• Tidak ada hasil yang ditemukan

10. RISET KOMUNIKASI PEMASARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "10. RISET KOMUNIKASI PEMASARAN"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

10.1. Latar Belakang Riset 10.1.1. Deskripsi Riset

Seiring meningkatnya trend budaya barat pada masyarakat perkotaan, khususnya di Surabaya, kebutuhan akan media atau prasarana aplikasi budaya- budaya tersebut menjadi semakin dibutuhkan. Keberadaan café sebagai tempat minum, makan, bahkan telah jauh bergeser perannya menjadi salah satu tujuan utama masyarakat kota untuk berbagai aktivitas di luar hal tersebut. Yang paling menarik adalah bahwa seiring padatnya jadwal kerja, masyarakat mulai membiasakan diri untuk menjadikan café sebagai tempat berbisnis hingga bersantai di akhir jam kerja.

Di Surabaya, setidaknya dengan masuknya brand-brand café asing, menunjukkan semakin tingginya minat masyarakat untuk menikmati budaya café ini, diantaranya yang terbesar (bukan yang terbaik) adalah Starbucks, Coffee Bean, Excelso, dan yang terakhir yang merupakan pemain baru adalah Black Canyon Coffee (Kompas, 12 Juli 2006). BCC dibuka untuk pertama kalinya di Surabaya bertempat di Citraland. Salah satu hal menarik yang coba ditawarkan oleh BCC adalah menu makanan Thailand yang jelas tidak dimiliki oleh kompetitor utamanya, selain menu kombinasi masakan barat dan timur lainnya.

Bahkan BCC menyebutnya sebagai “International Thai Cuisines”, menjadikannya pemain tunggal pada bisnis café dengan nuansa Thailand di Surabaya. Sementara untuk produk-produk kopi itu sendiri, dibuat dari 100% biji kopi murni yang diimpor dari seluruh penjuru dunia, tempat dimana biji kopi terbaik dihasilkan.

Yang menjadi permasalahan adalah, keunikan café ini tidak dibarengi dengan tingginya frekuensi introducing kepada masyarakat, khususnya di Surabaya. Dengan hanya mengandalkan website, dan beberapa iklan di media cetak, BCC terlihat kurang serius ingin menanamkan citranya di mata para pelanggannya. Sebenarnya merujuk pada penelitian dan wawancara pribadi, penulis menemukan bahwa masyarakat cukup aware dengan nama café ini namun mereka belum menyimpan suatu gambaran khusus di benak mereka mengenai

(2)

keunggulan dan keunikan café ini, misalnya saja yang diketahui hanya sebatas bahwa BCC menyediakan kopi dan makanan pendamping (beserta tempat untuk mengkonsumsinya, tentunya). Hanya itu saja. Tidak pernah terlintas di benak mereka bahwa BCC adalah café yang bernuansa Thailand, dengan segala keunikan food and drink yang dibahas tadi. Jadi, jika mereka disuruh memilih, tentu saja akan lebih condong ke Starbucks, atau Excelso yang sudah lebih familiar dibandingkan BCC sebagai pemain baru.

Hal ini menunjukkan bahwa brand image BCC masih lemah di mata masyarakat Surabaya. Dengan memposisikan dirinya sebagai meeting point, hang- out place, dan secara sekunder sebagai family restaurant, seharusnya BCC lebih kuat dalam hal full-serviced restaurant, tidak seperti kompetitor lainnya yang tidak memilih memposisikan diri sebagai family restaurant (dalam penelitian pribadi penulis, menu makanan kompetitor tidak selengkap menu makanan di BCC).

Lalu, apakah BCC telah memperkenalkan dirinya secara tepat ke masyarakat? Introducing pada tahap awal pembukaan gerai dengan pemilihan tagline komunikasi visual sudah cukup focus dan inviting, ditandai dengan kalimat…”Great Coffee, Cozy Places, Exotic Food”…, namun sekali lagi masyarakat belum sadar benar apa arti exotic food dari BCC. Tagline yang satu ini cukup mengundang, tapi ketika diproses di benak konsumen, mereka justru langsung mengasosiasikan dengan jenis-jenis makanan yang sejauh ini mereka ketahui, yaitu masakan barat seperti Italian, Mexican, bahkan ada yang bingung Negara mana yang memiliki makanan eksotik lainnya. Hasilnya, daripada menerka-nerka, mereka lebih memilih ke Starbucks atau Coffee Bean, karena pemikiran yang tidak terlalu rumit mengenai produk-produknya, dan juga karena mudah dijangkau (wawancara pribadi penulis dengan rekan-rekan penikmat budaya café di Surabaya).

Dengan demikian, penulis berupaya mengajukan perbaikan strategi komunikasi pemasaran yang nantinya diharapkan meninggalkan jejak di benak masyarakat Surabaya terhadap keunikan BCC dibandingkan para kompetitornya saat ini. Strategi tersebut adalah dengan mengajukan desain iklan baru di media koran dimana desain ulang ini akan berisi elemen-elemen penting yang merujuk

(3)

pada citra Black Canyon Coffee yang disesuaikan dengan brand’s value proposition yang telah dibuat sebelumnya oleh pihak manajemen Black Canyon Coffee. Dengan desain ulang konsep iklan melalui media koran ini diharapkan setiap orang lebih tertarik untuk berkunjung ke BCC dan merasakan pengalaman hangout yang berbeda dibandingkan tempat hangout lainnya.

10.1.2. Alasan Melakukan Riset

Dalam pandangan pengusaha café, tingkat kunjungan menandai perkembangan usahanya. Oleh karena itu, segala upaya dilakukan untuk menyedot perhatian calon pelanggan untuk berkunjung. Dengan kondisi brand awareness masih rendah, seringkali perusahaan melipatgandakan anggaran promosinya untuk beriklan dan memperkenalkan perusahaan secara intensif.

Salah satu cara yang ditempuh adalah dengan menempatkan iklan koran sebagai media penyampaian pesan-pesan pemasaran yang sesuai dengan citra perusahaan yang ingin dicapai. Media ini merupakan media interaktif yang sifatnya dinamis, artinya bahwa target market tidak perlu mendatangi tempatnya namun bisa melihat keseluruhan keunikan dari Black Canyon Coffee ini melalui sebuah iklan.

Kuesioner yang disebarkan dengan menarik sampel populasi dari pengunjung café di Black Canyon Coffee menunjukkan pilihan yang lebih tinggi pada media koran sebagai media utama yang dianggap paling efektif dalam menjangkau konsumen dan memperkenalkan Black Canyon Coffee secara lebih jelas (lihat lampiran hasil kuesioner dalam tabel hasil kuesioner). Riset ini dilakukan untuk memaksimalkan efektivitas desain iklan koran yang diadakan oleh BCC dalam membangun brand awareness, membentuk brand image yang benar, dan pada akhirnya akan meningkatkan jumlah kunjungan ke café ini.

Hasil kuesioner pra-riset untuk pemilihan media disajikan sebagai berikut :

(4)

Manakah diantara beberapa alternatif media iklan di bawah ini yang menurut Anda paling efektif untuk mempromosikan Black Canyon Coffee ?

MEDIA SS S N TS STS TOTAL

Billboard 17 12 6 0 0 35

49% 34% 17% 0% 0% 100%

Majalah 13 8 3 8 3 35

37% 23% 9% 23% 9% 100%

Koran 25 7 0 3 0 35

71% 20% 0% 9% 0% 100%

Brosur 20 15 0 0 0 35

57% 43% 0% 0% 0% 100%

Balon Udara 11 9 0 0 15 35

31% 26% 0% 0% 43% 100%

Umbul-umb 11 10 4 8 2 35

31% 29% 11% 23% 6% 100%

Menurut opini dan pemikiran Anda sendiri, iklan dengan menggunakan media apa yang lebih efektif untuk mempromosikan Black Canyon Coffee (boleh menyebutkan lebih dari satu)

Frekuensi Persentase

Voucher diskon 4 16.67%

Internet 3 12.50%

Sampel produk 3 12.50%

Iklan TV komersil 5 20.83%

Poster 2 8.33%

Newsletter 1 4.17%

Diskon pemegang credit card 2 8.33%

Sponsor kegiatan tertentu 1 4.17%

Souvenirs 1 4.17%

Word-of-mouth 1 4.17%

Pameran 1 4.17%

TOTAL 24 100%

HASIL KUESIONER PEMILIHAN MEDIA

Skala Semantic

Media yang direkomendasikan responden

10.1.3. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah persepsi target audience terhadap kreativitas eksekusi komunikasi yang sudah dibuat?

2. Apakah yang ditangkap oleh audience dari eksekusi komunikasi sudah sesuai dengan Brand Proposition?

3. Sejauh mana level respon konsumen terhadap eksekusi komunikasi berdasarkan konsep AIDA?

4. Apakah para calon target pasar mampu menerima dengan baik Brand Proposition yang dibuat?

(5)

10.2. Tinjauan Teori 10.2.1. Konsep dan Definisi

Konsep dan definisi dibangun melalui pemikiran utama konsep pemasaran dengan elemen-elemen marketing mix, promotional mix, dan implementasi elemen-elemen ini dalam konsep integrated marketing communications. Penjabaran konsep marketing mix lebih difokuskan pada konsep produk dengan memaparkan statregi merek (branding strategy) yang berfokus pada konsep brand’s value proposition. Kemudian, efek-efek atau hasil-hasil dari implementasi integrated marketing communications ini dipaparkan lebih lanjut dalam teori persepsi konsumen.

Adapun tahapan konsep dan teori yang mendukung riset ini dijabarkan sebagai berikut :

- Pertama, membahas konsep pemasaran

- Kedua, membahas elemen-elemen atau alat bantu pemasaran dalam konsep bauran pemasaran (marketing mix)

- Ketiga, membahas secara mendetail konsep produk sebagai salah satu elemen bauran pemasaran yang difokuskan pada konsep branding, dengan menentukan brand’s value proposition dari sebuah produk

- Keempat, membahas secara mendetail konsep promosi sebagai salah satu elemen bauran pemasaran yang difokuskan pada konsep bauran promosi (promotional mix)

- Kelima, membahas implementasi ideal dari keseluruhan elemen-elemen yang tergabung dalam bauran promosi melalui konsep komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication).

- Keenam, membahas efek-efek dari implementasi komunikasi pemasaran terpadu dalam konsep persepsi konsumen yang memberi pengaruh pada keputusan pembelian konsumen dalam tahapan-tahapan yang digambarkan melalui model AIDCA (Simamora, 2003).

(6)

10.2.1.1. Konsep Pemasaran

Bidang pemasaran merupakan bidang yang sangat dinamis yang seringkali membawa dampak yang penting bagi perusahaan, dan telah banyak literatur maupun opini ahli yang berkenaan dengan bidang ini dimana masing- masing pendapat berbeda antara satu dengan yang lainnya. Berikut ini beberapa pendapat ahli pemasaran yang memberi definisi baku dari pemasaran sebagai berikut :

Kotler (1996) mendefinisikan pemasaran sebagai :

“Marketing is a social and managerial process by which individuals and groups obtain what they need and want through creating and exchanging value with others.” (p. 6).

Lamb, Hair dan McDaniel (2004) mendefinisikan pemasaran sebagai :

“The idea that the social and economic justification for an organization’s existence is the satisfaction of customer wants and needs while meeting organizational objectives.” (p. 8).

American Marketing Association (AMA) mendefinisikan pemasaran sebagai :

“The process of planning and executing the conception, pricing, promotion, and distribution of ideas, goods, and services to create exchanges that satisfy individual and organizational goals.”

Untuk mencapai tujuan-tujuan individu maupun organisasional seperti yang dikemukakan dalam teori pemasaran menurut Kotler (1996) diperlukan proses perencanaan dan penyusunan strategi pemasaran yang jelas dan tepat sasaran sesuai dengan tujuan perusahaan. Salah satu strategi untuk mencapai tujuan ini yaitu dengan merencanakan dan mengimplementasikan konsep alat-alat bantu pemasaran yang dinamakan bauran pemasaran (marketing mix).

10.2.1.2. Konsep Bauran Pemasaran (Marketing Mix)

Seperangkat alat bantu pemasaran yang digunakan untuk membantu pencapaian tujuan pemasaran tergabung dalam konsep bauran pemasaran. Ada beberapa pengertian dan opini ahli mengenai konsep ini yang dijelaskan sebagai berikut :

(7)

Mc. Carthy (1967) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut :

”marketing mix is known as “4 Ps” which are product, place, promotion, and price which together make up the marketing mix.” (p.

41).

Kerin et al (2003) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai :

“the marketing actions of product, price, promotion, and place that can take to solve a marketing problem.” (p. 15).

Lamb, Hair, dan McDaniel (2004) mendefinisikan bauran pemasaran sebagai berikut :

“marketing mix is an unique blend of product, distribution, promotion, and pricing strategies designed to produce mutually satisfying exchanges with a target market.” (p. 42).

Kotler, Keller (2006), mendefinisikan bauran pemasaran sebagai :

“ The set of marketing tools the firm uses to pursue its marketing objectives”. (p. 19).

Konsep bauran pemasaran ini pertama kalinya diperkenalkan oleh Profesor Jerome E. Mc. Carthy dengan istilah “4 Ps”, dengan elemen-elemen product, price, promotion, place. Adapun konsep sentral dari “4 Ps” ini dijabarkan sebagai berikut :

- Product, merupakan sebuah barang, jasa, ataupun ide-ide untuk memuaskan kebutuhan konsumen.

- Price, merupakan elemen nilai yang dipertukarkan untuk produk yang ada.

- Promotion, merupakan media yang mengkomunikasikan produk antara penjual dan pembeli.

- Place, merupakan tempat diadakannya pertukaran produk.

Lebih lanjut menurut Mc. Carthy (1967), sebuah strategi pemasaran yang efektif merupakan strategi yang berfokus pada kegiatan menemukan keinginan dan kebutuhan konsumen. Informasi mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen ini kemudian dipakai untuk membuat suatu program pemasaran yang jelas dan tepat sasaran yang mengintegrasikan elemen-elemen dalam bauran pemasaran dalam menyediakan barang/jasa kepada konsumen.

Bagan dibawah ini menjelaskan alur dalam kegiatan menemukan keinginan dan

(8)

kebutuhan konsumen dan penggunaannya dalam departemen pemasaran sebagai pendukung dalam konsep produk aktual yang disediakan kepada konsumen.

Bagan 10.1. Bauran pemasaran

Sumber : Kerin et al, Marketing’s second task : satisfying consumer needs, p. 17.

Dari bagan di atas jelas dapat dilihat bahwa informasi mengenai keinginan dan kebutuhan konsumen merupakan muara atau sumber dari penyusunan konsep produk yang akan diberikan kepada konsumen di kemudian hari. Konsep produk ini melibatkan sejumlah aktivitas menciptakan barang/jasa, memberi nama/merek, dan aktivitas memposisikan produk di pasar yang dikenal dengan istilah brand’s value proposition.

10.2.1.3. Konsep Produk, Konsep Branding, dan Konsep Brand’s Value Proposition.

Mc. Carthy (1967) menekankan pentingnya strategi produk sebagai elemen pertama dan utama dalam proses implementasi aktivitas pemasaran yang efektif, dimana sebuah produk yang bagus harus mampu menjawab dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan konsumen. Diluar tujuan memuaskan kebutuhan konsumen, setiap produk yang diciptakan akan mengalami kegagalan di pasar yang dituju.

(9)

Produk didefinisikan oleh Armstrong & Kotler (2005) sebagai :

“anything that can be offered to a market for attention, acquisition, use, or consumption that might satisfy a want or need.” (p.250).

Lamb, Hair & Mc. Daniel (2004) mendefinisikan produk sebagai :

“everyting, both favorable and unfavorable, that a person receives in an exchange.” (p. 292).

Lebih lanjut menurut Lamb, Hair & Mc. Daniel (2004) produk bisa berupa barang, jasa, ide-ide, ataupun kombinasi dari ketiganya, yang diciptakan dan diberikan kepada konsumen lewat penawaran pasar, yang mana merupakan program utama dari departemen pemasaran sebuah perusahaan. Penawaran produk ke suatu pasar tertentu melibatkan kegiatan menyusun strategi-strategi penawaran yang dikenal dengan kegiatan branding, dimana sebuah produk diciptakan, diberi nama/merek (brand), diberi nilai yang unik yang mengidentifikasikannya secara berbeda di pasar yang dituju.

American Marketing Association mendefinisikan brand sebagai :

“name, term, sign, symbol, or design, or a combination of them intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors” (Kerin et al, p. 305).

Kerin et al (2003) memaparkan bahwa sebuah brand yang baik merupakan elemen yang melengkapi sebuah produk. Sebuah brand mampu memberikan nilai tambah keunikan disamping nilai fungsional yang dapat diberikan oleh sebuah produk. Seluruh kegiatan branding dalam proses penawaran produk ke pasar merupakan kegiatan yang memberikan kombinasi antara kegunaan fungsional dari suatu produk dan karakteristik unik yang mampu mengarahkan konsumen untuk lebih memilih satu produk dibandingkan sejumlah produk sejenis lainnya yang beredar di pasar.

Proses menciptakan keunikan ini merupakan proses yang berfokus pada penciptaan nilai-nilai tambah yang positif dan berbeda untuk memposisikan sebuah produk, atau sebuah brand ke suatu pasar sasaran. Penciptaan nilai-nilai tambah yang unik ini dikenal dengan istilah brand’s value proposition. (Aaker, 1996). Sebuah brand yang bagus seringkali diasosiasikan dengan nama yang mudah diucapkan, mudah dieja, dan mudah diingat. Untuk menciptakan sebuah

(10)

brand yang menancap kuat di benak konsumen, perusahaan perlu mengidentifikasikan, menyatakan, atau memposisikannya secara unik dan jelas, seperti halnya mengajukan suatu proposal terbaik bagi konsumen.

Kunde (2002), memaparkan tentang proposal ini dengan pernyataan :

“The company must define itself in relation to the position it wishes in the market. (pg. 110). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah brand harus diekspresikan dengan cara yang terarah dan dengan pernyataan yang sangat jelas yang mampu menciptakan kesan khusus di benak konsumen.

Aaker (1996) mendefinisikan brand’s value proposition sebagai berikut :

“A statement of the functional, emotional, and self-expressive benefits delivered by the brand that provide value to the customer. An effective value proposition should lead to a brand-customer relationship and drive purchase decisions.” (p. 95).

Adapun konsep sentral dari benefit-benefit diatas adalah :

- Functional Benefits, yaitu benefit yang didasarkan pada atribut produk yang menyediakan kegunaan fungsional kepada pelanggan. Benefit yang dimaksud biasanya terkait langsung dengan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh produk atau servis bagi pelanggan itu sendiri. Untuk sebuah printer laser misalnya, benefit fungsionalnya akan berupa kecepatannya, resolusi yang dihasilkannya, kualitasnya, atau kapasitas pemuatan kertasnya. Jika sebuah brand dapat mendominasi kunci utama benefit fungsional ini, maka brand tersebut dapat menjadi pemain dominant di kategorinya. Functional benefit dari Black Canyon Coffee adalah : meeting point, hang out place, and family restaurant.

- Emotional Benefits. Ketika pembelian ataupun penggunaan suatu produk mendatangkan perasaan positif bagi penggunanya, maka sebuah brand telah menyediakan emotional benefit. Emotional benefits dari Black Canyon Coffee adalah : fun, flexible, refreshing, elegant.

- Self-expressive benefits. Ide dasar dari self-expressive benefits adalah bahwa beberapa brand telah menjadi kendaraan utama untuk mengekspresikan identitas diri para penggunanya. Identitas diri ini bisa merupakan identitas asli mereka ataupun identitas ideal yang menginspirasi mereka. Orang-orang

(11)

mengekspresikan diri mereka lewat banyak cara, misalnya pemilihan bidang kerja, pertemanan, sikap diri, opini-opini, aktivitas sehari-hari, dan juga gaya hidup. Pembelian atau penggunaan sebuah branded product, entah itu sebuah Apple iPod, sepatu Nike, atau sebuah Harley, merupakan kendaraan para pembelinya untuk mengekspresikan personality dan gaya hidup mereka, artinya brand-brand tersebut dapat menciptakan perasaan puas dan dapat membuat penggunanya lebih merasa terpenuhi jiwanya, dengan kata lain brand-brand ini mampu mengekpresikan diri mereka secara personal. Self- Expressive Benefits dari Black Canyon Coffee adalah upscale social image, lifestyle in coffee house and International Thai expression.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa sebuah brand harus diekspresikan dengan cara yang terarah dan dengan pernyataan yang sangat jelas yang mampu menciptakan kesan khusus di benak konsumen. Kegiatan mengekspresikan produk/brand ini adalah dengan menggunakan elemen alat- bantu promosi dalam konsep bauran pemasaran, yang dijelaskan pada sub-bab berikut ini.

10.2.1.4. Konsep Bauran Promosi

Elemen promosi dalam konsep bauran pemasaran merupakan alat-bantu komunikatif dari pesan-pesan pemasaran yang menjadi media atau perantara antara perusahaan dengan konsumen yang dituju (Fill, 1995). Untuk menyukseskan kegiatan promosi ini ada lima alat-bantu promosi yang seringkali digunakan secara terpadu untuk mencapai tujuan-tujuan promosi, yaitu advertising, public relation, sales promotion, personal selling, dan direct marketing. Kelima alat-bantu promosi ini dikenal dengan nama bauran promosi (promotional mix).

Penjabaran konsep dari setiap alat-bantu promosi ini menurut Kerin et al (2003) adalah sebagai berikut :

- Advertising, merupakan semua bentuk promosi non-personal yang menggambarkan sebuah organisasi, barang, jasa, atau ide-ide.

- Personal selling, merupakan komunikasi pemasaran dua arah antara penjual dan pembeli.

(12)

- Public relation, merupakan semua bentuk komunikasi pemasaran yang berfokus pada kegiatan mempengaruhi perasaan, opini, ataupun kepercayaan- kepercayaan yang dimiliki oleh konsumen terhadap produk/jasa yang ditawarkan.

- Sales promotion, merupakan penawaran pengurangan nilai/harga untuk meningkatkan ketertarikan dalam pembelian barang/jasa.

- Direct marketing, merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang mengadakan kontak langsung dengan konsumen, untuk menghasilkan respon- respon pembelian dalam bentuk pemesanan barang, permintaan info yang lebih lanjut, ataupun kunjungan ke outlet ritel dari produk yang bersangkutan.

Kotler & Keller (2006) menekankan pentingnya implementasi dari kelima elemen dalam bauran pemasaran ini dilakukan secara serentak dan selaras dalam mengkomunikasikan pesan-pesan pemasaran suatu produk/brand dimana konsistensi pesan menjadi perhatian utama dalam strategi komunikasinya.

Implementasi terpadu dari elemen-elemen bauran promosi ini dinamakan komunikasi pemasaran terpadu.

10.2.1.5. Konsep Komunikasi Pemasaran Terpadu

Sebuah produk atau brand, seberapa bagusnya dikembangkan, diberi harga, dan didistribusikan/dikenalkan kepada konsumen untuk menghasilkan tindakan pembelian, tidak akan bertahan di pasar tanpa adanya komunikasi pemasaran terpadu yang efektif, yaitu komunikasi dimana seorang pemasar menginformasikan, menggugah minat, dan mengingatkan pembeli potensial dengan maksud untuk mempengaruhi opini mereka atau mengundang sejumlah respon tertentu.

Kotler (1996), mendefinisikan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communications) sebagai :

“process that involves various forms of communications that variously inform, persuade, remind, and entertain customers and prospects, affecting and influencing behaviour of target audiences.” (p. 55).

(13)

Lamb, Hair dan McDaniel (2004), mendefinisikan komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communications) sebagai :

“the careful coordination of all promotional messages for a product or a service to assure the consistency of messages at every contact point where a company meets the consumer.” (p. 484).

Menurut Kotler (1996), strategi komunikasi pemasaran yang efektif biasanya diasosiasikan dengan rencana-rencana untuk mengoptimalkan penggunaan elemen-elemen promosi seperti advertising, public relations, personal selling, dan sales promotions. dan tujuan vital dari sebuah strategi promosi adalah untuk menghasilkan tindakan pembelian dari target market. Di samping itu, proses komunikasi pemasaran terpadu ini melibatkan proses menggali dan menimbulkan respon melalui pengolahan informasi dalam pesan- pesan pemasaran yang ditunjukkan oleh konsumen dalam beragam persepsinya.

10.2.1.6. Teori Persepsi

Sebuah produk atau brand yang diidentifikasikan secara unik dan berbeda akan menimbulkan beragam persepsi dari para konsumen. Respon ini didasari oleh banyak hal, termasuk didalamnya nilai-nilai diri, kepribadian, atau pengalaman-pengalaman tertentu di masa lalu dalam mengkonsumsi sebuah produk/jasa tertentu. Ketika respon ini menjadi sangat jelas dan rasional bagi konsumen, maka timbullah persepsi terhadap suatu brand.

Hawkins, Mothersbaugh dan Best (2001) mendefinisikan persepsi sebagai :

“process that begins with consumer exposure and attention to marketing stimuli and ends with consumer interpretation.” (p.65)

Juga menurut Hawkins, Mothersbaugh, Best, tahapan exposure dan attention merupakan tahap yang sangat selektif dimana konsumen hanya memproses sebagian kecil dari seluruh informasi penjualan yang tersedia, sedangkan interpretation dapat menjadi suatu proses yang sangat subyektif.

Dengan demikian persepsi merupakan tahapan proses pengenalan secara intensif (exposure), lalu berkembang menjadi perhatian (attention), dan diakhiri dengan sebuah interpretasi (interpretation). Setelah proses terakhir ini, konsumen

(14)

seringkali memutuskan untuk mengingat (memorize), yang digunakan langsung untuk mengambil keputusan pembelian dalam jangka pendek, atau dalam jangka panjang menyimpannya sebagai informasi yang telah dipilih.

Dapat disimpulkan bahwa hubungan antara persepsi dan komunikasi pemasaran adalah sangat mendasar, karena sebuah strategi komunikasi pemasaran harus relevan dengan keinginan/kebutuhan konsumen yang dituju, yang pada akhirnya menciptakan persepsi positif di benaknya.

Belch and Belch (1990) membagi persepsi kedalam tiga area :

- Pertama, bagaimana konsumen merasakan dan terlibat pada beragam informasi melalui indra mereka. Misalnya, seorang pemasar parfum, tidak hanya memberikan gambaran visual yang eye-catching pada iklan majalahnya, namun juga memberikan konsumen kesempatan untuk mencium aroma parfum dengan menggunakan sepotong kertas yang dirancang sedemikian rupa untuk mengeluarkan sample parfum tersebut dalam jumlah kecil.

- Kedua, adalah penyeleksian informasi dimana kepribadian, kebutuhan, motivasi, dan pengalaman konsumen merupakan faktor psikologis yang menjelaskan mengapa mereka berfokus pada satu hal dibandingkan yang lainnya. Dan konsumen akan menyambut rangsangan yang dipersepsikan sebagai problem solver bagi faktor psikologis diatas.

- Ketiga, dengan bergantung pada faktor psikologis internal, konsumen kemudian menginterpretasikan rangsangan tersebut namun dengan sangat selektif memilih dari kuatnya faktor penekanan (exposure), perhatian (attention), pemahaman (comprehension) yang jelas, dan penyimpanan (retention) informasi/rangsangan tadi. Oleh karena itu pada fase retention konsumen hanya akan melihat/mendengar/merasakan apa yang mereka kehendaki, dan mengabaikan yang lainnya secara langsung.

Armstrong, Kotler, dan da Silva (2005), menekankan pentingnya proses menciptakan dan memperoleh persepsi positif sebagai respon psikologis konsumen yang dapat mengantarkannya pada tercapainya pengambilan keputusan pembelian sebuah produk atau brand. Dalam jangka pendek, perusahaan mengharapkan setidaknya tiga jenis psychological response dari persepsi

(15)

konsumen terhadap komunikasi pemasaran yang telah dilakukannya (Armstrong, Kotler, da Silva, 2005).

Ketiga jenis respon ini adalah :

- Yang pertama, adalah respon kognitif (cognitive response), dimana karakteristik respon konsumen yang berada pada tahapan awareness, attention, knowledge pada sebuah produk/brand.

- Respon kedua adalah respon afektif (affective response), dengan karakteristik respon konsumen yang berada pada tahapan interest, desire, liking, preference, conviction, evaluation, attitude, dan intention to buy pada sebuah produk/brand.

- Respon ketiga, merupakan respon behavioural, yang menggambarkan perilaku dan tindakan-tindakan pembelian dari konsumen terhadap suatu produk atau brand.

Ketiga respon diatas menggambarkan tahapan keputusan pembelian konsumen yang diukur secara hierarkis, melalui tahapan cognitive, affective, dan conative, kemudian berkembang menjadi model ukur yang dinamakan AIDA mode.

10.2.1.7. Model AIDA dan AIDCA dalam Tahapan Keputusan Pembelian Konsumen

Kotler (1996), mendeskripsikan model hierarkis diatas dalam tahapan : - Cognitive, konsumen terhubung dengan proses pemikiran yang menuju pada

kepekaan (awareness) dan pengetahuan terhadap brand yang dikomunikasikan.

- Affective, konsumen merasakan pengalaman emosional tertentu yang diasosiasikan dengan brand yang dikomunikasikan dimana sikap terhadap brand mulai terlihat (attitude towards brand.)

- Conative, merupakan representasi dari tindakan yang dihubungkan dengan brand tersebut, antara lain dengan membeli produk/jasanya.

Kemudian, konsep hierarki ini dikembangkan lagi hingga menjadi suatu model ukur yang lebih jelas tahapannya dengan akronim-akronim attention, interest, desire, action (AIDA).

(16)

Lamb, Hair, dan Mc.Daniel (2004) mendefinisikan tahapan-tahapan AIDA sebagai berikut:

“AIDA is a model that outlines the process for achieving promotional goals in terms of stages of consumer involvement with the message; the acronym stands for attention, interest, desire, action.”(p. 477).

Dengan demikian dalam konsep ini, tingkat keterlibatan konsumen terhadap pesan-pesan promosi/penjualan diukur melalui tahap-tahap perhatian, minat, hasrat, dan tindakan. Tahapan-tahapan tersebut secara spesifik dijelaskan di bawah ini.

- Attention : Para pengiklan harus pada mulanya menarik perhatian dari target market. Sebuah perusahaan tidak dapat menjual sesuatu jika market tidak mengetahui keberadaan produk atau jasanya. Ini dicapai melalui beberapa iklan di TV, radio, ataupun media cetak, seperti majalah, dan koran. Situasi di Black Canyon Coffee : telah menjalankan konsep iklan yang cukup menarik perhatian, dari tagline…”Great Coffee, Cozy Places, Exotic Food.”

- Interest : Sebuah iklan tidak mampu secara aktual/riil menyatakan bagaimana rasa atau pengalaman mengkonsumsi sebuah produk. Untuk ke level ini, konsumen harus merasakan dahulu agar bisa tercipta ketertarikan membeli produk. Situasi di Black Canyon Coffee : sebagai perusahaan yang berurusan dengan bidang makanan dan minuman, kualitas dan rasa merupakan yang terpenting. BCC telah mewujudkan pengenalan rasa ini melalui voucher free drink, dan free food, namun berupa potongan saja, jadi konsumen harus membeli dahulu baru bisa merasakannya. Seharusnya ini jadi problem, karena menurut Abraham Maslow, kebutuhan manusia dipenuhi harus dari bawah bergerak ke atas. Mengangkat filosofi ini, BCC perlu lebih mengintensifkan program “Taste and Share”, yang diajukan penulis berupa program pencicipan rasa dan kualitas kopi BCC beserta makanannya. Atau mengaktifkan program direct mail yang mengirim sample produk ke target market potensial.

- Desire : walaupun konsumen membeli sebuah produk dari brand baru, mereka tidak dapat melihat keuntungan atau benefit lain jika dibandingkan dengan brand competitor, apalagi jika mereka termasuk kategori yang loyal terhadap suatu brand. Oleh karena itu para pengiklan harus menciptakan brand

(17)

preference dengan menjelaskan benefit yang berbeda dari produk yang dipasarkan kepada konsumen, dan mengembangkan alasan-alasan tambahan untuk membeli dari brand baru, misalnya easy-to-open products, additional ingredients of food, or lab-research matters. Situasi di Black Canyon Coffee : diferensiasi BCC sudah jelas, bahwa café ini tidak hanya sekedar coffee house regular tapi juga menyediakan alasan-alasan tambahan mengapa orang-orang harus kesana, yaitu fungsi sekundernya sebagai family restaurant yang menyediakan menu makanan yang cukup berat untuk dikonsumsi dengan kopi.

- Action : Beberapa orang dari target market awal yang telah melalui tahap ketiga sekarang telah yakin untuk membeli produk dari brand baru. Oleh karena itu, untuk memicu tindakan ini, brand baru ini harus tersedia secara merata di tempat-tempat yang potensial dikunjungi oleh target market tadi.

Ketersediaan barang dapat memicu aksi pembelian tersebut. Situasi di Black Canyon Coffee : Saat ini BCC masih memfokuskan diri di wilayah Barat daripada pusat kota, dengan kemungkinan alasan target market tertentu yang dituju sebagian besar berada di wilayah Barat. Dari tingkat kelengkapan outlet, BCC masih lemah dibandingkan kompetitornya yang sebagian besar tersebar di pusat perbelanjaan, mal, hotel, perkantoran. Pembukaan kiosk outlet di Bandara Juanda merupakan salah satu langkah distribusi yang cukup baik untuk menarik target market potensial yang sering traveling.

Simamora (2003) mengembangkan model AIDA ini menjadi lima tahapan pengambilan keputusan pembelian dengan menambahkan tahapan conviction (keyakinan) ke dalam model AIDA, sehingga dalam model ini tahapan yang diukur adalah attention, interest, desire, conviction, action. Tahapan keputusan dalam model AIDCA inilah yang dipakai oleh penulis untuk penelitian respon yang akan dibahas lebih lanjut pada analisis data.

10.2.2. Ringkasan Riset-Riset yang Terkait Dengan Penelitian

Berikut ini penulis memaparkan beberapa riset yang relevan dengan penelitian yang dilakukan terhadap brand BCC. Riset dikumpulkan dari journal of

(18)

brand management, riset respon merek Djarum Black dalam buku Membongkar Kotak Hitam Konsumen oleh Simamora (2003).

10.2.2.1. IMPACT : A Management Judgement Tool to Predict the Effectiveness of Corporate Advertising Campaign. (Cees B. M. van Riel and Gerrit H van Bruggen, Journal of Brand Management, September 2003).

Riset ini mengembangkan alat ukur manajemen untuk memprediksi efektivitas dari kampanye periklanan perusahaan (corporate advertising campaign-CAC). Efektivitas ini diukur berdasarkan tiga kriteria utama yaitu kreativitas (creativity), profesionalisme (profesionalism), dan konsistensi (consistency). Riset empiris yang bersifat ekploratoris menunjukkan bahwa untuk mengedukasi para pemegang saham dan perusahaan internal CAC harus memiliki skor yang tinggi pada kriteria profesionalisme. Untuk mengubah sikap (attitude) kreativitas sangat diperlukan ,dan untuk mengubah perilaku atau tindakan (behaviour), kombinasi dari profesionalisme dan konsistensi dari kampanye tersebut harus diberi prioritas yang tinggi. Dalam riset ini telah diidentifikasikan sejumlah karakteristik dari sebuah iklan yang sukses dimana sebuah iklan seharusnya memiliki karakteristik sebagai berikut :

- Distinctive, berbeda - Unique, unik

- Recognisable, dapat dikenal dengan baik - Coherent, gambaran yang jelas

- Consequent, sesuai dengan yang dijanjikan

- Single concept, satu konsep (konsep yang konsisten, tidak berubah-ubah) - Credible, dapat dipercaya

- Typical of company, menunjukkan identitas perusahaan

- Appealing to own employees, memiliki daya tarik bagi karyawan perusahaan itu sendiri

- Striking, dapat tertanam di benak konsumen - Humorous, menyenangkan

- Surprising, mengejutkan - Authentic, keaslian ide

(19)

- Original, berasal dari pemikiran sendiri - Up to date, sesuai perkembangan jaman - Clear promise, janji yang jelas

- Address target audience, segmentasi audiens target yang jelas

- Take image into account, menunjukkan imej atau citra perusahaan dengan penuh tanggung jawab

Yang termasuk ke dalam kriteria profesionalisme adalah addresses target audience, clear promise, typical of company, appealing to own employees, credible, up to date, recognisable. Yang termasuk ke dalam kriteria kreativitas adalah distinctive, unique, striking, surprising, humorous, original, dan authentic.

Yang termasuk pada kriteria konsistensi adalah coherent, consequent, dan single concept.

Kesuksesan dari CAC dapat diukur melalui perubahan dalam pengetahuan (knowledge), sikap (attitude), dan perilaku (behaviour).

Kesuksesan ini diukur dengan meminta responden untuk memberi rangking pada iklan dalam skala poin tujuh (dari sangat setuju hingga sangat tidak setuju) yang dihubungkan dengan perubahan dalam pengetahuan, sikap dan perilaku yang dapat diwujudkan dari iklan ini. Kemudian masing-masing karakter dari ketiga kriteria kesuksesan dari sebuah kampanye iklan diatas diskorkan dan divisualisasikan dalam tabel, seperti yang ditunjukkan pada bagan dibawah ini.

10.2.2.2. Riset Respon Terhadap Komunikasi Pemasaran (Simamora, Bilson, Journal of Brand Management, September 2003).

Riset ini dilakukan untuk mengukur indeks respon konsumen (Consumer Response Index) dengan menggunakan model tahapan keputusan pembelian AIDCA (Attention, Interest, Desire, Conviction, Action). Indeks yang dimaksud disini berbicara mengenai ‘berapa persen audiens yang sampai pada tahap-tahap yang dimaksud pada model AIDCA tersebut. Misalnya, ‘berapa persen audiens yang sampai pada tahap action?’ Bila mengikuti model tersebut, tentunya responden yang sampai pada tahap action sudah melalui tahapan attention, interest, desire, dan conviction. Dan yang terpenting dalam riset ini, dengan merujuk pada model yang dipakai, seseorang dianggap sampai pada tahap action

(20)

kalau sudah melalui tahap-tahap sebelumnya. Untuk jangka pendek, panjang respon lebih bermanfaat, karena untuk berfokus meningkatkan penjualan (selling oriented strategy), yang paling penting adalah orang sampai pada tahap action, tanpa mempedulikan apakah pembelian didasari oleh keyakinan yang kuat atau lemah.

10.3. Metodologi Riset

10.3.1. Tahapan Proses Marketing Research

Keseluruhan filosofi perusahaan mengenai marketing yang pada awalnya dituangkan kedalam marketing plan/strategy, harus diukur tingkat pencapaiannya dalam angka-angka yang menerangkan hubungan kausal dari strategi tersebut dengan respon konsumen terhadapnya.

Pengukuran ini dilakukan melalui serangkaian marketing researchs, yang dimulai dengan memformulasikan problem, dan diakhiri dengan menerangkan hasil riset yang telah dilakukan.

Untuk lebih memahami proses dari marketing research ini, penulis memvisualisasikannya melalui tahapan dalam prosesnya sebagai berikut :

Bagan 10.2. Tahapan-Tahapan Proses Riset

Sumber : Olahan penulis, Churchil and Brown, Stages in the Research Process, p. 40.

(21)

10.3.1.1. Problem Formulation

Mendefinisikan problem dengan tepat merupakan aspek terpenting dan critical karena menjadi basis dari riset itu sendiri. Churcil, Brown (2004), mengasosiasikan problem formulating ini dengan decision problem, yang dihadapi oleh para pembuat keputusan di sebuah perusahaan. Decision problem inilah yang mendorongnya untuk menyediakan jawaban bagi riset yang akan dilangsungkan. Lebih lanjut, Churcil, Brown (2004), mengkategorikan dua jenis decision problem, yaitu :

- Discovery-oriented decision problem, yang berdasar pada situasi yang tidak dapat diantisipasi/diprediksi sebelumnya (certainly unanticipated situation).

Definisi bakunya yaitu :“a decision problem that typically seeks to answer

“what” or “why” questions about a problem. The focus is generally on generating useful information.” (p. 62). Contoh kasus yang menjelaskan discovery-oriented decision problem misalnya terjadi pada sebuah coffee house dengan tingkat revenue yang rendah. Situasi yang muncul biasanya ditandai dengan decision problem “Mengapa revenue dari penjualan sangat rendah?”.

- Strategy-oriented decision problem, yang berdasar pada situasi yang telah ada, kemudian melakukan pencarian jawaban dari situasi yang telah terjadi sebelumnya. Definisi bakunya yaitu : “a decision problem that typically seeks to answer “how” questions about a problem/opportunity. The focus is generally on selecting alternative courses of action. Contoh kasus yang sama dari sebuah coffee house yang menggambarkan hal ini misalnya jika telah diketahui dari riset awal bahwa hanya 38 % dari konsumen target market yang mengetahui keberadaaan coffee house tersebut. Maka decision problem yang muncul adalah “Bagaimana/how meningkatkan brand awareness?”

Riset yang dilakukan pada Black Canyon Coffee mengindikasikan decision problem jenis strategy-oriented, dengan problem formulation sebagai berikut :

- Situation : brand awareness yang lemah, edukasi brand/brand image yang rendah, dan tingkat kunjungan yang rendah.

(22)

- Strategy-oriented decision problem yaitu : “Bagaimana memperoleh brand image positif dari target market yang sesuai dengan brand’s value proposition dari Black Canyon Coffee, yang dapat memicu aksi pembelian (purchase intentions) dari target market.

- Saran yang diajukan : “Menciptakan, mengembangkan, dan mengimplementasikan sub-elemen dari bauran promosi, yaitu advertising, dengan fokus pada desain-ulang iklan koran netral, yang ditempatkan di media koran Jawa Pos.

- Formula dasar risetnya adalah : “Mengukur efektivitas dari sub-elemen advertising dalam wujud iklan koran untuk meningkatkan brand awareness dan menggapai brand image positif melalui pengukuran persepsi konsumen terhadap iklan yang di desain, untuk kemudian dibandingkan kecocokannya dengan brand’s value proposition dari Black Canyon Coffee, dan mengukur respon konsumen melalui tingkat keinginan pembelian (purchase intentions) dari target audience dalam model AIDCA”

10.3.1.2. Jenis-jenis Desain Riset

Zikmund (2003), mendefinisikan research design sebagai kerangka kerja atau perencanaan untuk sebuah studi yang memberi arah untuk proses pengumpulan data dan analisanya. Sebuah research design memastikan bahwa riset yang dilakukan telah relevan dengan formulasi problem yang telah dilakukan sebelumnya.

Churcil, Brown (2004), mengklasifikasikan research design ini kedalam tiga jenis, yaitu exploratory, descriptive, dan causal research.

Adapun konsep sentral dari ketiga jenis research design tersebut dijabarkan sebagai berikut :

- Exploratory research, merupakan sebuah research design yang berfokus pada aktivitas memperoleh sebanyak mungkin ide-ide, opini-opini yang menjawab sebuah problem.

- Descriptive research, merupakan sebuah research design yang menyangkut aktivitas mengukur frekuensi dari suatu kejadian, atau mengukur hubungan antar dua variabel, yang diarahkan oleh hipotesa awal.

(23)

- Causal research, merupakan sebuah research design yang berfokus pada pengukuran hubungan sebab-akibat. Biasanya sebuah causal research melibatkan sederet aktivitas eksperimen, yang hasilnya merupakan indikator paling kuat terhadap konsep hubungan sebab-akibat ini.

Riset yang dilakukan oleh penulis terhadap Black Canyon Cofffee merupakan jenis riset deskriptif, yang tujuannya untuk mendeskripsikan atribut- atribut brand image dari Black Canyon Coffee, yang diperoleh dengan mengukur persepsi konsumen melalui advertising dalam bentuk desain iklan koran.

Kemudian apakah persepsi yang timbul sesuai/tidak dengan brand brand’s value proposition dari Black Canyon Coffee, yaitu dari benefit-benefit fungsional, emosional, dan identitas diri terhadap merek sebagai indikator atribut-atribut brand image Black Canyon Coffee. Keseluruhan atribut-atribut yang merepresentasikan riset ini dijelaskan pada sub-bab berikut.

10.3.2. Definisi Operasional Variabel

Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini adalah variabel kekuatan iklan, persepsi konsumen terhadap iklan, dan variabel kekuatan respon terhadap iklan.

Penjelasan operasional variabel ini dilakukan dengan mengambil paparan kekuatan iklan (the power of advertising) yang merupakan penelitian dari Jerry W. Thomas (2007) dengan pemaparan kekuatan iklan dalam jangka pendek dan dalam jangka panjang. Menurut Thomas (2007), kekuatan iklan dijabarkan sebagai berikut :

“We believe in the power of advertising, based on thousands of studies in our archives. Advertising has the power to persuade, the power to influence the mind and shape destiny. It has the power to change markets and improve profit margins. Advertising has short-term power (conveying new information and building first appeal on awareness) and long-term power (conveying brand image, attaching emotional values through the brand, creating self-actualization values to the brand).” (p. 4).

Pemaparan kekuatan iklan diatas dikembangkan dengan merujuk pada dua jenis kekuatan iklan ditinjau dari jangka waktu eksposur iklannya yaitu dalam

(24)

jangka pendek (short term) merupakan kekuatan iklan (variabel pertama) dan dalam jangka panjang (long term) dikaitkan dengan komposisi fungsional, emosional, dan ekspresi diri dalam konsep brand’s value proposition (variabel kedua) yang dikemukakan oleh Aaker (1996). Variabel ketiga adalah kekuatan respon target audience terhadap iklan yang diukur melalui pencapaian tahapan keputusan pembelian dalam model AIDA yang dengan memakai tambahan satu tahapan yaitu keyakinan (conviction) sehingga modelnya menjadi AIDCA (attention, interest, desire, conviction, dan action) (Simamora, 2003).

Adapun penjabaran variabel-variabel yang dimaksud adalah:

- Variabel pertama : Kekuatan iklan dalam jangka pendek

Dalam jangka pendek, indikator-indikator kekuatan iklan adalah:

1. Variabel X1 = Conveying new information (Isi Pesan Iklan) : memberikan jalan untuk menyampaikan informasi baru kepada sejumlah target audience, dengan sejumlah indikator-indikator sebagai berikut:

• X1.1 = Kejelasan Informasi Produk.

• X1.2 = Kejelasan Informasi Lokasi.

2. Variabel X2 = Building first appeal on awareness (Daya Tarik Iklan):memberikan visualisasi awal untuk membangun awareness dengan indikator-indikator :

• X2.1 = Warna iklan yang menarik perhatian.

• X2.2 = Tipografi iklan yang menggambarkan informasi dengan jelas.

• X2.3 = Keunikan tagline, kesesuaian tata letak yang mudah dibaca atau dilihat.

- Variabel kedua : Kekuatan iklan dalam jangka panjang.

Dalam jangka panjang, indikator-indikator kekuatan iklan adalah conveying brand image (Citra Black Canyon Coffee) : memaparkan kepada sejumlah target audience mengenai citra perusahaan/merek, yaitu Black Canyon Coffee, dengan indikator-indikator :

1. Variabel X3 = Fungsional Black Canyon Coffee (Aaker, 1996) :

• X3.1 = Tempat bertemu bisnis dan keluarga.

• X3.2 = Tempat hang-out yang asyik.

• X3.3 = Restoran keluarga.

(25)

2. Variabel X4 = Attaching emotional values to the brand (Aaker, 1996) : menanamkan nilai-nilai emosional melalui merek kepada sejumlah target audience, dengan indikator-indikator :

• X4.1 = Nikmat

• X4.2 = Fun

• X4.3 = Fleksibel

• X4.4 = Refreshing

• X4.5 = Elegan

3. Variabel X5 = Creating self-actualization values to the brand (Aaker, 1996) : menciptakan pemenuhan kebutuhan aktualisasi diri dari sejumlah target audience melalui iklan, dengan indikator-indikator aktualiasasi diri melalui ekspresi-ekspresi identitas diri (Aaker, 1996) :

• X5.1 = Citra Western

• X5.2 = Citra Eastern

• X5.3 = Kepribadian Modern

• X5.4 = Kepribadian Profesional

• X5.5 = Kepribadian Unik

• X5.6 = Kepribadian Global

- Variabel ketiga : Kekuatan respon terhadap iklan (Variabel Y).

Kekuatan respon terhadap iklan diukur melalui kombinasi panjang respon dan lebar respon yang dikemukakan oleh Simamora (2003), dengan model tahapan keputusan pembelian konsumen dalam tahapan AIDCA. Penjabarannya adalah sebagai berikut :

1. Panjang respon ada lima, dengan item-item variabel sebagai berikut :

• Y1 = Attention.

• Y2 = Interest.

• Y3 = Desire.

• Y4 = Conviction,dan

• Y5 = Action.

2. Lebar respon sebesar tiga pada masing-masing indikator panjang respon, dengan ukuran-ukuran sebagai berikut :

(26)

• Lebar respon pada tahapan attention : Tidak memperhatikan (lebar = 0), Cukup memperhatikan (Lebar = 1), Memperhatikan (lebar = 2), Sangat memperhatikan (lebar = 3).

• Lebar respon pada tahapan interest : Tidak tertarik (lebar = 0), Cukup tertarik (lebar = 1), Tertarik (lebar = 2), Sangat tertarik (lebar = 3).

• Lebar respon pada tahapan desire : Tidak berhasrat (lebar = 0), Cukup berhasrat (lebar = 1), Berhasrat (lebar = 2), Sangat berhasrat (lebar = 3).

• Lebar respon pada tahapan conviction : Tidak yakin (lebar = 0), Antara yakin dan tidak yakin (lebar = 1), Yakin (lebar = 2), Sangat yakin (lebar = 3).

• Lebar respon pada tahapan action : Belum membeli (lebar = 0), Pernah membeli (lebar = 1), Membeli secara teratur (lebar = 2), Membeli secara teratur dan merekomendasikan kepada orang lain (lebar = 3)

10.3.3. Deskripsi Data 10.3.3.1. Jenis Data

Churcil dan Brown (2004) mengkategorikan data riset kedalam dua bagian utama, yaitu secondary dan primary data.

Secondary data, merupakan data inisial yang telah ada, baik itu berupa data yang berasal dari dalam perusahaan yang meliputi sales reports, order reports, ataupun data yang berasal dari luar perusahaan misalnya dari perpustakaaan bisnis, dalam bentuk data statistik pemerintah atau formal reports dari lembaga perdagangan.

Primary data, merupakan jenis data yang diperoleh secara spesifik untuk riset yang sedang dijalankan, terutama untuk memperoleh informasi yang tidak dapat tersedia sebelumnya. Biasanya data primer diperoleh melalui teknik observasi, ataupun penyebaran kuesioner, baik itu melalui telepon, faksimili, atau direct-contact dengan audience yang dituju.

Jenis data yang mendukung riset penulis adalah jenis primary, yang dikumpulkan dengan teknik penyebaran kuesioner. Skala pengukuran yang dipakai adalah jenis interval, yang dijelaskan dalam bagan berikut ini :

(27)

Bagan 10.3. Skala Pengukuran

Sumber : olahan penulis, Basic Marketing Research, Churcil & Brown, Scales of Measurements, p. 323

Skala pengukuran interval seringkali digunakan untuk mengukur sikap konsumen (consumer attitudes) dan merupakan skala pengukuran yang paling sering digunakan dalam sebuah riset pemasaran (Churcil dan Brown, 2004).

Menurut Simamora (2004), skala interval memiliki kekuatan yang lebih dari skala nominal dan ordinal, karena ada kejelasan antara jarak satu kategori dengan kategori lainnya, dan jarak tersebut merupakan jarak satu satuan yang sama.

Dalam penelitian ini skala pengukuran persepsi konsumen terhadap iklan diukur dalam skala jenis interval dengan menggunakan teknik simmated rating-Likert Scale. Skala ini banyak dipakai karena skala ini memberikan peluang kepada responden untuk mengekspresikan perasaan mereka dalam bentuk persetujuan atau agreement terhadap suatu pernyataan/pertanyaan. Pertanyaan yang diberikan dibuat berjenjang, mulai dari tingkat terendah sampai tertinggi. Pilihan jawaban bisa tiga, lima, tujuh, sembilan, dan harus ganjil.

Penjabaran skala pengukuran dalam penelitian ini dibagi ke dalam dua kategori :

- Untuk pengukuran persepsi audiens, digunakan skala summated ratings-Likert scale, dengan pernyataan pernyataan dari Sangat Tidak Setuju (nilai =1), Tidak Setuju (nilai =2), Netral (nilai =3), Setuju (nilai =4), hingga Sangat Setuju (nilai =5).

(28)

- Untuk pengukuran respon audiens, digunakan skala summated ratings-Likert scale dengan modifikasi pada penilaian pilihan jawaban audiens sesuai dengan panjang dan lebar respon pada definisi operasional variabel yang telah dijelaskan sebelumnya.

Dengan pengumpulan data dalam skala interval, Black Canyon Coffee dapat melihat sejauh mana persepsi konsumen membentuk brand image, apakah sesuai/tidak dengan brand’s value proposition yang telah dicanangkan sebelumnya. Secara spesifik, dapat diartikan bahwa skala interval dapat menggambarkan tingkat kesetujuan/ketidaksetujuan konsumen dalam mempersepsikan brand image Black Canyon Coffee melalui event marketing yang dijalankan.

10.3.3.2. Sumber Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan teknik survei (Simamora, 2004). Data diperoleh dengan mengumpulkan respon target audience terhadap pertanyaan-pertanyaan melalui sebuah kuesioner self-administered questionnaires, dimana responden membaca sendiri dan menjawab pertanyaan- pertanyaan yang tercantum di dalamnya. Desain kuesioner dapat dilihat pada Lampiran.

10.3.3.3. Metode Sampling

Sampling dilakukan oleh penulis dengan teknik judgmental (Simamora, 2004). Teknik ini merupakan bentuk non-probability sampling dimana elemen populasi dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan (judgment) dari peneliti.

Untuk mengurangi bias dalam mengambil sampel, penulis merekomendasikan tiga kriteria utama yang menjadi syarat-syarat elemen dalam sebuah sampel representasi dari populasi yaitu :

- Mengetahui keberadaan Black Canyon Coffee.

- Mengetahui jenis promosi yang telah dijalankan sebelumnya oleh Black Canyon Coffee.

- Pernah mengunjungi Black Canyon Coffee.

(29)

Ketiga syarat tersebut merupakan bagian dari proses screening responden agar menjadi sampel representatif yang layak untuk memberikan opini dalam bentuk pilihan jawaban atas kuesioner yang diajukan peneliti.

Simamora (2004) memberikan gambaran yang sangat jelas mengenai definisi populasi yang juga merupakan elemen yang penting dalam hal pengambilan sampel penelitian sebagai berikut : populasi adalah sekumpulan satuan analisis. Target populasi adalah sekumpulan satuan pengamatan atau objek yang memiliki informasi yang dibutuhkan peneliti. Target populasi harus didefinisikan secara jelas dengan memperhatikan unit sampling, elemen, tingkatan (extent), atau skop (scope), dan waktu. (Simamora, 2004).

Populasi dalam penelitian ini adalah total jumlah pengunjung per bulannya di Black Canyon Coffee. Populasi ini diasumsikan memenuhi syarat- syarat elemen yang diajukan penulis setidaknya pada dua kategori yaitu mengetahui keberadaan Black Canyon Coffee dan pernah mengunjungi Black Canyon Coffee. Populasi ini berjumlah 1600 pengunjung Black Canyon Coffee.

Penulis mendeskripsikan jumlah sampel yang akan diteliti, yang dijabarkan sebagai berikut :

- Total population adalah sebanyak 1600 orang pengunjung Black Canyon Coffee yang berdomisili di Surabaya.

- Actual respondents, diambil sebanyak 120 orang.

10.3.4. Metode Analisis

Data yang sudah terkumpul perlu dianalisis terlebih dahulu agar peneliti memperoleh informasi dari data mentah (raw data) yang ada, untuk kepentingan pengambilan keputusan dari hasil analisis tersebut.

Menurut Simamora (2004), analisis dapat dipandang sebagai pengurutan, pengelompokan ke dalam bagian-bagian yang berhubungan, dan manipulasi data untuk memperoleh jawaban atas masalah penelitian. Dalam analisis data dilakukan konversi atau pemindahan data menajdi pernyataan-pernyataan deskriptif tentang variabel atau hubungan antar-variabel yang diukur. Pengukuran atau analisis data dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain dengan ilmu pengetahuan maupun seni, dengan intuisi maupun pertimbangan informal, dengan

(30)

judgment ataupun perhitungan statistik, yaitu secara manual maupun dengan bantuan alat uji statistik melalui program SPSS ataupun program lainnya yang dianggap memiliki kemampuan setara untuk menganalisis data mentah. Kemudian dilakukan interpretasi hasil analisis data yaitu pengambilan kesimpulan tentang hubungan antar-variabel tersebut (Simamora, 2004)

Proses analisis data juga melewati serangkaian tahapan dimana dalam penelitian di Black Canyon Coffee ini dijabarkan ke dalam tahapan-tahapan proses pengeditan data, proses pengodean data, proses entry data, proses analisis data, dan interpretasi hasil analisis data.

10.3.4.1. Tahap Pengeditan Data

Merupakan proses pengecekan untuk memastikan bahwa data yang akan diolah bukan merupakan data yang tidak valid (diisi dengan keadaan tidak sadar oleh responden), juga data harus konsisten, dan dapat dipertanggungjawabkan, misalnya pengisian tingkat umur yang melebihi karakteristik demografi yang diinginkan (screening umur), ataupun pengisian jawaban sebanyak dua kali dalam satu pertanyaan. Proses pengeditan data yang telah dikumpulkan untuk penelitian terhadap Black Canyon Coffee ini telah melewati proses screening yang menunjukkan tidak adanya data useless (tidak dapat digunakan/diolah), karena telah memenuhi seluruh karakteristik demografi yang diinginkan (terutama pada screening umur - tidak melewati umur 35 tahun, dan screening kualifikasi responden – semua responden telah memenuhi syarat-syarat elemen mengetahui keberadaan, mengetahui jenis promosi, dan pernah berkunjung ke Black Canyon Coffee).

10.3.4.2. Tahap Pengodean Data (Coding).

Merupakan proses memberikan simbol pada pertanyaan maupun pilihan jawaban responden. Proses pengodean data mentah dalam penelitian Black Canyon Coffee ini dijabarkan sebagai berikut :

a. Variabel Y = Keputusan Pembelian, dengan indikator-indikator : - Y1 = Attention

- Y2 = Interest

(31)

- Y3 = Desire - Y4 = Conviction - Y5 = Action

b. Variabel X1 = Isi Pesan Iklan, dengan indikator-indikator : - X1.1 = Informasi Produk

- X1.2 = Informasi Lokasi

c. Variabel X2 = Daya Tarik Iklan, dengan indikator-indikator : - X2.1 = Warna

- X2.2 = Tipografi - X2.3 = Slogan - X2.4 = Layout Iklan

d. Variabel X3 = Functional BCC, dengan indikator-indikator : - X3.1 = Meeting Point

- X3.2 = Hangout Place - X3.3 = Family Restaurant

e. Variabel X4 = Emotional Values BCC, dengan indikator-indikator : - X4.1 = Nikmat

- X4.2 = Fun - X4.3 = Fleksibel - X4.4 = Refreshing - X4.5 = Elegan

f. Variabel X5 = Self Expressive BCC, dengan indikator-indikator : - X5.1 = Western

- X5.2 = Eastern - X5.3 = Modern - X5.4 = Profesional - X5.5 = Unik - X5.6 = Global

10.3.4.3. Tahap Input Data (Data Entry)

Merupakan proses memasukkan data ke dalam alat input yaitu program- program pengolahan data statistik, dalam penelitian ini dibuat pada program SPPS

(32)

Ver. 15 for Windows. Proses input data dilakukan setelah proses rekap hasil kuesioner yang telah melewati proses screening untuk diinput ke dalam program tersebut.

10.3.4.4. Tahap Analisis Data

Proses analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan tahapan- tahapan Uji Validitas dan Reliabilitas data, Analisis Deskriptif, kemudian uji pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y dalam model regresi linear berganda. Penjabaran metode Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Analisis Deskriptif, dan Uji Pengaruh dalam model Regresi Linear Berganda akan dibahas secara mendetil pada sub-bab 10.4.4. Deskripsi Prosedur Analisis.

10.3.4.5. Tahap Interpretasi Hasil Analisis

Hasil analisis data yang ada dijabarkan dalam model-model statistika yaitu dalam tabel-tabel statistik yang seringkali sulit dipahami tanpa adanya interpretasi yang memadai. Interpretasi hasil analisis data dalam penelitian ini dijelaskan lebih mendetil pada sub-bab 10.4.2. Laporan Hasil Penelitian.

10.4. Analisis Data

10.4.1. Deskripsi Prosedur Analisis

Prosedur analisis data dilakukan melalui tahapan sebagai berikut :

- Uji validitas dan reliabilitas data, dimaksudkan untuk mengukur ketepatan atau keakuratan instrumen pertanyaan dalam kuesioner untuk mengeliminasi pertanyaan yang tidak valid atau tidak tepat untuk mengukur tujuan penelitan, dan juga untuk mengukur konsistensi butir-butir pertanyaan dalam kuesioner melalui indeks reliabilitas Alpha Cronbach untuk mengukur konsistensi pemahaman responden terhadap instrumen pertanyaan dalam kuesioner agar sama baik dari responden yang satu terhadap yang lainnya dan dalam kurun waktu yang berbeda pula. Uji validitas dan reliabilitas dimaksudkan pula untuk menghemat waktu, biaya, dan tenaga pada saat pengumpulan data, karena pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner yang tidak valid akan bersifat useless dan membuang waktu, biaya, dan tenaga yang tidak akan

(33)

menghasilkan informasi apapun. Uji validitas dan reliabilitas ini dibahas secara detail beserta perhitungannya pada bab 10.4.1.1. Validitas dan Reliabilitas Data.

- Analisis Deskriptif, merupakan transformasi data mentah ke dalam bentuk- bentuk yang mudah dipahami atau diinterpretasikan. Analisis deskriptif ini merupakan analisis pendahuluan, bertujuan untuk mengetahui karakteristik setiap variabel dalam sampel. Hasil analisis ini dijabarkan ke dalam tabel- tabel frekuensi dari setiap variabel yang telah melewati proses pengodean data.

- Uji Hipotesis, dilakukan untuk mengukur pengaruh variabel-variabel bebas (seluruh variabel ataupun sebagian variabel X) terhadap variabel terikat (variabel Y).

10.4.2. Laporan Hasil Penelitian 10.4.2.1. Uji Validitas Data

Berdasarkan hasil analisis pada 30 responden awal dengan taraf nyata sebesar 5 % (α = 0.05), dengan kriteria pengujian item valid apabila r-hitung lebih besar dari r-tabel produk momen, pengujian validitas pada lampiran output SPSS, yang diperoleh ditampilkan pada tabel di bawah ini :

Kriteria penerimaan :

*nilai Sig. (2-tailed) dalam tabel korelasi bivariat (valid jika lebih kecil dari taraf nyata).

**nilai r hitung Pearson Correlation (valid jika r hitung lebih besar dari r-tabel.

Tabel 10.1. Uji Validitas Variabel Keputusan Pembelian (Y)

Indikator Signifikansi Taraf Nyata α = 0.05

Koefisien Korelasi (r-hitung)

r-Product Moment (r-

tabel) Keterangan

Attention 0.000* Lebih kecil 0.708 0.361 Valid

Interest 0.000* Lebih kecil 0.718 0.361 Valid

Desire 0.000* Lebih kecil 0.794 0.361 Valid

Conviction 0.000* Lebih kecil 0.669 0.361 Valid

Action 0.000* Lebih kecil 0.710 0.361 Valid

Sumber : Lampiran 8.

(34)

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari lima butir pertanyaan dalam variabel Keputusan Pembelian lebih besar dari nilai r-tabel, dengan demikian lima butir pertanyaan tersebut telah valid.

Tabel 10.2 Uji Validitas Variabel Isi Pesan Iklan (X1)

Indikator Signifikansi

Taraf Nyata α = 0.05

Koefisien Korelasi (r-hitung)

r-Product Moment

(r-tabel) Keterangan

Informasi Produk

0.000* Lebih kecil

0.882 0.361 Valid

Informasi Lokasi

0.000* Lebih kecil

0.843 0.361 Valid

Sumber : Lampiran 8

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari dua butir pertanyaan dalam variabel Isi Pesan Iklan lebih besar dari nilai r-tabel, dengan demikian dua butir pertanyaan tersebut telah valid.

Tabel 10.3 Uji Validitas Variabel Daya Tarik Iklan (X2)

Indikator Signifikansi

Taraf Nyata α = 0.05

Koefisien Korelasi (r-hitung)

r-Product Moment (r-

tabel)

Keterangan

Warna 0.000* Lebih kecil 0.891** 0.361 Valid Tipografi 0.006* Lebih kecil 0.493** 0.361 Valid

Slogan 0.000* Lebih kecil 0.891** 0.361 Valid Layout Iklan 0.315 Lebih besar 0.190 0.361 Tidak Valid

(dihilangkan)

Sumber : Lampiran 8

Tabel diatas menunjukkan bahwa koefisien korelasi (r-hitung) dari butir pertanyaan keempat dalam variabel Daya Tarik Iklan lebih kecil dari r-tabel, dengan demikian butir pertanyaan tersebut dinyatakan tidak valid. Ketiga butir pertanyaan yang lain telah valid dengan nilai r-hitung lebih besar dari r-tabel produk momen.

(35)

Tabel 10.4. Uji Validitas Variabel Functional BCC (X3)

Indikator Signifikansi

Taraf Nyata α = 0.05

Koefisien Korelasi (r-hitung)

r-Product Moment

(r-tabel) Keterangan

Meeting Point

0.000* Lebih kecil

0.903** 0.361 Valid

Hangout Place

0.000* Lebih kecil

0.739** 0.361 Valid

Family Restaurant

0.000* Lebih kecil

0.780** 0.361 Valid

Sumber : Lampiran 8

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari ketiga butir pertanyaan dalam variabel Fungsi BCC lebih besar dari nilai r-tabel, dengan demikian dua butir pertanyaan tersebut telah valid.

Tabel 10.5 Uji Validitas Variabel Emotional Values BCC (X4)

Indikator Signifikansi

Taraf Nyata α = 0.05

Koefisien Korelasi (r-hitung)

r-Product Moment (r-

tabel)

Keterangan

Nikmat 0.000* Lebih kecil

0.830** 0.361 Valid

Fun 0.000* Lebih

kecil

0.725** 0.361 Valid

Fleksibel 0.217 Lebih besar

0.232 0.361 Tidak Valid (dihilangkan)

Refreshing 0.000* Lebih

kecil

0.732** 0.361 Valid

Elegan 0.247 Lebih besar

0.218 0.361 Tidak Valid (dihilangkan)

Sumber : Lampiran 8

Tabel diatas menunjukkan bahwa nilai r-hitung dari butir pertanyaan ketiga dan kelima pada variabel Emotional Values BCC lebih kecil dari r-tabel produk momen, maka butir pertanyaan ini dinyatakan tidak valid. Selain itu,

Gambar

Tabel 10.1. Uji Validitas Variabel Keputusan Pembelian (Y)
Tabel 10.2 Uji Validitas Variabel Isi Pesan Iklan (X1)
Tabel 10.5 Uji Validitas Variabel Emotional Values BCC (X4)
Tabel 10.6.  Uji Validitas Variabel Self Expresive BCC (X5)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nilai Suhu Permukaan Laut berdasarkan hasil olahan dengan citra Landsat 8 di pesisir pantai Kabupaten Demak memiliki suhu yang alami yaitu pada kisaran 26 – 32

Setelah melakukan observasi dan wawancara kepada bagian manager dan administrasi pada PT Sinar Baja Hutama, ditemukan beberapa permasalahan yang terjadi pada saat proses

Sebagaimana yang kita sedia maklum bahawa para pelajar Sarjana Pendidikan yang diambil untuk mengajar di Politeknik oleh Kementerian Pendidikan Teknik dan Vokasional yang dilatih

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa serat sabut kelapa dapat digunakan sebagai media filtrasi untuk mengurangi kandungan minyak

Mengenai tujuan pengaturan diatur dalam Pasal 1 yang menyebutkan bahwa, Protokol Tambahan ini bertujuan untuk memberikan kontribusi terhadap konservasi dan

KEPALA KEPOLISIAN RESOR BOGOR KASAT LANTAS. AJUN KOMISARIS

Tindakan yang dilakukan tersebut merupakan kebenaran, yang juga berarti ketidakpastian objektif sebab apa yang diyakini sebagai kebenaran tidak mutlak menutup suatu

Powell () Semakin besar harga Log K kompleks' ion semakin mudah terelusi, sehingga mudah keluar daTi kolom. Semakin besar konsentrasi unsur dalam umpan, kurva