APLIKASI Tithonia diversifoliaDAN PUPUK KANDANG AYAM DENGAN PUPUK SP-36 TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN
SKRIPSI
OLEH :
MOHD. FADLI LUBIS 120301091
AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
APLIKASI Tithonia diversifoliaDAN PUPUK KANDANG AYAM DENGAN PUPUK SP-36 TERHADAP SERAPAN P DAN PERTUMBUHAN
TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) PADA TANAH ULTISOL LABUHAN BATU SELATAN
SKRIPSI
OLEH :
MOHD. FADLI LUBIS 120301091
AGROTEKNOLOGI - ILMU TANAH
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2017
Judul Penelitian : Aplikasi Tithonia diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap Serapan P dan
Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan
Nama : Mohd. Fadli Lubis
NIM : 120301091
Program Studi : Agroteknologi Minat : Ilmu Tanah
Di Setujui, Oleh : Komisi Pembimbing
Ketua
( Ir. Fauzi, M.P. ) NIP. 195711101986011003
Anggota
( Ir. M. Madjid Damanik, M.Sc. ) NIP.195207251976031001
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan proposal ini. Adapun judul dari penelitian ini adalah Aplikasi Tithonia diversifoliadan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap P-Potensial, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) Pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan yang merupakan salah satu syarat untuk dapat meraih gelar sarjana di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih khususnya kepada Bapak Ir. Fauzi, M.P. dan Bapak Ir. M. Madjid Damanik, M.Sc., selaku ketua dan anggota komisi pembimbing, yang telah memberikan bimbingan dan arahan serta masukan mulai dari penulisan usulan penelitian hingga selesai skripsi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan skripsi ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Juli 2017
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... …. iv
DAFTAR LAMPIRAN ... …. v
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan Penelitian ... 3
Hipotesis Penelitian ... 3
Kegunaan Penelitian ... 3
TINJAUAN PUSTAKA Ultisol ... 4
Unsur Hara Fosfor dalam tanah ... 5
Pupuk Fosfat (SP-36) ... 8
Bahan Organik ... 10
Pupuk Kandang Ayam……….11
Kompos Tithonia diversifolia………...12
Tanaman Jagung ... 14
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ... 16
Bahan dan Alat ... 16
Metode Penelitian ... 16
Pelaksanaan Penelitian 1. Pengambilan Contoh Tanah ... 18
2. Analisis Tanah Awal ... 18
3. Persiapan Media……... ... 19
4. Pengomposan ... 19
5. Analisis Kompos dan Pupuk Kandang ayam………....19
6. Aplikasi Kompos dan Pupuk Kandang ayam………19
7. Penyiraman………20
8. Pengambilan Sampel……….…20
9. Parameter Pengamatan………..…20
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil………..….21
pH Tanah………..….21
Al-dd………...…..…22
P-Potensial……….…23
Serapan P………...24
Diameter Batang………25
Berat Kering Akar……….26
Berat Kering Tajuk………27
Pembahasan………28
pH Tanah………...………28
Al-dd………..……28
P-Potensial……….……29
Serapan P………...30
Diameter Batang………31
Berat Kering Akar dan Berat Kering Tajuk………..…31
KESIMPULAN Kesimpulan………...32
Saran………...…32 LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
No Keterangan Hal
1 Syarat mutu pupuk SP-36... 8 2 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk SP -36
terhadap pH tanah... 21 3 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk sp-36 terhadap
Al-dd tanah... 22 4 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk sp-36
terhadap P-potensial tanah... 23 5 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk sp-36
terhadap serapan P tanaman... 24 6 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk sp-36
terhadap diameter batang... 25 7 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk sp-36
terhadap berat kering akar... 26 8 Uji beda rataan aplikasi Bahan organik dengan pupuk sp-36
terhadap berat kering tajuk... 27
DAFTAR LAMPIRAN
No Keterangan Hal
1 Deskripsi jagung (Zea maysL.) varietas Pioneer 32………. 39 2 Bagan Percobaan tanaman jagung (Zea mays L.)……… 40 3 Data Analisis Awal Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan………… 41 4 Data Analisis Awal Bahan Organik………... 41 5 Kriteria Sifat Tanah………. 42 6 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap pH Tanah. 43 7 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) pH Tanah………. 43 8 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap Al-dd
Tanah………. 44
9 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) Al-dd Tanah………... 44 10 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap P-
Potensial………. 45
11 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) P-Potensial………... 45 12 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap serapan P 46 13 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) Serapan P ………
46 14 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap Diameter
Batang……… 47
15 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) Diameter Batang……….. 47 16 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap Berat
Kering Akar………... 48
17 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) Berat Kering Akar ………..
48 18 Data Aplikasi Bahan Organik dan pupuk SP-36terhadap Berat
Kering Tajuk……….. 49
19 Tabel Sidik Ragam (ANOVA) Berat Kering Tajuk ……….
49 20 Gambar pertumbuhan tanaman jagung……… 50
PENDAHULUAN Latar Belakang
Tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25%
dari total daratan Indonesia. Penampang tanah yang dalam dan kapasitas tukar kation yang tergolong sedang hingga tinggi menjadikan tanah ini mempunyai peranan yang penting dalam pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia (Prasetyo dan Suridikarta, 2006). Oleh karena itu, pengelolaan kesuburan tanah masam seperti Ultisol perlu mendapat perhatian.
Secara umum tanah Ultisol mempunyai kendala untuk pengembangan usaha tani, hal tersebut dikarenakan miskin kandungan bahan organik, pH rendah, C-Organik sangat rendah, dan N-total sangat rendah sedangkan kejenuhan Al termasuk tinggi. Tanah ini juga miskin kandungan hara lainnya terutama P dan kation-kation dapat tertukar lainnya, seperti Ca, Mg, Na dan K, kapasitas tukar kation (KTK) rendah, dan peka terhadap erosi (Sudaryono, 2009).
Upaya yang dilakukan untuk memperbaiki sifat tanah Ultisol antara lain adalah dengan cara penambahan bahan organik untuk memperbaiki sifat fisik, kimia, biologi tanah, serta pemupukan untuk penyediaan unsur hara makro seperti penambahan pupuk P (Tan, 2007). Penambahan bahan organik yang berasal dari sisa tanaman dan kotoran hewan selain menambah bahan organik tanah juga memberikan konstribusi terhadap ketersedian hara N, P, dan K, serta mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik (Rachman, dkk, 2008).
Beberapa bahan organik (kompos) yang dimanfaatkan untuk meningkatkan P dalam tanah yaitu tanaman semak belukar,yaitu Tithonia diversifoliamerupakan gulma yang banyak tumbuh di tepi jalan raya dan dataran
tinggi. Menurut hasil penelitan Hakim, dkk (2008), komposT. diversifolia dapat mengurangi kebutuhan pupuk buatan sebanyak 50% bagi tanaman melon, tomat, cabai, jahe, jagung, dan kedelai pada tanah Ultisol. T. diversifolia juga dapat menurunkan Al dan menaikkan pH tanah. Kompos T. diversifolia mengandung 0,37% P, sehingga dapat digunakan sebagai salah satu sumber P bagi tanaman (Hartatik, 2007).
Pupuk kandang memiliki sifat yang alami dan tidak merusak tanah, menyediakan unsur hara makro (N, P, K, Ca, dan S) dan mikro (Fe, Zn, B dan Co). Pupuk kandang ayam mempunyai kandungan P (1 - 2%) yang lebih tinggi dibandingkan pupuk kandang yang lainnya (Melati dan Andriyani, 2005). Sutejo (2002) mengemukakan bahwa kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam lebih tinggi karena bagian cair (urin) bercampur dengan bagian padat.
Pemupukan P merupakan hal yang umum dilakukan pada budidaya pertanian pada Tanah Ultisol agar tanaman memperoleh P dalam jumlah optimal dengan harapan produktivitas tanaman yang tinggi dapat dicapai. Permasalahan utama dalam pemupukan P adalah unsur hara P yang berasal dari pupuk P akan mengalami berbagai reaksi seperti fiksasi dan retensi. Reaksi – reaksi tersebut akan menyebabkan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Tambunan dkk, 2014).
Semakin tinggi kadar Fe dan Al pada tanah, maka akan semakin tinggi jerapan P yang dapat terjadi. Unsur Al dan Fe yang banyak larut pada tanah masam akan mudah mengikat P, sehingga penambahan pupuk P kurang bermanfaat bagi tanaman (Sukmawati, 2011).
Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik melakukan penelitian tentang Aplikasi T. diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap P-Potensial, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui Aplikasi T.diversifolia dan Pupuk Kandang Ayam dengan Pupuk SP-36 Terhadap P-Potensial, Serapan P dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea maysL.) pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
Hipotesis Penelitian
1. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea maysL.) pada tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
2. Pemupukan P dapat meningkatkan serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea maysL.) pada tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
3. Interaksi pemberian bahan organik dan pemupukan P dapat meningkatkan serapan P dan pertumbuhan tanaman jagung (Zea maysL.) pada tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
Kegunaan Penelitian
1. Sebagai bahan informasi bagi kepentingan ilmu pengetahuan dan dapat diterapkan dalam perbaikan tanah Ultisol.
2. Sebagai salah satu syarat untuk dapat mendapatkan gelar Sarjana Pertanian di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
TINJAUAN PUSTAKA Ultisol
Tanah Ultisols termasuk ke dalam tanah marginal dan umumnya belum tertangani dengan baik. Pemanfaatan tanah Ultisol akan dihadapkan pada berbagai kendala pada sifat fisik dan kimia tanah. Sifat fisik tanah ini umumnya jelek, yaitu mempunyai permeabilitas tanah yang sangat rendah, drainase buruk, ruang pori makro yang sangat sedikit sehingga aerasi tanah sangat rendah. Sifat tanah Ultisol umumnya jelek dan kurang menunjang untuk pengembangan di bidang pertanian seperti aerasi buruk, stabilitas agregat yang kurang stabil, laju infiltrasi dan permeabilitas lambat, serta daya pegang air (water holding capacity) rendah (Bondansari dan Bambang, 2011).
Reaksi tanah Ultisol umumnya masam hingga sangat masam (pH 5 – 3,10). Kapasitas tukar kation pada tanah Ultisol tergolong rendah yaitu berkisar 6,10 – 6, 80 cmol/kg. Pada pH rendah (< 5.0) ketersedian P bermasalah dari bentuk tersedia menjadi tidak tersedia. Pada tanah masam kelarutan logam seperti Al, Fe, dan Mn sangat tinggi. Permasalahan kemasaman tanah pada tanah Ultisol menyebabkan unsur hara makro seperti Fosfor (P) menjadi tidak tersedia bagi tanaman (Damanik, dkk, 2010).
Ultisol dicirikan oleh adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya resap air dan meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik pada tanah Ultisol dan sangat merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Hal ini karena kesuburan tanah Ultisol sering kali hanya ditentukan oleh kandungan
bahan organik pada lapisan atas. Bila lapisan ini tererosi maka tanah menjadi miskin bahan organik dan hara (Prasetyo dan Sudikarta, 2006).
Hasil analisis beberapa sifat fisik dan kimia Ultisol sebelum diberi perlakuan menunjukkan bahwa tanah ini bertekstur liat dengan permeabilitas lambat. Sedangkan sifat kimia mencirikan pH rendah (4,59), C-organik sangat rendah (0,86%), N-total dan KTK masing-masing sangat rendah dengan nilai 0,09% dan 4,13 me/100 g, sedangkan kejenuhan Al termasuk tinggi (41,29%) dengan kandungan Aldd sebesar 2,30 me/100 g dan Hdd sebesar 1,69 me/100 g.
(Wahyudi, 2009).
Unsur Hara Fosfor dalam Tanah
Unsur P adalah unsur esensial kedua setelah N yang berperan penting dalam fotosintesis dan perkembangan akar. Ketersediaan P dalam tanah jarang yang melebihi 0,01 % dari total P. Sebagian besar bentuk P terikat oleh koloid tanah sehingga tidak tersedia bagi tanaman. Tanah dengan kandungan organik rendah seperti Oksisols dan Ultisols yang banyak terdapat di Indonesia kandungan P dalam organik bervariasi dari 20–80%, bahkan bisa kurang dari 20% tergantung tempatnya. P tersebut tidak dapat dimanfaatkan secara efektif oleh tanaman, karena P dalam tanah dalam bentuk P terikat di dalam tanah, sehingga petani harus terus melakukan pemupukan P di lahan sawah walaupun sudah terdapat kandungan P yang cukup memadai. Pada tanah masam, P bersenyawa dalam bentuk-bentuk Al—P dan Fe—P, sedangkan pada tanah alkali (basa) P akan bersenyawa dengan kalsium membentuk senyawa Ca-P yang sukar larut (Simanungkalit, dkk, 2006).
Terdapat dua bentuk P dalam tanah, yakni P anorganik dan P organik.
Sumber utama P anorganik adalah hasil pelapukan dari mineral - mineral apatit, dari pupuk - pupuk buatan dan dekomposisi bahan organik. Sebagian besar fosfat anorganik tanah berada dalam persenyawaan kalsium (Ca-P), Alumunium (Al-P), dan besi (Fe-P) yang semuanya sulit larut di dalam air. P organik tanah berada dalam tiga grup senyawa, yaitu : fitin dan turunannya, asam nukleat, dan fosfolipida. Kadar P organik tanah dijumpai lebih besar pada lapisan tanah atas (top soil) dibandingkan dengan lapisan tanah bawah (sub soil). Hal ini terjadi karena pada lapisan atas terdapat penumpukan sisa- sisa tanaman atau bahan organik (Damanik dkk., 2010).
P sebagian besar berasal dari pelapukan batuan mineral alami, sisanya berasal dari pelapukan bahan organik. Walaupun sumber P di dalam tanah mineral cukup banyak, tanaman masih bisa mengalami kekurangan P. P lebih mudah larut pada tanah yang memiliki pH rendah (masam), sebaliknya pada tanah dengan pH tinggi, kelarutannya menurun. Oleh karena itu, P tidak sesuai diaplikasikan pada tanah yang alkalis. Kadar Ca yang tinggi dalam tanah akan menghambat kelarutan P. Umumnya, P sukar tercuci oleh air hujan maupun air irigasi disebabkan karena P bereaksi dengan ion dan membentuk senyawa yang tingkat kelarutannya rendah.
Bahkan sebagian menjadi ion yang tidak tersedia untuk tanaman atau terfiksasi oleh senyawa lain (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Tanaman menyerap hara P dalam bentuk ion orthofosfat yakni : H2PO4--
, HPO4-2, dan PO4-3 dimana jumlah dari masing - masing bentuk sangat tergantung pada pH tanah. Pada tanah - tanah yang bereaksi masam lebih banyak dijumpai bentuk H2PO4-
dan pada tanah alkalis adalah bentuk PO4-3
(Damanik, dkk,2011).
Senyawa P-anorganik dapat diklasifikasikan menjadi 4 bagian yaitu besi fosfat (FePO4), aluminium fosfat (AlPO4), kalsium fosfat (Ca3(PO4)2) dan reductant soluble. Bentuk FePO4 dan AlPO4
Kelarutan senyawa P anorganik secara langsung mempengaruhi ketersediaan P untuk pertumbuhan tanaman. Kelarutan P dipengaruhi oleh pH tanah, yaitu pada pH 6-7 untuk tanaman. Jika pH dibawah 6, maka P akan terikat oleh Fe dan Al. Ketersediaan P umumnya rendah pada tanah asam dan basa. Pada tanah dengan pH diatas 7, maka P akan diikat oleh Mg dan Ca (Mallarino, 2000).
dominan ditemukan pada tanah masam (Rosmarkam dan Yuwono, 2002).
Serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan tanah. Berarti besaran volume akar yang berkontak dengan besaran kepekatan P dalam larutan adalah dua faktor yang sangat menentukan besaran serapan P tanaman. Pengambilan P oleh tanaman jagung dipengaruhi oleh sifat akar dan sifat tanah dalam menyediakan P. Sebaran akar didalam tanah sangat penting dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman terutama bila kepekatan P rendah dalam media tumbuh (Hakim, 2005).
Bahan organik di dalam tanah dapat mempengaruhi ketersediaan P melalui dekomposisinya yang menghasilkan asam organik dan CO2. Asam organik akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al, Fe dan Ca dalam larutan tanah. Dengan demikian konsentrasi ion Al, Fe dan Ca yang bebas dalam larutan akan berkurang sehingga diharapkan P tersedia akan lebih banyak. Dengan kata lain, kecepatan pelepasan P dari bentuk tidak tersedia menjadi bentuk tersedia adalah sangat bergantung pada pH tanah dan bahan organik (Ardjasa, 1994).
Pupuk Fosfat (SP-36)
Definisi pupuk di PP No. 8 tahun 2001 Bab 1 Pasal 1 yaitu, pupuk adalah bahan kimia atau organisme yang berperan dalam penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman secara langsung atau tidak langsung. Sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik dan atau biologis, dan merupakan hasil industri atau pabrik pembuat pupuk (Firmansyah, 2011).
Pupuk SP-36 adalah pupuk fosfat buatan berbentuk butiran (granular) yang dibuat dari batuan fosfat dengan campuran asam fosfat dengan asam sulfat yang komponen utamanya mengandung unsur hara P berupa mono kalsium fosfat, Ca (H2PO4).
Tabel 1. Syarat Mutu Pupuk SP-36
Pupuk SP-36 memiliki syarat mutu yang sesuai seperti pada Tabel 1.
(Badan Standartrisasi Nasional, 2005).
Uraian Satuan Persyaratan Kadar unsur hara fosfor sebagai P2O
- P
5 2O5
- P
total % min. 36
2O5
- P
larut dalam asam sitrat 2% % min. 34
2O5larut dalam air % min. 30 Kadar belerang (sebagai S) % min. 5 Kadar asam bebas (sebagai H3PO4) % maks. 6 Kadar air % maks. 5
Catatan : Semua persyaratan kecuali kadar air di hitung atas dasar bahan kering (adbk).
SP-36 mengandung 36% P dalam bentuk P2O5. Pupuk ini terbuat dari fosfat alam dan sulfat. Berbentuk butiran dan berwarna abu-abu. Sifatnya agak sulit larut di dalam air dan bereaksi lambat sehingga selalu digunakan sebagai pupuk dasar. Reaksi kimianya tergolong netral, tidak higroskopis dan tidak bersifat membakar (Novizan, 2005). Menurut Syafruddin, dkk, (2002) Pemberian hara P pada tanah Ultisol dalam bentuk SP36 sama baiknya dengan TSP, walaupun kadar P2O5 pada SP-36 (36%) lebih rendah dibading TSP (46%).
Kendala dalam pemupukan P pada tanah bereaksi masam ialah fosfat akan bereaksi dengan ion-ion aluminium (Al) dan atau besi (Fe) menjadi senyawa aluminium-fosfat dan atau besi-fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman.
Sebaliknya, pada tanah bereaksi basa senyawa fosfat akan terikat oleh ion kalsium menjadi senyawa kalsium-fosfat yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada lahan bereaksi masam, penjenuhan senyawa fosfat dapat diupayakan agar fosfat dapat tersedia (Zuchri, 2009).
Sebagian besar tanaman dapat mengambil P yang diberikan dari pupuk sebesar 10 hingga 30% dari total P yang diberikan selama tahun pertama pemupukan, berarti 70-90% pupuk P tetap berada di dalam tanah. Besarnya kemampuan tanah tanaman memanfaatkan P dipengaruhi oleh pH tanah, tipe liat, temperatur, bahan organik, dan waktu aplikasi (Novriani, 2010).
Aplikasi pupuk SP-36 dan aplikasi pupuk kandang serta interaksi pupuk SP-36 dengan pupuk kandang berpengaruh terhadap nilai serapan P-tanaman.
Setiap pupuk yang digunakan dapat meningkatkan serapan P-tanaman seiring penambahan dosis pupuk SP-36. Pada perlakuan pupuk kandang ayam peningkatan yang signifikan terjadi pada dosis 100-150 kg/ha pupuk SP-36, (Siregar., dkk, 2015).
Unsur hara fosfor (P) merupakan unsur hara esensial yang dibutuhkan tanaman. Tidak ada unsur hara lain yang dapat mengganti fungsinya di dalam tanaman, sehingga tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup untuk pertumbuhannya secara normal, oleh karena P dibutuhkan tanaman cukup tinggi. Fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintetis, transfer dan penyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses di
dalam tanaman lainnya yang membantu mempercepat perkembangan akar dan perkecambahan. Unsur P dapat merangsang pertumbuhan akar, kemudian berpengaruh pada pertumbuhan bagian di atas tanah. Kekurangan unsur P dapat menunjukkan gejala menurunnya sintesis protein, seperti: lambatnya pertumbuhan bibit dan daun berwarna keunguan (Winarso, 2005).
Bahan Organik
Bahan organik sebagai salah satu bahan pembentuk tanah berperan dalam memperbaiki, mempertahankan, ataupun meningkatkan sifat-sifat, baik sifat fisika, kimia, maupun biologi tanah mineral. Hal ini disebabkan karena bahan organik setelah mengalami pelapukan akan membentuk senyawa antara yang agak stabil dan bersifat koloid, yang sangat reaktif. Sifat koloid inilah yang membuat bahan organik mampu memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah. Diantaranya yang utama terhadap sifat fisik tanah adalah membentuk dan memantapkan aggregat tanah. (Yulnafatmawita, dkk, 2012).
Bahan organik penting artinya bagi kesuburan tanah. Peranannya yang terpenting terhadap perbaikan sifat fisik, kimia dan biologis dan dapat membuat unsur hara dari bentuk tak tersedia menjadi bentuk lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman. Unsur hara N tidak diperoleh dari hasil pelapukan batuan, melainkan sumber utama N berasal dari hasil dekomposisi bahan organik. Selain unsur N, hampir semua unsur hara seperti P, K, Ca dan S serta unsur hara mikro diperoleh dari pelapukan bahan organik (Kasno, 2009).
Pengadaan biomasa sebagai sumber bahan organik tanah secara insitu sangat terbatas. Dukungan kesuburan tanah untuk pertumbuhan tanaman semusim dengan intensitas panen tinggi menjadi rendah. Sedang tanaman tahunan berakar
dalam dan permanen memiliki penyanggaan relatif lebih baik. Untuk mendukung produksi pangan yang merupakan kebutuhan pokok dengan berbasis pada tanaman semusim banyak menghadapi hambatan. Tanpa pengkayaan bahan organik yang memiliki kandungan hara lengkap, kesuburan dan produktivitas tanah sulit ditingkatkan. Masalah yang dihadapi jumlah bahan organik yang harus diberikan cukup besar, karena kandungan hara pada bahan organik relatif rendah dan laju pelapukan cepat serta mudah tercuci (Subowo,2010).
pemberian bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam tanah akan menghasilkan asam-asam organik melalui proses mineralisasi bahan organik yang akan membentuk senyawa khelat dengan Al bebas dalam tanah, sehingga Al yang dapat dipertukarkan menurun dan terdapat hubungan antara Al-dd terhadap pH tanah, yaitu dengan penurunan Al-dd maka akan meningkatkan pH. Hal ini disebabkan Al3+
Pupuk Kandang Ayam
merupakan logam yang dapat mengikat P dan membuat pH menjadi masam (Siregar, 2016).
Pupuk kandang ayam adalah pupuk organik yang berasal dari kotoran ternak ayam yang memiliki kandungan unsur hara P2O5
Bila dihitung dari bobot badannya, kotoran ayam lebih besar dari kotoran ternak lainnya, dimana setiap 1.000 kg/tahun bobot ayam hidup, dapat menghasilkan 2.140 kg/tahun kotoran kering. Sedangkan kotoran sapi dengan bobot badan yang sama menghasilkan kotoran kering hanya 1.890 kg/tahun.
Demikian pula dilihat dari segi kandungan hara yang dihasilkan dimana tiap ton kotoran ayam terdapat 65,8 kg N, 13,7 kg P dan 12,8 kg K. Sedangkan kotoran (%) paling banyak dibandingkan pupuk kandang lainnya (Rosmarkan dan Yuwono, 2002).
sapi dengan bobot kotoran yang sama mengandung 22 kg N, 2,6 kg P dan 13,7 kg K. Dengan demikian dapat dikatakan pemakaian pupuk kotoran unggas akan jauh lebih baik dari pada kotoran ternak lainya (Wulandari., dkk, 2011).
Pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya bahan makanan (unsur hara) bagi tanaman yang dapat diserapnya dari dalam tanah. Selain itu, pupuk kandang ternyata mempunyai pengaruh yang positif terhadap sifat fisik dan kimia tanah, mendorong kehidupan (perkembangan) jasad renik. Dengan kata lain pupuk kandang mempunyai kemampuan mengubah berbagai faktor dalam tanah, sehingga menjadi faktor yang menjamin kesuburan tanah (Sutejo, 2002).
Pupuk kandang dapat dikatakan selain mengandung unsur makro (N, P, dan K) juga mengandung unsur hara mikro (Ca, Mg, dan tembaga) yang semua membentuk pupuk, menyediakan unsur atau zat makanan bagi kepentingan pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk kandang memiliki sifat yang lebih baik dibandingkan pupuk alam lainnya maupun pupuk buatan. Walaupun cara kerjanya kalau dibandingkan dengan cara kerja pupuk buatan dapat dikatakan lambat karena harus mengalami proses perubahan terlebih dahulu sebelum dapat diserap oleh tanaman (Sutejo, 2002).
Kompos T. diversifolia
T. diversifolia merupakan tanaman legum, banyak tumbuh sebagai semak
di pinggir jalan, tebing, dan sekitar lahan pertanian. Tanaman ini telah menyebar hampir di seluruh dunia, dan sudah dimanfaatkan sebagai kompos oleh petani di Kenya, namun di Indonesia belum banyak dimanfaatkan (Hartatik, 2007).
T. diversifolia dapat digunakan sebagai pupuk hijau maupun kompos karena hara N, P, K yang terkandung dalam tanaman setara dengan kandungan
hara pupuk kandang. Pemanfatannya dapat memperbaiki kesuburan tanah, meningkatkan C-organik, N tersedia, P2O5, dan K2O5
Penambahan pupuk organik berupa kompos T. diversifolia pada tanah dimaksudkan untuk meningkatkan kandungan unsur hara, serapan air tanah dan mengurangi run off yang mengakibatkan erosi tanah. T. diversifolia merupakan sejenis gulma yang dapat tumbuh di sembarang tanah, namun menggandung unsur hara yang tinggi terutama N, P, K, yaitu 3,5% N ; 0,38% P ; dan 4,1% K yang berfungsi untuk meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd serta meningkatkan kandungan P, Ca dan Mg tanah dan dapat meningkatkan kesuburan
tanah/produktivitas lahan (salah satunyameningkatkan bahan organik) (Hartatik, 2007).
total pada tanah dan meningkatkan hasil pada beberapa komoditas hortikultura dan tanaman pangan yaitu jagung, tomat, selada, dan caisim, namun tidak berpengaruh terhadap hasil kangkung. Penggabungan pemberian pupuk NPK dengan T. diversifolia meningkatkan produksi jagung dan selada dibandingkan dengan pupuk NPK saja (Purwani, 2012).
Konsentrasi P di daun T. diversifolia sangat tinggi (0,27 - 0,38% P).
Jumlah P di daun tithonia lebih tinggi daripada tingkat yang ditemukan di tumbuhan polong yang biasanya digunakan di pertanian maupun pada hutan dan perkebunan, yang hanya sebesar 0,15 - 0,20% P (Wanjau, dkk, 2002). Pemberian T. diversifolia pada Tanah Ultisol untuk mensubstitusi N dan K pupuk buatan
dapat meningkatkan pH tanah, menurunkan Al-dd, serta meningkatkan kandungan hara P, Ca, dan Mg tanah (Hartatik, 2007).
Tanaman Jagung (Zea mays L.)
Jagung (Zea maysL.) merupakan salah satu bahan pangan yang penting di Indonesia karena jagung merupakan sumber karbohidrat kedua setelah beras.
Disamping itu, jagung juga merupakan bahan baku industri dan pakan ternak.
Kebutuhan jagung di Indonesia untuk konsumsi meningkat sekitar 5,16% per tahun sedangkan untuk kebutuhan pakan ternak dan bahan baku industri naik sekitar 10,87% per tahun (Roesmarkam dan Yuwono, 2002).
Sentra produksi jagung masih didominasi di Pulau Jawa (sekitar 65%).
Sejak tahun 2001 pemerintah telah menggalakkan program Gema Palagung (Gerakan Mandiri Padi, Kedelai dan Jagung). Program tersebut cukup efektif, terbukti dengan adanya peningkatan jumlah produksi jagung dalam negeri tetapi tetap belum dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga masih dilakukan impor jagung (Purwono dan Hartono, 2007).
Takaran pupuk untuk tanaman jagung pada tanah ultisol per hektar adalah urea 200 kg, SP-36 150 kg, dan KCl 75 kg. Pupuk urea diberikan 2 kali, masing- masing 1/2 bagian pada saat tanaman berumur 18 hari dan 35 hari. Sedangkan pupuk kandang, SP-36 dan KCl diberikan seluruhnya pada saat tanam (Sihotang, 2010 dalam Pangaribuan, 2012).
Tanaman jagung relatif membutuhkan hara untuk dapat tumbuh optimal, sehingga pemberian pupuk merupakan salah satu faktor kunci bagi keberhasilan budidaya jagung. Pengaruh pemupukan P sangat nyata pada lahan-lahan bertanah podsolik yang ditunjukkan oleh tingginya efisiensi pemupukan. Berdasarkan penelitian Widowati dan Setyorini (2016) menyatakan bahwa takaran pupuk P pada tanaman jagung dengan hasil jagung tertinggi adalah 200 kg/ha TSP dan takaran pupuk P dengan usahatani jagung yang cukup menguntungkan adalah 50
kg/ha TSP. Menurut Yetti, dkk (2012) Pemberian berbagai macam kompos dengan dosis 10 ton/ha di tanah Ultisol memperlihatkan pertumbuhan dan produksi jagung manis yang lebih baik seperti tinggi tanaman, berat kering tanaman, diameter tongkol serta bobot tongkol (Zea maysL.) dibanding yang tanpa kompos.
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitan
Penelitian ini dilaksanakan di lahan rumah kasa Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dan di analisis di Laboratoium Asian Agri PT. Nusa
Pusaka Kencana. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2016 sampai dengan bulan Februari 2017.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah contoh tanah Ultisol yang diambil di Desa Kampung Dalam, Kecamatan Silangkitan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan, Provinsi Sumatera Utara pada kedalaman 0-20 cm secara komposit, Bahan organik berupa kompos T. diversifolia dan pupuk kandang ayam, benih jagung, air aquadest serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah di Laboratorium.
Alat yang digunakan untuk penelitian ini adalah cangkul, polybag, kantong plastik, plastik sampel, kertas label, spidol, timbangan, batang pengaduk, dan alat-alat Laboratorium lainnya untuk keperluan analisis tanah.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan yaitu :
Faktor I : Bahan Organik (B) B0
B
: 0% Bahan Organik (0 g/polybag)
1
B
: 100% T.diversifolia (50 g/polybag setara 20 ton/ha)
2 : 75% T.diversifolia (37,5 g/polybag setara 15 ton/ha) + 25% Pupuk Kandang Ayam (12,5 g/polybag setara 5 ton/ha)
B3 : 50% T.diversifolia (25 g/polybag setara 10 ton/ha) + 50% Pupuk Kandang Ayam (25 g/polybag setara 10 ton/ha)
B4
B
: 25% T.diversifolia (12,5 g/polybag setara 5 ton/ha) + 75% Pupuk Kandang Ayam (37,5 g/polybag setara 15 ton/ha)
5
Faktor II : Pupuk SP-36 (P)
:100% Pupuk Kandang Ayam (50 g/polybag setara 20 ton/ha)
P0 : 0 g/polybag setara dengan (0 kg P2O5 P
/ha)
1 : 0,4 g/polybag setara dengan (50 kg P2O5
P
/ha)
2 : 0,8 g/polybag setara dengan (100 kg P2O5 P
/ha)
3 : 1,2 g/polybag setara dengan (150 kg P2O5
Sehingga diperoleh kombinasi perlakuan sebagai berikut : /ha)
B0P0 B1P0 B2P0 B3P0 B4P0 B5P B
0
0P1 B1P1 B2P1 B3P1 B4P1 B5P B
1
0P2 B1P2 B2P2 B3P2 B4P2 B5P B
2
0P3 B1P3 B2P3 B3P3 B4P3 B5P
Kombinasi perlakuan diatas diulang sebanyak 3 ulangan, sehingga diperoleh jumlah unit percobaan adalah 72 unit percobaan.
3
Model linier Rancangan Acak Kelompok Faktorial Yijk = µ + αi + βj+ (αβ)ij+ € Dimana :
ijk
Yijk
µ : Nilai tengah umum
: Data pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan percobaan ke-i dari faktor bahan organik (B) dan percobaan ke-j dari faktor pupuk P (P)
αi
β
: Pengaruh percobaan ke-i dari faktor bahan organik (B)
j : Pengaruh percobaan ke-j dari faktor pupuk P (P)
(αβ)ij
€
: Pengaruh percobaan ke-i dari faktor bahan organik (B) dan percobaan ke-j dari faktor pupuk P (P).
ijk
Selanjutnya data dianalisis dengan Analisis Varian pada setiap parameter yang diukur dan dilakukan uji lanjutan bagi perlakuan yang nyata dengan menggunakan uji Jarak Berganda Duncan (Duncan Multiple Range Test) pada taraf 5%.
:Pengaruh pengacakan dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi perlakuan bahan organik (B) dengan pupuk P (P).
Pelaksanaan Penelitian 1. Pengambilan Contoh Tanah
Pengambilan contoh tanah Ultisol dilakukan di Desa Kampung Dalam, Kecamatan Silangkitan, Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Tanah diambil secara komposit dengan kedalaman 0-20 cm. Kemudian dikering udarakan dan diayak dengan menggunakan ayakan 10 mesh.
2. Analisis Tanah Awal
Tanah yang telah di kering udarakan dan telah diayak lalu dianalisis % KA dan % KLuntuk mengetahui kebutuhan air.Analisis awal dilakukan terhadap tanah meliputi, pH H2O (Metode Elektrometri), pH KCl (Metode Elektrometri), Al-dd (Metode Titrasi), P-tersedia tanah(metode Bray II), P-Potensial (Ekstrak HCl 25%) dan P total tanah.
3. Persiapan Media
Media percobaan yang digunakan berupa polybag yang di isi dengan tanah Ultisol yang telah di kering udarakan sebanyak 5 kg tanah kering oven/polybag.
4. Pengomposan
Tanaman T.diversifolia diperoleh dari Desa Tiga Panah, Kabupaten Karo.
T.diversifolia terlebih dahulu dicacah menjadi potongan-potongan (kira-kira
berukuran 10 cm) dan diletakkan pada wadah yang tersedia. Setelah itu wadah ditutup dengan plastik untuk menjaga suhu dan kelembaban. T.diversifolia dibolak balik setiap dua hari sekali, serta dilakukan penyiraman setiap satu minggu sekali.
Pupuk kandang ayam diperoleh dari lokasi peternakan ayam di Kec.
Simalingkar. Pupuk kandang ayam selanjutnya di kering udarakan. Kemudian di haluskan dan di ayak.
5. Analisis Kompos dan Pupuk Kandang ayam
Dilakukan analisis kompos dan pupuk kandang ayam yaitu %KA, pH H2
6. Aplikasi Perlakuan
O, %C, %N, rasio C/N, dan P-Total.
Aplikasi bahan organik kompos T.diversifolia dan pupuk kandang ayam serta pupuk SP-36 sesuai dengan dosis perlakuan. Bahan organik berupa kompos T.diversifolia dan pupuk kandang ayam dimasukkan ke dalam polybag sesuai
perlakuan dan diaduk merata hingga homogen. Setelah itu diinkubasi selama 3 minggu. Pupuk SP-36 di masukkan kedalam polybag setelah 2 minggu berjalannya inkubasi bahan organik. Dan di lakukan analisis meliputi pH H2
7. Penanaman dan Pemeliharaan
O, P- potensial dan Aldd.
Penanaman dilakukan 1 hari setelah perlakuan bahan organik dan pupuk.
Penanaman dilakukan dengan menanam benih jagung sebanyak 2 benih/polybag.
Pemupukan dasar diberikan berupa pupuk Urea sebanyak 125 kg/ha (0,5 g/polybag) dan pupuk KCl sebanyak 75 kg/ha(0,3 g/polybag). setelah berumur 2 minggudilakukan penjarangan dengan hanya meninggalkan satu tanaman yang paling baik. Tanaman ditanam selama 7 minggu atau hingga akhir masa vegetatif.Penyiraman dilakukan setiap hari sampai mencapai kondisi kapasitas lapang.
8. Pemanenan
Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 6-7 minggu. Bagian tajukdipotong dan bagian akar diambil lalu dibersihkan dan dikeringkan untukselanjutnya diovenkan guna mendapatkan berat konstan. Dihitung berat keringtajuk dan berat kering akarnya setelah diovenkan.
9. Parameter Pengamatan
Peubah amatan yang di ukur meliputi : Tanah (setelah 3 minggu inkubasi)
1. pH H2
2. P-Potensial metode Ekstrak HCl 25%
O metode Elektrometri (1:2,5)
3. Al-dd metode Titrasi
Tanaman (pada akhir vegetatif 6-7 minggu setelah tanam) 1. Serapan P (g) tanaman Jagung (Zea maysL.) 2. Diameter Batang (cm)
3. Bobot Kering Akar (g) 4. Bobot Kering Tajuk (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil
Adapun analisis kimia tanah yang dilakukan adalah pH, Aldd, dan P- potensial, sedangkan pada tanaman analisis yang dilakukan meliputi serapan P, diameter batang, berat kering akar serta berat kering tajuk yang dilakukan setelah panen.
pH Tanah
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 7 memperlihatkan bahwaaplikasi bahan organikdan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap pH tanah, sedangkan interaksi pupuk SP-36 dengan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan pH tanah.
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap pH tanah disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji Beda Rataan Aplikasi Bahan Organikdengan Pupuk SP-36 terhadap pH Tanah
B0 B1 B2 B3 B4 B5 Rataan
P0 4.62 6.14 5.94 5.97 6.03 5.91 5.77b
P1 4.77 6.14 6.13 6.15 6.04 6.05 5.88a
P2 4.76 6.05 6.02 6.04 5.96 6.07 5.82ab
P3 4.86 6.00 5.99 6.10 6.11 6.00 5.84ab
Rataan 4.75b 6.08a 6.02a 6.06a 6.03a 6.01a
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%)menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik dapat meningkatkan pH dengan nilai tertinggi pada taraf B1 (100% T.
diversifolia) sebesar 6,08 yang tidak berbeda nyata dengan taraf B2 (75% T.
diversifolia + 25% pupuk kandang ayam) sebesar 6,02 dengan kriteria agak
masam (Lampiran 5), B3(50% T. diversifolia + 50% pupuk kandang ayam) sebesar 6,06, B4(25% T. diversifolia + 75% pupuk kandang ayam) sebesar 6,03, dan B5(100% pupuk kandang ayam) sebesar 6,01, sedangkan nilai pH yang
...ppm...
terendah pada taraf B0
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa aplikasi pupuk SP-36 dapat meningkatkan pH dengan nilai tertinggi pada taraf P
(kontrol) sebesar 4,75 dengan kriteria masam (Lampiran 5).
1 (50 kg P2O5/ha) sebesar 5,88 dengan kriteria agak masam (Lampiran 5), namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2 (100 kg P2O5/ha) sebesar 5,82 dan P3 (150 kg P2O5/ha) sebesar 5,84, sedangkan nilai pH yang terendah pada taraf P0
Aldd
(kontrol) sebesar 5,77 dengan kriteria agak masam (Lampiran 5).
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 9 memperlihatkan bahwa aplikasi bahan organik, aplikasi pupuk SP-36, dan interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap penurunan Aldd tanah.
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap Alddtanah disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Uji beda rataan aplikasi bahan organikdengan pupuk SP-36 terhadap Aldd tanah
B0 B1 B2 B3 B4 B5
P0 0.247a 0.030e 0.037de 0.037de 0.043de 0.040de P1 0.047de 0.030e 0.030e 0.030e 0.043de 0.030e P2 0.213b 0.030e 0.037de 0.037de 0.030e 0.040de P3 0.130c 0.037de 0.030e 0.060d 0.030e 0.037de
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%) menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 dapat menurunkan Aldd dengan nilai terendah pada kombinasi perlakuan B1P0 (100% T.diversifolia dan 0 kg P2O5/ha), B1P1
(100% T. diversifolia dan 50 kg P2O5/ha), B1P2 (100% T. diversifolia dan 100 kg
...%...
P2O5/ha), B2P3 (75% T. diversifolia + 25% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha), B3P1 (50% T. diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 50 kg P2O5/ha), B4P2 (25% T.diversifolia + 75% pupuk kandang ayam dan 100 kg P2O5/ha), B4P3 (25% T.diversifolia + 75% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) dan B5P1 (100% pupuk kandang ayam dan 50 kg P2O5/ha) sebesar 0,030 ppm, sedangkan nilai Aldd tertinggi pada taraf B0P0
P-Potensial
(kontrol) sebesar 0,247 ppm.
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 11 memperlihatkan bahwa aplikasi bahan organik, aplikasi pupuk SP-36 dan interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap P-potensial tanah.
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap P-potensial tanah disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Uji beda rataan aplikasi bahan organikdengan pupuk SP-36 terhadap P- potensial tanah
B0 B1 B2 B3 B4 B5
P0 0.009f 0.011f 0.011f 0.013f 0.014ef 0.019def P1 0.019cdef 0.015ef 0.025bcde 0.015ef 0.016ef 0.014ef P2 0.014ef 0.016def 0.022bcde 0.029bc 0.023bcde 0.024bcde P3 0.026bcde 0.063a 0.026bcd 0.058a 0.023bcd 0.033b
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%) menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 dapat meningkatkan P-potensial dengan nilai tertinggi pada kombinasi perlakuan B1P3 (100% T.diversifolia dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 0,063 % namun tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan B3P3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 0,058 %, sedangkan nilai P-potensial terendah pada kombinasi
...mg/tanaman...
perlakuan B0P0 (kontrol) sebesar 0,009 % namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan B1P0(100% T.diversifolia dan 0 kg P2O5/ha) sebesar 0,011 %, B2P0 (75% T.diversifolia + 25% pupuk kandang ayam dan 0 kg P2O5/ha) sebesar 0,011
% dan B3P0 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 0 kg P2O5
Serapan P Tanaman
/ha) sebesar 0,013 %.
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 13 memperlihatkan bahwa aplikasi bahan organik dan interaksibahan organik dengan pupuk SP-36 berpengaruh nyata terhadap serapan P, sedangkanaplikasi pupuk SP-36 tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan serapan P.
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap serapan P tanaman disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Uji beda rataan aplikasi bahan organikdengan pupuk SP-36 terhadap serapan P tanaman
B0 B1 B2 B3 B4 B5
P0 350.87hi 1225.97efg 824.91ghi 2060.43abcd 2119.4abc 2219.40ab P1 355.19hi 1421.38bcdefg 1052.49efghi 1105.63efgh 1279.43defg 1676.53bcdef P2 255.28i 1004.06fghi 1088.65efgh 1336.21cdefg 1459.52bcdefg 1793.76abcdef P3 300.40hi 1879.75abcde 969.36fghi 2522.42a 1366.82cdefg 1459.36bcdefg
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%) menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 5 menunjukkan bahwa interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 nyata meningkatkan serapan P dengan nilai tertinggi pada kombinasi B3P3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 2522,42 mg/tanaman yang berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan lainnya, sedangkan nilai serapan P terendah pada kombinasi B0P2 (0% T. diversifolia + 0% pupuk kandang ayam dan 100 kg P2O5/ha) sebesar 255,28 mg/tanaman.
...mm...
Diameter Batang
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 15 memperlihatkan bahwa aplikasi bahan organik berpengaruh nyata terhadap diameter batang, sedangkanaplikasi pupuk SP-36 dan interaksi pupuk SP-36 dengan bahan organik tidak berpengaruh nyata terhadap peningkatan diameter batang.
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap diameter batang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Uji beda rataan aplikasi bahan organikdengan pupuk SP-36 terhadap diameter batang
B0 B1 B2 B3 B4 B5 Rataan
P0 4.69 6.58 8.48 10.18 9.95 9.30 8.20
P1 5.44 7.26 7.96 8.26 8.62 9.37 7.82
P2 5.46 6.96 8.10 8.28 8.76 9.02 7.76
P3 5.64 7.48 8.77 9.76 7.98 9.58 8.20
Rataan 5.31d 7.07c 8.33b 9.12ab 8.83ab 9.32a
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%) menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 6 menunjukkan bahwa aplikasi bahan organik nyata meningkatkan diameter batang tanaman dengan nilai tertinggi pada taraf B5 (100% pupuk kandang ayam) sebesar 9,32 mm, namun tidak berbeda nyata dengan taraf B3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam) sebesar 9,12 mm dan B4 (25% T.diversifolia + 75% pupuk kandang ayam) sebesar 8,83 mm, sedangkan nilai diameter batang terendah pada taraf B0
Bobot Kering Akar
(kontrol) sebesar 5,31 mm yang berbeda nyata dengan semua taraf lainnya.
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 17 memperlihatkan bahwa aplikasi bahan organik, aplikasi pupuk SP-36 dan interaksi pupuk SP-36 dengan bahan organik berpengaruh nyata terhadap bobot kering akar.
...g...
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering akar disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Uji beda rataan aplikasi bahan organikdengan pupuk SP-36 terhadap bobot kering akar
B0 B1 B2 B3 B4 B5
P0 0.68 h 1.52h 4.30fgh 11.93bc 13.21b 18.37a P1 1.31h 6.29defg 4.75fgh 9.99bcd 6.58defg 9.77bcd P2 3.28gh 4.94efgh 17.58a 12.09bc 10.50bcd 6.37defg P3 2.30gh 8.42cdef 7.96cdef 19.57a 8.58bcdef 9.52bcde
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%) menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 nyata meningkatkan bobot kering akar dengan nilai tertinggi pada kombinasi perlakuan B3P3 (50% T. diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 19,57 g, namun tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan B5P0 (100% pupuk kandang ayam dan 0 kg P2O5/ha) sebesar 18,37 g dan perlakuan B2P2 (75% T.diversifolia + 25% pupuk kandang ayam dan 100 kg P2O5/ha) sebesar 17,58 g, sedangkan nilai bobot kering akar terendah pada kombinasi perlakuan B0P0 (kontrol) sebesar 0,68 g namun tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan B0P1 (0% T.diversifolia + 0%
pupuk kandang ayam dan 50 kg P2O5/ha) sebesar 1,31 g dan perlakuan B1P0
(100% T. diversifolia dan 0 kg P2O5 Bobot Kering Tajuk
/ha) sebesar 1,52 g.
Hasil sidik ragam seperti pada Lampiran 19 memperlihatkan bahwa aplikasi bahan organik, aplikasi pupuk SP-36 dan interaksi pupuk SP-36 dengan bahan organik berpengaruh nyata terhadap bobot kaering tajuk.
Hasil uji beda rataan pengaruh aplikasi bahan organik dan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tajuk disajikan pada Tabel 8.
...g...
Tabel 8. Uji beda rataan aplikasi bahan organikdengan pupuk SP-36 terhadap bobot kering tajuk
B0 B1 B2 B3 B4 B5
P0 7.74k 25.07fgh 20.63hij 33.48cde 38.04bc 42.09ab P1 8.41k 29.39ef 18.99ij 27.07fg 31.59de 38.15bc P2 7.49k 23.63gh 18.52j 35.51cd 33.67cde 35.51cd P3 7.49k 34.70cd 23.15ghi 46.22a 33.75cde 36.64c
Keterangan : angka yang diikuti oleh huruf yang sama berarti berbeda tidak nyata(5%) menurut uji DMRT
Dari hasil uji beda rataan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa interaksi bahan organik dengan pupuk SP-36 nyata meningkatkan bobot kering tajuk tanaman dengan nilai tertinggi pada kombinasi perlakuan B3P3 (50%
T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 46,22 g yang berbeda nyata dengan semua kombinasi perlakuan lainnya, sedangkan nilai bobot kering tajuk terendah pada kombinasi perlakuan B0P0 (kontrol) sebesar 7,74 g yang tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan B0P1 (0%
T.diversifolia + 0% pupuk kandang ayam dan 50 kg P2O5/ha) sebesar 8,41 g, B0P2 (0% T.diversifolia + 0% pupuk kandang ayam dan 100 kg P2O5/ha) sebesar 7,49 g dan B0P3 (0% T.diversifolia + 0% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 7,49 g.
Pembahasan pH Tanah
Peningkatan pH tanah dipengaruhi oleh rendahnya pH pada tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan yakni berkisar 4,76, yang meningkat menjadi 6,08
dengan pemberian bahan organik 100% T.diversifolia, sehingga pemberian bahan organik tersebut yang akan menghasilkan humus dapat mengikat hidrogen yang bermuatan positif. Hal ini sesuai dengan pernyataan Novizan (2004) yang menyatakan bahwa beberapa manfaatpupuk organik adalah dapat menyediakan unsur hara makro dan mikro serta mengandung asam humat (humus) yang mampu meningkatkan pH padatanahmasam.
Pemberian pupuk P dapat meningkatkan pH pada tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan sebesar 5,88 hal ini disebabkan adanya unsur Ca di dalam pupuk P (SP-36) yang dapat mengurangi ion H+ pada larutan tanah. Menurut BSN (2005) yang menyatakan bahwa pupuk SP-36 mengandung unsur hara fosfor dan Ca berupa mono kalsium fosfat, Ca(H2PO4). Hal ini sesuai dengan literatur Kaya (2012), bahwa pengaruh pupuk P terhadap peningkatan pH tanah karena adanya pelepasan sejumlah OH- ke dalam larutan akibat adsorpsi sebagian anion fosfat (H2PO4-
) oleh oksida-hidrat Al dan Fe sehingga pH tanah meningkat. Selain itu ion Ca2+ dalam pupuk tersebut akan menggantikan ion H+ dan Al3+ pada kompleks adsorpsi, maka konsentrasi ion H+ dalam larutan berkurang dan konsentrasi ion OH-
Aldd
naik.
Penurunan Aldd pada tanah Ultisol berpengaruh dengan pemupukan P dan pemberian bahan organik (kompos T.diversifolia dan pupuk kandang ayam) dari 0,25 ppm menjadi 0,03 ppm dimana bahan organik tersebut yang telah terdekomposisi akan menghasilkan asam asam organik yang dapat mengikat Al di dalam tanah sehingga Al akan menurun. Hal ini sesuai dengan pernyataan Siregar (2016) bahwa pemberian bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam tanah akan menghasilkan asam-asam organik melalui proses mineralisasi bahan organik yang akan membentuk senyawa khelat dengan Al bebas dalam tanah, sehingga Al yang dapat dipertukarkan menurun dan terdapat hubungan antara Al-dd terhadap pH tanah, yaitu dengan penurunan Al-dd maka akan meningkatkan pH. Hal ini disebabkan Al3+
P-Potensial
merupakan logam yang dapat mengikat P dan membuat pH menjadi masam. Berdasarkan hasil penelitian Sari (2013) yang menyatakan bahwa Al-dd pada perlakuan yang hanya ditambah pupuk P juga mengalami penurunan dibanding sebelum perlakuan karena Al menjerap P membentuk ikatan Al-P sehingga Al-dd tanah menjadi menurun.
Peningkatan P-potensial di akibatkan oleh pemberian bahan organik serta pemupukan P dari 0,009% menjadi 0,063% pada kombinasi perlakuan B1P3 (100% T. diversifolia dan 150 kg P2O5/ha) namun tidak berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan B3P3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha) sebesar 0,058%, dimana bahan organik dapat menyumbangkan unsur hara P ke dalam tanah dan menghasilkan asam asam organik untuk melepaskan P yang terfiksasi oleh logam logam Al dan Fe sehingga berpotensi untuk tersedia bagi tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ardjasa (1994)
bahwa bahan organik di dalam tanah dapat mempengaruhi P didalam tanah melalui dekomposisinya yang menghasilkan asam organik dan CO2. Asam organik akan menghasilkan anion organik. Anion organik mempunyai sifat dapat mengikat ion Al dalam larutan tanah. Dengan demikian konsentrasi ion Al yang bebas dalam larutan akan berkurang sehingga diharapkan P potensial akan lebih banyak. Selain pupuk SP-36, T.diversifolia dan pupuk kandang ayam juga menyumbang unsur hara P ke dalam tanah. Menurut BSN (2005) Pupuk SP-36 adalah pupuk fosfat buatan berbentuk butiran (granular) yang dibuat dari batuan fosfat dengan campuran asam fosfat dengan asam sulfat yang mengandung 36% P dalam bentuk P2O5
Serapan P
. T.diversifolia dengan kandungan P sebesar 0,64% dan pupuk kandang ayam sebesar 1,13% juga menyumbangkan unsur hara P ke dalam tanah.
Peningkatan serapan P tanaman berpengaruh nyata dalam pemberian bahan organik T.diversifolia dan pupuk kandang ayam serta pemupukan P dari 350,87 mg/tanaman menjadi 2522,42 mg/tanaman pada kombinasi perlakuan B3P3(50%
T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha). Hal ini sejalan dengan peningkatan P-potensial sebesar 0,058% yang berpengaruh nyata pada kombinasi perlakuan B3P3
Diameter Batang
yang berpotensi lebih banyak tersedia untuk di serap oleh tanaman. Menurut Hakim (2005) , serapan P sangat tergantung pada kontak akar dengan P dalam larutan tanah. Sebaran akar di dalam tanah sangat penting dalam meningkatkan serapan P dan bobot kering tanaman. Dan pengambilan P oleh akar tanaman jagung dipengaruhi oleh sifat akar dan sifat tanah dalam menyediakan P.
Pemberian bahan organik pada perlakuan B5 (100% pupuk kandang ayam)
dalam peningkatan diameter batang masing – masing sebesar 9,32 mm dan 9,12 mm, dibandingkan dengan tanpa di beri bahan organik B0
Berat Kering Akar dan Berat Kering Tajuk
(kontrol) sebesar 5,31 mm. Hal ini disebabkan unsur hara N yang di sumbangkan oleh bahan organik sesuaidengan Harjadi (1996) yang menyatakanbahwa unsur nitrogen diperlukan tanamanuntuk merangsang pertumbuhan tanamanterutama batang, cabang, dan daun. Unsur nitrogen memacu daun yang berperan sebagaiindikator pertumbuhan tanaman dalamproses fotosintesis. Meratanya cahaya yang dapat diterima oleh daun menyebabkanmeningkatnya proses asimilasi yangterjadi sehingga hasil asimilasi yang diakumulasiakan lebih banyak, dimana asimilattersebut akan digunakan sebagai energy pertumbuhan tanaman untuk membentukorgan vegetatif seperti diameter tanaman.
Bertambahnya bobot kering akar berpengaruh nyata terhadap pemberian bahan organik dan pemupukan P dari 0,68 g menjadi 19,57 g pada kombinasi perlakuan B3P3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha). Begitu juga pada pertambahan bobot kering tajuk berpengaruh nyata terhadap pemberian bahan organik dan pemupukan P dari 7,74 g menjadi 46,22 g pada kombinasi perlakuan B3P3 (50% T.diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5/ha). Hal ini berkaitan erat dengan unsur hara P yang berpotensi didalam tanah yang kemudian dimanfaatkan oleh tanaman sehingga mempengaruhipertambahan berat kering akar tanaman. Menurut Winarso (2005) fungsi penting P dalam tanaman yaitu dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer danpenyimpanan energi, pembelahan dan pembesaran sel serta proses-proses didalam tanaman lainnya dan membantu mempercepat perkembangan
danperpanjangan akar dan perkecembahan. P dapat merangsang pertumbuhan akar,yang selanjutnya berpengaruh pada pertumbuhan bagian di ujung-ujung tanaman.
KESIMPULAN Kesimpulan
1. Pemberian Tithonia diversifolia dan pupuk kandang ayam nyata menurunkan Aldd, meningkatkan pH, P- Potensial dan Serapan P serta pertumbuhan tanaman jagung pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
2. Pemupukan P (SP-36) nyata menurunkan Aldd, meningkatkan pH, dan P- Potensial serta pertumbuhan tanaman jagung pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan.
3. Interaksi pemberian Tithonia diversifolia dan pupuk kandang ayam dengan pemupukan P nyata menurunkan Aldd, meningkatkan P-Potensial dan Serapan P serta pertumbuhan tanaman jagung pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan dengan kombinasi perlakuan yang terbaik yaitu B3P3 (50%
Tithonia diversifolia + 50% pupuk kandang ayam dan 150 kg P2O5
Saran
/ha).
Untuk meningkatkan P-potensial tanah dan serapan P tanaman serta pertumbuhan tanaman Jagung pada Tanah Ultisol Labuhan Batu Selatan, disarankan menggunakan pupuk SP-36 dengan dosis 150 kg P2O5/ha serta 10 ton/ha kompos Tithonia diversifolia dan 10 ton/ha pupuk kandang ayam.
DAFTAR PUSTAKA
Ardjasa, W. S. 1994. Peningkatan Produktivitas Lahan Kering Marginal melalui Pemupukan Fosfat Alam dan Bahan Organik Berlanjut pada Pola : Padi Gogo Kedelai – Kacang Tunggak. Prosiding Seminar Nasional.
Pengembangan Wilayah Lahan Kering Bagian I. Lembaga Penelitian Universitas Lampung, Lampung.
Badan Standardisasi Nasional. 2005. Pupuk SP-36. SNI 02-3769-2005.
Baligar, V.C., N.K. Fageria, and Z.L. H.E. 2001. Nutrient Use Efficiency in Plants. Communication in Soil Plant Analysis, 32 : 7, 921 - 950.
Bondansari dan B. Susilo. 2011. Pengaruh Zeolit dan Pupuk Kandang terhadap Beberapa Sifat Fisik Tanah Ultisol dan Entisols pada Pertanaman Kedelai (Glycine max L.). Jurnal Agronomika. Vol 11 No 2. ISSN 1411-8297.
Damanik, MMB., Hasibuan, B.E., Fauzi, Sarifuddin, Hanum, H., 2010.
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Damanik, M. M. B., B. E., Hasibuan, Fauzi, Sarifuddin, dan H. Hanum. 2011.
Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Damanik. V., L. Musa dan P. Marbun. 2013. Pengaruh Pemberian Kompos Kulit Durian dan Kompos Kulit Kakao pada Ultisol terhadap Beberapa Aspek Kimia Kesuburan tanah. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol 2 No 1 Hlm 455-461. ISSN 2337-6597
Firmansyah. M. A. 2011. Peraturan Tentang Pupuk, Klasifikasi Pupuk Alternatif dan Peranan Pupuk Organik dalam Peningkatan Produksi Pertanian.
Dinas Pertanian dan Perternakan Provinsi Kalimantan Tengah. Palangka Raya.
Hakim, Thursan. 2005. Belajar Secara Efektif. Jakarta: Puspa Swara.
Hakim, N., Agustian. dan Hermansyah. 2008. Pemanfaatan Agen Hayati dalam Budidaya dan Pengomposan Titonia Sebagai Pupuk Alternatif dan Pengendali Erosi pada Ultisol. Laporan Penelitian Tanah I PascaSarjana.
PPS Unand. Padang
Hartatik, W. 2007. Thithonia diversifolia Sumber Pupuk Hijau. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 29, No. 5. Bogor.
Hutagaol, H.H. 2003 Efek Interaksi Perlakuan Kapur Dolomit dan Kompos Kulit Durian terhadap pH, P-tersedia, KTK, dan Al-dd pada Tanah Masam.
Kasno. A. 2009. Respon Tanaman Jagung terhadap Pemupukan Fosfor pada Typic Dystrudepts. Balai Penelitian Tanah, Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Jl. Ir. H. Juanda 98, Bogor. ISSN 0852-257X
.
Mallarino, A. 2000. Soil Testing and Available Phosphorus. IntegradeCrop Management News. Iowa State University.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif, Cetakan Pertama. AgroMedia Pustaka, Jakarta.
Novriani. 2010. Alternatif Pengelolaan Unsur Hara P (Fosfor) Pada Budidaya Jagung.Dosen Tetap Prodi Agroteknologi FP Universi. AgronobiS, Vol.
2, No. 3, Hal; 42 – 49. ISSN: 1979 – 8245X
Pangaribuan. M. 2012. Pengaruh Pupuk SP-36 Kompos Tithonia diversifolia Dan Vermikompos Terhadap Pertumbuhan dan Serapan P Tanaman Jagung (Zea mays L.) serta P-tersedia Pada Ultisol Simalingkar. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. USU. Medan.
Prasetyo. B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Lahan Kering di Indonesia. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdeaya Lahan Pertanian. Bogor.
Prahasta. 2009. Agribisnis Jagung. Pustaka Grafika. Bandung.
fosfor pada Ultisol Mancang. Departemen Ilmu Tanah. Fakultas Pertanian. USU.
Medan.
Purnamayani, R., dan Ratmini, S. 2002. Efek Kotoran Ayam dan Fosfat Alam Terhadap Sifat Kimia Tanah Inceptisol Jawa Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Sumatera Selatan.
Purwani, J. 2012. Pemanfaatan Tithonia Diversifolia (Hamsley) A Gray Untuk Perbaikan Tanah dan Produksi Tanaman. Balai Penelitian Tanah.
Purwono dan R. Hartono. 2007. Bertanam Jagung Unggul. Swadaya. Jakarta.
Rachman. I.A., S. Djuniwati dan K. Idris. 2008. Pengaruh Bahan Organik dan Pupuk NPK terhadap Serapan Hara dan Produksi Jagung di Inceptisol Ternate. Jurnal Tanah dan Lingkungan. Vol 10 No 1. ISSN 1410-7333.
Rosmarkam., A. dan Yuwono. N.W.2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Simanungkalit, R.D.M., D.A. Suriadikarta., R. Saraswati., D. Setyorini., dan W.
Hartatik. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor.
Subowo. G. 2010. Strategi Efisiensi Penggunaan Bahan Organik untuk Kesuburan dan Produktivitas Tanah melalui Pemberdayaan Sumberdaya Hayati Tanah. Jurnal Sumberdaya Lahan. Vol 4 No 1. ISSN 1907-0799.
Sudaryono., 2009. Tingkat Kesuburan Tanah Ultisol Pada Lahan Pertambangan Batubara Sangatta, Kalimantan Timur. J. Tek. Ling 10 (3)
Sukmawati. 2011. Jerapan P pada Andisol yang Berkembang Dari Tuff Vulkan Beberapa Gunung Api di Jawa Tengah dengan Pemberian Asam Humat Dan Asam Silikat. Media Litbang Sulteng IV (1) : 30 – 36.
Sutejo, M. M. 2002. Pupuk Dan Cara Penggunaan. Jakarta : Rineka Cipta.
Syafruddin. 2002. Tolok ukur dan konsentrasi Al untuk penapisan tanaman jagung terhadap ketenggangan Al. Berita Puslitbangtan 24: 3-4.
Tambunan. A. S., Fauzi dan H. Guchi. 2014. Efisiensi Pemupukan P terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Jagung (Zea Mays L.) pada Tanah Andisol dan Ultisol. Jurnal Online Agroekoteknologi. Vol 2 No 2 Hlm 414-426. ISSN 2337-6597.
Tan, K. H. 2007. Soil In The Humid Tropics and monsoon Region of Indonesia.
The University of Georgia Athens, Georgia.
Tan, K. H. 2010. Principles of Soil Chemistry Fourth Edition. CRC Press Tailor and Francis Group. Boca Raton. London. New York. 362 p.
Wahyudi, I. 2009. Serapan N Tanaman Jagung (Zea Mays L.) Akibat Pemberian Pupuk Guano Dan Pupuk Hijau Lamtoro Pada Ultisol Wanga. Jurnal Agroland. ISSN : 0854 – 641X . 16 (4) : 265 – 272.
Widowati. L. R. dan D. Setyorini. Takaran Pupuk P Untuk Tanaman Jagung pada Tanah Berkesuburan Kimia Sedang. Bogor
Wulandari, V. 2011. Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk Kandang Ayam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Rosella (Hibiscus Sabdariffa L) di Tanah Ultisol. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.
Yetti, H., Nelvia, dan A. Pratama. 2012. Pengaruh Pemberian Berbagai Macam Kompos pada Lahan Ultisol terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung Manis (Zea mays Saccharata Sturt). J. Agrotek. Trop. 1 (2): 31-37 Yulnafatmawita., R, A, Naldo dan A, Rasyidin. 2012.Analisis Sifat Fisika Ultisol
iga Tahun SetelahPemberian Bahan Organik Segar di Daerah Tropis Basah Sumbar. Fakultas Pertanian. Universitas Andalas. Padang.
Yuwono, N. W. 2004. Kesuburan Tanah. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Zuchri, A. 2009. Pemupukan SP-36 pada Lahan Regosol Bereaksi Masam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Dua Varietas Kacang Tanah (Arachis hypogeal L.). Jurnal Agrovigor. ISSN 1979 5777. Vol 2. No 1.