• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENELITIAN TERDAHULU

Menurut Tamara dkk., (2020), kebijakan program KRPL dilaksanakan di Desa Ciganjeng, Kecamatan Padaherang, Kabupaten Pangandaran oleh Kelompok Mekar Bayu Taruna Tani. Menggunakan studi kasus Kelompok Mekar Bayu Taruna Tani Desa Ciganjeng Kecamatan Padaherang Kabupaten Pangandaran dipilih dengan sengaja karena Kelompok Mekar Bayu Taruna Tani merupakan kelompok pertama yang menerima dana pemerintah pada tahun 2018 untuk melaksanakan program KRP.

Purposive sampling digunakan untuk mengidentifikasi responden, dengan total 20 dari 40 anggota Kelompok Mekar Bayu Taruna Tani masih aktif terlibat dalam pelaksanaan program KRPL. Penelitian ini berbentuk uraian deskriptif tentang peristiwa-peristiwa yang terjadi secara teratur. Pelaksanaan KRPL berhasil, namun kondisi alam seperti cuaca terkadang menghambatnya. Tingkat keberhasilannya juga tidak cukup tinggi karena responden hanya menanam untuk bercocok tanam, menurut hasil, karena program dijalankan secara berkelanjutan. Keadaan ini tidak dapat menutupi beban konsumsi pangan sayuran, hanya saja kondisi ini dapat mengurangi beban kebutuhan pokok mereka untuk membeli bumbu-bumbuan minimal 2.000 rupiah per hari.

Kajian selanjutnya dilakukan oleh Kusnadi (2019), yang menemukan bahwa pemerintah suatu negara harus memfokuskan kebijakan pangannya pada peningkatan ketersediaan pangan agar dapat memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat di suatu wilayah. Oleh karena itu, dalam rangka membangun cadangan yang cukup, pemerintah telah melaksanakan program peningkatan keanekaragaman, keseimbangan gizi, dan keamanan konsumsi pangan masyarakat, yaitu Peraturan Presiden P2KP Nomor 22 Tahun 2009. Pembangunan berkelanjutan dicapai melalui P2KP (Program Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan). Melalui Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan, hal ini diwujudkan atau diwujudkan. Meskipun Desa Cinta Mekar Kabupaten Serangpanjang telah

(2)

15

melaksanakan Program Kawasan Rumah Pangan Lestari di Desa Cinta Mekar Kabupaten Serangpanjang secara maksimal, namun pelaku pelaksana dan kondisi lingkungan belum maksimal, dan penyedia (desa) belum mendukung. program.

Tyas (2019) melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan program KRPL di Desa Merjosari Kota Malang. Kota Malang memiliki dinamisator di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, sedangkan Kelurahan Merjosari bertindak sebagai fasilitator, sesuai dengan temuan penelitian Keberlanjutan pangan dan pemberdayaan masyarakat merupakan tujuan dari kelompok tani KRPL Kenanga.

Meski program KRPL di Desa Merjosari, Kecamatan Lowokwaru, Kota Malang berjalan dengan lancar, namun pelaksanaan program di lapangan masih menemui kendala. Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dilaksanakan melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program. Dengan memanfaatkan lahan dan pekarangan di sekitar rumah dengan lebih baik, Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) berharap dapat memberikan kontrol yang lebih besar kepada keluarga dan masyarakat terhadap bagaimana pangan dan gizi diproduksi dan didistribusikan.

Pemberdayaan kelompok tani KRPL Kenanga didukung oleh keterlibatan masyarakat dan kesadaran masyarakat. Kurangnya pelatihan dan pendampingan bagi anggota KRPL Kenanga menjadi penghambat kemajuan kelompok.

Penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2017) menjelaskan bahwa Kebijakan Percepatan Diversifikasi Konsumsi Pangan (P2KP) pada dasarnya adalah untuk mengurangi ketergantungan pada beras hal ini disebabkan beralih fungsi sawah yang mengubah fungsi bangunan berupa perumahan dan pabrik serta menggantikan beras sebagai karbohidrat dengan kentang, ubi jalar, ubi ungu, talas, sukun, jagung, atau pisang selain itu juga dengan penggantian sumber makanan pokok dengan jenis lain diharapkan dapat meningkatkan kualitas gizi, serta mengoptimalkan luas pekarangan melalui Model Taman Rumah Tangga (KRPL) untuk menjamin ketersediaan sayuran segar untuk konsumsi sendiri atau dijual per kelompok, dari KRPL Hal ini menunjukkan manfaat yang diterima warga yang dapat menghemat pengeluaran rumah tangga, sehingga menghasilkan keluarga yang berkurang beban sekitar Rp. 150.000,- hingga 250.000,- / bulan. Optimalisasi program pemanfaatan pekarangan dapat meningkatkan partisipasi masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan

(3)

16

pertanian khususnya, dan keterlibatan peran perempuan yang tergabung dalam kelompok dapat memberikan pendapat mulai dari tahap perencanaan sampai implementasi, dapat berinovasi dengan teknologi bidang pertanian.

Implementasi KRPL dalam aspek perbenihan, pengelolaan areal, dan kelembagaan dikaji oleh Sirnawati dkk pada tahun 2015 (Sirnawati et al). Ada 340 desa dari 10 provinsi di Sumatera yang disurvei dengan teknik kualitatif. Wilayah yang dijadikan model pelaksanaan KRPL di Sumatera (m-KRPL) merupakan unit analisis dalam penelitian ini. Seluruh sampel unit 340 m-KRPL diambil sampelnya menggunakan metode sensus. Untuk mengumpulkan informasi, survei surat digunakan.

Ditemukan 10 variabel dari 36 variabel yang berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan KRPL di pulau Sumatera, antara lain sumber benih, ketersediaan benih, jumlah Rumah Pangan Lestari (RPL), rotasi tanaman, integrasi tanaman dan peternakan, konservasi pangan lokal, pemanfaatan tanaman, administrasi, dan pelibatan oportunis. Masa depan KRPL bergantung pada pemeriksaan benih/bibit yang cermat, rotasi tanaman, dan pemanfaatan produk, serta keterlibatan pemangku kepentingan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Suhardi et al., 2021) Mengingat produktivitas lahan pertanian yang semakin menurun, langkah apa yang akan diambil untuk memastikan bahwa keluarga petani memiliki cukup pangan untuk menopang diri mereka sendiri. Sampai saat ini pekarangan petani belum dimanfaatkan dengan baik untuk menanam tanaman pangan. Dengan memanfaatkan lahan pekarangan untuk kegiatan diversifikasi pangan dan pemberdayaan masyarakat yang berkelanjutan, masalah ini dapat teratasi. Tujuan dari kegiatan pendekatan pemberdayaan ini adalah untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat, terlepas dari keterbatasannya.

Peningkatan populasi membutuhkan lebih banyak produksi pangan dan lebih banyak pembangunan perumahan. Konversi lahan akan terpengaruh oleh hal ini. Seiring bertambahnya jumlah penduduk dan alih fungsi lahan pertanian, berbagai upaya dilakukan untuk memastikan ketersediaan pangan selalu tersedia. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk membantu para petani memanfaatkan lahan mereka dengan lebih baik. Diharapkan masyarakat petani dapat bercocok tanam di pekarangan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sayuran keluarganya sebagai hasil dari inisiatif ini.

Untuk melaksanakan kegiatan ini akan diberikan penyuluhan dan pendampingan setiap

(4)

17

bulan selama tiga bulan. Proyek pengabdian masyarakat telah menunjukkan bahwa warga memanfaatkan pekarangan mereka dengan baik. Sayur-sayuran yang ditanam di pekarangan tidak hanya untuk konsumsi pribadi, tetapi sebagian juga dapat dijual di pasar. 30 rumah tangga berpartisipasi dalam kegiatan ini, dan masing-masing dapat memenuhi kebutuhan makanan mereka untuk sayuran seperti sawi dan bayam serta konsumsi tomat dan cabai.

Penelitian P2L (Program Food Court Berkelanjutan) mengkaji pemberdayaan masyarakat sebagai sarana untuk menjamin hak konstitusional warga negara atas ketahanan pangan, dan persoalan hukum yang diangkat adalah terpenuhi atau tidaknya hak tersebut. Penelitian empiris dengan fokus kualitatif adalah pendekatan yang dilakukan di sini. Taman Kelurahan Taman Kota Madiun menjadi fokus penelitian ini, dan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data meliputi observasi, wawancara, dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan menggunakan analisis data interaktif.

Menurut temuan penelitian ini, program P2L (Sustainable Food Court) dapat membantu pemenuhan hak konstitusional warga negara atas ketahanan pangan. Selain untuk memastikan bahwa keluarga memiliki cukup makanan untuk dimakan, program ini memberikan kesempatan bagi masyarakat untuk mendapatkan pengalaman berharga, pengetahuan, dan makanan yang bernilai gizi dan ekonomi tinggi. Implementasi di seluruh pemerintah direkomendasikan untuk memastikan bahwa semua keluarga memiliki akses yang sama terhadap ketahanan pangan, menurut temuan penelitian ini.

Berdasarkan penelitian terdahulu diatas yang membedakan dengan penelitian yang dilakukan yaitu penelitian ini dilakukan saat masa pandemic COVID-19 dan juga P2L tarakan yang termasuk program P2L terunggul di wilayah Kalimantan utara, pembeda selanjutnya terletak pada subjek penelitian. Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepala atau pegawai Pemerintah Kota Tarakan serta kepala atau pegawai Dinas Pangan, Pertanian dan Perikanan Kota Tarakan, yang mengetahui program Pekarangan Pangan Lestari untuk ketersediaan pangan di masa pandemi covid 19. Selain itu, perbedaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu yaitu terletak pada metode penelitian yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif, terutama dalam implementasi program Pekarangan Pangan Lestari

(5)

18

(P2L) dalam meningkatkan ketersediaan pangan pada masa pandemi Covid 19 di Kota Tarakan.

B. KERANGKA TEORI 1. Implementasi Kebijakan

Secara etimologi, implementasi berasal dari Bahasa Inggris “to implement”

yang artinya pelaksanaan dan penerapan. Untuk mencapai tujuan kebijakan, pelaksana mendistribusikan keluaran kebijakan (deliver policy output) kepada khalayak yang dituju (the intended audience). Dapat tidaknya suatu kebijakan dicapai dengan menggunakan sarana untuk mengimplementasikannya tergantung pada implementasi kebijakan yang harus memiliki objek. Dengan kata lain, implementasi kebijakan pada hakekatnya adalah proses mewujudkan kebijakan menjadi tindakan, yang artinya merupakan penjabaran dari rencana menjadi kenyataan (Fazry, 2019).

Ketika sesuatu memiliki dampak atau efek pada sesuatu, itu perlu dilaksanakan.

Undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan, dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga pemerintah dalam kehidupan bernegara merupakan contoh tindakan yang mempunyai dampak atau akibat. Implementasi mengacu pada tindakan yang diambil oleh individu/pejabat atau pemerintah atau kelompok swasta untuk mencapai tujuan yang digariskan oleh keputusan kebijakan. Menurut pandangan Van Meter dan Van Horn bahwa implementasi adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh seorang individu atau sekelompok individu, pejabat, kelompok pemerintah, atau organisasi swasta, dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan dari suatu keputusan tertentu.

Semua warganya terpengaruh oleh pekerjaan yang dilakukan lembaga-lembaga ini.

Meskipun undang-undang mengamanatkan tugas-tugas tertentu untuk instansi pemerintah, sulit bagi mereka untuk menentukan apa yang harus dan tidak boleh dilakukan (Wahab, 2008:65).

Secara teori, implementasi kebijakan adalah suatu cara dimana suatu kebijakan dapat mencapai tujuannya. Menggunakan berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik untuk mengimplementasikan kebijakan, implementasi kebijakan berfungsi sebagai alat administrasi hukum. Oleh karena itu, implementasi mengacu pada tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Dalam

(6)

19

membuat kebijakan, pemerintah harus terlebih dahulu menentukan apakah akan berdampak negatif bagi masyarakat sebelum menerapkannya. Pada akhirnya, tujuannya adalah untuk memastikan bahwa suatu kebijakan tidak merugikan masyarakat (Winarno, 2014: 90).

Bagi Mazmanian dan Sebastiar, "implementasi" berarti menerapkan keputusan kebijakan mendasar, baik dalam bentuk undang-undang atau perintah eksekutif atau keputusan pengadilan. Menurut Mazmanian dan Sebastier, implementasi adalah pelaksanaan kebijakan dasar berupa undang-undang, serta keputusan atau keputusan penting badan peradilan. Menyusul pengesahan undang-undang dan keluaran kebijakan selanjutnya berupa keputusan implementasi, proses implementasi ini dilakukan sampai dengan dan termasuk pada titik perbaikan kebijakan yang bersangkutan (Wahab, 2008:68).

Secara teori, mengimplementasikan suatu kebijakan adalah cara untuk mencapai tujuannya. Implementasi kebijakan, sebagaimana didefinisikan oleh Lester dan Stewart, adalah alat administrasi hukum di mana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik berkumpul untuk menjalankan kebijakan guna mencapai dampak atau tujuan yang diinginkan, seperti yang dikemukakan oleh Winarno dalam artikelnya.

Oleh karena itu, implementasi mengacu pada tindakan pemerintah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan. Namun, pemerintah juga harus mempertimbangkan apakah kebijakan tersebut akan berdampak negatif bagi masyarakat sebelum mengambil keputusan. Pada akhirnya, tujuannya adalah agar suatu kebijakan tidak merugikan masyarakat (Winarno, 2014:101).

Ada dua cara untuk mengimplementasikan suatu kebijakan: secara langsung dalam bentuk program atau melalui turunan perumusan kebijakan atau policy derivatives. Akibatnya, ada dua cara untuk mengimplementasikan kebijakan yang dijelaskan oleh Nugroho, yang satu diimplementasikan secara langsung dalam bentuk program, dan yang lainnya adalah dengan merumuskan kebijakan untuk mengimplementasikannya (Nugroho, 2010:67).

Proses mewujudkan kebijakan publik menjadi tindakan yang kritis. Agar kebijakan atau program memiliki efek yang diinginkan atau mencapai tujuannya, itu harus dipraktikkan. Jika suatu kebijakan tidak dilaksanakan, maka tidak ada nilainya.

(7)

20

Dengan tidak adanya implementasi yang optimal, bahkan rencana terbaik untuk kebijakan publik tidak akan berarti apa-apa selain renungan akademis. Dalam hal penerapan kebijakan, tidak mungkin memisahkannya dari proses pembuatannya.

Pemolisian dimulai dengan perumusan kebijakan dan diakhiri dengan pelaksanaannya.

Dengan kata lain, tahapan implementasi suatu kebijakan sangat mempengaruhi hasil akhirnya, baik dari segi keberhasilan maupun dampak (Alfia Lutfi, 2016).

Strategi implementasi adalah serangkaian kegiatan terencana dan bertahap yang dilakukan oleh instansi pelaksana sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh otoritas yang berwenang, menurut Hidayatika (2019). Implementasi kebijakan dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan publik. Implementasi tidak dapat berhasil atau gagal jika tujuan dan metode program tidak didefinisikan dan diukur dengan jelas sebelum diterapkan.

2. Sumber daya dari pembuatan kebijakan pemerintah. Dana atau insentif lain yang mendorong dan memfasilitasi pelaksanaan yang efektif adalah salah satu sumber yang dimaksud.

3. Komunikasi organisasi dan kegiatan implementasi keduanya penting. Jika ada komunikasi yang jelas di antara para pelaksana, maka pelaksanaannya akan berjalan lancar.

4. Fitur lembaga pelaksana. Terdapat korelasi yang kuat antara struktur birokrasi dengan karakteristik lembaga pelaksana. Keberhasilan suatu implementasi kebijakan tergantung pada kualitas struktur birokrasi.

5. Implementasi kebijakan dapat dipengaruhi oleh faktor ekonomi, sosial, dan politik.

6. Kecenderungan pelaksana

7. Kebijakan hanya seefektif pelaksananya, dan efektivitasnya berkorelasi langsung dengan seberapa kuat kecenderungannya sebagai individu.

Setiap implementasi kebijakkan juga memiliki strategi kebijakan sehingga dapat diklasifikasikan menurut karakteristik berbeda yang perlu dipertimbangkan dan ditetapkan dalam desain kebijakan pemerintahan (Mozaffarian et al., 2018). Namun, implementasi kebijakkan terkadang ditunjang oleh beberapa aktivasi program inovasi

(8)

21

yang berbeda dalam sistem Pemerintah Daerah yang sama juga dapat memungkinkan untuk membandingkan sehubungan dengan hasil yang mereka peroleh, sehingga memungkinkan evaluasi efektivitas kebijakan alternatif untuk mendukung inovasi (Castelnovo & Simonetta, 2007).

Jika implementasi suatu kebijakan tidak direncanakan dan dipersiapkan dengan baik, maka tujuan kebijakan publik tidak akan tercapai, menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III (George Edward III, 1980:1). Sebaik apapun implementasi suatu kebijakan direncanakan dan dipersiapkan, tujuan dari kebijakan tersebut tidak akan tercapai jika kebijakan itu sendiri tidak dirumuskan dengan baik. Akibatnya, untuk mencapai tujuan kebijakan, pertimbangan dan perencanaan yang matang harus masuk ke dalam perumusan dan implementasi kebijakan. Komunikasi, sumber daya, karakter/sikap, dan struktur birokrasi (Edward III, 1980:1) merupakan variabel penting dalam implementasi, menurut evaluasi Edward terhadap implementasi. Keempat faktor ini beroperasi secara simultan dan saling berinteraksi. Seperti yang digambarkan pada gambar, faktor- faktor ini berinteraksi dengan cara yang kompleks.

Gambar 2. 1 Empat Faktor yang berpengaruh terhadap Implementasi Kebijakan Publik George C. Edward III

Keempat variabel tersebut berdampak pada cara kebijakan publik dijalankan.

Sebagai akibat dari faktor komunikasi, sikap, tindakan atau perilaku pelaku kebijakan, Komunikasi

Struktur

Sumber daya

Sikap

Implementasi

(9)

22

dan pelaksanaan pekerjaan semuanya dipengaruhi oleh pemahaman atau pemahaman yang sama. Terlepas dari nama yang diberikan kepadanya, faktor sumber daya sangat penting untuk keberhasilan implementasi kebijakan. Tidak akan ada implementasi kebijakan yang tepat tanpa sumber daya yang memadai. Sikap para pelaksana yang disebut juga dengan faktor disposisi berkaitan dengan patuh atau tidaknya mereka terhadap kebijakan yang telah ditetapkan. Sedangkan pembagian kerja, wewenang, dan tanggung jawab dalam struktur birokrasi akan berdampak pada pencapaian tujuan kebijakan. Sangat penting bahwa kebijakan yang dibuat untuk mencapai tujuan ini dilaksanakan semaksimal mungkin. Merupakan tanggung jawab Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi/Kabupaten/Kota untuk melaksanakan kebijakan ini sesuai dengan keunikan karakteristik masing-masing masyarakat setempat.

Berdasarkan penelitian ini, penulis telah mengidentifikasi empat faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, sebagaimana diuraikan di atas:

a. Agar suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan sukses, pelaksana harus tahu persis apa yang harus dilakukan dan bagaimana mengkomunikasikan tujuan dan sasaran kebijakan kepada khalayak sasaran. Mendefinisikan komunikasi sebagai proses penyampaian informasi dari komunikator kepada penerima Tujuan dan sasaran kebijakan juga harus dikomunikasikan untuk mengurangi kesalahan dalam implementasi kebijakan selama komunikasi implementasi kebijakan. Transformasi (transmisi), kejelasan (clarity), dan konsistensi adalah semua dimensi komunikasi kebijakan (consistency). Aspek transformasional meniscayakan adanya transformasi kebijakan publik untuk kepentingan pelaksana kebijakan, khalayak sasaran, dan pemangku kepentingan lainnya.

Untuk memastikan bahwa pembuat kebijakan, kelompok sasaran, dan pihak lain yang memiliki kepentingan langsung atau tidak langsung dalam kebijakan dapat dengan jelas memahami tujuan, sasaran, dan sasarannya, dimensi kejelasan mengharuskan kebijakan dikomunikasikan dengan jelas.

(10)

23

b. Sumber Daya, Keberhasilan atau kegagalan suatu proyek dipengaruhi oleh sejumlah faktor, termasuk sumber daya manusia. Dalam melaksanakan kebijakan, sumber daya manusia (aparat), serta kemampuan untuk melakukan tugas, rekomendasi, dan perintah dari atasan sangat penting, demikian pula kemampuan untuk melaksanakan kebijakan (pemimpin). Karena itu, sumber daya manusia harus seimbang dalam hal jumlah karyawan yang dibutuhkan dan tingkat keahlian yang mereka miliki relatif terhadap tugas yang mereka tangani. Setelah adanya sumber daya manusia, keterbatasan anggaran yang tersedia menyebabkan kualitas pelayanan kepada publik yang harus diberikan kepada masyarakat menjadi terbatas pula.

Sebagai akibat dari anggaran yang terbatas, disposisi para aktor menjadi rendah, bahkan mungkin mengalihkan fokus mereka dari tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Menurut Edward III,

“equipment resources is the means used to mengoperasionalkan implementasi suatu kebijakan”, yang meliputi bangunan, tanah, dan fasilitas, yang kesemuanya akan memudahkan penyediaan jasa dalam proses implementasi kebijakan. Kebijakan gagal diimplementasikan karena fasilitas peralatan yang tidak memadai, sehingga sulit untuk memperoleh informasi yang akurat, tepat, dan dapat diandalkan. Hal ini terutama bermasalah ketika datang untuk mengimplementasikan akuntabilitas. Agar berhasil mengimplementasikan suatu kebijakan, penting untuk memiliki informasi yang tepat dan wewenang yang tepat untuk melakukannya. Untuk menghindari kesalahpahaman tentang bagaimana melaksanakan implementasi kebijakan, mereka yang bertugas melaksanakannya harus memiliki akses informasi tentang kemauan atau kemampuan berbagai pemangku kepentingan.

Sumber daya lain yang berdampak pada implementasi kebijakan adalah otoritas. Menurut Edward III, kewenangan suatu institusi (otoritas) untuk mengambil keputusan sendiri akan mempengaruhi implementasi institusi terhadap suatu kebijakan yang dimiliki oleh

(11)

24

institusi tersebut. Meskipun isi kebijakan telah dikomunikasikan dengan jelas dan konsisten, namun jika pelaksana kekurangan sumber daya untuk mengimplementasikannya, maka implementasinya akan gagal. Sumber daya manusia, seperti kompetensi pelaksana, dan sumber daya keuangan adalah dua contoh dari sumber daya tersebut.

c. Watak pelaksana, atau watak dan sifat, meliputi hal-hal seperti komitmen, kejujuran, dan watak demokratis. Implementasi suatu kebijakan dapat berhasil jika pelaksana memiliki sikap yang positif.

Implementasi suatu kebijakan dianggap tidak efektif jika orang yang ditugasi menjalankannya memiliki pola pikir atau cara pandang yang berbeda dengan pembuat kebijakan. Disposisi dipengaruhi oleh tiga faktor: pengetahuan (kognisi), pemahaman dan pemahaman kebijakan, arah di mana mereka merespons (penerimaan, netralitas) atau penolakan (penerimaan, netralitas), dan intensitas. Pengetahuan merupakan faktor penting dalam mempengaruhi disposisi, karena dapat membantu dalam pelaksanaan jika aparatur memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi. Pemahaman dan pendalaman juga dapat membantu dalam pembuatan dan implementasi rencana implementasi yang selaras dengan tujuan yang ingin dicapai. Keberhasilan implementasi juga dapat ditentukan oleh respon masyarakat, karena hal ini dapat menentukan apakah masyarakat menerima atau menolak.

d. Struktur Organisasi Pelaksanaan Kebijakan Birokrasi sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi yang bertugas melaksanakannya.

Semua implementasi kebijakan paling sering ditangani oleh struktur birokrasi. Implementasi suatu kebijakan sangat dipengaruhi oleh struktur organisasi yang bertugas melaksanakannya. Standard Operating Procedure (SOP) dan fragmentasi merupakan dua aspek dari struktur organisasi. Red tape, berupa prosedur birokrasi yang terlalu berbelit-belit dan memakan waktu, merupakan akibat dari struktur organisasi yang panjang sehingga melemahkan pengawasan.

(12)

25

Standard Operating Procedure (SOP) ini berfungsi sebagai pedoman bagi para pelaksana kebijakan dalam menjalankan tugasnya.

Fragmentasi dari luar organisasi merupakan faktor lain yang mempengaruhi struktur birokrasi, selain SOP. Sebagaimana digariskan oleh Edwards (dalam Winarno, 2014:181) sebagai sumber daya yang esensial, meliputi orang-orang yang akan melaksanakan pekerjaan, wewenang yang akan mereka miliki, dan fasilitas yang mereka miliki untuk menuangkan ide-ide mereka di atas kertas. Ada dua ciri utama struktur birokrasi, Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Fragmentasi, menurut Winarno (2014:203). Sebagai akibat dari keterbatasan waktu dan sumber daya pelaksana serta kebutuhan akan keseragaman dalam pekerjaan organisasi yang besar dan kompleks, maka muncullah standar operasional prosedur (SOP). Akibat tekanan dari luar unit birokrasi, seperti komite legislatif dan kelompok kepentingan pejabat eksekutif dan konstitusi negara, serta sifat kebijakan, telah terjadi fragmentasi.

Selain pembahasan Edward III tentang implementasi kebijakan, Van Meter dan Van Horn (Wahab, 2008:79) juga memberikan daftar faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi:

a. Ukuran dan tujuan kebijakan

Untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut dilaksanakan sesuai dengan program yang direncanakan, diperlukan langkah-langkah dan tujuan.

b. Sumber-sumber kebijakan

Keberhasilan proses implementasi kebijakan dipengaruhi oleh penggunaan sumber daya manusia, biaya, dan waktu, yang semuanya berdampak pada sumber daya kebijakan. Agar kebijakan pemerintah berhasil, ia harus bergantung pada sumber-sumber kebijakan tersebut. Sumber daya manusia sangat penting karena mereka adalah penggerak dan pelaksana kebijakan, dan modal diperlukan untuk memastikan bahwa proses kebijakan tidak melambat. Sementara itu, karena waktu

(13)

26

merupakan pendukung keberhasilan kebijakan, maka waktu menjadi faktor penting dalam implementasinya. Kemampuan pemerintah untuk merencanakan dan melaksanakan kebijakan dipengaruhi oleh jumlah waktu yang tersedia.

c. Ciri-ciri atau sifat badan/instansi pelaksana

Sifat atau karakteristik badan atau instansi pelaksana kebijakan dapat menunjukkan keberhasilan kebijakan tersebut. Agar implementasi kebijakan publik menjadi efektif, ia harus memiliki karakteristik yang tepat dan sesuai dengan lembaga yang bertanggung jawab untuk melaksanakannya. Sebagaimana dikemukakan oleh Subarsono (2008:7), tingkat pendidikan, kompetensi di bidangnya, pengalaman kerja, dan integritas moral para pelaku semuanya mempengaruhi kualitas implementasi suatu kebijakan.

Pandangan alternatif adalah Edwards III (Subarsono, 2008: 91), yang berpendapat bahwa karakter dan karakteristik pelaksana itu penting. Ini termasuk hal-hal seperti dedikasi, kejujuran, dan rasa keadilan dan demokrasi. Hal ini penting karena kinerja implementasi sangat dipengaruhi oleh sifat atau karakteristik pelaksana. Pembuat kebijakan dapat yakin bahwa pelaksana akan melakukan pekerjaan yang sangat baik jika pelaksana memiliki sifat atau karakteristik yang diinginkan.

d. Komunikasi antar organisasi terkait dengan kegiatan-kegiatan pelaksanaan Koordinasi implementasi kebijakan yang berkelanjutan sangat bergantung pada komunikasi yang efektif. Salah satu aspek paling mendasar dari implementasi kebijakan adalah praktik mengkomunikasikan informasi dan membangun struktur administrasi, menurut Hogwood dan Gunn (Wahab, 2008).

Ada beberapa dimensi komunikasi kebijakan, antara lain: dimensi transformasi atau penyampaian informasi kebijakan publik, kejelasan, dan konsistensi, menurut Edward III (Widodo, 2010:97) Kesalahan lebih kecil kemungkinannya terjadi ketika pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi berkomunikasi dan berkoordinasi secara efektif.

e. Sikap para pelaksana

Struktur birokrasi, norma dan pola hubungan merupakan ciri para pelaksana, menurut Van Meter dan Van Horn (Widodo 2010:101). Sikap disiplin sangat

(14)

27

dibutuhkan oleh para pelaksana kebijakan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Hal ini dilakukan karena dapat mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan, dan setiap instansi/lembaga pelaksana kebijakan harus merasa bertanggung jawab atas tugasnya masing-masing berdasarkan rencana yang telah ditetapkan.

f. Lingkungan ekonomi, sosial, dan politik.

Menurut Van Meter dan Van Horn (Agustino, 2008: 144), sejauh mana lingkungan eksternal mendukung keberhasilan kebijakan publik yang ditetapkan, lingkungan eksternal adalah ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi ekonomi, sosial, dan politik di mana sebuah proyek diimplementasikan juga memainkan peran dalam keberhasilannya.

2. Pekarangan Pangan Lestari (P2L)

Program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL) dilaksanakan oleh Badan Ketahanan Pangan (BKP) sejak 2010 hingga 2019. Diversifikasi pangan, seperti menanam pangan di pekarangan rumah, merupakan keniscayaan berdasarkan Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang mengamanatkan bahwa negara menyediakan pangan yang aman, terjangkau, bermutu, dan bergizi seimbang bagi masyarakat. Pekarangan Pangan Lestari atau disingkat P2L berganti nama pada tahun 2020 dalam upaya menjangkau lebih banyak perempuan petani yang mengolah kebutuhan sehari-hari keluarganya (Anggun Rifay Fentria, Sapja Anantanyu, 2020).

Kelompok masyarakat mengolah pekarangan sebagai sumber pangan berkelanjutan untuk meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan serta pendapatan, sesuai dengan Pedoman Teknis Bantuan Pemerintah untuk Kegiatan Kebun Pangan Berkelanjutan (P2L) Badan Ketahanan Pangan (2021). Berikut ini adalah tujuan dari swasembada pangan:

1. Membantu keluarga dalam memenuhi kebutuhan gizi dan kesehatan mereka melalui peningkatan akses ke berbagai macam makanan bergizi.

(15)

28

2. Pasokan makanan yang berorientasi pasar dapat membantu meningkatkan pendapatan rumah tangga.

Merupakan upaya peningkatan ketersediaan, aksesibilitas dan pemanfaatan pangan bagi rumah tangga sesuai dengan kebutuhan gizi yang beragam, seimbang dan aman serta berorientasi pasar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga melalui kegiatan food yard yang berkelanjutan. kegiatan food yard berkelanjutan dilakukan dengan menggunakan pendekatan pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable farming), pemanfaatan sumber daya lokal, partisipasi masyarakat (community engagement), dan pendekatan berorientasi pemasaran (go to market).

Kegiatan food yard berkelanjutan berbasis masyarakat meliputi kegiatan pembibitan, demplot, penanaman, dan kegiatan pasca panen, serta pemasaran, untuk membudidayakan berbagai tanaman. Lahan yang tidak terpakai dan/atau tidak produktif dapat digunakan untuk kegiatan food yard berkelanjutan. Ini termasuk properti yang berdekatan dengan rumah/bangunan tempat tinggal dan fasilitas umum, dan tanah yang dimiliki oleh individu atau organisasi swasta. Melalui tahapan growth, development, dan coaching, dilaksanakan kegiatan food yard berkelanjutan 2020.

Bappenas telah menetapkan kabupaten/kota prioritas untuk pengurangan stunting dan daerah rawan pangan atau stabilisasi ketahanan pangan berdasarkan peta Kerentanan Ketahanan Pangan (FSVA) sebagai kegiatan tahap pertumbuhan. Dana bantuan pemerintah pada tahap pertumbuhan ini dibagi menjadi tiga zona: zona 1, Rp.

50.000.000, zona 2, dan zona 3, Rp. 60.000.000 dan Rp. 75.000.000 masing-masing.

Berdasarkan perbedaan harga antar wilayah, baik untuk fasilitas pembangunan pembibitan dan pengembangan demplot, maupun biaya operasional dan fasilitas dan/atau bahan pendukung lainnya, dilakukan pembagian zonasi. Pembibitan, demplot, penanaman, serta pasca panen dan pemasaran merupakan bagian dari kegiatan tahap pertumbuhan.

Kelompok food yard berkelanjutan yang tidak bekerja dan kelompok food yard berkelanjutan yang bekerja dibentuk selama kegiatan tahap pengembangan. Kegiatan kelompok pekarangan pangan berkelanjutan non pekerja tahun 2020 ini merupakan tindak lanjut dari kawasan rumah pangan berkelanjutan non kerja yang dikembangkan pada tahun 2019. Kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan kapasitas

(16)

29

pembibitan, serta melaksanakan posko - kegiatan panen dan pemasaran di demplot dan penanaman. Sebagai tindak lanjut dari kawasan food house kerja berkelanjutan yang dikembangkan pada tahun 2019, kegiatan untuk tahap pengembangan tahun 2020 kelompok food yard kerja berkelanjutan. Perbaikan peternakan (unggas), penanaman, dan demplot dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan suplai dan pemasaran.

pangan Sebagai bagian dari Sustainable Food Yards Initiative, telah dialokasikan Rp 15.000.000 kepada 2.100 kelompok food yard berkelanjutan di 34 provinsi untuk tahap pembangunan dan non pengembangan kegiatan food yard berkelanjutan. Saat ini, pemerintah pusat hanya memantau perkembangan produksi pangan berkelanjutan di 33 provinsi yang masih dalam tahap pembangunan pada 2019.

Di antara inisiatif Kementerian Pertanian Indonesia adalah Pekarangan Pangan Lestari (P2L) (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2012). Pemerintah dan Kementerian Pertanian bersinergi dalam Pekarangan Pangan Lestari (P2L) untuk meningkatkan ketahanan pangan dan gizi keluarga. Dengan demikian, program ini diharapkan dapat membantu kesejahteraan ekonomi keluarga. Pekarangan Pangan Lestari (P2L) adalah program yang bertujuan untuk mendidik siswa tentang isu-isu lingkungan dan mendorong mereka untuk mempraktikkan pengetahuan baru mereka (Sholehah et al., 2016). Pengadaan Sustainable Food Court sangat penting, mengacu pada faktor-faktor seperti lahan yang memadai dan terwujudnya program desa yang berkelanjutan. Program Ketahanan Pangan di Desa Tangguh selama pandemi COVID- 19 dicapai melalui Kebun Pangan Lestari dan Pangan Lestari. (Asmoro BT, Utomo AK, Chasanah M, 2020).

Mengembangkan Food Court Berkelanjutan (P2L) dikatakan telah membantu rumah tangga petani menjadi mandiri pangan dan gizi serta memberikan sumber pendapatan tambahan bagi keluarga yang terlibat. Karena itu harapannya, pengembangan Sustainable Food Court (P2L) akan berdampak positif bagi rumah tangga dan bisnis pedesaan. Program Kebun Pangan Berkelanjutan (P2L) didasarkan pada keyakinan bahwa ketahanan pangan nasional harus dimulai dari ketahanan pangan rumah tangga. Tradisi lama di daerah pedesaan adalah penggunaan halaman belakang untuk bercocok tanam untuk kepentingan keluarga. Hingga saat ini, lahan pekarangan digunakan terutama sebagai pengisi waktu luang dan untuk memenuhi kebutuhan

(17)

30

pangan rumah tangga Indonesia. Selain untuk memenuhi kebutuhan gizi dan pangan rumah tangga, lahan pekarangan yang digunakan untuk tanaman pangan, tanaman sayuran, tanaman buah-buahan, tanaman biofarmasi, peternakan, dan ikan dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga jika dirancang dan direncanakan dengan baik.

Sebagai upaya mengurangi konsumsi beras, pemanfaatan lahan pekarangan dimaksudkan untuk meningkatkan konsumsi sumber pangan lokal yang bergizi, seimbang, dan beragam guna meningkatkan pemanfaatan lahan pekarangan. Sementara itu, pemanfaatan lahan pekarangan untuk komoditas pertanian bernilai tinggi berpotensi meningkatkan pendapatan rumah tangga pedesaan (Purwantini et al., 2012).

Dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga, kegiatan P2L dilakukan untuk meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan untuk mendukung program pemerintah yang menyasar lokasi prioritas intervensi pengurangan stunting. Pekarangan, lahan kosong, dan lahan kosong digunakan sebagai penghasil pangan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan gizi rumah tangga, serta orientasi pasar untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga. Dalam rangka meningkatkan ketersediaan, aksesibilitas, dan pemanfaatan pangan sekaligus menghasilkan pendapatan, food court berkelanjutan (P2L) melibatkan kelompok masyarakat yang bekerja sama untuk menanam pangan di pekarangan mereka sendiri.

Menanam dan memanen sayuran merupakan bagian dari kegiatan P2L yang dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat sekitar untuk menanam pangan sendiri. Berbagai setting, seperti asrama, pondok pesantren untuk anak muslim, rumah susun, dan tempat ibadah, dapat digunakan untuk kegiatan P2L, termasuk tanah yang tidak terpakai atau kurang dimanfaatkan, tanah kosong yang berdekatan dengan jenis bangunan atau fasilitas umum lainnya. Dengan bantuan pendekatan seperti pembangunan pertanian berkelanjutan (SAD), pemanfaatan sumber daya lokal seperti kearifan lokal, pemberdayaan masyarakat (community engagement) dan orientasi pasar, upaya dilakukan untuk mencapai kegiatan tersebut (Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, 2021).

Untuk memperoleh P2L perlu mempertimbangkan beberapa faktor, antara lain ketersediaan lahan yang cukup dan pelaksanaan program desa yang tangguh. Dengan memanfaatkan pekarangan yang ramah lingkungan untuk menanam pangan, KRPL

(18)

31

mengupayakan swasembada sekaligus melestarikan sumber daya genetik lokal (tanaman, ternak, ikan) dan memastikan kelangsungan hidup jangka panjang dalam bentuk pembibitan desa untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. makhluk. Untuk kegiatan P2L, sasarannya adalah meningkatkan jumlah dan ragam pangan yang dapat diakses oleh rumah tangga, serta jumlah pangan yang dapat dimakan tanpa takut terkontaminasi. Pasokan makanan berorientasi pasar adalah cara lain untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga (Asmoro BT, Utomo AK, Chasanah M, 2020).

Meski P2L sudah ada sejak lama, namun kegiatan mereka masih sebatas mengisi waktu luang, terutama dengan menanam tanaman untuk kebutuhan sehari-hari di pekarangan rumah. Ada banyak manfaat yang bisa diperoleh dari upaya ini, termasuk peningkatan gizi dan peningkatan pendapatan rumah tangga. Model P2L merupakan salah satu dari sejumlah model pertanian yang dikembangkan untuk memaksimalkan produksi pangan di lahan kecil. Menghasilkan karya ini terkait dengan kebutuhan akan pangan, keinginan untuk hidup nyaman di perkotaan, dan apresiasi terhadap seni.

Rencana pengembangannya, beragam tanaman hortikultura, termasuk tanaman biofarmasi, harus ditanam di setiap rumah. Kegiatan ini juga berfungsi sebagai jasa lingkungan (ecological service) dan membantu menjaga ketahanan pangan nasional dengan memperluas lahan garapan. Pelatihan dan pendampingan P2L serta pola hidup sehat diberikan sebagai bagian dari model kegiatan ini. Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja, kegiatan pelatihan dirancang untuk mengajarkan bagaimana menjaga lingkungan yang sehat dan membantu kebutuhan rumah tangga. Tujuan dari proyek ini adalah untuk menghasilkan pendapatan tambahan bagi keluarga dengan mengembangkan tanah yang belum dikembangkan di lingkungan tersebut. Selain ramah lingkungan, produk pertanian yang dihasilkan juga berkontribusi terhadap program ketahanan pangan nasional karena bersifat organik (Amir Hamzah, 2016).

Masyarakat akan menghadapi krisis pangan akibat penurunan aktivitas pertanian. Bersama-sama, kita harus mengatasi masalah ketahanan pangan. Bukan hanya pemerintah; masyarakat juga merupakan pendukung utama. Unit terkecil dari suatu komunitas, keluarga, merupakan titik awal penerapan konsep pangan berkelanjutan pada lahan pekarangan. Anda dapat menggunakan halaman belakang

(19)

32

tidak hanya untuk mempercantik dan mendinginkan rumah Anda, tetapi juga untuk meningkatkan situasi keuangan keluarga Anda. Sebagian besar pekarangan memiliki berbagai tanaman yang dapat digunakan untuk menyediakan makanan, obat-obatan, dan produk perawatan kecantikan. Pekarangan saat ini sedang ditanami tanaman seperti ubi jalar, singkong, pisang, dan jagung untuk memastikan keluarga memiliki cukup makanan dalam menghadapi pandemi Covid-19 (Thesiwati, 2020).

Salah satu cara terbaik untuk memberi makan keluarga Anda adalah dengan menggunakan halaman Anda sebagai sumber produksi pangan. Ketersediaan pangan sebagai sumber karbohidrat, protein, vitamin, dan mineral bagi keluarga dapat dipenuhi melalui pemanfaatan lahan pekarangan dengan intensifikasi budidaya berbagai jenis tanaman, ternak, dan ikan. Selain itu, jika hasil kegiatan ini melebihi kebutuhan pangan keluarga, maka pengeluaran keluarga akan berkurang dan pendapatan mereka akan meningkat. Pandemi Covid-19 mengharuskan adanya taman di halaman belakang untuk menjamin ketahanan pangan dan gizi. Keanekaragaman hayati tanaman, iklim mikro, limpasan air, kualitas air, dan kesehatan manusia adalah beberapa dari banyak jasa ekosistem yang dapat ditingkatkan melalui berkebun di rumah. Sebagai akibat dari pandemi, semakin banyak orang, terutama di daerah perkotaan, yang bercocok tanam di petak pangan mereka sendiri. Masyarakat memiliki lebih banyak waktu luang berkat kebijakan work-at-home (WFH) Covid-19 bagi ASN dan swasta, yang mengurangi jam kerja, menghilangkan PHK, mengurangi kebosanan dan stres, serta mengurangi atau menghilangkan pendapatan rumah tangga. Selain dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, hasil pekarangan ini juga dapat digunakan untuk meningkatkan kekebalan tubuh mereka dalam upaya mencegah penularan Covid-19, seperti menanam sayuran dengan cepat atau mendiversifikasi pola makan mereka (Suhartini et al., 2020).

Mengembangkan pekarangan dengan cara yang paling mendukung kegiatan sehari-hari masyarakat adalah sebuah pilihan. Strategi yang dipikirkan dengan matang sangat penting untuk membuka potensi penuh halaman. Manajer yang menggunakan pekarangan dengan cara ini akan menuai hasil dari program yang dipikirkan dengan matang. Sudah menjadi praktik umum bagi pemerintah untuk mengadakan TOGA, juga dikenal sebagai "apotek hidup", di halaman karena kedekatannya dengan aktivitas

(20)

33

masyarakat sehari-hari dan ketersediaan makanan untuk konsumsi rumah tangga. Food Court Berkelanjutan dikembangkan Kementerian Pertanian sebagai salah satu cara untuk memaksimalkan pemanfaatan ruang pekarangan (P2L). Warga Pekarangan Pangan Lestari (P2L) mengolah pekarangan secara intensif untuk menjamin ketersediaan bahan pangan yang berkualitas dan beragam untuk keluarga mereka.

Program Kebun Pangan Berkelanjutan mendorong warga untuk menanam tanaman pangan mereka sendiri, serta peternakan dan perikanan skala kecil, di halaman belakang mereka sendiri melalui program ini. Sebuah terobosan telah dilakukan dalam menghadapi perubahan iklim melalui pemanfaatan pekarangan untuk mendukung ketersediaan dan keragaman pangan. Orang dapat menanam makanan di rumah tidak peduli seberapa kecil bidang tanah mereka, berkat teknik berkebun vertikal (Oka, I., Darmawan, Dwi., Astiti, 2016).

Sistem pertanian perkotaan yang tidak memakan banyak ruang dapat membantu memanfaatkan pekarangan kecil dengan baik. Jika diatur dan dipelihara dengan benar, taman rumah bisa menjadi sumber makanan sehat yang berharga dengan harga terjangkau. Selain dapat memenuhi kebutuhan pangan dan gizi keluarga, wisma yang dirancang dan direncanakan dengan baik juga dapat meningkatkan pendapatan rumah tangga. Pemberdayaan kelompok tani perempuan dapat digunakan untuk melaksanakan kegiatan pemanfaatan lahan pekarangan berdasarkan prinsip Pangan Lestari (P2L).

Upaya pemberdayaan perempuan petani dilakukan dengan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan melalui kegiatan penyuluhan secara rutin. Sebagai bagian dari proses penyuluhan, Anda akan mendapatkan informasi tentang cara membuat Kebun Pangan Lestari (P2L), belajar cara beternak berbagai jenis tanaman (termasuk hortikultura), beternak (termasuk ikan), dan mengolah makanan menggunakan pertanian berkelanjutan (Amalllia Sari Pratama Putri, Siswoyo, 2020).

3. Ketersediaan Pangan

Agar suatu rumah tangga memiliki ketahanan pangan, salah satu subsistem yang harus dipenuhi adalah ketersediaan pangan. Komponen kunci dari ketahanan pangan keluarga secara keseluruhan adalah memastikan bahwa mereka memiliki akses ke makanan yang cukup ketika mereka membutuhkannya. Kemampuan seseorang untuk

(21)

34

memperoleh pangan dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain produksi sendiri, impor pangan, cadangan pangan, dan bantuan pemerintah (Santi & Andrias, 2015). Jika produksi dalam negeri dan cadangan pangan nasional tidak mencukupi, impor mungkin diperlukan untuk memenuhi permintaan. Dalam memperkirakan jumlah makanan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, perhatikan persediaan bahan pokok rumah tangga biasa. Hanya makanan berbasis beras yang tersedia sebagai sumber bahan pokok yang diteliti dalam penelitian ini. Upaya untuk memenuhi ketersediaan pangan pokok rumah tangga meliputi produksi dan pembelian hasil pertanian serta pemberian dari pihak lain dan masyarakat miskin serta pinjaman dari lumbung dikurangi hasil pertanian yang dijual.(Mariyani et al., 2017).

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi negara untuk perorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata dan terjangkau, dan tidak bertentangan dengan agama, kepercayaan, dan budaya masyarakat, agar dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Komponen kunci dari ketahanan pangan keluarga secara keseluruhan adalah memastikan bahwa mereka memiliki akses ke makanan yang cukup ketika mereka membutuhkannya. Kemampuan seseorang untuk memperoleh pangan dapat berasal dari berbagai sumber, antara lain produksi sendiri, impor pangan, cadangan pangan, dan bantuan pemerintah (Santi & Andrias, 2015).

Kecukupan beras, tanaman, ternak, dan ikan hanyalah beberapa contoh dari apa yang dimaksud dengan “ketersediaan pangan yang cukup”. Ketahanan pangan merupakan sistem ekonomi pangan yang bertingkat yang terdiri dari beberapa subsistem. Ketersediaan pangan yang cukup dan kemampuan anggota masyarakat untuk memperoleh pangan merupakan dua komponen utama ketahanan pangan, dan hanya bila kedua komponen tersebut ada maka kesehatan dan kesejahteraan masyarakat dapat terjamin. Ketersediaan, aksesibilitas, dan stabilitas harga pangan semuanya dipengaruhi oleh ketahanan pangan (Arifin, 2005). Selain itu, Dewan Ketahanan Pangan (DKP) dan Program Pangan Dunia (WFP) telah mengembangkan tiga indikator ketahanan pangan, yaitu ketersediaan, akses, dan penggunaan pangan, yang dikelompokkan menjadi satu. Faktor ekonomi, fisik, dan sosial semuanya berperan

(22)

35

dalam kerawanan pangan. Pendapatan, kesempatan kerja, dan harga semuanya berperan dalam kemampuan seseorang untuk berpartisipasi dalam perekonomian.

Dalam hal preferensi pangan, akses fisik lebih penting daripada akses sosial (distribusi dan infrastruktur). Penyerapan makanan, di sisi lain, mengacu pada proses di mana makanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, energi, dan lingkungan dasar seseorang. Efisiensi penyerapan makanan tergantung pada pengetahuan rumah tangga dan individu, sanitasi dan ketersediaan air, fasilitas dan layanan kesehatan, serta layanan konseling gizi dan penitipan anak (Hanani, 2009). Penyerapan makanan mengacu pada konsumsi makanan oleh rumah tangga dan kemampuan individu untuk memetabolisme dan menyerap nutrisi (Mun’im, 2012).

Dalam memperkirakan jumlah makanan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan konsumsi rumah tangga, perhatikan persediaan bahan pokok rumah tangga biasa. Hanya makanan berbasis beras yang tersedia sebagai sumber bahan pokok yang diteliti dalam penelitian ini. Upaya untuk memenuhi ketersediaan pangan pokok rumah tangga meliputi produksi dan pembelian hasil pertanian serta pemberian dari pihak lain dan masyarakat miskin serta pinjaman dari lumbung dikurangi hasil pertanian yang dijual. Untuk mempertahankan gaya hidup sehat dan aktif, orang membutuhkan sejumlah kalori, yang harus tersedia. Ketika datang untuk memastikan setiap orang memiliki akses ke nutrisi yang memadai, akses pangan adalah kemampuan semua rumah tangga dan individu dengan sumber daya yang mereka miliki (Mariyani et al., 2017).

Selain memenuhi kebutuhan seluruh penduduk dalam hal penyediaan pangan yang cukup dan merata, penduduk juga harus memiliki akses terhadap pangan yang mereka butuhkan untuk menjaga kesehatan dan produktivitasnya(Dewa Eka Nova, Fajri, 2017). Produksi dalam negeri dan Cadangan Pangan Nasional, serta impor jika kedua sumber utama tersebut tidak mampu memenuhi permintaan, memenuhi syarat Ketersediaan Pangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012. Cara-cara berikut dapat digunakan untuk membuat pangan tersedia:

a. Memasukkan sumber daya, institusi, dan budaya lokal ke dalam produksi pangan;

b. Meningkatkan efektivitas industri makanan

(23)

36

c. Sarana, prasarana, dan teknologi produksi pangan perlu dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan industri pangan.

d. Membangun, memulihkan, dan mengembangkan infrastruktur produksi pangan;

e. Pusat produksi pangan akan dibangun dengan menjaga dan mengembangkan lahan produktif.

Referensi

Dokumen terkait

Sosialisasi atau kampanye budaya organisasi membuthkan waktu yang tidak lama, terutama bagi para individu yang bekerja di dalamnya, apabila dikaitkan dengan teori evaluasi

Seperti yang disebutkan, close up digunakan untuk memfokuskan kamera pada wajah atau detil tertentu, maka extreme close up akan memperbesar suatu detil yang tidak mungkin kita

Penilaian terhadap kegiatan upaya kesehatan wajib puskesmas yang telah ditetapkan di tingkat kabupaten/kota dan kegiatan upaya kesehatan pengembangan dalam rangka penerapan

Hal ini seperti yang dijelaskan Komala (2015: 34) bahwa dalam memperoleh kemandirian baik secara sosial, emosi, maupun intelektual, anak harus diberikan kesempatan untuk

Primbon jawa salah satu kitab kuno peninggalan raja-raja jaman dahulu mengatakan bahwa mimpi hamil secara umum merupakan pertanda baik, namun bila kita mau melihat lebih

d. bahan yang diperbolehkan sebagai Bahan Tabir Surya sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan ini. Cara pembuatan

Dari hasil kajian dapat disimpulkasn sebagai berikut : (1) Di lihat dari gambaran pembangunan di Kabupaten Pandeglang, dilihat dari tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan

Status Informasi Formal Informasi yang Dikuasai.. Fazhari Irvansyah Sinaga irvansyah_sinaga@apps.ipb.ac.id Permohonan soft copy berkas ijazah dan transkrip nilai.. 300 8 Juli 2020