• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II : KAJIAN TEORETIK

B. Motivasi Berprestasi

4. Fungsi Motivasi Berprestasi

Untuk dapat mencapai prestasi diperlukan adanya motivasi. Usaha siswa untuk mencapai suatu prestasi akan semakin besar jika terdapat motivasi yang besar pula. Siswa yang berkeinginan untuk lulus dengan nilai terbaik, maka ia akan berusaha belajar secara maksimal untuk mencapai keinginannya tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa motivasi akan mendorong siswa utuk bertindak secara nyata.

Sehubungan dengan hal tersebut, motivasi memiliki beberapa fungsi, diantarnya seperti yang disebutkan oleh Oemar Hamalik (2002:

175) sebagai berikut:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu berbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Dalam hal ini berlajar sebagai kegiatan yang berasal dari kesadaran diri sendiri.

b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai

c. Besarnya kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik, Purwa Atmaja Prawira (2011: 321) juga mengemukakan bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu

Individu dikatakan memiliki motivasi apabila tingkah lakunya bergerak ke arah tertentu. Dengan adanya motivasi, tingkah laku individu menjadi lebih terarah dan teratur sejalan dengan tujuan yang dimilikinya. Artinya bahwa, tinggkah laku siswa menjadi lebih terarah dan teratur jika terdapat motivasi di dalam dirinya.

b. Menyeleksi tingkah laku individu

Dengan adanya motivasi, menjadikan individu menjadi lebih cermat dalam memilih dan memilah apa saja yang harus ia lakukan dan apa yang tidak boleh ia lakukan agar semakin dekat dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dalam hal ini siswa dapat menetapkan serangkaian tindakan yang dapat mengantarkannya mencapai tujuan yang ditargetkan.

c. Memberi energi dan menahan tingkah laku individu

Motivasi dapat menjadi daya dorong bagi individu untuk melakukan aktivitas tertentu. Selain itu, motivasi individu juga

dapat mempertahankan agar perbuatan dapat berlangsung terus menerus dalam jangka waktu lama. Maka siswa yang memiliki motivasi dapat terdorong untuk melakukan perbuatan tertentu serta mempertahankannya dalam jangka waktu lama.

Dengan melihat beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pada intinya fungsi motivasi berprestasi adalah sebagai pendorong, sebagai penggerkan, dan sebagai penyeleksi perbuatan atau tingkah laku siswa dalam mencapai prestasi yang hendak dicapai. Dengan motivasi berprestasi maka siswa akan terdorong untuk berjuang mewujudkan prestasi atau dengan kata lain motivasi berprestasi menjadi salah satu jalan guna mengantarkan siswa untuk berprestasi.

C. Kemandirian Belajar

1. Pengertian Kemandirian Belajar

Menurut Hendra Surya (2003:114) belajar mandiri adalah proses menggerakan kekuatan atau dorongan dari dalam diri individu yang belajar untuk menggerakan potensi dirinya mempelajari objek belajar tanpa ada tekanan atau pengaruh asing di luar dirinya. Dengan demikian kemandirian belajar yang dimaksud adalah lebih mengarah pada pembentukan kemandirian dalam cara-cara belajar itu sendiri.

Sejalan dengan pendapat di atas, kemandirian belajar menurut Haris (2007:7) adalah kegiatan belajar aktif yang didorong oleh motif untuk menguasai suatu kompetensi guna mengatasi suatu masalah dan

dibangun oleh bekal pengetahuan atau kompetensi yang telah dimiliki.

Kegiatan belajar aktif yang dimaksud adalah kegiatan belajar yang memiliki ciri keaktifan pembelajaran, persistensi, keterarahan, dan kreativitas untuk mencapai tujuan, dan motif atau niat yang dimaksud adalah kekuatan pendorong kegiatan belajar secara intensif. Jadi, siswa yang memiliki kemandirian belajar disebut memiliki self motivated learning. Self motivated learning mengandung makna bahwa seseorang yang menjalankan kegiatan belajar mandiri lebih ditandai dan ditentukan oleh motif belajar yang timbul di dalam diri siswa.

Selain teori self motivated learning dari Haris Mujiman, terdapat juga teori self regulatory learning dalam mendorong kemandirian belajar siswa. Self regulatory learning atau bisa disebut juga sebagai pebelajaran mengatur diri sendiri menurut. Satrock (2012:334) lebih memfokuskan siswa untuk melakukan pembangkitan diri dan pemantauan diri atas pikiran perasaan dan perilaku dengan tujuan untuk mencapai suatu sasaran. Sasaran tersebut dapat berupa sasaran prestasi akademik ataupun sasaran sosioemosional.

Terdapat beberapa karakteristk siswa yang melakukan self regulatory learning. Seperti yang dinyatakan oleh Winne (Santrock, 2012 : 334) bahwa terdapat 5 karakteristik siswa yang melakukan self regulatory learning. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Menetapkan sasaran untuk memperluas pengetahuan mereka dan mempertahankan motivasi mereka.

b. Sadar akan emosi mereka dan mempunyai strategi untuk mengatur emosi mereka.

c. Secara berkala memantau tujuan mereka untuk mencapai sasaran.

d. Menyempurnakan atau merevisi strategi mereka berdasarkan kemajuan yang mereka buat.

e. Mengevaluasi rintangan-rintangan yang mungkin timbul dan melakukan adaptasi-adaptasi yang diperlukan.

Menurut Syamsul (2013:143) yang menyatakan bahwa siswa yang memiliki kemandirian belajar adalah siswa yang mampu mempelajari pokok bahasan tertentu dengan membaca buku atau dengan mendengarkan media audiovisual tertentu tanpa bantuan atau dengan bantuan terbatas dari orang lain. Siswa juga memiliki otonomi dalam belajar. Otonomi tersebut terwujud dalam beberapa kebebasan, yaitu :

a. Siswa yang memiliki kesempatan untuk menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan yang ingin dicapai sesuai dengan kondisi dan kebutuhan belajarnya.

b. Siswa boleh menentukan bahan belajar yang ingin dipelajarinya dan cara mempelajarinya.

c. Siswa mempunyai kebebasan untuk belajar sesuai dengan kecepatan belajarnya sendiri.

d. Siswa dapat ikut menentukan cara evaluasi yang akan digunakan untuk menilai kemajuan belajarnya.

Siswa yang memiliki kemandirian dalam belajar bukan berarti siswa tersebut belajar sendirian, bukan berarti mengasingkan siswa untuk belajar sendiri tanpa adanya teman belajar maupun gurunya.

Namun kemandirian belajar lebih ditekankan pada siswa berusaha sendiri terlebih dahulu untuk memahami isi dari pelajaran. Saat siswa sudah mulai kesulitan, barulah siswa bertanya pada guru atau teman untuk mendiskusikan kesulitan yang ia alami. Siswa dikatakan telah mampu belajar secara mandiri apabila ia telah mampu melakukan tugas belajar tanpa ketergantungan dengan orang lain. Ciri-ciri pokok siswa mampu mandiri dalam belajar dapat dilihat dari bagaimana ia memulai belajarnya, mengatur waktu dalam belajar sendiri melakukan belajar dengan cara dan teknik sesuai dengan kemampuan sendiri serta mampu mengetahui kekurangan diri sendiri.

Dari berbagai pendapat para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning dan kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya sendiri, mulai dari penetapan tujuan, strategi untuk mencapai tujuan belajarnya ataupun mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

2. Faktor-faktor yang Memengaruhi Kemandirian Belajar

Kemandirian yang dimiliki oleh individu tidak secara serta merta muncul begitu saja, akan tetapi keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor. Mohammad Ali dan Mohammad Asrori (2006: 118) menyebutkan sejumlah faktor yang memengaruhi terbentuknya kemandirian, yaitu:

a. Gen atau keturunan orang tua

Kemandirian yang dimiliki oleh orang tua seringkali menurun kepada anaknya. Orang tua yang memiliki sifat kemandirian yang tinggi, dimungkinkan anaknya juga memiliki kemandirian yang tinggi.

b. Pola asuh orang tua

Cara orang tua mendidik anak akan mempengaruhi perkembangan kemandirian anak. Orang tua yang terlalu banyak melarang anak untuk melakukan sesuatu tanpa disertai penjelasan yang rasional akan menghambat perkembangan kemandirian siswa. Sebaliknya, orang tua yang mampu menciptakan suasana nyaman bagi anak akan mendorong perkembangan kemandiriannya.

c. Sistem pendidikan di sekolah

Sistem pendidikan di sekolah yang lebih mementingkan pemberian penghargaan terhadap potensi dan hasil belajar yang dimiliki masing-masing siswa serta terciptanya kompetisi yang positif di lingkungan sekolah akan mendorong perkembangan kemandirian.

Sebaliknya, lingkungan sekolah yang menekankan pada pemberian sanksi atau hukuman akan menghambat perkembangan kemandirian belajar siswa. Sistem pendidikan di sekolah meliputi interaksi siswa dengan guru, interaksi siswa dengan siswa, metode mengajar, kurikulum, dan sebagainya.

d. Sistem kehidupan di masyarakat

Keadaan masyarakat yang aman dan mampu menghargai potensi anak dalam berbagai bentuk kegiatan akan mendorong perkembangan kemandirian anak. Sebaliknya masyarakat yang kurang menghargai potensi anak dalam kegiatan yang produktif dapat menghambat perkembangan kemandirian siswa.

Dari beberapa uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa yang mempengaruhi kemandirian belajar siswa ada empat hal, yaitu: gen atau keturunan orang tua, pola asuh orang tua, sistem pendidikan di sekolah, dan sistem kehidupan di masyarakat. Pendapat yang berbeda dikemukakan oleh Sumadi Suryabrata (2012: 233-237) yang mengemukakan bahwa kemandirian belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut:

a. Faktor internal

Fakor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa.

Adapun faktor ini terbagi menjadi dua, yaitu:

1) Faktor fisiologis

Faktor fisiologis merupakan pengaruh dari keadaan fisik siswa.

Faktor ini dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

a) Keadaan tonus jasmani pada umumnya. Keadaan tonus akan dapat mempengaruhi kegiatan belajar, seperi kekurangan gizi dapat menyebabkan seseorang itu tidak bersemangat dalam belajar.

b) Keadaan fungsi jasmani tertentu. Yang dimaksud adalah kurang berfungsinya alat indera seorang siswa yang akan berpengaruh dalam kegitan belajar.

2) Faktor psikologis

Yang dimaksud faktor ini diantaranya adalah motif, sikap, perhatian, bakat, tanggapan, pengamatan, minat, dan intelegensi. Selain itu faktor psikologis menurut N. Frandien sebagaimana dikutip oleh Sumadi Suryabrata sebagai berikut:

a) Adanya sifat ingin tahu dan menyelidiki dunia yang lebih luas

b) Adanya sifat yang kreatif dan keinginan untuk selalu maju c) Adanya keinginan untuk mendapatkan simpati orang tua,

guru, dan teman-temannya

d) Adanya keinginan untuk memperbaiki kegagalan yang pernah dialami dengan usaha yang baru

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa.

Faktor ini meliputi:

1) Faktor-faktor non sosial

Faktor-faktor non sosial merupakan faktor-faktor dari luar diri selain manusia, seperti keadaan udara, suhu, cuaca, waktu (pagi/siang/malam), tempat (letak, gedung), alat-alat yang dipakai untuk belajar (alat tulis, buku-buku, alat peraga).

2) Faktor-faktor sosial

Yang dimaksud faktor sosial ialah faktor manusia (sesama manusia) baik manusia yang hadir maupun yang kehadirannya dapat disimpulkan. Kehadiran orang lain pada waktu seseorang sedang belajar seringkali mengganggu kegiatan belajar.

Misalnya ketika seorang anak sedang belajar di kamar, lalu ada satu atau dua orang yang hilir mudik keluar masuk kamarnya.

Dari dua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi kemandirian belajar yaitu:

a) Pola asuh orang tua

b) Sistem pendidikan di sekolah

c) Faktor Internal (fisiologis dan psikologis) d) Faktor psikologis (non sosial dan sosial)

3. Ciri-ciri Siswa yang Memiliki Kemandirian Belajar

Agar siswa dapat mandiri dalam belajar maka siswa harus mampu berfikir kritis, bertanggungjawab atas tindakannya, tidak mudah terpengaruh pada orang lain, bekerja keras dan tidak tergantung pada orang lain. Ciri-ciri kemandirian belajar merupakan faktor pembentuk dari kemandirian belajar siswa. Ciri-ciri seorang siswa yang memiliki kemandirian belajar dapat dilihat melalui beberapa aspek, seperti pendapat Robert Havighurst (Desmita, 2011:186) yang menyebutkan bahwa kemandirian terdiri dari beberapa aspek, diantaranya adalah aspek intelektual, sosial, emosi, dan ekonomi.

a. Aspek intelektual, aspek ini mencakup pada kemampuan berfikir, menalar, memahami beragam kondisi, situasi dan gejala-gejala masalah sebagai dasar usaha mengatasi masalah.

b. Aspek sosial, berkenan dengan kemampuan untuk berani secara aktif membina relasi sosial, namun tidak tergantung pada kehadiran orang lain di sekitarnya.

c. Aspek emosi, mencakup kemampuan individual untuk mengelola serta mengenalikan emosi dan reaksinya dengan tidak bergantung secara emosi pada orang tua.

d. Aspek ekonomi, mencakup kemandiran dalam hal mengatur ekonomi dan kebutuhan-kebutuhan ekonomi tidak lagi bergantungan pada orang tua.

Aspek-aspek tersebut saling terkait satu sama lainnya, karena aspek tersebut mempunyai pengaruh yang sama kuat dan saling melengkapi dalam membentuk kemandirian belajar dalam diri seseorang.

Menurut Haris (2007:16) siswa yang memiliki kemandirian belajar memiliki ciri-ciri seperti memiliki tujuan belajar, sumber dan media belajar, tempat belajar yang nyman, waktu belajar, kecepatan dan intensitas belajar, menemukan cara belajar, mengevaluasi dan merefleksi hasil belajarnya.

a. Memiliki tujuan belajar, dengan semkin banyak tujuan belajar yang ia miliki maka akan semakin banyak kompetensi yang siswa peroleh.

b. Memiliki berbagai sumber dan media belajar. Guru, tutor, teman, pakar, praktisi dan siapapun yang memiliki informasi dan keterampilan diperlakukan oleh siswa sebagai sumber belajar baginya. Paket-paket yang berisi self intuctional materials, buku teks, sampai teknologi informasi dapat digunakan guna mendukung kemandirian belajar.

c. Tempat belajar yang nyaman. Seseorang yang memiliki kemandirian belajar memiliki tempat belajar yang baginya dapat mendukung berlangsungnya kegiatan belajar, baik di sekolah, rumah, perpustakaan, warnet dan tempat yang memungkinkan untuk berlangsungnya kegiatan belajar.

d. Memiliki waktu belajar yang dilaksanakan setiap waktu yang dikehendaki oleh siswa di sela-sela waktu untuk kegiatan yang lain.

e. Kecepatan dan intensitas belajar yang ditentukan oleh siswa sendiri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, dan kesempatan yang tersedia.

f. Bisa menemukan cara belajar yang tepat untuk dirinya sendiri sehingga dapat mendukung kemandirian belajarnya.

g. Dapat mengevaluasi dari tujuan belajarnya atau bisa disebut dengan self evalation. Dapat membandingkan antara tujuan belajar dengan hasil belajaranya.

h. Dapat merefleksi atas kegiatan belajar yang dilakukan apakah kegiatan tersebut berhasil atau gagal. Serta dapat menentukan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan belajar.

i. Memiliki motif belajar. Motif belajar inilah yang menjadi ciri penting dari seseorang yang memiliki kemandirian belajar.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa ciri-ciri kemandirian belajar pada setiap siswa dapat dilihat dari aspek intelektual, sosial, emosi dan juga ekonomi. Dengan ciri-ciri siswa belajar untuk bertanggung jawab terhadap tugas yang dibebankan padanya, memiliki kesadaran untuk belajar sendiri, percaya diri, dapat merencanakan kegiatan belajarnya yang

meliputi menentukan tujuan belajar, waktu belajar, tempat belajar, sumber dan media belajar, cara belajar, serta dapat mengevaluasi dan merefleksi kegiatan belajarnya, memiliki kedisiplinan belajar dan juga tidak mengharapkan bantuan orang lain.

D. Kajian Hasil Penelitian Yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan oleh Novi Kurnia Sari (2015) tentang

“Hubungan Persepsi Pola Asuh Orang Tua dan Penerapan Nilai Budaya Sekolah terhadap Kemandirian Belajar Siswa”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa. Diketahui besarnya adjusted R adalah 0,803. Hal ini berarti 80,3% variasi kemandirian belajar siswa dapat dijelaskan oleh variasi dari persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah. Sedangkan sisanya (100%-80,3% = 19,77%) dijelaskan oleh sebab lain. Berdasarkan hasil analisis diperoleh nilai F hitung sebesar 378,491 dengan signifikansi 0,000 (p<0,05). Karena signifikansi lebih kecil dari 0,05, maka model regresi dapat digunakan untuk memprediksi kemandirian belajar atau bahwa persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah secara bersama-sama memiliki hubungan terhadap kemandirian belajar.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Septiana Laili dengan judul “Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar Siswa Kelas X

SMK N 1 Sewon”. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan positif dan signifikan antara persepsi pola asuh orang tua dan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai probabilitas atau signifikansi 0,000 (p<0,05). Karena signifikansi lebih kecil dari 0,05 menunjukan bahwa ada hubungan yang positif dan signifikan antara motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar.

E. Kerangka Berpikir

Budaya sekolah adalah nilai-nilai, norma, sikap, dan cara pandang yang dihasilkan melalui proses pembiasaan-pembiasaan yang senantiasa dihidupi di sekolah dan akan membentuk karakter setiap warga sekolah sehingga menjadi kekhasan dari sekolah tersebut. Motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri siswa untuk malakukan aktivitas dalam rangka mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa hendaknya memiliki tekad dan tujuan mengenai prestasi yang hendak dicapainya dan secara konsisten bertanggungjawab atas tujuannya tersebut. Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning dan kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya sendiri, mulai dari penetapan tujuan, strategi untuk mencapai tujuan belajarnya ataupun mengevaluasi pembelajaran yang telah dilakukan.

Dalam penelitian ini penerapan nilai budaya sekolah dan motivasi berprestasi yang dimiliki oleh siswa memiliki keterkaitan dengan

kemandirian belajar. Jika budaya sekolahnya baik atau dengan kata lain nilai-nilai karakter seperti kedisiplinan, kerja keras, kreatif, mandiri, menghargai prestasi, dan gemar membaca dimiliki dan diterapkan secara baik maka akan mendorong terwujudnya kemandirian belajar pada siswa.

Selain itu, siswa yang memiliki motivasi berprestasi akan terdorong untuk melakukan kegiatan belajar tanpa harus diperintah, aktif dalam kegitan pembelajaran, dan dapat bertanggungjawab pada tujuannya. Dengan begitu kemandirian belajar pada siswa akan dapat tewujud.

Adapun kerangka berpikir tersebut dapat digambarkan dalam bagan berikut:

X1Y : Hubungan Penerapan Nilai Budaya Sekolah dengan Kemandirian Belajar

X2Y : Hubungan Motivasi Berprestasi dengan Kemandirian Belajar

F. Hipotesis

Berdasarkan penjelasan teori dan kerangka berpikir yang telah diuraikan di atas, maka penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

X1

X2

Y

Ha1: Ada hubungan penerapan nilai budaya sekolah dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

Ha2: Ada hubungan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

43 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian korelasional. Berdasarkan jenis data yang dianalisis, penelitian tergolong dalam penelitian kuantitatif.

Sugiyono (2012:7) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif yaitu penelitian yang datanya berbentuk angka, atau data kualitatif yang diangkakan. Dilihat dari jenisnya penelitian ini termasuk dalam penelitian ex post facto.

Penelitian expost facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian merunut ke belakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut.

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 17) bahwa expost facto adalah penelitian tentang variabel yang kejadiannya sudah terjadi sebelum penelitian dilaksanakan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri 8 Yogyakarta yang berada di Jl.

Sidobali No.1, Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2020.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah peserta didik kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian merupakan sesuatu yang menjadi perhatian peneliti untuk diamati. Dalam penelitian ini, yang menjadi objek penelitian adalah penerapan nilai budaya sekolah, motivasi berprestasi dengan kamandirian belajar siswa di SMA Negeri 8 Yogyakarta.

D. Populasi, Sampel, dan Teknik Penarikan Sampel 1. Populasi Penelitian

Sugiyono (2012: 80) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas: objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karateristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya. Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas XI SMA Negeri 8 Yogyakarta.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karateristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak memungkinkan mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi itu. Apa yang dipelajari dari sampel itu, kesimpulanya akan dapat diberlakukan untuk populasi. Untuk itu

sampel yang diambil dari populasi harus betul-betul representatif (mewakili) (Sugiyono 2012: 81). Jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 155 siswa.

Untuk mengetahui besar ukuran sampel yang digunakan peneliti menggunakan rumus Slovin dalam Deni Darmawan (2014: 156), yaitu:

Keterangan:

e = error Sampling (0,05) N = populasi

n = Jumlah sampel 3. Teknik Penarikan Sampel

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengambilan sampel random sederhana (simple random sampling). Sugiyono (2012: 82) menyatakan bahwa teknik simple random sampling adalah pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi. Teknik ini cocok dalam penelitian ini karena sifat populasi yang akan diambil sampelnya memiliki sifat yang homogen.

E. Operasionalisasi Variabel Penelitian dan Pengukuran Variabel 1. Operasioanal Variabel

Jogiyanto (Kurniawan, 2014: 73) definisi operasional yaitu definisi berupa cara mengukur variabel supaya dapat dioperasikan. Berikut variabel penelitian yang akan diukur:

a. Penerapan Nilai Budaya Sekolah

Nilai budaya sekolah merupakan salah satu unsur yang mendasari budaya sekolah. Dari nilai tersebut akan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya membudaya dan terwujud pada simbol, tindakan, keyakinan pada kehidupan sekolah tersebut. Penerapan nilai budaya sekolah dapat diukur melalu indikator nilai-nilai karakter seperti nilai disiplin, kerja keras, kreatif, mendiri, berprestasi, gemar membaca.

Berdasarkan hasil uji validitas menunjukkan bahwa ada tujuh item yang tidak valid dari lima indikator, yaitu item 1, 4, 9, 10, 16, 23 dan 24.

Tujuh item tersebut dihapus dan tidak digunakan sebagai instrumen penerapan nilai budaya sekolah.

b. Motivasi Berprestasi

Motivasi berprestasi adalah dorongan dari diri siswa untuk melakukan perbuatan guna mencapai prestasi yang ingin ia capai.

Motivasi berprestasi dapat diukur dengan indikator hasrat dan keinginan untuk berhasil, dorongan dan kebutuhan, harapan dan cita-cita masa depan, dan penghargaan.

Berdasarkan hasil uji validitas menunjukkan bahwa ada enam item yang tidak valid dari tiga indikator, yaitu item 3, 9, 20, 21, 22, dan 24. Enam item tersebut dihapus dan tidak digunakan sebagai instrumen motivasi berprestasi.

c. Kemandirian Belajar

Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning dan kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya

Kemandirian belajar adalah aktivitas belajar dengan self motivated learning dan kemampuan untuk bisa mengatur pembelajarannya

Dokumen terkait