SKRIPSI
OLEH
BABY PIA BEATA SEMBIRING 150406017
DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2019
Universitas Sumatra Utara
ABSTRAK
Di kota Medan, pertumbuhan penduduk meningkat. Itu mempengaruhi letak pemukiman di kota. Pemukiman di tepi sungai adalah cara untuk mengalihkan penduduk kota ke pinggiran ke kota.
Peningkatan pertumbuhan populasi membuat pemukiman menjadi lingkungan yang berkualitas buruk.
Tanpa perencanaan yang baik, permukiman menjadi permukiman spontan dan tidak teratur.
Kabupaten Medan Labuhan adalah kabupaten yang memiliki permukiman di sisi sungai Deli. Medan Labuhan. Kabupaten Medan Labuhan adalah daerah yang berbatasan dengan wilayah pesisir.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tipologi kawasan pemukiman di pinggir sungai Deli, Kabupaten Medan Labuhan dan untuk membuat konteks konsep pemukiman di tepi sungai Deli, Kabupaten Medan Labuhan. Metode penelitian yang digunakan oleh metode kualitatif. Mereka adalah observasi dan wawancara. Pengamatan dilakukan dengan mengamati topologi wilayah pemukiman dari permukiman spontan di Labuhan Medan. Peneltian ini juga akan dibuat untuk dibandingkan dengan kebijakan pemerintah. Penelitian ini juga bermanfaat bagi Pemerintah Kota Medan untuk dapat membuat kebijakan yang lebih jelas terkait dengan aturan pembangunan di wilayah tepi sungai Deli.
Kata kunci : tipologi, bantaran sungai, permukiman
Universitas Sumatra Utara
ABSTRACT
In the city of Medan, population growth is increasing. That affects the Location of settlements in the city. Riverside settlements are a way to divert townspeople to outskirt.
It has many problems, caused by natural population growth and migrants (urbanization). Increasing population growth makes settlements a poor quality neighborhood. Without good planning, the settlements become spontaneous settlements and irregular. Medan Labuhan district is a district that has settlements on the river side of Deli. Medan Labuhan Sub-district has a total of 6 urban villages.
This study aims to find the typology of residential areas in Deli riverside, Medan Labuhan district and to make the context of settlement concepts in Deli riverside, Medan Labuhan district. The research method used by the qualitative method. They are observation and interviews. Observations were made by observing the topology of residential areas from spontaneous settlements in Medan Labuhan. It will also be made to compare with government policies. This research contributes to knowledge about riverside settlement typology in Medan Labuhan district. This research is also useful for the Medan City Government to be able to make a clearer policy related to the rules of development in the Deli riverside area.
Keywords : typology, riverside, settlements
Universitas Sumatra Utara
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Tipologi Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan demi memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur di Departemen Arsitektur, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan rasa terima kasih saya yang sedalam-dalamnya kepada :
- Dosen Pembimbing Tugas Akhir, Ibu Beny O. Y. Marpaung ST., MT., Ph.D. Terima kasih atas bimbingan, ilmu, nasihat serta motivasi yang telah ibu berikan selama proses penulisan skripsi ini.
- Para dosen penguji, Bapak Hajar Suwantoro ST., MT. dan Ibu Novi Rahmadani ST, MT.
Terima kasih atas kritikan serta masukan yang diberikan dalam penulisan skripsi.
- Ibu Dr. Ir. Dwira Nirfalini Aulia, M.Sc, selaku Ketua Departemen Arsitektur, dan ibu Beny OY Marpaung, S.T., M.T., Ph.D., selaku sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Terima kasih atas dukungan dan perhatian ibu kepada mahasiswa dan mahasiswi.
- Orangtua penulis, papa, Amir Sembiring SE., dan mama, Esigiros Simanjuntak yang terus memberikan dukungan baik moril dan materil serta doa yang selalu mengiringi penulis. Kakak, Oktyfany Sembiring, kakak penulis yang memberikan dukungan dan semangat serta mendoakan penulis.
- Para Gajah yang disayangi oleh penulis, Erni, Ichik, Ayuni, Risa, Miki, Raeny, Eza, Cellak dan Atak. Terima Kasih karena selalu ada, mendukung, memotivasi, mendengar dan mengerti keluh kesah penulis selama empat tahun bersama.
Universitas Sumatra Utara
- Teman sekelompok penulis, Cellak, Jenny, Robin, Daniel dan Franky, beserta teman-teman stambuk 2015 yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi.
- Abang Erick Friendhiko Sitepu S.Kom, yang telah menemani penulis survey dan berpanas- panasan demi kepentingan penulisan skripsi ini.
- Teman sesama OMK Santo Yoseph Sukamaju yakni Agnes Sinulingga dan Agnes bukit yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis.
- Teman dekat penulis, Ivana, Adhisty, dan Benny, terimakasih atas doa dan motivasinya.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.
Penulis berharap semoga melalui laporan skripsi ini pembaca dapat mengambil manfaat dan memberikan informasi untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Medan, 2 Oktober 2019
Penulis
Baby Pia Beata Sembiring
Universitas Sumatra Utara
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... i
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR TABEL ... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.5 Kerangka Berpikir ... 4
1.6 Sistematika Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8
2.1 Pertumbuhan Permukiman Tidak Terencana ... 8
2.1.1 Pertumbuhan Permukiman ... 8
2.1.2 Pertumbuhan Permukiman Tidak Terencana... 11
2.2 Tipologi Permukiman Tidak Terencana Tepi Sungai ... 16
2.2.1 Pola permukiman tidak terencana ... 16
2.2.2 Bentuk fisik Permukiman Tepi Sungai ... 19
2.3 Pengaruh Sosial dalam Membentuk Permukiman Tepi Sungai ... 22
2.3.1 Aspek Sosial dalam membentuk permukiman ... 22
2.3.2 Ruang bersosialiasi Permukiman Tepi Sungai ... 27
2.4 Peraturan Pemerintah terkait Pembangunan Tepi Sungai di Kota Medan dan Indonesia ... 29
2.4.1 Peraturan Pemerintah terkait Pembangunan Tepi Sungai di Indonesia ... 29
Universitas Sumatra Utara
2.4.2 Peraturan Pemerintah terkait Pembangunan Tepi Sungai di Kota Medan .... 31
2.5 Rangkuman ... 34
BAB III METODA PENELITIAN ... 42
3.1 Metoda Penentuan Lokasi Penelitian ... 42
3.2 Metoda Penentuan Variabel ... 42
3.3 Metoda Pengumpulan Data ... 52
3.4 Metoda Analisa Data ... 58
BAB IV DESKRIPSI KAWASAN ... 64
4.1 Lokasi Penelitian ... 64
4.2 Permukiman Di Bantaran Sungai Medan Labuhan ... 65
BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN ... 67
5.1 Perkembangan Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan .. 67
5.1.1 Masa Kesultanan Deli... 68
5.1.2 Masa Kemerdakaan Indonesia ... 74
5.1.3 Masa Reformasi sampai sekarang ... 76
5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ... 80
5.3 Bentuk Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ... 84
5.3.1 Bentuk Pola Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada Segmen 1 ... 84
5.3.2 Bentuk Pola Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada Segmen 2 ... 87
5.3.3 Bentuk Pola Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada Segmen 3 ... 91
5.4 Tipologi Area Hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ... 94
5.4.1 Tipologi Area Hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada Segmen 1 ... 95
Universitas Sumatra Utara
5.4.2 Tipologi Area Hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan
Labuhan pada Segmen 2 ... 99
5.4.3 Tipologi Area Hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada Segmen 3 ... 103
5.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ... 108
5.6 Konteks Konsep Permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ... 110
BAB VI PENEMUAN ... 117
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 129
7.1 Kesimpulan ... 129
7.2 Saran ... 131
DAFTAR PUSTAKA ... 132
Universitas Sumatra Utara
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
1. 1 Kerangka Berpikir 5
2. 1 Aspek Pembentuk Permukiman 9
2. 2 Elemen Pembentuk suatu permukiman 10
2. 3 Fase morfologi permukiman informal 13
2. 4 Pola Jalan pada permukiman tidak terencana 17
2. 5 Pola bentuk Letak Permukiman Informal yang memperhatikan kedekatan pada
layanan publik, pekerjaan, komersial dan rumah 18
2. 6 Arah hadap rumah permukiman tepi sungai terhadap sungai 21
2. 7 Letak area hunian permukiman tepi sungai 21
2. 8 Bentuk rumah permukiman tepi sungai 22
2. 9 Hirarki ruang terbuka 23
2. 10 Tipe-tipe ruang berkumpul pada permukiman tepi sungai 28 2. 11 Garis sempadan sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan 29 2. 12 Garis sempadan sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan 30 3. 1 Metoda Analisi Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Permukiman di
bantaran Sungai Deli kecamatan Medan Labuhan 59 3. 2 Metoda analisi perkembangan permukiman di bantaran sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 60
3. 3 Metoda Analisi Faktor-faktor yang mempengarhui bentuk permukiman di bantaran
sungai deli kecamatan medan labuhan 61
3. 4 Metoda analisi tipologi area hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan
Labuhan 62
Universitas Sumatra Utara
3. 5 Metoda analisi konteks konsep permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 63
4. 1 Letak Kecamatan Medan Labuhan Terhadap Kota Medan 64
4. 2 Kecamatan Medan Labuhan 65
4. 3 Permukiman dibantaran sungai deli Kecamatan Medan Labuhan 66 5. 1 Garis Masa Perkembangan permukiman tidak terencana pada bantaran Sungai
Deli Kecamatan Medan Labuhan 68
5. 2 Jalan sebagai prasarana penghubung satu area ke hunian area lain. 70 5. 3 Permukiman Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada masa
kesultanan Deli 73
5. 4 Permukiman Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan pada masa
Kemerdekaan Indonesia 76
5. 5 Permukiman Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan 79
5. 6 Kondisi ekonomi dan kondisi sosial keluarga yang sama mempengaruhi
pertumbuhan permukiman 81
5. 7 Kondisi ekonomi dan kondisi sosial para pendatang yang sama mempengaruhi
pertumbuhan permukiman 83
5. 8 Pola Permukiman Segmen 1 86
5. 9 Pola Permukiman Segmen 2 89
5. 10 Pola Permukiman segmen 3 92
5. 11 Letak tipe area hunian pada segmen 1 95
5. 12 Tipe area hunian segmen 1 pada permukiman bantaran sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 96
5. 13 Ruang terbuka segmen 1 pada permukiman bantaran sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 97
Universitas Sumatra Utara
5. 14 Konstruksi tepi sungai segmen 1 pada permukiman bantaran sungai Deli
Kecamatan Medan Labuhan 98
5. 15 Letak Tipe Area Hunian Pada Segmen 2 99
5. 16 Ruang terbuka segmen 2 pada permukiman bantaran sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 101
5. 17 Konstruksi tepi sungai segmen 2 pada permukiman bantaran sungai Deli
Kecamatan Medan Labuhan 102
5. 18 Letak Tipe area hunian pada segmen 3 103
5. 19 Tipe area hunian segmen 3 pada permukiman bantaran sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 104
5. 20 Ruang terbuka segmen 3 pada permukiman bantaran sungai Deli Kecamatan
Medan Labuhan 105
5. 21 Konstruksi tepi sungai segmen 3 pada permukiman bantaran sungai Deli
Kecamatan Medan Labuhan 106
5. 22 Akses tepi sungai segmen 3 pada permukiman bantaran sungai Deli
Kecamatan Medan Labuhan 107
5. 23 Pada Segmen 3 akses jalan permukiman yang butuh perbaikan 111
5. 24 Akses Sungai Yang Butuh untuk diperbaiki 112
5. 25 Sarana Kegiatan Ekonomi 113
5. 26 Ruang Sosial 113
5. 27 Pembangunan Masa Vertikal di Bantaran Sungai 114
5. 28 Ruang Terbuka Hijau 115
Universitas Sumatra Utara
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
2. 1 Bentuk fisik dan tingkatan bentuk fisik 19
2. 2 Rangkuman Teori 34
3. 1 Metoda Penentuan Variabel 43
3. 2 Metoda Pengumpulan Data 53
6. 1 Penemuan 117
Universitas Sumatra Utara
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kota Medan merupakan kota metropolitan yang berbasis geografis sungai dan menjadikan sungai sebagai pusat kelangsungan hidup. Menurut Hadi Sabari Yunus (1987) mendefenisikan pengertian permukiman dalam geografi sebagai natural (alami) maupun fisial (buatan) dengan segala kelengkapannya yang dipergunakan oleh manusia, baik secara individu maupun kelompok untuk bertempat tinggal, baik sementara maupun menetap dalam rangka menyelengarakan kehidupannya. Maka, permukiman di bantaran sungai menjadikan alam sebagai tempat kelangsungan hidup secara natural.
Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar permukiman nature (alam), man (manusia), society (masyarakat), shells (rumah) ,networks (jaringan atau sarana prasarana). Alam merupakan bagian utama untuk membentuk sebuah permukiman. Permukiman pada daerah bantaran sungai menggunakan sungai sebagai bagian dari alam yang membentuk permukiman.
Permukiman di bantaran sungai juga dapat dikatakan sebagai daerah pinggiran yang merupakan suatu usaha untuk mengalihkan penduduk kota Medan ke kota-kota kecil. Permukiman banyak mengalami permasalahan yang diakibatkan oleh pertumbuhan penduduk alami dan pendatang (urbanisasi). Pertumbuhan penduduk yang semakin bertambah mengakibatkan kualitas permukiman yang buruk. Elemen dasar permukiman yang tidak diatur tanpa adanya perencanaan yang baik maka mengakibatkan letak rumah pada permukiman menjadi tidak teratur.
Universitas Sumatra Utara
Kawasan permukiman di kota Medan terdapat di 17 Kecamatan dengan luas kawasan kumuh 628,60 ha atau 2,37 % dari luar kota Medan. Medan Labuhan merupakan salah satu dari 21 kecematan di Kota Medan yang memiliki permukiman pada Bantaran Sungai Deli. Luas permukiman kumuh pada kecamatan Medan Labuhan sebesar 56,60 ha, yang terbesar di 3 Kelurahan yaitu Kelurahan Tangkahan, Besar dan Pekan Labuhan. Permukiman pada Medan Labuhan memiliki isu banjir yang masih tidak dapat terselesaikan akibat curah hujan yang tinggi. Medan Labuhan tidak dapat memanfaatkan alam yang dimiliki dengan baik,sebagai kawasan permukiman yang memiliki alam yaitu sungai sebagai elemen pembentuk permukiman,.
Tipologi pada permukiman di bantaran Sungai Deli Medan Labuhan yang terbentuk perlu untuk dikaji. Pembahasan ini menjadi penting dikaji untuk menemukan factor yang mempengaruhi pertumbuhan dan bentuk dari permukiman pada bantaran Sungai Deli Medan Labuhan. Dan bagaimana perkambangan permukiman pada Bantaran Sungai Medan Labuhan. Analisa tipologi dan konsep permukiman pada bantaran Sungai Deli Medan Labuhan harus dapat menjelaskan penyebab terjadinya banjir berdasarkan tipologi dan tipologi yang sebaiknya direncanakan pada permukiman bantaran sungai di Kecamatan Medan Labuhan.
Sehingga, penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pemerintah untuk memperbaiki perkembangan permukiman dikota Medan.
Universitas Sumatra Utara
1.2 Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
2. Bagaimana perkembangan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
3. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bentuk permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
4. Bagaimana tipologi area hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
5. Bagaimana konteks konsep permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan
2. Mengidentifikasi perkembangan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan
3. Menemukan faktor faktor yang mempengaruhi bentuk permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan
4. Menemukan tipologi area hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan
Universitas Sumatra Utara 5. Membuat konteks konsep permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan
Labuhan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam ilmu pengetahuan mengenai tipologi permukiman pada Bantaran Sungai Kecamatan Medan Labuhan
2. Bagi Pemerintah Kota Medan, Pemerintah dapat membuat kebijakan yang lebih jelas terkait dengan aturan pembangunan pada daerah bantran sungai Deli.
3. Bagi penelitian selanjutnya, penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penelitian selanjutnya mengenai tipologi permukiman pada bantaran Sungai.
1.5 Kerangka Berpikir
Adapun kerangka berpikir (gambar 1.1) dalam penyelesaian laporan penelitian ini adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatra Utara
PENEMUAN
Perkembangan permukiman di bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perkembangan permukiman di Bantaran Sungai Deli
Bentuk Pola permukiman permukiman di Bantaran Sungai Deli
Tipologi hunian permukiman permukiman di Bantaran Sungai Deli
Konteks Konsep Permukiman di Bantaran Sungai Deli KESIMPULAN
Tipologi area hunian pada permukiman bantaran sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan terdiri dari rumah deret, rumah apung dan apartemen atau rumah susun. Bentuk permukiman perlu untuk dikembangkan oleh pemerintah agar lebih teratur.. Sehingga, penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada pemerintah untuk memperbaiki perkembangan permukiman dikota Medan.
METODOLOGI
Metode kualitatif
Observasi Lapangan RUMUSAN MASALAH
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
Bagaimana perkembangan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi bentuk permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
Bagaimana tipologi area hunian di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan?
Bagaimana konteks konsep permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan Labuhan ?
ANALISA
Faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan permukiman di Bantaran Sungai Deli
Perkembangan permukiman di bantaran Sungai Deli
Faktor yang mempengaruhi bentuk permukiman di Bantaran Sungai Deli
Tipologi area hunian di Bantaran Sungai Deli
Konsep Permukiman di Bantaran Sungai Deli
DATA
Identifikasi bentuk area hunian pada permukiman di bantaran sungai kecamtan medan labuhan
Identifikasi factor pertumbuhan permukiman di bantaran sungai kecamtan medan labuhan
Identifikasi aspek sosial dalam membentuk permukiman di bantaran sungai kecamtan medan labuhan
LATAR BELAKANG
Kecamatan Medan Labuhan merupakan kota yang memiliki permukiman pada bantaran Sungai kecamatan Medan Labuhan.
Tanpa adanya perencanaan yang baik maka mengakibatkan letak rumah pada permukiman menjadi tidak teratur
Perlu untuk dikaji untuk menemukan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan bentuk dari permukiman pada bantaran Sungai Deli Medan Labuhan. Dan bagaimana perkambangan permukiman pada Bantaran Sungai Medan Labuhan.
LANDASAN TEORI
Permukiman yang tumbuh secara organik kenyataannya mampu menjadi acuan dalam pertumbuhan bentuk area hunian selanjutnya. (Neha Goel, 1995)
Bagi penduduk di permukiman, ruang terbuka berarti lingkungan social dan fisik, dimana mereka bersosialisasi dengan keluarga, tetangga, dan teman dekat.
(Shihabuddin Mahmud, 2001)
Terdapat lima hal penting bentuk fisik yang digunakan pada area hunian ( Kauko et al.2009) (Goetgeluk et al. 2005)
Gambar 1. 1 Kerangka Berpikir
Universitas Sumatra Utara
1.6 Sistematika Penelitian
Sistematika penelitian ini adalah : BAB I PENDAHULUAN
Bab Pendahulian terdiri dari sub bab Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Berpikir, Dan Sistematika Penelitian.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Bab II tinjauan pustaka terdiri dari sub bab Pertumbuhan Permukiman Tidak Terencana, Tipologi Permukiman Tepi Sungai, Pengaruh Sosial Dalam Membentuk Permukiman Tepi Sungai, Peraturan Pemerintah Terkait Pembangunan Tapi Sungai Di Kota Medan dan Indonesia, Serta Rangkuman
BAB III METODA PENELITIAN
Bab III Metoda penelitian terdiri dari sub bab Metoda Penentuan Lokasi Penelitian, Metoda Penentuan Variable, Metoda Pengumpulan Data, dan Metoda Analisa
BAB IV DESKRIPSI KAWASAN
Bab IV Deskripsi kawasan terdiri dari sub bab Lokasi Penelitian dan Permukiman Dibantaran Sungai Deli Kecematan Medan Labuhan.
Universitas Sumatra Utara
BAB V ANALISA TIPOLOGI PERMUKIMAN TEPI SUNGAI DI BANTARAN SUNGAI DELI KCEMATAN MEDAN LABUHAN
Pada bab V Analisa terdiri dari sub bab Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman di Bantaran Sungai Deli Perkembangan permukiman di bantaran Sungai Deli, Faktor yang mempengaruhi bentuk permukiman di Bantaran Sungai Deli, Tipologi area hunian di Bantaran Sungai Deli dan Konsep Permukiman.
BAB VI PENEMUAN
Pada bab VI Penemuan terdiri dari sub bab penemuan.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab Kesimpulan dan Saran terdiri dari sub bab Kesimpulan dan Saran .
Universitas Sumatra Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Permukiman Tidak Terencana 2.1.1 Pertumbuhan Permukiman
Sebuah pemukiman terbentuk dari aspek-aspek yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Gaya hidup merupakan variabel utama dalam membentuk organisasi kota yang dispesifikan dalam wilayah, suatu ruang, waktu, memiliki tujuan dan komunikasi suatu kelompok homogen yang memiliki karakteristik ras, asal etnis, agaman, kelas, pendapatan (Rapoport,2016). Gaya hidup sebagai salah satu aspek kehidupan yang membentuk suatu permukiman. Permukiman dapat dikatakan berawal dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki gaya hidup yang sama dan memiliki karateristik yang sama.
Pertumbuhan permukiman juga dipengaruhi oleh gaya hidup yang ada pada kelompok masyarakat pada permukiman tersebut. Setiap kelompok masyarakat memiliki gaya hidup yang berbeda. Pengaruh gaya hidup yang berbeda tersebut maka terjadilah pengelompokan pemukiman berdasarkan aspek kehidupan. Aspek- aspek ini adalah kondisi sosial, kegiatan ekonomi,sistem transportasi, media komunikasi, sistem politik, sistem administrasi, budaya, dan hiburan (Sarkar, 2010). Aspek sosial dan tingkat ekonomi masyarakat dalam suatu pemukiman akan mempengaruhi bentuk dan posisi tempat tinggal (Eldefrawi, 2003). Dapat dikatakan, pemukiman terbentuk oleh aspek kehidupan yang terdiri aspek fisik dan
Universitas Sumatra Utara
non fisik. Aspek fisik terdiri dari bentuk permukiman dan aspek non fisik yang berkaitan dengan kehidupan. Aspek non fisik merupakan bagian utama dalam mempengaruhi bentuk suatu permukiman (gambar 2.1)
Gambar 2.1 Aspek pembentuk permukiman
Menurut Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar membentuk suatu permukiman yaitu nature (alam) yang bisa dimanfaatkan untuk membangun rumah dan difungsikan semaksimal mungkin, man (manusia) baik pribadi maupun kelompok, society (masyarakat) bukan hanya kehidupan pribadi yang ada tapi juga hubungan sosial masyarakat, shells (rumah) atau bangunan dimana didalamnya tinggal manusia dengan fungsinya masing-masing, serta networks (jaringan atau sarana prasarana) yaitu jaringan yang mendukung fungsi permukiman baik alami maupun buatan manusia seperti jalan lingkungan, pengadaan air bersih, listrik, drainase, dan lain-lain. Elemen dasar tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut(gambar 2.2):
- Alam: iklim, kekayaan alam, topografi, kandungan air, tempat tumbuh tanaman, tempat binatang hidup.
- Manusia: kebutuhan biologi (ruang, udara, air, suhu,dll), rasa, kebutuhan emosi (hubungan manusia, keamanan, keindahan, dll), nilai moral dan budaya.
Permukiman Aspek non fisik
Aspek fisik Kelompok
Gaya hidup
Gambar 2. 1 Aspek Pembentuk Permukiman
Universitas Sumatra Utara
- Masyarakat: kepadatan penduduk, tingkat strata, budaya, ekonomi, pendidikan, kesehatan, hiburan, hukum.
- Bangunan: rumah, fasilitas umum (sekolah, rumah sakit, perdagangan, dll), tempat rekreasi, perkantoran, industri, transportasi.
- Sarana prasarana: jaringan (sistim air bersih, listrik, jalan, telepon, TV), sarana transportasi, drainase, sampah, MCK
Gambar 2.2 Elemen pembentuk suatu permukiman
Perkembangan suatu permukiman pada saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut Constantinos A. Doxiadis disebutkan bahwa perkembangan permukiman (development of human settlement) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu: growth of density (pertambahan jumlah penduduk) dan urbanization (urbanisasi). Pertambahan jumlah penduduk yaitu dari kelahiran dan adanya pertambahan jumlah keluarga, maka akan membawa masalah baru. Secara manusiawi mereka ingin menempati rumah milik mereka sendiri. Begitu juga dengan adanya pertamabahan penduduk pendatang (urbanisasi). Dengan demikian
Permukiman Alam
Manusia
Masyarakat Bangunan
Sarana prasarana
Gambar 2. 2 Elemen Pembentuk suatu permukiman
Universitas Sumatra Utara
semakin bertambahlah jumlah hunian yang ada di kawasan permukiman tersebut yang menyebabkan pertumbuhan perumahan permukiman. Menurut Danisworo dalam Khomarudin (1997: 83-112) bahwa tumbuhnya permukiman-permukiman spontan dan permukiman kumuh adalah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses urbanisasi.
Pertumbuhan permukiman memiliki sejarah dan latar belakang yang berbeda. Keberadaan permukiman dilihat dari latar belakang historisnya dibedakan menjadi 2 yaitu permukiman homogen dan heterogen. Permukiman homogen yaitu berkembang secara tradisi (turun temurun) dan membentuk pola penyeberan rumahnya mengelompok (cluster) serta memiliki nilai-nilai tradisi yang kuat.
Sedangkan permukiman heterogen keberadaannya didasari oleh keterbatasan lahan yang ada didaratan akibat proses urbanisasi perkotaan yang bercirikan permukiman yang lebih kumuh, serta membentuk pola yang sangat spontan, organik dan berdasarkan keadaan darurat (Tong Gan, 1999). Awal terjadi urbanisasi merupakan sejarah dan latar belakang penyebab terbentuknya suatu permukiman dan menjadi bertumbuh menjadi tidak teratur.
2.1.2 Pertumbuhan Permukiman Tidak Terencana
Permukiman yang tidak direncanakan muncul dengan didorongnya kebutuhan akan tempat tinggal. Apalagi sebagian besar permukiman yang tidak terencana menjadi ruang hunian yang dibangun di area yang tidak direncanakan secara resmi sebagai ruang hunian. Pembangunan pemukiman informal dan terus tumbuh dikarenakan aspek sosial warga tersebut. Aspek-aspek ini dilakukan dari tempat asal di mana tempat tinggal penghuni. Pengaruh keuangan dari proses ini
Universitas Sumatra Utara
dan nilai tinggi dari pasar real estat formal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman tidak terencana (Eldefrawi, 2013).
Pengembangan fisik permukiman informal berupa pola, sirkulasi, dan lokasi yang didirikan terutama pada dimensi sosial. Di sisi lain analisa bentuk fisik seperti jalan, plot dan pola bangunan dapat memperkirakan dampak langsung terhadap hubungan sosial.
Morfologi area informal didasarkan pada tiga fase: Pemukiman, Proliferasi, dan Sosialisasi (Eldefrawi, 2013) (gambar 2.3). 'Permukiman' fase pertama telah terjadi pada tahun 60an yaitu pemuda yang beremigrasi dari Mesir Hulu. Pada fase ini bentuk fisik permukiman masih belum berbentuk, masih terdiri dari rumah kontributor yang tunggal. Kemudian setelah peningkatan kehidupan sosial ekonomi, mereka mulai mengadopsi keluarga mereka dan mengundang kerabat untuk bergabung dengan mereka di lokasi baru, apalagi mereka membantu kerabat mereka tersebut dalam mencari pekerjaan dan menciptakan lokasi informal baru.
Di sini dimulailah fase 'Proliferasi'.
Pada proliferasi,para pemukim baru menetap dan membawa sisa keluarga mereka. Hal ini merupakan proses mengarah pada pengembangan bentuk fisik yang mengambil bentuk sesuai dengan jenis dan kekuatan hubungan sosial antara kelompok. Lebar jalan dan pola plot didefinisikan sesuai dengan kebutuhan, interaksi, dan korelasi keluarga mereka. Ini mencerminkan seberapa besar dimensi sosial memengaruhi perkembangan lain perkotaan pada daerah pinggiran.
Akibatnya, tata ruang di setiap lingkungan berbeda dari yang lain karena mengikuti kebutuhan banyak keluarga dekat dan berapa banyak integrasi mereka dalam
Universitas Sumatra Utara
beraktiviatas. Sebagai contoh, orang-orang Manshiet Nasser mulai menetap pada tahun 50-an untuk bekerja di batu tambang di kaki Gunung Moqattam. Pada saat ini, area itu memiliki rumah bagi 800.000 orang. Kebanyakan dari keluarga yang tinggal di sana berasal dari tiga daerah berbeda di Mesir Hulu: Qena, Fayyum, dan Sohag. Keluarga besar hidup bersama, dan ikatan keluarga sangat kuat. (Gerlach 2009). Masyarakat menekankan pada nilai komunitas dan membantu diri mereka sendiri. “Solidaritas Sosial dan Pembangunan Komunitas”, "Rasa kebersamaan",
"Kerjasama", "kehadiran keluarga dan kerabat", dan "interaksi sosial, persahabatan, dan keaktifan "adalah semua keuntungan yang diungkapkan oleh penghuni kawasan informal. (Shehayeb,2009).
Gambar 2.3 Fase morfologi permukiman informal
Di permukiman tak terencana, kondisi sosial penghuni sangat berpengaruh dalam membentuk permukiman. Karakteristik yang paling menonjol permukiman tidak terencana terlihat pada kualitas rendah rumah tinggal yang tidak memiliki infrastruktur dan fasilitas sosial yang memadai (Ali dan Sulaiman,2006: 2). Setiap
Permukiman
Proliferasi
Sosialisasi
Gambar 2. 3 Fase morfologi permukiman informal
Universitas Sumatra Utara
aktivitas pemukiman membutuhkan ruang tertentu untuk berinteraksi. Penghuni juga bisa menghubungkan ruang yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan dan untuk mendukung kegiatan sehari-hari mereka.
Populasi yang tumbuh umumnya didukung oleh keadaan sosial dan latar belakang ekonomi yang seruapa (Hurskainen, 2004). Meskipun setiap pemukiman tidak direncanakan memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan daerah lain, karakteristik umum tersebut merupakan utama dalam menilai apakah permukiman dibangun tidak direncanakan atau tidak. Hubungan spasial juga membentuk ruang yang dapat digunakan oleh penghuni untuk berinteraksi atau sebagai area perumahan. Pertumbuhan permukiman yang tidak terencana juga akan meningkat jika ada kesetaraan sosial pada penghuninya.
Aspek ekonomi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi pengembangan permukiman yang tidak terencana. Dalam memenuhui aspek ekonomi maka terjadi peningkatan migrasi ke daerah perkotaan. Migrasi umumnya dilakukan untuk meningkatkan ekonomi kondisi yang dapat diperoleh di kota-kota besar. Para imigran yang mengharapkan kehidupan yang lebih baik akan melakukannya membutuhkan ruang untuk tempat tinggal mereka. Memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal akan dimanifestasikan dengan mencari kawasan perumahan yang terasa sesuai dengan kapasitas ekonomi mereka (Rani &
Shylendra, 2002). Selain itu, pergerakan di antara penghuni juga memungkinkan terciptanya ruang interaksi ekonomi di wilayah tersebut (Mohamed & Mohareb, 2012). Interaksi antara penghuni seringkali menciptakan kebutuhan untuk saling
Universitas Sumatra Utara
menguntungkan; dengan demikian, ruang interaksi tersebut yang mendukung kegiatan ekonomi penduduk di wilayah tersebut.
Dalam membentuk permukiman yang tidak terencana, tentu ada faktor- faktor lain yang juga mendukung keinginan masyarakat. Dalam hal ini, ada beberapa langkah untuk menempati tahap “Pemukiman”, “Proliferasi”, dan
“Sosialisasi”. Beberapa langkah ini dibuat dengan pengaruh komunikasi (Eldefrawi, 2013). Pemukiman dilakukan oleh imigran yang mencari tempat tinggal. Sesuai kebutuhan Hunian terpenuhi, itu juga akan menghadirkan rasa nyaman bagi penghuninya karena mereka bisa menempati ruang dalam sesuai dengan keadaan ekonomi mereka. Lalu, ada proliferasi yang berarti mengundang kerabat untuk bergabung dan menetap, menciptakan ruang hunian, dan juga bersosialisasi di antara penghuni. Sama halnya keadaan sosial dan kondisi ekonomi akan menciptakan keterikatan di antara penghuni untuk hidup bersama. Dengan kesamaan seperti itu, proses selanjutnya adalah pengenalan. Proses ini terjadi karena migrasi relatif menyebabkan perkembangan fisik di pemukiman berdasarkan sosial hubungan antar kelompok.
Hudson (1969) mengemukaman tiga tahap evolusi pemukiman tidak terencana yaitu penjajahan, menyebar dan kompetisi. Penjajahan merupakan dimana wilayah pendudukan dari populasi mengembang,ketika orang bergerak ke daerah yang tidak dihuni (satu cincin konsentris). Menyebar berarti melalui mana kepadatan pemukiman meningkat dengan kecenderungan jarak pendek dispersal, mengisi daerah dengan keturunan penjajah yang mengarah ke nukleasi permukiman (membentuk kluster mirip nebula). Kompetisi yaitu proses yang menghasilkan
Universitas Sumatra Utara
keteraturan dalam pola pemukiman ketika penghuni ditemukan dalam jumlah yang cukup untuk bersaing pada ruang permukiman: dibuat antara yang cluster baru ketika mereka mencoba untuk mendapatkan dukungan untuk kegiatan mereka dari daerah sekitarnya (kisi pola).
Dari fitur yang disebutkan di atas, pemukiman informal direncanakan untuk memenuhi sosial aspek penduduk imigran daripada kota-kota baru. Di atas adalah utama kepedulian sosial yang menjawab pertanyaan mengapa orang lebih suka tinggal di daerah informal bahkan itu tidak terkondisi dengan baik dibandingkan kota-kota baru yang direncanakan. Kota-kota baru yang direncanakan dan dirancang hari ini tidak memenuhi semua faktor yang disebutkan di atas. Mereka didasarkan pada desain sprawl sedang jalan, plot dan pola bangunan yang jauh dari kebutuhan sosial warga.
2.2 Tipologi Permukiman Tidak Terencana Tepi Sungai 2.2.1 Pola permukiman tidak terencana
Pada permukiman yang tumbuh tidak terencana, aturan yang terbentuk dituangkan pada ruang-ruang yang tercipta antara hunian satu dengan hunian lainnya yang dihubungkan dengan jalan. Keberadaan jalan sebagai sistem penghubung dari suatu permukiman ke pemukiman lain dan atau dari area satu ke area lain mempunyai pendukung dalam menjalankan aktivitas (Neha Goel,2010).
Ketika mereka pergi ke depan, panjang jalan terus berkurang membentuk lorong- lorong di interior permukiman. Keberadaan jalan menjadi hal yang penting dalam membentuk ruang pada permukiman. Hal itu menghasilkan pola bentuk jalan
Universitas Sumatra Utara
Gambar 2. 4 Pola Jalan pada permukiman tidak terencana
(gambar 2.4) pada permukiman tidak terencana cenderung bercabang dan dimensinya semakin kecil ketika menjauhi jalan utama.
(Sumber: Neha Goel,2010)
Jalan-jalan di permukiman informal memainkan peran utama agar ikatan masyarakat yang menjadi lebih kuat dan lebih sedikit peluang bagi pembuat onar untuk menyusup ke dalamnya lingkungan (Eldefrawi, 2013). Selain itu permukiman informal ditandai sebagai lingkungan yang lebih aman. Ini terlihat jelas dalam pergerakan bebas perempuan dan anak-anak di kabupaten-kabupaten pintu dan jendela tidak terkunci. Juga seperti penggunaan komersial, lokakarya, upacara, kafe dan taman bermain anak-anak berpotensi untuk membuat tempat yang jauh lebih aman berbeda dengan kota-kota baru di mana jaraknya sangat lebar dan tidak ada mata yang mengawasi mereka. Permukiman informal yang muncul dari kebutuhan masyarakat harus dievaluasi kembali memahami prioritas di mana pilihan hunian didasarkan, dan kemudian tercermin dalam perencanaan dan desain di pemukiman baru.
Pemukiman informal membentuk pola yang sama dan memperhatikan kedekatan pada layanan publik, pekerjaan dan rumah (gambar 2.5). Mereka biasanya terletak di lokasi sesuai dengan aspek seperti mempertimbangkan
Universitas Sumatra Utara
penetrasi ke jalan-jalan perumahan yang lebih sempit, yang akibatnya tetap terlindungi dari orang asing. Jarak antara ketiga elemen: pekerjaan, layanan publik dan rumah adalah dapat diraih dengan berjalan kaki. Ukuran ini adalah bukti yang terjadi di banyak daerah,seperti Boulaq al-Dakrour, di mana 60% penduduk pergi bekerja dengan berjalan kaki. Berjalan adalah yang paling alat transportasi yang sering digunakan di daerah informal.
Pola yang dibentuk yaitu dengan adanya jalan pejalan kaki dari area komersial ke jalan perumahan tanpa gangguan oleh rute lalu lintas kendaraan yang luas, merupakan faktor utama. (Shehayeb 2009). Aksi dari berjalan setiap hari juga memiliki dimensi sosial. Ini menciptakan koneksi mata antara pejalan kaki dan penghuni lain. Distribusi toko dan pasar di pemukiman informal yang dekat dengan plot perumahan telah memenuhi kebutuhan penghuni dan mudah diakses. Selain itu, dimensi sosial lain terlihat jelas di toko-toko perilaku pemilik terhadap penghuni dengan menghadirkan barang dengan harga lebih terjangkau yang mempertegas hubungan antar penghuni
Komersial
Rumah tinggal
Pelayanan Publik
Tempat bekerja
Jalan
Keterangan :
Gambar 2. 5 Pola bentuk Letak Permukiman Informal yang memperhatikan kedekatan pada layanan publik, pekerjaan, komersial dan rumah
Universitas Sumatra Utara
Pada tingkat layanan publik, partisipasi warga memainkan peran utama dalam kinerjanya, seperti pengumpulan sampah, penerangan jalan, pembersihan jalan, dan publik lansekap. Elemen-elemen ini dilakukan dengan cukup sukses di jalan-jalan perumahan, di manalebar sempit jalan dapat membatasi akses orang asing dan dapat dikontrol oleh penghuninya. Shehayeb menyebutkan bahwa orang membersihkan dan mempertahankan apa yang mereka rasakan adalah milik mereka sendiri. Jalan utama adalah tidak termasuk dalam kekhawatiran warga karena jalan- jalan itu lebih bersifat publik, dan terbuka untuk orang luar, dan sulit dikendalikan oleh penghuni. Akibatnya, ada tumpukan sampah, penerangan jalan yang tidak memadai, dan kondisi perkerasan yang buruk.
2.2.2 Bentuk fisik Permukiman Tepi Sungai
Studi sebelumnya mengenai preferensi perumahan yang terkait dengan lingkungan air menemukan lima hal penting bentuk fisik yang digunakan pada area hunian ( Kauko et al.2009) (Goetgeluk et al. 2005). Lima bentuk fisik (table 2.1) yang dapat dipisahkan menjadi 2 komponen utama, komponen pertama adalah komponen bangunan yaitu “tipe perumahan” dan komponen kedua adalah komponen lingkungan yang meliputi “lebar ruang terbuka tepi sungai”,”konstruksi tepi sungai”, “ruang terbuka” dan “akses tepi sungai”. Tetapi, atribut tersebut tidak praktis untuk survei. Maka,dilakukan percobaan factorial fraksi yang menghasilkan alternatif atribut pemukiman seperti pada tabel 2.1. ( Fitril; Harun; Triyadi, 2017)
Tabel 2. 1 Bentuk fisik dan tingkatan bentuk fisik Bentuk fisik Tingkatan bentuk fisik
Tipe hunian 1. Rumah apung
Universitas Sumatra Utara
Bentuk fisik Tingkatan bentuk fisik 2. Rumah deret
3. Apartemen
Lebar ruang terbuka tepi sungai
1. < 10 m 2. 10-20 m 3. 21- 30 m 4. 30 >
Konstruksi pinggir sungai 1. Tanpa konstruksi 2. Polder/ tanggul 3. Platform tepi sungai Ruang terbuka tepi sungai 1. Ruang terbuka hijau 2. Taman lahan basah 3. Taman bermain Akses tepi sungai 1. Jalan titian
2. Promenade ( Sumber: Fitril; Harun; Triyadi, 2017)
Tipe area hunian pada bahagian tepi sungai mempunyai tingkatan rumah apung, deretan rumah deret,apartemen. Tingkatan lebar ruang terbuka tepi sungai terdiri dari lebih kecil dari 10 meter, 10 meter sampai 20 meter, 21 meter sampai 30 meter, dan lebih besar dari 30 meter. Konstruksi pinggir sungai memiliki tingkatan dimulai dari tanpa kontruksi, polder atau tanggul, dan platform tepi sungai. Jenis-jenis ruang terbuka tepi sungai memiliki tingkatan ruang terbuka hijau, taman lahan basah dan taman bermain. Tingkatan pada akses tepi sungai terdiri dari rute sungai dan promenade.
Pada saat sekarang ini keberadaan rumah terapung (lanting), Jukung (perahu), jalan titian serta jalan geretak sudah semakin hilang akibat tata ruang
Universitas Sumatra Utara
sungai dan permukimannya. Dikarenakan permukiman sudah tidak lagi menganggap sungai sebagai orientasi akibat perkembangan perkotaaan kearah kawasan daratan dan pada akhirnya sungai dijadikan sebagai kawasan belakang. ( Budi Prayitno,2003)
(sumber: Budi Prayitno,2003)
Sungai bukan satu-satunya acuan orientasi rumah permukiman tepi air(
gambar 2.6). Perkembangan kota yang besar rumah-rumah menghadap kearah jalan utama. Pada arah hadap rumah terhadap sungai terdapat 3 arah yaitu area hunian yang menghadap sungai, membelakangi sungai dan menghadap 2 arah.
(sumber: Budi Prayitno,2003)
Berdasarkan arah hunian, letak rumah pada permukiman pada gambar 2.7 juga terdiri dari dari 5 jenis yaitu rumah yang berada ditengah perairan, menjorok ke arah perarian, berada ditepian perairan, ditepian antara perairan dan daratan dan juga rumah yang berada didaratan pada tepi perairan
Menghadap sungai Membelakangi sungai Menghadap 2 arah
Keterangan : A. Ditengah perairan B. Menjorok ke perairan C. Ditepian perairan D. Ditepian perairan daratan E. Didaratan tepi perairan
Gambar 2. 6 Arah hadap rumah permukiman tepi sungai terhadap sungai
Gambar 2. 7 Letak area hunian permukiman tepi sungai
Universitas Sumatra Utara
(sumber: Budi Prayitno,2003)
Letak rumah pada area hunian (gambar 2.8) mempengaruhi bentuk rumah permukiman (gambar 2.8). Bentuk rumah dibagi menjadi 3 yaitu rumah panggung, rumah rakit, rumah perahu. Variasi dari satu daerah ke daerah lainnya tidak tercermin pada perbedaan topografi, iklim, lingkungan dan ekonomi tetapi juga sejauh mana pelopor daerah mengadopsi bentuk perumahan lokal (Tong Gan, 1999). Variasi bentuk bentuk area hunian pada tepi sungai sudah diadopsi berdasarkan awal pertumbuhan permukiman pada daerah tersebut.
2.3 Pengaruh Sosial dalam Membentuk Permukiman Tepi Sungai 2.3.1 Aspek Sosial dalam membentuk permukiman
Manusia merupakan makhluk sosial dan tidak bias hidup tanpa suatu dan yang lain. Pada kawasan permukiman ruang antar suatu rumah dengan rumah lainnya membentuk ruang bersosialisi. Aspek sosial budaya lebih dominan dalam mempengaruhi bentuk bangunan dibandingkan dengan aspek fisik, seperti material,
Gambar 2. 8 Bentuk rumah permukiman tepi sungai
Universitas Sumatra Utara
teknologi, serta kondisi tapak. Sikap sosial budaya dan faktor-faktor lain yang mendefinisikan pengelompokan sosial diterjemahkan ke dalam pola spasial dengan mengubah posisi dapur, definisi ruang publik dan pribadi, penggunaan halaman, terbuka untuk membangun sebuah hubungan (Udamale 2003). Halaman rumah ini digunakan dengan sangat efektif untuk berbagai keperluan seperti mendefinisikan privasi, untuk menerangi gedung, untuk menghubungkan berbagai zona publik dan pribadi di rumah.
Ruang publik dan privat dari area permukiman ditentukan oleh komposisi ruang terbuka, semi terbuka dan ruang tertutup bersama. Zonasi ruang publik dan pribadi menunjukkan kemiripan dengan kota tua khas India. Sistem ruang yang sangat ditentukan oleh jaringan jalan melengkung berdasarkan gambar 2.5. ( Neha Goel,2010).
1. Desa utama memiliki ukuran terbesar dan dimana jalan-jalan utama bercabang.
2. Pada persimpangan jalan-jalan arteri utama dan persimpangan jalan utama terbentuk.
3. Pada persimpangan jalan sekunder dan ruang lingkungan terbentuk.
4. Jalan-jalan sempit berakhir dalam pembentukan ruang di sekitar 5-6 deret rumah
Gambar 2. 9 Hirarki ruang terbuka (Sumber: Neha Goel,2010)
Universitas Sumatra Utara
Ruang terbuka untuk bersosialisasi berhubungan dengan jalan yang menghubungi satu daerah dengan daerah lainnya. Jalan menjadi penting sebagai penghubung bersosalisasi karena rumah-rumah yang berdekatan menjadikan hubungan kekerabatan yang sangat erat. Saling bertukar cerita merupakan salah satu budaya yang sangat dijalani pada area permukiman. Fungsi jalan dalam bersosialisai selain sebagai penghubung dapat juga sebagai ruang bersosialisasi tersebut. Ruang- ruang pada jalan yang digunakan sebagai tempat bersosialisasi adalah jalan-jalan utama dan pada persimpangan yang terbentuk.
Jalan pada permukiman tidak terencana mengambil banyak dimensi dari sekedar menjadi penghubung dua ruang. Mereka bekerja sebagai pusat sosial.
Pesanan tempat tinggal muncul seperti disebutkan di atas akibat dari kebutuhan sosial penghuni yang menambah nilai pada efisiensi fungsi jalan dan memberikan dukungan untuk menjadi inti dari kegiatan di kabupaten tersebut. Lebar jalan dibuat sesuai dengan hubungan penghuni dan berapa banyak penghuni yang ingin berinteraksi dan seperti apa kegiatan yang ingin mereka usulkan di jalan. Alhasil jalanan tercipta secara efisien pola untuk memenuhi aspek sosial dan ekonomi. Dengan menelusuri jalan-jalan itu jelas sekali sebagian besar jalan permukiman memiliki lebar sempit yang membatasi akses orang asing di daerah tersebut dan mengendalikan penetrasi lalu lintas. Selain itu, mereka mengizinkan beberapa aktivitas yaitu jalanan sebagai rumah, jalanan sebagai ruang kerja yang diperluas, jalanan sebagai Kafe yang diperluas,jalanan sebagai tempat perayaan yang diperpanjang dan jalanan sebagai tempat bermain (Eldefrawi, 2013).
Universitas Sumatra Utara
Jalan sebagai rumah yang diperluas menjadi jalan di permukiman informal yang memainkan peran sebagai perpanjangan rumah. Ini memainkan peran tempat pribadi yang dilindungi, di mana anak-anak dapat bermain dan wanita dapat duduk di sore hari dan bertukar berita dan pengetahuan. Penggunaan 'lingkungan dekat rumah' ini berfungsi secara bersamaan. Ini mengkompensasi ruang pribadi yang terbatas di dalam rumah. Jalan membantu membangun ikatan komunitas. Kapan tetangga saling mengenal, solidaritas sosial meningkat, inisiatif kolektif lebih mudah menyadari, dan pengawasan alami dan pemolisian mandiri terjadi (Shehayeb 2009).
Jalan sebagai ruang kerja yang diperluas, aktivitas jalan tidak hanya terbatas sebagai tempat interaksi antar tetangga tetapi lebih jauh semakin mereka memainkan peran penting sebagai ruang kegiatan ekonomi (Eldefrawi, 2013). . Kegiatan itu efektif potensi khusus untuk wanita seperti yang diamati. Mereka menggunakan bagian dari jalan di depan mereka rumah sebagai bengkel untuk mengerjakan kerajinan tangan atau untuk menjual buah - buahan segar dan sayuran atau memiliki dudukan portabel makanan cepat saji seperti Foul dan Falfalf atau Koshri. Ini pekerjaan di jalanan memberi potensi lebih lanjut. Ini berfungsi sebagai bagian dari keselamatan dan kesempatan untuk membatasi kejahatan. Selain itu memberikan kesempatan yang baik bagi perempuan untuk bekerja pada saat yang sama mengurus pekerjaan rumah tangga mereka. Ini okupansi juga membantu jejaring sosial dan memperkuat kontak sosial.
Jalan sebagai kafe yang diperluas, kafe adalah bagian dari jalan-jalan di area informal. Kafe-kafe tersebut terletak di tempat-tempat yang terpusat di mana secara visual mereka berada pada pengamatan dari semua tempat tinggal yang dikelilingi
Universitas Sumatra Utara
(Eldefrawi, 2013). . Kafe adalah ruang pengamatan selain menjadi tempat hiburan.
Selanjutnya mengacu pada dimensi sosial lain di mana para suami dapat menikmati waktu bersama teman-teman setelah bekerja di bawah pengawasan istri. Di sisi lain lokasi yang mudah diakses ini menghubungkan suami dengan kebutuhan rumah saat menghabiskan waktu dalam hiburan. Lokasi kafe dekat dengan rumah menawarkan rasa aman bagi keluarga.
Jalan sebagai tempat perayaan yang diperpanjang maksudnya seperti upacara pernikahan, festival Ramadhan atau bahkan ujian kelulusan diadakan di distrik jalan-jalan (Eldefrawi, 2013). . Semua keluarga berkolaborasi dalam pengaturan upacara. Fisik elemen jalan dan ruang berperan dalam upacara. Balkon tempat tinggal merupakan simulasikan panggung tempat anggota keluarga lama bergabung dengan acara dari atas. Dekorasi pada bangunan berperan merumuskan ruang upacara. Kegiatan upacara adalah inisiatif dari semua anggota keluarga. Ciri kolaborasi yang lain sangat jelas dalam acara pernikahan. Keluarga-keluarga distrik membantu membawa peralatan rumah tangga baru, mengatur peralatan yang hilang untuk pasangan dan bahkan mereka mengumpulkan uang untuk membawa hadiah untuk pasangan yang sudah menikah menurut kebutuhan prioritas mereka.
Jalan sebagai tempat bermain yang diperpanjang dimaksudkan sebagai jalan di permukiman informal yang berfungsi sebagai ruang bermain anak-anak (Eldefrawi, 2013). Lebar jalan membantu anak-anak menghadapi ruang sebagai taman bermain.
Integrasi antara anak-anak dan jalanan memiliki pengaruh pada jejaring sosial seperti menciptakan hubungan antara ibu-ibu dari kelompok anak-anak yang
Universitas Sumatra Utara
bermain, juga itu menghasilkan jaringan yang dekat antara anak-anak dan pemilik toko di sekitarnya.
2.3.2 Ruang bersosialiasi Permukiman Tepi Sungai
Ruang dapat dibagi untuk penggunaan pribadi atau bersama. Bagi penduduk di permukiman, ruang terbuka berarti lingkungan social dan fisik, dimana mereka bersosialisasi dengan keluarga, tetangga, dan teman dekat. Dalam arti mereka memperluas bentuk rumah (Shihabuddin Mahmud, 2001). Bentuk rumah diperluas secara tersirat dimaksudkan bahwa ruang bersosialisai merupakan bagian dari rumah itu sendiri.
Dalam menentukan batas-batas ruang tersebut,wanita sangat berperan penting. Wanita dapat bisa langsung menyesuaikan dengan lingkungan rumah dengan bebas walaupun mereka masih berada di bawah control social wanita lainnya (Erman,1998). Ekspresi dari “Women’s Place is at home” berubah menjadi “ Women’s place is both at home in the neighborhood”, karena ada hubungan informal dengan tentangga maka mereka berbagi ruang bersama untuk kegiatan social yang berbeda (Kumbetogˇlu, 1992). Ruang umum antar rumah milik sebagai tempat mereka berkumpul secara informal, berbagi berita local atau masalah dan tugas kehidupan sehari-hari (Erman, 1998).
Terdapat 10 tempat dimana orang biasa berkumpul (gambar 2.6).
Berdasarkan lokasi maka dikategorikan 3 tipe tempat orang berkumpul yaitu di atas air, di depan air dan di area rumah pilar. Orang berkumpul di atas sungai biasanya berfungsi sebagai tempat mencuci. Didepan sungai biasanya berfungsi sebagai
Universitas Sumatra Utara
tempat menunggu atau istirahat sebelum atau sesudah mencuci. Sedangkan orang yang berkumpul pada area rumah pilar sebagai tempat bermain anak-anak. ( Fitril;
Harun; Triyadi, 2017)
Gambar 2.10 Tipe-tipe ruang berkumpul pada permukiman tepi sungai ( Sumber: Fitril; Harun; Triyadi, 2017)
Tempat berkumpul terletak di atas sungai
Tempat berkumpul terletak di pinggir sungai
Tempat berkumpul pada area rumah pilar sebagai tempat bermain
Gambar 2. 10 Tipe-tipe ruang berkumpul pada permukiman tepi sungai
Universitas Sumatra Utara
2.4 Peraturan Pemerintah terkait Pembangunan Tepi Sungai di Kota Medan dan Indonesia
2.4.1 Peraturan Pemerintah terkait Pembangunan Tepi Sungai di Indonesia
Pada Pasal 4 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Repubilik Indonesia Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau dalam kriteria penetapan garis sempadan menyatakan sempadan sungai meliputi ruang dikiri dan kanan palung sungai diantara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul. Garis sempadan yang dimaksudkan berupa sungai yang tidak bertanggul didalam perkotaan, sungai tidak bertanggul diluar kawasan perkotaan, sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan, sungai bertanggul di luar kawasan perkotaan, sungai yang terpengaruh pasang air laut dan mata air. Sedangkan, tanggul yang dimaksud merupakan bangunan penahan banjir yang terbuat dari timbunan tanah.
Pada Pasal 7 ditetapkan garis sempadan pada sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 3 meter dari tepi kaki tanggul sepanjang alur sungai (gambar 2.11).
Gambar 2. 11 Garis sempadan sungai bertanggul didalam kawasan perkotaan
Garis Sempadan Sungai
Sungai Sempada n Sungai Tanggul
Kaki Tanggul
Tanggul Kaki Tanggul
3 m 3 m
Universitas Sumatra Utara
Sedangkan pada pasal 8 garis sempadan sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan, ditentukan paling sedikit berjarak 5 meter dari tepi luar kaki tanggul sepanjang alur sungai (gambar 2.12)..
Gambar 2. 12 Garis sempadan sungai bertanggul diluar kawasan perkotaan
Dalam pasal 9 juga dijelaskan bahwa didalam sempadan sungai terdapat tanggul untuk mengendalikan banjir, ruang antara tepi palung sungai dan tepi dalam kaki tanggul merupakan bantaran sungai yang berfungsi sebagai ruang penyalur banjir.
Dalam hal hasil kajian diatas, pada pasal 15 menyatakan bahwa bangunan dalam sempadan sungai maka bangunan tersebut dinyatakan dalam status quo dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai.
Tetapi, ketentuan tersebut tidak berlaku pada bangunan untuk fasilitas kepentingan umum yang meliputi bangunan prasarana sumber daya air, fasilitas jembatan dan dermaga, jalur pipa gas dan air minum, rentangan kabel listrik telekomunikasi, dan bangunan ketenagalistrikan.
Dalam pemanfaatan daerah sempadan pada pasal 22 menyatakan perlindungan badan tanggul sebagai pengendali banjir dilakukan dengan larangan menanam tanaman selain rumput, mendirikan bangunan, dan mengurangi dimensi tanggul. Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini maka bangunan yang terdapat
Garis Sempadan Sungai Tanggul
Kaki Tanggul Kaki Tanggul
Tanggul Sungai
Sempada n Sungai
5 m 5 m
Universitas Sumatra Utara
dalam sempadan sungai dan sempadan danau yang didirikan berdasarkan izin yang diperoleh berdasarkan prosedur yang benar dinyatakan sebagai status quo dan secara bertahap ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai dan sempadan danau.
2.4.2 Peraturan Pemerintah terkait Pembangunan Tepi Sungai di Kota Medan
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 62 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli serdang, dan Karo pada Pasal 1Ayat 14 Kawasan permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tiinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Pasal 55 Ayat 1 Zona L2 yang merupakan sempadan sungai merupakan daratan sepanjang tepian sungai bertanggul dengan lebar paling sedikit 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar, daratan sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 100 meter dari tepi sungai dan daratan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul diluar kawasan permukiman dengan lebar paling sedikit 50 meter dari tepi sungai.
Pada Ayat 3 Zona L2 yang merupakan sempadan sungai ditetapkan pada jenis-jenis sungai-sungai yang bermuara ke waduk dan mempengaruhi penyediaan sumber air baku yang ada di waduk dan sungai-sungai yang bermuara ke lautan.
Dan Zona L2 yang ditetapkan untuk sempadan sungai tersebut yaitu Sungai Badera-
Universitas Sumatra Utara
Belawan, Sungai Babura-Deli, Sungai Diski, dan Sungai Kera-Percut di Kota Medan, Sungai Bingai, Sungai Bengkata, dan Sungai Mencirim di Kota Binjai, serta Sungai Lubuk Dalam, Sungai Ular, Sungai Serdang, Sungai Percut, Sungai Deli, dan Sungai Belawan di Kabupaten Deli Serdang, serta Lau Asam, Lau Belim, dan Lau Mulgap di Kabupaten Karo. Pada pasal 73 sampai 75 dijelaskan juga bahwa Kecematan Medan Labuhan merupakan kawasan peruntukan perumahan kepadatan tinggi (Zona B1) , kawasan peruntukan perumahan kepadatan sedang (Zona B2) dan kawasan peruntukan perumahan kepadatan rendah (Zona B3).
Pada Pasal 99 dijelaskan kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan pemanfaatan sempadan sungai untuk RTH, pemasangan bentangan jaringan transmisi tenaga listrik, kabel telepon, pipa air minum, pembangunan prasarana lalu lintas air, bangunan pengambilan dan pembuangan air, bangunan penunjang sistem prasarana kota, kegiatan penyediaan lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta pendirian bangunan untuk kepentingan pemantauan ancaman bencana; b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan budi daya pertanian dengan jenis tanaman yang tidak mengurangi kekuatan struktur tanah dan kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat antara lain kegiatan pemasangan reklame dan papan pengumuman,pendirian bangunan yang dibatasi hanya untuk bangunan penunjang kegiatan transportasi sungai, kegiatan rekreasi air, serta jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai;
Kegiatan yang tidak diperbolehkan dilakukan pada garis sempadan sungai meliputi kegiatan yang mengubah bentang alam, kegiatan yang mengganggu
Universitas Sumatra Utara
kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi dan hidraulis, kelestarian flora dan fauna, kelestarian fungsi lingkungan hidup, kegiatan pemanfaatan hasil tegakan, kegiatan yang menghalangi dan/atau menutup ruang dan jalur evakuasi bencana, kegiatan pembuangan sampah, dan kegiatan lain yang mengganggu fungsi sempadan sungai sebagai kawasan perlindungan setempat; dan penyediaan prasarana dan sarana minimum berupa jalan inspeksi dan bangunan pengawas ketinggian air sungai.
Pasal 111 menjelaskan arahan peraturan zonasi untuk kawasan rawan banjir meliputi kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan penghijauan, reboisasi, pendirian bangunan tanggul, drainase, pintu air, sumur resapan dan lubang biopori, serta penentuan lokasi dan jalur evakuasi bencana banjir; kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak berpotensi menyebabkan terjadinya bencana banjir; kegiatan yang tidak diperbolehkan meliputi kegiatan mengubah aliran sungai antara lain memindahkan, mempersempit, dan menutup aliran sungai, kegiatan menghalangi dan/atau menutup lokasi dan jalur evakuasi bencana, serta kegiatan yang berpotensi menyebabkan terjadinya bencana banjir; dan penyediaan prasarana dan sarana.
Universitas Sumatra Utara
2.5 Rangkuman
Kajian teori akan dirangkum yaitu sebagai berikut : Tabel 2. 2 Rangkuman Teori
Rumusan Masalah Landasan Teori Kajian
1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi pertumbuhan permukiman di Bantaran Sungai Deli Kecamatan Medan
Labuhan?
Gaya hidup merupakan variabel utama dalam membentuk organisasi kota yang dispesifikan dalam wilayah, suatu ruang, waktu, memiliki tujuan dan komunikasi suatu kelompok homogen
yang memiliki
karakteristik ras, asal etnis, agama, kelas, pendapatan
(Rapoport,2016).
Gaya hidup merupakan faktor utama yang mempengaruhi awal pertumbuhan permukiman..
Pertumbuhan permukiman diawali dari suatu kelompok masyarakat yang memiliki gaya hidup yang sama dan memiliki karateristik yang sama.
Setiap kelompok
masyarakat memiliki gaya hidup yang berbeda.
Pengaruh gaya hidup yang berbeda tersebut maka terjadilah pertumbuhan permukiman dengan pengelompokan golongan masyarakat.
Aspek-aspek kehidupan adalah kondisi sosial, kegiatan ekonomi, sistem transportasi, media komunikasi, sistem politik, sistem administrasi, budaya, dan hiburan (Sarkar, 2010).
Gaya hidup masyarakat yang tumbuh pada permukiman meruapakan aspek kehidupan yang terdiri aspek fisik dan non fisik. Aspek fisik terdiri dari bentuk permukiman dan aspek non fisik yang berkaitan dengan kehidupan.Pengelompokan golongan masyarakat yang terjadi pada pertumbuhan permukiman berdasarkan aspek kehidupan yang dialami masyarakat.
Universitas Sumatra Utara
Rumusan Masalah Landasan Teori Kajian
Menurut Constantinos A.
Doxiadis (1968: 21-35) ada lima elemen dasar membentuk suatu permukiman yaitu nature (alam), man (manusia), society (masyarakat), shells (rumah), serta networks (jaringan atau sarana prasarana) (Constantinos A. Doxiadis (1968: 21-35))
Berdasarkan teori tersebut, penulis mengkaji bahwa elemen dasar pembentuk suatu permukiman mempengaruhi
pertumbuhan permukiman.
Dimulai adanya
ketersediaan alam yang menjadi faktor penentu letak tempat tinggal.
Didalamnya terdapat manusia yang mengisi tempat tinggal tersebut.
Kemudian, interaksi antara manusia menjadikan tumbuhnya suatu kelompok masyarakat dalam permukiman tersebut. Masyarakat pun mulai membangun sarana pelayanan umum dan pemerintah menyediakan fasilitas umum. Elemen- elemen ini merupakan alasan masyrakat dalam memilih kawasan tersebut menjadi tempat tinggal mereka.
Morfologi area informal didasarkan pada tiga fase:
Pemukiman, Proliferasi, dan Sosialisasi.
(Eldefrawi, 2013)
Pada teori morfologi area informal dapat dikaji bahwa faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan permukiman merupakan ikatan hubungan sosial yang kuat dan kebutuhan ekonomi masyarakat.