• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PENERAPAN NILAI BUDAYA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN PENERAPAN NILAI BUDAYA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
146
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PENERAPAN NILAI BUDAYA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Antonius Mario Saccaria Beda Paji NIM : 151334053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

(2)

i

HUBUNGAN PENERAPAN NILAI BUDAYA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Ekonomi Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi

Oleh:

Antonius Mario Saccaria Beda Paji NIM : 151334053

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI

BIDANG KEAHLIAN KHUSUS PENDIDIKAN AKUNTANSI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2020

(3)
(4)
(5)

iv

PERSEMBAHAN

Karya tulis sederhana ini aku persembahkan

kepada orang-orang kucintai dan kusayangi:

Tuhan Yesus Kristus, Bunda Maria dan St. Yosep

Bapak Laurensius Lema Lewo dan Ibu Penaten Kelon Maria Kakak Cornelia Ina Way

Kakek Bernadus Beda Paji (Alm), Nenek Elisabet Bulu Masan (Almh), Nenek Kewa Somi, Kakek Demon Wisen (Alm) Kakak Benga Rena (Almh), Mama Reon

Geroda (Almh) dan semua anggota keluarga

Adik, teman dan sahabat Arny Kidi Hada Serta Almamaterku Universitas Sanata Dharma

(6)

v MOTTO

“Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu”.

(Matius 6:33)

“Jika kita memiliki keinginan yang kuat dari dalam hati, maka seluruh alam semesta akan bahu membahu mewujudkannya”.

(Soekarno)

“Menuntut ilmu dan mengabdi kepada rakyat bukanlah dua perkara yang sepantasnya dipisah-pisahkan”.

(Rama Mangun)

(7)
(8)
(9)

viii ABSTRAK

HUBUNGAN PENERAPAN NILAI BUDAYA SEKOLAH DAN MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI

SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA

Antonius Mario Saccaria Beda Paji Universitas Sanata Dharma

2020

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) hubungan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta; (2) hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan menggunakan pendekatan kuantitatif. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta sebanyak 155 siswa. Data dikumpulkan menggunakan kuesioner serta dianalisis dengan korelasi kendall’s tau-b.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada hubungan positif dan signifikan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa dilihat dari nilai probabilitas sig. (2-tailed) sebesar 0,000 dan r hitung sebesar 0,979; (2) ada hubungan positif dan signifikan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa dilihat dari nilai probabilitas sig. (2-tailed) sebesar 0,000 dan r hitung sebesar 0,978.

Kata kunci: penerapan nilai budaya sekolah, motivasi berprestasi, kemandirian belajar.

(10)

ix ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN THE APPLICATION OF SCHOOL CULTURAL VALUES AND ACHIEVEMENT MOTIVATION AND STUDENT LEARNING INDEPENDENCE OF THE ELEVENTH CLASS

STUDENTS OF SMA NEGERI 8 YOGYAKARTA

Antonius Mario Saccaria Beda Paji Sanata Dharma University

2020

This research aims to find out: (1) the relationship between the application of school cultural values and the learning independence of the eleventh class students of SMA Negeri 8 Yogyakarta; (2) the relationship between achievement motivation and learning independence of the eleventh class students of SMA Negeri 8 Yogyakarta.

This research is a correlational study using a quantitative approach. The subjects in this research were 155 students of the eleventh class of XI SMA Negeri 8 Yogyakarta. The data were collected by a questionnaire and analyzed by Kendall's tau-b correlation.

The results show that: (1) there is a positive and significant relationship between the application of school cultural values and student learning independence perceived from the probability value of sig. (2-tailed) of 0.000 and r count of 0.979; (2) there is a positive and significant relationship between achievement motivation and student learning independence perceived from the probability value of sig. (2-tailed) of 0.000 and r count of 0.978.

Keywords: application of school cultural values, achievement motivation, learning independence.

(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan cinta kasih- Nya yang selalu memberi kekuatan dan penghiburan kepada penulis untuk terus berproses dan pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Hubungan Penerapan Nilai Budaya Sekolah dan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta”. Skripsi ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Dalam perjalanannya, terdapat banyak kesulitan dan kendala yang mengiringi penulisan skripsi ini. Skripsi ini tidak akan ada dan tertulis hingga selesai tanpa adanya dukungan dan bantuan dari banyak pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin mrngucapkan rasa terimakasih yang sebesar- besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

2. Bapak Ig. Bondan Suratno, S.Pd., M.Si. selaku Ketua Program Studi Pendidiakan Ekonomi, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Universitas Sanata Dharma

3. Bapak Drs. Bambang Purnomo, S.E., M.Si. selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dalam memberi bimbingan, memberikan kritik, dan saran untuk kesempurnaan skripsi ini

4. Bapak/Ibu Dosen penguji yang memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini

(12)

xi

5. Segenap Dosen di Program Studi Pendidikan Ekonomi, yang telah mendidik dan membimbing penulis selama proses perkuliahan

6. Theresia Aris Sudarsilah selaku Tenaga Administrasi yang telah membantu memperlancar untuk terselesainya skripsi ini

7. Seluruh staff Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi yang telah membantu saya dalam urusan administrasi selama perkuliahan.

8. SMA Negeri 8 Yogyakarta atas kesediaannya menerima penulis untuk melakukan penelitian

9. Bapak Laurensius Lema Lewo dan Ibu Penaten Kelon Maria, kakak Cornelia Ina Way serta seluruh keluarga besar suku Watoway untuk segala cinta dan perhatian kepada penulis

10. Teman seperjuangan (Leon, Sil, Wandi, Juan, Hans, Dinna, In, Lian, Mira, Valent, dan Xave) yang selalu memberikan dukungan dan semangat

11. Teman-teman Pendidikan Ekonomi BKK Pendidikan Akuntansi angkatan 2015 atas kerjasama, kebersamaan dan dukungan selama ini

12. Segenap Anggota Keluarga Mahasiswa Adonara Yogyakarta yang telah memberikan cinta dan pengalaman selama penulis berada di Yogyakarta 13. Teman-teman dekat di Yogyakarta (Mus Riantobi, Ara Tokan, Ari Rulan,

Patris Lewokeda, Ama Suba, Alamsah, Abang Rony Riantobi, Rudi Riantobi, Primus Riantobi, Jello Muda, Lian Geken, Natalia, Upeke Amor, Eka Muda, Mervin Wuran, Rista Maharia, Risty Lamahoda, Renal) yang sudah memberikan semangat dan inspirasi bagi penulis

14. Teman-teman PPL di SMK Negeri 1 Yogyakarta

(13)
(14)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix

BAB I : PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Batasan Masalah... 7

C. Rumusan Masalah ... 7

D. Tujuan Penelitian ... 7

E. Manfaat Penelitian ... 8

(15)

xiv

BAB II : KAJIAN TEORETIK ... 9

A. Budaya Sekolah ... 9

1. Pengertian Budaya Sekolah... 9

2. Unsur-unsur Budaya Sekolah ... 11

3. Nilai Budaya Sekolah ... 13

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya Sekolah ... 14

5. Penerapan Nilai Budaya Sekolah ... 15

B. Motivasi Berprestasi... 18

1. Pengertian Motivasi Berprestasi ... 18

2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi ... 20

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Berprestasi ... 23

4. Fungsi Motivasi Berprestasi ... 26

C. Kemadirian Belajar ... 28

1. Pengertian Kemandirian Belajar ... 28

2. Fakor-faktor yang Memengaruhi Kemandirian Belajar ... 32

3. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Kemandirian Belajar ... 36

D. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan ... 39

E. Kerangka Berpikir ... 40

F. Hipotesis ... 41

BAB III : METODE PENELITIAN ... 43

A. Jenis Penelitian ... 43

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 43

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 44

(16)

xv

D. Populasi, Sampel dan Teknik Penarikan Sampel ... 44

1. Populasi Penelitian ... 44

2. Sampel Penelitian ... 44

3. Teknik Penarikan Sampel ... 45

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel ... 45

1. Operasional Variabel ... 45

2. Pengukuran Variabel ... 48

F. Teknik Pengumpulan Data ... 49

1. Kuesioner ... 49

2. Dokumentasi ... 50

G. Teknik Pengujian Instrumen ... 50

1. Uji Validitas ... 50

2. Uji Reliabilitas ... 60

H. Teknik Analisis Data ... 62

1. Analisis Deskriptif ... 62

2. Uji Prasyarat Analisis ... 62

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN ... 65

A. Deskripsi Data Penelitian ... 65

1. Deskripsi Responden Penelitian ... 65

2. Deskripsi Variabel Responden ... 66

B. Hasil Analisis Data ... 70

1. Uji Normalitas ... 70

2. Pengujian Hipotesis ... 71

(17)

xvi

C. Pembahasan ... 74

1. Hubungan Penerapan Nilai Budaya Sekolah dengan Kemandirian Belajar Siswa ... 74

2. Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Siswa ... 76

BAB V : KESIMPULAN, SARAN DAN KETERBATASAN ... 78

A. Kesimpulan ... 78

B. Saran ... 78

C. Keterbatasan ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81

LAMPIRAN ... 84

(18)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Operasional Variabel Penerapan Nilai Budaya Sekolah ... 46

Tabel 3.2 Operasional Variabel Motivasi Berprestasi... 47

Tabel 3.3 Operasional Variabel Kemandirian Belajar ... 48

Tabel 3.4 Pedoman Skor Kuesioner ... 49

Tabel 3.5 Hasil Pengujian Validitas Variabel Penerapan Nilai Budaya Sekolah (Pertama) ... 52

Tabel 3.6 Hasil Pengujian Validitas Variabel Penerapan Nilai Budaya Sekolah (Kedua) ... 53

Tabel 3.7 Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Berprestasi (Pertama) ... 54

Tabel 3.8 Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Berprestasi (Kedua) ... 55

Tabel 3.9 Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Berprestasi (Ketiga) ... 56

Tabel 3.10 Hasil Pengujian Validitas Variabel Motivasi Berprestasi (Keempat) ... 57

Tabel 3.11 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kemandirian Belajar (Pertama) ... 58

Tabel 3.12 Hasil Pengujian Validitas Variabel Kemandirian Belajar (Kedua) ... 59

Tabel 3.13 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 61

Tabel 3.14 Hasil Uji Reliabilitias ... 61

Tabel 3.15 Tingkat Penguasaan Kompetensi ... 62

Tabel 3.16 Interpretasi Nilai Koefisien Korelasi... 64

Tabel 4.1 Data Jumlah Siswa ... 65

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Penerapan Nilai Budaya Sekolah... 67

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Motivasi Berprestasi ... 68

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Kemandirian Belajar ... 69

Tabel 4.5 Hasil Uji Normalitas Bivariat Penerapan Nilai Budaya Sekolah dengan Kemandirian Belajar ... 70

(19)

xviii

Tabel 4.6 Hasil Uji Normalitas Bivariat Motivasi Berprestasi dengan

Kemandirian Belajar ... 71 Tabel 4.7 Hasil Uji Korelasi Penerapan Nilai Budaya Sekolah dengan

Kemandirian Belajar ... 72 Tabel 4.8 Hasil Uji Korelasi Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar... 73

(20)

xix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian ... 84

Lampiran 2 Kuesioner Penelitian ... 86

Lampiran 3 Data Responden ... 96

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas ... 119

Lampiran 5 Hasil Uji Reliabilitas ... 123

Lampiran 6 Tabel R ... 125

Lampiran 7 Hasil Uji Normalitas ... 127

Lampiran 8 Hasil Uji Korelasi ... 129

(21)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan investasi penting guna menyiapkan generasi yang memiliki pengetahuan, keterampilan, serta akhlak mulia yang berguna bagi dirinya dan masyarakat. Saat ini, pendidikan berada di masa pengetahuan di mana segala upaya pemenuhan kebutuhan dalam berbagai konteks berbasis pada pengetahuan. Dalam hal ini pendidikan diharpakan mampu melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 tanggal 23 Mei 2006 menyebutkan bahwa pendidikan menengah bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut. Berdasarkan paparan di atas terlihat bahwa pendidikan menengah memiliki tanggung jawab memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada siswa agar menjadi pribadi yang mandiri dalam menjalani kehidupannya.

Seorang anak dalam menjalankan aktivitas sehari-hari baik di rumah, sekolah maupun lingkukangan masyarakat tidak lepas dari dari kegiatan belajar. Agar terjadinya perubahan ke arah yang lebih baik maka aktivitas belajar tersebut tidak boleh berhenti. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya, dengan demikian melalui proses belajar seseorang akan

(22)

menghasilkan perubahan (Slameto, 2010:2). Agar proses belajar menjadi optimal dan dapat menghasilkan perubahan maka sangat diperlukan sikap mandiri dari siswa sebagai subjek yang belajar.

Dalam lembaga pendidikan, tidak dapat dipungkiri bahwa prestasi belajar merupakan parameter yang penting dalam mengukur keberhasilan proses belajar mengajar siswa. Dalam konteks pendidikan, prestasi belajar siswa sangat tergantung pada kemandirian siswa dalam belajar. Prestasi belajar juga sangat berkaitan dengan cara belajar siswa, yang selanjutnya dapat disebut sebagai kemandirian belajar siswa. Menurut Dyahnita Adiningsih (2012: 40) siswa yang memiliki kemandirian belajar menunjukan bahwa ia mempunyai perencanaan dalam belajar, adanya keinginan untuk memecahkan masalah sendiri, berpartisipasi aktif, adanya keinginan untuk maju, belajar atas inisiatif sendiri, dan melakukan evaluasi sendiri. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa kemandirian belajar tidak dapat dihasilkan atau diperoleh begitu saja tetapi melalui usaha-usaha secara sadar dengan bersikap aktif baik dalam kegiatan pembelajaran maupun saat di luar kegiatan pembelajaran.

Pendidikan di Indonesia saat ini telah menerapkan kurikulum 2013 dengan perubahan paradigma dari guru yang memberi tahu ke siswa yang mencari tahu. Dalam hal ini kurikulum 2013 sebetulnya menginginkan agar siswa dapat belajar secara mendiri. Namun di sisi lain, fakta yang terjadi saat ini masih terdapat anak yang kemandirian belajarnya masih rendah. Hal ini ditandai dengan adanya anak yang tidak tahan lama jika belajar, malas belajar, asyik sendiri dan kurang memperhatikan penjelasaan guru, melakukan aktivitas

(23)

yang tidak berkaitan dengan materi, kurang aktif untuk menjawab pertanyaan dan memberikan penjelasan, dan baru belajar jika menjelang ulangan atau ujian. Lebih jauh lagi sikap siswa ini menimbulkan kecemasan karena anak anak belajar jika disuruh terlebih dahulu, bahkan sering kali harus ditunggui karena kalau tidak, enggan untuk belajar.

Kemandirian belajar siswa banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor lain disamping proses pengajaran itu sendiri yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal atau faktor dari dalam diri siswa seperti keadaan fisik atau jasmani siswa dan keadaan psikologis yaitu meliputi kesehatan, intelegensi, motivasi, minat, bakat, perhatian, tanggapan, dan cara belajar.

Sedangkan faktor eksternal atau faktor dari luar diri siswa yaitu meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.

Perkembangan pendidikan saat ini menuntut harus terjadinya perubahan dalam cara pandang baru yang siap melayani kebutuhan siswa. Pendidikan yang menyenangkan, kreatif, inovatif dalam mengembangkan kemampuan siswa yang beraneka ragam semakin dibutuhakan masyarakat. Sebuah pendidikan mempunyai tiga komponen utama, yaitu guru, siswa dan kurikulum. Ketiga komponen tersebut menjadi satu kesatuan dan komponen- komponen tersebut berada di lingkungan sekolah agar proses belajar mengajar dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Lingkungan sekolah sangat erat kaitannya dengan budaya sekolah. Budaya sekolah memiliki peran penting dalam membentuk kemandirian belajar siswa, karena selain di rumah peserta

(24)

didik juga menghabiskan sekitar 8 – 10 jam untuk aktivitas belajarnya di sekolah.

Kegiatan ataupun kebiasaan yang dijalankan di sekolah oleh seluruh warga sekolah merupakan bagian dari budaya sekolah. Kennedy (Syamsul, 2013: 123) mengemukakan bahwa budaya sekolah merupakan keyakinan dan nilai-nilai milik bersama yang menjadi pengikat kuat kebersamaan mereka sebagai suatu masyarakat. Banyak hal yang berkaitan dengan budaya sekolah dan yang paling dominan yaitu nilai-nilai karakter yang dihidupi di sekolah tersebut. Terkadang nilai-nilai karakter tersebut bersifat abstrak dan tidak tertulis, namun dengan nilai-nilai tersebut dapat menunjukan ciri khas kebiasaan dari masing-masing sekolah.

Sekolah hendaknya menjadi rumah kedua bagi siswa. Karena itu, sekolah harus aman, nyaman, menyenangkan, dan mendidik sehingga siswa bebas berekspresi, berkreativitas serta dapat mandiri dalam belajar.

Berdasarkan data Forum Ekonomi Dunia 2016 yang mengatakan, siswa Indonesia setiap bulan menghabiskan waktu 1.095 jam di sekolah untuk belajar. Namun hasilnya tetap tidak maksimal. Dalam tes PISA dan TIMMS, Indonesia selalu berada di peringkat bawah karena gagal dalam literasi dan naral jika dibandingkan dengan negara-negara maju yang siswanya hanya menghabiskan 700-800 jam di sekolah setiap bulan. Pada kenyataannya sering kita jumpai ada beberapa kebiasaan yang kurang baik di lingkungan sekolah.

Di antaranya perilaku siswa yang menunjukan sikap putus asa karena merasa tidak mampu memperbaiki atau meningkatkan prestasi belajarnya, siswa hanya

(25)

akan belajar dengan tenang dan kondusif apabila ditunggui guru. Dalam penyampaian materi, terkadang guru menggunakan metode konvensional di mana siswa hanya duduk, mendengarkan, dan mencatat isi dari penyampaian guru dan sangat minimnya ruang bagi siswa untuk bertanya, memberikan pendapat, apalagi menjelaskan materi yang sulit kepada temannya dan lain- lain.

Selain budaya sekolah, kemandirian belajar siswa juga dipengaruhi oleh motivasi berprestasi. Motivasi berprestasi merupakan dorongan dari dalam diri siswa untuk meraih prestasi setinggi-tingginya. Untuk memulai kemandirian diperlukan cita-cita dan kerja keras untuk mencapainya (Mohammad Mustari, 2011:100). Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa cita-cita dan kerja keras itu adalah motivasi berprestasi siswa. Motivasi berprestasi akan memengaruhi kemandirian belajar siswa karena dengan motivasi berprestasi yang tinggi siswa akan terdorong untuk berusaha meningkatkan prestasinya dengan belajar atas inisiatif sendiri tanpa harus disuruh terlebih dahulu. Di sisi lain, siswa yang memiliki motivasi berprestasi rendah akan kurang memiliki dorongan untuk mencapai prestasi yang baik, sehingga kurang memiliki inisiatif untuk belajar. Beberapa fakta memprihatinkan yang sering ditemukan dalam kaitannya dengan motivasi berperstasi adalah bahwa ada siswa yang tidak memiliki keinginan untuk memperoleh nilai yang terbaik di kelasnya. Siswa akan belajar saat menjelang ulangan atau ujian, terkadang harus disuruh terlebih dahulu oleh orang tua dan guru. Para guru sering mengeluh bahwa ada siswa yang tidak memiliki semangat untuk belajar secara sugguh-sungguh. Hal

(26)

ini ditandai dengan ada siswa yang sering lupa atau tidak mengerjakan PR dan ketika ada diskusi dalam kelompok terdapat siswa yang hanya duduk menonton, tidak memberikan ide, gagasan atau pendapatnya.

Sekolah Menengah Atas Negeri 8 Yogyakarta merupakan salah satu SMAN unggulan di Yogyakarta. Sebagai sekolah unggulan sekolah ini memiliki program kerja untuk meningkatkan prestasi akademik maupun akademik. Sekolah ini telah banyak mencetak prestasi baik di tingkat regioal, nasional bahkan internasional. Selain itu, SMA Negeri 8 Yogyakarta juga menjadi salah satu SMA Negeri di Yogyakarta dengan nilai UNBK terbaik tahun 2019. Tidak hanya itu, SMA Negeri 8 juga menorehkan prestasi dengan banyaknya lulusan yang diterima di perguruan tinggi negeri favorit. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di sekolah ini dengan mendalami nilai-nilai atau budaya baik dan tingkat motivasi siswa sehingga sekolah ini mampu menorehkan banyak prestasi.

Kemandirian belajar siswa dipengaruhi beberapa faktor di atas.

Berdasarkan dari faktor-faktor tersebut, peneliti lebih mendalami faktor lingkungan sekolah yang terkait penerapan nilai budaya sekolah dan motivasi yang terkait dengan motivasi berprestasi. Permasalahan yang ditemukan di sekolah adalah masih terdapat siswa yang belum mandiri dalam belajar. Maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan mengambil judul

“Hubungan Penerapan Nilai Budaya Sekolah dan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta”.

(27)

B. Batasan Masalah

Oleh karena keterbatasan waktu, biaya, tenaga dan untuk mempermudah dalam pengumpulan data, maka perlu adanya pembatsan masalah. Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah:

1. Peneliti hanya meneliti peserta didik kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

2. Penelitian ini hanya dibatasi pada permasalahan mengenai hubungan penerapan nilai budaya sekolah dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka penulis mengajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta?

2. Apakah ada hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui hubungan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

2. Untuk mengetahui hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

(28)

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan teori-teori selanjutnya serta bisa dijadikan sebagai acuan bagi penelitian sejenis yang memiliki fokus pada penerapan nilai budaya sekolah dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Sekolah dapat melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan kemandirian belajar siswa, dapat menciptakan budaya sekolah yang positif dan mendorong motivasi berprestasi siswa.

b. Bagi Guru

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang penerapan nilai budaya sekolah, motivasi berprestasi, dan kemandirian belajar siswa sehingga dapat bersinergi, melatih, mengembangkan kemandirian siswa dalam belajar.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, dan pengalaman secara langsung dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan.

(29)

9 BAB II

KAJIAN TEORETIK A. Budaya Sekolah

1. Pengertian Budaya Sekolah

Sekolah merupaakan salah satu lembaga sosial yang memiliki budaya tersendiri. Budaya tersebut terbentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan dan perilaku yang dihidupi oleh segenap civitas akademika di sekolah tersebut. Budaya tersebut dinamakan budaya sekolah atau bisa disebut kultur sekolah.

Budaya menurut Nurkholis (2003: 200) merupakan asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan diantara para anggota kelompok.

Budaya menjadi kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh anggota kelompok yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai- nilai baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat atau abstrak.

Budaya tersebut memainkan peranan penting dalam memahami lingkungan dan menentukan sikap dan prilaku orang atau kelompok dalam menanggapi sesuatu.

Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Barnawi & Mohammad Arifin (2013: 108) bahwa budaya menjadi cara khas manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mewariskan pengeetahuan dan keterampilan pada generasi berikutnya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan sesuatu yang

(30)

bersifat menyeluruh meliputi pikiran, tindakan, sikap yang diyakini dan sudah menjadi kebiasaan anggota suatu kelompok.

Budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah (Nurkholis, 2003: 203). Nilai-nilai dan keyakinan tersebut kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk sikap dari warga sekolah itu sendiri. Dari sikap tersebut maka akan membentuk suatu karakter yang menjadi ciri khas masing- masing sekolah. Tidak hanya soal sikap namun budaya sekolah juga memengaruhi aktivitas belajar siswa di sekolah termasuk membentuk kemandirian siswa dalam belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Syamsul Kurniawan (2013: 124) bahwa budaya sekolah yang baik dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk belajar bersama dan menganggap bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan, bukan lagi sebuah keterpaksaan.

Berdasarkan pandangan atau pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah nilai-nilai, norma, sikap, dan cara pandang yang dihasilkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang selalu dihidupi di sekolah dan akan membentuk karakter setiap warga sekolah sehingga menjadi kekhasan dari sekolah tersebut.

(31)

2. Unsur-unsur Budaya Sekolah

Bentuk budaya sekolah mencul sebagai fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan, sikap serta perilaku yang hidup dan berkembang di sekolah mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas bagi warga sekolah yang dapat berfungsi sebagai semangat dalam membangun karakter siswa. Menurut Aan &

Cepi (2006: 102) budaya sekolah dapat terlihat dari manifestasi dari budaya sekolah itu sendiri. Beberapa manifestasi budaya dapat diidentifikasi melalui cara-cara anggota kelompok berkomunikasi, bergaul, menempatkan diri dalam peranannya, atau dapat terlihat dari cara-cara bersikap, kebiasaan anggota dalam melakukan keseharian yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk upacara, ritual, ataupun seragam yang dikenakan.

Menurut Nursyam (dalam Sudrajat, 2011:6) ada tiga kultur yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur sosial budaya, dan kultur demokratis.

a. Kultur akademik

Kultur Akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik yang kuat.

Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji, bukan pada popularitas semata atau sangkaan yang tidak memiliki dasar empirik yang kuat. Ini berbeda dengan kultur politik atau dunia entertain. Dengan demikian, kepala sekolah, guru, dan

(32)

siswa selalu berpegang pada pijakan teoretik dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan berargumentasi.

b. Kultur budaya

Kultur Budaya tercermin pada pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya.

Sekolah akan menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan budaya asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme, dan materialisme. Jika dunia luar melalui entertainment dan advertisement sangat gencar menawarkan konsumerisme dan materialisme semata, sekolah secara konsisten dan persisten menanamkan nilai-nilai transendental rela berkorban dan ikhlas beramal. Di sisi lain sekolah terus mengembangkan seni tradisi yang berakar pada budaya nusantara yang dikreasi untuk dikemas dengan modernitas dengan tetap mempertahankan keasliannya.

c. Kultur demokratis

Kultur demokratis menampilkan corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara bersama membangun kemajuan. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif dan otoritarianisme serta sikap mengabdi atasan secara membabi buta.

(33)

Warga sekolah selalu bertindak objektif, transparan, dan bertanggungjawab.

Pendapat yang lain mengenai unsur-unsur budaya sekolah juga dikemukakan oleh Daft (2009: 126) dengan membagi unsur budaya sekolah dalam lima unsur, yaitu: simbol, cerita, pahlawan, slogan dan upacara resmi.

3. Nilai Budaya Sekolah

Nilai mengandung arti harapan, cita-cita, dan juga dambaan. Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek (Rukiyati dkk, 2008: 58). Secara normatif nilai harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari serta menjadi pedoman yang menentukan segala sikap maupun perilaku seseorang, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Nilai merupakan salah satu unsur dari budaya sekolah, seperti yang dinyatakan oleh Muhaimin dkk (2011: 48) bahwa budaya sekolah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan antara nilai- nilai (values) yang dianut oleh kepala /madrasah sebagai pemimpin dengan nilai-nilai yang dianut oleh guru-guru dan para karyawan yang ada dalam sekolah/madrasah tersebut. Nilai-nilai tesebut lahir dari ide- ide warga sekolah yang diyakini bersama seirng berjalannya waktu.

Berawal dari budaya tersebutlah muncul simbol dan tindakan, keyakinan baik yang kelihata maupun yang tidak kelihatan ataupun dirasakan pada setiap aspek kehidupan di sekolah.

(34)

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya sekolah merupakan salah satu unsur yang mendasari budaya sekolah.

Dari nilai tersebut akan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya membudaya dan terwujud pada simbol, tindakan, keyakinan pada kehidupan sekolah tersebut.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya Sekolah

Menurut Nurkholis (2003: 203) budaya sekolah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah:

a. Antusiasme guru dalam mengajar dan penugasan materi b. Kedisiplinan sekolah

c. Proses belajar mengajar d. Jadwal yang ditepati e. Sikap guru terhadap siswa f. Kepemimpinan kepala sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap budaya sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah yang baik akan membentuk budaya sekolah yang baik pula dikarenakan kepala sekolah yang memiliki peranan penting dalam menetapakan pelaksanaan visi misi sekolah.

Visi misi sekolah menajdi hal penting dalam mendukung terciptanya masa depan sekolah temasuk budaya sekolah tersebut.

Barnawi & Mohammad (2013: 141) mengungkapkan bahwa visi dan misi sekolah merupakan representasi dari masa depan sekolah.

(35)

Visi dan misi sekolah merupakan awal mula terciptanya budaya sekolah.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa beberap faktor yang turut mempengaruhi budaya sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah, antusiasme guru dalam mengajar dan penugasan materi, kedisiplinan sekolah, proses belajar mengajar, jadwal yang ditepati dan sikap guru terhadap siswa.

5. Penerapan Nilai Budaya Sekolah

Penerapan nilai budaya sekolah menurut H. Zainal Aqib dan Ahmad Amrullah (2017: 57) dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri yang meliputi kegiatan rutin, spontan, keteladanan dan pengkondisian. Peryataan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Syamsul (2013: 115) bahwa budaya sekolah dikembangkan melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan dan pengkondisian. Adapun penjelasan dari masing-masing kegiatan sebagai berikut:

a. Kegiatan rutin

Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, mengucapkan salam apabila bertemu guru, karyawan dan teman.

(36)

b. Kegiatan spontan

Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu atau kegiatan yang biasanya dilakukan pada saat guru atau tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi, misalnya seperti adanya anak yang berkelahi, berpakaian tidak rapi, berlaku tidak sopan maka guru atau tenaga kependidikan harus cepat mengkoreksi kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik tersebut. Bukan hanya perilaku yang tidak baik yang memerlukan proses spontan, perilaku baik juga perlu mendapatkan respon spontan dengan pujian jika terdapat anak yang mendapatkan prestasi, menolong orang lain, memperoleh nilai baik atau mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat yang tertimpah bencana.

c. Keteladanan

Merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh malalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain.

Apabila guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku atau bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter yang mereka harapkan, maka hal yang harus dilakukan oleh guru dan tenaga kependidikan adalah memberikan contoh

(37)

perilaku dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya nilai disiplin (kehadiran guru lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, kerja keras dan percaya diri.

d. Pengkondisian

Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter dengan berbagai situasi dan kegiatan edukatif, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.

Melalui serangkaian kegiatan pengembangan nilai budaya sekolah tersebut maka akan terbentuk karakter-karakter yang mencul sebagai wujud dari budaya sekolah yang dapat diamati oleh segenap warga sekolah terutama pada peserta didik. Menurut H.

Zainal Aqib dan Ahmad Amrullah (2017: 50) karakter-karakter utama yang perlu direkomendasikan untuk dikembangkan menjadi budaya sekolah adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca dan peduli lingkungan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan nilai budaya sekolah dapat dilakukan melalui

(38)

kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian.

Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat membentuk nilai-nilai budaya sekolah seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca dan peduli lingkungan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil enam nilai saja, yaitu:

1) Disiplin 2) Kerja keras 3) Kreatif 4) Mandiri

5) Menghargai prestasi 6) Gemar membaca B. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi adalah dorongan untuk melakukan suatu perbuatan atau proses menggerakan keinginan-keinginan menjadi kegiatan atau tingkah laku yang nyata dalam mencapai tujuan tertentu (Hendra Surya 2003: 8). Motivasi menurut Wlodkowsky (dalam Sugihartono, 2013:

78) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Dalam hal ini motivasi dapat dipandang sebagai alasan atas

(39)

adanya suatu perilaku dari individu. McDonald (dalam Oemar Hamalik, 2002: 173) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya motivasi, seseorang dapat tergerak untuk melakukan sesuatu dengan tekun dan ulet.

Sugihartono (2013: 78) mengatakan motivasi berprestasi bahwa siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya. Dalam hal ini, siswa telah memiliki target seberapa besar prestasi yang harus dicapai dari proses belajar yang dilakukannya. Sedangkan menurut Reni Akbar dan Hawadi (2001: 87), motivasi berprestasi adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi setinggi mungkin, sesuai dengan yang ditetapkan oleh siswa itu sendiri. Dalam hal ini diketahui bahwa siswa memiliki tujuan sendiri dalam berlajar serta bertanggungjawab terhadap tujuan yang ingin dicapainya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri siwa untuk melakukan aktivitas dalam rangka mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa hendaknya memiliki tekad dan tujuan

(40)

mengenai prestasi yang hendak dicapainya dan secara konsisten bertanggungjawab atas tujuannya tersebut.

2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

Setiap siswa memiliki tingkat motivasi berprestasi yang berbeda- beda. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tentu akan berbeda dengan siswa yang memilliki motivasi berprestasi rendah.

McClelland (dalam Reni Akbar dan Hawadi, 2001: 87) menyebutkan empat hal yang membedakan tingkat motivasi seseorang dengan orang lain, yaitu:

a. Tanggungjawab

Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan menerima tugas yang diberikan kepadanya dengan baik dan secara bertanggungjawab akan menyelesaikan setiap tugas tersebut dengan sungguh- sungguh.

b. Mempertimbangkan resiko

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan lebih suka pada tantangan. Dalam hal ini ia tidak suka pada tuga-tugas yang sama dan akan memilih tugas yang menantang kemampuannya, tetapi memungkinkan untuk diselesaikan dengan baik.

c. Memperhatikan umpan balik

Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai adanya umpan balik atas hasil kerjanya. Umpan balik yang diberikan oleh guru

(41)

atas hasil pekerjaan dapat menjadi tolok ukur sajauh mana siswa berhasil memahami materi pelajaran.

d. Kreatif-Inovatif

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi cenderung mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara efisien dan efektif.

Sugihartono, dkk (2013: 78) juga manyatakan bahwa motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa, maka motivasi yang tinggi dilihat dalam perilaku siswa antara lain:

a. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan terlibat secara aktif. Siswa memperhatikan penjelasan guru dengan baik, mengajukan pertanyaan, menjawab bila diberi pertanyaan, menjelaskan materi yang sulit kepada teman-temannya, serta melakukan dengan baik hal-hal yang dimintai guru.

b. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar. Dalam hal ini, siswa tidak mudah putus asa ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit dan akan terus berusaha menyelesaikannya dengan baik. Selain itu, siswa juga mampu mengendalikan dirinya untuk tetap memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru.

(42)

c. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar tetap memiliki motivasi yang tinggi. Siswa senantiasa memiliki antusias yang tinggi dan mampu mengendalikan motivasi yang dimilikinya.

Selanjutnya Sadirman (2005: 83) juga mengemukakan bahwa motivasi yang ada dalam diri seseorang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun mengerjakan tugas. Siswa dapat mengerjakan tugas dalam waktu yang lama dan akan berhenti ketika tugasnya telah selesai b. Ulet menghadapi kesulitan. Dalam mengerjakan tugas yang sulit

ia tidak mudah putus asa. Tetapi sebaliknya ia akan berusaha untuk menyelesaikannya sebaik mungkin

c. Menunjukan minat terhadap masalah-masalah yang ada disekitarnya. Misalnya masalah-masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan masyarakat seperti masalah politik, agama ekonomi, keadilan , dan sebagainya.

d. Lebih senang bekerja mandiri. Siswa dengan motivasi yang tinggi lebih cenderung menyelesaikan sesuatu secara mendiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin. Siswa menjadi cepat bosan dengan hal yang berulang-ulang dan kurang mengembangan kreatifitasnya.

f. Dapat mempertahankan pendapatnya. Siswa dengan motivasi tinggi dapat mempertahankan pendapatnya secara baik.

(43)

g. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-saol. Siswa memiliki ketertarikan dalam memceahkan masalah atau persoalan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri motivasi berprestasi yaitu:

1) tekun mengerjakan tugas, 2) ulet menghadapi kesulitan, 3) menyukai tantangan, dan

4) terlibat aktif dalam pembelajaran.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Berprestasi

Ada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan ada pula siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Perbedaan tingkat motivasi ini desebabkan oleh beberapa faktor seperti yang disebutkan oleh Reni Akbar dan Hawadi (2001: 45) sebagai berikut:

a. Faktor individual

Berdasarkan penelitian Harter (dalam Reni Akbar dan Hawadi, 2001: 45) pada siswa dengan dimensi intrinsik dan ekstrinsik menunjukan bahwa hanya siswa yang memiliki kecondongan berkompetensi di bidang akademis yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Siswa yang memiliki persepsi diri yang tinggi lebih menyukai tugas-tugas yang manantang serta selalu berusaha untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Sebalikanya siswa yang memiliki persepsi diri rendah lebih menyukai tugas-tugas yang

(44)

mudah dan apa yang dikerjakan sangat tergantung pada arahan guru.

Pengaruh orang tua juga merupakan salah satu faktor individual motivasi berprestasi. Dari penelitian Ames dan Achter (dalam Reni Akbar dan Hawadi, 2001: 45) terlihat bahwa orang tua yang lebih menekankan bagaimana anaknya berusaha dan berproses serta menganggap nilai yang baik adalah hasil dari usaha, maka motivasi yang berkembang pada siswa adalah motivasi dari dalam dirinya (intrinsik). Jadi pengarahan orang tua terhadap anak juga akan berpengaruh bagi motivasi berprestasi siswa.

b. Faktor situasional

Keadaan kelas cenderung berpengaruh terhadap motivasi siswa.

Kelas dengan jumlah siswa yang banyak cenderung bersifat formal, ada persaingan, serta ada kontrol dari guru. Sebaliknya, pada kelas kecil, siswa akan merasa lebih leluasa untuk mengatur dirinya sendiri dan memberi kesan tidak formal dan membuat siswa lebih bebas.

Hamzah B. Uno (2006: 29) juga menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi, yaitu:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Siswa dengan kemampuan yang sama, serta lingkungan keluarga yang sama, akan tetapi jika semangat untuk menyelesaikan

(45)

tuganya berbeda, hasilnya juga akan berbeda. Siswa yang memiliki keinginan berhasil yang tinggi akan lebih cepat dan tepat dalam menyelesaikan tugasnya. Sedangkan siswa yang tidak memiliki hasrat untuk berhasil akan cenderung lambat dan suka menunda pekerjaan.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan belajar

Siswa dengan motivasi tinggi akan memandang belajar sebagai kebutuhan bagi dirinya. Akan tetapi terkadang seseorang mengerjakan tugasnya justru karena dorongan untuk menghindari katakutan atau kegagalan. Siswa akan tampak bekerja lebih sungguh-sunguh karena takut tugasnya tidak terselesaikan dengan baik dan tepat, ia akan dimarahi oleh guru, orang tua, bahkan diejek oleh teman.

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan

Timbulnya cita-cita dalam diri siswa beriringan dengan perkembangan kepribadiannya. Cita-cita merupakan sesuatu yang disertai dengan perhitungan akal sehat. Siswa dengan motivasi tinggi akan memperkuat perilaku belajar dengan harapan dapat meraih citi-cita di masa yang akan datang.

d. Adanya penghargaan

Pengahargan juga dapat memengaruhi motivasi siswa. Misalnya seorang siswa dalam ulangan pertamanya mendapatkan nilai yang bagus, maka untuk selanjutnya ia akan lebih bersemangat lagi.

(46)

Dalam hal ini motivasi berprestasi dapat diperkuat dengan pemberian penghargaan.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi yaitu:

1) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 2) Dorongan dan kebutuhan,

3) Harapan dan cita-cita masa depan, dan 4) Penghargaan.

4. Fungsi Motivasi Berprestasi

Untuk dapat mencapai prestasi diperlukan adanya motivasi. Usaha siswa untuk mencapai suatu prestasi akan semakin besar jika terdapat motivasi yang besar pula. Siswa yang berkeinginan untuk lulus dengan nilai terbaik, maka ia akan berusaha belajar secara maksimal untuk mencapai keinginannya tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa motivasi akan mendorong siswa utuk bertindak secara nyata.

Sehubungan dengan hal tersebut, motivasi memiliki beberapa fungsi, diantarnya seperti yang disebutkan oleh Oemar Hamalik (2002:

175) sebagai berikut:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu berbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Dalam hal ini berlajar sebagai kegiatan yang berasal dari kesadaran diri sendiri.

(47)

b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai

c. Besarnya kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik, Purwa Atmaja Prawira (2011: 321) juga mengemukakan bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu

Individu dikatakan memiliki motivasi apabila tingkah lakunya bergerak ke arah tertentu. Dengan adanya motivasi, tingkah laku individu menjadi lebih terarah dan teratur sejalan dengan tujuan yang dimilikinya. Artinya bahwa, tinggkah laku siswa menjadi lebih terarah dan teratur jika terdapat motivasi di dalam dirinya.

b. Menyeleksi tingkah laku individu

Dengan adanya motivasi, menjadikan individu menjadi lebih cermat dalam memilih dan memilah apa saja yang harus ia lakukan dan apa yang tidak boleh ia lakukan agar semakin dekat dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini siswa dapat menetapkan serangkaian tindakan yang dapat mengantarkannya mencapai tujuan yang ditargetkan.

c. Memberi energi dan menahan tingkah laku individu

Motivasi dapat menjadi daya dorong bagi individu untuk melakukan aktivitas tertentu. Selain itu, motivasi individu juga

(48)

dapat mempertahankan agar perbuatan dapat berlangsung terus menerus dalam jangka waktu lama. Maka siswa yang memiliki motivasi dapat terdorong untuk melakukan perbuatan tertentu serta mempertahankannya dalam jangka waktu lama.

Dengan melihat beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada intinya fungsi motivasi berprestasi adalah sebagai pendorong, sebagai penggerkan, dan sebagai penyeleksi perbuatan atau tingkah laku siswa dalam mencapai prestasi yang hendak dicapai. Dengan motivasi berprestasi maka siswa akan terdorong untuk berjuang mewujudkan prestasi atau dengan kata lain motivasi berprestasi menjadi salah satu jalan guna mengantarkan siswa untuk berprestasi.

C. Kemandirian Belajar

1. Pengertian Kemandirian Belajar

Menurut Hendra Surya (2003:114) belajar mandiri adalah proses menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing di luar dirinya. Dengan demikian kemandirian belajar yang dimaksud adalah lebih mengarah pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar itu sendiri.

Sejalan dengan pendapat di atas, kemandirian belajar menurut Haris (2007:7) adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan

(49)

dibangun oleh bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki.

Kegiatan belajar aktif yang dimaksud adalah kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan pembelajaran, persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan, dan motif atau niat yang dimaksud adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif. Jadi, siswa yang memiliki kemandirian belajar disebut memiliki self motivated learning. Self motivated learning mengandung makna bahwa seseorang yang menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan oleh motif belajar yang timbul di dalam diri siswa.

Selain teori self motivated learning dari Haris Mujiman, terdapat juga teori self regulatory learning dalam mendorong kemandirian belajar siswa. Self regulatory learning atau bisa disebut juga sebagai pebelajaran mengatur diri sendiri menurut. Satrock (2012:334) lebih memfokuskan siswa untuk melakukan pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran perasaan dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran. Sasaran tersebut dapat berupa sasaran prestasi akademik ataupun sasaran sosioemosional.

Terdapat beberapa karakteristk siswa yang melakukan self regulatory learning. Seperti yang dinyatakan oleh Winne (Santrock, 2012 : 334) bahwa terdapat 5 karakteristik siswa yang melakukan self regulatory learning. Diantaranya adalah sebagai berikut:

(50)

a. Menetapkan sasaran untuk memperluas pengetahuan mereka dan mempertahankan motivasi mereka.

b. Sadar akan emosi mereka dan mempunyai strategi untuk mengatur emosi mereka.

c. Secara berkala memantau tujuan mereka untuk mencapai sasaran.

d. Menyempurnakan atau merevisi strategi mereka berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

e. Mengevaluasi rintangan-rintangan yang mungkin timbul dan melakukan adaptasi-adaptasi yang diperlukan.

Menurut Syamsul (2013:143) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang mampu mempelajari pokok bahasan tertentu dengan membaca buku atau dengan mendengarkan media audiovisual tertentu tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Siswa juga memiliki otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan, yaitu :

a. Siswa yang memiliki kesempatan untuk menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.

b. Siswa boleh menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya.

c. Siswa mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya sendiri.

(51)

d. Siswa dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya.

Siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar bukan berarti siswa tersebut belajar sendirian, bukan berarti mengasingkan siswa untuk belajar sendiri tanpa adanya teman belajar maupun gurunya.

Namun kemandirian belajar lebih ditekankan pada siswa berusaha sendiri terlebih dahulu untuk memahami isi dari pelajaran. Saat siswa sudah mulai kesulitan, barulah siswa bertanya pada guru atau teman untuk mendiskusikan kesulitan yang ia alami. Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila ia telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Ciri-ciri pokok siswa mampu mandiri dalam belajar dapat dilihat dari bagaimana ia memulai belajarnya, mengatur waktu dalam belajar sendiri melakukan belajar dengan cara dan teknik sesuai dengan kemampuan sendiri serta mampu mengetahui kekurangan diri sendiri.

Dari berbagai pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning dan kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya sendiri, mulai dari penetapan tujuan, strategi untuk mencapai tujuan belajarnya ataupun mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

(52)

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemandirian Belajar

Kemandirian yang dimiliki oleh individu tidak secara serta merta muncul begitu saja, akan tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2006: 118) menyebutkan sejumlah faktor yang memengaruhi terbentuknya kemandirian, yaitu:

a. Gen atau keturunan orang tua

Kemandirian yang dimiliki oleh orang tua seringkali menurun kepada anaknya. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi, dimungkinkan anaknya juga memiliki kemandirian yang tinggi.

b. Pola asuh orang tua

Cara orang tua mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang anak untuk melakukan sesuatu tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian siswa. Sebaliknya, orang tua yang mampu menciptakan suasana nyaman bagi anak akan mendorong perkembangan kemandiriannya.

c. Sistem pendidikan di sekolah

Sistem pendidikan di sekolah yang lebih mementingkan pemberian penghargaan terhadap potensi dan hasil belajar yang dimiliki masing-masing siswa serta terciptanya kompetisi yang positif di lingkungan sekolah akan mendorong perkembangan kemandirian.

(53)

Sebaliknya, lingkungan sekolah yang menekankan pada pemberian sanksi atau hukuman akan menghambat perkembangan kemandirian belajar siswa. Sistem pendidikan di sekolah meliputi interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, metode mengajar, kurikulum, dan sebagainya.

d. Sistem kehidupan di masyarakat

Keadaan masyarakat yang aman dan mampu menghargai potensi anak dalam berbagai bentuk kegiatan akan mendorong perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya masyarakat yang kurang menghargai potensi anak dalam kegiatan yang produktif dapat menghambat perkembangan kemandirian siswa.

Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa ada empat hal, yaitu: gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, dan sistem kehidupan di masyarakat. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata (2012: 233-237) yang mengemukakan bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Faktor internal

Fakor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa.

Adapun faktor ini terbagi menjadi dua, yaitu:

(54)

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis merupakan pengaruh dari keadaan fisik siswa.

Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus akan dapat mempengaruhi kegiatan belajar, seperi kekurangan gizi dapat menyebabkan seseorang itu tidak bersemangat dalam belajar.

b) Keadaan fungsi jasmani tertentu. Yang dimaksud adalah kurang berfungsinya alat indera seorang siswa yang akan berpengaruh dalam kegitan belajar.

2) Faktor psikologis

Yang dimaksud faktor ini diantaranya adalah motif, sikap, perhatian, bakat, tanggapan, pengamatan, minat, dan intelegensi. Selain itu faktor psikologis menurut N. Frandien sebagaimana dikutip oleh Sumadi Suryabrata sebagai berikut:

a) Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang lebih luas

b) Adanya sifat yang kreatif dan keinginan untuk selalu maju c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati orang tua,

guru, dan teman-temannya

d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami dengan usaha yang baru

(55)

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.

Faktor ini meliputi:

1) Faktor-faktor non sosial

Faktor-faktor non sosial merupakan faktor-faktor dari luar diri selain manusia, seperti keadaan udara, suhu, cuaca, waktu (pagi/siang/malam), tempat (letak, gedung), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku-buku, alat peraga).

2) Faktor-faktor sosial

Yang dimaksud faktor sosial ialah faktor manusia (sesama manusia) baik manusia yang hadir maupun yang kehadirannya dapat disimpulkan. Kehadiran orang lain pada waktu seseorang sedang belajar seringkali mengganggu kegiatan belajar.

Misalnya ketika seorang anak sedang belajar di kamar, lalu ada satu atau dua orang yang hilir mudik keluar masuk kamarnya.

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi kemandirian belajar yaitu:

a) Pola asuh orang tua

b) Sistem pendidikan di sekolah

c) Faktor Internal (fisiologis dan psikologis) d) Faktor psikologis (non sosial dan sosial)

(56)

3. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Kemandirian Belajar

Agar siswa dapat mandiri dalam belajar maka siswa harus mampu berfikir kritis, bertanggungjawab atas tindakannya, tidak mudah terpengaruh pada orang lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain. Ciri-ciri kemandirian belajar merupakan faktor pembentuk dari kemandirian belajar siswa. Ciri-ciri seorang siswa yang memiliki kemandirian belajar dapat dilihat melalui beberapa aspek, seperti pendapat Robert Havighurst (Desmita, 2011:186) yang menyebutkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek intelektual, sosial, emosi, dan ekonomi.

a. Aspek intelektual, aspek ini mencakup pada kemampuan berfikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah.

b. Aspek sosial, berkenan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya.

c. Aspek emosi, mencakup kemampuan individual untuk mengelola serta mengenalikan emosi dan reaksinya dengan tidak bergantung secara emosi pada orang tua.

d. Aspek ekonomi, mencakup kemandiran dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan ekonomi tidak lagi bergantungan pada orang tua.

(57)

Aspek-aspek tersebut saling terkait satu sama lainnya, karena aspek tersebut mempunyai pengaruh yang sama kuat dan saling melengkapi dalam membentuk kemandirian belajar dalam diri seseorang.

Menurut Haris (2007:16) siswa yang memiliki kemandirian belajar memiliki ciri-ciri seperti memiliki tujuan belajar, sumber dan media belajar, tempat belajar yang nyman, waktu belajar, kecepatan dan intensitas belajar, menemukan cara belajar, mengevaluasi dan merefleksi hasil belajarnya.

a. Memiliki tujuan belajar, dengan semkin banyak tujuan belajar yang ia miliki maka akan semakin banyak kompetensi yang siswa peroleh.

b. Memiliki berbagai sumber dan media belajar. Guru, tutor, teman, pakar, praktisi dan siapapun yang memiliki informasi dan keterampilan diperlakukan oleh siswa sebagai sumber belajar baginya. Paket-paket yang berisi self intuctional materials, buku teks, sampai teknologi informasi dapat digunakan guna mendukung kemandirian belajar.

c. Tempat belajar yang nyaman. Seseorang yang memiliki kemandirian belajar memiliki tempat belajar yang baginya dapat mendukung berlangsungnya kegiatan belajar, baik di sekolah, rumah, perpustakaan, warnet dan tempat yang memungkinkan untuk berlangsungnya kegiatan belajar.

(58)

d. Memiliki waktu belajar yang dilaksanakan setiap waktu yang dikehendaki oleh siswa di sela-sela waktu untuk kegiatan yang lain.

e. Kecepatan dan intensitas belajar yang ditentukan oleh siswa sendiri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.

f. Bisa menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri sehingga dapat mendukung kemandirian belajarnya.

g. Dapat mengevaluasi dari tujuan belajarnya atau bisa disebut dengan self evalation. Dapat membandingkan antara tujuan belajar dengan hasil belajaranya.

h. Dapat merefleksi atas kegiatan belajar yang dilakukan apakah kegiatan tersebut berhasil atau gagal. Serta dapat menentukan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan belajar.

i. Memiliki motif belajar. Motif belajar inilah yang menjadi ciri penting dari seseorang yang memiliki kemandirian belajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar pada setiap siswa dapat dilihat dari aspek intelektual, sosial, emosi dan juga ekonomi. Dengan ciri- ciri siswa belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya, memiliki kesadaran untuk belajar sendiri, percaya diri, dapat merencanakan kegiatan belajarnya yang

(59)

meliputi menentukan tujuan belajar, waktu belajar, tempat belajar, sumber dan media belajar, cara belajar, serta dapat mengevaluasi dan merefleksi kegiatan belajarnya, memiliki kedisiplinan belajar dan juga tidak mengharapkan bantuan orang lain.

D. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Novi Kurnia Sari (2015) tentang

“Hubungan Persepsi Pola Asuh Orang Tua dan Penerapan Nilai Budaya Sekolah terhadap Kemandirian Belajar Siswa”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa. Diketahui besarnya adjusted R adalah 0,803. Hal ini berarti 80,3% variasi kemandirian belajar siswa dapat dijelaskan oleh variasi dari persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah. Sedangkan sisanya (100%-80,3% = 19,77%) dijelaskan oleh sebab lain. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai F hitung sebesar 378,491 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Karena signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kemandirian belajar atau bahwa persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah secara bersama-sama memiliki hubungan terhadap kemandirian belajar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Septiana Laili dengan judul “Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X

(60)

SMK N 1 Sewon”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai probabilitas atau signifikansi 0,000 (p<0,05). Karena signifikansi lebih kecil dari 0,05 menunjukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar.

E. Kerangka Berpikir

Budaya sekolah adalah nilai-nilai, norma, sikap, dan cara pandang yang dihasilkan melalui proses pembiasaan-pembiasaan yang senantiasa dihidupi di sekolah dan akan membentuk karakter setiap warga sekolah sehingga menjadi kekhasan dari sekolah tersebut. Motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri siswa untuk malakukan aktivitas dalam rangka mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa hendaknya memiliki tekad dan tujuan mengenai prestasi yang hendak dicapainya dan secara konsisten bertanggungjawab atas tujuannya tersebut. Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning dan kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya sendiri, mulai dari penetapan tujuan, strategi untuk mencapai tujuan belajarnya ataupun mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam penelitian ini penerapan nilai budaya sekolah dan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa memiliki keterkaitan dengan

Gambar

Tabel 4.6   Hasil Uji Normalitas Bivariat Motivasi Berprestasi dengan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji korelasi product moment yang menguji hubungan antara konformitas teman sebaya dengan gaya hidup hedonis menghasilkan nilai korelasi sebesar 0,519 dengan p&lt;0,01,

 Melakukan ulangan berisi materi yang berkaitan dengan pengertian dasar statistika (data (jenis-jenis data, ukuran data), statistika, statistik, populasi, sampel, data tunggal),

Hal ini tertuang pada pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan bahwa “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan

Untuk mempermudah dalam mendeskripsikan data penelitian, digunakan kriteria tertentu yang mengacu pada rata-rata skor kategori angket yang diperoleh responden.

Harmony effect sebesar 100% menunjukan bahwa tidak ada potensi penghematan biaya yang dapat diperoleh dari merelokasi input dan output antar bank sedangkan size effect sebesar

Aplikasi internet yang digunakan untuk berkomunikasi satu dengan yang lain dalam sebuah forum

 Teori kepemilikan individu merupakan penopang utama doktrin hak-hak alamiah (natural rights) dari ekonomi klasik yang mengarah pada lahirnya private property

Berdasarkan hasil pengolahan data diketahui nilai Adjusted R 2 sebesar 0,205, hal ini berarti 20,5% variasi underpricing dapat dijelaskan oleh variasi dari kelima