• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG DEWI AHRA NUR. Z

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG DEWI AHRA NUR. Z"

Copied!
139
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN SISTEM AKUNTANSI DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG

DEWI AHRA NUR. Z 105730370612

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MAKASSAR 2016 ABSTRAK

i

(2)

Idrus dan Muchriana Muchram)

Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap penerapan sistem akuntansi keuangan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang khususnya untuk pencatatan SPP(Surat Permintaan Pembayaran) dan RAB(Rencana Anggaran Biaya) dalam RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa) yang berasal dari pemerintah pusat yaitu dana desa apakah telah sesuai atau belem sesuai dengan sistem akuntansi.

Melalui RPJMDes inilah kita dapat melihat penggunaan dana desa yang telah di cairkan dengan melihat sumber dana yang tertera dalam SPP (Surat Permintaan Pembayaran) dan RAB (Rencana Anggaran Biaya) apakah dana yang digunakan bersumber dari dana desa yang berasal dari pemerintah pusat atau alokasi dana desa yang berasal dari pemerintah daerah.

Metode yang digunakan adalah metode deskriftif yaitu metode yang mengungkapkan, membahas masalah dengan memaparkan, menafsirkan dan menggambarkan keadaan serta perististiwa yang terjadi pada saat penelitian berlangsung sedangkan metode analisis yang digunakan adalah metode deskriftif kuantitatif yaitu menggungkapkan dan membahas masalah yang berupa angka-angka.

Hasil penelitian telah menunjukkan bahwa penerapan sistem akuntansi telah efektif sesuai dengan peraturan dan petunjuk yang telah ditetapkan oleh pemerintah akan tetapi masih ada kendala yang dihadapi oleh aparat desa Pekalobean yaitu di bagian SDMnya yang kurang memahami mengenai sistem akuntansi dan bagaimana pencatatan,pengelolahan untuk keuangan desa.

Kata kunci : Sistem Akuntansi, Dana Desa, Surat Permintaan Pembayaran (SPP) , Rencana Anggaran Biaya (RAB)

iv

(3)

“Jika kita mengalami suatu hambatan dan kegagalan, bukan berarti kita tidak mengalami perkembangan, melainkan justru kita sedang mengalami pertumbuhan yang luar biasa di dalam diri kita”

“Tidak ada kata menyerah untuk terus tumbuh

Tidak ada alasan untuk terpendam dalam keterbatasan,

Karena bagaimanapun pertumbuhan harus diawali dari kemampuan untuk mempertahankan diri dalam kondisi yang paling sulit sekalipun”

(DEWI AHRA NUR. Z)

v

(4)

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakhatu

Puji syukur yang teramat dalam atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini, salawat dan salam tetap terpanjatkan kepangkuan baginda Rasulullah Muhammad SWT, para sahabat dan sahabiah dan orang-orang yang tetap istiqomah di jalan yang di ridhohi AllahSWT .Skripsi ini di susun untuk memenuhi persyaratan mengikuti seminar skripsi dalam rangka penyelesaian studi pada Jurusan Akutansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar. Dengan Judul” Penerapan Penerapan Sistem Akutansi Keuangan Dana Desa di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang”.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini telah menyita banyak waktu, tenaga, curahan pikiran serta materi dan penulis menyadari bahwa tanpa bantuan tersebut skripsi ini tidak akan tersusun sebagaimana mestinya. Oleh karena itu,dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan hormat dan penghargaan serta terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Penghormatan dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tuaku yaitu Ayahanda Zainuddin dan Ibunda Suhani tercinta dengan penuh kasih sayang, ikhlas, memberikan motivasi dikala saya lagi susah, memberi pengertian tentang hidup ini yang penuh perjuangan dan iringan doanya tanpa harus dibalas , telah mendidik dan membesarkan serta mendorongan penulis hingga sekarang menjadi seperti ini.

vi

(5)

Muhammadiyah Makassar

3. Bapak Dr. H. Mahmud Nuhung, M.A, Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, serta para pembantu dekan yang telah kemudahan dalam rangka penyusunan skripsi ini.

4. Bapak Ismail Badollahi, SE.,M.Si selaku Penasehat Akedemik Sekaligus Ketua Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadyah Makassar yang telah membantu menulis selama menempuh perkuliahan.

5. Bapak Drs.EK.H.Ikram Idrus, M.Si sebagai pembimbing 1 yang dengan tulus memberikan nasehat bimbingan, saran, serta petunjuk selama penulis melakukan penyusunan dan penulisan skripsi ini.

6. Ibu Muchriana Muchram, SE., M.Si. AK. CA sebagai pembimbing II, yang dengan tulus dan sabar bersedia meluangkan waktunya serta petunjuk dan bimbingannya selama penulis menempuh perkuliahan di Universitas Muhammadiyah Makassar sampai pada penyusunan dan penulisan skripsi ini.

7. Saudara-saudaraku, Muh. Zulkifli.Z, Muliyati, Ahmad Amiruddin. Z, Intan Nelazari dan Muh. Ghibran Faezah atas semangat dan motivasi serta bantuannya baik berupa moril dan materi.

8. Sahabat sekaligus saudara tak sedarah dan tak serahim selama menempuh bangku kuliah Zulkifli Jamaruddin atas semangat dan bantuannya selama menulis skripsi ini.

9. Sahabat seperjuangan di kampus Rahmawati, Isra, Umrah Fatimah Ali, Ahmad Maulana Yusuf, Muhaiming, Muh. Rachmatullah, Rasma Sam, Nurjannah,

vii

(6)

disebutkan satu persatu.

10. Seluruh teman-temanku di AK 4/2012 yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang senangtiasa memberikan doa, dukungan, dan semangat selama ini. Semoga Allah memberikan kita kesempatan untuk bertemu dan bertemu kembali, serta memberikan kesuksesan bagi kita semua. Semoga tali persaudaraan itu tak pernah putus, walau wajah tak lagi bertatap tangan tak lagi bergandengan namun kenangankan tentang kalian akan selalu berada di hati.

11. Seluruh Dosen Universitas Muhammadiyah Makassar terima kasih atas bantuan dan bekal disiplin ilmu pengetahuan selama menimba ilmu di bangku kuliah.

12. Bapak/ibu Dosen serta seluruh Karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar yang telah memberikan pelayanan yang berguna dalam penyelesaian studi pada jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar.

13. Keluarga besar saya yang ada di Enrekang yang selalu memberikan motivasi untuk bisa menyelesaikan studi ini.

14. Pemerintahan Daerah Kabupaten Enrekang yang telah memberikan saya izin untuk melakukan pnelitian.

15. Aparat desa pekalobean Engkos Sinte, Safari dan Amir Pasa yang telah menerima dan membantu saya untuk menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan-kekurangan,oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun demi

viii

(7)

bermanfaat bagi pihak – pihak yng berkepentingan..

Billahi Fii Sabillil Haq....Fastabiqul Khaerat...

Wassalamu’alaikum Wr, Wb.

Makassar 10 Agustus 2016

Penulis

ix

(8)

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN... ii

ABSTRAK ... iv

MOTTO ... v

KATA PENGANTAR ... vi

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTRA GAMBAR ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 6

D. Kegunaan Penelitian... 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Akuntansi Keuangan ... 8

B. Dana Desa... 17

a. Permendesa PDTTrans Nomor 21 tahun 2015 ... 20

b. Perubahan pertama PP Nomor 60 tahun 2014 ... 29

c. Perubahan kedua PP Nomor 60 tahun 2014 ... 35

x

(9)

C. RPJMDes (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa).... 45

D. Pengelolahan Keuangan Desa ... 61

a. Keuangan Desa ... 61

b. Jenis APBDes ... 62

c. Langkah-Langkah Pengelolahankeuangan Desa ... 63

d. Pengelolahan Keuangan Desa Harus Akuntanbel ... 65

e. Prinsip Akuntansi Yang Di Gunakan ... 69

E. Kerangka Fikir ... 71

BAB III. METODE PENELITIAN A. Lokasi Dan Waktu Penelitian... 73

B. Jenis Penelitian ... 73

C. Teknik Pengumpulan Data ... 73

D. Jenis danSumber Data ... 74

1. Jenis Data……… 74

2. Sumber Data……… 74

E. Definisi variable ... 74

F. Metode Analisis Data ... 74

BAB IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Deskrifsi Singkat Lokasi Penelitian ……… ... 76

1. Sejarah Desa ……… ... 76

2. Keadaan Geografis ……… ... 76

x

(10)

4. Pemerintah Desa dan Kelembagaan Desa ……… 78

1) Aparat Desa ……… ... 78

2) Kelembagaan Desa ……… ... 79

a. Badan Pemusyarawatan Desa ……….. 79

b. Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa ……… 80

c. Kelompok Tani dan GAPOKTAN ………. 81

d. Pembinaan Kesejahteraan Desa ……… 81

e. Tim Pengelolah Kegiatan PNPM-MP ………... 82

BAB V. PEMBAHASAN dan HASIL PENELITIAN a. Surat Permintaan Pembayaran (SPP) ………. 83

b. Rencana Anggaran Biaya (RAB) ………... 86

BAB VI. KESIMPULAN dan SARAN A. Kesimpulan ……… ... 93

B. Saran ………... 94

DAFTAR PUSTAKA ……… ... 95

LAMPIRAN ... 97

xi

(11)

Nomor Tabel Halaman 1.1 Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia 83

xii

(12)

Table Teks Halaman

1.1 Pengalokasian Dana Desa 34

1.2 Kerangka Fikir 76

2.1 Struktur Pemerintahan Desa dan Aparat Desa 83

3.1 Format Surat Permintaan Pembayaran 90

3.2 Format Rencana Anggaran Biaya 92

xii

(13)
(14)
(15)
(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam era sekarang ini di setiap negara pasti membutuhkan pemerintahan yang baik atau yang biasa disebut sebagai good government governance di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Bergulirnya otonomi daerah merupakan bagian dari reformasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Melalui otonomi daerah kebijakan pemerintah pusat dalam segelintir bidang diubah menjadi kebijakan daerah termasuk kebijakan dalam pengelolahan keuangan daerah. Arus reformasi tersebut juga berpengaruh terhadap semua bidang kehidupan yang menjadi sorotan utama dalam penyelenggaraan reformasi adalah bidang birokrasi pemerintah yang menuntut beragam pengelolahan tentang pemerintah yang baik.

Berlakunya otonomi daerah pada tanggal 1 Januari 2001 melalui Undang-Undang Nomor. 2 Tahun 1999 yang telah direvisi dengan Undang-Undang Nomor. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, reformasi aspek keuangan negara baik di pemerintah pusat dan pemerintah daerah pun berlaku dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor. 25 Tahun 1999 yang telah direvisi Undang-Undang Nomor.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, tidak berhenti sampai di situ selanjutnya reformasi pengelolaan keuangan negara oleh pemerintah salah satunya ditetapkannya Undang-Undang Nomor. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dalam rangka mewujudkan kinerja pemerintah yang memuaskan berupa tata kelola pemerintahan yang baik (good government governance). Hal ini diperkuat dengan telah dilakukannya reformasi

1

(17)

manajemen keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan ditetapkannya paket undang-unadang keuangan negara yaitu Undang-Undang Nomor. 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor. 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, peraturan perundang-undangan tersebut menyatakan bahwa Gubernur / Bupati / Walikota menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah berupa laporan keuangan.

Pemerintah harus mampu menyajikan laporan keuangan yang mengandung informasi keuangan yang berkualitas. Dalam Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) dijelaskan bahwa laporan keuangan berkualitas itu memenuhi persyaratan yaitu relevan, handal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami (Peraturan Pemerintah Nomor. 71 Tahun 2010).

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor.71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) menyatakan bahwa pemerintah menyusun sistem akuntansi pemerintah mengacu kepada standar akuntansi pemerintah. Sistem akuntansi pemerintah pada tingkat pemerintah pusat diatur dengan peraturan menteri keuangan. Sistem akuntansi pemerintah pada tingkat pemerintah daerah diatur dengan peraturan Gubernur / Bupati / Walikota, mengacu pada Peraturan Daerah tentang pengelolaan keuangan daerah yang berpedoman pada Peraturan Pemerintah (Peraturan Pemerintah Nomor.71 Tahun 2010).

Standar Akuntansi Pemerintahan merupakan suatu standar penyusunan laporan keuangan milik pemerintahan yang di susun dalam bentuk prinsip- prinsip akuntansi dalam menyusun dan menyajikan laporan keuangan pemerintah. Sistem akuntansi di

(18)

Indonesia di tingkat pusat diatur oleh Peraturan Menteri Keuangan yakni Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 59/PMK.06/2005 mengenai Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, maka sistem akuntansi pemerintahan pada tingkat pemerintah daerah diatur oleh peraturan Pemerintah Nomor. 58 tahun 2005 mengenai Pengelolahan Keuangan Daerah dan juga di dukung oleh Peraturan Menteri Nomor. 59 tahun 2007 tentang Pedoman Pengelolahan Keuangan Daerah yaitu pasal 232 yang mengatur tentang Sistem Akuntansi Pemerintah dan untuk desa telah di atur dalam Undang-Undang Nomor. 6 tahun 2014 tentang Desa, tapi untuk saat ini masih di kembalikan kepada pemerintah daerah masing-masing karena untuk undang- undang ini akan di berlakukan untuk sekitar kurang lebih 78 ribu desa yang ada di seluruh Indonesia.

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah semakin mempertegas perubahan paradigm sentalisasi pemerintah ke arah desentralisasi dengan pemberian otonomi yang nyata, luas dan bertanggung jawab kepada kabupaten/kota. Azas desentralisasi yang di maksud yaitu daerah diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat di daerahnya sesuai aspirasi masyarakat di daerah tersebut (sesuai dengan keingan dan kebutuhhan masyarakat). Perubahan paradigm tersebut sekaligus merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk membuktikan kesangguoannya dalam melaksanakan urusan-urusan pemerintah local sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat local, termasuk dalam hal pemerintah desa.

Undang-undang tentang pemerintah daerah itu juga telah mengembalikan desa

(19)

kepada defenisi awal, yaitu desa atau sebutan lain didefenisiskan sebagai “kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat terjadinya demokratisasi, dalam proses memberikan pelayanan dengan cepat kepada warganya berarti telah terjadinya demokratisasi. Bila saat ini pengurusan IMB desa hanya memberikan rekomendasi, maka ke depan diharapkan desa itu sendiri sebagai pelakunya. Desa mempunyai hak mengatur dan hak menetapkan, maka keputusan-keputusan yang ada saat ini akan menjadi milik desa, berarti keuangan pun menjadi milik desa.

Pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantuan, dan evaluasi dana desa bahwa Menteri Keuangan Republik Indonesia telah mengatur kembali ketentuan tentang dana desa untuk menyesuaikan perkembangan penyelenggaraan pengelolahaan dana desa, pemerintah melakukan pengaturan kembali tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantuan, dan evaluasi dana desa. Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 247/PMK.07/2015, yang telah ditetapkan oleh ,menteri keuangan pada tanggal 28 Desember 2015.

Direktorat jenderal perimbangan keuangan melakukan penghitungan rincian dana desa untuk setiap kabupaten/kota secara berkeadilan, yang didasarkan pada dua jenis alokasi. Pertama, alokasi dasar sebesar 90%, kedua alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk desa, angka kemiskinan desa, luas wilayah desa dan tingkat kesulitan geografis desa setiap kabupaten/kota, yaitu sebesar 10%.

Pemberian dana desa merupakan wujud dari pemenuhan hak desa untuk menyelenggarakan otonomi desa agar tumbuh dan berkembang mengikuti

(20)

prtumbuhan desa itu sendiri berdasarkan keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan maysarakat.

Dana desa yang dikucurkan pemerintah pusat kepada Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang pada tahun 2015 sebesar Rp.219.777.600 (Dua Ratus Sembilanbelas Juta Tujuh Ratus Tujuh Puluh Tujuh Enam Ratus Rupiah).

Sementara untuk Alokasi Dana Desa(ADD)yang berasal dari Pemerintah Daerah Kabupaten Enrekang Sebesar Rp. 127.860.480 (seratus dua puluh tujuh juta delapan ratus enam puluh ribu empat ratus delapan puluh rupiah), kedua dana tersebut diperuntukkan untuk kegiatan operasional dan pemberdayaan masyarakat.

Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat dilihat bahwa pemerintah pusat maupun daerah sangat memperhatikan kebutuhan desa terkhusus pada peningkatan kesejahteraan aparat pemerintah desa dan kegiatan pemberdaya masyarakat.

Meskipun dana yang dikucurkan ke desa sangat besar, tetapi bila tidak diatur dengan baik dalam penggunaannya maka akan mengakibatkan dana tersebut menjadi sia-sia atau tidak bias memberikan hasil yang maksimal kepada desa itu sendiri, oleh karena itu dana yang diperoleh harus di catat atau dikelolah sesuai dengan sistem yang telah ditetapkan oleh pemerintah sehingga hal-hal yang tidak diingankan dapat dicegah.

Untuk mencegah hal yang tidak diingan aparat desa harus mengikuti peraturan pengelolahan keuangan desa yang telah ditetapka oleh pemerintah dengan melakukan pencatatan keuangan yang jujur dan tidak merekayasa kegiatan yang diadakan oleh aparat desa, oleh karena itu pencatatan harus sesuai dengan sistem akuntansi yang berlaku.

Berdasarkan uraian sebelumnya dan di dukung dengan fakta-fakta yang ada,

(21)

penulis meneliti lebih jauh dan mendalam tentang “ Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka penulis mengemukakan masalah penelitian, “Bagaimana Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini berdasarkan identifikasi masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian memiliki tujuan yaitu : Untuk menggambarkan Penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabuapten Enrekang.

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang dapat diharapkan dari penelitian yang dilakukan penulis adalah : 1. Bagi Universitas Muhammadiyah Makassar

Dapat dijadikan sarana pembelajaran dan bahan pembanding serta tolak ukur dalam menghasilkan tenaga professional dan digunakan bahan kajian ilmiah bagi mahasiswa, serta sebagai bahan bacaan di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Makassar.

2. Bagi Pemerintah Daerah / Desa

penelitian bagi pemerintah daerah / desa sebagai masukan yang selanjutnya dapat diguanakan sebagai bahan pertimbangan untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas kerja khususnya dalam penerapan sistem akuntansi yang seharusnya digunakan.

(22)

3. Bagi peneliti

Memberi pemahaman yang mendalam mengenai sistem akuntansi keuangan pemerintah daerah / desa dan tentunya lebih bias mendalami masalah sistem akuntansi.

4. Bagi peneliti akan dating / Mahasiswa

Dapat dijadikan referensi apabila melakukan sesuatu penelitian khusunya mengenai penerapan sistem akuntansi serta menambah pengetahuan mengenai permasalahan dalam penerapannya dan melatih mahasiswa mampu berfikir ilmiah dengan data yang dapat di peroleh dari pemerintah.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Akuntansi Keuangan

Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) merupakan subsistem yang digunakan untuk memproses transaksi anggaran dan realisasinya, sehingga menghasilkan Laporan Realisasi Anggaran. SAK dilaksanakan oleh kementerian negara/lembaga.

Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat, Perdirjen Nomor Per 24/PB/2006 tentang Pelaksanaan Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga dinyatakan bahwa dalam pelaksanaan SAK kementerian negara/lembaga membentuk dan menunjuk unit akuntansi di dalam organisasinya, yang terdiri dari :

1. UAPA pada tingkat Kementerian Negara/Lembaga 2. UAPPA-E1 pada tingkat Eselon I

3. UAPPA-W pada tingkat wilayah

4. UAKPA pada tingkat satuan kerja. Peraga 2.

(Skema Sistem Akuntansi Instansi dan Modul Sistem Akuntansi Instansi 5)

Unit-unit akuntansi instansi tersebut melaksanakan fungsi akuntansi dan pelaporan keuangan atas pelaksanaan anggaran sesuai dengan tingkat organisasinya.

Laporan keuangan yang dihasilkan merupakan bentuk pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran oleh unit-unit akuntansi, baik sebagai entitas akuntansi maupun entitas pelaporan. Laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang dihasilkan unit akuntansi instansi tersebut terdiri dari:

1. Laporan Realisasi Anggaran Laporan Realisasi Anggaran menyajikan

8

(24)

informasi realisasi pendapatan dan belanja, yang masing-masing dibandingkan dengan anggarannya dalam satu periode.

2. Neraca Neraca menggambarkan posisi keuangan suatu entitas akuntansi dan entitas pelaporan mengenai aset, kewajiban, ekuitas dana per tanggal tertentu.

3. Catatan atas Laporan Keuangan Catatan atas Laporan Keuangan meliputi penjelasan, daftar rinci, dan analisis atas nilai suatu pos yang disajikan dalam Laporan Realisasi Anggaran dan Neraca.

Kementerian negara/lembaga yang menggunakan Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan, disamping wajib menyusun laporan keuangan atas bagian anggarannya sendiri, juga wajib menyusun Laporan Keuangan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan secara terpisah. Atas Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan yang dilimpahkan/dialokasikan oleh kementerian negara/lembaga kepada pemerintah daerah, laporan keuangannya merupakan satu kesatuan/tidak terpisah dari laporan keuangan kementerian negara/lembaga. Data akuntansi dan laporan keuangan secara berkala disampaikan kepada unit akuntansi di atasnya (asas desentralisasi). (Modul Sistem Akuntansi Instansi 6)

Rekonsiliasi adalah proses pencocokan informasi berupa laporan keuangan yang dihasilkan dari dokumen yang sama yang diproses oleh dua unit pemroses data yang berbeda. Unit pemroses tersebut adalah Menteri Keuangan yang bertindak selaku CFO dengan Kementerian Negara/Lembaga sebagai COO. Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 rekonsiliasi dilakukan terhadap data keuangan dan data BMN.

Proses rekonsiliasi untuk data keuangan dimulai pada level unit akuntansi terbawah yaitu satuan kerja sampai dengan level akuntansi teratas yaitu tingkat Kementerian

(25)

Negara/Lembaga. Proses rekonsiliasi data keuangan ini diwajibkan terhadap semua level akuntansi untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dihasilkan oleh CFO dan COO menghasilkan angka yang sama. Terhadap COO yang tidak melakukan rekonsiliasi dengan CFO dapat dikenakan sanksi. Ketentuan sanksi ini dimulai pada level satuan kerja yaitu:

1. Pada tingkat satuan kerja, UAKPA yang tidak melakukan rekonsiliasi data keuangan dengan KPPN akan dikenakan sanksi berupa penundaan pencairan dana atas SPM – UP dan SPM-LS Bendahara. Laporan Keuangan yang direkonsiliasi berupa LRA Belanja, LRA Pendapatan, dan Neraca.

2. Pada tingkat Wilayah, UAPPA-W yang tidak melaksanakan rekonsiliasi data keuangan dengan Kantor Wilayah Dirjen Perbendaharaan c.q Bidang Akuntansi dan Pelaporan Keuangan (Bidang Aklap) dapat dikenakan sanksi yang akan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan. Untuk Level UAPPA-E1 dan UAPA belum diatur sanksi terhadap kelalaian melakukan rekonsiliasi dengan pihak CFO. (Modul Sistem Akuntansi Instansi 7)

Rekonsiliasi data BMN tercantum dalam PMK Nomor 171/PMK.05/2007, yang selanjutnya secara teknis diatur dalam PMK Nomor 102/PMK.06/2009 tentang Tata Cara Rekonsiliasi Barang Milik Negara Dalam Rangka Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat. Rekonsiliasi dilakukan antara Kementerian Negara/Lembaga dengan Menteri Keuangan. Demikian juga rekonsiliasi dilakukan antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah (Kanwil DJPBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat DJPBN dengan

(26)

Kantor Pusat DJKN). Rekonsiliasi yang dilakukan antara satuan kerja dengan KPPN terkait dengan BMN adalah memastikan bahwa nilai aset yang tercantum dalam neraca sudah sesuai dengan rincian aset yang dibukukan dalam SIMAK-BMN. KPPN juga harus memiliki saldo awal aset seluruh satker yang berada diwilayah kerjanya.

Sehingga setiap mutasi perubahan BMN pada satker juga dicatat oleh KPPN. KPPN juga harus secara cermat menganalisa realisasi Belanja Modal yang telah dilakukan satuan kerja terkait dengan jumlah kenaikan saldo BMN pada Neraca. Satuan kerja (UAKPB) setiap semester melakukan rekonsiliasi dan pemuktahiran data BMN dengan KPKNL selaku kuasa Pengelola Barang. KPKNL harus memonitor perkembangan BMN dan menjaga saldo awal BMN yang telah ditetapkan tidak mengalami perubahan. KPKNL akan meneruskan perolehan data BMN ini kepada Kanwil DJKN sebagai bahan menyusun laporan BMN tingkat Wilayah. Rekonsiliasi antara KPPN dengan KPKNL (Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang) dilakukan setiap semester dan tahunan untuk memastikan bahwa laporan BMN yang disampaikan oleh satuan kerja sudah sesuai dengan nilai BMN pada laporan Neraca.

(Modul Sistem Akuntansi Instansi 8)

Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintah pusat melalui kementerian negara/lembaga kepada gubernur selaku wakil pemerintah. Dana Dekonsentrasi merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh Gubernur sebagai wakil pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. Dana Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan

(27)

rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan Gubernur. Gubernur memberitahukan kepada DPRD tentang kegiatan Dekonsentrasi :

1. Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi, Penganggaran pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN. Dalam pelaksanaan dekonsentrasi, Gubernur wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana dekonsentrasi kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Gubernur tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian dana dekonsentrasi.

2. Anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi merupakan bagian dari anggaran Kementerian Negara/Lembaga Pemerintah yang bersangkutan. (Modul Sistem Akuntansi Instansi 9 )

Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan Dekonsentrasi :

1) Penyaluran dana pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku bagi APBN, ketentuan lebih lanjut ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

2) Dalam hal pelaksanaan Dekonsentrasi menghasilkan penerimaan, maka penerimaan tersebut merupakan penerimaan APBN. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemungutan dan penyetoran penerimaan disesuaikan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku bagi APBN.

3) Semua kegiatan pengelolaan keuangan yang dilakukan oleh Gubernur dalam

(28)

pelaksanaan Dekonsentrasi diselenggarakan secara terpisah dari kegiatan pengelolaan keuangan untuk pelaksanaan Desentralisasi dan Tugas Pembantuan.

4) Tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan oleh Gubernur dalam pelaksanaan Dekonsentrasi mengacu kepada peraturan perundang- undangan tentang tata cara pelaksanaan kegiatan pengelolaan keuangan APBN yang berlaku.

5) Dalam hal terdapat saldo anggaran pelaksanaan Dekonsentrasi, maka saldo tersebut disetor ke Kas Negara.

6) Gubernur menyampaikan laporan pertanggungjawaban keuangan atas pelaksanaan Dekonsentrasi kepada Menteri/Pimpinan Lembaga yang bersangkutan.

Pelaporan Pelaksanaan Dekonsentrasi :

1) Pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.

2) Ketentuan lebih lanjut tentang pelaporan pelaksanaan Dekonsentrasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait. (Modul Sistem Akuntansi Instansi 10)

Berdasarkan PMK Nomor 171/PMK.05/2007, SKPD yang mendapatkan Dana Dekonsentrasi merupakan UAKPA/UAKPB Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan Provinsi yang menerima pelimpahan wewenang dekonsentrasi merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Dekonsentrasi dengan penanggungjawabnya adalah Gubernur. Yang bertidak selaku UAPPA-W Dekonsentrasi adalah Kepala Dinas Propinsi.D. Dana Tugas Pembantuan Dana Tugas Pembantuan merupakan dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam

(29)

rangka pelaksanaan tugas pembantuan. Dana Tugas Pembantuan merupakan bagian dari anggaran kementerian negara/lembaga yang dialokasikan berdasarkan rencana kerja kementerian negara/lembaga dan dilaksanakan oleh SKPD yang ditetapkan oleh Gubernur, Bupati, atau Walikota. Tugas Pembantuan adalah penugasan pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain, dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Dalam pelaksanaan Tugas Pembantuan, Kepala Daerah wajib mengusulkan daftar SKPD yang mendapatkan alokasi dana Tugas Pembantuan kepada kementerian negara/lembaga yang memberikan alokasi dana, untuk ditetapkan sebagai Kuasa Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Barang. Apabila Kepala Daerah tidak menyampaikan usulan daftar SKPD, kementerian negara/lembaga dapat meninjau kembali pengalokasian Dana Tugas Pembantuan. Pemerintah Daerah memberitahukan adanya Tugas Pembantuan kepada DPRD.

Pelaporan Pelaksanaan Tugas Pembantuan:

1. Pelaporan pelaksanaan Tugas Pembantuan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi APBN.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaporan ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan Menteri teknis terkait.

Berdasarkan PMK Nomor 172/PMK.05/2007 pasal 27, SKPD yang mendapatkan Dana Tugas Pembantuan merupakan UAKPA/UAKPB Tugas Pembantuan dengan penanggungjawabnya adalah Kepala SKPD, sedangkan provinsi/Kabupaten/kota yang menerima pelimpahan wewenang Dana Tugas Pembantuan merupakan Koordinator UAPPA-W/UAPPB-W Tugas Pembantuan

(30)

dengan penanggungjawabnya adalah Kepala Daerah (Gubernur/Bupati/Walikota).

Sedangkan yang bertindak selaku UAPPA-W Tugas Pembantuan adalah Kepada Dinas provinsi/Kabupaten/kota yang membawahi SKPD penerima dana Tugas Pembantuan.

Badan Layanan Umum Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara membuka koridor baru bagi penerapan basis kinerja dilingkungan pemerintah. Dengan Pasal 68 dan 69 dari Undang-Undang tersebut, instansi pemerintah yang tugas pokok dan fungsinya memberi pelayanan kepada masyarakat dapat menerapkan pola pengelolaan keuangan yang fleksibel dengan menonjolkan produktivitas, efisiensi dan efektivitas. Instansi demikian, dengan sebutan umum sebagai Badan Layanan Umum (BLU), diharapkan menjadi contoh kongkrit yang menonjol dari penerapan manajemen keuangan berbasis pada hasil (kinerja). Sistem Akuntansi yang diterapkan pada satuan kerja berstatus BLU menggunakan Standar Akuntasi Keuangan yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, akan tetapi untuk tujuan konsolidasi Laporan Keuangan tingkat Kementerian Negara/Lembaga BLU harus menggunakan Standar Akuntasi Pemerintahan. (Modul Sistem Akuntansi Instansi 13)

BLU (Badan Layanan Umum) dapat mengembangkan sistem akuntansi yang mendukung penyusunan laporan keuangan berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan dan penyusunan laporan keuangan untuk diintegrasikan dalam laporan keuangan Kementerian Negara/Lembaga berdasarkan Standar Akuntansi Pemerintahan.

Dokumen Sumber Dokumen sumber yang digunakan di tingkat satuan kerja adalah : 1. Dokumen penerimaan yang terdiri dari :

(31)

Estimasi Pendapatan yang dialokasikan: (DIPA PNBP, tidak termasuk estimasi Pengembalian Belanja dan Pembetulan Pembukuan);

Realisasi Pendapatan: BPN (Bukti Penerimaan Negara) yang didukung oleh dokumen penerimaan seperti SSBP, SSPB, SSP, SSBC, dokumen lain yang dipersamakan.

2. Dokumen pengeluaran yang terdiri dari :

Alokasi Anggaran DIPA, SKO dan dokumen lain yang dipersamakan;

Realisasi Pengeluaran : SPM dan SP2D, dan dokumen lain yang dipersamakan.

3. Dokumen Piutang.

4. Dokumen Persediaan.

5. Dokumen Konstruksi dalam Pengerjaan.

6. Dokumen lainnya.G. Surat Kuasa Pengguna Anggaran (SKPA) Selain DIPA, dokumen lain yang dapat digunakan dalam pelaksanaan anggaran pada satuan kerja adalah Surat Kuasa Penggunaan Anggaran (SKPA). (Modul Sistem Akuntansi Instansi 14)

Definisi Pola SKPA dengan sistem ini diperuntukkan bagi Kementerian Negara/Lembaga yang melaksanakan SKPA dalam satu unit organisasi terhadap unit vertikal dibawahnya. SKPA menambah Pagu DIPA Satuan Kerja penerima SKPA, dan mengurangi Pagu DIPA Satuan Kerja Pemberi SKPA. KPPN dalam hal ini hanya melakukan pengurangan Pagu anggaran untuk kegiatan yang di SKPAkan oleh Satker pemberi SKPA sebesar anggaran yang di SKPA-kan, KPPN penerima SKPA menambah Pagu anggaran Satker Penerima untuk kegiatan yang di SKPAkan dan

(32)

wajib memonitor laporan realisasi SKPA (SPM, dan SP2D) yang dilaksanakan oleh Satker Penerima SKPA. SPM yang diterbitkan oleh KPA penerima SKPA menggunakan kode Satker Penerima SKPA, sehingga tanggungjawab pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan dilaksanakan oleh KPA penerima SKPA, SKPA menjadi dasar untuk Revisi alokasi anggaran. (Modul Sistem Akuntansi Instansi 15 )

B. Dana Desa

Dana desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi desa, yang ditransfer melalui anggaran belanja daerah kabupaten/kota. Dana ini digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat desa.

Dana desa di alokasikan dari APBN berdasarkan Pasal 72 Ayat 1 Huruf b UU No 6/2014 tentang Desa.Anggaran Belanja Negara Tahun Anggaran 2015 direncanakan sebesar Rp 2.039,5 triliun, terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp 1.392,4 triliun serta anggaran transfer kedaerah dan dana desa sebesar Rp 646,96 triliun. Anggaran transfer kedaerah direncanakan sebesar Rp 637,9 triliun dan dana desa direncanakan sebesar Rp 9,06 triliun atau 0,44 persen dari total belanja APBN 2015. Hal yang harus diperhatikan dalam pengalokasian dana desa adalah :

1. Transparan-akuntabel

Memasuki tahun 2015, kita telah berada dalam fase pelaksanaan anggaran untuk APBN 2015. Pelaksanaan anggaran adalah fase ketika segala sumber pendanaan APBN di implementasikan sesuai dengan arah kebijakan, termasuk kebijakan transfer kedaerah dan dana desa.Alokasi APBN untuk dana desa menjadi

(33)

pos pendapatan bagi keuangan desa dengan mengefektifkan program yang berbasis desa secara merata dan berkeadilan. Alokasi dana desa diharapkan dapat membawa dampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama dalam memperkuat upaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang makin merata. Mengingat APBN 2015 merupakan tahun pertama dialokasikannya dana desa, penting bagi kita untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan anggaran tersebut. Menurut Salvatore Schiavo-Campo dan Daniel Tommasi dalam Managing Government Expenditure (Asian Development Bank, 1999) “sasaran kunci manajemen keuangan publik terbagi menjadi empat kategori (categories of public expenditure management objectives), yakni dimensi ekonomi/finansial, dimensi manajemen, dimensi kepentingan publik, dan dimensi politik”.

Pengawasan dana desa yang mulai dialokasikan dalam APBN 2015 ini dapat kita pandang dari dimensi kepentingan publik. Sasaran kunci manajemen keuangan publik dari dimensi kepentingan publik berupa transparansi, akuntabilitas, dan orientasi pada kepentingan masyarakat.Sisi transparansi menghendaki bahwa dana APBN dialokasikan secara jujur dan terbuka. Transparansi anggaran dilakukan antara lain dengan meningkatkan kualitas dokumentasi anggaran yang menggambarkan tujuan alokasi dana desa dan bagaimana dana tersebut digunakan.Sisi akuntabilitas mengandung pengertian bagaimana alokasi dana desa ini disalurkan dalam bentuk barang dan jasa untuk kepentingan umum. Akuntabilitas dana desa tidak semata-mata bagaimana dana ini tersalurkan kemasyarakat desa, tetapi lebih jauh lagi adalah bagaimana dana desa bermanfaat bagi masyarakat desa.Sisi akuntabilitas juga menitikberatkan pada pertanggung jawaban dana desa yang pada hakikatnya berasal

(34)

dari kontribusi warga Negara dalam membiayai pengeluaran Negara melalui pembayaran pajak.Sisi orientasi terhadap masyarakat terkandung maksud bahwa alokasi dana desa didesain memenuhi tujuan pemberdayaan desa agar menjadi kuat, maju, mandiri, dan demokratis. Dengan begitu, ia diharapkan dapat menciptakan landasan yang kuat dalam melaksanakan pemerintahan dan pembangunan di desa.Masyarakat desa jadi sasaran utama dalam manajemen alokasi dana desa ini.

Karena itu, pemanfaatan dana desa hendaknya memfasilitasi adanya partisipasi dan interaksi masyarakat desa di dalamnya hingga manfaatnya sampai kepada masyarakat desa, baik langsung maupun tidak langsung.

2. Perlu Libatkan Warga

Salah satu pilar dari tatakelola pemerintahan yang baik adalah keterlibatan para pemangku kepentingan. Dalam konteks pengelolaan dana desa ini, dalam memenuhi prinsip tatakelola pemerintahan yang baik, masyarakat desa perlu terlibat dalam pelaksanaan anggaran dana desa. Keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan dana desa dapat dilakukan melalui musyawarah desa yang merupakan forum permusyawaratan yang diikut oleh Badan Permusyawaratan Desa, pemerintah desa, dan unsur masyarakat desa untuk memusyawaratkan hal yang bersifat strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.Aspirasi masyarakat diserap, ditampung, dihimpun, dan ditindak lanjuti oleh Badan Permusyawaratan Desa. Badan Permusyawaratan Desa berhak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa kepada pemerintah desa. Mereka juga berhak menyatakan pendapat atas penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan kemasyarakatan desa, dan pemberdayaan masyarakat

(35)

desa. Hak mengawasi dan meminta keterangan tentang penyelenggaraan pemerintahan desa, termasuk di dalamnya pengawasan terhadap alokasi dana desa yang bersumber dari APBN, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU No 6/2014 tentang Desa.Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa implementasi alokasi dana desa dalam APBN 2015 perlu mendapat pengawasan dan partisipasi masyarakat agar alokasi dana desa yang baru di inisiasi dalam APBN tahun 2015 initransparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat desa. Hanya dengan begitu, ia membawa dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat desa.

Berikut ini adalah peraturan perundang-undangan yang membahas mengenai dana desa :

a. Permendesa PDTTrans nomor 21 tahun 2015 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa tahun 2016

BAB III

PRIORITAS PENGGUNAAN DANA DESA Pasal 4

Dalam pelaksanaan Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa dan penggunaan Dana Desa di wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pelaksanaan program dan kegiatan berskala lokal Desa bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa.

(36)

Pasal 5

1. Penggunaan Dana Desa untuk prioritas bidang Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, menjadi prioritas kegiatan, anggaran dan belanja Desa yang disepakati dan diputuskan melalui Musyawarah Desa.

2. Hasil keputusan Musyawarah Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Desa dan APB Desa.

3. Rencana Kerja Pemerintah Desa dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dalam Peraturan Desa.

BAB IV

Bagian Kesatu Bidang Pembangunan Desa Pasal 6

1. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, prioritas penggunaan Dana Desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan Pembangunan Desa, meliputi:

a. pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan permukiman;

(37)

b. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat;

c. pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan;

d. pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi; dan/atau e. pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana energi terbarukan

serta kegiatan pelestarian lingkungan hidup.

2. Pemerintah Desa bersama-sama dengan Badan Permusyawaratan Desa dapat mengembangkan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai Daftar Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang ditetapkan dalam Peraturan Desa.

3. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota melakukan pendampingan terhadap penyusunan prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan Daftar Kewenangan Hak Asal Usul dan Kewenangan Lokal Berskala Desa yang telah ditetapkan dalam Peraturan Bupati/Walikota.

Pasal 7

Desa dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan desa serta pemberdayaan masyarakat desa, dapat mempertimbangkan tipologi Desa berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa, meliputi:

(38)

a. Desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal, mengutamakan kegiatan pembangunan melalui penyediaan sarana dan prasarana untuk pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan masyarakat Desa;

b. Desa berkembang, memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum dan sosial dasar baik pendidikan dan kesehatan masyarakat desauntuk mengembangkan potensi dan kapasitas masyarakat Desa; dan c. Desa maju dan/atau mandiri, memprioritaskan kegiatanpembangunan sarana

dan prasarana yang berdampak pada perluasan skala ekonomi dan investasi desa, termasuk prakarsa Desa dalam membuka lapangan kerja, padat teknologi tepat guna dan investasi melalui pengembangan BUM Desa.

Bagian Kedua

Bidang Pemberdayaan Masyarakat Pasal 8

Prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang Pemberdayaan Masyarakat Desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain:

a. peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan;

(39)

b. dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh BUM Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya;

c. bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan Desa;

d. pengorganisasian masyarakat, fasilitasi dan pelatihan paralegal dan bantuan hukum masyarakat Desa, termasuk pembentukan Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di Desa (Community Centre);

e. promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta gerakanhidupbersih dansehat, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan Posyandu, Poskesdes, Polindes dan ketersediaan atau keberfungsian tenagamedis/swamedikasi di Desa;

f. dukungan terhadap kegiatan pengelolaan Hutan/Pantai Desa dan Hutan/Pantai Kemasyarakatan;

g. peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup; dan/atau

h. bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam Musyawarah Desa.

Pasal 9

(40)

Perencanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9, dilakukan dengan mempertimbangkan dan menyesuaikan dengan tipologi desa berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa, yaitu:

a. Desa tertinggal dan/atau sangat tertinggal, mengutamakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang berorientasi pada membuka lapangan kerja dan atau usaha baru, serta bantuan penyiapan infrastruktur bagi terselenggaranya kerja dan usaha warga atau masyarakat baik dari proses produksi sampai pemasaran produk, serta pemenuhan kebutuhan atau akses kehidupan masyarakat desa;

b. Desa berkembang, memprioritaskan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas kerja dan/atau proses produksi sampai pemasaran produk, serta pemenuhan kebutuhan atau akses modal/fasilitas keuangan;

c. Desa maju dan/atau mandiri, mengembangkan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang visioner dengan menjadikan desa sebagai lumbung ekonomi atau kapital rakyat, dimana desa dapat menghidupi dirinya sendiri atau memiliki kedaulatan ekonomi, serta mampu mengembangkan potensi atau sumberdaya ekonomi atau manusia dan kapital desa secara berkelanjutan.

Pasal 10

1. Dalam hal pemetaan tipologi Desa berdasarkan tingkat kemajuan desa untuk penyusunan prioritas penggunaan Desa, Pemerintah Desa harus menggunakan

(41)

data Indeks Desa Membangun (IDM) yang ditetapkan oleh Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi.

2. Informasi penggunaan data Indeks Desa Membangun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diinformasikan secara terbuka oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dan menjadi acuan dalam penyusunan Pedoman Teknis Penggunaan Dana Desa, sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota menyampaikan informasi tentang data rujukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada seluruh desa, bersamaan dengan penjelasan tentang indikatif atau pagu Dana Desa, Alokasi dana Desa dan informasi lain terkait, sebelum pelaksanaan musyawarah desa perencanaan.

Pasal 11

1. Ketentuan lebih lanjut tentang prioritas penggunaan Dana Desa untuk program dan kegiatan bidang pembangunan Desa dan pemberdayaan masyarakat Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9 diuraikan dalam Lampiran Pedoman Umum dan menjadi bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.

2. Pemerintah Menteri dan Lampiran Pedoman Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi pedoman dalam penyusunan petunjuk teknis prioritas penggunaan Dana Desa.

3. Pemerintah Kabupaten/Kota dapat menyusun Pedoman Teknis Penggunaan Dana Desa dengan mempertimbangkan kebutuhan desa, karakteristik wilayah

(42)

dan kearifan lokal desa, serta keterbatasan waktu penyelenggaraan perencanaan pembangunan Desa.

Pengawasan Penggunaan Dana Desa

Pasal 14

1. Dalam rangka pelaksanaan Pembinaan dan Pengawasan, Bupati menyelenggarakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan penggunaan Dana Desa dan dapat melimpahkan tugas kepada Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang berwenang.

2. Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa melaksanakan tugas pemantauan dan evaluasi penggunaan Dana Desa, dibahas dalam Musyawarah Desa, disesuaikan dengan format laporan Desa yang berlaku, secara berkala.

3. Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan penilaian oleh SKPD yang berwenang dan disampaikan kepada Bupati dan Menteri melalui sistem pelaporan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

BAB V PARTISIPASI MASYARAKAT Pasal 15

Dalam melakukan penyelenggaraan prioritas penggunaan Dana Desa yang akuntabel dan transparan, masyarakat dapat ikut serta melalui:

(43)

a. pengaduan masalah penggunaan Dana Desa melalui Pusat Pengaduan dan Penanganan Masalah (crisis center) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dan atau website LAPOR Kantor Sekretariat Presiden;

b. pendampingan desa termasuk terhadap proses penggunaan Dana Desa sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; dan/atau

c. studi, pemantauan dan publikasi terhadap praktek baik dan buruk desa- desa dalam penerapan prioritas penggunaan Dana Desa sesuai kewenangan.

Agar pembangunan Desa dan penggunaan dana desa sesuai harapan masyarakat, ada kewajiban bagi masyarakat atau lebih tepatnya kesempatan untuk dapat mengawasi penggunaan Dana Desa dimana Dana Desa adalah bukan untuk perangkat Desa ataupun Kades namun Dana Desa adalah untuk pembangunan Desa.

Adapun pendapatan Desa masih ada didapatkan dari Alokasi Dana Desa dan yang lainnya yang seharusnya ditransparankan kepada masyarakat Desa, sebagai sasaran dan penerima manfaat dari Pembangunan Desa.

b. Perubahan pertama Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN (Peraturan Pemerintah

Nomor 22 tahun 2015)

1. Penganggaran Dana Desa dalam APBN

(44)

Penyebutan pos dana cadangan pada penyusunan pagu dana desa secara nasional.

Pasal 8 diubah menjadi: ”Penyusunan pagu anggaran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang penyusunan rencana dana pengeluaran Bendahara Umum Negara (BUN)”. Penyebutan persetujuan DPR mengenai pagu dana desa. Pasal 9 diubah menjadi: ”Pagu anggaran Dana Desa merupakan bagian dari anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa”. Selanjutnya, ketentuan mengenai perubahan pagu dana desa pada APBN Perubahan dalam Pasal 10, semula tidak dapat diubah menjadi dapat diubah. Perubahan pagu dana desa pada APBN-P dibatasi sampai mencapai 10%.

Apabila pagu anggaran Dana Desa telah mencapai 10% dari dan di luar dana Transfer ke Daerah (on top), tidak dapat dilakukan perubahan.

2. Alokasi Dana Desa perkabupaten/kota

Penghitungan alokasi Dana Desa disederhanakan dengan tidak menggunakan bobot wilayah pada Pasal 11. Guna mendapatkan hasil perhitungan yang lebih adil, dana desa dihitung berdasarkan, yaitu: a) alokasi dasar, yaitu alokasi minimal Dana Desa yang diterima kabupaten/kota berdasarkan perhitungan tertentu, antara lain perhitungan yang dibagi secara merata kepada setiap Desa, dan b) alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan greogafis desa setiap Kab/kota. Dana Desa setiap Kab/Kota semula ditetapkan dengan peraturan Menteri Keuangan, diubah menjadi ditetapkan dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.

(45)

3. Alokasi Dana Desa per Desa

Pada pasal 12, tidak lagi menggunakan bobot jumlah penduduk, luas wilayah, angka kemiskinan dan tingkat kesulitan geografis desa. Namun menggunakan pendekatan jumlah desa perkabupaten/kota. Dengan memperhitungkan a) alokasi dasar, dan b) alokasi yang dihitung dengan memperhatikan jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan tingkat kesulitan greogafis desa setiap desa. Tata cara pembagian dan penetapan rincian Dana Desa setiap Desa ditetapkan dengan peraturan bupati/walikota yang wajib ditembuskan kepada Kemendagri, Kementerian Desa- PDT, Gubernur dan Kepala Desa.

4. Penyaluran Dana Desa

Penyaluran Dana desa dilakukan melalui pemindahbukuan dari rekening kas umum negara (RKUN) ke rekening kas umum daerah (RKUD). Kemudian, dilakukan pemindahbukuan dari RKUD ke rekening pemerintah desa (Pasal 15). Perubahan ketentuan mengenai waktu penyaluran dana desa dan tambahan pengaturan sanksi bagi daerah yang tidak menyalurkan dana desa sesuai ketentuan (Pasal 16). Waktu penyaluran Dana Desa tahap ketiga sebesar 20%, semula dilakukan bulan Oktober diubah menjadi bulan November. Sedangkan tambahan pengaturan baru mengenai sanksi bagi daerah yang tidak menyalurkan Dana Desa sesuai ketentuan ayat (1) dan ayat (3), Menteri dapat melakukan penundaan penyaluran Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) yang menjadi hak Kab/Kota yang bersangkutan.

(46)

5. Penggunaan Dana Desa

Waktu penetapan prioritas penggunaan Dana Desa setiap tahunnya oleh Kementerian Desa-PDT, semula 2 bulan sebelum dimulai tahun anggaran diubah menjadi 3 bulan sebelum dimulai tahun anggaran. Penetapan prioritas penggunaan Dana Desa dilengkapi dengan pedoman umum pelaksanaan penggunaan Dana Desa yang berisikan teknis pelaksanaan kegiatan, tidak termasuk pengaturan penganggaran dan administrasi keuangan (Pasal 21). Berdasarkan pedoman umum pelaksanaan penggunaan Dana Desa tersebut, Bupati/Walikota dapat membuat pedoman teknis kegiatan yang didanai dari Dana Desa, yang isinya memuat spesifikasi teknis dari masing-masing kegiatan yang akan dibiayai dari Dana Desa sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Desa (Pasal 22).

6. SiLPA Dana Desa dan Sanksi Kepala Desa

Perubahan ketentuan mengenai besaran Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (SiLPA) dana desa dan sanksinya (Pasal 27), yaitu:

a. Apabila terdapat SiLPA dana desa lebih dari 30% pada tahun anggaran sebelumnya, Bupati/Walikota memberikan sanksi administratif kepada Desa yang bersangkutan, berupa penundaan penyaluran Dana Desa tahap I (40%) tahun anggaran berjalan sebesar SiLPA Dana Desa.

b. Apabila pada tahun anggaran berjalan masih terdapat SiLPA Dana Desa lebih dari 30%, Bupati/Walikota akan memberikan sanksi administratif kepada Desa yang

(47)

bersangkutan berupa pemotongan Dana Desa tahun anggaran berikutnya sebesar SiLPA Dana Desa tahun berjalan.

Pemotongan penyaluran Dana Desa menjadi dasar Menteri Keuangan untuk melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa untuk Kab/Kota tahun anggaran berikutnya. Pengaturan pengenaan sanksi administratif atas SiLPA Dana Desa kepada Desa, diatur dengan peraturan Bupati/Walikota.

Contoh Simulasi Pemberian Sanksi Administrasi Kepada Desa:

Pada Tahun Anggaran 2015, Desa A mendapat Dana Desa sebesar Rp100,0 juta. Pada akhir Tahun Anggaran 2015 terdapat SiLPA Dana Desa lebih dari 30%, yakni Rp35,0 juta. Kemudian pada tahun anggaran 2016, Desa A mendapat Dana Desa sebesar Rp150,0 Juta. Penyaluran Dana Desa tahap I Tahun Anggaran 2016 yang seharusnya sebesar Rp60,0 Juta (40% x Rp150,0 Juta), pembayarannya ditunda sebesar SiLPA Tahun Anggaran 2015 sebesar Rp35,0 Juta. Sehingga Dana Desa yang disalurkan kepada Desa A pada tahap I hanya sebesar Rp25,0 Juta atau (Rp60 Juta – Rp35 Juta). Untuk penyaluran tahap II, akan disalurkan sebesar 40% ditambah dengan Dana Desa yang ditunda penyalurannya pada tahap I, sehingga totalnya Rp95 Juta atau (Rp60 Juta + Rp35 Juta). Sedangkan penyaluran tahap III tetap sebesar Rp30 Juta atau (20% x Rp150 Juta).

Apabila pada akhir Tahun Anggaran 2016 masih terdapat SiLPA Dana Desa lebih dari 30% dari Dana Desa yang diterima Tahun 2016, maka untuk Tahun Anggaran 2017, Bupati/Walikota akan memotong penyaluran Dana Desa untuk Desa A sebesar

(48)

SiLPA Tahun Anggaran 2016. Pemotongan penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2017 dilaporkan kepada Menteri sebagai dasar Menteri untuk melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa Kab/kota yang bersangkutan pada Tahun Anggaran 2018.

7. Dana Desa 10% dalam APBN

Pasal 29, besaran alokasi dasar dihitung berdasarkan alokasi yang dihitung merata kepada Desa sebesar 90% dari alokasi dana desa. Tahap alokasi dana desa secara bertahap dalam APBN akan ditargetkan bahwa paling sedikit 3 persen pada APBN 2015, 6 % pada APBN 2016, dan 10 % pada APBN 2017.

Di atas adalah perubahan pertama atas PP nomor 60 tahun 2014 pada PP nomor 22 tahun 2015 yaitu perubahan pertama atas tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN

(49)

Gambar 1.1 Pengalokasian Dana Desa

c.Perubahan Kedua Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 Tentang Dana Desa Yang Bersumber Dari Apbn

(50)

(Peraturan Pemerintah Nomor 8 tahun 2016)

Poin-poin penting yang diubah dalam perubahan kedua Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2014 tentang Dana Desa yang bersumber dari APBN, adalah:

1. Menambahkan poin 11a tentang RKD - Rekening Kas Desa, dan mengubah poin 12 dalam Pasal 1 menjadi:

11a. Rekening Kas Desa selanjutnya disingkat RKD adalah rekening tempat menyimpan uang Pemerintahan Desa yang menampung seluruh penerimaan Desa dan untuk membayar seluruh pengeluaran Desa pada bank yang ditetapkan.

12. Sisa Dana Desa adalah Dana Desa yang disalurkan oleh Pemerintah kepada kabupaten/kota yang tidak habis disalurkan ke Desa sampai akhir tahun anggaran atau Dana Desa yang disalurkan oleh kabupaten/kota kepada Desa yang tidak habis digunakan oleh Desa sampai akhir tahun anggaran dan menjadi bagian dari sisa lebih perhitungan anggaran APBDesa.

2. Pasal 16 diubah sehingga berbunyi seperti dibawah ini:

1. Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dilakukan secara bertahap pada tahun anggaran berjalan.

2. Penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 dilakukan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah diterima di RKUD.

3. Dalam hal bupati/walikota tidak menyalurkan Dana Desa sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Menteri dapat

(51)

mengenakan sanksi administratif berupa penundaan penyaluran dana alokasi umum dan/atau dana bagi hasil yang menjadi hak kabupaten/kota yang bersangkutan.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

3. Pasal 17 diubah sehingga berbunyi seperti berikut :

1. Penyaluran Dana Desa dari RKUN ke RKUD dilakukan setelah menteri menerima dari bupati/walikota :

a. Peraturan daerah mengenai APBD kabupaten/kota tahun berjalan

b. Peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan rincian dana dea sebagaiman dimaksud dalam pasal 21 ayat (6)

c. Laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan dana desa tahap sebelumnya.

2. Penyaluran Dana Desa dari KUD ke RKD dilakukan setelah bupati/walikota menerima dari kepala desa :

a. Pearutran desa menegani APBDesa tahun anggaran berjalan : dan

b. Laporan realisasi penggunaan dana desa tahap sebelumnya.

3. Dalam hal mentri belum menerima dokumen sebagaimana dimaksudkan pada ayat (10) atau bupati/walikota belum menrima

(52)

dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2), menteri atau bupati/walikota mengenakan sanksi adminstratif berupa penundaan penyaluran dana desa sampai dengan diterimanya dokumen tersebut.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi adminstratif sebagaimana dimaksudkan pada ayat (3) dengan Peraturan Menteri.

4. Pasal 24 diubah sehingga berbunyi seperti berikut :

1. Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa kepada bupati/walikota

2. Bupati/walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa kepada Menteri dengan tembusan kepada Gubernur, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan sebelum penyaluran Dana Desa tahap berikutnya.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

5. Ketentuan Pasal 25 dihapus

6. Ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf d diubah sehingga bunyi pasal 26:

(53)

1. Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi atas pengalokasian, penyaluran, penggunaan, dan pelaporan Dana Desa.

2. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. penerbitan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa;

b. penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD;

c. penyampaian laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa ; dan

d. Sisa Dana Desa

3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap Desa ileh kabupaten/kota; dan

b. realisasi penggunaan Dana Desa.

4. Hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penyempurnaan kebijakan dan perbaikan pengelolaan Dana Desa.

7. Penambahan satu pasal diantaran Pasal 26 dan Pasal 27 yaitu Pasal 26A yang berbunyi seperti berikut :

1. Sisa Dana Desa di RKUD dianggarkan kembali oleh bupati/walikota dalam rancangan APBD tahun anggaran berikutnya.

2. Dalam hal rancangan APBD tahun anggaran berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah ditetapkan, Sisa Dana desa tersebut dapat disalurkan mendahului penetapan peraturan daerah tentang Perubahan

(54)

APBD dengan cara menetapkan peraturan bupati/walikota tentang perubahan penjabaran APBD dan memberitahukan kepada Pimpinan DPRD untuk selanjutnya ditampung dalam peraturan daerah tentang perubahan APBD atau dicantumkan dalam Laporan Realisasi Anggaran bagi pemerintah daerah yang tidak melakukan Perubahan APBD.

8. Ketentuan pada pasal 27 diubah sehingga berbunyi:

1. Dalam hla terdapat Sisa Dana Desa di RKD lebih dari 30% (tiga puluh persen) pada akhir tahun anggaran sebelumnya, bupati/walikota memberikan sanksi administratif kepada Desa yang bersangkutan.

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa penundaan Dana Desa tahung anggaran berjalan sebesar Sisa Dana Desa.

3. Dalam hal pada tahun anggaran berjalan masih terdapat Sisa Dana Desa lebih dari 30% (tiga puluh persen), bupati/walikota memberikan sanksi administratif kepada Desa yang bersangkutan.

4. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa pemotongan penyaluran Dana Desa tahun anggaran berikutnya sebesar Sisa Dana desa tahun berjalan.

5. Pemotongan penyaluran Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menjadi dasar Menteri melakukan pemotongan penyaluran Dana Desa untuk kabupaten/kota tahun anggaran berikutnya.

(55)

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

d. Permenkeu No 48/PMK.07/2016, Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2016 tanggal 29 Maret 2016, tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Permenkeu 48/PMK.07/2016 mencabut Permenkeu No. 241/PMK.07/2014 tentang Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Transfer ke Daerah dan Dana Desa dan Permenkeu No.

250/PMK.07/2014 tentang Pengalokasian Transfer ke Daerah dan Dana Desa (BAB X Ketentuan Penutup Pasal 123). Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2016 ini mengatur semua pengelolaan dana transfer ke Daerah dan Dana Desa. Meskipun Dana Desa hadir melalui skema Negara, Kabupaten baru ke Rekening Desa, namun harus diatur oleh Peraturan ini karena merupakan dana yang bersumber dari APBN. Pasal 2 ayat 1 memuat ketentuan tentang Transfer ke Daerah dan Dana yang meliputi Transfer ke Daerah dan Dana Desa. Dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2016 tanggal 29 Maret 2016, tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa ini mengatur juga semuanya tentang dana transfer meliputi Transfer ke daerah yang terdiri atas Dana Perimbangan, DID, dan Dana otonomi Khusus dan Dana Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Dana Transfer Khususu dan Dana Transfer Umum seperti DBH dan DAU hingga Dana BOS.

(56)

BAB II RUANG LINGKUP

PENGELOLAAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Pasal 3

Ruang lingkup pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini terdiri atas:

a. Penganggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa;

b. Pengalokasian Transfer ke Daerah dan Dana Desa;

c. Penyaluran dan Penatausahaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa;

d. Pedoman Penggunaan Transfer ke Daerah oleh Pemerintah Daerah; dan e. Pemantauan dan Evaluasi Transfer ke Daerah dan Dana Desa.

Penganggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa ada di BAB III Pasal 4 hingga Indikasi Kebutuhan, misalnya Indikasi Kebutuhan Dana Desa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat ( 1 ) huruf b, disusun dengan memperhatikan persentase Dana Desa yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan dan kinerja pelaksanaan Dana Desa. Hingga perkiraan pendapatan nasional, bagi hasil dan operasional pentransferan.

BAB IV

PENGALOKASIAN TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Bagian Kedelapan Dana Desa

Pasal 59

(57)

1. Pengalokasian Dana Desa dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai tata cara pengalokasian, penyaluran, penggunaan, pemantauan, dan evaluasi Dana Desa.

2. Alokasi Dana Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten dan kota tercantum dalam Peraturan Presiden mengenai rincian APBN.

Penyaluran Transfer ke Daerah dan Dana Desa mengatur juga di dalamnya tentang Penyaluran Dana Desa pada BAB V, Penyaluran dan Penatausahaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa di Paragraf 10 tentang Dana Desa PAsal 89 yang berbunyi PEnyaluran Dana Desa dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri KEuangan mengenai pengelolaan dana desa yang bersumber dari APBN yang meliputi tata cara penglokasian, penyaluran, penggunaan, pelaporan, pemantauan dan evaluasi, dan sanksi Dana Desa. Penggunaan Sisa Dana Desa di atur dalam Pasal 113 yang menyebutkan bahwa Sisa Dana Desa yang ada pada RKUD dianggarkan kembali untuk disalurkan ke desa pada tahun anggaran berikutnya sesuai ketentuan perundang-undangan. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.07/2016 tanggal 29 Maret 2016, tentang Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa ini juga mengatur tentang rekapitulasi, pemantauan hingga aturan peralihan.

1. Pasal 24 diubah sehimgga berbunyi seperti berikut :

1. Kepala Desa menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa kepada bupati/walikota

2. Bupati/walikota menyampaikan laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa kepada Menteri dengan tembusan

(58)

kepada Gubernur, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang dalam negeri, dan menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pembangunan dan pemberdayaan masyarakat desa.

3. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan sebelum penyaluran Dana Desa tahap berikutnya.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri.

2. Ketentuan Pasal 25 dihapus

3. Ketentuan Pasal 26 ayat (2) huruf d diubah sehingga bunyi pasal 26:

1. Pemerintah melakukan pemantauan dan evaluasi atas pengalokasian, penyaluran, penggunaan, dan pelaporan Dana Desa.

2. Pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. penerbitan peraturan bupati/walikota mengenai tata cara pembagian dan penetapan besaran Dana Desa;

b. penyaluran Dana Desa dari RKUD ke RKD;

c. penyampaian laporan realisasi penyaluran dan konsolidasi penggunaan Dana Desa ; dan

d. Sisa Dana Desa

3. Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap:

a. penghitungan pembagian besaran Dana Desa setiap Desa ileh kabupaten/kota; dan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian sub variabel pemasaran ternak dan hasil ternak di Desa Sumbang Kecamatan Curio Kabupaten Enrekang desa sumbang pada tabel 19 menunjukkan bahwa

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Saluran pemasaran dan margin pemasaran komoditas kopi di Desa Latimojong Kecamatan Buntu Batu Kabupaten Enrekang.. Teknik untuk

Sebagai data bagi masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan hasil hutan yang diperoleh dari kawasan hutan adat pada Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja

Adapun berdasarkan hasil penelitian mengenai sistem akuntansi alokasi dana desa yang dilaksanakan di desa Kampangar Kecamatan Balantak Utara, diketahui pencatatan

Evaluasi Penerapan Akuntansi Dana Desa dan Pemanfaatan Sistem Informasi Keuangan Desa (SISKEUDES) terhadap Kualitas Laporan Keuangan Desa di Kecamatan Bakam Kabupaten

Pada gambar kerangka piker dijelaskan bahwa Pengaruh Komponen Biaya Tanaman Jagung Terhadap Pendapatan Petani Di Desa Cendana Kecamatan Cendana Kabupaten Enrekang dapat

Dalam upaya pembinaan Koperasi Unit Desa Singki yang ada di Kecamatan Anggeraja, peranan pemerintah daerah dalam gerakan koperasi dengan cara 1) memberi bimbingan berupa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, peranan korban terhadap terjadinya penyimpangan sosial pelecehan terhadap cacat mental di Desa Mundan Kecamatan Masalle Kabupaten Enrekang,