respective faith. Therefore, based on the main problems that exist, it would require a further assessment to address the problems faced. The author conducted the study through observation and interviewing the participants companion PIA and PIA, and literature that comes from Scripture, Church documents, and also the views of experts. This literature study is needed to gain inspiration and then reflected to create a mentoring program proposals were interesting and appropriate to the stage of faith development of children. So that the companion can improve the quality of assistance PIA with better through creative owned.

(3)

MANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK

DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Franciska Arindikha Wahyuningsih NIM: 101124007

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)
(5)
(6)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada :

 Kedua orang tuaku, keluarga besarku, sahabat-sahabatku angakatan 2010, teman-teman OMK Santo Yusup, yang selama ini selalu menyayangiku, membimbingku, mendidikku, dan mendukungku dalam penyelesaian tugas skripsi ini.

 Alm. Nenekku yang selalu mendoakan aku dari surga, dan selalu memberikan semangat dala penyelesaian skripsi ini.

 Para dosen pembimbing yang dengan kesabaran dan ketekunan telah membimbing penulis dalam menyelesaikan skripsi di kampus IPPAK tercinta ini.

(7)

v MOTTO

“Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan

yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir”. (Pengkotbah 3:11)

“IN TE CONFIDO”

(8)

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta,18 Agustus 2015 Penulis,

(9)

vii

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, mahasiswa Universitas Sanata Dharma: Nama : Franciska Arindikha Wahyuningsih

NIM : 101124007

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, penulis memberikan wewenang bagi Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah penulis yang berjudulMANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian penulis memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalandata, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin maupun memberikan royalti kepada penulis, selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini penulis buat dengan sebenarnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2015 Yang menyatakan,

(10)

viii ABSTRAK

Judul skripsi “MANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL”dipilih berdasarkan kenyataan kegiatan pendampingan iman anak (PIA) yang ada di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunungkidul, kegiatan PIA yang ada di Paroki ini sudah berjalan dengan baik dimana kegiatan PIA dilaksanakan di setiap wilayah yang ada di paroki. Namun disamping berjalannya kegiatan PIA yang ada, nampak keprihatinan yang muncul dari kegiatan tersebut. Penulis melihat bahwa terkadang peserta PIA merasa bosan dalam mengikuti kegiatan, hingga tak jarang mereka sering tidak mengikuti kegiatan. Keprihatinan ini disebabkan karena salah satunya para pendamping kurang dapat mengolah suatu kegiatan PIA secara menarik dan kreatif.

Melalui penulisan skripsi ini, penulis mengkaji kegiatan PIA melalui bantuan dari para pendamping serta peserta PIA dengan cara wawancara. Melalui hasil pengkajian tersebut penulis melihat bahwa dalam kegiatan PIA perlu adanya suatu peningkatan. Kegiatan PIA merupakan salah satu bentuk kegiatan yang diadakan oleh gereja sebagai sarana untuk mengembangkan iman anak-anak. Tahap pertumbuhan usia anak-anak masih sangat perlu untuk mendapatkan pendampingan khususnya dalam perkembangan iman mereka.

Persoalanpokokpadaskripsiiniadalahbagaimana pendamping PIA mampu serta dapat mengemas suatu model pedampingan dengan metode bercerita secara kreatif dan menyenangkan sehingga anak-anak mampu untuk dapat menghayati iman dengan mudah sesuai dengan tahap perkembangan iman mereka masing-masing. Oleh karena itu berdasarkan persoalan pokok yang ada tersebut, maka diperlukan suatu pengkajian lebih lanjut untuk menanggulangi permasalahan yang dihadapi tersebut. Penulis melakukan pengkajian melalui pengamatan serta melakukan wawancara kepada pendamping PIA dan peserta PIA, dan studi pustaka yang bersumber dari Kitab Suci, dokumen-dokumen Gereja, dan juga pandangan para ahli. Studi pustaka ini diperlukan untuk memperoleh inspirasi dan kemudian direfleksikan untuk membuat usulan program pendampingan yang menarik dan sesuai dengan tahap perkembangan iman anak-anak. Sehingga dengan demikian para pendamping dapat meningkatkan kualitas pendampingan PIA dengan lebih baik lagi melalui kreatifitas yang dimiliki.

Berdasarkan hasil akhir, penelitian menunjukkan bahwa metode bercerita

memberikan manfaat dalam kegiatan PIA. Maka

(11)

ix ABSTRACT

Title of thesis "BENEFITS OF STORYTELLING IN FAITH MENTORING

CHILDREN IN QUASI PARISH SAINT JOSEPH BANDUNG

GUNUNGKIDUL" are selected based on the fact mentoring faith of a child (PIA) in e Quasi Parish of St. Joseph Bandung, Gunung kidul, activities PIA in this parish has been running well which the PIA activities undertaken in each region in the paddition to the passage of the PIA activities, there seems concerns arising form these activities. The authors sees that sometimes participants the participants PIA bored in following up the activities, until not infrequently they often do not follow the activities. This concern caused by one of the companions are less able to process an interesting and creative manner in PIA activity.

Through writing this essay, the author examines the PIA activities through the help of counselors and participants PIA by interview. Through the assessment results, the writers saw that the PIA activity needs an improvement. PIA activities is one of the activities held by the church as a means to develop children's faith. Growth stage age children still need to get assistance, especially in the development of their faith.

The key issue in this thesis is how companion PIA capable and can pack mentoring models with storytelling in a creative and fun so that children are able to live the faith easily according to the stage of development of their respective faith. Therefore, based on the main problems that exist, it would require a further assessment to address the problems faced. The author conducted the study through observation and interviewing the participants companion PIA and PIA, and literature that comes from Scripture, Church documents, and also the views of experts. This literature study is needed to gain inspiration and then reflected to create a mentoring program proposals were interesting and appropriate to the stage of faith development of children. So that the companion can improve the quality of assistance PIA with better through creative owned.

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena kasih karunia yang melimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudulMANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL.

Skripsi ini lahir dari pengamatan penulis tentang kegiatan pendampingan iman anak yang ada di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunungkidul. PIA di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung sudah terlaksana dengan baik setiap minggunya. Kegiatan ini dilaksanakan di setiap wilayah yang ada di paroki. Namun disamping berjalannya kegiatan PIA yang ada, nampak keprihatinan yang muncul dari kegiatan tersebut. Terkadang peserta PIA merasa bosan dalam mengikuti kegiatan, hingga tak jarang mereka sering tidak mengikuti kegiatan. Keprihatinan ini disebabkan karena salah satunya para pendamping kurang dapat mengolah suatu kegiatan PIA secara menarik dan kreatif. Padahal seharusnya melalui kegiatan PIA ini para pendamping diharapkan dapat memberikan pengajaran yang menarik serta kreatif, agar anak mampu mengeti dengan mudah serta dapat memaknainya. Dengan demikian anak dapat menerapkannya dalam hidup sehari-hari sehingga iman mereka semakin berkembang. Dari pengamatan serta observasi yang dilakukan oleh penulis, penulis melihat butuh adanya suatu peningkatan. Peningkatan ini juga diharapkan muncul dari para pendamping PIA sendiri. Maka bersama dukungan dari para pendamping, penulis mengkaji suatu kegiatan yaitu penyegaran bagi para pendamping PIA.

Selama proses penulisan dan penyusunan karya tulis ini, penulis mendapatkan banyak dukungan dan perhatian dari berbagai pihak, untuk itu penulis dengan tulus hati mengucapkan banyak terimakasih terutama kepada: 1. Drs. FX. Heryatno W.W. S.J. M.Ed. selaku Kaprodi IPPAK Universitas

Sanata Dharmayang telah memberi dukungan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

(13)

xi

ini, dan dengan penuh kesabaran telah membimbing penulis dalam penyelesaiaan skripsi ini.

3. Dra. Y. Supriyati, M. Pdselaku dosen penguji kedua yang juga dengan sabar dan ketulusan hati telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

4. P. Banyu Dewa HS. S.Ag. M.Si. selaku dosen penguji ketigayang dengan penuh kesabaran mendampingi penulis terutama dalam proses penelitian dalam skripsi ini.

5. Segenap staf dosen dan seluruh karyawan prodi IPPAK Universitas Sanata Dharma yang secara tidak langsung selalu memberikan semangat kepada penulis.

6. CT. Wahyono Djati Nugroho, Pr sebagai Pastur Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunungkidul, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan penelitian dan memberi dukungan sepenuhnya demi perkembangan PIA.

7. Para pendamping PIA yang telah menjadi narasumber bagi penulis, serta membantu penulis dalam melengkapi data – data dalam penyelesaian tugas skripsi ini.

8. Para peserta PIA yang juga sebagai narasumber bagi penulis, yang telah memberikan pengalamn-pengalaman mereka dengan baik, sehingga skripsi ini merupakan hasil dari mendalami dan mengkaji dari berbagai macam hal. 9. Keluarga tercinta: Bapak Yosef Sumbaji dan Ibu Theresia Sukarti yang selalu

dengan ketulusan hati mendoakan dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi penulis dalam menyelesaikan perkuliahan.

10.Andrianus Wahyu Sudibyo, yang selalu setia memberikan semangat, dukungan, dan doa. Terimakasih telah menjadi seorang kakak, sahabat, teman yang baik, selalu ada disetiap keluh kesah, memberikan saran dan motivasi dalam penyelesaian perkuliahan ini.

(14)

xii

sehingga menciptakan keluarga besar IPPAK yang penuh dengan persaudaraan.

12.Sahabat-sahabat terbaik Fran, Vero, Marlin, Nella, Ardi, Ayu, Bowo dansegenap teman-teman OMK Santo Yusup yang selalu memberikan keceriaan dikala sedang merasa bosan, memberikan semangat serta dukungan serta kebahagiaan tersendiri.

13.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang dengan tulus hati memberikan kritik dan saran sampai selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu penulis mengharapkan saran dan kritik yangmembangun demi perbaikan skripsi ini. Akhirnya semoga skripsi ini sungguh bermanfaat.

Yogyakarta, 18 Agustus 2015 Penulis,

(15)

xiii DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL... I

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN... iv

MOTTO... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii

ABSTRAK... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xii

DAFTAR SINGKATAN... xix

DAFTAR TABEL... xxi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Permasalahan... 6

C. Tujuan Penulisan ... 6

D. Manfaat Penulisan ... 6

E. Metode Penulisan... 7

F. Sistematika Penulisan... 8

BAB II. MANFAAT METODE ERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK... 10 A. Pendampingan Iman Anak... 10

1. Pengertian PIA... 10

(16)

xiv

3. Maksud dan Tujuan PIA... 13

4. Ciri Khas PIA... 15

a. Gembira... 15

b. Bebas ... 16

c. Bermain... 17

d. Beriman... 17

5. Gambaran Peserta PIA... a. Perkembangan Fisik... b. Perkembangan Kognitif... c. Perkembangan Moral... d. Perkembangan Spiritual dan Rohani... 18 19 20 21 23 B. Peluang Kegiatan dan Metode Dalam PIA... 1. Peluang Kegiatan PIA... a. Pendidikan Budi Pekerti ... b. Latihan keberanian untuk tampil secara sehat dan wajar... c. Pendidikan Keagamaan dan Liturgi... d. Pendidikan Daya Tangkap dan Ketangkasan Berfikir... e. Pendidikan Jasmani dan Rekreasi Terbimbing... 24 24 24 25 26 26 26 2. Macam-Macam Metode dalam PIA... a. Metode Bermain... b. Metode Bernyanyi... c. Metode Bercerita... d. Metode Dinamika Kelompok ... e. Metode Ekspresi... f. Metode Wisata Rohani... 27 27 28 2829 29 29 C. Pemanfaatan Metode Cerita Dalam PIA... 30

1. PengertianCerita... 30 2. Macam-Macam Cerita...

a. Cerita Kehidupan... b. Cerita Rakyat...

(17)

xv

c. Cerita Kanonis... 3. Manfaat Cerita... a. Cerita Sebagai Hiburan... b. Mengembangkan Daya Imajiasi dan Kreatifitas... c. Cerita Dapat Menambah Pengetahuan Anak... d. Melatih Kecerdasan Emosi dan Kepekaan Moral... e. Meningkatkan serta Menunjang Perkembangan Moral... f. Menanamkan Motivasi dan Proses Identifikas Yang

Positif... g. Cerita Sebagai Sarana Pendidikan Iman...

33 34 34 34 35 35 35 36 4. Memanfaatkan Cerita Dalam PIA...

a. Persiapan ... b. Pelaksanaan Proses Crita dalam PIA... c. Hal-Hal Praktis... d. Petunjuk Praktis Membawakan Cerita...

36 36 38 40 40 D. Kualifikasi Pendamping PIA...

1. Pendamping PIA adalah Jalan Menuju Kristus ... 2. Hubungan Kasih Dengan Anak-Anak ... 3. Kesabaran dan Ketegasan ... 4. Pendamping Adalah Seorang yang Belajar ... 5. Fantasi dan Kreatif...

41 42 42 43 43 44 BAB III. PENELITIAN TENTANG MANFAAT METODE

BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG

GUNUNGKIDUL... 45 A. Gambaran Umum Paroki Kuasi Santo Yusup Bandung

Gunungkidul... 45 1. Sejarah Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul ... . 2. Situasi Umum Umat Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung,

Gunungkidul ... a. Keadaan Umat di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung ... b. Kegiatan Pastoral Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung...

46

(18)

xvi

c. Gambaran Umum PIA Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung.... 51 B. Penelitian tentang Manfaat Metode Bercerita dalam

Pendampingan Iman Anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, Gunungkidul... .

52 1. Metodologi Penelitian...

a. Tujuan Penelitia... b. Manfaat Penelitian... c. Jenis Penelitian... d. Tempat dan Waktu Penelitian... e. Responden Penelitian... f. Teknik Pengumpulan Data ... g. Variabel Penelitian... h. Instrumen Penelitian... i. Panduan Wawancara Untuk Pendamping PIA... j. Panduan Wawancara Untuk Peserta PIA...

52 52 53 53 53 54 55 56 57 57 57 C. Hasil dan Pembahasan Penelitian tentang Manfaat Metode

Bercerita dalam Pendampingan Iman Anak... 58 1. Hasil Observasi Lapangan Kegiatan PIA... 2. Kegiatan PIA dalam Paroki... 3. Hasil Penelitan Wawancara Pendamping dari Peserta PIA... 4. Pembahasan Hasil Penelitan Wawancara dari Peserta PIA... a. Penggunaan Metode PIA... b. Berbagai Macam Cerita yang Didapat anak... c. Tanggapan Terhadap Cerita... d. Manfaat Cerita... e. Makna Cerita... f. Kemampuan Pendamping... g. Faktor Pendukung dan Penghambat...

58 60 62 66 66 67 67 68 70 70 72

5. Pembahasan Hasil Penelitian Wawancara dari Pendamping PIA... a. Metode PIA...

(19)

xvii

b. Macam-Macam Cerita... c. Alasan Penggunaan Cerita... d. Tanggapan Anak Terhadap Cerita... e. Faktor Pendukung dan Penghambat Cerita... f. Kemampuan yang Dimiliki... D. Kesimpulan Hasil Penelitian Penggunaan Metode Bercerita

Dalam PIA... 74 75 76 76 78 78

BAB IV. USULAN PROGRAM PENYEGARAN BAGI PARA

PENDAMPING IMAN ANAK DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG, GUNUNGKIDUL...

83 A. Latar Belakang dan Tujuan Program...

1. Latar Belakang Program Penyegaran Pendampingan Bagi Para Pendamping PIA... 2. Tujuan Program Penyegaran Pendampingan Bagi Para

Pendamping PIA... 83

83

85 B. Tema-Tema Dalam Program...

1. Tema Umum ... 2. Uraian Tema dan Tujuan ... a. Bergembira Mendampingi PIA... b. Berbagai Metode Dalam PIA... c. Bercerita Menarik di Depan Anak... d. Cerita menumbuh Kembangkan Iman... e. Simulasi PIA... f. Membuat Alat Peraga Edukatif (APE) Menarik Besama Anak.

86 86 88 88 89 90 90 91 92 C. Penjabaran Progran dan Petunjuk Pelaksanaan Program...

1. Penjabaran Program... 2. Petunjuk Pelaksanaan Program...

93 93 99 D. Contoh Satuan Persiapan Penyegaran Pendampingan Bagi Para

(20)

xviii

BAB V. PENUTUP... A. Kesimpulan ... B. Saran...

110 110 112 DAFTAR PUSTAKA... 114

Lampiran 1: Surat Penelitian untuk Paroki ... .. Lampiran 2: Surat Pernyataan Penelitian ... .. Lampiran 3: Panduan Wawancara Untuk Pendamping PIA... Lampiran 4: Panduan Wawancara Untuk Peserta PIA ... ... Lampiran 5: Hasil Wawancara Dari Pendamping PIA... Lampiran 6: Hasil Wawancara Dari Peserta PIA...

(21)

xix

DAFTAR SINGKATAN A.Kitab Suci

Ibr : Ibrani

Luk : Lukas

Yoh : Yohanes

B.Dokumen Resmi Gereja

CT :Catechesi Tradendae (Penyelenggaraan Katekese), Anjuran Apostolik Paus Yohanes Paulus II kepada para uskup, klerus dan segenap umat beriman tentang katekese masa kini, 16 Oktober 1979

GE : Gravissimum Educationis Konstitusi Konsili Vatikan II tentang pendidikan Kristen, 28 Oktober 1965

C.Daftar Singkat Lain

APP : Aksi Puasa Pembangunan BIAK : Bina Iman Anak Katolik Dll : Dan lain-lain

IPPAK : Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik KAS : Keuskupan Agung Semarang

KBBI : Kamus Besar Bahasa Indonesia KK : Kepala Keluarga

KomKat : Komisi Kateketik

KWI : Konferensi Waligereja Indonesia LCD : Liquid Crystal Display

Litbang : Penelitian dan Pengembangan OMK : Orang Muda Katolik

PAUD : Pendidikan Anak Usia Dini PNS : Pegawai Negri Sipil

(22)

xx Rm. : Romo

SD : Sekolah Dasar SJ : Serikat Jesuit St. : Santo/Santa

TV : Televisi

(23)

xxi

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Kisi- kisi Wawancara Untuk Pendamping PIA... 56 Tabel 2. Kisi- kisi Wawancara Untuk Peserta PIA... 56 Tabel 3. Obesrvasi Lingkungan... 16 Tabel 4. Hasil penelitian manfaat metode bercerita dalam PIA dari

peserta PIA... Tabel 5. Hasil penelitian manfaat metode bercerita dalam PIA dari peserta PIA...

62

64 Tabel 6. Program Penyegaran Menggunakan Metode Bercerita Secara

(24)

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Cerita merupakan hal yang sangat menyenangkan dan dapat menghibur banyak orang (Agus, 2013: 17). Selain menghibur, banyak sekali manfaat yang dapat diperoleh melalui cerita baik itu oleh pencerita ataupun yang menerima cerita tersebut. Cerita ialah tuturan yang membentangkan bagaimana sesuatu terjadi, peristiwa, hal, atau kejadian, dan sebagainya (KBBI, 2008:108). Cerita yang diceritakan dapat membantu pencerita dan penerima cerita mengetahui dan memahami berbagai peristiwa dan pengalaman dalam hidup manusia. Cerita juga dapat menjadi salah satu media untuk berkumpul dan belajar. Melalui cerita semua orang dapat terhibur, tidak terkecuali juga anak-anak.

Anak-anak juga menyukai dengan apa yang dinamakan dengan cerita. Biasanya anak-anak mendapatkan cerita dari orang tuanya ataupun dari sekolah melalui para guru mereka. Terkadang dunia anak memang adalah dunia yang penuh dengan warna cerita. Melalui cerita anak-anak akan lebih mudah memahami suatu peoses kegiatan yang sedang mereka ikuti. Menurut Van der Hulst, cerita juga merupakan cara untuk mengajarkan suatu hal/pesan kepada orang lain tanpa terkesan memaksa. Bercerita itu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain (Van De Hulst, 1999: 20).

(25)

sama halnya dengan sebuah seni. Melalui seni tersebut kita dapat membayangkan kejadian kejadian yang disampaikan. Dengan bercerita kita dapat melihat suatu kejadian yang diceritakan melalui daya imajinasi yang ada dalam pikiran, selain itu kita dapat merasakan cerita itu melalui hati dan perasaan. Melalui bercerita tidaklah hanya memberikan suatu retetan peristiwa saja, namun di dalam kegiatan bercerita tersebut memperlihatkan sesuatu terutama halnya kepada anak-anak, mereka akan lebih peka dalam memahami suatu kisah cerita yang disampaikan.

Metode bercerita ini telah diterapkan dalam suatu proses pendampingan iman bagi anak-anak. Selain bercerita, banyak sekali metode yang sering digunakan dalam suatu proses pendampingan iman anak, diantaranya ialah bernyanyi dan bermain. Proses pendampingan iman anak yang dilakukan dalam lingkup Gereja yang sering disingkat dengan istilah PIA adalah suatu proses pendampingan yang menanamkan nilai-nilai kerohanian yang diperuntukkan kepada anak-anak. Kegiatan pendampingan iman anak ini merupakan bentuk keterlibatan Gereja dalam membantu para orang tua untuk mendidik iman anak-anaknya. Pendampingan iman anak memiliki tujuan untuk membantu para orang tua kristiani dalam rangka menyiapkan perkembangan iman anak-anak dalam lingkup iman yang lebih baik.

(26)

para pendamping mereka dapat belajar untuk bagaimana menjadi pendamping yang kreatif yang dapat membawa anak-anak untuk semakin dapat mencintai Yesus. Dalam hal ini pendamping berperan sebagai motivator bagi anak-anak yang ingin mengembangkan iman mereka. Maka dari itu pendamping dimampukan untuk memiliki banyak kreatifitas untuk menghantarkan anak-anak agar dapat mengembangkan iman yang mereka miliki.

Namun terkadang dalam proses pendampingan metode bercerita sering tidak dipakai, dikarenakan kurangnya kreatifitas dan pengetahuan yang dimiliki oleh para pendamping. Bercerita merupakan suatu kegiatan yang akan menghibur orang maka, dapat dikatakan bahwa bercerita itu tidaklah sulit apalagi bercerita di depan anak-anak. Namun faktanya, menjadi pencerita yang sejati bukan hal yang mudah, sebab bercerita bukanlah metode yang mudah untuk digunakan.

(27)

Pelaksanaan pendampingan iman anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung juga seringkali telah memanfaatkan cerita. Kegiatan pendampingan iman bagi anak-anak dilaksanakan setiap hari Minggu pukul 15.00 WIB. Kegiatan ini tidak dilaksanakan secara terpusat di paroki namun dilaksanakan dalam setiap wilayah yang ada di paroki. Di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung sendiri terdapat 6 wilayah dan dari setiap wilayah ini memiliki kegiatan pendampingan iman anak yang rata-rata selalu diikuti oleh kurang lebih 20 anak setiap Minggunya.

Walaupun metode bercerita sering digunakan dalam pendampingan iman anak di Kuasi Paroki Santo Yusup, namun ada kecenderungan bahwa metode bercerita hanya dilaksanakan secara monoton dan kurang kreatif. Selain itu para pendamping PIA merasa kurang mampu untuk mengemas suatu materi yang ada ke dalam suatu bentuk cerita yang menarik. Padahal melalui penggunaan metode bercerita baik pendamping ataupun anak-anak akan dimudahkan dalam melaksanakan atau mengikuti kegiatan pendampingan iman anak tersebut.

(28)

bercerita untuk proses pendampingan iman bagi anak-anak hanya sebatas kemampuan mereka saja. Seperti halnya terkadang anak-anak dibiarkan untuk membaca sendiri dan memahami suatu materi dengan sulit. Dari kegiatan yang semacam inilah yang menyebabkan suatu proses pendampingan iman anak kurang berjalan dengan baik. Anak-anak merasa bosan dan akhirnya malas untuk mengikuti pendampingan iman. Padahal suatu proses pendampingan iman anak haruslah memiliki ciri-ciri gembira dan mendalam. Namun yang ada anak-anak sering merasa bosan akan proses pendampingan yang disuguhkan oleh para pendamping karena para pendamping kurang kratif dalam mengemas suatu proses pendampingan iman. Melalui metode cerita yang lebih kreatif para pendamping dapat menyuguhkan suatu cerita yang menarik bagi anak-anak, pastilah anak-anak akan lebih mudah dalam memahami suatu materi yang diberikan. Selain itu pula, mereka juga dapat menggunakan daya imajinasi mereka hingga akhirnya cerita yang mereka tangkap dapat diolah pada diri anak-anak dan akan diingat dengan mudah bagi anak-anak.

(29)

B.Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang yang penulis buat di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung, maka ada beberapa masalah yang muncul diantaranya:

1. Bagaimana penyelenggaraan PIA dilaksanakan di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul?

2. Bagaimana metode bercerita dapat digunakan dalam proses PIA untuk mendukung tujuan PIA di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul? 3. Sejauh manakah metode bercerita telah digunakan dalam PIA di Kuasi Paroki

Santo Yusup Bandung Gunungkidul?

C.Tujuan Penulisan

1. Mengetahui bagaimana penyelenggaraan PIA dilaksanakan di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul?

2. Mengetahui sejauh mana metode bercerita dapat digunakan dalam proses PIA untuk mendukung tujuan PIA di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

3. Mengetahui manfaat penggunaan metode bercerita telah digunakan di Paroki Kuasi Santo Yusup Bandung Gunungkidul.

D.Manfaat Penulisan

(30)

bercerita efektif digunakan dalam proses PIA. Selain itu juga memberikan masukan tentang penyelenggaraan PIA yang kreatif untuk digunakan di paroki. 2. Bagi para pendamping PIA: pendamping PIA memiliki wawasan serta

pengertian bahwa metode cerita memiliki manfaat untuk digunakan dalam proses PIA serta membantu para pendamping PIA agar lebih kreatif dalam mengemas bentuk- bentuk kegiatan PIA.

3. Bagi para orang tua: memberikan inspirasi serta dukungan kepada orang tua agar selalu mendukung anak-anak untuk ikut ambil bagian dalam kegiatan PIA, serta menyadarkan para orang tua akan tugas mereka untuk mendidik iman anak-anaknya.

4. Bagi penulis: semakin memotifasi dan memberikan wawasan baru serta pengalaman-pengalaman baru dalam pengolahan kegiatan PIA, sehingga dapat melayani Gereja khususnya dalam kegiatan PIA melalui kemampuan yang dimiliki.

5. Bagi kampus IPPAK : memberikan sumbangan untuk penyelenggaraan PIA yang kreatif bagi para pendamping PIA.

E.Metode Penulisan

(31)

program, yaitu suatu program penyegaran bagi para pendamping PIA yang ada di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung.

F. Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, berisikan bagian dari setiap bab. Bagian tersebut berisi dari bab I yaitu pendahuluan, bab II kajian pustaka, bab III penelitian, bab IV usulan progran, dan bab V penutup. Untuk memperoleh gambaran yang jelas, penulis menyampaikan pokok-pokok sebagai berikut:

Bab I yaitu pendahuluan, berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan. Dalam bab II yaitu kajian pustaka, dalam bab ini ini diuraikan menjadi tiga pokok bagian yaitu pendampingan iman anak yang meliputi pengertian PIA, dasar PIA, maksud dan tujuan PIA, ciri khas PIA, dan gambaran peserta PIA. Selanjutnya yaitu metode-metode dalam PIA yang meliputi peluang kegiatan PIA, macam-macam metode PIA, dan kualifikasi pendamping PIA. Selanjutnya yaitu metode bercerita dalam PIA yang meliputi pengertian cerita dan macam- macam cerita. Dan yang terakhir yaitu pemanfaatan metode bercerita dalam PIA yang meliputi manfaat cerita, bagaimana memanfaatkan cerita dan hal-hal praktis.

(32)

jenis penelitian, tempat dan waktu penelitian, responden penelitian, instrumen penelitian dan variabel penelitian, hasil penelitian, pembahasan hasil penelitian.

Bab IV yaitu usulan program, dalam bab ini dipaparkan mengenai usulan program yaitu penyegaran bagi para pendamping PIA tentang manfaat metode cerita dalam PIA. Usulan program ini diharapkan dapat membantu para pendamping PIA agar memiliki pengetahuan pendampingan lebih kreatif lagi.

(33)

BAB II

MANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK

A. Pendampingan Iman Anak ( PIA)

Dalam bab I telah disampaikan latar belakang bagaimana kegiatan Pendampingan Iman Anak di Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung dilaksanakan. Dalam bab II ini, memaparkan pentingnya suatu kegiatan PIA dilaksanakan serta bagaimana memanfaatkan metode bercerita dalam PIA.

1. Pengertian PIA

(34)

diperuntukkan bagi anak-anak katolik (baik yang sudah dibaptis maupun belum) dikumpulkan untuk mendengarkan sabda Tuhan dengan bermain, bercerita, bernyanyi dan lain sebagainya(Bagiowinandi, 2009: 27).

Menurut Suhardiyanto pengertian dari PIA adalah segala kegiatan apapun, dalam lingkup manapun yang dilakukan demi perkembangan iman anak, baik dalam lingkup keluarga maupun dalam lingkungan (Suhardiyanto, 2010: 1). Melalui kegiatan PIA, anak-anak dihantarkan untuk semakin mengenal Yesus Kristus dan dapat megembangkan iman yang mereka miliki melalui kegiatan yang dilaksanakan dalam PIA. Kegiatan pendekatan PIA juga dapat dikembangkan dengan cara katekese anak misalnya melalui nyanyian, gerak-lagu, cerita, dan aktivitas lainnya (Dewan Karya Pastoral, 2014: 43). Dengan dilaksanakannya PIA anak-anak diharapkan dapat lebih mengenal dan mencintai Kristus hingga nantinya mereka dapat mewujudkannya dalam kehidupan mereka. Kegiatan PIA berbeda dengan sekolah formal karena dalam kegiatan PIA bersifat tidak mengikat. Mereka dapat bergembira dan bermain bersama.

(35)

2. Dasar Penyelenggaraan PIA

Dasar suatu penyelenggaraan PIA dapat ditinjau dari sikap Yesus yang tertera dalam Kitab Suci, di mana dalam Kitab Suci mengemukakan pentingnya suatu pendidikan bagi iman anak terlihat dalam Injil Lukas 18;16-17.

“Tetapi Yesus memanggil mereka dan berkata: "Biarkanlah anak-anak itu

datang kepada-Ku, dan jangan kamu menghalang-halangi mereka, sebab orang-orang yang seperti itulah yang empunya Kerajaan Allah. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa tidak menyambut Kerajaan Allah seperti seorang anak kecil, ia tidak akan masuk ke dalamnya.”

Dari kutipan Injil tersebut kita dapat melihat betapa Yesus sangat mencintai anak anak. Yesus menaruh perhatian kepada anak-anak, hingga Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Allah menjadi milik anak-anak (Bergant, 2002: 148). Yesus menaruh perhatian tersendiri terhadap anak. Kepolosan diri seorang anak-anaklah yang ingin ditunjukkan Yesus kepada banyak orang supaya memiliki sikap yang baik. Dari perhatian Yesus terhadap anak-anak, dan betapa Ia sangat mencintai anak-anak, maka ini dapat dijadikan suatu pijakan bagi Gereja untuk mengadakan suatu kegiatan yang sifatnya mendampingi anak-anak dalam hal iman. Dari perhatian terhadap anak-anak seperti yang dilakukan oleh Yesus inilah yang menjadi dasar bagi pelaksanaan Sekolah Minggu sebagai suatu kegiatan yang memang dikhususkan bagi anak-anak untuk membina iman mereka. Dengan kata lain melalui teks Kitab Suci tersebut bermaksud mengajak kita sebagai umat beriman untuk memperhatikan anak-anak.

(36)

mengungkakan bahwa tugas mendidik juga terletak pada Gereja (GE art.3). Kegiatan PIA ini pula juga didasarkan pada kesadaran Gereja akan tugasnya untuk mendidik.Secara istimewa pendidikan juga merupakan tugas Gereja, bukan hanya masyarakat yang diakui kemampuannya yang mampu menyelenggarakan pendidikan, melainkan terutama karena Gereja bertugas mewartakan jalan keselamatan kepada semua orang, menyalurkan kehidupan Kristus kepada umat beriman, serta tiada hentinya penuh perhatian membantu mereka supaya mampu meraih kepenuhan kehidupan itu.

Dari artikel inipun secara jelas mengungkapkan betapa pendidikan sangat penting terutama bagi anak-anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan. Gereja memiliki tugas untuk melaksanakan pendidikan. Maka melihat dari dasar yang telah dipaparkan yaitu dari sikap Yesus yang mencintai anak-anak serta dari dokumen Gereja, maka ini dapat dijadikan suatu pijakan atau dasar untuk bagaimana Gereja dapat menjawab hal tersebut. Untuk menjawab hal tersebut maka saat ini Gereja memiliki kegiatan yang disebut dengan PIA. Kegiatan ini diperuntukkan bagi anak-anak agar mereka mendapatkan pendidikan akan iman.

3. Maksud dan Tujuan PIA

(37)

orang tua melalaikan tanggung jawab ini, karena banyak diantara mereka yang sibuk dengan pekerjaan dan tanggung jawab lain dalam hidup berkeluarga ataupun bermasyarakat. Sehingga terkadang para orang tua tidak memiliki waktu untuk mendidik anak-anak mereka dalam hal iman. Melihat kurangnya perhatian dari para orang tua terhadap anak-anak mereka maka, Gereja ingin membantu para orang tua dalam perkembangan iman anak-anak. Dalam hal ini, Gereja sifatnya hanya membantu karena pembimbing kelompok menyadari bahwa akhirnya orang tua sendiri dan anak-anak sendiri yang perlu mendidik diri ( Gorreti, 1999: 18).

Anak-anak masih memerlukan pendampingan dari orang lain untuk menumbuhkan iman yang mereka miliki. Selain itu juga anak-anak yang nantinya kelak akan menjadi penerus kehidupan Gereja. Maka dari itu, Gereja membentuk suatu wadah yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk mendidik anak-anak dalam hal iman. Wadah inilah yang disebut dengan PIA. Maka dari itu kegiatan PIA ini memiliki maksud pelaksanaan yaitu menciptakan lingkungan yang mendukung perkembangan pribadi dan iman anak, mengembangkan kesadaran akan nilai-nilai moral Kristiani, mengembangkan pemahaman dan penghayatan liturgi, memupuk harga diri yang sehat dan wajar, mengembangkan bakat dan ketrampilan anak-anak, serta mengembangkan sifat sportif pada anak.

(38)

(Goretti, 1999: 17). Melihat dari tujuan tersebut, maka tujuan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. PIA dapat menciptakan iklim yang baik bagi anak-anak yang sedang berkembang menuju ke masa remaja. Membantu anak-anak mengembangkan iman yang ada pada diri anak-anak. Sehingga anak mampu meningkatkan penghayatan serta pemahaman akan agama kristiani mereka.

b. Melalui PIA mampu meningkatkan sikap perkembangan moral pada diri anak. Memupuk sikap saling kerjasama, saling menolong, saling membantu, seta kritis dalam menanggapi sesuatu.

c. Melalui PIA Meningkatkan bakat atau ketrampilan anak.

Kiranya dari tiga pokok tujuan yang diuraikan ini, dapat membawa anak-anak untuk semakin mencintai Yesus dan sadar akan iman yang dimiliki mereka. Serta dengan demikian mereka mampu mengungkapkan iman mereka melalui bakat dan ketrampilan yang merek miliki.

4. Ciri Khas PIA

Dalam suatu kegiatan PIA memiliki 4 ciri yang perlu diperhatikan dalam suatu kegiatan. Adapun 4 ciri tersebut menurut Gorreti adapun adalah gembira, bebas, bermain, dan beriman (Goretti, 1999: 18).

a. Gembira

(39)

selalu ada, dimanapun mereka selalu berkumpul dengan teman sebaya mereka anak-anak selalu terlihat gembira dan ceria. Dalam kegiatan PIA diharapkan untuk dapat menciptakan suasana yang menarik sehingga anak-anak merasa gembira di dalamnya. Dari dalam diri pendampingpun ketika melaksanakan suatu kegiatan juga haruslah memiliki kegembiraan. Terkadang dalam PIA ada kegiatan yang bersifat formal dan terkadang anak sering malas akan hal tersebut. Maka para pendamping dimampukan untuk menumbuhkan suasana gembira kembali agar anak-anak tidak lantas bosan mengikuti kegiatan tersebut. Misalnya melalui bernyanyi, bermain, ataupun bercerita.

b. Bebas

(40)

b. Bermain

Bermain merupakan salah satu pengalaman belajar yang sangat berharga dalam suatu aspek kecakapan. Dengan bermain anak memiliki kesempatan untuk membangun relasi dengan orang lain, melatih ketrampilan motorik serta memanfaatkan kapasitas visualnya. Melihat definisi tersebut maka kegiatan bermain dalam PIA haruslah ada. Maka dari itu dalam kegiatan PIA selalu ada materi yang dilakukan dengan cara bermain. Anak-anak akan lebih mudah untuk berkembang serta memiliki ketrampilan dan sikap yang baik untuk dipergunakan. Melalui kegiatan bermain ini pula akan mempermudahkan anak-anak untuk menangkap masud dari keseluruhan materi PIA yang diberikan para pendamping. Selain itu melalui bermain dapat melatih anak sedikit demi sedikit untuk berefleksi baik untuk dirinya sendiri ataupun bagi teman-teman mereka, yang akhirnya akan membantu anak-anak dalam pembentukan sikap serta kepribadian mereka.

c. Beriman

(41)

Mengenalkan pribadi Yesus kepada anak-anak diharapkan semakin dapat membentuk hidupnya seperti yang dicita-citakan oleh Yesus. Maka dengan demikian akan terbentuklah suatu iman yang mendalam dari diri anak anak artinya bahwa seluruh proses kegiatan PIA yang dilaksanakan tersebut bertitik tolak pada satu iman yaitu Yesus Kristus. Selain perkembangan iman secara pribadi anak juga diharakan untuk mengembangkan iman yang mereka miliki secara menjemaat, misalnya melalui belajar untuk dapat berteman dengan baik, saling bekerjasama, dan saling memaafkan. Melalui contoh tersebut maka anak dapat berlatih untuk hidup saling menjemaat bersama orang lain dalam hidup beriman.

5. Gambaran Peserta PIA

(42)

anak yang berguna untuk mempermudah cara pendampingan bagi mereka. Adapun aspek- aspek tahap perkembangan pada anak diantaranya ialah:

a. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik seorang anak dalam beberapa tahapan berdasarkan umur diantaranya ialah usia 0-3 tahun anak memiliki perkembangan pesat pada tubuh dan berat badan. Anak sudah mampu untuk bergerak secara aktif. Usia 4-5 tahun anak mengalami pertumbuhan fisik cepat dan banyak bergerak, maka perlu diberikan ruang untuk beraktifitas. Mereka sudah bisa menggunting, menempel, menggambar, dan mewarnai dengan baik. Anak juga sudah dapat belajar menyanyi yang ringan dan mudah untuk ditirukan anak-anak.

(43)

b. Perkembangan Kognitif

Piaget dalam Elisabet.B. Hurlock membagi tahap perkembangan kognitif pada anak dengan usia 0-12 tahun menjadi tiga tahapan yaitu tahap sensorik motori, tahap praoperasional, tahap operasional, dan tahap opersional formal (Elisabet. B. Hurlock, 1989: 39).

Tahap sensoik motorik (usia 0-2 tahun). Tahap ini merupakan tahap yang pertama dalam rangkaian perkembangan kognitif. Selama dalam masa ini anak mulai mengembangkan akan dirinya sendiri dan perbedaan akan lingkungan. Anak juga belajar akan hunhungan timal balik sebab akibat serta ruang dan waktu. Pengertian ini diperoleh dari eksplrasi sensorik motorik mereka yang dimulai sejak mereka lahir sampai mereka berusia 2 tahun.

(44)

bernyawa adalah hidup dan bisa bergerak. Fase pemikiran intuintif yang terjadi antara usia 4-6 tahun. Piaget menyebut tahap ini sebagai tahap intuintif karena anak-anak merasa yakin tentang pemahaman mereka mengenai suatu hal, tetapi tanpa menggunakan pemikiran rasional. Pada tahap ini anak juga mulai banyak mengajukan pertanyaan dan ingin tahu semua jawaban dari pertanyaan tersebut.

Tahap operasional konkrit (usia 6-11 tahun). Dalam tahap ini konsep yang samar-samar dan tidak jelas dari masa prasekolah menjadi lebih konkret dan spesifik. Dari tahap ini akan memungkinkan anak berfikir secara deduktif, membentuk konsep ruang dan waktu, dan menggolong-golongkan objek. Mereka juga mulai mampu mengambil peran orang lain sehingga akan membuka jalan akan realitas yang lebih besar.

Tahap operasional formal (usia 11-12 tahun). Tahap ini merupakan tahap terakhir dari perkembangan kognitif. Pada tahap ini anak mampu mempertimbangkan semua kemungkinan dalam memecahkan masalah dan mampu menalar atas dasar hipotesis dan dalil. Pemikiran anak menjadi lebih luwes dan konkrit mereka mampu menggabungkan dari sejumlah sumber yang berbeda dan dapat memecahkan masalah

c. Perkembangan Moral

(45)

Tahap usia 0-3 tahun, seorang anak dilahirkan tanpa membawa bekal pengertian akan apa yang baik dan buruk. Ketika dalam tahap ini tingkah laku yang dilakukan oleh seorang anak masih didorong oleh tahap-tahap nurani yang ada pada dirinya. Dari tingkah laku ini juga dapat didorong dari lingkungan sekitar yang mendukungnya. Dalam tahap ini anak belum dapat menilai apakah tingkah laku yang dilakukan bermoral atau tidak bermoral. Selain itu juga anak juga belum dapat berfikir apakah tingkah laku yang dilakukan itu baik ataupun tidak baik, salah tau tidak salah.

Tahap usia 3-6 tahun, pada masa ini anak sudah memiliki dasar-dasar dari sikap-sikap moralitas terhadap kelompok sosialnya. Ketika sebelumnya anak diajarkan akan apa yang baik dan yang tidak baik, maka dalam tahap ini anak mulai diajarkan akan bagaimana ia harus bertingkah laku. Dengan demikian anak akan mengerti bagaimana tindakan yang baik atau tidak baik, benar atau salah. Dalam tahap ini penanaman konsep-konsep moralitas akan mengalami sedikit kesulitan di mana anak dalam tahap ini juga dalam tahap perkembangan egoisme yang menonjol.

(46)

perbuatan benar atau tidak benar. Sehingga anak sudah mulai mengenal konsep konsep moralitas seperti kejujuran, hak milik, dan keadilan. Maka dalam usia remaja anak sudah dapat mengembangkan nilai moral sebagai hasil dari pengalaman-pengalaman mereka baik ketika di dalam keluarga maupun lingkungan.

d. Perkembangan Spiritual atau Rohani

Menurut J. Fowler perkembangan iman anak digolongkan dalam 3 tahap usia perkembangan diantaranya Usia 0-3 tahun, usia 4-6 tahun, dan usia 7-12 tahun.

Usia 0 -3 tahun, dalam tahap ini merupakan tahap kepercayaan awal pada anak. Dalam tahap ini anak belum dapat merasakan secara utuh dan menyadarinya dengan baik. Dalam tahap ini anak diperkenalkan dengan suasan kasih dalam lingkup gereja dan diperkenalkan melalui lagu lagu rohani. Ini dimaksudkan agar anak mulai terbiasa dengan kegiatan rohani sejak dini.

Usia 4-6 tahun, pada usia ini sering disebut dengan kepercayaan intuintif proyektif. Pada tahap ini daya imajinasi dan dunia gambar sangat disenangi oleh anak. Daya imanjinasi dan gambar tersebut dapat dirangsang melalui cerita, gerakan, simbol, dan kata- kata. Dalam usia ini anak mulai diperkenalkan dengan alkitab dan cerita-cerita rohani yang memiliki nuasan anak-anak. Sehingga anak akan dengan mudah untuk memahami cerita-cerita tersebut.

(47)

usia ini mulai mucul opsi-opsi logis yang melampaui tingkat perasaan dan daya imanjinasi sebelumya. Melalui cerita-cerita alkitab yang bagus dapat pula mendorong anak untuk mengembangkan iman. Metode bercerita sangat membantu anak dalam penyampaian isi dari alkitab. Dalam usia ini juga mulai diperkenalkan simol-simbol rohani serta arti sehingga anak tidak salah mengerti dengan simbol-simbol tersebut (Valentina Wuri, 2008: 20)

B. Peluang Kegiatan dan Metode dalam PIA 1. Peluang Kegiatan PIA

Menurut Suhardiyanto, ada berbagai macam kegiatan dalam peluang kegiatan PIA. Adapun masing-masing peluang kegiatan tersebut diantaranya adalah pendidikan budi pekerti, latihan keberanian untuk tampil secara sehat dan wajar, Pendidikan keagamaan dan liturgi, pendidikan daya tangkap dan ketangkasan berpikir, dan Pendidikan jasmani dan rekresi Terbimbing (Suhardiyanto, 2010: 21).

a. Pendidikan Budi Pekerti

(48)

Dalam tahapan usia anak PIA pendidikan budi pekerti ini, perkembangan moral sangat baik diterapkan karena mereka akan memiliki dasar dalam melakukan suatu hal apakah itu baik atau buruk. Dengan demikian ketika anak memasuki dunia sekolah mereka sudah memiliki konsep nilai-nilai moralitas seperti kebaikan, jujur, hak milik, dan keadilan ( Gunarsa, 2008: 66). Dalam kegiatan PIA pendidikan ini dapat diterapkan melalui kegiatan yang sekiranya dapat mendorong mereka untuk saling mengembangkan moral. Seperti contohnya adalah memiliki sikap kepedulian kepada orang lain, memliki sikap pelayanan, memiliki sikap sportif pada anak, memiliki sikap cinta kebenaran/ kejujuran, memiliki sikap mau memaafkan.

b. Latihan Keberanian Untuk Tampil Secara Sehat dan Wajar

Terkadang dalam tahap usia perkembangan anak, anak masih memiliki rasa malu untuk tampil ataupun mengikuti suatu kegiatan. Untuk menumbuhkan rasa berani pada diri anak diperlukann latihan agar mereka mampu memiliki sikap demikian. Dalam latihan ini, anak diajarkan untuk sedikit demi sedikit memiliki rasa berani untuk tampil di depan dengan baik sesuai dengan perkembangan mereka sebagai anak.

(49)

c. Pendidikan Keagamaan dan Liturgi

Dalam kegiatan ini anak dimaksudkan untuk sedikit demi sedikit dapat belajar mengenal dari iman katolik. Tujuannya agar anak mulai dapat menghayati iman dalam pribadi anak-anak, sehingga mereka dapat menghayati iman mereka melalui komunikasi iman dengan orang lain.(Gorreti, 1999: 19). Dalam kegiatan PIA, anak mulai diajarkan dalam penghayatan iman mengenal liturgi gereja melalui gambar maupun simbol. Sehingga agar sejak awal anak sudah mengerti akan pendidikan liturgi dan tidak memiliki pemahaman yang salah nantinya.

d. Pendidikan Daya Tangkap dan Ketangkasan Berpikir

Pendidikan ini dilaksanakan dengan tujuan untuk meningkatkan daya tangkap anak dalam pemahaman agama kristiani di mana anak dapat berfikir serta cepat untuk menjawab ketika anak-anak ditanya. Pendidikan semacam ini dapat diterapkan melalui kegiatan PIA misalnya saja kegiatan cerdas cermat alkitab anak. Melalui kegiatan semacam itu anak dilatih untuk memiliki daya tangkap yang baik sekaligus ketangkasan dalam berfikir.

e. Pendidikan Jasmani dan Rekresi Terbimbing

(50)

Adapun kegiatan untuk melatih fisik anak agar sehat dapat dilakukan melalui kegiatan bermain.

Sesuai dengan ciri khas PIA dunia anak-anak sangat menyukai permainan. Melalui bermain dalam rangka peningkatan jasmani anak, mereka dapat mengembangkan ketrampilan motorik serta memanfaatkan kapasitas visualnya. Kegiatan semacam ini dapat dilaksanakan misalnya saja dengan anak diajak untuk melaksanakan rekreasi secara terbimbing. Di samping anak merasa sehat dan senang bermain, anak dapat saling memupuk persaudaraan, kerjasama, saling membantu satu sama lain.

2. Macam-Macam Metode PIA

Dalam PIA memiliki berbagai macam kegiatan yang dapat digunakan dalam pelaksanaan kegiatan PIA. Dari berbagai macam metode yang dapat digunakan ini, merupakan pendekatan yang dikembangkan melalui bentuk pengajaran yang sederhana ( Dewan Karya Pastoral, 2014: 43). Adapun macam-macam dari metode tersebut menurut Komisi Kateketik KAS diataranya adalah metode bermain, metode bernyanyi, metode bercerita, metode dinamika kelompok, metode ekspresi, dan metode wisata rohani (Komisi Kateketik KAS, 2008: 45)

a. Metode Permainan

(51)

dapat berpartisipasi dalam kelompok. Dengan permainan anak dilatih mengembangkan kepekaan untuk saling menghormati satu sama lain. Dalam kegiatan PIA metode ini penting untuk digunakan karena masa anak-anak adalah masa yang dekat dengan permainan. Dalam penggunaan metode ini dapat pula dikombinasikan dengan metode lain seperti dengan metode bernyanyi, lagu dapat disesuai dengan permainan yang dilaksanakan.

b. Metode Bernyanyi

Dengan menyanyi dapat menimbulkan suasana yang tadinya kurang meriah menjadi meriah, dalam hal inipun anak sangat senang ketika pendamping mengajak anak untuk bernyanyi. Dengan menyanyi juga menjadikan salah satu metode bagi anak untuk lebih dapat memahami suatu materi. Misalnya saja nyanyian yang diambil sesuai dengan materi yang sedang digunakan dalam kegiatan PIA. Maka dari itu pentinglah bagi para pendamping untuk mengetahui lagu-lagu yang sekiranya pas dan cocok dengan tema kegiatan PIA. Dan selain itu anak-anak dilatih agar dapat menyanyikannya dengan baik pula.

c. Metode Bercerita

(52)

dapat membawakan suatu cerita dengan baik dan menggunakan kratifitas sesuai dengan harapannya.

d. Metode Dinamika Kelompok

Metode ini digunakan dalam kegiatan PIA agar anak-anak dapat belajar bersosialisasi dengan teman-teman mereka. Metode dinamika kelompok ini dapatdilaksanakan misalnya, dalam permainan, kerja kelompok bersama, yang sekiranya dapat menghibur anak-anak. Dari kegiatan inilah anak-anak secara perlahan-lahan mampu untuk menyerap nilai-nilai yang akan ditekankan misalnya saling membantu, saling menghormati, dan belajar bersosialisasi dengan sesama.

e. Metode Ekspresi.

Metode ini adalah suatu metode yang membawa anak untuk memiliki suatu kreatifitas tersendiri. Di mana dalam hal ini anak diharapkan dapat mengekspresikan seluruh ide yang mereka miliki. Adapun ide-de tersebut dapat mereka ekspresikan melalui irama, gambar, gerak dan lagu, puisi, drama. Dari hal-hal yang sederhana semacam ini anak dimampukan untuk memiliki suatu kreatifitas yang dapat mereka jadikan sebagai pengalaman mereka dalam mengikuti kegiatan pendampingan PIA melalui kegiatan metode ekspresi.

f. Metode Wisata Rohani

(53)

anak memiliki pengetahuan yang laus dan pengalaman yang cukup. Anak dimampukan untuk dapat melihat secara langsung keindahan yang Tuhan berikan kepada mereka selama ini.

C. Pemanfaatan Metode Cerita Dalam PIA 1. Pengertian Cerita

Menurut kamus Besar Bahasa Indonesia, cerita ialah tuturan yang membentangkan bagaimana sesuatu terjadi, peristiwa, hal, atau kejadian, dan sebagainya (KBBI, 2008: 108). Dari definisi di atas dapat diuraikan cerita adalah suatu pola yang menekankan atau bertitik tolak pada suatu kisah dan pengalaman dan bukan pada rumusan atau ajaran saja. Cerita dapat berupa cerita yang benar benar terjadi dari suatu kisah pengalaman nyata ataupun juga dari hasil karangan yang tidak nyata. Cerita merupakan hal yang sangat menyenangkan dan dapat menghibur banyak orang (Agus, 17: 2013).

(54)

Cerita adalah alat yang paling efektif untuk berkomunikasi dengan anak dan antra anak (Gorreti, 1999: 107). Ketika cerita menjadi alat efektif maka dapat diartikan cerita dapat dijadikan sebagai sebuah sarana untuk bagaimana menyalurkan suatu pengetahun bagi anak. Sehingga dengan demikian, anak-anak akan lebih mudah untuk memahami suatu pengetahuan baru tersebut melalui cerita yang mereka dengarkan.

Cerita itu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain (Van De Hulst, 1999: 20). Melalui bentuk bercerita ini kita dapat memberikan serta membagikan banyak hal yang di dalamnya terkandung nilai-nilai bijak dalam suatu cerita. Bercerita sama halnya dengan sebuah seni di mana di dalam seni tersebut kita dapat membayangkan kejadian-kejadian yang disampaikan. Melalui cerita kita dapat melihat suatu kejadian yang diceritakan melalui daya imajinasi yang ada dalam pikiran, selain itu kita dapat merasakan cerita itu melalui hati dan perasaan. Melalui bercerita tidak hanya memberikan suatu retetan peristiwa saja. Namun melalui kegiatan bercerita tersebut memperlihatkan nilai-nilai kebaikan melalui daya imajinasi anak, sehingga anak akan lebih peka dalam memahami suatu kisah cerita yang disampaikan.

2. Macam-Macam Cerita

(55)

a. Cerita Kehidupan

Cerita kehidupan bisa dikatakan juga merupakan cerita profan. Cerita semacam ini biasanya paling sering digunakan dan mudah untuk ditemukan. Misalnya saja kisah cerita “kancil mencuri timun” cerita ini sudah sangat populer. Dari setiap cerita pastilah memiliki nilai tersendiri yang akan diambil maknanya. Cerita kehidupan ini memuat sisi dimana memiliki nilai moral yang dapat dijadikan sebagai teladan. Cerita kehidupan juga dapat diambil melalui kehidupan sehari-hari yang terjadi kemudian diangkat dalam suatu cerita yang menarik.

b. Cerita Rakyat

(56)

c. Cerita Kanonis

Bacaaan-bacaan dari Kitab Suci terkadang sulit untuk dimengerti oleh anak-anak. Adapun cara agar anak mudah untuk memahami isi dari Kitab Suci tersebut adalah melalui cerita. Cerita kanonis merupakan suatu cerita yang berasal dari Kitab Suci baik itu Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru. T. Priyo Widianto mengungkapkan

Cerita-cerita alkitabiah yang disampaikan secara menarik, hidup, dan penuh imajinasi bisa membantu membangkitkan rasa ingin tahu anak. Melalui kisah kisah itu, anak diajak untuk mempelajari banyak aspek kehidupan melalui pengalaman para tokoh Kitab Suci dengan pengalamnnya sendiri(Widianto,2010:34).

Cerita Kitab Suci bagi anak-anak dapat diambilkan dari kisah-kisah Perjanjian Lama atau Baru di mana memuat sisi religius bagi anak untuk semakin memudahkan memahami Kitab Suci. Cerita kanonis selain diambilkan dari Kitab Suci dapat juga diambilkan dari kisah santo santa. Anak-anak biasanya menyukai cerita Kitab Suci yang mengisahkan santo santa ataupun kisah orang-orang kudus.

3. Manfaat Cerita

(57)

a. Cerita Sebagai Hiburan

Cerita yang didengarkan atau dibaca dapat membawa dalam suasana yang menghibur, anak-anak yang sudah dapat membaca dapat memilih cerita yang menarik yang sekiranya dapat membawa mereka dalam suasana senang. Anak- anak biasanya menyukai cerita yang ringan, lucu, dan ada gambar yang mendukung, cerita yang bersifat demikian biasanya akan memberi hiburan kepada anak-anak karena dapat menarik hati anak-anak.

b. Mengembangkan Daya Imajinasi, Kreatifitas, dan Kemampuan Berfikir Abstrak Anak.

Pada dasarnya anak-anak memang bisa membayangkan suatu kejadian dalam fantasinya. Apa yang dibayangkan seolah-olah menjadi kenyataan. Dari apa yang mereka bayangkan tersebut akan melekat pada pikiran dan diri anak. Biasanya dengan demikian mereka akan lebih mudah untuk mengingatnya. Dengan demikian cerita mampu mengembangkan daya imajinasi anak. Kemudian daya kerativitaspun akan muncul seiring daya imanjinasi dalam diri mereka berjalan sesuai dengan cerita yang mereka tangkap.

c. Cerita Dapat Menambah Pengetahuan

(58)

yang baik dan buruk. Dengan demikian melalui cerita dapat memberikan pengajaran kepada anak akan tindakan tindakan yang baik dan buruk serta pendidikan moral bagi anak.

d. Melatih Kecerdasan Emosi dan Kepekaan Sosial

Cerita juga merupakan salah satu cara untuk mengajak anak-anak belajar berempati pada kesusahan atau penderitaan orang lain. Melalui cerita kecerdasan emosi serta kepekaan sosial anak-anak mulai tumbuh.

e. Meningkatkan Serta Menunjang Perkembangan Moral

Pada dasarnya untuk mengajarkan dan memberikan pemahaman tentang moral pada anak memang bukan hal yang mudah. Melalui cerita yang dipaparkan sesuai dengan usia anak, mereka dapat belajar tentang moral. Misalnya saja anak-anak dapat belajar tentang kebaikan, saling menolong, ataupun melalui pemaparan tokoh- tokoh yang ada dalam kisah cerita.

f. Menanamkan Motivasi dan Proses Identifikasi yang Positif

(59)

g. Cerita Sebagai Sarana Pendidikan Iman

pendidikan iman merupakan usaha seseorang untuk menumbuhkan dan dan memperkembangkan iman orang lain agar menjadi dewasa. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mendidik anak dalam iman adalah menggunakan cerita. Saat seseorang memberikan cerita kepada anak, unsur pendidikan iman dapat dimasukkan di dalamnya. Anak yang menerima cerita akan menghayati cerita tersebut dan menangkap cerita tersebut dengan caranya sendiri.

4. Memanfaatkan Cerita Dalam PIA

Dalam memanfaatkan metode bercerita dalam PIA ada 3 tahapan yang perlu dilakukan yaitu tahap persiapan, pelaksanaan, dan hal- hal praktis.

a. Persiapan

Menurut F.X Didik Bagiowinandi ada tiga tahapan persiapan yang dilakukan sebelum melaksanakan kegiatan. Persiapan tersebut ialah: (Didik Bagiowinandi, 2009: 88)

a) Persiapan Materi

(60)

menyiapkan materi terutama materi cerita baiklah jika memperhatikan pokok- pokok diantaranya ialah carilah cerita yang menarik, gunakan cerita yang disukai anak, bercerita dengan sarana visual.

b) Persiapan Teknis

Yang dimaksud dalam persiapan teknis ialah apa saja yang diperlukan sebagai sarana pendukung dalam kegiatan nantinya. Cara apa yang akan digunakan agar anak-anak mau untuk mendengarkan cerita dan dapat mengerti dengan baik. Selain itu juga mempersiapkan sarana-sarana pendukung untuk bercerita misalnya gambar gambar, boneka, kertas, dan pewarna. Selain penggunaan alat-alat peraga penyampaian cerita dapat juga diberikan melalui sarana media. Media juga dapat mendukung agar anak lebih mudah untuk memahami cerita yang disampaikan. Adapun media penyampaian cerita dapat dibedakan menjadi 2 yaitu : elektronik dan non elektronik.

Cerita yang menggunakan media elektronik maksudnya adalah cerita yang disampaikan dengan menggunakan alat listrik atau mesin. Misal melalui TV, layar LCD, Laptop, dll. Sedangkan cerita yang menggunakan media non elektronik adalah cerita yang disampaikan melalui alat peraga misal melalui buku bergambar.

c) Persiapan Batin

(61)

Roh Kudus membimbing dalam menerangi kegiatan baik bagi para pendamping atau untuk anak-anak.

b. Pelaksanaan Proses bercerita Dalam PIA

Dalam tahapan proses pelaksanaan bercerita dalam PIA. Ada beberapa langkah yang perlu untuk dilaksanakan sebelum mencapai pada tahap bercerita. Adapaun proses tersebut menurut Suhardiyanto adalah

a) Lagu Pembuka

Pakailah nyanyian yang sudah dikenal anak-anak (Kalau mungkin, sesuai tema hari itu )

b) Doa Pembuka

Isi sedapat mungkin sesuai dengan tema dan bahasanya sesederhana mungkin (sekongkrit mungkin).

c) Proses Kegiatan

Kisah dari alkitab atau kisah hidup Santo Santa melalui cerita

(62)

doanya). Buah dari usaha si Tokoh. Tegaskan peranan Tuhan atas keberhasilan si Tokoh. Ungkapan syukur dan terima kasih si Tokoh terhadap kebaikan atau bantuan Tuhan.

d) Pendalaman

(63)

c. Hal -Hal Praktis

a) Petunjuk praktis penggunaan metode cerita

1) Menghayati cerita dengan membaca berulangkali cerita tersebut sampai setengah hafal, syukur hafal betul-betul. Sebelum bercerita di depan anak-anak sebaiknya berlatih dahulu. Tidak hanya hafal tetapi juga mampu memperagakannya.

2) Menemukan butir-butir penting yang akan menjadi pesan yang harus diterima dan dimiliki anak.

3) Mempersiapkan alat-alat peraga yang sesuai dengan isi cerita

4) Bagilah batang tubuh cerita tersebut menjadi beberapa "plot" atau adegan-adegan, sehingga alur ceritanya mudah diikuti oleh anak-anak.

d. Petunjuk Praktis Membawakan Cerita

1) Bersikap wajar, tidak dibuat-buat, tidak mengada-ada.

2) Pergunakanlah bahasa langsung dan sederhana , sehingga dialog antar tokoh cerita tersebut menjadi baik. Disamping itu pergunakan pula suara yang bervariasi untuk membedakan ciri tokoh-tokoh nya.

3) Suara yang sesuai dengan tokoh cerita (dinamika suara) 4) Tidak terburu-buru

(64)

6) Usahakan menjadi "aktor atau pemain watak" cerita, sehingga anak-anak merasakan, bahwa mereka "masuk" dalam cerita tersebut dan tokoh-tokohnya terasa "hadir" di antara mereka.

7) Memberi tekanan pada butir-butir penting. Bila perlu pembimbing mengulangi pesan yang harus diterima oleh anak.

8) Perhatian pendamping perlu bersifat menyeluruh. Sementara bercerita, hendaknya pendamping tetap menjaga komunikasi dengan anak-anak lewat pandangan matanya atau satu-dua menegaskan lagi ungkapannya. Dengan demikian anak-anak merasa pendampingnya bercerita untuk mereka.

9) Peka terhadap situasi dan reaksi spontan anak. 10) Melibatkan seluruh anak yang hadir.

11) Memberi kesimpulan singkat pada bagian akhir.

D. Kualifikasi Pendamping PIA

(65)

1. Pendamping PIA adalah Jalan Menuju Kristus

Dalam tahap kualifikasi ini memiliki maksud dalam mendidik anak-anak. Pendamping tidak hanya memberi ajaran-ajaran suci saja melalui kata-kata, melainkan juga hendaknya bertindak dan berperilaku baik, sehingga dapat menjadi contoh bagi anak didiknya. Pendamping perlu dapat menjadi panutan bagi anak didiknya. Pendamping menjadi pedoman, teladan, memiliki daya spiritualitas (kesucian sebagai orang kristiani) Ibr 12 : 14 “tanpa kekudusan tidak seorangpun akan melihat Tuhan, pendamping adalah Pendoa (memiliki relasi yang baik dengan Allah). Sebagai seorang pendamping PIA haruslah mampu menjadi jembatan penghubung bagi ank-anak untuk bertemu dengan Kristus sendiri. Maka dari itu para pendamping perlulah memberikan pengajaran yang mampu untuk diteladan anak-anak dalam mengembangkan iman anak menuju Kristus.

2. Hubungan Kasih dengan Anak-anak

(66)

menghargai pribadi anak, kendati mengerti anak-anak masih memerlukan bimbingan atau bantuan (Gorreti, 1999: 21). Sikap semacam ini perlu dikembangkan dalam kegiatan PIA. Sehingga dengan demikian akan terjalinlah hunbungan kasih yang baik antara pendamping dengan anak-anak.

3. Kesabaran dan Ketegasan

Peran Mendampingi anak, mengembangkan pribadi anak, displin, sportivitas, tanggung jawab merupakan suatu bentuk kesabaran serta ketegasan yang dimiliki para pendamping PIA. Terkadang anak-anak sering membuat sikap yang menjengkelkan bagi para pendamping. Dalam hal ini para pendamping memerlukan suatu kesabaran. Perlu untuk selalu diingat adalah kesabaran itu diperlukan dalam pelaksanaan pendidikan dan pendampingan (Gorreti, 1999: 21). Selain kesabaran, sikap tegas juga diperlukan para pendamping PIA. Sikap ini diperlukan agar setiap kegiatan menjadi terarah dan anak-anakpun memiliki sikap hormat pada para pendamping.

4. Pendamping Adalah Seorang yang Belajar

(67)

diri, mengembangkan diri dengan berbagai pengetahuan dan ketrampilan yang mendukung tugasnya sebagai pendamping. Pendamping PIA perlu mengetahui iman yang cukup. Pengetahuan ini bisa terjadi ketika ia mau untuk selalu belajar.

5. Fantasi dan Kreatif

(68)

BAB III

PENELITIAN TENTANG MANFAAT METODE BERCERITA DALAM PENDAMPINGAN IMAN ANAK

DI KUASI PAROKI SANTO YUSUP BANDUNG GUNUNGKIDUL

A. Gambaran Umum Kuasi Paroki Santo Yusup Bandung Gunungkidul Dalam bab II telah diuraikan pentingnya suatu pendampingan iman bagi anak-anak. Apa tujuannya, bagaimana ciri-cirinya, serta metode apa saja yang digunakan dalam PIA. Selain itu juga pemahaman akan pentingnya PIA dilaksanakan, serta bagaimana pelaksanaan pendampingan itu sendiri terlaksana.

Gambar

Tabel 1. Kisi- kisi Wawancara Untuk Pendamping PIA............................... 56
Tabel 1. Kisi- kisi Wawancara Untuk  Pendamping PIA
Tabel 3. Observasi Lingkungan
Tabel 4. Hasil penelitian manfaat metode bercerita dalam PIA
+3

Referensi

Dokumen terkait

Segala puji dan syukur senantiasa saya haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunianya, sehingga saya dapat menyelesaikan dan menyusun penulisan

Hubungan kedua variabel menunjukkan nilai positif (kuat), sehingga dapat dimaknai bahwa semakin baik gaya kepemimpinan, maka akan semakin baik budaya organisasi,

Saeful Bakhri/Sri Murwani Panut Rahayu/M.Nurul Hidayatullah. Saeful Bakhri/Sri Murwani Panut

Total Eksposur, termasuk dampak dari penyesuaian terhadap pengecualian sementara atas penempatan giro pada Bank Indonesia dalam rangka memenuhi ketentuan giro wajib minimum

Menimbang, bahwa pada hari yang telah ditetapkan Pemohon telah hadir di persidangan sedangkan Termohon tidak hadir, namun Termohon telah mengajukan eksepsi tentang

---Menimbang, bahwa putusan aquo dijatuhkan pada tanggal 11 Oktober 2010 dihadapan Penggugat dan Tergugat dan kemudian permohonan banding Pembanding diajukan

Jenis pompa perpindahan positif (positive displacement pump) dipilih dengan pertimbangan pompa dapat mengalirkan larutan asam fosfat secara konstan pada flow rate 55m3/h (242 gpm)

Selanjutnya banyaknya pemesanan, harga grosir, dan harga eceran optimal ditentukan untuk memaksimumkan keuntungan berdasarkan model terintegrasi dan terpisah serta