• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik rawat inap infeksi saluran pernapasan atas RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode body surface area dan pedoman terapi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kesesuaian dosis antibiotika pasien pediatrik rawat inap infeksi saluran pernapasan atas RS Panti Rapih Yogyakarta dengan metode body surface area dan pedoman terapi."

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS RS PANTI RAPIH

YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Xaviersakti Adrimartja NIM : 138114163

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

i

KESESUAIAN DOSIS ANTIBIOTIKA PASIEN PEDIATRIK RAWAT INAP INFEKSI SALURAN PERNAPASAN ATAS RS PANTI RAPIH

YOGYAKARTA DENGAN METODE BODY SURFACE AREA DAN PEDOMAN TERAPI

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh :

Xaviersakti Adrimartja NIM : 138114163

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

iv PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ”Kesesuaian Dosis Antibiotika Pasien Pediatrik Rawat Inap Infeksi Saluran Pernapasan Atas RS Panti Rapih Yogyakarta dengan Metode Body Surface Area dan Pedoman Terapi” sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak, dan penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Aris Widayati, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Ibu Dita Maria Virginia, M.Sc., Apt. selaku pembimbing utama tidak kenal lelah dalam memberi bimbingan, motivasi, semangat serta kritik saran dalam penyusunan proposal hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini.

3.Bapak Florentinus Dika Octa Riswanto, M.Sc. selaku DPA FSM D yang senantiasa mengayomi, mendukung, dan membimbing penulis selama menjalani perkuliahan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

4. Ibu Putu Dyana Christasani, M.Sc., Apt. dan Ibu dr Fenty, M.Kes., Sp.PK. selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik, saran, dan arahan dalam penyelesaian penelitian ini.

5. Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian.

6. Kedua orang tua tercinta, Bapak Tjahjo Tri Utomo dan Ibu Minarni Thiurmantina, yang setia mendukung dan mendoakan penulis dalam menjalani kehidupan serta dalam penyelesaian penelitian skripsi.

7. Kakak Diandra Anyamartja yang telah memberikan motivasi, semangat dan doa sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.

(6)

v

9. Teman-teman angkatan 2013 atas motivasi dan bantuan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dan mendukung penulis dalam proses penyusunan penelitian ini.

Penulis menyadari bahwa karya ini masih jauh dari sempurna, maka penulis terbuka terhadap kritik dan saran sehingga hasil penelitian dapat menjadi lebih bermanfaat, terutama dalam bidang kefarmasian. Terimakasih.

Yogyakarta, 27 Mei 2017

(7)
(8)
(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PRAKATA ... iv

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRACT ... xiii

PENDAHULUAN ... 1

METODE PENELITIAN ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Pasien dan Persentase Subjek Penelitian ... 5

Perbandingan nilai inter-rater ... 8

KESIMPULAN ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 11

LAMPIRAN ... 13

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel I. Formula perhitungan Body Surface Area (BSA) dan dosis

berdasarkan BSA ... 3 Tabel II. Interpretasi nilai kappa ... 5 Tabel III. Karakteristik pasien berdasarkan umur, berat badan, dan

jenis kelamin ... 6 Tabel IV. Persentase peresepan dan evaluasi antibiotik pasien

pediatrik rawat inap RS Panti Rapih yang terdiagnosis ISPA periode Juni 2015 – Juni 2016 berdasarkan pedoman

terapi ... 6 Tabel V. Persentase kesesuaian peresepan antibiotik pasien pediatrik

rawat inap berdasarkan dosis hitung BSA dan guideline di RS Panti Rapih yang terdiagnosis ISPA periode Juni 2015 – Juni 2016 ... 8 Tabel VI. Kesesuaian Dosis Antibiotik Berdasarkan Formula BSA

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Periode Juni

(12)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Perizinan Penelitian Rumah Sakit Panti Rapih

Yogyakarta ... 13

Lampiran 2. Ethical Clearance Penelitian ... 14

Lampiran 3. Surat Legalisasi Hasil Statistik SPSS ... 15

Lampiran 4. Penyesuaian Dosis Antibiotik ... 16

Lampiran 5. Definisi Operasional Penelitian ... 19

Lampiran 6. Uji Statistik Chi-Square ... 21

Lampiran 7. Uji Statistik Cohen’s Kappa ... 21

Lampiran 8. Pedoman Penyesuaian Dosis ... 22

(13)

xii

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit yang cukup menjadi perhatian di Indonesia. ISPA selalu menempati urutan atas penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. ISPA yang disebabkan oleh bakteri membutuhkan terapi antibiotik. Pemberian antibiotik serta dosis yang tepat penting bagi pasien pediatrik agar mencegah terjadinya resistensi antibiotik di masa mendatang. Body Surface Area (BSA) merupakan salah satu cara terbaik untuk mengkonversi dosis dewasa ke dosis yang tepat bagi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien pediatrik dan peresepan antibiotik di RS Panti Rapih Yogyakarta dan membandingkan dosis berdasarkan perhitungan BSA dengan pedoman terapi. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional dan data bersifat retrospektif yang membandingkan dosis hitung berdasarkan BSA dengan guideline yaitu Monthly Index of Medical Specialities (MIMS). Uji hipotesis menggunakan cohen’s kappa dengan hasil nilai κ = 0,307 yang berarti tingkat kesepakatannya minimal dan persen kesetujuan dengan hasil 65,1%. Terdapat 72 (53,33%) kasus yang tidak sesuai berdasarkan BSA dan 63 kasus (46,67%) yang tidak sesuai berdasarkan guideline. Uji Chi-square menunjukan hasil p = 0,000 yang berarti ada perbedaan bermakna antara kesesuaian dosis berdasarkan BSA dengan guideline.

(14)

xiii ABSTRACT

Upper Respiratory Infection (URI) is a disease of concern in Indonesia. URI always be the lead cause of death in groups of infants and toddlers. URI caused by bacteria require antibiotic therapy. Provision of appropriate antibiotics and doses is important for pediatric patients to prevent future antibiotic resistance. Body Surface Area (BSA) is one of the best ways to convert an adult dose to the appropriate dose for a child. This study aims to determine the characteristics of pediatric patients and antibiotic prescribing at Panti Rapih Yogyakarta Hospital and compare the doses based on BSA calculations with therapeutic guidelines. The type of this study is observational analytic with cross sectional design and retrospective data comparing dosage calculation based on BSA with guideline which is Monthly Index of Medical Specialties (MIMS). Hypothesis test using cohen's kappa with result of value κ = 0,307 which mean minimum agreement level and percent agreement with result of 65,1%. There are 72 (53,33%) of the dosage calculation which are unsuitable based on BSA and 63 cases (46,67%) which are not appropriate based on the guideline. Chi-square test shows the resultvof p = 0,000 which means there is a significant difference between the suitability of dosage based on BSA with guideline.

(15)

1 PENDAHULUAN

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas penyakit menular di dunia, tak terkecuali pada anak-anak. ISPA adalah infeksi yang utamanya menyerang struktur saluran napas di sebelah atas laring (KemenKes, 2012). Penyakit yang termasuk ISPA antara lain otitis media, faringitis, rhinosinusitis, epiglotitis, laringitis, trakeitis, dan influenza. ISPA bisa disebabkan bakteri maupun virus (Balentine, 2016).

ISPA di Indonesia selalu menempati urutan atas penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita, selain itu ISPA juga sering berada pada daftar 10 penyakit terbanyak di rumah sakit. Survei mortalitas yang dilakukan oleh sub direktorat (subdit) ISPA tahun 2005 menempatkan ISPA/Pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia dengan prosentase 22,30% dari seluruh kematian balita (Depkes, 2009). Pada tahun 2007, prevalensi ISPA di Indonesia adalah 25,5% (rentang: 17,5% - 41,4%) dengan 16 provinsi di antaranya mempunyai prevalensi di atas angka nasional. Kasus ISPA pada umumnya terdeteksi berdasarkan gejala penyakit. Setiap anak diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya. Angka ISPA yang tertinggi terdapat pada anak balita (>35%), sedangkan terendah pada kelompok umur 15 - 24 tahun. Prevalensi antara laki-laki dan perempuan cenderung sama. Prevalensi yang lebih tinggi terlihat pada daerah dengan pendidikan dan tingkat pengeluaran per kapita yang lebih rendah (Riskesdas, 2007).

Salah satu penyebab ISPA adalah bakteri, maka dari itu antibiotik menjadi salah satu penanganan untuk ISPA. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenza, Moraxekka catarhalis, group A β-hemolytic Streptococcus (GABHS), Streptococcus pyrogenes (Wells, 2015).

(16)

2

menggunakan Body Surface Area (BSA). Rumus BSA dapat mengkonversi dosis dewasa ke dosis aman untuk pasien pediatrik. Tahap penggunaan rumus ini adalah menghitung BSA pasien pediatrik terlebih dahulu, setelah itu dimasukkan ke dalam rumus dan dikalkulasi untuk mendapat dosis untuk anak-anak (Ogden, 2016).

Formula yang memiliki hasil perhitungan dosis yang tepat sangat dibutuhkan dalam penyesuaian dosis antibiotik untuk pediatrik. Kesesuaian dosis antibiotik yang diterima pasien dapat menurunkan risiko adverse effect, menurunkan biaya pengobatan, lama rawat di rumah sakit dan terjadinya resistensi, kematian maupun lama terapi yang dilakukan (Ogden, 2016).

Tidak tepatnya pemberian dosis antibiotik (terlalu tinggi atau terlalu rendah) dapat meningkatkan efek samping obat dan dapat menimbulkan resistensi antibiotik. Resistensi antimikroba terjadi ketika mikroorganisme (seperti bakteri, fungi, virus, dan parasite) berubah ketika terpapar obat antimikroba (seperti antibiotik, antifungal, antiviral, antimalarial, dan anthelmintics), akibatnya obat yang digunakan menjadi tidak efektif dan infeksi tidak teratasi, meningkatkan risiko penularan ke orang lain (WHO, 2016). Antibiotik termasuk keadalam obat yang paling sering untuk diresepkan, namun 50% dari antibiotik yang diresepkan tidak optimal, banyak diberikan saat tidak dibutuhkan, serta dosis dan durasinya yang salah (CDC, 2015). Pada penelitian Istikomah 2013 dan Fujiastuti 2016, masalah dosis kurang atau underdose menjadi masalah tertinggi untuk pemberian antibiotik pada pasien pediatrik.

Rumah Sakit Umum Panti Rapih Yogyakarta merupakan salah satu rumah sakit swasta terbesar di Yogyakarta sehingga diharapkan dapat mewakili salah satu kabupaten yang terdapat di Provinsi DIY. RS Panti Rapih tipe B merupakan rumah sakit dengan pelayanan inap yang cukup tinggi dilihat dari nilai Bed Occupancy Ratio (BOR) sebesar 78.65% yang memiliki 345 tempat tidur. Selain itu, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi khususnya bagi farmasis dan tenaga kesehatan lain di rumah sakit mengenai formula perhitungan dosis yang paling dekat dengan guideline yang dihitung berdasarkan dua formula berbeda.

(17)

3

Juni 2016. Penelitian ini juga bertujuan untuk melihat apakah dosis anak berdasarkan perhitungan BSA memiliki hubungan kesetujuan yang baik dengan dosis anak berdasarkan guideline.

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah analitik observasional karena tidak ada intervensi pada subjek penelitian dan rancangan cross-sectional. Data yang diambil dari penelitian ini bersifat retrospektif, melalui rekam medis pasien pediatrik ISPA di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta pada periode Juni 2015 – Juni 2016.

Variabel bebas pada penelitian ini adalah metode perhitungan dosis, yaitu metode BSA dan guideline. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kesesuaian dosis antibiotik mengacu pada acuan resmi. Variabel Pengacau pada penelitian ini dibagi dua, yaitu terkendali dan tidak terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah usia, dan variable pengacau tak terkendali adalah berat badan pasien.

Tabel I. Formula perhitungan Body Surface Area (BSA) dan dosis berdasarkan BSA

Formula perhitungan BSA

= × [[ ] +] +

Formula perhitungan dosis anak berdasarkan BSA

= , ×

(18)

4

Disease 10 (ICD-10) J06,9 dan dirawat inap serta menyelesaikan pengobatan di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta, memiliki data berat badan, dan mendapatkan terapi antibiotik. Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah pasien dengan catatan medik yang tidak lengkap dan tidak bisa dikonfirmasi, serta pasien yang tidak terdiagnosis ISPA. Peneliti mengambil seluruh jumlah sampel pada periode yang telah disebutkan dan didapatkan 135 kasus peresepan antibiotik. Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta menggunakan pedoman terapi dari Rumah Sakit Sardjito dan pedoman dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sebagai acuan untuk memberikan terapi pada pasien pediatrik.

Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Periode Juni 2015-Juni 2016

Data yang dikumpulkan mencakup nama antibiotik, dosis, frekuensi, durasi, usia, berat badan, dan jenis kelamin pasien. BSA dari tiap pasien dihitung berdasarkan berat badannya dan dosis berdasarkan BSA dihitung dari dosis dewasa yang diperoleh dari pedoman terapi MIMS, lalu dilihat ketidaksesuaiannya dari resep yang diberikan oleh dokter. Dosis yang didapat dari pedoman terapi dihitung berdasarkan berat badan tiap pasien dan hasil dosisnya juga dilihat ketidaksusaiannya dengan resep yang diberikan dokter. Penelitian ini menggunakan uji Cohen’s Kappa untuk melakukan analisis pada data yang telah terkumpul, dan juga menghitung persen kesetujuannya. Hasil uji kappa

30 RM Tidak mendapatkan peresepan antibiotik 2 RM Tidak tercantum berat badan pasien 139 rekam medis (RM) pasien

pediatrik periode Juni 2015 – Juni 2016 terdiagnosa ISPA

Kriteria inklusi 107 RM

107 RM pasien ISPA, dengan 135 kasus peresepan antibiotik.

(19)

5

diinterpretasikan di table II. Uji kappa dilakukan untuk melihat reliabilitas antar rater, dimana rater pada penelitian adalah dosis anak berdasarkan BSA dan dosis anak berdasarkan guideline, yang dinilai adalah dosis dari resep yang diberikan oleh dokter. Formula BSA yang digunakan diambil dari buku Ogden 2016. Guideline yang digunakan adalah Monthly Index of Medical Specialties (MIMS). Analisis data secara statistik dilakukan di Pusat Kajian Clinical Epidemiology & Biostatistics Units Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada menggunakan program IBM SPSS Statistics 22.

Tabel II. Interpretasi nilai kappa

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik pasien dan persentase subjek penelitian

Dalam periode Juni 2015 – Juni 2016, peneliti memperoleh 139 pasien pediatrik rawat inap yang terdiagnosis ISPA, 32 diantaranya tidak memenuhi kriteria inklusi sehingga tidak dimasukkan ke dalam penelitian. Rentang umur pasien pediatrik yang digunakan adalah 0 – 12 tahun. Terdapat 135 antibiotik yang diresepkan selama rawat inap dari pasien yang memenuhi kriteria inklusi.

Nilai Kappa Level of Agreement % of Data that are Reliable

0–0,20 Tidak ada 0–4%

0,21–0,39 Minimal 4–15%

0,40–0,59 Lemah 15–35%

0,60–0,79 Sedang 35–63%

0,80–0,90 Kuat 64–81%

(20)

6

Tabel III. Karakteristik pasien berdasarkan umur, berat badan, dan jenis kelamin

Karakteristik Jumlah pasien (N =

107) Persentase (%)

Umur

1 bulan – 1 tahun 38 35,51

2 – 5 tahun 44 41,13

6 – 12 tahun 25 23,36

Jenis Kelamin

Laki-laki 59 55,14

Perempuan 48 44,86

*Pembagian umur berdasarkan “Paediatric Age Categories to be Used in Differentiating Between Listing on a Model Essential Medicines List for Children” Berdasarkan usia pasien, kelompok usia 2-6 tahun mendapatkan paling banyak peresepan antibiotik di rumah sakit, yaitu 44 pasien (41,13%). Penelitian Asefa (2016), mengatakan bahwa kelompok usia 1-5 tahun merupakan kelompok yang paling banyak mendapatkan terapi antibiotik. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak terkena ISPA (55,14%) dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (44,86%).

Tabel IV. Persentase peresepan dan evaluasi antibiotik pasien pediatrik rawat inap RS Panti Rapih yang terdiagnosis ISPA periode Juni 2015 – Juni 2016

berdasarkan pedoman terapi

Antibiotik (%) (N = Jumlah 135)

Frekuensi N (%) Durasi N (%) Sesuai Tidak

sesuai Sesuai Sesuai Tidak

Sefiksim 44

(32,5) (97,7) 43 (2,8) 1 (100) 44 (0) 0 Eritromisin 27

(20) (100) 27 (0) 0 (92,5) 25 (7,5) 2 Ceftizoxime 13

(9,6) (100) 13 (0) 0 (100) 13 (0) 0 Cefotaxime 10

(7,4) (10) 1 (90) 9 (50) 5 (50) 5 Paramomisin

Sulfat (5,9) 8 (100) 8 (0) 0 (50) 4 (50) 4 Amoxicillin 7

(21)

7

Lanjutan Tabel IV.

Amikasin 6

(4,4) (33,3) 2 (66,7) 4 (83,3) 5 (16,7) 1 Ceftriaxone 6

(4,4) (33,3) 2 (66,7) 4 (66,6) 4 (33,4) 2 Azithromisin 6

(4,4) (100) 6 (0) 0 3 (50) 3 (50)

Cefadroxil 4

(2,9) (100) 4 (0) 0 2 (50) 2 (50) Cotrimoxazole 3

(2,2) (100) 3 (0) 0 (33,3) 1 (66,7) 2

Ampicilin 1

(0,7) (100) 1 (0) 0 (100) 1 (0) 0

Total (%) 135

(100) (86,6) 117 (13,4) 18 (82,2) 111 (17,8) 24

Dari 135 peresepan antibiotik, sefiksim diresepkan paling banyak (32,59%) diikuti dengan eritromisin (20,00%) dan ceftizoxime (9,63%) dan antibiotik lainnya. Sefiksim merupakan antibiotik golongan sepalosporin yang mekanismenya menghambat pembentukan dinding sel bakteri sehingga bersifat bakterisida. Sefiksim di absorbsi sekitar 40-50% di lambung. Sefiksim memiliki efek yang baik pada group A dan group B streptococci dan Streptococcus pneumoniae, serta baik pada basilus gram negatif. Penelitian Brink et al. 2015, juga mengatakan sefiksim dapat digunakan sebagai terapi empiris untuk ISPA pada pediatrik. Eritromisin merupakan antibiotik golongan makrolida dengan mekanisme aksi menghambat sintesis potein bakteri dengan menempel pada subunit ribosom 50S. Eritromisin dapat bersifat bakteriostatik atau bakterisida. Eritromisin merupakan antibiotik dengan spektrum luas (National Center for Biotechnology Information, 2017). Ceftizoxime merupakan antibiotik golongan sepalosporin yang dapat diberikan secara intravena atau suppositoria. Ceftizoxime merupakan antibiotik dengan spektrum luas yang mekanismenya menghambat pembentukan dinding sel bakteri sehingga sifatnya bakterisida (National Center for Biotechnology Information, 2017).

(22)

8

antibiotik yang rasional harus mencakup tepat dosis, indikasi, frekuensi, dan durasi (Nurzaki dkk., 2015).

Tabel V. Persentase kesesuaian peresepan antibiotik pasien pediatrik rawat inap berdasarkan dosis hitung BSA dan guideline di RS Panti Rapih yang terdiagnosis

ISPA periode Juni 2015 – Juni 2016.

*TS = Tidak sesuai; S = Sesuai

Perbandingan nilai inter-rater

Peneliti menggunakan uji Cohen’s Kappa untuk melihat inter-rater reliability dari dua rater yang nantinya akan keluar dalam nilai “k”. Cohen’s Kappa merupakan statistik yang berguna untuk melihat reliabilitas interrater atau intrarater (McHugh, 2012). Dalam penelitian ini rater yang digunakan oleh peneliti adalah perhitungan dosis berdasarkan BSA dan pedoman terapi yaitu MIMS, dan yang dinilai adalah dosis antibiotik yang diresepkan oleh dokter. Rumus BSA yang digunakan untuk menghitung dosis anak diambil dari Ogden, 2016. Rumus BSA dari Ogden hanya menggunakan berat badan untuk perhitungannya. Peneliti

Antibiotik Dosis berdasarkan BSA Dosis berdasarkan guideline

S TS S TS

Sefiksim 14 (31,8%) 30 (68,2%) 2 (4,5%) 42 (95,5%) Eritromisin 26 (96,3%) 1 (3,7%) 23 (85,1%) 4 (14,9%) Ceftizoxime 13 (10%) 0 (0%) 13 (100%) 0 (0%)

Cefotaxime 1 (10%) 9 (90%) 10 (100%) 0 (0%)

Paramomisin

Sulfat 0 (0,0%) 8 (100%) 8 (100%) 0 (0%)

Amoxicillin 6 (85,7%) 1 (14,3%) 7 (100%) 0 (0%)

Amikasin 0 (0%) 6 (100%) 2 (33,3%) 4 (0%)

Ceftriaxone 2 (33,3%) 4 (66,7%) 3 (50%) 3 (50%) Azithromisin 0 (0%) 6 (100%) 2(33,3)%) 4 (66,7%)

Cefadroxil 0 (0%) 4 (100%) 0 (0%) 4 (100%)

Cotrimoxazole 0 (0%) 3 (100%) 3 (100%) 0 (0%)

Ampicilin 0 (0%) 1 (100%) 0 (0%) 1 (100%)

(23)

9

memilih rumus BSA dari Ogden karena sebagian besar data yang diambil dari rekam medis di rumah sakit Panti Rapih Yogyakarta hanya mengukur berat badan saja dan tinggi badannya tidak tercantum. Dosis dewasa yang digunakan sebagai acuan untuk menghitung dosis BSA juga diambil dari pedoman terapi MIMS. Pada penelitian ini, BSA digunakan untuk menghitung dosis anak karena pendekatan dosis anak melalui BSA merupakan cara yang paling akurat dibandingkan dengan metode lainnya seperti dilihat dari umur atau berat badan saja. Shi dan Hartmut 2010 mengatakan pendekatan secara BSA paling sering digunakan untuk dosis anak. Penelitian komparatif yang dilakukan oleh Elias dkk 2005, mengatakan bahwa perhitungan dosis antibotik untuk anak menggunakan BSA lebih baik dibandingkan dengan hanya menggunakan berat badan saja.

(24)

10

menangani kemungkinan tersebut, namun asumsi dari nilai kappa menyebabkan menurunnya tingkat perkiraan dari kesetujuan, dan hasilnya tidak dapat diinterpretasikan secara langsung (McHugh. 2012).

Tabel VI. Kesesuaian dosis antibiotik berdasarkan formula BSA dengan pedoman terapi

Rater Kesesuaian Nilai p Nilai k

Sesuai Tidak sesuai Pedoman

terapi

72 (53,3%) 63 (46,7%) 0,000 0,307

BSA 63 (46,6%) 72 (53,4%)

Dari hasil data diatas, nilai p yang didapatkan dari uji chi-square adalah 0,000 (kurang dari 0,05), hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan bermakna kesesuaian dosis antibiotika antara pedoman terapi dan BSA. Karena hasilnya berbeda bermakna dan hasil dari nilai kappanya tidak mencukupi, perlu adanya penelitian lebih lanjut terhadap hubungan antara pedoman terapi dan BSA untuk dosis pediatrik. Penelitian ini memiliki kelemahan yaitu keterbatasan akses data di Rumah Sakit Panti Rapih yang hanya dapat memperoleh data berat badan saja untuk menghitung BSA pasien. Pemilihan rumus untuk menghitung BSA juga bisa menjadi faktor yang mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu kelemahan juga terdapat pada proses pengolahan data, pedoman terapi yang digunakan pada penelitian ini berbeda dengan yang digunakan di Rumah Sakit Panti Rapih karena data penyakit ISPA tidak tersedia dalam pedoman rumah sakit.

KESIMPULAN

(25)

11

Antibiotik yang paling banyak diresepkan adalah sefiksim (32,59%) diikuti dengan eritromisin (20,00%) dan ceftizoxime (9,63%).

2. Hubungan kesesuaian dosis antibiotik berdasarkan BSA dan berdasarkan guideline rendah, dilihat dari nilai persen kesetujuan yaitu 65,1% dan nilai kappa yaitu 0,307.

DAFTAR PUSTAKA

Asefa, L., Getu, B., dan Zelalem, B., 2016, Antibiotics Use Evaluation for Pediatrics at Nekemte Referral Hospital, East Wollega Zone, Oromia Region, West Ethiopia.

Balentine J.R., Nabili, S.N., Shiel Jr, W.C., 2016, Upper Respiratory Tract Infection,

http://www.medicinenet.com/upper_respiratory_infection/article.htm, diakses tanggal 10 Oktober 2016.

Brink, A. J., Cotton, M. F., Feldman C., Finlayson, H., Friedman R. L., Green, R., Hendson, W., Hockman, M. H., Maartens, G., Madhi, S. A., Reubenson, G., Silverbauer, E. J., Zietsman, I. L., 2015, Updated recommendations for the management of upper respiratory tract infections in South Africa, SAMJ, 105(5).

Centers for Disease Conrol and Prevention, 2015, Antibiotic / Antimicrobial Resistance, https://www.cdc.gov/drugresistance/about.html, diakses tanggal 25 Oktober 2016.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009, Profil Kesehatan Indonesia 2008, Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Elias, GP, Antoniali, C, Mariano, RC, 2005, Comparative study of rules employed for calculation of pediatric drug dosage, Journal of Applied Oral Science, 13(2).

Kementrian Kesehatan R.I., 2009, Riset Kesehatan Dasar : Riskesdas 2007, Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan R.I., 2012, Pedoman Pengendalian Infeksi Saluran

Pernapasan Akut, Jakarta, Direktorat Bina Kesehatan Anak.

Knoppert, D.. Reed, M., Benavides, S., Totton, J., Hoff, D., Moffett, B., Norris, K., Vaillancourt, R., Aucoin, R., Worthington, M., 2007, Paediatric Age Categories to be Used in Differentiating Between Listing on a Model Essential Medicines List for Children, http://archives.who.int, diakses tanggal 10 Mei 2017.

(26)

12

MIMS Indonesia, 2017, Cefixime,

http://mims.com/indonesia/drug/info/cefixime/?type=brief&mtype=generi c, diakses tanggal 15 Maret 2017.

National Center for Biotechnology Information, 2017, PubChem Compound

Database; CID=5362065,

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/5362065, diakses tanggal 2 Mei 2017.

National Center for Biotechnology Information, 2017, PubChem Compound

Database; CID=6533629,

https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/6533629, diakses tanggal 2 Mei 2017.

Nurzaki, A., Rajaheng, B., Orbayinah, S., 2015, Evaluasi Kerasionalan Pengunaan Antibiotik untuk Pengobatan Pneumonia pada Balita Rawat Inap di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Periode Januari-Desember 2013, Farmasi FKIK UMY, Yogyakarta

Ogden, S.J., Fluharty, L.K., 2016, Calculation of Drug Dosages, 10th edition, Elsevier, Canada.

Shi, R., Derendorf, H., 2010 Pediatric Dosing and Body Size in Biotherapeutics, Pharmaceutics, 2(4).

Wells, G.W., DiPiro, J.T., Schwinghammer, T.L., DiPiro, C.V., 2015, Pharmacotherapy Handbook, 9th ed, McGraw-Hill, New York, United States.

World Health Organization, 2016, Antimicrobial Resistance, http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs194/en/, diakses tanggal 25 Oktober 2016.

World Health Organization, 2016, International Statistical Classification of

Diseases and Related Health Problems 10th Revision,

(27)

13

(28)
(29)

15

(30)

16 Lampiran 4. Penyesuaian Dosis Antibiotik

Antibiotik Pedoman terapi (mg) Resep Dosis

(mg) Dosis BSA (mg)

Resep vs pedoman terapi Resep vs BSA Amikasin inj 142,5 - 190 200 279,34 - 399,05 2 2 Amiosin inj. 106,5 - 142 50 189,09 - 270,12 2 2 Amiosin inj. 435 - 580 600 638,41 - 912,01 2 2 Amiosin drip

NS 217,5 - 290 250 319,20 - 456,01 1 2

Amyosin IV 420 - 560 500 622,88 - 889,83 1 2 Amyosin IV 180 - 240 250 333,04 - 475,77 2 2 Amoxan inj. 173,3 - 390 200 168,48 - 449,27 1 1 Amoxan drop 50 - 100 100 71,70 - 143,40 1 1 Amoxan drop 50 - 100 100 62,81 - 125,63 1 1 Amoxan drop 50 - 100 100 63,87 - 127,75 1 1 Amoxan drop 50 - 100 100 53,06 - 106,12 1 1 Amoxicillin syr 125 - 250 125 62,81 - 125,63 1 1 Amoxan syr 125 - 250 250 89,08 - 178,17 1 2

Azithromisin 140 140 178,17 1 2

Azomax 125 160 163,56 2 2

Azomax 150 200 187,68 2 2

Zithromax 570 40 470,19 2 2

Aztrin 130 132 168,48 2 2

Aztrin 140 140 178,17 1 2

Ampicillin inj. 250 500 182,94 2 2

Sanprima 1 cth 5 ml TMP : 45,80; SFX : 229,44 1 2

Cotrimoxazole 1 cth 5 ml TMP : 42,56; SFX : 212,82 1 2

Sanprima 1 cth 5 ml TMP : 37,45; SFX : 187,27 1 2

Cefila 15 - 30 40 13,82 - 27,65 2 2

Cefila drop 15 - 30 60 13,82 - 27,65 2 2

Cefila 13,5 - 27 60 12,77 - 37,54 2 2

Cefila drop 22,5 - 45 50 18,77 - 37,54 2 2

Cefila 27 - 54 15 21,51 - 43,03 2 2

Cefila 18 - 36 50 15,86 - 31,72 2 2

(31)

17

Cefila drop 22,5 - 45 60 18,77 - 37,54 2 2

Cefim inj. 200 - 400 300 69,12 - 552,94 1 1 Cefim inj. 240 - 480 300 79,30 - 634,37 1 1 Cefim inj. 720 - 1440 1000 176,24 - 1409,90 1 1 Cefim inj. 380 - 760 500 111,98 - 895,84 1 1 Cefim inj. 580 - 1160 750 152,00 - 1216,02 1 1 Cefim inj. 290 - 580 375 91,47 - 731,78 1 1 Cefim inj. 180 - 360 250 63,87 - 510,99 1 1 Cefim inj. 466,7 - 933,33 500 115,29 - 922,35 1 1 Cefim inj. 260 - 520 500 84,24 - 673,90 1 1 Cefim inj. 230 - 460 250 76,79 - 614,31 1 1 Cefim inj. 230 - 460 300 76,79 - 614,31 1 1 Cefim inj. 300 - 600 300 93,84 - 750,70 1 1 Cefim inj. 460 - 920 500 128,84 - 1030,71 1 1 Cefotaxime inj. 700 - 2520 1000 356,33 - 712,67 1 2 Cefotaxime inj. 237,5 - 855 400 133,02 - 266,04 1 2 Cefotaxime inj. 350 - 1260 350 178,17 - 356,33 1 1 Cefotaxime inj. 233,3 - 840 400 118,78 - 237,56 1 2 Cefotaxime inj. 400 - 1440 500 197,00 - 394,01 1 2 Cefotaxime inj. 450 - 1620 500 215,14 - 430,28 1 2 Cefotaxime inj. 237,5 - 855 500 133,02 - 266,04 1 2 Cefotaxime inj. 462,5 - 1665 750 219,57 - 439,14 1 2 Cefotaxime inj. 62,5 - 225 175 41,80 - 83,59 1 2

Clacef 375 - 1350 750 187,68 - 375,35 1 2

Ceftriaxon inj. 174 - 435 1000 249,12 - 996,48 2 2 Ceftriaxone 100 - 250 500 276,47 - 1105,88 2 2 Ceftriaxone inj. 400 - 1000 750 465,24 - 1860,96 1 1 Terfacef 53,33 - 213,33 200 234,09 - 468,19 1 2 Terfacef 106,67 - 426,67 333,33 394,01 - 788,01 1 2

Terfacef 140 - 560 750 356,33 - 712,67 2 1

Gabril 28,33 - 198,33 150 240,52 - 336,72 1 2

Gabril 20 - 140 125 185,02 - 259,03 1 2

Gabril 13,33 - 93,33 80 136,55 - 191,18 1 2 Gabril 28,33 - 198,33 125 240,52 - 336,72 1 2 Gabril 31,67 - 221,67 200 261,29 - 365,80 1 2

Gabril 30 - 210 175 251,00 - 351,40 1 2

(32)

18

Erysanbe chew 170 - 283,33 200 137,44 - 274,88 1 1 Erysanbe chew 93 - 155 125 87,28 - 174,56 1 1 Erysanbe chew 100 - 166,67 150 92,16 - 184,31 1 1

Erysanbe 120 - 200 150 105,73 - 211,46 1 1

Erysanbe chew 65 - 108,33 100 67,05 - 134,11 2 1 Erysanbe syr 95 - 158,33 1/2 cth 88,68 - 177,36 1 1 Erysanbe 190 - 316,67 250 149,31 - 298,61 1 1 Erysanbe chew 130 - 216,67 200 112,32 - 224,63 1 1 Erysanbe chew 150 - 250 200 125,12 - 250,23 1 1 Erytromicin 190 - 316,67 1 cth 149,31 - 298,61 1 1 Opitrocin 450 - 750 250 271,60 - 543,21 1 2 Erysanbe 115 - 191,67 125 102,39 - 204,77 1 1 Erysanbe chew 180 - 300 250 143,43 - 286,86 1 1

Erysanbe 105 - 175 150 95,60 - 191,20 1 1

Erysanbe chew 110 - 183,33 150 99,01 - 198,02 1 1 Erysanbe 100 - 166,67 1/2 cth 92,16 - 184,31 1 1 Erysanbe chew 100 - 166,67 150 92,16 - 184,31 1 1

Erysanbe 330 - 550 400 221,58 - 443,17 1 1

Erysanbe chew 120 - 200 125 105,73 - 211,46 1 1 Erysanbe chew 130 - 216,67 125 112,32 - 224,63 2 1 Erysanbe chew 120 - 200 150 105,73 - 211,46 1 1 Erysanbe chew 130 - 216,67 150 112,32 - 224,63 2 1 Erysanbe chew 79 - 131,67 125 77,31 - 154,62 1 1 Erysanbe chew 330 - 550 400 221,58 - 443,17 1 1 Erysanbe chew 760 - 1266,7 400 367,35 - 734,70 2 1 Erysanbe chew 140 - 233,33 200 118,78 - 237,56 1 1

Cefixime 100 75 54,73 - 109,46 2 1

Cefixime 34,8 2,5 24,91 - 49,82 2 2

Cefixime 42 2,5 28,68 - 57,36 2 2

Cefixime 56 54 35,63 - 71,27 2 1

Starcef syr 12,75 - 25,5 80 20,62 - 41,23 2 2

Starcef 15 - 30 100 23,26 - 46,52 2 2

Sporetic 10,88 - 21,75 60 18,29 - 36,59 2 2

Cefixime 38 50 26,60 - 53,21 2 1

Cefspan syr 6 - 12 30 11,70 - 23,41 2 1

Sporetic 9 - 18 40 15,86 - 31,72 2 2

Sporetic 12,75 - 25,5 70 20,62 - 41,23 2 2

(33)

19

Cefixime caps 116 100 60,80 - 121,60 2 1

Cefspan syr 9 - 18 50 15,86 - 31,72 2 2

Cefspan syr 30 - 60 100 37,78 - 75,57 2 2

Starcef 17,25 - 34,5 80 25,77 - 51,54 2 1

Cefspan syr 12,75 - 25,5 15 20,62 - 41,23 1 2 Sporetik 9,375 - 18,75 20 16,36 - 32,71 2 2

Starcef 33,75 - 67,5 150 40,74 - 81,48 2 1

Cefixime syr 66,67 100 36,49 - 72,98 2 2

Sporetik 17,25 - 34,5 100 25,77 - 51,54 2 2

Sporetik 21,75 - 43,5 75 30,40 - 60,80 2 1

Cefixime 60 60 37,54 - 75,07 1 1

Cefspan 6,225 - 12,45 32 12,03 - 24,06 2 1

Starcef 21,75 - 43,5 100 30,40 - 60,80 2 2

Sporetik 10,5 - 21 30 17,82 - 35,63 2 2

Cefspan syr 15 - 30 100 23,26 - 46,52 2 2

Starcef 7,125 - 14,25 40 13,30 - 26,60 2 2

Cefixime 42 40 28,68 - 57,36 2 1

Starcef 5,325 - 10,65 25 10,72 - 21,45 2 2

Cefixime 60 50 37,54 - 75,07 2 1

Cefixime 92 75 51,54 - 103,07 2 1

Cefixime 68 75 41,23 - 82,46 2 1

Sporetik 11,25 - 22,5 60 18,77 - 37,54 2 2

Cefspan syr 7,8 - 15,6 2,5 14,24 - 28,47 2 2

Lampiran 5. Definisi Operasional Penelitian

Variabel Operasional Definisi Skala Cara Pengukuran Pengukuran

Metode Perhitungan Dosis Instrumen yang digunakan untuk menghitung dosis obat pediatrik dari dosis dewasa. Kategori : 1 : Body

Surface Area (BSA) 2 : Dosis

pada Guideline

Formula BSA: =

Dosis anak = BSA dalam m2/1,7 x Dosis Dewasa

(34)

20 Kesesuaian Dosis Antibiotik Antibiotik yang didapatkan oleh pasien berdasarkan resep dokter dengan kelengkapan dosis pemberian yang dilihat dari rekam medik. Termasuk dalam antibiotik adalah semua golongan antibiotik menurut WHO (2011). Kategori : 1 = dosis sesuai 2 = dosis tidak sesuai

Berdasarkan pedoman penyesuaian dosis pada pasien pediatrik ISPA atas yaitu dari MIMS dan formula BSA

ISPA atas Infeksi yang disebabkan bakteri atau virus, yang menyerang bagian atas pernapasan. penyakit ini masuk dalam klasifikasi ICD-10 : J01 – J06 (WHO, 2016)

-

Diagnosa dokter berdasarkam :

 Diagnosa ICD-10 : J01 sinusitis akut

 Diagnosa ICD-10 : J02 faringitis akut

 Diagnosa ICD-10 : J03 tonsilitis akut

 Diagnosa ICD-10 : J04 laringitis dan trakeitis akut

 Diagnosa ICD-10 : J05 epiglottitis dan laryngitis obstruktif akut

(35)

21 Lampiran 6. Uji Statistik Chi-Square

Dosis Resep vs Pedoman Terapi * Dosis Resep vs BSA Crosstabulation

Count

Sakti Dosis Resep vs BSA

Total

1 2

Sakti Dosis Resep vs Pedoman

Terapi 1 44 28 72

2 19 44 63

Total 63 72 135

Chi-Square Tests

Value df Asymp. Sig. (2-sided) Exact Sig. (2-sided) Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 12.934a 1 .000

Continuity Correctionb 11.720 1 .001

Likelihood Ratio 13.184 1 .000

Fisher's Exact Test .000 .000

Linear-by-Linear Association 12.838 1 .000

N of Valid Cases 135

a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 29.40. b. Computed only for a 2x2 table

Lampiran 7. Uji Statstik Cohen’s Kappa

Symmetric Measures

Value Asymp. Std. Errora Approx. Tb Approx. Sig.

Measure of Agreement Kappa .307 .081 3.596 .000

N of Valid Cases 135

a. Not assuming the null hypothesis.

(36)

22 Lampiran 8. Pedoman Penyesuaian Dosis

No. Nama Antibiotik Dosis

1 Amikasin 15-20 mg/kg/ dalam 2 dosis terbagi

2 Amoxan inj. 40-90mg/kg/hari/ dalam dosis terbagi maksimal 3 g

3 Amoxan syrup 250 – 500 mg setiap 8 jam

4 Azitromisin 10mg/kg/kali dosis tunggal maks 1 g

5 Sefadroksil 25 - 50 mg/kg/hari dalam 2 dosis terbagi

6 Sefiksim 1,5 – 3 mg/kg dua kali sehari

7 Sefotaksim 50 – 780 mg/kg dalam 4 – 6 dosis terbagi

8 Seftriakson 20 – 80 mg/kg sekali sehari

9 Kotrimoksasol 1 sendok takar 5 ml dua kali sehari

10 Eritromisin 30 - 50mg/kg dalam 4 dosis terbagi

11 Gabril 5 - 35 mg/kg dalam 3 dosis terbagi

12 Ceftizoxime 40 – 80 mg/kg dalam 2 – 4 dosis terbagi

(37)
(38)

24

(39)

ABSTRAK

Infeksi Saluran Pernapasan Atas (ISPA) merupakan penyakit yang cukup menjadi perhatian di Indonesia. ISPA selalu menempati urutan atas penyebab kematian pada kelompok bayi dan balita. ISPA yang disebabkan oleh bakteri membutuhkan terapi antibiotik. Pemberian antibiotik serta dosis yang tepat penting bagi pasien pediatrik agar mencegah terjadinya resistensi antibiotik di masa mendatang. Body Surface Area (BSA) merupakan salah satu cara terbaik untuk mengkonversi dosis dewasa ke dosis yang tepat bagi anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pasien pediatrik dan peresepan antibiotik di RS Panti Rapih Yogyakarta dan membandingkan dosis berdasarkan perhitungan BSA dengan pedoman terapi. Jenis penelitian ini adalah analitik observasional dengan rancangan cross sectional dan data bersifat retrospektif yang membandingkan dosis hitung berdasarkan BSA dengan guideline yaitu Monthly Index of Medical Specialities (MIMS). Uji hipotesis menggunakan cohen’s kappa dengan hasil nilai κ = 0,307 yang berarti tingkat kesepakatannya minimal dan persen kesetujuan dengan hasil 65,1%. Terdapat 72 (53,33%) kasus yang tidak sesuai berdasarkan BSA dan 63 kasus (46,67%) yang tidak sesuai berdasarkan guideline. Uji Chi-square menunjukan hasil p = 0,000 yang berarti ada perbedaan bermakna antara kesesuaian dosis berdasarkan BSA dengan guideline.

(40)

ABSTRACT

Upper Respiratory Infection (URI) is a disease of concern in Indonesia. URI always be the lead cause of death in groups of infants and toddlers. URI caused by bacteria require antibiotic therapy. Provision of appropriate antibiotics and doses is important for pediatric patients to prevent future antibiotic resistance. Body Surface Area (BSA) is one of the best ways to convert an adult dose to the appropriate dose for a child. This study aims to determine the characteristics of pediatric patients and antibiotic prescribing at Panti Rapih Yogyakarta Hospital and compare the doses based on BSA calculations with therapeutic guidelines. The type of this study is observational analytic with cross sectional design and retrospective data comparing dosage calculation based on BSA with guideline which is Monthly Index of Medical Specialties (MIMS). Hypothesis test using cohen's kappa with result of value κ = 0,307 which mean minimum agreement level and percent agreement with result of 65,1%. There are 72 (53,33%) of the dosage calculation which are unsuitable based on BSA and 63 cases (46,67%) which are not appropriate based on the guideline. Chi-square test shows the resultvof p = 0,000 which means there is a significant difference between the suitability of dosage based on BSA with guideline.

Gambar

Tabel I.  Formula perhitungan Body Surface Area (BSA) dan dosis
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Periode Juni
Tabel I.  Formula perhitungan Body Surface Area (BSA) dan dosis berdasarkan
Gambar 1. Bagan Sampel Penelitian Pasien Rawat Inap Periode Juni 2015-Juni 2016
+4

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui perbandingan produksi, nilai produksi serta biaya pada usahatani jagung hibrida dan lokal maka dilakukan uji-t dengan masing-masing 25 responden.. Uji t Produksi,

68/MPP/Kep/2/2003 Penjualan local produk tissue yang dilakukan antar pulau tidak termasuk dalam kelompok produk yang wajib PKAPT. Tidak

Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis untuk melakukan Penulisan Hukum dengan judul “ Pelaksanaan Kewenangan atas Penggunaan Spektrum Frekuensi Radio bagi

[r]

Parsons dan Trussel (2008) menyimpulkan bahwa salah satu ukuran yang dapat mewakili kemampuan sebuah organisasi nirlaba untuk berhasil dalam misinya (untuk program) dan

Seleksi massa (dalam pemuliaan tanaman) atau seleksi individu (dalam pemuliaan hewan) adalah salah satu metode seleksi yang tertua untuk memilih bahan tanam yang

[r]

Demikian pengumuman ini, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Kolaka, 7