• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "V. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. MEMPELAJARI KARAKTERISTIK INDUSTRI RUMAH TANGGA MINUMAN TEMULAWAK INSTAN

Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan memiliki permasalahan yang secara garis besra dapat dilihat pada Tabel.

Tabel 4. Masalah di IRT minuman temulawak instan

Parameter Permasalahan Formula produk Belum ada formula standard sehingga produk

tidak konsisten dan belum optimum

Ruang produksi Belum ada ruang khusus produksi sehingga

masih bersatu dengan dapur rumah pribadi Sanitasi ruang produksi Langit-langit dan lantai masih dalam keadaan

kotor

Tempat sampah Belum adanya tempat sampah khusus di ruang produksi

PPPK Belum ada perlengkapan PPPK untuk keperluan

produksi

Spesifikasi kemasan Belum ada penetapan spesifikasi kemasan

Pemeriksaan kesehatan Belum ada pemeriksaan kesehatan karyawan secara rutin

Tanggal kadaluarsa Belum ada penetapan tanggal kadaluarsa produk Kode produksi Belum ada penetapan kode produksi pada produk Pencatatan dan dokumentasi Belum ada sistem pencatatan dan dokumentasi Standard Operating Procedure (SOP) Belum ada pedoman tetap untuk spesifikasi

bahan baku dan cara produksi

Minuman temulawak instan produksi salah satu IRT di Desa Benteng, Ciampea, Bogor belum memiliki formula standard. Formula standard diperlukan mengingat kesamaan prosedur saat produksi antara pemilik dan karyawan perusahaan. Selain itu, formula standard akan menghasilkan produk temulawak instan yang konsisten dan berkualitas baik. Hal ini erat kaitannya dengan kepercayaan konsumen yang timbul terhadap minuman temulawak instan produksi IRT Desa Benteng tersebut.

Ruang produksi di IRT minuman temulawak instan pun masih memiliki kekurangan sehingga belum memenuhi persyaratan. Produksi tidak dilakukan di ruang produksi khusus, tetapi masih bersatu dengan dapur rumah pribadi. Peralatan produksi, seperti kompor gas dan timbangan tergolong masih terbatas. Selain itu, IRT belum memiliki Standard Operating Procedure (SOP) untuk spesifikasi bahan baku atau cara produksi. SOP diperlukan guna menghasilkan produk yang aman, berkualitas, dan layak untuk dikonsumsi.

Kemasan produk minuman temulawak instan pada awalnya menggunakan kemasan primer plastik LDPE (Low Density Polyethylene), sedangkan kemasan sekundernya adalah kertas sampul cokelat yang strukturnya lebih kokoh sehingga dapat membentuk tubuh kemasan produk berbentuk keranjang.

Setelah dilakukan perbaikan, kemasan temulawak instan kini telah mendukung dalam memperpanjang umur simpan produk. Hal ini disebabkan oleh kemasan primer yang telah diganti menggunakan alumunium foil sehingga umur simpan produk menjadi lebih panjang, terlindung dari paparan oksigen dan cahaya, serta tidak mudah rusak. Selain itu, produk pangan juga

(2)

23  

terlindung dari berbagai cemaran yang dapat masuk saat penyimpanan, seperti semut, debu, dan sebagainya.

Label dan kemasan produk minuman temulawak instan masih memiliki masalah dalam hal ketidaksesuaian dengan peraturan tertulis yang diacu, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 mengenai Label dan Iklan Pangan.

Kemasan primer temulawak instan yang pada awalnya menggunakan plastik, saat ini telah diganti dengan alumunium foil. Alumunium foil dijadikan sebagai kemasan primer karena mampu menahan air dan udara lebih baik dibandingkan plastik. Hal ini disebabkan oleh alumunium foil yang memiliki tingkat permeabilitas terhadap air maupun udara yang lebih tinggi dibandingkan plastik.

Label produk minuman temulawak instan juga masih terdapat kesalahan. Informasi pada label masih sangat kurang dan belum sesuai dengan tata cara pelabelan. Keterangan pada label sekurang-kurangnya, antara lain nama produk, komposisi bahan, berat bersih, nama dan alamat pihak yang memproduksi, tanggal, bulan, dan tahun kadaluarsa menurut tata cara pelabelan yang diacu di Indonesia, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Selain itu, untuk produk IRTP wajib mencantumkan nomor P-IRT dan kode produksi pada setiap label produk.

Setelah dilakukan perbaikan, label temulawak instan kini telah memiliki informasi yang sesuai dengan PP No. 69 Tahun 1999. Kemasan sekunder produk tetap menggunakan kertas sampul yang lebih tebal sehingga produk dapat memiliki bentuk yang lebih kuat dan kokoh. Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum dan setelah perbaikan dapat dilihat pada Gambar 6.

a b

Gambar 6. (a) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum perbaikan, (b) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan setelah perbaikan

5.2. PEMBUATAN DAN FORMULASI MINUMAN TEMULAWAK INSTAN

Terdapat 3 formula yang digunakan dengan perbandingan temulawak dan gula pasir skala produksi 750 gram (Tabel 3). Formula minuman temulawak instan setelah dilakukan perbaikan,

(3)

melibatkan beberapa bahan dalam proses pembuatannya, yaitu temulawak, gula pasir, daun pandan, garam, dan air.Temulawak yang digunakan adalah temulawak dalam bentuk segar. Proses awal pembuatan minuman temulawak instan, yaitu pemilihan temulawak segar yang digunakan sebagai bahan baku (sortasi). Setelah itu, dilakukan pembersihan dan penimbangan. Metode pembersihan yang digunakan adalah pencucian menggunakan air mengalir. Pencucian dilakukan dengan cara menggosok temulawak sehingga tanah dan kotoran lain yang menempel di kulit temulawak dapat terlepas.

Selanjutnya, dilakukan ekstraksi temulawak agar memperoleh ekstrak/sari temulawak untuk diolah lebih lanjut menjadi temulawak instan. Ekstraksi temulawak dilakukan melalui proses penghancuran temulawak menggunakan blender kecepatan 3000 rpm selama 10 menitdengan penambahan air sebagai agen ekstraksi menggunakan perbandingan antara jumlah temulawak dan air sebesar 1:1. Setelah diperoleh bubur temulawak, dilakukan penyaringan menggunakan kain saring untuk mendapatkan sari temulawak (filtrat). Ampas temulawak tidak dipergunakan sehingga dibuang menjadi limbah produksi. Sari temulawak kemudian didiamkan selama 5 menit.

Sari temulawak lalu dipanaskan bersamaan dengan daun pandan menggunakan api sedang dengan suhu maksimal 110 oC. Setelah volume sari temulawak berkurang menjadi ¼ bagian awal, selanjutnya ditambahkan gula pasir dan garam dapur. Pemanasan dan pengadukan dilakukan secara kontinyu. Selama pemanasan, air menguap sehingga sari temulawak pekat dan kental.

Setelah itu, api dikecilkan hingga suhu mencapai 75 °Cdan pengadukan terus dilakukan. Proses ini menghasilkan pembentukan kristal temulawak. Setelah terbentuk kristal seluruhnya, serbuk temulawak kemudian diayak dengan ukuran ayakan 80 mesh. Serbuk yang tidak lolos ayak, dihancurkan kembali menggunakan blender kecepatan 3000 rpm selama 30 detik, lalu diayak kembali menggunakan ayakan dengan ukuran mesh yang sama. Setelah itu, temulawak instan dikemas dan siap dipasarkan.Diagram alir pembuatan minuman temulawak instan hingga produk siap jual dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.2.1. Uji Sensori Organoleptik Rating Hedonik

Uji sensori organoleptik dilakukan untuk menentukan formula mana yang terpilih sebagai formula yang dijadikan sebagai uji penerimaan konsumen. Uji organoleptik menggunakan uji rating hedonik dilakukan untuk mengetahui kesukaan panelis terhadap produk sebagai indikator . Menurut Setyaningsih(2010), uji kesukaan disebut juga uji hedonik. Uji hedonik dilakukan apabila uji didesain untuk memilih satu produk diantara produk lain secara langsung. Uji ini dapat diaplikasikan pada saat pengembangan produk atau pembandingan produk dengan produk pesaing.

Uji rating hedonik minuman temulawak instan menggunakan 4 (empat) atribut yang diujikan, meliputi rasa, aroma, kenampakan, dan keseluruhan (overall). Skala penilaian yang digunakan adalah skala kategorik dengan skala 1 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat tidak suka hingga skala 7 yang menyatakan tingkat kesukaan sangat suka. Uji rating hedonik dilakukan menggunakan 70 panelis tidak terlatih yang bukan merupakan konsumen minuman temulawak instan.

Penggunaan panelis yang bukan merupakan konsumen minuman temulawak instan sangat mungkin memberikan hasil yang tidak mewakili konsumen asli minuman ini. Akan tetapi, justru dapat menunjukkan apakah minuman ini dapat diterima oleh konsumen yang lebih luas atau tidak.

Sebagai pelengkap hasil uji organoleptik dilakukan survey untuk mengetahui ketidaksukaan panelis terhadap rempah-rempah ataupun temulawak. Survey ini dilakukan untuk mengetahui pemetaan panelis yang digunakan sehingga dapat dihubungkan dengan hasil uji organoleptik yang diperoleh. Diharapkan bahwa hasil uji organoleptik tidak dipengaruhi oleh ketidaksukaan panelis

(4)

t m a

p s t m d s

5

p t f y

d

p

terhadap remp melalui pertan atau temulawak

Hasil y panelis menya suka, dan 22 p terhadap remp memberikan p disebabkan ole setengah dari t

5.2.1.1. Atr

Minum penambahan temulawak ins formula III me yang mengand

Profil k dari suka hingg 11%, dan 17%

pada Gambar 8

Gamb

5

0 5 10 15 20 25

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

pah-rempah ata nyaan di score k saat panelis s ang diperoleh atakan suka ter panelis menyat pah-rempah at engaruh negati eh jumlah pane total panelis. H

Gambar 7.

ribut Rasa

an temulawak gula bertujua stan. Formula emiliki rasa ya dung jumlah gu kesukaan yang ga sangat suka

%. Hal ini ditun 8.

bar 8. Frekuens

16 16

7 11

14

1

I

au temulawak.

sheet apakah sedang melaku adalah dari 70 rhadap rempah takan tidak su tau temulawak if terhadap uji elis yang meny Hal ini dapat dil

Perbandingan

k instan memi an untuk mem

I memiliki ras ang lebih man ula lebih banya diperoleh dari a terhadap atrib njukkan denga

si rating kesuka 33%

4 19

16

8

1

I Form

Survey dilaku panelis menyu ukan uji hedoni 0 panelis yang h-rempah atau uka. Hasil pem k menyatakan kesukaan min yatakan tidak s lihat pada Gam

presentase kom

iliki rasa yan minimalisir ra sa manis yang nis dari formul ak dibandingkan

70 orang pane but rasa formul an frekuensi ra

aan panelis terh 17%

50%

2 8

12 9

2

II mula

ukan dengan m ukai atau tidak ik.

melakukan pe temulawak, 11 metaan panelis

n bahwa kom numan temulaw

suka terhadap mbar 7.

mposisi paneli

ng pahit di af asa pahit set g lebih tinggi d

la I. Hal ini di n kedua formu elis yang memi la I, II, dan III ating kesukaan

hadap atribut r

2 11 11

7 22

16

III

menanyakan ke k minuman rem

enilaian produk 1 panelis meny berdasarkan k mposisi panelis wak instan. Hal rempah-rempa

s dan respon p

ftertaste. Oleh elah meminum dari formula I isebabkan oleh ula lain.

iliki tingkat ke I berturut-turut n panelis yang

rasa ketiga form Agak Suka Suka Tidak Suka

1

sangat tidak s agak ti netral agak s suka sangat

25 epada panelis mpah-rempah

k terdapat 37 yatakan agak ketidaksukaan s tidak akan

l initidak lain ah kurangdari

anelis

h karena itu, m minuman II, sedangkan h formula III

sukaan mulai t adalah 15%, dapat dilihat

mula t tidak suka suka

idak suka

suka

t suka

(5)

Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempah-rempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut rasa ketiga formula

Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan darisuka hingga sangat suka terhadap atribut rasa minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 15%, 11%, dan 21% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya.

Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,008) lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan formula sampel berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut rasa minuman temulawak instan dan diperlukan uji lanjut menggunakan uji Duncan.

Berdasarkan hasil uji Duncan, formula III berbeda nyata dengan formula I dan II. Hal ini ditunjukkan oleh formula III yang terletak pada subset berbeda dengan formula I dan II. Selain itu, formula III memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi dari kedua formula lainnya.

5.2.1.2. Atribut Kenampakan

Uji organoleptik menggunakan atribut kenampakan bertujuan untuk mengetahui visualisasi produk minuman temulawak instan setelah dilakukan penyeduhan (rehidrasi). Atribut kenampakan yang dimaksud adalah tingkat kecerahan dan warna produk (Meilgaard 1999).

Profil kesukaan yang diperoleh dari 70 orang panelis yang memiliki tingkat kesukaan mulai dari suka hingga sangat suka terhadap atribut kenampakan formula I, II, dan III berturut-turut adalah 32%, 20%, dan 38%. Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi rating kesukaan panelis yang dapat dilihat pada Gambar 10.

 

3 3

2 6

7

2

8 8

6

2

3

2 3

5

4 6

4

9 9

7

12

0 2 4 6 8 10 12 14

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

(6)

27  

Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula

Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempah- rempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut kenampakan ketiga formula

Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan dari suka hingga sangat suka terhadap atribut kenampakan minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 22%, 14%, dan 26% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya.

3

7

1

7 7

1 5

8 8

5

15

12 18

13

10 30

16

30

2

4

8

0 5 10 15 20 25 30 35

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

1

2

1 3

5

1 6

4

3 2

6

2 3

6

4 11

5

11 11

9

15

0 2 4 6 8 10 12 14 16

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

(7)

Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,000) lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan formula sampel berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut kenampakan minuman temulawak instan dan diperlukan uji lanjut menggunakan uji Duncan.

Berdasarkan hasil uji Duncan, formula I memiliki nilai rata-rata kesukaan panelis yang tertinggi dari kedua formula lainnya. Namun, formula I dan III tidak berbeda nyata, yang menunjukkan bahwa panelis menyukai kenampakan formula I dan III.

5.2.1.3. Atribut Aroma

Temulawak mengandung beberapa komponen minyak atsiri. Hal tersebut menjadikan minuman temulawak instan memiliki aroma yang menyengat baik selama pengolahan maupun setelah menjadi produk minuman instan. Aroma menyengat pada minuman temulawak instan dipengaruhi oleh jumlah temulawak yang digunakan sebagai bahan baku minuman tersebut (Redgroove 2003).

Profil kesukaan yang diperoleh dari 70 orang panelis yang memiliki tingkat kesukaan mulai dari suka hingga sangat suka terhadap atribut aroma formula I, II, dan III berturut-turut adalah 22%, 17%, dan 23%. Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi rating kesukaan panelis yang dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut aroma ketiga formula

Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis seperti yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempah- rempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 13.

0

2 3

8 9

8

12 11

6

16 17

12 11

14 20 19

13

15

2

4

8

0 5 10 15 20 25

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

(8)

29  

Gambar 13. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut aroma ketiga formula

Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan dari suka hingga sangat suka terhadap atribut kenampakan minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 15%, 11%, dan 18% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya.

Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,371) lebih besar dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05). Oleh karena itu, perbedaan formula sampel tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut aroma minuman temulawak instan.

5.2.1.4. Atribut Keseluruhan (Overall)

Profil kesukaan yang diperoleh dari 70 orang panelis yang memiliki tingkat kesukaan mulai dari suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan formula I, II, dan III berturut-turut adalah 32%, 20%, dan 38%. Hal ini ditunjukkan dengan frekuensi rating kesukaan panelis yang dapat dilihat pada Gambar 14.

3

4

2 6

8

3 8

6 6

2

4

3 3

4

5 8

6

8 7

5

10

0 2 4 6 8 10 12

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

(9)

Gambar 14. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula

Hasil perolehan penilaian panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak instan tersebut kurang dari 50% jumlah panelis yang ditunjukkan pada Gambar 7. Oleh karena itu, dilakukan peninjauan kembali terhadap data frekuensi rating kesukaan dalam bentuk persentase dari profil panelis yang menyatakan suka terhadap minuman temulawak atau rempah-rempah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 15.

Gambar 15. Frekuensi rating kesukaan panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah terhadap atribut keseluruhan ketiga formula

Persentase panelis dengan kategori suka minuman temulawak atau rempah-rempah yang menyatakan tingkat kesukaan dari suka hingga sangat suka terhadap atribut keseluruhan minuman temulawak instan untuk formula I, II, dan III berturut-turut adalah 19%, 11%, dan 22% dari total jumlah panelis sebanyak 37 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa panelis umum (70 orang) dan panelis khusus (37 orang) memilih formula III sebagai formula yang paling disukai dibandingkan dengan kedua formula lainnya.

3

7

1

7 7

1 5

8 8

5

15

12 18

13

10 30

16

30

2

4

8

0 5 10 15 20 25 30 35

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

1

4

2 4

6

1 2

5

4 5

6

3 6

5 5

11

6

12

8

5

10

0 2 4 6 8 10 12 14

I II III

Frekuensi Rating Kesukaan (%)

Formula

sangat tidak suka tidak suka agak tidak suka netral

agak suka suka sangat suka

(10)

31  

Hasil pengolahan data menggunakan ANOVA menunjukkan bahwa nilai signifikansi sampel (0,004) lebih kecil dari taraf signifikansi yang digunakan (0,05), yang menunjukkan bahwa perbedaan formula sampel berpengaruh nyata terhadap tingkat kesukaan panelis untuk atribut keseluruhan minuman temulawak instan dan diperlukan uji lanjut menggunakan uji Duncan.

Berdasarkan hasil uji Duncan, panelis menilai formula I dan III tidak memiliki perbedaan yang nyata terhadap atribut keseluruhan. Namun, fomrula III memiliki nilai rata-rata tertinggi terhadap tingkat kesukaan dibandingkan dengan kedua formula lainnya sehingga panelis menilai lebih menyukai formula III dari ketiga formula yang diuji.

5.2.2. Rendemen Minuman Temulawak Instan

Rendemen adalah perbandingan jumlah input dan output yang dinyatakan dalam persentase.

Rendemen yang dihasilkan masing-masing formulasi berbanding lurus dengan jumlah gula pasir yang digunakan, yaitu 58.14% (formula I), 49.02% (formula II), dan 66.72% (formula III).

Formula III memiliki rendemen terbesar karena mengandung jumlah total padatan lebih banyak dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Total padatan yang dihasilkan dipengaruhi oleh penambahan gula pasir yang digunakan, semakin besar penambahan gula kristal, maka semakin tinggi total padatan sehingga rendemen yang diperoleh juga semakin besar (Antara 2007). Data rendemen ketiga formula dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.2.3. Waktu Rehidrasi

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa formula I, II, dan III berturut-turut memiliki waktu rehidrasi selama 60 detik, 70 detik, dan 28 detik. Data tersebut menunjukkan bahwa formula III memiliki waktu rehidrasi tercepat dibandingkan dengan kedua formula lain. Waktu rehidrasi adalah salah satu faktor penting yang perlu diketahui pada profil minuman instan. Semakin singkat waktu rehidrasi suatu minuman instan, maka semakin baik profil minuman instan tersebut terkait dengan kepraktisan suatu produk pangan, khususnya minuman serbuk cepat saji.

5.2.4. Warna

Analisis warna minuman temulawak instan menggunakan metode Hunter notasi L*a*b*.

Hasil pengukuran warna dari ketiga formula dengan chromameter CR-300 Minolta dapat dilihat di Lampiran 7b.

Warna serbuk temulawak instan formula III memiliki tingkat kecerahan yang paling tinggi dibandingkan dengan kedua formula lainnya. Hal ini ditunjukkan dengan nilai L formula III tertinggi dari kedua formula lain, yaitu +52,53. Selain itu, formula III memiliki warna kuning yang lebih pekat dibandingkan dengan kedua formula lainnya karena memiliki nilai b* tertinggi, yaitu +29,16 dengan sedikit warna merah yang ditunjukkan dengan nilai a*, yaitu +3,29.

5.2.5. Bagian Tak Larut Air

Berdasarkan hasil analisis, minuman temulawak instan dengan formula yang terpilih, yaitu formula III mengandung 0,428% bagian tidak larut air (ampas). Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat ampas dalam minuman hasil seduhan temulawak instan tetapi keberadaannya tidak signifikan karena jumlahnya sedikit. Menurut Khopkar (2008), minuman instan yang mengandung ampas kurang dari 1% tidak akan mempengaruhi kenampakan fisik karena jumlah yang sedikit

(11)

sehingga pengaruhnya tidak signifikan terhadap kenampakan fisik. Hasil perhitungan bagian tidak larut air dapat dilihat di Lampiran 7c.

5.3. PENENTUAN FORMULA TERBAIK

Formula III dengan perbandingan jumlah temulawak dan gula pasir adalah 1:2, dipilih sebagai formula terbaik. Berdasarkan uji organoleptik, formula III dinilai panelis memiliki atribut rasa, kenampakan, aroma, dan overall yang terbaik. Atribut rasa dianggap menjadi titik penting penentuan formula terbaik karena minuman temulawak instan memiliki rasa pahit di aftertaste sehingga diperlukan formula yang dapat meminimalisir rasa pahit tersebut dan tetap diterima konsumen dengan baik.

Faktor lain dalam penentuan formula terbaik adalah jumlah rendemen yang dihasilkan.

Semakin banyak rendemen, maka semakin tinggi volume penjualan. Asumsi yang digunakan adalah produksi temulawak instan selama ini masih dalam skala rumah tangga, yaitu produksi menggunakan bahan baku 1-15 kg temulawak per bulan. Adanya penambahan gula pasir jika menggunakan formula III, tidak berpengaruh signifikan terhadap biaya produksi. Volume penjualan yang tinggi akan memberikan income terhadap aliran pemasukan perusahaan.Selain itu, formula III memiliki waktu rehidrasi yang tergolong cepat dalam penyajiannya mengingat hal tersebut menjadi salah satu titik penting suatu minuman instan.

5.4. KARAKTERISTIK KIMIA PRODUK MINUMAN TEMULAWAK INSTAN

Karakteristik kimia produk minuman temulawak instan diperoleh dengan melakukan analisis kimia, meliputi analisis proksimat dan total gula. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kadar air, abu, lemak, dan protein. Analisis total gula dilakukan menggunakan metode Luff-Schoorl yang bertujuan untuk mengetahui kandungan total gula dalam temulawak instan.

Tabel 5. Hasil karakteristik kimia produk minuman temulawak instan

Kadar Per Sachet (% bb)

Per Sachet (20 g)

Per Sachet setelah diseduh 150 ml air

(170 g)

Per Sachet setelah diseduh 150 ml air

(%)

Air 1,06 0,212 150,212 88,36

Abu 2,84 0,568 0,568 0,33

Lemak 3,51 0,702 0,702 0,41

Protein 2,07 0,414 0,414 0,24

Karbohidrat 90,53 18,106 18,106 10,65

Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa minuman temulawak instanmengandung kadar air 1,06% (bb); kadar abu 2,84% (bb); kadar lemak 3,51% (bb); kadar protein 2,07% (bb);

kadar karbohidrat 90,53%; dan total gula 33,09%.Hasil perhitungan analisis proksimat disajikan dalam Lampiran 7. Kadar air produk minuman temulawak instan dalam 20 gram takaran sajinya adalah 0,212 gram. Disisi lain, kadar air setiap takaran saji setelah dilakukan penyeduhan 150 ml adalah 150,212 gram atau setara dengan 88,36%. Perbedaan jumlah kadar air sebelum dan setelah penyeduhan disebabkan oleh proses pengolahan, yaitu kristalisasi yang melibatkan penguapan air saat pemanasan sehingga kadar air sebelum diseduh bernilai rendah. Analisis kadar air bertujuan untuk mengetahui kandungan air dalam produk. Selain itu, nilai kadar air akan membantu dalam penentuan kadar zat gizi lain dalam bentuk persentase bobot kering.

(12)

33  

Selain analisis proksimat, dilakukan pula analisis total gula menggunakan metode Luff- Schoorl untuk mengetahui total gula yang terkandung dalam minuman temulawak instan. Hasil analisis menunjukkan bahwa minuman temulawak instan memiliki total gula sebesar 33,09%.

Jumlah ini merupakan jumlah yang cukup besar. Akan tetapi, mengingat komposisi minuman yang sebagian besar adalah gula maka besarnya angka total gula minuman temulawak instan dianggap sesuai dengan komposisi penyusunnya. Perhitungan total gula dapat dilihat pada Lampiran 9.

Lama waktu pemanasan berpengaruh terhadap pembentukan gula invert akibat proses inversi. Menurut Bennion dan Scheule (2004), inversi sering kali terjadi dan sulit dikendalikan saat sukrosa dipanaskan dengan air dan asam. Kecepatan pemanasan dan lamanya waktu pemanasan akan berpengaruh pada jumlah gula invert yang terbentuk. Jika jumlah asam yang ditambahkan terlalu banyak, atau waktu pemanasan terlalu lama, akan terjadi inversi yang berlebihan, yang akan berakibat pada kegagalan kristalisasi. Selain itu, menurut Jackson dan Howling dalam Jackson (1999), keberadaan gula invert dalam jumlah yang cukup besar dapat menyebabkan masalah terkait dengan sifat alaminya yang higroskopis akibat jumlah fruktosa yang terbentuk selama inversi cukup besar, yang akan menarik air dari lingkungan. Hasil analisis baik kimia maupun fisik minuman temulawak instan formula terpilih ditunjukkan dengan Tabel 5.

5.5. PEMBUATAN STANDARD OPERATING PROCEDURE (SOP)

Pembuatan Standard Operating Procedure (SOP) bertujuan agar produk minuman temulawak instan yang dihasilkan seragam dan konsisten. SOP produksi adalah pedoman prosedur baku yang ditetapkan agar kegiatan produksi berjalan lancar dan formula standard yang diperoleh pada tahap analisis dapat dipergunakan dengan baik sesuai harapan.

SOP produksi terdiri dari SOP pekerja, SOP ruang produksi, SOP penerimaan dan kondisi bahan baku, SOP penggunaan alat, dan SOP selama melakukan kegiatan produksi.

SOP pekerja adalah pedoman baku yang mengatur segala sesuatu terkait dengan pekerja.

Pekerja tidak diperkenankan menggunakan jam tangan, perhiasan, atau aksesoris lainnya selama melakukan kegiatan produksi. Selain itu, pekerja wajib menggunakan masker, penutup kepala, dan celemek dan tidak diperkenankan berbicara terlalu banyak selama produksi.

SOP ruang produksi mencakup segala sesuatu mengenai kebersihan ruang produksi. Salah satu hal penting adalah selalu menjaga kebersihan ruang produksi sebelum, selama, dan setelah melakukan kegiatan produksi agar ruang produksi bebas dari hal yang dapat mengontaminasi produk.

SOP penerimaan, kondisi, dan penyimpanan bahan baku adalah pedoman yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan bahan baku. Bahan baku yang diterima wajib dalam keadaan bebas dari kontaminasi dan selalu menerapkan prinsip bahwa bahan baku yang pertama masuk akan diproses lebih awal. Hal ini bertujuan agar menjaga kondisi bahan baku tetap dalam kondisi baik.

SOP penggunaan alat ditetapkan yang bertujuan agar pekerja menggunakan alat dengan baik dan sesuai aturan sehingga peralatan produksi dapat terpelihara kualitasnya.

SOP selama melakukan kegiatan produksi mengatur tentang alur kegiatan produksi secara rinci baik dari mulai tahap awal, yaitu penerimaan bahan baku, proses pengolahan, pengemasan, hingga tahap penjualan produk. Salah satu contohnya adalah pekerja wajib mencuci tangan sebelum memulai kegiatan produksi dan pada kondisi tertentu yang mengharuskan mencuci tangan. SOP ini bertujuan agar kualitas produk terjaga dengan baik dan konsisten, serta segala kegiatan produksi berjalan dengan lancar dan terkendali. Keseluruhan SOP secara rinci dan singkat dapat dilihat pada Lampiran 2.

(13)

5.6. SERTIFIKASI PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA (P-IRT)

Pemberian edukasi mengenai Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) telah diberikan kepada Ibu Cicih baik oleh mahasiswa pendamping maupun petugas penyuluh saat Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) di Dinas Kesehatan. Penyuluhan dilakukan setelah pemohon mengajukan Surat Permohonan P-IRT (SPP-IRT) ke Dinas Kesehatan. Setelah mengisi formulir, melengkapi persyaratan, dan memberikan kembali SPP-IRT ke Dinas Kesehatan, tahap selanjutnya adalah penyuluhan keamanan pangan yang dilakukan oleh petugas Dinas Kesehatan yang telah memiliki sertifikat penyuluh. Adanya pemberian edukasi mengenai CPPB menjadikan tempat produksi di IRT minuman temulawak instan milik Ibu Cicih telah memenuhi standard produksi. Produk minuman temulawak instan yang dihasilkan memiliki mutu dan keamanan produk yang lebih baik.

Pendampingan dilakukan selama rentang waktu antara penyuluhan keamanan pangan dan peninjauan oleh pihak Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor.Pendampingan dilakukan secara langsung oleh mahasiswa IPB dibawah naungan program SEAFAST Center dan LPPM IPB.

Pendampingan yang dilakukan, meliputi perbaikan dan pengadaan fasilitas produksi, seperti kotak P3K, celemek, dan tempat sampah. Selain itu, pendampingan dilakukan dalam hal penerapan CPPB IRT yang ditujukan kepada pemilik IRT minuman temulawak instan, diantaranya pembuatan desain tata letak dan alur produksi yang bertujuan agar menghindari terjadinya kontaminasi silang dalam kegiatan produksi. Denah ruang produksi minuman temulawak instan dapat dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Denah ruang produksi IRT minuman temulawak instan

Peninjauan dilakukan dengan melihat kondisi ruang produksi, alur kedatangan produk dari mulai bahan mentah hingga produk jadi, sanitasi dan kondisi air yang mengalir lancar atau tidak, tempat mencuci dan pembuangan limbah, alat kebersihan, jarak ruang pengolahan dengan kamar mandi, sanitasi pekerja, serta pengolahan temulawak instan sampai produk dikemas. Peninjauan berjalan lancar dan sesuai harapan karena kondisi ruang produksi yang memiliki tata letak yang tepat, air yang mengalir bersih dan lancar, pekerja selalu menggunakan peralatan produksi yang

Keterangan : 1. Kompor gas 2. Meja penyimpanan

(penyimpanan produk jadi) 3. Meja produksi 4. Washtafel

5. Lemari pendingin (penyimpanan bahan baku) 6. Toilet

7. Tempat peralatan 1

2

3

4 5

6

7

(14)

35  

baik, meliputi penggunaan masker, penutup kepala, sarung tangan, celemek, dan sandal. Selain itu, tempat pengolahan berada sekitar 3 meter dari kamar mandi.

Selain itu, tempat mencuci berada tepat 1 meter disamping ruang pengolahan sehingga mudah melakukan pencucian bahan dan peralatan pengolahan. Tempat pembuangan limbah padat, seperti tanah, kulit temulawak, dan plastik dimasukkan ke dalam tempat sampah yang telah disediakan di sudut ruangan, baik dalam maupun luar ruangan. Pengolahan dilakukan diatas meja yang berjarak ± 30 cm diatas permukaan lantai. Selain itu, aliran bahan mentah dan produk jadi memiliki pintu masuk dan keluar yang berbeda sehingga menghindari kontaminasi produk jadi yang berasal dari bahan baku atau kotoran lantai.

IRT tanpa pendampingan memiliki kendala dalam hal materi guna perbaikan dan kurangnya pengetahuan mengenai CPPB IRT.Salah satu contohnya, kondisi ruang produksi yang masih belum sesuai dengan pedoman CPPB IRT dalam hal konstruksi ruang produksi, seperti ruang produksi yang masih bersatu dengan dapur rumah pribadi. Selain itu, kemasan dan label produk masih belum sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan sehingga perlu dilakukan perbaikan berulang kali yang membuat perolehan sertifikat menjadi terhambat.

Industri Rumah Tangga (IRT) yang tidak berada dibawah naungan LPPM IPB tidak mendapatkan pendampingan selayaknya IRT minuman temulawak instan. Hal ini memberikan dampak positif bagi IRT minuman temulawak instan, yaitu proses pengeluaran sertifikat oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Bogor untuk IRT yang bersangkutan menjadi lebih singkat.

Proses perolehan sertifikat untuk IRT minuman temulawak instan memerlukan waktu 2 minggu.

Sedangkan IRT tanpa pendampingan memerlukan waktu kurang lebih 3 bulan.

Peninjauan sarana produksi pada IRT minuman temulawak instan dilakukan terhadap berbagai aspek sarana produksi IRT, meliputi lingkungan produksi, bangunan dan fasilitas, peralatan produksi, suplai air, pengendalian hama, kesehatan dan sanitasi karyawan, label produk, manajemen pengawasan, pencatatan dan dokumentasi, serta pelatihan karyawan. Nilai yang diberikan minimal bernilai C atau cukup baik sebagai syarat perolehan sertifikat P-IRT.

Industri Rumah Tangga (IRT) minuman temulawak instan telah menerapkan CPPB IRT dalam menjalankan usaha setelah mendapatkan edukasi pedoman CPPB IRT dari pendamping.

Penerapan CPPB yang dilakukan memiliki kategori nilai yang berbeda-beda (Dinas Kesehatan 2012). Terdapat 3 (tiga) kategori nilai, yaitu A (sangat baik), B (baik), dan C (cukup baik), dan D (kurang baik). Rata-rata nilai pemeriksaan sarana IRT minuman temulawak instan bernilai baik.

Penerapan CPPB dilakukan pada beberapa hal, meliputi:

a) Lingkungan Produksi

Lingkungan produksi IRT minuman temulawak instan memiliki nilai B, yaitu baik.

Penilaian lingkungan produksi, meliputi keberadaan tempat sampah, semak-semak, dan tempat pembuangan limbah (selokan). Lingkungan selalu dipertahankan dalam keadaan bersih dengan metode, seperti membuang sampah pada tempat sampah bertutup dan tidak menumpuknya. Selain itu, jalan dipelihara agar tidak berdebu dan selokan berfungsi dengan baik.

b) Bangunan dan Fasilitas

Ruang produksi pada IRT minuman temulawak instan bernilai C, yaitu cukup baik. Lantai, dinding, langit-langit, dan lubang angin selalu dalam keadaan bersih dari debu, lendir, kotoran laba-laba, dan kotoran lainnya. Selain itu, ruang produksi memiliki perlengkapan Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K). Tempat penyimpanan bebas dari hama, seperti serangga, binatang pengerat, burung, atau mikroba.

(15)

c) Peralatan Produksi

Peralatan produksi yang digunakan memiliki nilai B. Permukaan yang kontak langsung dengan pangan memiliki permukaan halus, tidak bercelah, tidak mengelupas, dan bersih.

d) Suplai Air

Air yang digunakan adalah air bersih dalam jumlah yang cukup memenuhi seluruh kebutuhan proses produksi sehingga bernilai B.

e) Pengendalian Hama

Pengendalian hama yang dilakukan bernilai C. Lubang-lubang dan selokan yang memungkinkan masuknya hama dalam keadaan tertutup.

f) Kesehatan dan Sanitasi Karyawan

Kesehatan dan Sanitasi Karyawan bernilai B. Karyawan mengenakan celemek lengkap dengan penutup kepala, sarung tangan, dan sandal. Selain itu, karyawan tidak mengenakan perhiasan, seperti cincin, gelang, kalung, dan peniti saat produksi. Karyawan selalu mencuci tangan menggunakan sabun atau desinfektan. Karyawan memeriksakan kesehatannya setiap 1 bulan sekali untuk menjaga vitalitas dan kondisi internal karyawan itu sendiri.

g) Label Produk

Label produk bernilai B, yaitu baik. Label temulawak instan produksi IRT minuman temulawak instan setelah dilakukan perbaikan kini mencakup informasi yang sesuai dengan Peraturan PemerintahNo. 69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Persyaratan tersebut, antara lain nama produk, komposisi produk, isi bersih, tanggal kadaluarsa, alamat yang memproduksi, dan kode produksi.

h) Manajemen Pengawasan

Penanggung jawab dan pengawas kegiatan produksi adalah pemilik IRT minuman temulawak instan tersebut, yaitu Ibu Cicih Sri Lestari. Beliau melakukan manajemen pengawasan dengan cukup baik namun masih kurang terstruktur sehingga diberikan nilai C, yaitu cukup baik.

i) Pencatatan dan Dokumentasi

Pencatatan dan dokumentasi selama kegiatan produksi bernilai C, yaitu cukup.

j) Pelatihan Karyawan

Pelatihan bagi karyawan bertujuan menambah pengetahuan bagi karyawan itu sendiri mengenai CPPB IRT dan proses pengolahan secara rinci dan lebih luas. Pelatihan karyawan diberikan nilai C, yaitu cukup.

Selanjutnya, SPP-IRT yang telah diperbaiki diserahkan kembali ke Dinas Kesehatan untuk diproses. Pengeluaran sertifikat P-IRT dilakukan pada hari Rabu, 20 Juni 2012.Nomor P-IRT yang tertera pada sertifikat P-IRT adalah 6123201021009.Arti dari setiap digit nomor P-IRT dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Arti nomor pada sertifikat P-IRT minuman temulawak instan Digit Kode P-IRT Keterangan 1 6 Alumunium foil (jenis kemasan yang digunakan)

2, 3 12 Rempah-rempah (kelompok jenis pangan yang diproduksi)

4, 5 32 Kode Provinsi Jawa Barat

6, 7 01 Kode Kabupaten/Kota Bogor

8, 9 02 Nomor urut jenis produk pangan IRT Konservasi Toga yang memperoleh nomor sertifikat produksi pangan IRT yang ke-2 10, 11, 12, 13 1009 Nomor urut PP-IRT di Kabupaten Bogor

(16)

37  

Nomor P-IRT menjadi indikator eksternal suatu produk pangan yang memiliki mutu dan keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan produk pangan yang belum memiliki nomor P-IRTsehingga dapat memiliki jangkauan pasar yang lebih luas. Selain itu, IRTP yang telah memiliki sertifikat P-IRT dianggap telah menerapkan CPPB dengan baik dan menghasilkan produk pangan yang lebih bermutu dan aman bagi kesehatan, salah satunya adalah IRT minuman temulawak instan di Desa Benteng, Ciampea, Bogor.

5.7. ANALISIS KELAYAKAN USAHA

Usaha dijalankan dengan model usaha industri rumah tangga. Usaha dijalankan di rumah sehingga tidak ada biaya investasi untuk tempat usaha. Oleh karena itu, investasi hanya dilakukan untuk pembelian alat-alat produksi. Listrik yang digunakan untuk menjalankan bisnis juga bersumber dari rumah dengan membayar sejumlah biaya listrik yang dibayarkan tiap bulan dengan tarif listrik Rp50.000,00/bulan. Air yang digunakan bersumber dari air sumur, dimana diperlukan listrik untuk memompanya. Oleh karena itu, biaya air menjadi satu dengan biaya listrik. Usaha memiliki 1 pegawai bagian produksi dan 1 pegawai bagian administrasi sekaligus marketing dengan gaji Rp520.000,00/bulan dengan waktu kerja 26 hari/bulan. Pegawai bagian administrasi sekaligus marketing adalah pemilik usaha. Selain itu, tidak ada biaya perawatan (maintenance) alat. Hasil dari penghitungan komponen lain berdasarkan nilai-nilai tersebut, antara lain:

Total produksi/hari (kg bahan) = 5 Total produksi/hari (kg produk) = 10 Berat produk/pcs (gr) = 20 x 5 = 100 Total produksi/hari (pcs) = 100 Operasional usaha/bulan (hari) = 26 Total produksi/bulan (pcs) = 2600 Discount rate (%) = 16

Pajak penghasilan (%) = 10 Harga jual (Rp/pcs) = 5000

Penghitungan harga pokok produksi dan kriteria kelayakan usaha, meliputi NPV, Gross B/C, Net B/C, dan IRR ditentukan berdasarkan hasil perhitungan yang melibatkan komponen tersebut. Maka harga pokok produksi satu bungkus (pcs) minuman temulawak instan adalah Rp3.642,25. Perhitungan harga pokok produksi dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil perhitungan kriteria kelayakan usaha menunjukkan untukusaha pembuatan minuman temulawak instan, memiliki nilai NPV= Rp11.577.168; Gross B/C=3,7; NetB/C= 1,1; dan IRR= 33%.Cashflow usaha temulawak instan IRT minuman temulawak instan dapat dilihat pada Lampiran 11. Nilai-nilai tersebut menunjukkan bahwa usahapembuatan minuman temulawak instan skala rumah tangga layak untuk dilakukan.Suatu bisnis dapat dinyatakan layak jika jumlah seluruh manfaat yang diterimanya melebihibiaya yang dikeluarkan. Selisih antara manfaat dan biaya disebut dengan manfaat bersih atau arus kasbersih.

Suatu bisnis dinyatakan layak jika NPV lebih besar dari 0 (NPV>0) yang artinya bisnismenguntungkan atau memberikan manfaat. Dengan demikian jika suatu bisnis mempunyai NPV lebih kecil dari 0 maka bisnis tersebut tidak layak untuk dijalankan (Nurmalina et al.2009).

Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki NPV>0 yang berarti usaha ini layak untukdijalankan.Gross B/C ratio merupakan kriteria kelayakan lain yang biasa digunakan dalam analisis bisnis.Baik manfaat maupun biaya adalah nilai kotor (gross). Dengan menggunakan kriteria ini akan lebihmenggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan

(17)

manfaat yang diterima.Kriteria ini memberi pedoman bahwa bisnis layak untuk dijalankan apabila gross B/C ratio lebihbesar dari 1 dan bisnis tidak layak untuk dijalankan bila lebih kecil dari 1(Nurmalina et al.2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memiliki gross B/C ratio>1 yang berartiusaha ini layak untuk dijalankan.

Net B/C ratio adalah ratio antara manfaat bersih yang bernilai positif dengan manfaat bersihyang bernilai negatif. Dengan kata lain, manfaat bersih yang menguntungkan bisnis yang dihasilkanterhadap setiap satu satuan kerugian dari bisnis tersebut. Suatu bisnis atau kegiatan investasi dapatdikatakan layak bila Net B/C lebih besar dari satu dan dikatakan tidak layak bila Net B/C lebih kecildari satu (Nurmalina et al.2009). Usaha pembuatan minuman instan Coro memilikiNet B/C>1 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan.Kelayakan bisnis juga dinilai dari seberapa besar pengembalian bisnis terhadap investasi yangditanamkan. Ini dapat ditunjukkan dengan mengukur besarnya Internal Rate of Return (IRR). IRRadalah tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan nol. Besaran yang dihasilkandari perhitungan ini adalah dalam satuan persentase (%). Sebuah bisnis dikatakan layak apabila IRRnyalebih besar dari opportunity cost of capital-nya (DR) (Nurmalina et al.2009).Usaha pembuatan minuman temulawak instan memiliki IRR sebesar 33% dengan DR 16%, yang berartiusaha ini layak untuk dijalankan.

Gambar

Gambar 6. (a) Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan sebelum perbaikan,  (b)  Label dan kemasan produk IRT minuman temulawak instan setelah perbaikan
Gambar 10. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut kenampakan ketiga formula
Gambar 14. Frekuensi rating kesukaan panelis terhadap atribut keseluruhan ketiga formula
Gambar 16. Denah ruang produksi IRT minuman temulawak instan

Referensi

Dokumen terkait

(3) Setiap penduduk Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Terbatas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (4) atau Pasal 22 ayat (4) yang bepergian tidak membawa

Meskipun demikian, para murid Yesus lainnya masih menaruh kepercayaan pada Tomas bahwa ia juga adalah bagian dari murid-murid Yesus yang diutus untuk memberitakan Injil, kabar

kemudian ketiga subjek di dalam penelitian ini cukup mensyukuri pernikahan yang sudah mereka jalani, akan tetapi dua dari tiga subjek menyatakan bahwa pernikahan beda

Pembelajaran kontekstual sesuatu proses pendidikan membantu pelajar dalam pelajaran dengan cara menghubungkaitkan dengan konteks kehidupan mereka seharian sama ada

Surat Pernyataan Tidak Masuk Daftar Hitam dan Perusahaan Tidak Bangkrut, Pailit, Tidak Dalam Pengawasan Pengadilan Tidak

Peubah yang diukur dengan menggunakan model ini adalah perubahan luas situ, perubahan penggunaan lahan dan pertumbuhan penduduk tahun 1991..

Salah satu unsur atau jenis pajak penghasilan adalah pajak penghasilan (PPh) pasal 21 yang dipotong atas penghasilan kena pajak, yaitu penghasilan sehubungan