• Tidak ada hasil yang ditemukan

AFIKSASI DALAM BAHASA MORI AFFIXATION IN MORI LANGUAGE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "AFIKSASI DALAM BAHASA MORI AFFIXATION IN MORI LANGUAGE"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

91 AFFIXATION IN MORI LANGUAGE

Siti Fatinah

Balai Bahasa Sulawesi Tengah

Jalan Untad I, Bumi Roviga, Tondo, Palu, Indonesia Pos-el: [email protected]

Naskah diterima: 7 September 2020; direvisi: 20 Oktober 2020; disetujui: 1 Desember 2020

Abstract

Affixation in the Mori language has various forms and functions. The research studies about how the form and function of affixation in Mori language are.The research intends to describe the forms and functions of affixation in the Mori language.The method used in collecting data is the participatory method. The data is analyzed using the intralingual correspondence method through the substitution technique. The research results show four forms of affixation in the Mori language are classified as prefixation, infixation, suffixation, con-fixation, and affixation combined.There are eight prefixations found, such as moN-, meN-, poN-, te-, pe-, in-, poko-,and um-. MoN- and poN- prefixation are embedded either in the base form or prefixed word. Infixations found is -in-. Infixation -in- is embedded either in the base form or in the affixed form. Suffixation found consists of three suffixation, namely -o, -a, and -i. In Mori language, confixation are three, they are a-a, po-a, and pe-a. Combination of affixations are five, affixation of moN-ako, -um-,-o, me-ako, i-in, and in-ako. Those affixations are used to functions to form a verb and affixed noun. Besides, affixation also functions to change part of the base forms’ speech and confirms the meaning of its base form.

Keywords: affixation, verb, noun, adjective, Mori language

Abstrak

Afiksasi bahasa Mori memiliki bentuk dan fungsi yang beragam. Kajian ini menelaah permasalahan tentang bentuk dan fungsi afiksasi dalam bahasa Mori? Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan fungsi afiksasi dalam bahasa Mori. Metode yang digunakan dalam pengumpulan data adalah metode simak. Data diolah menggunakan metode padan intralingual melalui teknik ganti. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat 4 bentuk afiksasi dalam bahasa Mori, yaitu prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, konfiksasi, dan kombinasi afiksasi.

Terdapat 8 Bentuk prefiksasi, yaitu prefiksasi moN-, meN-, poN-, te-, pe-, in-, poko-, dan um-. Prefiksasi moN- dan poN- ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar berupa kata dasar dan ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar berupa kata berprefiks. Terdapat 1 bentuk infiksasi, yaitu infiksasi -in-. Infiksasi -in- ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar berupa kata dasar dan ada yang dibubuhkan pada bentuk dasar berupa kata berafiks. Sufiksasi ada 3, yaitu sufiksasi -o, -a, dan -i. Dalam bahasa Mori terdapat 3 bentuk konfiksasi, yaitu konfiksasi a-a, po-a, dan pe- a. Kombinasi afiksasi ada 5, yaitu kombinasi afiksasi moN-ako, -um-,-o, me-ako, i-in, dan in-ako. Afiksasi tersebut berfungsi membentuk verba dan nomina berafiks. Selain itu, afiksasi juga berfungsi mengubah kategori kata bentuk dasarnya dan mempertegas makna bentuk dasarnya.

Kata kunci: afiksasi, verba, nomina, adjektiva, bahasa Mori

PENDAHULUAN

Bahasa Mori adalah bahasa daerah suku Mori yang terdapat di Kabupaten Morowali Utara. Menurut informan (tokoh adat Mori) suku Mori memiliki beberapa anak suku, antara lain suku Ngusumbatu, Padoe, Petasia, Wulanderi,

Karunsi’e, Impo, Roda, Watu, Ulu Uwo’i, Bahono, Kolokolo, dan Pomuaia. Setiap anak suku Mori memilik isolek. Istilah isolek merupakan istilah netral yang digunakan untuk merujuk pada varian bahasa yang belum ditentukan statusnya (sebagai bahasa, dialek,

(2)

92 subbdialek, atau beda wicara). Menurut (Fatinah

dan Nurmiah, 2020: 16), bahasa Mori terdapat di Kabupaten Morowali Utara. Bahasa Mori memiliki 18 dialek, yaitu Padoe, Ngusumbatu, Moiki, Molongkuni, Kangua, Towatu, Roda, Bahono, Karunsi’e, Watu, Petasia, Molio’a, Bahonsuai, Impo, Wulanderi, Ulu uwo’i, Kolokolo, dan Pomuaia. Subjek penelitian ini adalah bahasa Mori dialek Ngusumbatu. Dialek Ngusumbatu dipilih sebagai subjek penelitian karena Ngusumbatu merupakan dialek standar bahasa Mori.

Bahasa Mori merupakan bahasa yang polimorfemis. Sebagai bahasa yang polimorfemis, kosakata bahasa Mori dibentuk melalui proses morfologis, baik afiksasi, perulangan maupun pemajemukan. Proses morfologis yang paling produktif dalam bahasa Mori adalah afiksasi. Hal itu disebabkan oleh keunikan yang dimiliki oleh bahasa Mori.

Kosakata bahasa Mori, terutama verba pada umumnya tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata dasar karena satuan itu hanya berupa leksem seperti halnya leksem juang dalam bahasa Indonesia. Misalnya, leksem pate tidak memiliki makna kalau berdiri sendiri. Leksem itu mempunyai makna jika dibubuhi afiks, seperti prefiks mompe- menjadi mompepate

‘membunuh’. Keunikan afiksasi tersebut perlu dikaji lebih mendetail, baik bentuk maupun fungsinya.

Aspek-aspek bahasa Mori sudah pernah diteliti. Tahun 1986 Inghoung dkk. melakukan penelitian tentang Morfologi dan Sintaksis

Bahasa Mori. Penelitian itu menelaah morfologi dan sintaksis. Aspek morfologi mencakup morfem bebas dan morefm terikat, kata dan jenis kata (verba, nomina, adjektiva, dan partikel), proses morfologis (afiksasi, perulangan, dan pemajemukan). Aspek sintaksis mencakup frasa (frasa nominal, frasa verbal, frasa adjektival, frasa adverbial, frasa preposisi), tipe dan konstruksi frasa (frasa endosentris dan frasa eksosentris), klausa, dan kalimat. Peneliti lain, Ntaola, dkk. (2005) menyusun Kamus Dwibahasa Mori-Indonesia. Tahun 2013 Lingkua menyusun Kamus Mori Indonesia:

untuk SD, SLTP, SLTA, dan Umum. Ketiga hasil penelitian itu hanya memaparkan aspek bahasa Mori secara umum. Oleh karena itu, penelitian tentang bentuk dan fungsi afiksasi dalam bahasa Mori secara lebih terperinci perlu dilakukan.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan bentuk dan fungsi afiksasi dalam bahasa Mori.

LANDASAN TEORI

Teori yang digunakan dalam kajian ini adalah teori linguistik tentang morfologi.

Morfologi merupakan tataran kebahasaan yang menelaah seluk-beluk kata. Kata terdiri atas dua bentuk, yaitu kata dasar dan kata turunan. Kata dasar adalah kata yang belum mengalami proses morfologis, sedangkan kata turunan adalah kata yang sudah mengalami proses morfologis.

Menurut Arifin dan Junayah (2009: 8);

Rohmadi, Muhammad, dkk. (2013: 49), proses morfologis merupakan proses pembentukan leksem menjadi kata. Dalam bahasa Indonesia

(3)

93 proses morfologi terdiri atas afiksasi, derivasi

zero, reduplikasi, komposisi, derivasi balik, kombinasi proses, abreviasi, analogi, dan metanalisis. Namun, kajian ini hanya fokus menelaah afiksasi. Afiksasi adalah pembubuhan afiks pada kata dasar atau bentuk dasar. Arifin dan Junayah (2009: 10) menyatakan bahwa afiksasi atau pengimbuhan ialah proses morfologis berupa pembubuhan afiks atau imbuhan pada leksem. Afiksasi itu berupa pembubuhan prefiks, infiks, sufiks, konfiks, dan simulfiks. Pembubuhan afiks pada leksem tersebut membentuk kata berimbuhan.

Misalnya, leksem satu yang dibubuhi konfiks ke-an membentuk kata kesatuan.

Linguis lain, Kridalaksana, (2007: 28) mengemukakan bahwa afiksasi adalah pengubahan leksem menjadi kata kompleks atau kata berafiks. Afiksasi tersebut menyebabkan suatu leksem berubah bentuk, menjadi kategori tertentu sehingga berstatus kata atau berganti kategori, dapat mengubah makna atau mempertegas makna. Chaer (2003: 177) mengemukakan bahwa afiksasi ialah proses pembubuhan afiks pada sebuah dasar atau bentuk dasar. Unsur-unsur yang berkaitan dengan pembentukan kata tersebut adalah dasar atau bentuk dasar, afiks, dan makna afiks atau makna gramatikal kata berimbuhan. Afiksasi dapat bersifat derivatif dan inflektif. Sejalan dengan itu, Fatinah (2013: 59) menyatakan bahwa afiksasi atau pengimbuhan merupakan proses pembentukan kata melalui pembubuhan afiks pada bentuk dasar, baik bentuk dasar

berupa kata dasar maupun kata kompleks. Afiks yang dibubuhkan pada bentuk dasar itu dinamakan morfem terikat, sedangkan bentuk dasar yang mendasari pembentukan kata berafiks tersebut dinamakan morfem bebas.

Dengan perkataan lain, kata yang dibentuk melalui afiksasi disebut kata berafiks, yang terdiri atas dua morfem, yaitu morfem terikat dan morfem bebas. Morfem terikat merupakan kata yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata, sedangkan morfem bebas merupakan kata yang dapat berdiri sendiri sebagai kata.

Afiks memiliki bentuk, fungsi, dan makna.

Dari segi bentuk, afiks merupakan bentuk terikat yang tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata.

Mulyono (2013: 75) menyatakan bahwa afiks merupakan bentuk linguistik yang terikat secara morfologis dan semantis. Afiks dikatakan terikat secara morfologis karena afiks tidak dapat berdiri sendiri sebagai kata. Afiks itu harus dibubuhkan pada kata dasar atau bentuk dasar.

Menurut Kusmiarti (2019: 33), secara morfologis, afiks dapat membentuk satu kata dasar menjadi satu atau lebih kata turunan atau kata berimbuhan. Misalnya, kata dasar cari jika dibubuhi afiks dapat membentuk kata berimbuhan: mencari; mencarikan, dicari, dicarikan, pencari, dan pencarian. Sementara itu, afiks dikatakan terikat secara semantis karena afiks itu tidak memiliki makna leksikal.

Afiks hanya memiliki makna gramatikal. Makna afiks bergantung pada kata dasar atau bentuk dasarnya. Fatinah (2013: 59) mengemukakan bahwa afiks sebagai morfem terikat tidak dapat

(4)

94 berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara

gramatikal selalu melekat pada bentuk lain (bentuk dasar). Suatu morfem dikatakan bebas jika arti dari morfem itu tidak ditentukan oleh morfem lain dan dapat berdiri sendiri, sedangkan suatu morfem dikatakan terikat jika arti morfem itu turut ditentukan oleh morfem lain dan tidak dapat berdiri sendiri, serta tidak mempunyai arti.

Kedua morfem itu saling berkonstruksi menjadi sebuah kata berafiks.

Afiksasi (pengimbuhan) adalah proses morfologis berupa pembubuhan atau penambahan afiks (imbuhan) pada kata dasar atau bentuk dasar. Afiks yang dibubuhkan pada kata dasar terdiri atas prefiks, infiks, konfiks, sufiks, dan simulfiks. Afiks tersebut dapat bersifat derivatif dan inflektif. Afiks itu memiliki bentuk, fungsi, dan makna. Afiksasi terdiri atas prefiksasi, infiksasi, konfiksasi, sufiksasi, dan simulfiksasi. Prefiksasi adalah pembubuhan prefiks pada kata dasar atau bentuk dasar. Infiksasi ialah pembubuhan infiks pada kata dasar atau bentuk dasar. Konfiksasi merupakan pembubuhan konfiks pada kata dasar atau bentuk dasar. Sufiksasi adalah pembubuhan sufiks pada kata dasar atau bentuk dasar.

Simulfiksasi adalah pembubuhan simulfiks pada kata dasar atau bentuk dasar.

METODE PENELITIAN

Data penelitian ini ada dua, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari tuturan informan berbahasa Mori, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil

penelitian terdahulu, yakni Kamus Bahasa Mori- Indonesia. Metode yang digunakan dalam pemerolehan data adalah metode simak. Metode simak ialah metode penyediaan data dengan cara menyimak penggunaan bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Dalam pelaksanaannya, digunakan teknik sadap, teknik simak libat cakap, teknik simak bebas libat cakap, dan teknik catat (Mahsun, 2007: 132-- 133); (Muhammad, 2011: 207).

Data dianalisis menggunakan metode padan intralingual dengan teknik hubung banding menyamakan dan hubung banding membedakan. Metode padan digunakan untuk memaparkan fungsi dan makna afiks bahasa Mori dengan melihat prefiks yang dibubuhkan pada kata dasar dan bentuk dasar. Misalnya, proses prefiksasi verba dalam bahasa Indonesia:

jolok (verba) + peng- menjadi penjolok (nomina). Prefiks peng- pada kata penjolok berfungsi sebagai pembentuk nomina berafiks dari dasar verba. Setelah dianalisis, data itu disajikan dengan metode formal dan metode informal.

PEMBAHASAN

Dalam bahasa Mori proses pembentukan kata melalui afiksasi terdiri atas prefiksasi, infiksasi, konfiksasi, sufiksasi, dan simulfiksasi.

Prefiksasi

Prefiksasi adalah pembubuhan prefiks pada kata dasar atau bentuk dasar. Dalam bahasa Mori terdapat sepuluh prefiks, yaitu moN-, meN-

(5)

95 , poN-, te-, pe-, in-, poko-, um-, mompoko-, dan

mompeke-.

Prefiksasi moN-

Prefiksasi moN- adalah pembubuhan prefiks moN- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba dan nomina. Prefiks moN- mempunyai empat alomorf, yaitu mo-, mon-, mom-, dan mong-.

Contoh:

1) moN- + angga ‘kerja’ moangga

‘bekerja’

2) moN- + bansi ‘belah’ mobansi

‘membelah’

3) moN- + biniki‘pilih’ mobiniki

‘memilih’

4) moN- + bingku ‘pacul’ mobingku

‘memacul’

5) moN- + koiso ‘keringat’ mongkoiso

‘berkeringat’

6) moN- + paho ‘tanam’ mompaho

‘menanam’

7) moN- + puroi ‘peras’ mompuroi

‘memeras’

8) moN- + pepate ‘bunuh’ mompepate

‘membunuh’

9) moN- + tuehi ‘tebang’ montuehi

‘menebang’

10) moN- + saru ‘pinjam’ monsaru

‘meminjam’

11) moN- + sombu ‘sambung’ monsombu

‘menjolok’

12) moN- + kiki ‘gigit’ mongkiki

‘mennggigit’

13) moN- + karu ‘garuk’ mongkaru

‘menggaruk’

14) moN- + kita ‘lihat’ mongkita

‘melihat’

Pada data (1—3) tampak bahwa prefiks moN- yang dibubuhkan pada verba: angga, bansi, dan biniki beralomorf menjadi mo membentuk verba berprefiks: moangga,

mobansi, dan mobikini. Prefiksasi moN- pada data (4) yang dibubuhkan pada dasar nomina:

bingku beralomorf menjadi mo-. Prefiksasi itu membentuk verba dari dasar nomina. Pada data (5) prefiks moN- beralomorf menjadi mong- ketika dibubuhkan pada dasar nomina: koiso menjadi verba berprefiks: mongkoiso. Prefiks itu juga membentuk verba dari dasar nomina.

Prefiksasi moN- pada data (6—8) beralomorf menjadi mom- saat dibubuhkan pada dasar verba: paho, puroi, dan pepate menjadi verba berprefiks: mompaho, mompuroi, dan mompepate. Pada data (9—11) prefiksasi moN- beralomorf menjadi mon- ketika dibubuhkan pada dasar verba: tuehi, saru, dan sombu membentuk verba berprefiks: montuehi, monsaru, dan monsombu. Prefiksasi moN- pada data (12—14) beralomorf menjadi mong- saat dibubuhkan pada dasar verba: kiki, karu, dan kita membentuk verba berprefiks: mongkiki, mongkaru, dan mongkita. Prefiks moN- yang dibubuhkan pada dasar nomina dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, sedangkan prefiks moN- yang dibubuhkan pada dasar verba tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Prefiksasi meN-

Prefiksasi meN- ialah pembubuhan prefiks meN- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba dan nomina. Namun, tidak semua verba dan nomina dapat dibubuhi prefiks meN-.

Contoh:

(6)

96 15) meN- + booli ‘teriak’ mebooli

‘berteriak’

16) meN- + baku ‘bekal’ mebaku

‘sarapan’

17) meN- + bangka ‘perahu’ mebangka

‘berperahu’/’naik perahu’

18) meN- + dangke ‘pacar’ medangke

‘berpacaran’

19) meN- + hanga ‘bekas, jejak’

mehanga ‘berbekas’

20) meN- + inahu ‘sayur’meinahu

‘memetik sayur’

21) meN- + kalati ‘adukan’mekalati

‘mengadu’

22) meN- + kambu ‘sisir’mekambu

‘menyisir’

Data (15) tampak adanya pembubuhan prefiks meN- pada bentuk dasar verba: booli menjadi mebooli. Prefiks itu berfungsi membentuk verba intransituif dari dasar verba. Prefiks meN- tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi mempertegas makna bentuk dasarnya.

Sementara itu, data (16—22) tampak bahwa prefiks meN- yang dibubuhkan pada bentuk dasar nomina: baku, bangka, dangke, hanga, inahu, kalati, dan kambu berfungsi membentuk verba: mebaku, mebangka, medangke, mehanga, meinahu, mekalati, dan mekambu.

Prefiksasi poN-

Prefiksasi poN- adalah pembubuhan prefiks poN- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba. Prefiks itu berfungsi membentuk nomina dari bentuk dasar verba. Prefiks poN- berfungsi mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Prefiks tersebut pada umumnya bermakna ‘alat’.

Contoh:

23) poN- + duhu ‘tusuk’poduhu

‘penusuk’ (alat untuk menusuk)

24) poN- + ehe ‘mau’/’suka’ poehe

‘kemauan’

25) poN- + hea ‘iris’ pohea ‘pengiris’

(alat untuk mengiris)

26) poN- + isa ‘tumbuk’ poisa ‘alat untuk menumbuk’/’alu’

27) poN- + kai ‘kait’ pongkai ‘pengait’

(alat untuk mengait)

28) poN- + sela ‘pikul’ ponsela

‘pemikul’ (alat untuk memikul)

Prefiks poN- pada data (23—28) tampak dibubuhkan pada bentuk dasar verba: duhu, ehe, hea, isa, kai, dan sela menjadi nomina: poduhu, poehe, pohea, poisa, pongkai, dan ponsela.

Prefiksasi te-

Prefiksasi te- adalah pembubuhan prefiks te- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba, adjektiva, dan nomina. Akan tetapi, tidak semua verba, adjektiva, dan nomina dapat dibubuhi prefiks te-. Prefiks te- berfungsi membentuk verba intransitif.

Contoh:

29) te- + howui ‘timbun’ tehowui

‘tertimbun’

30) te- + kai ‘kait/sangkut’ tekai

‘terkait/tersangkut’

31) te- + sesei ‘iris’ tesesei ‘teriris’

32) te- + donta ‘jatuh’ tedonta ‘terjatuh’

33) te- + beri ‘robek’ teberi ‘terobek’

34) te- + hala ‘dosa’ tehala ‘berdosa’

35) te-+bingku‘cangkul’tebingku

‘tercangkul’

36) te- + pao ‘pahat’tepao ‘terpahat’

37) te- + paso ‘paku’tepaso ‘terpaku’

Pada data (29—32), prefiks te- dibubuhkan pada dasar verba: howui, kai, dan sesei. Prefiks itu berfungsi membentuk verba intransitif. Perfiks te- tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna

(7)

97 bentuk dasarnya. Pada data (33) prefiks te-

dibubuhkan pada bentuk dasar adjektiva: beri.

Prefiks itu berfungsi membentuk verba intransitif dari bentuk dasar adjektiva. Dengan kata lain, prefiks te- yang dibubuhkan pada bentuk dasar adjektiva dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi tidak bersifat umum. Dalam kajian ini hanya kata beri yang dapat dibubuhi prefiks te-. Prefiksasi te- pada data (34—37) membentuk verba berprefiks:

tehala, tebingku, tepao, dan tepaso dari dasar nomina: hala, bingku, pao, dan paso.

Prefiksasi pe-

Prefiksasi pe- ialah pembubuhan prefiks pe- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba.

Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi prefiks itu. Prefiks pe- berfungsi membentuk verba intransitif. Prefiksasi pe- tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

38) pe- + ini ‘pegang’ peini ‘berpegang’

39) pe- + wuni ‘sembunyi’ pewuni

‘bersembunyi’

40) pe- + naa ‘napas’ penaa ‘bernapas’

41) pe- + kombia ‘istri’ pekombia

‘beristri’

42) pe- + limba ‘pindah’ pelimba

‘berpindah’

Prefiks pe- pada data (38—42) dibubuhkan pada bentuk dasar verba: ini, wuni, naa, kombia, limba menjadi verba berprefiks: peini, pewuni, penaa, pekombia, pelimba.

Prefiksasi in-

Prefiksasi in- adalah pembubuhan prefiks in- pada kata dasar atau bentuk dasar verba. Akan tetapi, tidak semua verba dapat dibubuhi prefiks in-. Prefiks itu berfungsi membentuk verba pasif transitif. Prefiksasi in- tidak produktif karena verba yang dapat dibubuhi prefiks in- hanya verba dasar yang huruf awalnya berupa fonem vokal, tetapi hanya sebagian kecil.

Contoh:

43) in- + ulo ‘tutup’ inulo ‘ditutup’

44) in- + asa ‘jual’ inasa ‘dijual’

45) in- + ala ‘ambil’ inala ‘diambil’

46) in- + uwoi ‘air’ inuwoi ‘diairi’

Pada data (43—46) prefiks in- dibubuhkan pada bentuk dasar verba: ulo, asa, ala, dan uwoi menjadi verba beprefiks: inulo, inasa, inala, dan inuwoi. Prefiks tersebut tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi mempertegas maknanya.

Prefiksasi poko-

Prefiksasi poko- ialah pembubuhan prefiks poko- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa adjektiva, tetapi tidak semua adjektiva dapat dibubuhi prefiks poko-. Prefiks itu berfungsi membentuk verba intransitif. Prefiks poko- dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Contoh:

47) poko- + moiko ‘baik’ pokomoiko

‘perbaiki’

48) poko- + kodei ‘kecil’ pokokodei

‘perkecil’

49) poko- + morini ‘dingin’ pokomorini

‘dinginkan’

(8)

98 Pada data (47—49) tampak bahwa prefiks poko-

dibubuhkan pada bentuk dasar adjektiva: moiko, kodei, dan morini menjadi verba intransitif:

pokomoiko, pokokodei, dan pokomorini.

Prefiksasi pino-

Prefiksasi pino- adalah pembubuhan prefiks pino- pada kata dasar atau bentuk dasar. Kata dasar atau bentuk dasar yang dapat dibubuhi prefiks pino- adalah verba. Prefiks itu berfungsi membentuk verba pasif dan nomina.

Contoh:

50) pino- + boi ‘panggil’ pinoboi

‘dipanggil

51) pino- + kai ‘kait’ pinokai ‘dikaitkan’

52) pino- + paho ‘tanam’ pinopaho

‘tanaman’

Pada data (50—51) tampak prefiksasi pino- pada dasar verba: boi dan kai yang membentuk verba pasif: pinoboi dan pinokai. Sementara itu, pada data (52) prefiksasi pino- pada dasar verba: paho membentuk nomina: pinopaho. Prefiks pino- tersebut dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Prefiksasi um-

Prefiksasi um- adalah pembubuhan prefiks um- pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba.

Prefiks um- berfungsi membentuk verba aktif transitif. Prefiks um- tidak mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi mempertegas makna bentuk dasarnya. Prefiksasi um- tidak produktif karena data yang ditemukan dalam

penelitian ini, verba yang dapat dibubuhi prefiks um- hanya verba dasar isa.

Contoh:

53) um- + isa ‘tumbuk’ umisa ‘akan menumbuk’

Infiksasi

Dalam bahasa Mori hanya terdapat satu bentuk infiksasi, yaitu infiksasi -in-.

Infiksasi -in-

Infiksasi -in- adalah pembubuhan infiks -in- pada kata dasar atau bentuk dasar verba dan nomina, tetapi tidak semua verba dan nomina dapat dibubuhi infiks -in-. Infiks tersebut berfungsi membentuk verba pasif transitif dan nomina. Namun, infiks -in- yang berfungsi membentuk nomina dari bentuk dasar verba hanyalah infiks -in- yang dibubuhkan bentuk dasar verba: kaa. Infiks -in- yang dibubuhkan pada bentuk dasar verba tidak mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi mempertegas makna bentuk dasarnya.

Sementara itu, infiks -in- yang dibubuhkan pada bentuk dasar nomina berfungsi membentuk verba pasif intransitif sekaligus mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Contoh:

54) -in- + bali ‘ubah’ binali ‘diubah’

55) -in- + bangku ‘roboh’ binangku

‘dirobohkan’

56) -in- + kangkali ‘mencakari’

kinangkali ‘dicakari’

57) -in- + pao ‘pahat’ pinao ‘dipahat’

58) -in- + gonti ‘gunting’  ginonti

‘digunting’

(9)

99 59) -in- + hawu ‘sarung’ hinawu

‘disarungi, diselimuti’

60) -in- + kaa ‘makan’ kinaa ‘nasi’

Infiksasi -in- pada data (54—56) dibubuhkan pada bentuk dasar verba: bali, bangku, kangkali menjadi verba pasif: binali, binangku, dan kinangkali. Pada data (57—59) infiksasi -in- dibubuhkan pada bentuk dasar nomina: pao, gonti, dan hawu menjadi verba pasif: pinao, ginonti, dan hinawu. Sementara itu, infiksasi -in- pada data (60) dibubuhkan pada bentuk dasar verba: kaa membentuk nomina kinaa.

Sufiksasi

Sufiksasi adalah pembubuhan sufiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Mori terdapat tiga sufiks, yaitu -o, -a, dan -ki.

Sufiksasi -o

Sufiksasi -o adalah pembubuhan sufiks -o pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba.

Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi sufiks -o. Sufiksasi -o berfungsi membentuk verba dari dasar verba. Sufiksasi -o tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

61) angga ‘kerja’ + -oanggao ‘kerjakan’

62) tande ‘angkat’ + -otandeo

‘angkatkan’

63) rako ‘tangkap’ + -orakoo

‘tangkapkan’

Sufiksasi -o pada data (61—63) tampak pembubuhan sufiks -o pada bentuk dasar verba:

angga, tande, dan rako menjadi verba bersufiks:

anggao, tandeo, dan rakao.

Sufiksasi -a

Sufiksasi -a adalah pembubuhan sufiks -a pada kata dasar atau bentuk dasar berupa verba.

Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi sufiks -a. Sufiksasi -a berfungsi membentuk verba dari dasar verba. Sufiksasi -a tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

64) buri ‘tulis’ + -aburia ‘tulisan’

65) sala ‘jalan’ + -asalaa ‘jalanan’

66) asa ‘jual’ + -aasaa ‘jualan’

Pada data (64—66) tampak sufiksasi -a yang dibubuhkan pada bentuk dasar verba: buri, sala, dan asa menjadi verba bersufiks: buria, salaa, dan asaa.

Sufiksasi -i

Sufiksasi -i adalah pembubuhan sufiks -i pada kata dasar atau bentuk dasar verba. Namun, tidak semua verba dapat dibubuhi sufiks -i. Sufiks -i memiliki alomorf -ki dan -li. Sufiks -i beralomorf menjadi -ki jika fonem terakhir bentuk dasarnya berupa fonem vokal /i/, sedangkan alomorf -li jika fonem terakhir bentuk dasarnya berupa fonem vokal /a/. Sufiksasi -i berfungsi membentuk verba dari dasar verba.

Sufiksasi -i tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

(10)

100 67) baho ‘basah’ + -ibahoi ‘basahi’

68) uwoi ‘air’ + -iuwoiki ‘airi’

69) mebooli ‘berteriak’ + -imebooliki

‘berteriak-teriak’

70) kangka ‘cakar’ + -ikangkali

‘mencakari’

Sufiksasi -i pada data (67) dibubuhkan pada bentuk dasar baho menjadi bahoi. Namun pada data (68—69) sufiksasi -i beralomorf menjadi - li. Alomorf -ki dibubuhkan pada bentuk dasar uwoi dan mebooli menjadi verba bersufiks:

uwoiki dan mebooliki. Pada data (70) sufiksasi - i yang beralomorf menjadi -li membentuk verba transitif kangkali dari bentuk dasar kangka.

Konfiksasi

Konfiksasi adalah pembubuhan konfiks pada bentuk dasar. Dalam bahasa Mori terdapat tiga konfiksasi, yaitu a-a, po-a, dan pe-a.

Konfiksasi a-a

Konfiksasi a-a berfungsi membentuk nomina dari kata dasar atau bentuk dasar berupa adjektiva dan verba. Konfiksasi a-a dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Contoh:

71) a-a + mosia ‘berani’ amosiaa

‘keberanian’

72) a-a + doito ‘takut’ adoitoa

‘ketakutan’

73) a-a + molusa ‘lemah’ amolusaa

‘kelemahan’

74) a-a + hawe ‘datang’ ahawea

‘kedatangan’

75) a-a + lako ‘pergi’ alakoa ‘kepergian’

Pada data (71—73) konfiksasi a-a membentuk nomina: amosiaa, adoitoa, dan amolusaa dari

dasar adjektiva: mosia, doito, dan molusa.

Konfiksasi a-a pada data (74—75) membentuk nomina: ahawea dan alakoa pada dasar verba:

hawe dan lako.

Konfiksasi po-a

Konfiksasi po-a berfungsi membentuk nomina dari dasar verba. Konfiksasi itu dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Contoh:

76) po-a + wanu ‘lempar’ powanua

‘pelemparan’

77) po-a + tunu ‘bakar’ potunua

‘pembakaran’

78) po-a + sapoi ‘sembuh’ posapoia

‘penyembuhan’

Konfiksasi po-a pada data (76—78) membentuk nomina: powanua, potunua, dan posapoia dari dasar verba: wanu, tunu, dan sapoi.

Konfiksasi pe-a

Konfiksasi pe-a berfungsi membentuk nomina dari dasar verba. Konfiksasi pe-a dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Contoh:

79) pe-a + oli ‘beli’ peolia ‘pembelian’

80) pe-a+sala‘jalan’pesalaa ‘perjalanan’

Pada data (79—80) konfiksasi pe-a membentuk nomina: peolia dan pesalaa dari dasar verba: oli dan sala.

Konfiksasi in-i

Konfiksasi in-i adalah pembubuhan konfiks in-i pada kata dasar atau bentuk dasar. Konfiksasi in- i berfungsi membentuk verba pasif. Konfiksasi

(11)

101 tersebut dibubuhkan pada dasar nomina dan

verba. Konfiksasi in-i pada dasar nomina dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, sedangkan konfiksasi in-i pada dasar verba tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

81) in-i + olo ‘asam’ inoloi ‘diasami’

82) in-i + donta ‘jatuh’ dinontai

‘dijatuhi’

Konfiksasi in-i pada data (81—82) membentuk verba pasif: inoloi dan dinontai. Verba berkonfiks itu diturunkan melalui pembubuhan konfiks in-i pada dasar nomina: olo (data 81) dan verba: donta (data 82).

Kombinasi Afiksasi

Dalam bahasa Mori terdapat lima kombinasi afiksasi, yaitu moN-ako; -um-,-o; me-ako; i- in; dan in-ako.

Kombinasi Afiksasi moN-ako

Kombinasi afiksasi moN-ako memiliki tiga alomorf, yaitu mo-ako, mong-ako, dan mom-ako.

Ketiga alomorf itu berfungsi membentuk verba bitransitif dari dasar verba. Kombinasi afiksasi tersebut tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

83) moN-ako + rako ‘tangkap’

merakoako ‘menangkapkan’

84) moN-ako + rawo ‘hancur’

merawoako ‘menghancurkan’

85) moN-ako + wawa ‘bawa’

mewawaako ‘membawakan’

86) moN-ako + kulisi ‘kupas’

mongkulisiako ‘mengupaskan’

87) moN-ako + kai ‘kait’

mongkaiako ‘mengaitkan’

88) moN-ako + pesaru ‘pinjamkan’

mompesaruako ‘meminjamkan’

89) moN-ako + pedolo ‘mandikan’

mompedoloako ‘memandikan’

90) moN-ako + pewuata ‘naikkan’

mompewuatako ‘menaikkan’

Kombinasi afiksasi moN-ako pada data (83—

85) yang dibubuhkan pada dasar verba: rako, rawo, dan wawa beralomorf menjadi mo-ako membentuk verba bitransitif: merakoako, merawoako, dan mewawaako. Pada data (86—

87) kombinasi afiksasi moN-ako beralomorf menjadi mong-ako ketika dibubuhkan pada dasar verba: kulisi dan kai. Sementara itu, kombinasi afiksasi pada data (88—90) tampak dibubuhkan pada dasar verba: pesaru, pedolo, dan pewuata menjadi verba berkombinasi afiks:

mompesaruako, mompedoloako, dan mompewuatako. Kombinasi afiks tersebut beralomorf menjadi mom-ako.

Kombinasi Afiksasi -um-, -o

Kombinasi afiksasi -um-, -o adalah pembubuhan infiks -um- dan sufiks -o pada kata dasar atau bentuk dasar secara bersamaan. Kombinasi afiksasi -um-, -o berfungsi membentuk verba berprefiks dari dasar verba dan nomina.

Kombinasi afiksasi -um-, -o yang dibubuhkan pada verba tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya. Akan tetapi, kombinasi

(12)

102 afiksasi -um-, -o yang dibubuhkan pada nomina

(lihat data 92) dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya.

Contoh:

91) -um-,-o + kalaki ‘adukan’

kumalakio ‘mengadukan’

92) -um-,-o + kambu ‘sisir’

kumambuo ‘menyisirkan’/’disisir’

93) -um-,-o + kai ‘kait’

kumaio ‘dikait’

94) -um-,-o + kulisi ‘kupas’

kumulisio ‘dikupas’

95) -um-,-o+limba

lumimbao ‘dipindahkan’

Kombinasi afiksasi -um-,-o pada data (91—92) dibubuhkan pada bentuk dasar verba: kalati dan kambu membentuk verba bitransitif: kumalati dan kumambu. Pada data (93—94) kombinasi afiksasi -um-,-o dibubuhkan pada dasar verba:

kai dan kulisi menjadi verba pasif transitif:

kumai dan kumulisi. Berbeda halnya dengan itu, pada data (95) kombinasi afiksasi -um-,-o dibubuhkan pada bentuk dasar verba: limba menjadi verba pasif bitransitif: lumimbao.

Kombinasi Afiks me-ako

Kombinasi afiks me-ako berfungsi membentuk verba bitransitif dari dasar verba. Kombinasi afiksasi itu tidak dapat mengubah kategori kata bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas makna bentuk dasarnya.

Contoh:

96) me-ako + wunu ‘lempar’ mewunuako

‘melemparkan’

97) me-ako + uwata ‘naik’ meuwatako

‘menaikkan’

98) me-ako + lulu ‘lari’ meluluako

‘melarikan’

99) me-ako + bono ‘pukul’ mebonoako

‘memukulkan’

Pada data (96—99) kombinasi afiksasi me-ako yang dibubuhkan pada dasar verba: wunu, uwata, lulu, dan bono membentuk verba berkombinasi afiks: mewunuako, meuwatako, meluluako, dan mebonoako.

Kombinasi Afiksasi i-in

Kombinasi Afiksasi i-in berfungsi membentuk verba pasif yang menyatakan pekerjaan yang dilakukan berulang-ulang. Kombinasi afiksasi i- in adalah pembubuhan prefiks i- dan infiks -in- pada kata dasar atau bentuk dasar.

Contoh:

100) i-in + poboi ‘panggil’

ipinoboi ‘dipasangi’

101) i-in + sowi ‘tuai’

isinowi ‘dituai’

102) i-in + tuehi ‘tebang’

itinuehi ‘ditebangi’

Pada data (100—102) tampak kombinasi afiksasi i-in yang membentuk verba pasif transitif: ipinoboi, isinowi, dan itinuehi. Verba tersebut dibentuk melalui pembubuhan prefiks i- dan infiks -in- pada dasar verba: poboi, sowi, dan tuehi.

Kombinasi Afiksasi in-ako

Kombinasi afiksasi in-ako adalah pembubuhan prefiks in- dan sufiks -ako pada kata dasar atau bentuk dasar. Kombinasi afiks in-ako berfungsi membentuk verba pasif. Kombinasi afiksasi tersebut tidak dapat mengubah kategori kata

(13)

103 bentuk dasarnya, tetapi dapat mempertegas

makna bentuk dasarnya.

Contoh:

103) in-ako + olai ‘jauh’ inolaiako

‘dijatuhkan’

104) in-ako + ala ‘ambil’ inalaako

‘diambilkan’

105) in-ako + ungkahi ‘buka’

inungkahiako ‘dibukakan’

Kombinasi afiksasi pada data (103—105) tampak bahwa verba berkombinasi afiks:

inolaiako, inolaako, dan inungkahiako diturunkan dari pembubuhan infiks -in- dan sufiks -ako pada dasar verba: olai, ala, dan ungkahi.

PENUTUP

Sistem afiksasi dalam bahasa Mori sangat produktif karena sebuah leksem tidak bermakna jika tidak dibubuhi afiks. Misalnya, leksem kita,

rako, dan lako. Leksem itu akan bermakna jika dibubuhi prefiks moN-, misalnya, menjadi mongkita ‘melihat’ dan morako ‘menangkap’.

Leksem lako akan bermakna jika dibubuhi infiks -um- menjadi lumako ‘pergi’. Dalam bahasa Mori terdapat lima bentuk afiksasi, yaitu prefiksasi, infiksasi, sufiksasi, konfiksasi, dan kombinasi afiksasi. Afiksasi tersebut berfungsi membentuk verba dari dasar verba, nomina, dan adjektiva; serta membentuk nomina dari dasar verba. Selain itu, afiksasi itu juga berfungsi mengubah kategori kata dan mempertegas makna bentuk dasarnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Bapak Barsel, penutur jati bahasa Mori yang telah banyak membantu dalam pemerolehan data penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Zaenal dan Junaiyah H. Matanggui. 2009. Morfologi: Bentuk, Makna, dan Fungsi. Jakarta:

Grasindo.

Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineke Cipta.

Fatinah, Siti. 2013. Sistem Afiksasi Bahasa Kaili. dalam Yamaguchi, Masao (Eds.) Morfofonemik Bahasa Daerah di Pulau Sulawesi Bagian Selatan. Kyoto, Jepang: Hokuto Publishing Inc.

Fatinah, Siti dan Nurmiah. 2020. Bahasa-Bahasa di Sulawesi Tengah. Makalah Lokakarya Hasil Penelitian Pemetaan Bahasa di Sulawesi Tengah.

Inghoung. 1986. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Mori. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Kusmiarti, Reni dan Rika Fitriani. 2019. Afiksasi Bahasa Rejang Dialek Kepahiang. Lateralisasi 7(1) hlm. 33—43.

Lingkua, L. 2013. Kamus Mori-Indonesia: untuk SD, SLTP, SLTA, dan Umum. Palu: UD Rio.

(14)

104 Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan Tekniknya. Edisi Revisi.

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Muhammad. 2011. Metode Penelitian Bahasa. Jogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Mulyono, Iyo. 2013. Ilmu Bahasa Indonesia Morfologi: Teori dan Sejumput Problematik Terapannya.

Bandung: CV Yarma Widya.

Ntaola, Pauline Labiro, dkk. 2005. Kamus Dwibahasa Mori-Indonesia. Palu: Balai Bahasa Sulawesi Tengah.

Rohmadi, Muhammad, dkk. 2013. Morfologi: Telaah Morfem dan Kata. Surakarta: Yuma Pustaka.

Referensi

Dokumen terkait

Atas kehendak-Nya penulis dapat meenyelesaikan skripsi dengan judul “ Perbedaan Pengaruh Latihan Interval Aerob dan Interval Anaerob Terhadap Peningkatan Kecepatan

Bismillah Hirrahman Nirrahim, puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan

Secara khusus mengeta- hui tingkat pengetahuan pedagang makanan jajanan mengenai (bahan baku makanan, tem- pat penyimpanan makanan, cara pengolahan makanan, cara pengangkutan,

Kelemahan metode demonstrasi yaitu derajat visibilitasnya kurang, maksudnya siswa tidak dapat melihat atau mengamati keseluruhan benda atau peristiwa yang didemonstrasikan, hal

Ide pokok paragraf 3: Selain itu, otot dalam tubuh manusia juga berperan dalam gerakan manusia yang tidak disengaja.. Ide pokok paragraf 4: Otot dalam tubuh juga berfungsi

Raya Boulevard Barat Kelapa Gading Ground Floor No.. Bulevar

aripada dapatan di atas, boleh disimpulkan baha7a semakin jauh jarak sesaran ladung  2 daripada titik tengah, maka makin besar ladung * kehilangan tenaga untuk menyesarkannya ke

Kecenderungan penderita asma bronkial mengalami GERD juga dinyatakan dalam penelitian yang dilakukan oleh Field (1999) bahwa persentase pasien asma yang mengalami