TINGKAT KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP HUTAN ADAT MARENA
DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
NUR HALIFAH 105 9500 584 15
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR MAKASSAR
2019
TINGKAT KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP HUTAN ADAT MARENA
DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG
SKRIPSI
NUR HALIFAH 105950058415
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh S1
PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi
TINGKAT KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP HUTAN ADAT MARENA DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA KABUPATEN ENREKANG
Adalah merupakan karya yang yang belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal dikutip dari karya diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan teks dan diacantumkan dalam daftar pustaka bagian akhir skripsi ini.
Makassar, Desember 2019
Nur Halifah
ABSTRAK
NUR HALIFAH (105950058415). Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan Adat Marena di Desa Pekalobean Kecamatan Anggerja Kabupaten Enrekang, di Bimbing oleh Hikmah dan Hasanuddin Molo.
Hutan Adata adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Hutan adat dianggap sebagai hutan Negara yang hak pengelolaanya diberikan kepada masyarakat adat.
Penelitian ini dilaksanakan selama 2 bulan mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan Oktober 2019, Tahap persiapan yang dilakukan adalah penentuan lokasi penelitian yaitu di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Dengan pertimbagan di Desa Pekalobean terdapat Hutan Adat Marena, tahap selanjutnya mengidentifikasi masyarakat yang memanfaatkan kawasan hutan adat. Berdasarkan hasil identifikasi diperoleh 30 orang responden.
Data dalam penelitian terdiri dari data primer yang meliputi data yang diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan hasil wawancara kepada responden sedangkan data sekunder meliputi data yang diperoleh dari berbagai instansi terkait. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan Metode Analisis Livelihood dan analisi pendapatan.
Hasil Penelitian ini menunjukkan ada 2 jenis aktivitas masyarakat di dalam kawasan Hutan Adat Marena di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja
Kabupaten Enrekang. Rata – rata penerimaan responden pada biji kopi Rp 5.852.000,-/responden/tahun dan rata – rata penerimaan resonden pada
penyadapan getah pinus Rp 4.087.875,-/tahun/responden. Dengan tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan Hutan Adat Marena sebesar 57,47%
yang berarti tingkat ketergantungan sedang karena bearada pada kategori 33,34 – 66,66.
@Hak Cipta Milik Unismuh Makassar, Tahun 2019
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagai atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan, karya ilmiah, penyususnan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh Makassar 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT. karena dengan berkah dan rahmat-Nya yang di berikan sehingga penulis dapat menyeleseikan skripsi ini dengan judul Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan Adat Marena di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Serta tak lupa pula kita kirimkan Sholawat dan salam atas junjungan kita Rasulullah SAW karena berkat beliau kita dapat mengenal bagaimana menjadi manusia yang seutuhnya Serta sebagai suri tauladan seluruh ummat.
Skripsi di buat karena merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan pada program studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Makassar.
Penghargaan dan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ayahanda tercinta Syarifuddin dan Ibunda Ati’, serta Kakak dan Adikku yang senantiasa mendoakan, memberi semangat dan motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, semoga Allah SWT selalu melimpahkan Rahmat, Kesehatan dan Karunia di dunia dan di akhirat,
Penghargaan dan terima kasih Penulis berikan kepada Ibunda Dr.Ir.Hikmah,S.Hut.,M.Si.,IPM selaku pembimbing I dan Ayahanda Dr.Ir.Hasanuddin Molo,S.Hut.,MP.,IPM selaku pembimbing II yang telah membantu penulisan skripsi ini.
Serta ucapan terima kasih kepada :
1. Ayahanda Dr.H.Burhanuddin,S.Pi.,MP selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Makssar.
2. Ibunda Dr.Ir.Hikmah,S.Hut.,M.Si.,IPM selaku Ketua Program Studi Kehutanan yang selama ini meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan.
3. Dosen Prodi Kehutanan dan Staf Tata Usaha yang telah banyak memberikan didikan di Universitas Muhammadiyah Makassar.
4. Terima kasih kepada masyarakat di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yang telah memberikan arahan, bantuan dan memberi izin melakukan penelitian kepada penulis.
5. Terima kasih kepada Suaebah Islamiah dan Usran Umar yang selalu mendukung dan memberi saya motivasi dalam penulisan skripsi dibuat.
6. Buat semua teman-teman angkatan 2015 yang telah memberikan bantuan serta memberi semangat dan motivasi kepada penulis selama skripsi ini dibuat.
Akhirnya, penulis mengucapkan rasa terima kasih kepada semua pihak dan apabila ada yang tidak tersebutkan mohon maaf, semoga segala kebaikan mendapatkan balasan Allah SWT. Dengan besar harapan semoga skripsi yang ditulis oleh penulis ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan umumnya bagi pembaca.
Makassar, Desember 2019
Nur Halifah
DAFTAR ISI
SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN KOMISI PENGUJI ... iv
PERNYATAAN SKRIPSI ... v
ABSTRAK ... vi
HAK CIPTA ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Manfaat Penelitian ... 2
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hutan Adat ... 4
2.2 Hutan Dan Masyarakat ... 5
2.3 Ketergantungan Masyarakat... 7
2.4 Masyarakat Sekitar Hutan ... 8
2.5 Konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat ... 9
2.6 Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK ) ... 11
2.7 Kerangka Pikir ... 14
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat ... 16
3.2 Objek dan Alat Penelitian ... 16
3.3 Jenis Data ... 16
3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 17
3.5 Populasi dan Sampel ... 18
3.6 Analisis Data ... 19
3.7 Defenisi Operasional ... 22
IV. KEADAAN UMUM LOKASI 4.1 Geografis dan Demografi ... 24
4.2 Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya ... 24
4.3 Pembagian Wilayah ... 27
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden ... 28
5.2 Bentuk – Bentuk Aktivitas Pemanfaatan Hutan... 32
5.3 Analisis Pendapatan Masyarakat ... 34
5.4 Analisis Tujuan Keuangan ... 38
5.5 Tingkat Ketergantungan Masyarakat ... 39
VI. PENUTUP 6.1 Kesimpulan ... 42
6.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Tabel Teks Halaman
1. Tabel Matriks Analisis Livelihood ... 20
2. Variabel Ketergantungan... ... 22
3. Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan ... 25
4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pekalobean ... 25
5. Umur Responden Di Desa Pekalobean ... 29
6. Klasifikasi Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan ... 29
7. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga ... 30
8. Klasifikasi Responden Berdasrkan Luas Lahan ... 32
9. Bentuk – Bentuk Aktivitas Responden Dalam Kawasan Hutan ... 33
10. Analisis Sumber Penerimaan Responden Dari Luar Hutan ... 34
11. Analisis Sumber Penerimaan Responden Dari Dalam Hutan ... 35
12. Jumlah Penerimaan Responden Pertahun Di Desa Pekalobean ... 36
13. Jumlah Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden ... 36
14. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja ... 37
15. Jumlah Penerimaan Responden Dalam Kawasan Hutan Adat Marena Dan Diluar Kawasan Hutan Adat Marena ... 40
DAFTAR GAMBAR
Gambar Teks Halaman
1. Kerangka Pikir ... 15 2. Wawancara Dengan Responden ... 86 3. Kebun Kopi dan Hasil Hutan Dalam Kawasan Hutan Adat Marena ... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Teks Halaman
1. Kuisoner ... ...45
2. Kategori Umur, Tingkat Pendidikan, dan Jumlah Tanggungan Keluaraga ... 49
3. Berdasarkan Pekerjaan Pokok, Sampingan dan Luas Lahan ... 51
4. Analisis Penerimaan Biji Kopi Responden di Dalam Hutan Adat ... 53
5. Analisis Penerimaan Getah Pinus Responden di Dalam Hutan Adat ... 55
6. Analisis Penerimaan Usaha Responden di Luara Hutan Adat ... 57
7. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden Saat ini (Pangan) ... 60
8. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden yang Sebenarnya Dibutuhkan (Pangan) ... 64
9. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden Saat ini (Pelengkap) ... 69
10. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden yang Sebenarnya Dibutuhkan (Pelengkap) ... 72
11. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden Saat ini dan yang Sebenarnya Dibutuhkan (Bahan Bakar) ... 75
12. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja ... 76
13. Total Pengeluaran Responden Pertahun Saat ini ... 79
14. Total Pengeluaran Responden Pertahun yang Sebenarnya Dibutukan ... 81
15. Jumlah Pengeluaran Responden di Dalam Hutan Adat Marena ... 83
16. Pendapatan Responden Pertahun ... 85 17. Dokumentasi Wawancara dengan Responden ... 87
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hutan adalah salah satu jenis sumberdaya alam yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Bagi masyarakat hutan sekurang-kurangnya memiliki dua fungsi penting, yaitu sumberdaya hutan baik kayu maupun non kayu, hutan memberikan manfaat dalam kehidupan masyarakat. Bentuk aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan hutan khususnya bagi masyarakat yang bermukim di sekitar hutan sudah berlangsung sejak lama sehingga hutan memiliki makna tersendiri bagi masyarakat yang memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya hutan.
Ketergantungan masyarakat lokal terhadap hutan dalam tingkatan tertentu dapat dilihat dari keuntungan yang yang bisa diperoleh masyarakat dari hasil hutan. Peran hasil hutan bukan kayu tidak hanyan dari segi ekologis, tetapi juga pada aspek ekonomis dan sosial budaya. Dari hasil aspek ekonomis, hasil hutan bukan kayu dapat menjadi salah satu sumber penghasilan bagi masyarakat maupun pemerintah. Sedangkan dari aspek sosial budaya, masyarakat ikut dilibatkan dalam pemanfaatan dan pengelolaan hasil hutan.
Hasil hutan merupakan sumberdaya ekonomi yang memiliki potensi yang beragam yang didalam areal kawasan hutan. Keberadaan masyarakat di dalam maupun sekitar hutan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pengelolaan ekosistem hutan. Bentuk aktivitas masyarakat dalam kawasan hutan Adat Marena di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang adalah berkebun kopi dan penyadapan getah pinus.
Kopi dan getah pinus menjadi salah-satu bentuk pengelolaan masyarakat dalam meningkatakan kesejahteraan dan mempertahankan kelangsungan hidup.
Kawasan hutan Adat Marena pada umumnya sebagian masyarakat menjadikan kawasan hutan sebagai pekerjaan sampingan untuk menambah pendapatan masyarakat. Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan mengangkat judul
“Tingkat Ketergantungan Masyarakat Terhadap Hutan Adat Marena Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang”.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan adat di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan adat di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Sebagai bahan acuan dalam penelitian selanjutnya yang berkenaan dengan masyarakat sekitar kawasan hutan adat pada Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Sebagai data bagi masyarakat dan pemerintah dalam pemanfaatan hasil hutan yang diperoleh dari kawasan hutan adat pada Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hutan Adat
Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat. Pengertian hutan adat merujuk pada status kawasan hutan. Hal ini pernah menjadi polemik berkepanjangan karena dalam kerangka hukum di Indonesia hutan adat dianggap sebagai hutan negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada masyarakat adat. Kemudian terjadi perubahan definisi yang memberikan status tersendiri
Undang-undang No.41 tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan status hutan di Indonesia terbagi dalam hutan negara dan hutan hak. Hutan negara mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang tidak dibebani hak atas tanah (tidak dimiliki seseorang atau badan hukum). Sedangkan hutan hak mengacu pada kawasan hutan yang berada di atas tanah yang dibebani hak atas tanah. Dalam ketentuan ini, otomatis hutan adat dikategorikan sebagai hutan negara.
Menurut Raden dan Nababan (2003) menyatakan bahwa hutan adat adalah kawasan hutan yang berada di dalam wilayah adat yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari siklus kehidupan komunitas adat penghuninya. Pada umumnya komunitas – komunitas masyarakat adat penghuni hutan di Indonesia memandang bahwa manusia adalah bagian dari alam yang harus saling memelihara dan menjaga keseimbangan dan harmoni. Nababan (1995) dalam Raden dan Nababan (2003) menyatakan bahwa prinsif – prinsif kearifan adat yang
masih dihormati dan dipraktekkan oleh kelompok – kelompok masyarakat adat, yaitu anatara lain:
1. Masih hidup selarasalam dengan mentaati mekanisme dimana manusia merupakan bagian dari ekosistem yang harus dijaga keseimbangannya.
2. Adanya hak pengusaan dan/atau kepemilikan bersama komunitas (communal tenure/property rihts) atas suatu kawasan hutan adat masih bersifat eksklusif sehingga mengikat semua warga untuk menjaga dan mengamankannya dari kerusakan.
3. Adanya sistem pengetahuan dan struktur kelembagaan (Pemerintah) adat yang memberikan kemampuan bagi komunitas untuk memecahkan secara bersama masalah – masalah yang mereka hadapi dalam pemanfaatan sumberdaya hutan.
4. Adanya sistem pembagian kerja dan penegakan hukum adat untuk mengamankan sumberdaya milik bersama dari penggunaan berlebihan baik oleh masyarakat sendiri maupun oleh orang luar.
5. Adanya menakisme pemerataan distribusi hasil panen sumberdaya alam milik bersama yang bisa meredam kecemburuan sosial di tengah masyarakat.
2.2. Hutan Dan Masyarakat
Tingginya kualitas dan kuantitas keanekaragaman hayati yang dimiliki hutan alam Indonesia merupakan sebuah fakta yang tidak terbantahkan. Hal ini terbukti dengan peringkat lima besar dunia jenis pohon penghasil kayu bernilai ekonomi penting, yaitu yang termasuk famili terdapat di Indonesia (Santosa, 2008).
Keberadaan daya dukung hutan terhadap segala aspek kehidupan sangat ditentukan oleh tinggi rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hutan untuk dimanfaatkan dan dikelola. Hutan menjadi media hubungan timbal balik antara manusia dan makhluk hidup lainnya dengan faktor-faktor alam yang terdiri dari proses ekologi dan merupakan suatu kesatuan siklus yang dapat mendukung kehidupan (Reksohadiprojo, 2000). Masyarakat lokal yang memiliki pendidikan rendah sangat rentan terhadap pengaruh budaya luar yang konsumtif (Ngakan, 2006).
Keadaan ini menyebabkan masyarakat tidak lagi memanfaatkan sumberdaya hutan secara arif dan bijaksana, namun cenderung melakukan perambahan dan eksploitasi yang tidak terkendali. Kondisi ini terjadi di hampir semua kawasan di Indonesia. Pola hubungan saling ketergantungan antara manusia dan hutan dalam suatu interaksi sistem kehidupan adalah keniscayaan.
Hutan di negeri ini mendapat beban demikian lama dan berat sebagai penggerak perekonomian bangsa, dan kini telah sampai pada titik nadir berakumulasinya masalah sosial, ekonomi, budaya dan ekologi.
Jika tekanan terhadap hutan terus terjadi, maka hutan akan semakin berkurang dan bencana dampak ekologi akan berantai ke sektor-sektor lain, dan pada gilirannya akan berdampak pada kehidupan masyarakat secara luas (Isnaeny, 2004).
Beberapa terobosan untuk menata pengelolaan hutan Indonesia harus segera dilakukan. Pengelolaan hutan yang berbasis pada masyarakat (social forestry) mungkin menjadi salah satu alternatif yang perlu mendapatkan pembahasan dan perhatian yang serius dari semua pihak. Pengelolaan hutan dalam social forestry
meliputi seluruh kegiatan pengelolaan secara komprehensif yaitu menanam, memelihara, dan memanfaatkan.
Untuk terlaksananya pengelolaan yang komprehensif perlu penguatan kelembagaan kemitraan antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Di samping kelembagaan kemitraan, penguatan sistem pengelolaan dan sistem usaha berbasis masyarakat sangat menentukan keberhasilan social forestry.
Kini masalahnya adalah bagaimana pengelolaan hutan berbasis masyarakat terkait dengan konsep ekologi yang berkelanjutan.
2.3. Ketergantungan Masyarakat
Ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi seseorang dipengaruhi oleh perkembangan dan keadaan daerah tempat tinggal (Feqrasta, 2010).
Tingkat ketergantungan adalah tinggi rendahnya suatu kondisi dimana seseorang/sekelompok orang tidak dapat mengembangkan dirinya atau melakukan perubahan apapun tanpa adanya bantuan dari orang lain (Abubakar, 2011)
Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan adalah adanya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan yang mempunyai akses yang tinggi terhadap kawasan hutan serta memanfaatkan sumberdaya hutan (Adriyana, 2010).
Menurut Tadjudin (2000), jenis mata pencaharian masyarakat hutan sangat beragam. Sebagian dari mereka melakukan kegiatan budaya pertanian di dalam kawasan hutan lainnya hanya memetik hasil hutan non kayu seperti damar, getah, rotan, sarang burung, dan tanaman obat – obatan. Sebagian lainnya adalah
mencari kayu bakar menyabit rumput atau menggembalakan ternaknya di dalam kawasan hutan.
Menurut Ahmad (1993), menyatakan masalah masyarakat, tanah, sumberdaya, ada pada setiap sektor ekonomi ekstraktif khusus untuk sektor kehutanan partisipasi ekonomis masyarakat ini memiliki tiga dimensi. Pertama, kesempatan memperoleh pendapatan melalui pemilikan lahan. Bagi masyarakat yang turun temurun tinggal di dalam dan tepi hutan, ini berarti pemilikan atau hak atas lahan hutan sebagai faktor produksi, misalnya dengan bertani dan memperoleh pendapatan darinya. Kedua, kesempatan memperoleh pendapatan dengan menjual tenaga kerja pada kegiatan ekonomi milik orang lain. Ketiga kesempatan mengklaim atau menggunakan hak pemanfaatan atas hasil hutan, kayu dan non kayu, dari kawasan tertentu yang telah turun temurun menjadi
“lahan cadangan” masyarakat setempat. Hak atas sumberdaya lokal ini dapat bersifat komunal atau individual.
Perlibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan akan membuka peluang bagi masyarakat untuk mengakses sumberdaya hutan sebagai sumber mata pencharian. Dengan demikian pengelolaan hutan akan mengangkat status kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. Pengelolaan hutan menempatkan masyarakat sebagai pelaku penting (Rahardjo, 2003).
2.4. Masyarakat Sekitar Hutan
Masyarakat sekitar hutan adalah penduduk yang tinggal di dalam dan sekitar hutan yang mata pencaharian dan lingkungan hidupnya sebagian besar tergantung pada eksistensi hutan dan kegiatan perhutanan. Masyarakat sekitar
hutan sebenarnya memiliki potensi yang tinggi apabila diberdayakan, tetapi dalam hal ini masyarakat harus dilibatkan dalam pengelolaan hutan. Peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan mempunyai prioritas utama dalam suatu pengelolaan hutan. Masyarakat hutan dalam berladang secara turun temurun memanfaatkan hutan di daerah hutan primer (Arief,2001)
Masyarakat sekitar hutan adalah sekelompok orang yang tinggal di daerah- daerah hutan wilayah desa yang masih memiliki sifat rata-rata tradisional dalam mempertahankan kehidupan tradisional dari leluhurnya dan terdapat hutan-hutan asli yang mereka lindungi yang didalamnya masih terdapat keanekaragaman biologi yang masih khas (Iskandar,1992)
Masyarakat ataupun kelompok masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan hutan. Pemanfaatan hutan adalah kegiatan untuk memperoleh manfaat optimal dari hutan untuk kesejahteraan seluruh masyarakat dalam pemanfaatan kawasan, pemanfaatan jasa lingkungan, pemanfaatan hasil hutan kayu, pemanfaatan hasil hutna non kayu, pemungutan hasil hutan kayu dan pemungutan hasil hutan bukan kayu (Keputusan Menteri Kehutanan, 2001)
2.5. Konsep Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
Kita memahami bahwa dari tahun ketahun perspektif pengelolaan sumber daya hutan mengalami perubahan sejalan dengan perubahan sosial- politik yang sedang terjadi. Bahkan lebih tinggi lagi paradigm pengelolaan sumber daya hutan juga berubah secara mendasar terutama dalam menyongsong gelombang demokrasi dunia.
Menurut Dephut (2000), sistem pengelolaan hutan oleh masyarakat memiliki performasi atau kinerja yang berbeda beda. Performasi yang di maksud adalah produktivitas, keberlanjutan, dan keadilan. Adapun tujuan dari pengelolaan berbasiskan masyarakat yaitu untuk, memberdayakan masyarakat sekitar hutan agar kehidupannya menjadi lebih sejahtera. Sistem pengelolaan berbasis masyarakat memiliki keuntungan dan kerugian masing – masing. Keuntungan yang dapat di peroleh yaitu :
1. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan 2. Mempercepat hubungan antar sesama petani hutan 3. Meningkatkan aneka ragam hasil hutan
4. Meningkatkan keamanan hutan 5. Menciptakan lapangan kerja
6. Memberdayakan masyarakat setempat
Adapun kerugian dari pengelolaan berbasis masyarakat yaitu:
1. Hutan rawan perambahan, pencurian hasil hutan, perladangan berpindah dan kebakaran hutan.
2. Terjadi fragmentasi karena areal hutan dekat dengan penduduk.
3. Adanya penguasaan lahan oleh masyarakat.
Menurut Nasution (1990), pengelolaan hutan berbasiskan masyarakat dirasakan pada tahun 1970-an karena negara dunia ketiga menyadari perkembangan pembangunan dan dampaknya terhadap ekologi di mana pada saat ini orientasi pembangunannya adalah pertumbuhan ekonomi setinggi tingginya dengan mengekploitasi sumber daya alam. Di Indonesia pemanfaatan sumber
daya alam khususnya hutan,pengelolaan di berikan penguasaan kepada perusahaan asing yang
Notebenenya pengelolaan sumber daya alam. Ekspansi negara dunia pertama berlandaskan pada teori ekonomi bahwa alam di eksploitasi untuk kepentingan pasar yang sangat merugikan Negara dunia ketiga,lahan pertanian dan kehutanan di kelola untuk kebutuhan industri negara dunia terutama semua hasil pertanian dan kehutanan diekspor keluar negeri untuk kepentingan pasar sangat merugikan sumber daya alam khususnya hutan akibatnya terjadi degradasi,deporentasi hutan.
2.6. Hasil Hutan Bukan Kayu ( HHBK )
Menurut Peraturan Menteri No. P35/ Menhut-II/ 2007, Hasil Hutan Bukan Kayu yang selanjutnya disingkat HHBK adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani beserta produk turunan dan budidaya kecuali kayu (Menhut, 2007).Dalam upaya mengubah haluan pengelolaan hutan dari timber extraction menuju sustainable forest management, Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) atau Non Timber Forest Products (NTFP) memiliki nilai yang sangat strategis.Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan bersinggungan langsung dengan masyarakat sekitar hutan.Sehingga, tidak dipungkiri lagi bahwa masyarakat di dalam maupun di sekitar kawasan hutan berhubungan langsung maupun tidak langsung dengan hasil hutan bukan kayu (Sihombing, 2011).
Pemanfaatan hasil hutan bukan kayu adalah kegiatan untuk memanfaatkan dan mengusahakan hasil hutan berupa bukan kayu dengan tidak merusak lingkungan dan tidak mengurangi fungsi pokoknya. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil
Hutan Bukan Kayu (IUPHHBK) yang tertuang pada Pasal 1 (13) dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 3 Tahun 2008 yang merupakan revisi dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 6 Tahun 2007, adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan bukan kayu dalam hutan alam pada hutan produksi melalui kegiatan pemanenan atau penebangan, pengayaan, pemeliharaan, dan pemasaran (Kemenhut, 2007).
Sumberdaya hutan juga bersifat multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu yang hanya memberikan sumbangan 20%, melainkan juga manfaat Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan jasa lingkungan, yang memberikan sumbangan terbesar yakni 80%, namun hingga saat ini potensi HHBK tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa Negara (Kemenhut, 2009).
Dalam konteks ekonomi, pemanfaatan hutan selama ini masih cenderung berorientasi pada pengelolaan hutan sebagai penghasil kayu. Kondisi ini mendorong eksploitasi kayu secara intensif untuk memenuhi pasar dunia maupun industri domestik tanpa memperhatikan nilai manfaat lain yang dapat diperoleh dari hutan dan kelestarian ekosistem hutan. Oleh karena itu, paradigma tersebut
telah menyebabkan terjadinya penurunan luas, manfaat dan kualitas ekosistem hutan. Padahal, di sisi lain, sumberdaya hutan (SDH) mempunyai potensi multi fungsi yang dapat memberikan manfaat ekonomi, lingkungan dan sosial bagi kesejahteraan ummat manusia.Manfaat tersebut bukan hanya berasal dari Hasil Hutan Kayu (HHK) seperti yang terjadi saat ini, melainkan juga manfaat hasil hutan bukan kayu (HHBK) dan jasa lingkungan (Kemenhut, 2009).
Paradigma baru sektor kehutanan memandang hutan sebagai sistem sumberdaya yang bersifat multi fungsi, multi guna dan memuat multi kepentingan serta pemanfaatannya diarahkan untuk mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Paradigma ini makin menyadarkan kita bahwa produk HHBK merupakan salah satu sumber daya hutan yang memiliki keunggulan komparatif dan paling bersinggungan dengan masyarakat sekitar hutan. HHBK terbukti dapat memberikan dampak pada peningkatan penghasilan masyarakat sekitar hutan dan memberikan kontribusi yang berarti bagi penambahan devisa negara. Ke depan pembangunan kehutanan diharapkan tidak lagi hanya berorientasi pada hasil hutan kayu, tetapi sudah selayaknya menggali potensi HHBK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil hutan kayu dari ekosistem hutan hanya sebesar 10% sedangkan sebagian besar (90%) hasil lain berupa hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang selama ini belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Kemenhut, 2009).
Kawasan hutan Indonesia mencapai luas 125,956,142.71 ha (KLHK, 2017) memiliki keanekaragaman hayati yang cukup tinggi 30 sampai dengan 40 ribu jenis tumbuhan tersebar di hampir seluruh pulau yang berpotensi menghasilkan
HHBK yang cukup besar (Kemenhut, 2009). Beberapa jenis HHBK memiliki nilai cukup tinggi baik di pasar domestik maupun di pasar global antara lain rotan, bambu, gaharu, atsiri, dan jenis lain. Secara ekonomis HHBK memiliki nilai ekonomi tinggi dan berpeluang untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta meningkatkan pendapatan negara. Walaupun memiliki nilai ekonomi tinggi namun pengembangan usaha dan pemanfaatan HHBK selama ini belum dilakukan secara intensif sehingga belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan perekonomian masyarakat dan peningkatan devisa Negara (Kemenhut, 2009).
2.7. Kerangka Pikir
Berdasarkan uraian gambaran kerangka berpikir menjelaskan bahwa Hutan Adat adalah hutan Negara yang hak pengelolaanya diberikan kepada masyarakat adat untuk dikelola dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari – hari masyarakat adat dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemanfaatan di dalam kawasan hutan adat Marena yaitu hasil hutan bukan kayu dan hasil hutan kayu yang dikelola oleh masyarakat sekitar hutan adat Marena untuk memenuhi kebutuhan ekonomi masyarakat dan sebagai penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat dan pemanfaatan di luar kawasan hutan yaitu perkebunan dan pertanian.
Berdasrkan penelitian ini akan di uraikan tingkat ketergantungan masyarakat pada kawasan hutan adat Marena Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang. Untuk lebih jelasnya kerangka pikir penelitian ini dapat di lihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kerangka pikir Hutan Adat
Marena
Bentuk Aktivitas Masyarakat
Tingkat Ketergantungan Masyarakat Di Luar
Kawasan
Di Dalam Kawasan
Kebun/Pertanian Hasil Hutan
Bukan kayu
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih 2 (dua) bulan, yaitu pada bulan Agustus 2019 sampai Oktober 2019. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
3.2. Objek dan Alat Penelitian 3.2.1 Objek penelitian
Adapun objek penelitian ini adalah :
1. Masyarakat sekitar Hutan Adat Marena Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
2. Hutan Adat Marena Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
3.2.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Alat tulis untuk mencatat setiap informasi responden.
2. Kuisioner, dipergunakan untuk mengisi daftar pertanyaan.
3. Buku yang digunakan untuk mengisi daftar pertanyaan.
4. Kamera untuk dokumentasi.
3.3. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari lapangan melalui observasi dan wawancara berstruktur dengan
menggunakan kuisioner kepada responden. Data primer yang dikumpulkan yaitu aspek-aspek yang berhubungan dengan kegiatan di dalam kawasan hutan Adat Marena dan diluar kawasan hutan Adat Marena, baik berupa tingkat pendidikan, tingkatan umur, mata pencaharian, jumlah tanggungan keluarga.
b. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari instansi terkait, laporan penelitian, literatur, karya ilmiah, dokumentasi maupun informasi lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder yang dikumpulkan berupa gambaran umum wilayah penelitian meliputi : gambaran umum Desa Pekalobean (Geografis, Demografi, dan Iklim), Keadaan sosial, ekonomi, dan budaya (Jumlah kepala keluarga yang bermukim, Pendidikan, mata pencaharian, pola penggunaan tanah, kepemilikan ternak, agama dan kondisis sosial masyarakat, sarana dan prasarana), administrasi Pemerintahan (pembagian wilayah Desa) atau data lainnya yang mendukung penelitian dan bahan pustaka yang menjadi landasan teori.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
a. wawancara berstruktur dengan menggunakan daftar kusioner.
b. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan secara langsung terhadap masyarakat sekitar hutan adat Marena.
c. Dokumentasi, yaitu dengan melakukan pencatatan dan pengambilan gambar di lapangan dengan melalui pemotretan dan fotocopy data sekunder dari instansi terkait.
3.5 Populasi dan Sampel
Populasi merupakan keseluruhan objek yang berfungsi sebagai informan atau objek yang dapat berfungsi sebagai informan atau objek yang dapat memberikan informasi sehubungan dengan pokok permasalahan. Menurut Arikunto (2005) populasi diartikan seluruh objek penelitian. Teknik pengambilan sampel dilakukan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode sampling di mana menurut (Margono, 2004) teknik sampling adalah cara untuk menetukan sampel yang jumlahnya sesuai dengan ukuran sampel yang akan dijadikan sumber data sebenarnya, dengan memperhatikan sifat-sifat dan penyebaran populasi agar diperoleh sampel yang representatif.
Populasi penelitian adalah semua masyarakat yang berada disektar hutan Adat Marena di Dusun Pasang Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
Sampel penelitian adalah petani yang melakukan kebun dalam kawasan hutan Adat Marena dan pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling. Jumlah kepala Rumah Tangga yaitu 110 dengan menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
n = N / (1+ (N x e²)) keterangan :
n = jumlah sampel N = total populasi
e = toleransi nilai eror (15%)
Diman : N = 110 dan e = 15% = 15/100 = 0,15 Maka : n…..?
n = N / (1+ (N x e²))
Sehingga: n = 110 / (1+(110 x 0,15²))
= 110 / (1+(110 x 0,0225))
= 110 / (1+ 2,475)
= 110 / 3,475
n = 31,65 dibulatkan menjadi 32
Dengan berdasarkan rumus Slovin jumlah sampel penelitian sebanyak 32 orang.
3.6 Analisis Data
Tingkat ketergantungan masyarakat pada hutan adat Marena. Variabel yang digunakan yaitu metode analisis livelihood dan analisis pendapatan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui pendapatan masyarakat dalam melakukan aktifitas pada hutan adat Marena.
a. Variabel tingkat ketergantungan masyarakat terhadap areal kawasan hutan menggunakan variabel analisis metode Livelihood.
Tabel 1. Tabel Matriks Analisis Livelihood.
Jenis kebutuhan
Konsumsi saat ini dalam satu tahun
Jumlah yang sebetulnya dibutuhkan dalam satu
tahun
Selisih
Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Jumlah Nilai (Rp) Pangan
Bahan bakar Pelengkap
Sumber : Lecup dan Nicholson (2006).
Untuk Pengeluaran Kebutuhan :
Total pengeluaran = Jumlah kebutuhan pangan + Jumlah kebutuhan pelengkap + Jumlah kebutuhan bahan bakar.
Selisih pengeluaran = Pengeluaran konsumsi saat ini – Pengeluaran konsumsi yang sebenarnya.
Selain untuk mengetahui tujuan hasil keuangan hasil analisis Livelihood juga dijadikan dasar untuk menentukan berapa luas areal yang dibutuhkan oleh setiap rumah tangga petani untuk memenuhi kebutuhannya berdasarkan produktifitas usaha tani yang ada pada saat ini.
b. Biaya total
Besarnya biaya total dapat diketahui dengan menggunakan persamaan pendapatan dari suatu bidang usaha (Attar,1999 dalam Suardi) sebagai berikut :
P = Pi − Ci
Dimana :
P = Pendapatan dari suatu bidang usaha
Pi = Jumlah penerimaan dari suatu jenis kegiatan ke-1 pada suatu bidang usaha
Ci = Jumlah pengeluaran suatu jenis kegiatan ke-1 pada suatu bidang usaha.
c. Penerimaan
Penerimaan merupakan hasil perkalian antara jumlah produk dengan harga jual produk dapat di hitung dengan rumus sebagai berikut (Soekartawi,2006):
TR = P x Q Dimana :
TR : Total Revenue {(penerimaan total (Rp) } P : Price (harga)
Q : Quantity {(jumlah barang (Kg)}
d. Pendapatan
Pendapatan bersih atau keuntungan usaha diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pendapatan secara matematis dirumuskan sebagai berikut (Suratiyah, 2015)
Pendapatan petani dihitung dengan rumus :
I = TR - TC
Dimana :
I = Pendapatan (income) TR = Total penerimaan TC = Total biaya e. Rumus kontribusi
= x 100%
Selain itu, untuk mengetahui parameter tingkat ketergantungan maka perlu memahami acuan yang jelas sebagai berikut :
Tabel 2. Variabel Ketergantungan No Variabel Ketergantungan
(%) Kategori
1 0% Tidak Tergantung
2 0,01 - 33,33% Rendah
3 33,34 - 66,66% Sedang
4 66,67 - 100% Tinggi
Sumber : Adaptasi, Kadir (2010).
3.7 Defenisi Operasional
Batasan - batasan operasional yang digunakan dalam penelitian ini mencakup beberapa istilah:
a. Ketergantungan adalah keadaan dimana kehidupan ekonomi seseorang dipengaruhi oleh perkembangan dan keadaan daerah tempat tinggal.
b. Hutan adat adalah hutan Negara yang hak pengelolaannya diberikan kepada masyarakat adat.
c. Hasil Hutan adalah benda - benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.
d. Masyarakat adalah sejumlah manusia yang tinggal didalam atau disekitar hutan yang membentuk komuniltas untuk mendapatkan mata pencaharian yang berkaitan dengan hutan.
e. Responden adalah masyarakat yang berada didaerah tersebut untuk dimintai keterangan dalam peneitian ini.
f. Kebutuhan saat ini adalah kebutuhan yang digunakan masyarakat saat ini
g. Kebutuhan yang sebenarnya adalah kebutuhan yang diinginkan masyarakat sebenarnya
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Geografis dan Demografi A. Geografis
Desa Pekalobean merupakan Desa yang berada pada Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang Provinsi Sulawesi Selatan. Desa Pekalobean terletak ± 31 Km dari Ibukota Kabupaten Enrekang, atau 7 Km dari Ibukota Kecamata Anggeraja denga luas wilayah 9,92 Km2,dengan batas – batas sebagai berikut:
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Salu Dewata
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Mataram
Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bubun Lamba
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Singki B. Iklim
Keadaan iklim di Desa Pekalobean terdiri dari : musim hujan, kemarau, dan musim pancaroba. Dimana musim hujan biasanya terjadi antara Bulan Januari sampai dengan April, musim kemarau anatara Bulan Juli sampai dengan November, sedangkan musim pancaroba anatara Bulam Mei sampai dengan Juni.
4.2. Keadaan Sosial, Ekonomi dan Budaya A. Penduduk
Penduduk merupakan salah satu syarat bagi terbentuknya sebuah Negara/wilayah atau sekaligus sebagai aset atau modal bagi suksesnya pembangunan disegala bidang kehidupan bail dalam bentuk pembangunan fisik
maupun non fisik. Oleh karena itu kehadiran dan perannya sangat menentukan bagi perkembangan suatu wilayah, baik dalam skala kecil maupun besar, sehingga dibutuhkan data atau potensi kependudukn yang tertib dan terukur.
Desa pekalobean terletak di Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yang memiliki jumlah penduduk sebanyak ± 2.380 jiwa, terdiri dari laki – laki 1208 jiwa dan perempuan 1.172 jiwa dengan jumlah 573 Kepala Keluarga. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Jumlah Penduduk Sesuai Dengan Dusun/Lingkungan
No Nama Dusun Jumlah Jiwa Kepala
Keluarga
L P Total
1 Dusun Marena 454 451 905 210
2 Dusun Pasang 233 203 436 110
3 Dusun Malimongan 167 159 326 79
4 Dusun Kota 219 222 441 106
5 Dusun Sipate 135 137 272 68
Jumlah 1.208 1.172 2.380 573
Sumber: Kantor Desa Pekalobean, 2018 B. Tingkat Pendidikan
Berdasarkan data sekunder, sebagian besar masyarakat Desa Pekalobean memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, yakni Sekolah Dasar (SD), hanya sedikit saja yang melanjutkan kejenjang yang lebih tinggi bahnyak lebih banyak tidak tamat sekolah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:
Tabel 4. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
1 Tidak Tamat SD 667
2 SD 578
3 SMP 422
4 SMA 472
5 D3/S1 80
Jumlah 2.219
Sumber: Kantor Desa Pekalobean, 2018 B. Mata Pencaharian
Jenis mata pencaharian masyarakat Desa Pekalobean antara lain yaitu petani, pedagang, PNS, buruh, wiraswasta, karyawan swasta, honorer, dan sopir.
Akan tetapi masyarakat Desa Pekalobean lebih banyak mata pencaharianya sebagai petani. Masyrakat memanfaatkan lahan – lahan yang ada untuk ditanami bawang merah, jagung, tomat, kol, wortel, ubi, kopi, dan lain – lain. Masyarakat juga sebagian mengembala ternak.
C. Pola Penggunaan Tanah
Pola penggunaan tanah umumnya digunakan sebagai lahan perkebunan dan pertanian (terutama bawang merah) dengan panen musiman.
D. Kepemilikan Ternak
Jenis ternak yang dikembangkan masyrakat yaitu Ayam/itik, sapi, kambing, dal lain – lain. Dimana masyrakat lebih banyak mengembangkan ayam dibandingkan yang lain disebabkan karena masyarakat lebih muda dalam memelihara ayam di bandingkan yang lain. Masyarakat hanya membuat kandang
kecil dan disimpan di kolom rumah Sedangkan untuk ternak lain membutuhkan tempat yang lebih besar.
E. Agama dan Kondisi Sosial Masyarakat
Semua masyarakat Desa Pekalobean beragama islam. Mengenai kegiatan sosial yang dilakukan masyrakat berupa kerja bakti dalam pembangunan seperti memperbaiki jalan. Kegiatan yang dilakukan setiap tahunnya yaitu tujuh belasan memperingati Hari Kemerdekaan RI dengan berbagai macam lomba.
Mata pencaharian masyarakat yang paling utama yaitu pertani, dimana masyarakat memiliki sifat gotong royong yang tinggi untuk saling membantu terutama dalam hal membantu saat memanen.
F. Sarana dan Prasarana Desa
Desa Pekalobean memiliki sarana dan prasarana umum yaitu Kantor Desa, Balai Desa, Masjid, dan Sekolah, dan pada sector kesehatan Desa Pekalobean memiliki sarana berupa pustu.
4.3. Pembagian Wilayah Desa
Desa Pekalobean terbagi atas 5 Dusun yaitu Dusun Marena, Dusun Pasang, Dusun Malimongan, Dusun Kota, Dusun Sipate. Jumlah penduduk
±2.380 jiwa, yang terdiri atas laki – laki 1.208 jiwa, perempuan 1.172 jiwa, dengan jumlah kepala keluarga 573.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Responden
Ada beberapa karakteristik responden yang digunakan dalam penelitian ini yaitu umur, pendidikan, tanggungan keluarga, luas lahan, pekerjaan pokok, pekerjaan sampingan, dan Penerimaan.
5.1.1 Umur Responden
Data umur responden berpengaruh terhadap tingkah laku demografis dan sosial ekonomi responden. Data umur digunakan untuk mengetahui penduduk usia produktif dan penduduk usia tidak produktif.
Menurut Hernawati (2008), bahwa umur produktif di bagi menjadi tiga kelompok yaitu:
a. Produktif Muda (15-34 tahun) b. Produktif Tua ( 35-54 tahun) c. Tidak Produktif ( >55 tahun)
Umur adalah salah satu identitas yang mempengaruhi kerja dan pola pikir responden. Responden berumur muda pada umumnya mempunyai kemampuan fisik yang lebih baik dalam bekerja mencari nafkah dan lebih cepat menerima hal- hal yang dianjurkan. Namun biasanya masih kurang memiliki pengalaman untuk mengimbangi keragaman yang terjadi, cenderung lebih dinamis sehingga cepat menerima hal-hal yang baru bagi perkembangan hidupnya pada masa-masa yang akan datang. Jika dikaitkan dengan kemampuan fisik dalam bekerja dan mencari nafkah terutama dalam pengelolaan lahan akan sangat terbatas sehingga kegiatan – kegiatan pengelolaan hutan tidak optimal.
Untuk lebih jelasnya pembagian umur responden pada Desa Pekalobean dapat di liat pada tabel 5.
Tabel 5. Umur Responden Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
No Umur Jumlah
(Jiwa)
Persentase (%)
1 15 – 34 1 3,12
2 35 – 54 26 81,25
3 >55 5 15,63
Jumlah 32 100
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 5 Menunjukkan bahwa, pada umumnya jumlah responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang yaitu umur 15-43 tahun hanya 1 orang (3,12%), umur 35-54 tahun 26 orang (81,25%), umur >55 tahun hanya 5 orang (15,63%). Berdasarkan hasil wawancara (kuisioner) penelitian, responden yang termuda adalah umur 32 tahun dan umur tertua adalah umur 63 tahun.
5.1.2 Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan responden Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dapat di lihat pada tabel.
Tabel 6. Klasifikasi Responden Berdasarkan Kategori Pendidikan Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
No Tingkat Pendidikan Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1 SD 16 50
2 SMP 7 21,88
3 SMA 9 28,12
Jumlah 32 100
Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan di lokasi penelitian masih rendah, hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian dimana jumlah responden yang tidak tamat sekolah dasar dan yang tamat sekolah dasar (SD) 16 jiwa (50%), sekolah menengah pertama (SMP) 7 jiwa (21,88%), dan Sekolah menengah atas (SMA) 9 jiwa (28,12%). Rendahnya tingkat pendidikan tersebut disebabkan karena kurangnya biaya untuk melanjutkan pendidikan dan berpendapat bahwa sekolah dasar sudah cukup untuk mencari nafkah untuk hidup. Selain itu masyarakat juga menganggap bahwa tanpa pendidikan masyarakat juga dapat mengelola lahannya dengan baik.
5.1.3 Tanggungan Keluarga
Tanggungan keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dengan responden atau di luar rumah, namum masih menjadi tanggung jawab responden. Besarnya jumlah tanggungan keluarga responden mempengaruhi besarnya biaya hidup. Besarnya biaya hidup yang di tanggung responden akan mendorong untuk lebih aktif berusaha guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Untuk lebih jelasnya data berdasarkan jumlah tanggungan keluarga dapat di lihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Klasifikasi Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Tanggungan Keluarga (Jiwa)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
1 0 – 2 16 50
2 3 – 5 14 43,75
3 >5 2 6,25
Jumlah 32 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 7 Menunjukkan bahwa jumlah tanggungan keluarga responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang masih tergolong tinngi, hal ini ini diketahui dengan jumlah tanggungan keluarga 0 – 2 orang sebanyak 16 responden (50%), 3 -5 tanggungan keluarga sebanyak 14 responden (43,75%), dan >5 tanggungan keluarga hanya 2 responden (6,25%). Banyaknya jumlah tanggungan keluarga akan akan mempengaruhi besarnya kebutuhan yang harus ditanggung responden sehingga akan mendorong responden untuk lebih aktif berusaha guna memenuhi kebutuhan keluarganya.
5.1.4 Mata Pencaharian
Mata pencaharian responden pada penelitian ini di bagi atas dua kategori yaitu mata pencaharian pokok dan mata pencaharian sampingan. Mata pencaharian pokok yaitu pekerjaan responden yang dijadikan sebagai sumber penghasilan dalam kebutuhannya, sedangkan mata pencaharian sampingan merupakan pekerjaan responden yang hanya merupakan tambahan saja.
Mata pencaharian pokok responden yaitu petani dan mata pencaharian sampingan responden yaitu buruh bangunan, penyadap getah pinus.
5.1.5 Luas Lahan
Lahan yang dimiliki responden baik dalam kawasan maupun di luar kawasan, dalam bentuk kebun/ladang,maupun pemukiman ditotalkan serta dikelompokkan dalam kategori luas lahan sempit dan luas. Lahan tersebut digunakan masyarakat setempat untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Kategori lahan sempit adalah kurang dari 1 ha, sedangkan yang dikategorikan lahan luas pengelolaan lebih atau sama dengan 1 ha.
Untuk lebih jelasnya klasifikasi responden berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel.
Tabel 8. Klasifikasi Responden Berdasrkan Luas Lahan di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
Kategori Luas lahan (Ha)
Jumlah (Jiwa)
Persentase (%)
Sempit ≤ 1 19 59,38
Luas > 1 13 40,62
Jumlah 32 100
Sumber: Data primer Setalah Diolah, 20019
Tabel 8 menunjukkan bahwa pada umumnya responden memiliki lahan yang sempit. Jumlah responden yang memiliki lahan yang sempit di bawah 1 ha sebanyak 19 jiwa (59,38%), sedangkan di lahan yang luas di atas 1 ha sebanyak 13 jiwa (40,62%). Sempitnya rata – rata lahan yang dimiliki responden sangat mempengaruhi Penerimaan responden untuk memberikan nafkah yang cukup bagi tanggungan keluarga.
5.2 Bentuk – Bentuk Aktivitas Pemanfaatan Hutan
Penduduk Desa Pekalobean pada umumnya melakukan aktivitas di dalam kawasan hutan seperti berkebun kopi yang dari dulunya telah dikerjakan oleh orang tua para responden yang kemudian diteruskan oleh para responden dan aktivitas lainya yaitu penyadapan getah pinus. Upaya pemanfaatan kawasan hutan untuk memberikan kesejahteraan kualitas hidup masyarakat dan menjaga kelestarian hutan.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi oleh warga Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang terdapat 2 jenis bentuk aktivitas pemanfaatan hutan seperti ditunjukan pada Tabel 9 berikut ini.
Tabel 9. Bentuk – Bentuk Aktivitas Responden Dalam Kawasan Hutan Adat Marena Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Bentuk Aktivitas Produksi
(Kg/Tahun)
1 Berkebun Kopi 8.512
2 Penyadapan Getah Pinus 1.982
Jumlah 10.494
Sumber: Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 9 menunjukkan bahwa aktivitas responden dalam kawasan hutan terbagi dua aktivitas yaitu berkebun kopi, dan penyadapan getah pinus dengan tingkat produksi berkebun kopi sebesar 8.512 Kg/Tahun dan produksi penyadapan etah pinus sebesar 1.982 Kg/Tahun. Masyarakat pada Desa Pekalobean menempatkan areal hutan sebagai tempat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
1. Kebun Kopi
Masyarakat di Desa Pekalobean pada hutan Adat Marena melakukan aktivitas perkebunan kopi di dalam kawasan hutan adat Marena untuk memenuhi kebutuhan hidunya. Biji kopi di jual pada pengepul dengan harga Rp 22.000,-/Kg.
Biji kopi yang di jual yaitu biji kopi yang masih memiliki kulit.
2. Penyadapan Getah Pinus
Masyarakat di Desa Pekalobean melakukan aktivitas dalam hutan Adat Marena yaitu Penerimaan getah pinus sebagai pekerjaan sampingan masyarakat
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Getah pinus di jual dengan harga Rp 5.500,-/Kg.
5.3 Analisis Penerimaan Masyarakat
5.3.1 Analisis Sumber Penerimaan Responden Dari Luar Hutan Adat Marena Analiss sumber penerimaan responden untuk mengetahui sumber- sumber penerimaan responden. Untuk lebih jelasnya analisis penerimaan dan sumber penerimaan dari luar hutan adat dapat di lihat pada Tabel. 10 Berikut ini.
Tabel 10. Analisis Sumber Penerimaan Responden dari Luar Hutan Adat Marena Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Jenis Usaha Jumlah Individu
1 Warung 2
2 Pabrik Kopi 1
3 Jagung 3
4 Buruh 5
5 Ubi Jalar 2
6 Kol 3
7 Wortel 3
8 Bawang Merah 8
9 Tomat 3
10 Pedagang Sapi 1
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 10 menunjukkan bahwa dari dari usaha responden yang paling banyak yaitu bawang merah yang dengan jumlah 8 responden sedangkan yang paling sedikit yaitu pabrik rumahan, ubi jalar, dan pedagang kecil dengan jumlah 1 responden.
5.3.2 Analisis Sumber Penerimaan Responden Dari Dalam Hutan Adat Marena Analiss sumber Penerimaan responden untuk mengetahui sumber- sumber Penerimaan responden. Untuk lebih jelasnya analisis Penerimaan dan sumber Penerimaan dari dalam hutan adat dapat di lihat pada Tabel 11 berikut ini:
Tabel 11. Analisis Sumber Penerimaan Responden Dari Dalam Hutan Adat Marena Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Jenis Usaha Jumlah Individu
1 Kebun Kopi 32
2 Penyadap Getah Pinus 8
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan adat Marena masih tinggi karena semua responden mempunyai usaha dalam kawasan hutan yaitru kebun kopi dan sebagaian responden melakukan kegiatan sampingan juga dengan melakukan penyadapan getah pinus.
5.3.3 Analisis Jumlah Penerimaan Responden Pertahun
Analisis Penerimaan rumah tangga responden pertahun pada Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang dimana Penerimaan responden terdiri dari Penerimaan dari dalam kawasan hutan Adat Marena dan di luar kawasan hutan Adat Marena. Untuk lebih jelasnya analisis Penerimaan rumah tangga responden dalam satu tahun dapat di lihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Jumlah Penerimaan Responden Pertahun Di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang
No Penerimaan Responden
(Rp/Tahun) Jumlah (Jiwa) persentase (%)
1 6.000.000 - 15.000.000 9 28.13
2 15.000.001 - 25.000.000 23 71.87
Jumlah 32 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 12 menunjukkan bahwa jumlah penerimaan responden pertahun di
Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang sebesar Rp 6.000.000 – Rp 15.000.000 sebanyak 9 jiwa dengan persentase 28.13%
sedangkan penerimaan responden pertahun sebesar Rp 15.000.001 – Rp 25.000.000 sebanyak 23 jiwa dengan persentase 71.87%.
5.3.4 Analisis Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga Responden Pertahun
Analisis pengeluaran rumah tangga dilakukan untuk mengetahui berapa banyak pengeluaran dari jenis – jenis dari kebutuhan rumah tangga responden.
Kebutuhan rumah tangga terdiri dari pangan (beras, lauk, sayur), Bahan bakar (kompor gas), pelengkap (susu, kopi, teh, gula, dan rokok).
Tabel 13. Jumlah Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Pengeluaran Responden (Rp/Tahun) Jumlah
(Jiwa) Persentase (%)
1 6.000.000 - 15.000.000 15 46.88
2 15.000.001 - 25.000.000 17 53.12
Jumlah 32 100
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
Tabel 13 menunjukkan bahwa jumlah pengeluaran rumah tangga responden di Desa Pekalobeab Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang sebesar Rp 6.000.000 – Rp 15.000.000 sebanyak 15 jiwa dengan presentase 46.88% sedangkan pengeluaran sebesar Rp 15.000.001 – Rp 25.000.000 sebayak 17 jiwa dengan persentase 53.12%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa pengeluaran responden pertahun dari jenis – jenis kebutuhan rumah tangga responden. Kebutuhan ini terdiri atas kebutuhan pangan, bahan bakar, dan pelengkap. Untuk lebih jelasnya analisis pengeluaran/biaya hidup rumah tangga responden dalam satu tahun dapat dilihat pada tabel 14.
Tabel 14. Analisis Pengeluaran/Biaya Hidup Rumah Tangga Responden di Desa Pekalobean Kecamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang.
No Jumlah Pengeluaran
Jenis Pengeluaran Pangan
(Rp)
Pelengkap (RP)
Bahan Bakar (Rp) 1 Pengeluaraan Saat ini
Jumlah 296.880.000 143.388.000 24.564.000 Rata – rata 9.277.500 4.480.875 767.625 2
Pengeluaraan yang Sebenarnya dibutuhkan
Jumlah 377.880.000 193.560.000 35.328.000 Rata – rata 11.808.750 6.048.750 1.104.000 3 Jumlah selisih Pengeluaran
Jumlah 81.000.000 50.172.000 10.764.000 Rata – rata 2.531.250 1.567.875 336.375 Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019
5.4 Analisis Tujuan Keuangan
Analisis tujuan keuangan dilakukan untuk menentukan kebutuhan penghasilan responden yang diharapkan akan dipenuhi. Apabila penghasilan mengalami surplus pada Tabel selisih analisis Livelihood berarti tujuan keuangan untuk menambah kekayaan. Sedangkan apabila kebutuhan penghasilan mengalami defisiensi pada Tabel selisih analisis Livelihood maka tujuan keuangannya untuk menutupi kebutuhan pangannya.
Berdasarkan dari Tabel 14 maka analisis kebutuhan dan harapan nafkah menunjukkan bahwa jumlah rata – rata pengeluaran rumah tangga responden untuk kebutuhan pangan sebesar Rp 9.277.500,-/responden/tahun, sementara jumlah rata- rata pengeluaran yang sebetulnya dibutuhkan untuk kebutuhan pangan sebesar Rp 11.808.750,-/responden/tahun. Hal ini berarti bahwa untuk memenuhi kebutuhan pangan yang sebenarnya maka setiap responden harus mencari Penerimaan tambahan sebesar Rp 2.531.000,-/responden/tahun.
Rata – rata pengeluaran kebutuhan bahan bakar responden sebesar Rp 767.625,-/responden/tahun. Sedangkan jumlah rata –rata pengeluaran yang sebetulnya dibutuhkan untuk kebutuhan bahan bakar sebesar Rp 1.104.000,- /responden/tahun. Hal ini berarti untuk memenuhi kebutuhan bahan bakar yang sebenarnya maka responden harus mencari Penerimaan tambahan sebesar Rp 336.375,-/responden/tahun.
Rata – rata pengeluaran kebutuhan pelengkap responden sebesar Rp 4.480.000,-/responden/tahun. Sedangkan jumlah rata –rata pengeluaran yang
sebetulnya dibutuhkan untuk kebutuhan pelengkap sebesar Rp 6.048.000,-
/responden/tahun. Hal ini berarti untuk memenuhi kebutuhan pelengkap yang sebenarnya maka responden harus mencari Penerimaan tambahan sebesar Rp 1.567.875,-/responden/tahun.
Adapun jumlah rata – rata total pengeluaran keseluruhan kebutuhan pertahun sebesar Rp 14.526.000,-/responden/tahun. Sementara jumlah rata – rata total pengeluaran yang sebenarnya dibutuhkan sebesar Rp 18.961.000,- /responden/tahun. Hal ini berarti untuk memenuhi kebutuhan yang sebenarnya dibutuhkan maka setiap responden harus mencari Penerimaan tambahan sebesar Rp 4.435.000,-/responden/tahun. Dari hasil selisi tersebut, maka tujuan keuangan responden dalam mengelola usaha baik dalam kawasan hutan maupun di luar kawasan dengan tujuan untuk menutupi kebutuhan pangan. Agar responden mencapai jumlah kebutuhan atau penghasilan yang ideal, maka responden harus meningkatkan jumlah penghasilan melalui usaha baru. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 12.
5.5 Tingkat Ketergantungan Masyarakat
Tingkat ketergantungan masyarakat merupakan besarnya nilai ketergantungan masyarakat pada kawasan hutan Adat Marena untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Untuk lebih jelasnya tingkat ketergantungan masyarakat dalam kawasan hutan Adat Marena maka digunakan rumus kontribusi dengan memperhatikan tabel Penerimaan berikut:
Tabel 15. Jumlah Penerimaan Responden dalam kawasan hutan Adat Marena dan di luar kawasan hutan Adat Marena
No Lokasi
Penerimaan responden (Rp/tahun)
Rata - rata Penerimaan responden (Rp/tahun) 1 Dalam kawasan hutan Adat
Marena 318.076.000 9.939.000
2 Diluar kawasan hutan Adat
Marena 235.400.000 7.356.250
Jumlah 553.476.000 17.296.125
Sumber : Data Primer Setelah Diolah, 2019 Adapun rumus kontribusi yaitu:
Kontribusi dalam kawasan hutan Adat Marena Kontribusi = .. .. x 100%
= 57.47%
Dari hasil kontribusi, maka variabel tingkat ketergantungan masyarakat dalam kawasan hutan Adat marena 57.47% berarti tingkat ketergantungan masyarakat sedang karena berada pada kategori 33,34 – 66,66% yang dapat dilihat pada tabel 2yaitu variabel ketergantungan. Dimana dapat di lihat bahwa semua responden memiliki usaha dalam kawasan hutan akan tetapi penerimaan responden dalam kawasan hutan masih kecil karena dipengaruhi oleh luas lahan dan waktu panen. Sebagian responden menjadikan dalam kawasan hutan sebagai pekerjaan sampingan yaitu berkebun kopi dan penyadapan getah pinus.
Tabel 15 menujukkan jumlah penerimaan responden dalam kawasan hutan Adat Marena dan diluar kawasan hutan Adat Marena dimna penerimaan responden Rp 318.076.000,-/Tahun sedangkan penerimaan diluar kawasan hutan
Adat Marena Rp 235.400.000,-/Tahun. Rata – rata penerimaan responden di dalam kawasan hutan Adat Marena sebesar Rp 9.939.000,-/responden/tahun dan rata – rata penerimaan di luar kawasan hutan Adat Marena sebesar Rp 7.356.250,- responden/tahun.
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Hutan Adat Marena Desa pekalobean Keacamatan Anggeraja Kabupaten Enrekang maka dapat disimpulkan bahwa:
Tingkat ketergantungan masyarakat dalam kawasan hutan Adat Marena dengan nilai kontribusi 57.47% yang berarti tingkat ketergantungan masyarakat sedang karena berada pada kategori 33,34 – 66,66%. Rata – rata penerimaan responden dalam kawasan hutan Adat Marena sebesar Rp 9.939.000,- /responden/tahun. Sedangkan penerimaanresponden diluar kawasan hutan Adat Marena sebesar Rp 7.356.250,-/responden/tahun.
6.2. Saran
Perlu adanya perhatian dari Pemerintah untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat karena masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai fungsi dari hutan Adat dan pengelolaan hutan Adat.
DAFTAR PUSTAKA
Adriyana 2010. Kontribusi Sumber Daya Hutan terhadap Pendapatan Masyarakat Sekitar, Jakarta.
Ahmad, 1993. Masalah Masyarakat Pada Sektor Ekonomi. Center for International Forestry Research, Jakarta.
Arief, A. 2001. Hutan dan Perhutanan. Kanisius, Yogyakarta.
Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian. Surabaya: Airlangga.
[Dephut] Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan. Jakarta (ID):Dephut.
Departemen Kehutanan dan perkebunan. 2000. Rencana Startegis Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan,Pusat Bina Penyuluhan Kehutanan dan Perkebunan, Jakarta.
Departemen kehutanan dan perkebunan. Edisi ke-2 Jakarta
Hasanuddin, 2006. Studi Potensi Konflik Penggunaan Lahan Oleh Masyarakat di Dalam dan Sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Skripsi Program Studi Manajemen Hutan, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Unhas-Makassar.
Iskandar, J., 1992. Ekologi Perdagangan di Indonesia, Studi Kasus dari daerah Badui Selatan, Jawa Barat, Pernit Jambatan, Jakarta.
Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 31 Tahun 2001. Tentang Penyelenggaraan Hutan Kemasyarakatan.
Margono. 2004. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta. Rineka Cipta
Nasution M. 1999. Untuk Mewujudkan Pembangunan Kehutanan dan Perkebunan yang berkeadilan dan berkelanjutan. Kumpulan orasi dan pidato.
Ngakan, P. Oka, H. Komaruddin, A. Achmad, Wahyudi dan A. Tako. 2006.
Ketergantungan, Persepsi dan Partisipasi Masyarakat Terhadap Sumber Daya Hayati. Hutan : Stusi Kasus di Dusun Pampli Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.Center For International Forestry Research.Jakarta.
Nicholson, 2006. Matrik Analisis Livelihood. Center for Internasional Forestry Research, Jakarta.
Raden B, Nababan A. 2003. Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Adat.
Makalah dalam kongres Kehutanan III. http://dte.gn.
apc.org/AMAN/publikasi/Pengelolaan_Hutan_Berbasis.
Rahardjo, 2003. Penempatan Masyarakat Sebagai Pelaku Penting Pengelolaan Hutan. Center for International Forestry Research, Jakarta.
Santosa, A (Ed). 2008. Konservasi Indonesia, Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan.Perpustakaan Nasional. Jakarta.
Sihombing, Juliana. 2011 Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan di IUPHHK PT. Ratah Timber Samarinda Kalimantan Timur. ( Skripsi). Institusi Bogor.
Soekartiwi.2006. Analisis Usahatani . UI Press.Jakarta
Suratiyah,K. 2015. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya . Jakarta
Tadjuddin, 2000, Mata Pencaharian Masyarakat Hutan, Center for International Forestry Research, Jakarta.
www
.fegrastafara.com/2010/05/teoridependensi.htmlwww.Yush Abubakar 2011, Ketergantungan Hidup, Jakarta.
Lampiran 1 :
KUISIONER PENELITIAN
TINGKAT KETERGANTUNGAN MASYARAKAT TERHADAP KAWASAN HUTAN ADAT DI DESA PEKALOBEAN KECAMATAN ANGGERAJA
KABUPATEN ENREKANG
I. IDENTITAS RESPONDEN
No. Responden :
1. Nama :
2. Umur : tahun
3. Pekerjaan pokok :
Sampingan :
4. Pendidikan : TS/SD/SMP/SMA/S1
5. Jumlah tanggungan keluarga : Orang 6. Pendapatan bapak/ibu perbulan : Rp.
II. EKONOMI MASYARAKAT A. Luas lahan yang dimiliki
1. Luas hutan :
Status lahan :kawasan/luar kawasan
2. Luas kebun/ladang :
Status lahan : kawasan/luar kawasan
3. Luas sawah : Ha
Status lahan : kawasan/luar kawasan