1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hakikat dari pembangunan adalah upaya untuk mewujudkan tujuan nasional bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju, sejahtera, mandiri, berkeadilan yang didasari oleh iman serta takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyebutkan hakikat pembangunan nasional yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa, menciptakan kesejahteraan umum, melindungi seluruh tumpah darah Indonesia, dan membantu melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi (Bappenas, 2000). Pembangunan adalah suatu kegiatan untuk meningkatkan derajat kesejahteraan masyarakat di segala aspek yang dilakukan dengan terencana dan berkelanjutan dengan memanfaatkan serta mengoptimalkan sumber daya yang tersedia, informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, serta memperhatikan dan menyesuaikan dengan perkembangan social (Melliana & Zain, 2013).
Sejak lama pemerintah Indonesia telah menggaungkan upaya mewujudkan cita-cita pembangunan nasional. Pembangunan nasional berdasarkan pada pembangunan Indonesia secara utuh dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya. Pada awal perumusan tolok ukur pembangunan, capaian pertumbuhan ekonomi menjadi tolok ukur untuk mengukur suatu keberhasilan pembangunan.
Namun dalam penerapannya banyak ditemukan kelemahan yaitu pertumbuhan
ekonomi yang tinggi tetapi memiliki kualitas pembangunan manusia yang rendah, tingkat kemiskinan yang tinggi serta kesenjangan sosial yang tinggi. Oleh karena itu, konsep baru kemudian terumuskan dalam mengukur pembangunan suatu negara yang berfokus pada manusia (BPS, 2012).
Pengukuran konsep pembangunan manusia menggunakan pendekatan tiga dimensi dasar manusia, yaitu 1) umur panjang dan sehat yang dilihat dari indikator harapan hidup saat lahir, 2) pengetahuan yang dilihat dari indikator harapan lama sekolah dan rata-rata lama sekolah, dan 3) standar hidup yang layak yang dilihat dari pengeluaran per kapita. Ketiga dimensi tersebut tercakup dalam suatu indeks komposit yang berwujud IPM (BPS, 2018).
IPM merupakan komponen penting dalam pembangunan sumber daya manusia (Anindyntha, Boedirochminarni, & Hadi, 2018). Kualitas pembangunan manusia dapat diukur dengan mengetahui capaian IPM di suatu daerah. IPM yang memiliki angka mendekati 100 dapat diartikan bahwa kualitas pembangunan manusia di suatu daerah semakin baik, sedangkan daerah yang memiliki angka capaian IPM yang mendekati nol maka daerah tersebut memiliki kualitas pembangunan manusia yang buruk. Untuk menilai tinggi atau rendahkan capaian IPM, dapat diketahui berdasarkan kategori berikut yaitu 1) Sangat tinggi dengan capaian IPM ≥ 80, 2) Tinggi dengan capaian 70 ≤ IPM < 80, 3) Sedang dengan capaian 60 ≤ IPM < 70 dan 4) Rendah dengan capaian IPM < 60 (BPS, 2015) .
IPM Indonesia pada tahun 2017 berada di peringkat 116 dari 189 negara di dunia dan tergolong dalam level Medium Human Development (UNDP, 2018 dalam Anindyntha, Boedirochminarni and Hadi, 2018). Indonesia harus terus
berupaya untuk meningkatkan capaian IPMnya dengan mengoptimalkan pembangunan manusia di seluruh wilayah Indonesia agar dapat mengurangi tingkat ketimpangan yang terjadi antar wilayah khususnya di daerah tertinggal agar IPM secara nasional dapat meningkat (Anindyntha et al., 2018).
Pulau Jawa memiliki Provinsi Jawa Timur yang dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia. Sebagai bagian dari Pulau Jawa yang memiliki pengaruh cukup besar terhadap perkonomian Indonesia, pada tahun 2016 Jawa Timur menyumbang terhadap PDB Nasional sebesar 14,95 persen atau 1.855,04 trilliun rupiah (BPS, 2016 dalam Palani, 2018). Meskipun demikian Jawa Timur memiliki capaian IPM yang paling rendah jika dibandingkan dengan provinsi lain yang ada di Pulau Jawa (Pramono, Wulansari, & Sutikno, 2012).
Secara administratif, wilayah Jawa Timur memiliki 38 kabupaten/kota terdiri dari 29 kabupaten dan 9 kota yang terbagi di dua pulau yaitu 34 kabupaten/kota berada di Pulau Jawa dan 4 Kabupaten berada di Pulau Madura (BPS, 2018). Berdasarkan perbandingan capaian IPM dari 38 Kabupaten/Kota sejak tahun 2010 hingga 2017, empat kabupaten yang berada di Pulau Madura memiliki capaian IPM yang rendah. Dari hal tersebut dapat diketahui bahwa proses pembangunan manusia yang terjadi di Provinsi Jawa Timur belum terlaksana secara optimal sebagaimana mestinya.
Pulau Madura terdiri dari Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Sumenep. Kabupaten yang memiliki capaian IPM yang terendah yaitu Kabupaten Sampang. Sedangkan kabupaten
yang memiliki capaian IPM tertinggi adalah Pamekasan. Jika dilihat dari posisi Kabupaten Sampang melalui Peta Pulau Madura, Kabupaten Sampang berada diantara Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Pamekasan yang keduanya memiliki status capaian IPM “SEDANG”. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa terjadi ketimpangan pembangunan di Kabupaten Sampang.
Sumber: diolah, (BPS, 2020)
Gambar 1.1 Capaian IPM kabupaten di Pulau Madura 2010-2017 Berdasarkan Gambar 1.1 Capaian IPM Kabupaten di Pulau Madura 2010- 2017 diketahui bahwa IPM dari setiap kabupaten selalu berada di bawah capaian IPM Provinsi Jawa Timur. Capaian IPM Kabupaten Bangkalan pada tahun 2010 sebesar 57,23 yang terus mengalami peningkatan sebesar 5,07 sehingga pada tahun 2017 menjadi 62,3 yang jika dikategorikan berarti IPM berstatus
“SEDANG”. Capaian IPM Kabupaten Sampang pada tahun 2010 sebesar 54,49 yang terus mengalami peningkatan sebesar 5,41 sehingga pada tahun 2017 menjadi 59,9 yang jika dikategorikan berarti IPM berstatus “RENDAH”.
Kabupaten Pamekasan memiliki capaian IPM yang tinggi disbanding yang lainnya. Pada tahun 2010 capaian IPM pada Kabupaten Pamekasan sebesar 59,37
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 Bangkalan 57,23 58,63 59,65 60,19 60,71 61,49 62,06 62,3 Sampang 54,49 55,17 55,78 56,45 56,98 58,18 59,09 59,9 Pamekasan 59,37 60,42 61,21 62,27 62,66 63,1 63,98 64,93 Sumenep 57,27 58,7 60,08 60,84 61,43 62,38 63,42 64,28 JAWA TIMUR 65,36 66,06 66,74 67,55 68,14 68,95 69,74 70,27
0 10 20 3040 50 6070 80
Axis Title
dan pada tahun 2017 menjadi 64,93 yang berarti meningkat sebesar 5,56. Jika dikategorikan, capaian IPM Kabupaten Pamekasan termasuk IPM berstatus
“SEDANG”. Capaian IPM Kabupaten Sumenep pada tahun 2010 sebesar 57,27 yang setiap tahunnya mengalami kenaikan hingga pada tahun 2017 menjadi 64,28 dengan perubahan sebesar 7,01.
Tabel 1.1 Komponen Pembentuk IPM tahun 2017
Kabupaten Rata-rata Lama Sekolah Pengeluaran per Kapita (ribuan rupiah)
Bangkalan 5,14 8192
Sampang 4,12 8352
Pamekasan 6,25 8311
Sumenep 5,22 8316
Sumber: diolah, (BPS, 2020)
Berdasarkan Tabel 1.1 Komponen Pembentuk IPM tahun 2017, terlihat bahwa Kabupaten Pamekasan memiliki capaian Rata-rata Lama Sekolah tertinggi yaitu 6,25 tahun dan Kabupaten Sampang memiliki capaian Rata-rata Lama Sekolah yang terendah yaitu 4,12 tahun. Pengeluaran Per Kapita (dalam ribuan rupiah) yang tertinggi ada pada Kabupaten Sampang sebesar 8.352 dan terendah ada pada Kabupaten Bangkalan sebesar 8.192.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan capaian IPM yang tinggi disuatu daerah tidak menjamin bahwa capaian dari setiap komponen pembentuknya tinggi pula. Contohnya Kabupaten Pamekasan pada tahun 2017 memiliki capaian IPM sebesar 64,93 tertinggi dibandingkan kabupaten lainnya.
Akan tetapi pengeluaran per kapita di Kabupaten Pamekasan masih rendah dibandingkan dengan Kabupaten Sampang. Kabupaten Pamekasan memiliki Rata- rata Lama Sekolah yang tertinggi dibandingkan yang lainnya. Sedangkan sebagai
kabupaten yang memiliki capaian IPM terendah, Kabupaten Sampang memiliki capaian Pengeluaran Per Kapita yang lebih tinggi dari Kabupaten Pamekasan.
Akan tetapi untuk Rata-rata Lama Sekolah, Kabupaten Sampang memiliki angka yang paling rendah dibanding yang lainnya. .
B. Perumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dapat dibuat rumusan masalah penelitian yaitu bagaimana pengaruh hubungan antara Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran Per Kapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia di kabupaten kepulauan Madura?
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dari penelitian ini tidak melebar, maka dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis membatasi penggunaan varibael-variabel penelitian diantaranya Rata-rata Lama Sekolah dan Pengeluaran per Kapita sebagai variabel bebas dan Indeks pembangunan Manusia sebagai variabel terikat. Lokasi penelitian dilakukan di kabupaten Kepulauan Madura yang meliputi 4 kabupaten yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan serta Sumenep. Sedangkan untuk penggunaan waktu dalam penelitian ini yaitu tahuun 2010 hingga tahun 2017.
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Dari rumusan masalah penelitian di atas dapat dibuat tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh Rata-rata Lama Sekolah (RLS) dan Pengeluaran Per Kapita terhadap Indeks Pembangunan Manusia di kabupaten kepulauan Madura.
2. Manfaat Penelitian
Dari tujan penelitian di atas dapat dibuat manfaat penelitian sebagai berikut.Bagi peneliti yaitu agar peneliti dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah didapat serta dapat mengetahui factor yang mempengaruhi indeks pembangunan manusia di setiap kabupaten yang ada di Pulau Madura.
a. Bagi institusi pemerintahan atau swasta yaitu dapat menjadi referensi dalam membuat kebijakan yang berhubungan dengan peningkatan pembangunan manusia.
b. Bagi institusi Pendidikan yaitu dapat dijadikan sebagai tambahan referensi bagi para pengajar maupun pelajar atau mahasiswa yang akan melakukan penelitian mengenai indeks pembagunan manusia.
c. Bagi masyarakat yaitu agar dapat menambah informasi mengenai indeks pembangunan manusia di Pulau Madura.