Prosiding Konferensi reknik dan salns Informasi Geospasial ke-2
Menuju Pengelolaan Informasi,
Secara Spasial
Yogyakart
a, 2ASeptember
2014
Jurusan Teknik Geodesi, F,akultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
Prosiding Konferensi reknik dan sains rnformasi
Geospasiat ke-2Menuju Pengelolaan Informasi
Secara SpasialOTeknik Geodesi, Fakultas Teknih Universitas Gadjah Mada
ISBN: 97 8-97 9 -7 87 3 I -6-3
Desain dan layout: Made Ditha
Ari
Sanjaya, Muhammad Ardian, Dessy Apriyanti, Ussisa Annisari*Siti Noorchayati
Nasional (LLN) skala r:50.000 Daerah Karimunjau.s ]sini;: 1..,...r.,
22
Pengamatan Gpsreliti
untukp"**ntauan stabilitas candr B,*,:;:,:;:*:; ^":. flTifil":lflHH,T::].t"'*tuan rarur r",u,,s xrb*rae
tr-:-,*: s;:i:ing (ALS) ;lZ
24 *i:::rff*fo?,;,fo.kah perlu
Diaplikasikan dalampenlelen5g::::r
Kerangka25
survey PendahuluanTitik
Kontrol ranah dengan Gps untuk Keperl;:;r, p*:::anrauan 30s315 Deformasi BendunganJatibarang Semarang ---o----: r.
- _,26
Analisis Hitung perataan Pergeseran parameter HorisontalBerbobot
waduk Jermo Tahun]' 'v
2012-2an \'-Lv tr .Dcr*;tli
Berdaserka+Hasil
32g27
Pemodelan Tra nsfonnati oGeoid
ndanl ecr sLokal
t Sq t nD.i.
r e C o I Yogyakarla b cT t i o,t' -
MenggunakanMetodel*sr Friurler
,: 34328
Teknologi Real Time precise point positioning(RT_ppp)
35529 30
Pemodelan Land-sea Kajian pergeseran Titik Mask untuk pemantauanr"*rt
ru,iti"orpiieric
pressureLoading
j63Deformuri
cun'Jiprumbanan '
31
Analisa Geospasial Dampak penurunan Muka Tanah di Kotasemarang
3g537132
Imprementasi Datum semi-Dinamik padap";, il;;;;* Indonesia
J9933
Analisis dan singlebeam Perbandingan Data Echosounderuntuk Batimetriw,ayali H*il p."grrl p;;un
wan Multibeam Dangkar Eclzosounder"4r3
Bagian 4. Pertanahan dan perbatasan
34
Tinjauan Penelapan-Perangkat Lingkungan.Ridang-pengatriranA*
Lunak QGIS 2.2.0p""ui*" p"nr*fra^
dalarn penyelesaian pekerjaandi
4zs35
Perolehan natas Rupa Bumi Indonesiafilayal r"Jil"iir
dalamsu*"i [;'"oggpu,
Lapangan(sKL) peta
44s(RBI) Skala 1
:?5,OOO Wifuyrf, a"eh Barat Daya
3s ffifitrHjffi1fffi?i;;
Antararru'i"""La,,giri
Hulu dan rndragiriH*ir
4s336
Analisis aspik Teknis puaup"t,
lagiran
perjanjian Batas DaratRl_Malaysia
47137
Rekonstruksi Batas Bidang Tanahrvrlcsulatan i*irg1r,
Referensi sut"titp"rtunahan
:: i:3:?*tYf"ffi::Ti"m"**X,;;t*;",.:i
permasarahan 4g3Batas
provinsi
39
antara Analisa Dalam Negeri Nomor ze Kota penetapan Batas Surabaya danranurizoiz-r-s*airr'#'
Kabupaten pengJolian LautGresik)
Daerah Berdasarkan peraturan'-
-i""*teta
--,5^trta pulau rutau ualang Galang perbatasanJ..Menteri
SZjs0340
Bimbinganl-etnis roponi',r-",irtuk
paniiiapembakuan3:tl
Rupabumi
(ppNR)
s47provinsi dan Kabupateirota *"uugui
e"gilp.ri,,;lriL
sDM IG Toponim4t
Penggunaan lvretode Ekonomi Eksklusif antarari;;;
maoneiiai,ru,
dan*prrorh
Malaysia didui;;'Kajian
serat MarakaD*lilil;;
bata*zonu
55sBagran 4. Aplikasi Sistem_Informasi Geografis
42
f,enrediaan Data
Geoffi;';;i
Menaukung pembangunan Daerah Tertinggal
di
56943
ffi*":?tffi#ijem
Informasi Perumahan KecamatanMrati
Menggunakaasistem
57gu.o.
il?ffi?4ff*}**T;*il'ffi::'f,fffasis
open source eGrs untuk pengeroraan se34s X?;t0;"*is be,eraris";iil;'R;p;;ihdoo"riu
(RBBr) skala l:25.000
Menjadi
60s46 iliffi"*:?:HErosi
Pada DAS Beringin semarang sebagai KajianKonservasi
6t747 ;:[*tr1i"i"t&
Informasi Persebaran stasiun pasang surut LautDi
rndonesia 63148 ffiXf:}?*Hisi
Geospasial irntuk Evaluasi Tata Ruang Kabupaten Tolitoli,provinsi
64549
Pemutakhiran Deliniasi Batas DaerahAliran
sungai dengan Model spasialsistem
661viii
Kajian Pergeseran Titik Pemantauan Deformasi Candi Prambanan
Nurrohmat Widjajanti1), Ari Wicaksono2)
1)Staf Pengajar Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM
2)Alumni Jurusan Teknik Geodesi FT-UGM Jln. Grafika No. 2 Yogyakarta, Telp. +062-274-520226
Candi Prambanan adalah salah satu peninggalan sejarah umat Hindu di Indonesia yang sudah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Saat ini Candi Prambanan menjadi aset pariwisata dengan nilai historis yang tinggi, sehingga pemeliharaan tubuh Candi Prambanan terus dilakukan. Upaya yang sudah dilakukan adalah pemantauan deformasi akibat pengaruh beban candi maupun dampak bencana alam. Metode yang sudah digunakan untuk memantau deformasi salah satunya dengan pengukuran terestris pada jaring titik pantau di area Candi Prambanan.
Pada paper ini kajian pemantaun hanya dilakukan untuk deformasi horisontal. Data yang digunakan adalah pengukuran jarak dan sudut horisontal titik-titik pantau untuk analisis pergeseran pada dua epoch pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan pada tahun 2011 dan pengukuran kedua dilakukan pada tahun 2013. Jaring pemantauan terdiri dari delapan titik yang tersebar di sekitar candi dan membentuk poligon tertutup. Pengolahan data dilakukan dengan hitung kuadrat terkecil metode parameter kendala minimum untuk menentukan koordinat titik pantau masing-masing epoch. Analisis pergeseran dilakukan dengan tiga metode, yaitu global congruency test, uji parameter regangan dan uji signifikasi pergeseran.
Berdasarkan uji global hasil hitung kuadrat terkecil masing-masing epoch dengan tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat kesalahan kasar pada pengukuran. Estimasi koordinat titik-titik pantau untuk dua epoch pengukuran digunakan untuk analisis pergeseran. Hasil analisis pergeseran titik pantau ketiga metode menunjukkan bahwa semua titik pantau tidak mengalami pergeseran secara signifikan.
Kata kunci: Candi Prambanan, jaring pemantauan, deformasi horisontal, hitung kuadrat terkecil
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang
Candi Prambanan merupakan salah satu aset negara yang mempunyai nilai historis yang tinggi. Candi ini dapat membantu pendapatan devisa negara dari sektor pariwisata. Selain itu dari segi agama, Candi ini digunakan untuk beribadah umat Hindu terbesar di Indonesia. Berdasarkan faktor-faktor tersebut kegiatan pemeliharaan tubuh candi menjadi sangat penting.
Lokasi Candi Prambanan terletak di Desa Prambanan, sekitar 20 km dari pusat kota Yogyakarta.
Secara geografis, candi ini terletak pada koordinat 7°45′8″LS dan 110°29′30″BT. Candi Siwa merupakan candi terbesar di kompleks Candi Prambanan. Tinggi candi ini adalah 47 m atau 5 m lebih tinggi daripada Candi Borobudur. Selanjutnya kajian dalam penelitian ini difokuskan pada pemantauan Candi Siwa.
Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta selaku instansi yang berwenang dalam pemeliharaan candi sudah melakukan pemantauan stabilisasi Candi Prambanan. Pemantauan stabilisasi candi dengan mengukur titik-titik pantau yang ada di area sekitar candi. Pengukuran yang digunakan menggunakan jaring pemantauan berupa poligon tertutup, sehingga tingkat ketelitiannya hanya didasarkan pada nilai kesalahan linier poligon (Basuki, S., 2006). Walaupun sudah dilakukan pengukuran stabilisasi, Balai Pelestarian tersebut belum melakukan analisis pergeseran titik-titik pantau dan pengamatan deformasi secara kontinyu.
Penelitian ini mengkaji jaring pemantauan deformasi untuk analisis pergeseran yang terjadi pada tiap titik pantau. Adapun analisis menggunakan hitung kuadrat terkecil dengan metode parameter.
Penyelesaian hitung kuadrat terkecil dilakukan agar diperoleh solusi jumlah kuadrat residunya
minimum (Soeta’at, 1996). Hasil kajian pengolahan jaring pemantauan diperoleh nilai koordinat tiap epoch beserta nilai simpangan bakunya. Selanjutnya nilai tersebut digunakan untuk menentukan besar dan arah pergeseran titik pantau. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan masukan kepada Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta dalam kegiatan pemantauan deformasi Candi Siwa.
1.2 Tinjauan Pustaka
Terdapat beberapa penelitian yang terkait dengan analisis deformasi dengan obyek berupa candi.
Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih (2006) menggunakan data pengukuran jaring triangulasi Candi Borobudur dengan tahun pengukuran diantaranya tahun 2001, 2002, dan 2004. Titik pantau yang digunakan berjumlah delapan buah yang tersebar mengelilingi halaman Candi Borobudur sesuai arah mata angin dan satu titik acuan yang terletak pada stupa. Metode yang digunakan adalah analisis dengan hitung kuadrat terkecil secara terpisah untuk masing-masing epoch. Pada penelitian tersebut titik pantau yang diamati tidak mempunyai titik yang dianggap tetap karena semua dianggap masuk ke dalam wilayah yang mengalami deformasi. Selain itu Widyaningsih (2006) juga menggunakan metode hitung kuadrat terkecil kendala minimum. Dalam mengatasi kekurangan ranknya, salah satu titik pantau Candi Borobudur dianggap sebagai titik tetap dengan memberikan nilai nol pada koordinat absis dan ordinat serta asimutnya.
Sumarno (2012) melakukan analisis deformasi horisontal Candi Borobudur. Data penelitian yang digunakan adalah data pengukuran sudut dan jarak titik-titik pantau yang tersebar di sekitar Candi Borobudur. Penelitian tersebut menggunakan tiga epoch waktu yaitu data pengamatan tahun 2004, 2006, dan 2008. Metode yang digunakan adalah analisis dengan menggunakan hitung kuadrat terkecil secara terpisah untuk masing-masing epoch. Hitungan menggunakan metode hitung kuadrat terkecil kendala minimum, dengan menetapkan satu titik sebagai titik tetap yang diketahui nilai koordinatnya..
Setelah dilakukan hitung kuadrat terkecil, dilakukan uji blunder untuk tiap epoch waktu, kemudian dilakukan uji data pengamatan untuk analisis pergeseran tiap titik pantaunya dengan menggunakan uji Pope Tau. Hasil penelitian yang dilakukan Sumarno (2012) adalah titik-titik pantau di Candi Borobudur tidak mengalami pergeseran horisontal.
Suryolelono (2007) melakukan penelitian di Candi Prambanan setelah terjadi gempa bumi pada tahun 2006. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui kondisi tanah pendukung bangunan di kompleks Candi Prambanan dan struktur fondasi bangunan candi. Metode yang digunakan adalah melakukan uji geoteknik dan uji georadar pada kompleks Candi Prambanan. Uji geoteknik dilakukan dengan mengkombinasikan hasil pengeboran tanah sedalam 15 m dengan uji geolistrik yang dilakukan di seluruh area Candi Prambanan. Sementara uji georadar dilakukan dengan memanfaatkan gelombang radar sebagai media untuk memprediksi kondisi di bawah permukaan tanah atau di belakang suatu bangunan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa tanah di lokasi Candi Prambanan merupakan tanah timbunan dengan kepadatan sedang, pada kedalaman sampai dengan -14,00 m. Di bawah lapisan ini merupakan lapisan tanah asli dengan kepadatan yang lebih tinggi, serta kemampun dukung lebih besar. Muka air tanah dijumpai pada kedalaman 11,20 m. Sedangkan untuk struktur fondasinya merupakan susunan batu putih (tuff) berbentuk blok-blok batu dengan ukuran kurang lebih satu meter.
Pada Candi Siwa tebal lapisan batu sekitar delapan meter, jadi terdapat delapan lapis susunan dari batu putih tersebut. Di bawah lapisan ini terdapat tanah pasir kasar yang dipadatkan setebal 6,00 m dan menumpang di atas permukaan tanah asli (muka tanah dasar cekungan).
2. METODOLOGI 2.1 Data
Penelitian ini menggunakan data pengukuran sudut dan jarak antar titik pantau pada dua epoch pengukuran. Pengukuran pertama dilakukan pada September 2011 dan pengukuran kedua dilakukan pada Oktober 2013. Gambar 1 berikut merupakan jaring pemantauan Candi Prambanan dalam hal ini Candi Siwa.
Gambar 1. Jaring pemantauan Candi Prambanan 2.2 Tahap penelitian
2.2.1. Pengukuran
Pada penelitian ini dilakukan pengukuran titik-titik pantau Candi Siwa. Ada tiga alat ukur yang digunakan untuk pengukuran jarak dan sudut untuk dua epoch pengukuran. Pada pengukuran tahun 2011, alat ukur sudut yang digunakan adalah Teodolit Topcon DT 200 series dengan ketelitian sudut 20”. Sedangkan alat ukur jarak yang digunakan adalah pita ukur dengan ketelitian 2 mm. Pengukuran tahun 2011 dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta.
Pada pengukuran tahun 2013 alat ukur yang digunakan adalah Total Station Nikon DTM 352 dengan ketelitian sudut 5” dan ketelitian jarak ±(3 mm + 3 ppm x D). Total Station tersebut digunakan untuk mengukur sudut dan jarak antar titik-titik pantau Candi Siwa. Pengukuran juga dilakukan dengan GPS Geodetik untuk menentukan koordinat referensi titik pantau.
Pengukuran GPS dilakukan menggunakan tiga buah receiver GPS Javad Triumph-1. Receiver GPS didirikan pada dua titik ikat yang diketahui koordinatnya sedangkan satu receiver didirikan pada titik S1. Titik ikat yang digunakan adalah titik benchmark orde satu dan titik benchmark orde tiga. Metode penentuan posisi yang digunakan adalah metode statik. Perekaman data menggunakan receiver GPS dilakukan selama dua jam dengan sampling rate 15 detik.
2.2.2. Hitung kuadrat terkecil terpisah masing-masing epoch
Penentuan koordinat titik pantau beserta ketelitiannya dilakukan dengan menggunakan hitung kuadrat terkecil metode parameter dengan kendala minimum. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan nilai koordinat estimasi dari titik-titik pantau yang diukur. Perhitungan dilakukan dengan hitung kuadrat terkecil secara terpisah untuk masing-masing epoch. Tahap pertama yang dikerjakan adalah
menyusun model matematis berdasarkan persamaan (1) (Wolf dan Ghilani, 1997).
La = F(Xa) (1)
Persamaan yang terbentuk meliputi persamaan jarak dan sudut seperti pada persamaan (2) dan (3).
𝐷1−2= √(𝑋2− 𝑋1)2+ (𝑌2− 𝑌1)2 (2)
𝛽1= 𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑋𝑌8−𝑋1
8−𝑌1) − 𝑎𝑡𝑎𝑛 (𝑋𝑌2−𝑋1
2−𝑌1) (3)
Bobot tiap pengamatan berbanding terbalik dengan nilai variannya. Pada penelitian ini dianggap pengukuran yang satu dengan pengukuran yang lain tidak saling berkorelasi, sehingga nilai kovarian antar pengukuran adalah nol. Sedangkan nilai varian yang digunakan dalam penghitungan elemen diagonal utama matriks ini dapat dicari dengan persamaan (4) dan (5) (Mikhail dan Gracie, 1981).
𝜎𝐷2= 𝑎2+ 𝑏2. 𝐷 (4)
𝜎𝐵2= 𝜎𝐵𝐶2 + 𝜎𝐵𝑅2 + 𝜎𝐵𝑃2 + 𝜎𝐵𝑇2 (5)
Tahap selanjutnya adalah menghitung matriks X yang berupa nilai parameter estimasi dengan persamaan (6).
X = – (ATPA)-1 ATPF (6)
Langkah berikutnya menghitung matriks residu V, nilai varian aposteriori (𝜎̂02), dan matriks varian kovarian parameter ∑xx. Setelah itu dilakukan uji statistik terhadap hasil hitung perataan dengan tujuan untuk mendeteksi adanya blunder pada pengukuran dengan uji global. Nilai varian aposteriori diuji terhadap nilai varian apriori berdasarkan tabel fungsi Fisher dengan derajat kepercayaan 95%.
Hitungan parameter elips kesalahan dilakukan agar ketelitian koordinat hasil estimasi dapat divisualisaikan secara geometrik. Parameter elips kesalahan oerientasi elips, sumbu panjang dan sumbu pendek berturut-turut 𝜃, 𝜎𝑥2′, 𝜎𝑦2′dihitung menggunakan persamaan (7), (8) dan (9) (Mikhail dan Gracie, 1981).
𝑡𝑎𝑛 2𝜃 = (2𝜎𝑥𝑦/(𝜎𝑦2− 𝜎𝑥2)) (7)
𝜎𝑥2′ = 𝜎𝑥2. 𝑐𝑜𝑠2𝜃 + 2𝜎𝑥𝑦. 𝑠𝑖𝑛2𝜃. 𝑐𝑜𝑠2𝜃 + 𝜎𝑦2. 𝑠𝑖𝑛2𝜃 (8) 𝜎𝑦2′ = 𝜎𝑥2. 𝑠𝑖𝑛2𝜃 − 2𝜎𝑥𝑦. 𝑠𝑖𝑛2𝜃. 𝑐𝑜𝑠2𝜃 + 𝜎𝑦2. 𝑐𝑜𝑠2𝜃 (9) 2.2.3. Analisis pergeseran titik pantau menggunakan global congruency test
Analisis pergeseran dengan menggunakan global congruency test meliputi uji kesebangunan jaring dan uji pergeseran titik pantau. Uji kesebangunan jaring digunakan untuk mengetahui apakah bentuk jaring titik pantau masih sebangun (Caspary, 2000). Sedangkan uji pergeseran titik digunakan untuk mengetahui tiap-tiap titik yang mengalami pergeseran (Widjajanti, 2001).
Uji kesebangunan jaring digunakan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya perubahan bentuk jaring titik pantau dari tahun 2011 s.d. 2013. Model matematis pergeseran koordinat titik pantau berupa absis dan ordinat sesuai dengan persamaan (10).
Ud Vd + d = 0 (10)
Tahap selanjutnya menghitung nilai pergeseran, nilai koreksi pergeseran Vd, nilai varian apriori pergeseran (σod2) dan nilai varian aposteriori pergeseran (σˆ0d2).
Uji nilai varian aposteriori terhadap varian apriori tersebut dengan membandingkan nilai pada tabel Fisher sesuai dengan derajat kepercayaan dan derajat kebebasannya. Jika uji ini dinyatakan lolos mengindikasikan bahwa jaring titik pantau masih sebangun. Apabila jaring titik pantau tidak sebangun
dilakukan uji pergeseran titik pantau untuk menentukan titik pantau yang mengalami pergeseran. Pada intinya, dalam mendeteksi pergeseran pada tiap titik pantau, uji ini mirip seperti proses data snooping yaitu dilakukan terhadap masing-masing titik pantau. Nilai uji T dihitung dengan persamaan (11) selanjutnya dibandingkan dengan nilai pada tabel t-student sesuai dengan derajat kepercayaan dan derajat kebebasannya.
𝑇 = 𝑑𝑖𝑗
𝜎𝑑𝑖𝑗 (11)
2.2.4. Uji parameter regangan
Prosedurnya didasarkan pada analisis regangan, yaitu uji kesamaan (similarity) maupun kesebangunan (congruency) jaring dimulai langsung dengan penghitungan parameter-parameter regangan (Denli dan Deniz, 2003).
Uji kesamaan jaring digunakan untuk memeriksa kemungkinan terjadinya kesamaan bentuk jaring titik pantau dari tahun 2011 s.d. tahun 2013. Model matematis koordinat titik pantau berupa absis dan ordinat sesuai dengan persamaan (12).
U + V = Bd (12)
Dalam hal ini:
o i
io x x
x
o i
io y y
y
o i
io z z
z
o o
o y z
x , , : koordinat titik berat )
(C1 C2
Cuu adalah matriks varian-kovarian untuk dua epoch.
1 1 ]
[
B C B
Cd T uu adalah matriks varian kovarian pergeseran.
] , , , , , , , , , , ,
[ 0 0 0 xy xz yz xx yy zz xy xz yz
T u v w e e e
d
o o
o v w
u , , : vektor pergeseran
xy xz
yz
, , : rotasizz yy
xx e e
e , , : regangan normal
yzy xz
xy
, , : regangan geser Vektor d dihitung dengan persamaan (13).
B C B
B C Ud T uu1 1 T uu1 (13)
Uji kesamaan dilakukan terlebih dahulu, apabila jaring pada dua epoch diketahui masih similar maka selanjutnya dilakukan uji kesebangunan. Uji ini berdasarkan hipotesis bahwa jaring mengalami regangan (strained) yang homogen infinitesimally. Hipotesis awal untuk jaring yang similar adalah:
zz yy xx
o e e e
H :
0 : xy xz yz Ho
Pada uji kesebangunan ditambahkan hipotesis:
0 , 0 , 0
: xx yy zz
o e e e
H
Pada jaring 3-dimensi, dapat ditentukan:
γ1 = eyy - exx
γ2 = γxy
γ3 = ezz – eyy
γ4 = γxz
γ5 = exx – ezz
γ6 = γyz
dengan eT [exx,eyy,ezz,
xy,
xz,
yz], selanjutnya dapat ditulis menjadi persamaan (14).γ = Fe (14)
Pure shear (
1,
3,
5)dan engineering shear (
2,
4,
6)dapat diuji dengan persamaan (15).
1 C
Tsimilarity T (15)
Dalam hal ini Cγ = FCe -1FT.
Nilai Tsimilarity χ2 didistribusi dengan 6 derajat kebebasan sehingga apabila Tsimilarity < χ2(6,1-α) maka Ho
untuk similaritas diterima, selanjutnya dilakukan uji kesebangunan dengan persamaan (16).
e C e
Tcongruency T e1 (16)
Apabila Tcongruency < χ2(6,1-α) maka Ho untuk kesebangunan diterima. Hasil uji yang sebaliknya, berarti terdapat titik pada jaring yang berkontribusi maksimum pada Tcongruency yang menyebabkan penolakan Ho.
2.2.5. Uji signifikasi pergeseran
Uji signifikasi ini bertujuan untuk melihat signifikasi pergeseran di setiap titik pantau. Tahap pertama yang dilakukan untuk uji signifikasi adalah menyusun hipotesis sebagai berikut:
Ho : titik ke-i tidak mengalami pergeseran.
Ha : titik ke-i mengalami pergeseran.
Kemudian tahap selanjutnya adalah menghitung nilai uji untuk tiap absis dan ordinat titik pantau berdasarkan persamaan (17) dan (18).
𝑡𝑥𝑖= | 𝑥𝑖(1)−𝑥𝑖(2)
√(𝜎𝑥𝑖(1))2+(𝜎𝑥𝑖(2))2| (17)
𝑡𝑦𝑖 = | 𝑦𝑖(1)− 𝑦𝑖(2)
√(𝜎𝑦𝑖(1))2+(𝜎𝑦𝑖(2))2| (18)
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Koordinat Titik Pantau Hasil Hitung Kuadrat Terkecil
Sebelum dilakukan hitung kuadrat terkecil terlebih dahulu dilakukan linierisasi model matematis terhadap parameter yang dihitung. Hal ini dilakukan karena model matematis yang digunakan tidak
linier. Dalam hitung kuadrat terkecil, proses yang dilakukan adalah menghitung nilai koreksi parameter (matriks X) sampai didapatkan nilai koreksi sekecil mungkin atau nilainya mendekati nol.
Oleh karena itu, pada hitung perataan dilakukan proses iterasi. Pada proses iterasi, yakni proses iterasi kedua, parameter pendekatan diperoleh dari penambahan koreksi dari iterasi yang pertama, demikian seterusnya sehingga jumlah iterasi ditentukan dari suatu nilai penghentian iterasi. Iterasi dihentikan ketika nilai koreksi parameter mendekati nol.
Hasil hitungan koordinat titik pantau epoch tahun 2011 dan 2013 berturut-turut dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2. Koordinat titik pantau hasil perhitungan untuk dua epoch pengukuran menggunakan sistem proyeksi UTM zone 49S.
Tabel 1. Koordinat titik pantau epoch tahun 2011 Titik Easting (m) Northing (m)
S2 443911,808 9143060,388 S3 443889,316 9143057,767 S4 443865,630 9143060,605 S5 443859,585 9143081,596 S6 443867,623 9143103,052 S7 443888,209 9143106,276 S8 443910,346 9143104,683
Tabel 2. Koordinat titik pantau epoch tahun 2013 Titik Easting (m) Northing (m)
S2 443911,810 9143060,391 S3 443889,324 9143057,764 S4 443865,642 9143060,603 S5 443859,598 9143081,592 S6 443867,636 9143103,044 S7 443888,225 9143106,267 S8 443910,361 9143104,672
Nilai ketelitian parameter dapat dilihat dari nilai simpangan baku (𝜎) parameter yang merupakan akar pangkat dua dari nilai varian. Nilai varian parameter merupakan nilai diagonal utama dari matriks varian kovarian (∑𝑥𝑥). Gambar 2 dan 3 menunjukkan berturut-turut nilai ketelitian koordinat hasil hitungan epoch tahun 2011 dan 2013.
Gambar 2. Ketelitian koordinat titik pantau epoch tahun 2011
Gambar 3. Ketelitian koordinat titik pantau epoch tahun 2013
Pada epoch tahun 2011 simpangan baku bervariasi antara 1,678 mm s.d. 3,646 mm dengan nilai rerata 𝜎𝑥= 2,977 mm dan nilai rerata 𝜎𝑦= 2,065 mm. Pada titik pantau S2 dan titik pantau S8 yang secara langsung terikat dengan titik S1 mempunyai nilai simpangan baku absis yang lebih kecil jika dibandingkan dengan titik pantau yang lain. Nilai simpangan baku untuk absis terkecil yaitu pada titik S2. Sedangkan nilai simpangan baku ordinat terkecil yaitu pada titik S6.
Pada epoch tahun 2013, nilai simpangan baku berkisar antara 3,006 mm s.d. 6,709 mm dengan nilai rerata 𝜎𝑥 = 5,462 mm dan nilai rerata 𝜎𝑦 = 3,779 mm. Berdasarkan hasil hitungan nilai simpangan baku tersebut terdapat kemiripan antara ketelitian parameter untuk kedua epoch pengukuran dimana lokasinya lebih dekat dengan titik S1 mempunyai ketelitian yang relatif lebih baik daripada titik-titik yang lain. Nilai simpangan baku untuk absis yang terkecil terdapat pada titik S2. Sedangkan nilai simpangan baku untuk ordinat yang terkecil terdapat pada titik S6.
Gambar 4 dan 5 berikut menyajikan plotting elips kesalahan pada masing-masing titik pantau epoch tahun 2011 dan 2013 berturut-turut.
Gambar 4. Elips kesalahan titik pantau epoch tahun 2011
Gambar 5. Elips kesalahan titik pantau epoch tahun 2013
Hasilnya menunjukkan bahwa dimensi elips kesalahan pada tahun 2011 dan elips kesalahan tahun 2013 menunjukkan bahwa dimensi elips kesalahan makin membesar seiring menjauhi titik ikat. Besar elips tahun 2013 relatif lebih besar dari tahun 2011. Perbedaan ini salah satunya disebabkan penggunaan alat ukur. Namun demikian ketelitian koordinat yang dihasilkan dari dua pengukuran tersebut masih dalam fraksi milimeter. Dengan demikian selanjutnya dapat digunakan untuk analisis pergeseran.
3.2 Vektor Pergeseran Titik Pantau
Jarak dan arah pergeseran titik pantau dapat dilihat pada Tabel 3 berikut. Arah pergeseran merupakan asimut titik pantau epoch tahun 2013 terhadap titik pantau epoch tahun 2011.
Tabel 3. Jarak dan arah pergeseran titik pantau No Titik Jarak
(mm)
Arah
(derajat) Keterangan 1 S2 3,642 45,721 Timur laut 2 S3 10,746 41,149 Timur laut 3 S4 9,947 88,379 Timur 4 S5 9,011 115,855 Timur tenggara 5 S6 7,323 156,745 Timur tenggara 6 S7 4,489 97,186 Timur 7 S8 6,568 49,561 Timur laut
Tabel 4 menunjukkan bahwa dalam dua epoch pengukuran antara September 2011 s.d. Oktober 2013 titik-titik pantau bergeser ke arah timur, baik itu ke arah timur laut maupun ke arah timur tenggara dalam fraksi milimeter. Nilai pergeseran terkecil terdapat pada titik S2, sedangkan nilai pergeseran terbesar terdapat pada titik S3. Pergeseran titik pantau dipengaruhi oleh adanya Sesar Opak yang lokasinya ada di sebelah barat candi. Nurwidyanto, dkk (2011) menyebutkan bahwa Sesar Opak dapat terdeteksi dengan baik menggunakan metode gravity. Arah sesar dominan ke arah utara dengan relatif ke timur di bagian utara dan relatif ke barat di bagian selatan.
3.3 Analisis Pergeseran Titik Pantau Menggunakan Global Congruency Test
Uji ini dapat dilakukan jika diketahui nilai vektor pergeseran koordinat antara dua epoch pengukuran, matriks kofaktor koordinat dan varian aposteriori untuk dua epoch pengukuran. Parameter-parameter tersebut digunakan untuk menghitung nilai varian apriori pergeseran horisontal (𝜎𝑜𝑑2 ) dan nilai varian aposteriori pergeseran horisontal (𝜎̂𝑜𝑑2 ) antara dua epoch pengukuran. Setelah itu dilakukan pembagian
antara varian aposteriori pergeseran dengan varian apriori pergeseran. Hasil pembagian tersebut sebesar 4,796 dibandingkan dengan nilai batas F1- , ,r
0
dari tabel fungsi Fisher yaitu 19,495. Nilai uji lebih kecil daripada nilai tabel Fisher, berarti hasil uji diterima. Hal ini menunjukkan bahwa jaring titik pemantauan tidak mengalami perubahan bentuk. Uji pergeseran titik dilakukan jika uji kesebangunan jaring ditolak. Penolakan uji kesebangunan menunjukkan bahwa bentuk jaring mengalami perubahan.
Pada penelitian ini uji kesebangunan jaring diterima, yang berarti jaring titik pantau tidak mengalami perubahan. Akan tetapi, pada penelitian ini uji pergeseran titik tetap dilakukan untuk mengetahui apakah titik pantau mengalami perubahan posisi atau tidak. Hasil uji pergeseran titik dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil uji pergeseran titik Titik Nilai T 𝑡(0,05 ;2) Hasil uji
S2 0,8153 2,92 Diterima
S3 1,9575 2,92 Diterima
S4 1,3029 2,92 Diterima
S5 1,2947 2,92 Diterima
S6 1,6270 2,92 Diterima
S7 0,6594 2,92 Diterima
S8 1,5023 2,92 Diterima
Tabel 4 menunjukkan bahwa semua nilai uji diterima. Penerimaan terhadap nilai uji berarti bahwa semua titik pantau tidak mengalami pergeseran secara horisontal. Hasil ini sesuai dengan hasil uji kesebangunan jaring bahwa jaring tidak mengalami perubahan bentuk.
3.4 Uji Parameter Regangan
Tahapan uji parameter regangan ada dua, yaitu uji kesamaan dan uji kesebangunan. Pertama-tama uji diawali dengan uji kesamaan. Apabila hasil uji pada dua epoch pengukuran masih similar, maka selanjutnya dilakukan uji kesebangunan. Analisis pergeseran dengan uji parameter regangan menggunakan nilai koordinat titik pantau hasil hitung perataan tiap epoch dan nilai varian kovarian koordinatnya. Pada uji ini dihasilkan nilai pergeseran, rotasi lokal, regangan normal dan regangan geser yang ditunjukkan pada matriks d. Nilai parameter regangan beserta simpangan bakunya dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Nilai parameter regangan beserta simpangan baku
Parameter Nilai Simpangan baku
U0 0,0057 m 0,0024 m
V0 0,0007 m 0,0016 m
W0 0 m 0 m
𝜔𝑥𝑦 -0,0000882 radian 0,0000636 radian
𝜔𝑥𝑧 0 radian 0 radian
𝜔𝑦𝑧 0 radian 0 radian
𝜀𝑥𝑥 -0,00007 µdetik 0,00010 µdetik 𝜀𝑦𝑦 -0,00012 µdetik 0,00007 µdetik
𝜀𝑧𝑧 0 µdetik 0 µdetik
𝛾𝑥𝑦 0,0000880 µdetik 0,0000636 µdetik
𝛾𝑥𝑧 0 µdetik 0 µdetik
𝛾𝑦𝑧 0 µdetik 0 µdetik
Pada Tabel 5 dapat dilihat beberapa parameter regangan bernilai nol, hal ini dikarenakan pada penelitian ini hanya menganalisis regangan secara horisontal. Selanjutnya dilakukan uji kesamaan dan uji kesebangunan untuk mengetahui ada tidaknya perubahan bentuk dari jaring titik pemantauan. Uji ini menggunakan sebaran chi square (χ2) dengan dua derajat kebebasan dan derajat kepercayaan 95%. Jika
𝑇𝑠𝑖𝑚𝑖𝑙𝑎𝑟𝑖𝑡𝑦< 𝑥2,1−0,052 maka uji kesamaan diterima. Hasil uji kesamaan menunjukkan bahwa nilai Tsimilarity = 1,5670 dan nilai tabel χ2 = 5,9914. Nilai uji lebih kecil dari nilai tabel chi square, berarti hasil uji diterima. Hal ini menunjukkan bahwa jaring pemantauan masih sama (similar). Selanjutnya dilakukan uji kesebangunan jaring untuk mengetahui ada tidaknya perubahan bentuk jaring. Uji kesebangunan dilakukan dengan membandingkan nilai uji hasil hitungan dengan nilai dari tabel chi square. Hasil uji kesebangunan menunjukkan bahwa nilai Tsimilarity = 5,1662 dan nilai tabel χ2 = 5,9914.
Nilai uji lebih kecil dari nilai tabel chi square, berarti hasil uji diterima. Hal ini menunjukkan bahwa jaring pemantauan masih sebangun.
3.5 Uji Signifikasi Parameter
Pengujian statistik signifikasi parameter dilakukan terhadap masing-masing titik pantau hasil hitung perataan dengan menghitung perbandingan nilai pergeseran masing-masing titik dan nilai simpangan bakunya. Uji ini menggunakan tingkat kepercayaan 95% dari tabel t-student. Hasil uji menunjukkan diterima untuk semua titik pantau, berarti tidak ada pergeseran yang signifikan pada semua titik pantau.
Berdasar tiga uji tersebut dapat dikatakan bahwa untuk rentang waktu tahun 2011 s.d. 2013, jaring pemantaun candi belum mengalami pergeseran. Namun demikian hasil ini bukan menunjukkan bahwa tidak perlu dilakukan pemantauan candi. Justru sebaliknya, perlu dievaluasi data lain yang mempunyai beda kurun waktu yang lebih lama, terutama data pada waktu sebelum dan sesudah gempa tahun 2006.
Kondisi wilayah Yogyakarta yang sering terjadi gempa ini justru menunjukkan pemantauan stabilitas candi perlu dilakukan secara kontinyu, sebagai antisipasi resiko rusaknya candi. Selanjutnya monitoring tidak cukup hanya dilakukan pengukuran saja, hasilnya sebaiknya diolah dengan suatu metode yang tepat yang dapat mendeteksi pergerakan yang terjadi pada candi. Hitung kuadrat terkecil merupakan salah satu metode yang sesuai untuk estimasi koordinat titik pantau, sehingga selanjutnya analisis pergeseran dapat dilakukan dengan salah satu metode yang telah dikaji pada penelitian ini.
Kesimpulan dan Saran
Setelah dilakukan penelitian diperoleh beberapa kesimpulan, sebagai berikut :
1. Hitung perataan untuk tujuh titik pantau Candi Prambanan (Candi Siwa) pada pengukuran 2011 dan 2013 memberikan hasil berupa koordinat estimasi 2-dimensi dengan ketelitian dalam fraksi milimeter.
2. Nilai pergeseran titik pantau terkecil terdapat pada titik S2 dengan pergeseran sebesar 3,642 mm dengan arah timur laut. Sedangkan pergeseran terbesar terdapat pada titik S3 dengan pergeseran sebesar 10,746 mm dengan arah timur laut.
3. Hasil uji statistik pergeseran titik pantau dengan derajat kepercayaan 95% menunjukkan bahwa nilai pergeseran tersebut tidak signifikan yang berarti bahwa tidak terjadi pergeseran horisontal pada jaring pemantauan deformasi Candi Prambanan pada rentang waktu 2011 s.d.
2013.
4. Hasil analisis pergeseran menggunakaan uji parameter regangan dan uji signifikasi parameter juga menunjukkan hasil yang sama, bahwa jaring titik pantau tidak mengalami pergeseran secara signifikan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai saran dalam kajian dan penelitian selanjutnya antara lain :
1. Perlunya dilakukan pengukuran dengan metode yang lebih teliti dan menggunakan alat ukur yang lebih teliti seperti Total Station atau GPS Geodetic, sehingga diharapkan dapat
menghasilkan nilai ukuran yang teliti.
2. Untuk instansi yang berwenang, dalam hal ini adalah Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta, perlu dilakukan pengukuran secara kontinyu, sehingga dapat diminimalisir terjadinya kemungkinan terburuk pada tubuh candi akibat dari adanya deformasi.
Daftar Pustaka
Basuki, S., 2006, Ilmu Ukur Tanah, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Caspary, W.F., 2000, Concepts of Network and Deformation Analysis, Monograph 11, School of Geomatics Engineering, The University of New South Wales, Sydney, Australia.
Denli, H.N. dan Deniz, R., 2003, Global Congruency Test Methods for GPS Networks, Journal of Surveying Engineering © ASCE.
Mikhail, E.M. dan Gracie, G., 1981, Analysis and Adjustment of Survey Measurements, Van Nostrand Reinhold Company, New York.
Nurwidyanto, M.I., Brotopuspito, K.S., Waluyo dan Sismanto, 2011, “Study Pendahuluan Sesar Opak dengan Metode Gravity (Studi Kasus Daerah Sekitar Kecamatan Pleret Bantul)”, Berkala Fisika, Vol. 14, No. 1, Januari 2011, hal 11- 16.
Soeta’at, 1996, Ilmu Hitung Kuadrat Terkecil, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Sumarno, G., 2012, “Analisis Pergeseran Horisontal Candi Borobudur Berdasarkan Data Pengamatan Tahun 2004, 2006, dan 2008”, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suryolelono, K.B., 2007, “Candi Prambanan Pasca Gempa Bumi”, Forum Teknik Sipil, No. XVII/3, September 2007, hal.594-603.
Widjajanti, N., 2001, Deformasi Dasar, Jurusan Teknik Geodesi Fakutas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Widyaningsih, R., 2006, “Evaluasi Hasil Hitungan Perataan Jaring Triangulasi Candi Borobudur”, Skripsi, Jurusan Teknik Geodesi Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Wolf, P.R. dan Ghilani C.D., 1997, Adjustment Computations Statistics and Least Squares in Surveying and GIS, Jhon Wiley dan Son Inc., New York.