• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan teori-teori selanjutnya serta bisa dijadikan sebagai acuan bagi penelitian sejenis yang memiliki fokus pada penerapan nilai budaya sekolah dan motivasi berprestasi dengan kemandirian belajar siswa.

2. Manfaat Praktis a. Bagi Sekolah

Sekolah dapat melaksanakan pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan kemandirian belajar siswa, dapat menciptakan budaya sekolah yang positif dan mendorong motivasi berprestasi siswa.

b. Bagi Guru

Dapat dijadikan sebagai bahan informasi tentang penerapan nilai budaya sekolah, motivasi berprestasi, dan kemandirian belajar siswa sehingga dapat bersinergi, melatih, mengembangkan kemandirian siswa dalam belajar.

c. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan, dan pengalaman secara langsung dalam menghadapi permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan.

9 BAB II

KAJIAN TEORETIK A. Budaya Sekolah

1. Pengertian Budaya Sekolah

Sekolah merupaakan salah satu lembaga sosial yang memiliki budaya tersendiri. Budaya tersebut terbentuk dan dipengaruhi oleh nilai-nilai, persepsi, kebiasaan-kebiasaan, kebijakan-kebijakan dan perilaku yang dihidupi oleh segenap civitas akademika di sekolah tersebut. Budaya tersebut dinamakan budaya sekolah atau bisa disebut kultur sekolah.

Budaya menurut Nurkholis (2003: 200) merupakan asumsi-asumsi dasar dan keyakinan-keyakinan diantara para anggota kelompok.

Budaya menjadi kebiasaan yang dipegang bersama oleh seluruh anggota kelompok yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai-nilai baik yang terlihat maupun yang tidak terlihat atau abstrak.

Budaya tersebut memainkan peranan penting dalam memahami lingkungan dan menentukan sikap dan prilaku orang atau kelompok dalam menanggapi sesuatu.

Sejalan dengan pendapat tersebut, menurut Barnawi & Mohammad Arifin (2013: 108) bahwa budaya menjadi cara khas manusia dalam beradaptasi dengan lingkungan dan mewariskan pengeetahuan dan keterampilan pada generasi berikutnya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa budaya merupakan sesuatu yang

bersifat menyeluruh meliputi pikiran, tindakan, sikap yang diyakini dan sudah menjadi kebiasaan anggota suatu kelompok.

Budaya sekolah adalah pola nilai-nilai, norma-norma, sikap, ritual, mitos dan kebiasaan-kebiasaan yang dibentuk dalam perjalanan panjang sekolah (Nurkholis, 2003: 203). Nilai-nilai dan keyakinan tersebut kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk sikap dari warga sekolah itu sendiri. Dari sikap tersebut maka akan membentuk suatu karakter yang menjadi ciri khas masing-masing sekolah. Tidak hanya soal sikap namun budaya sekolah juga memengaruhi aktivitas belajar siswa di sekolah termasuk membentuk kemandirian siswa dalam belajar. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Syamsul Kurniawan (2013: 124) bahwa budaya sekolah yang baik dapat menumbuhkan iklim yang mendorong semua warga sekolah untuk belajar bersama dan menganggap bahwa belajar adalah hal yang menyenangkan dan merupakan kebutuhan, bukan lagi sebuah keterpaksaan.

Berdasarkan pandangan atau pendapat beberapa ahli di atas, maka dapat disimpulkan bahwa budaya sekolah adalah nilai-nilai, norma, sikap, dan cara pandang yang dihasilkan melalui kebiasaan-kebiasaan yang selalu dihidupi di sekolah dan akan membentuk karakter setiap warga sekolah sehingga menjadi kekhasan dari sekolah tersebut.

2. Unsur-unsur Budaya Sekolah

Bentuk budaya sekolah mencul sebagai fenomena yang unik dan menarik, karena pandangan, sikap serta perilaku yang hidup dan berkembang di sekolah mencerminkan kepercayaan dan keyakinan yang mendalam dan khas bagi warga sekolah yang dapat berfungsi sebagai semangat dalam membangun karakter siswa. Menurut Aan &

Cepi (2006: 102) budaya sekolah dapat terlihat dari manifestasi dari budaya sekolah itu sendiri. Beberapa manifestasi budaya dapat diidentifikasi melalui cara-cara anggota kelompok berkomunikasi, bergaul, menempatkan diri dalam peranannya, atau dapat terlihat dari cara-cara bersikap, kebiasaan anggota dalam melakukan keseharian yang diwujudkan dalam bentuk-bentuk upacara, ritual, ataupun seragam yang dikenakan.

Menurut Nursyam (dalam Sudrajat, 2011:6) ada tiga kultur yang perlu dikembangkan di sekolah, yaitu kultur akademik, kultur sosial budaya, dan kultur demokratis.

a. Kultur akademik

Kultur Akademik memiliki ciri pada setiap tindakan, keputusan, kebijakan, dan opini didukung dengan dasar akademik yang kuat.

Artinya merujuk pada teori, dasar hukum, dan nilai kebenaran yang teruji, bukan pada popularitas semata atau sangkaan yang tidak memiliki dasar empirik yang kuat. Ini berbeda dengan kultur politik atau dunia entertain. Dengan demikian, kepala sekolah, guru, dan

siswa selalu berpegang pada pijakan teoretik dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam kesehariannya. Kultur akademik tercermin pada kedisiplinan dalam bertindak, kearifan dalam bersikap, serta kepiawaian dalam berpikir dan berargumentasi.

b. Kultur budaya

Kultur Budaya tercermin pada pengembangan sekolah yang memelihara, membangun, dan mengembangkan budaya bangsa yang positif dalam kerangka pembangunan manusia seutuhnya.

Sekolah akan menjadi benteng pertahanan terkikisnya budaya akibat gencarnya serangan budaya asing yang tidak relevan seperti budaya hedonisme, individualisme, dan materialisme. Jika dunia luar melalui entertainment dan advertisement sangat gencar menawarkan konsumerisme dan materialisme semata, sekolah secara konsisten dan persisten menanamkan nilai-nilai transendental rela berkorban dan ikhlas beramal. Di sisi lain sekolah terus mengembangkan seni tradisi yang berakar pada budaya nusantara yang dikreasi untuk dikemas dengan modernitas dengan tetap mempertahankan keasliannya.

c. Kultur demokratis

Kultur demokratis menampilkan corak berkehidupan yang mengakomodasi perbedaan untuk secara bersama membangun kemajuan. Kultur ini jauh dari pola tindakan disksriminatif dan otoritarianisme serta sikap mengabdi atasan secara membabi buta.

Warga sekolah selalu bertindak objektif, transparan, dan bertanggungjawab.

Pendapat yang lain mengenai unsur-unsur budaya sekolah juga dikemukakan oleh Daft (2009: 126) dengan membagi unsur budaya sekolah dalam lima unsur, yaitu: simbol, cerita, pahlawan, slogan dan upacara resmi.

3. Nilai Budaya Sekolah

Nilai mengandung arti harapan, cita-cita, dan juga dambaan. Nilai pada hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek (Rukiyati dkk, 2008: 58). Secara normatif nilai harus direalisasikan dalam perbuatan sehari-hari serta menjadi pedoman yang menentukan segala sikap maupun perilaku seseorang, baik di rumah, di sekolah maupun di lingkungan masyarakat.

Nilai merupakan salah satu unsur dari budaya sekolah, seperti yang dinyatakan oleh Muhaimin dkk (2011: 48) bahwa budaya sekolah merupakan sesuatu yang dibangun dari hasil pertemuan antara nilai-nilai (values) yang dianut oleh kepala /madrasah sebagai pemimpin dengan nilai-nilai yang dianut oleh guru-guru dan para karyawan yang ada dalam sekolah/madrasah tersebut. Nilai-nilai tesebut lahir dari ide-ide warga sekolah yang diyakini bersama seirng berjalannya waktu.

Berawal dari budaya tersebutlah muncul simbol dan tindakan, keyakinan baik yang kelihata maupun yang tidak kelihatan ataupun dirasakan pada setiap aspek kehidupan di sekolah.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa nilai budaya sekolah merupakan salah satu unsur yang mendasari budaya sekolah.

Dari nilai tersebut akan membentuk kebiasaan-kebiasaan yang akhirnya membudaya dan terwujud pada simbol, tindakan, keyakinan pada kehidupan sekolah tersebut.

4. Faktor-faktor yang Memengaruhi Budaya Sekolah

Menurut Nurkholis (2003: 203) budaya sekolah dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor di antaranya adalah:

a. Antusiasme guru dalam mengajar dan penugasan materi b. Kedisiplinan sekolah

c. Proses belajar mengajar d. Jadwal yang ditepati e. Sikap guru terhadap siswa f. Kepemimpinan kepala sekolah

Kepemimpinan kepala sekolah memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap budaya sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa gaya kepemimpinan kepala sekolah yang baik akan membentuk budaya sekolah yang baik pula dikarenakan kepala sekolah yang memiliki peranan penting dalam menetapakan pelaksanaan visi misi sekolah.

Visi misi sekolah menajdi hal penting dalam mendukung terciptanya masa depan sekolah temasuk budaya sekolah tersebut.

Barnawi & Mohammad (2013: 141) mengungkapkan bahwa visi dan misi sekolah merupakan representasi dari masa depan sekolah.

Visi dan misi sekolah merupakan awal mula terciptanya budaya sekolah.

Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa beberap faktor yang turut mempengaruhi budaya sekolah adalah kepemimpinan kepala sekolah, antusiasme guru dalam mengajar dan penugasan materi, kedisiplinan sekolah, proses belajar mengajar, jadwal yang ditepati dan sikap guru terhadap siswa.

5. Penerapan Nilai Budaya Sekolah

Penerapan nilai budaya sekolah menurut H. Zainal Aqib dan Ahmad Amrullah (2017: 57) dilakukan melalui kegiatan pengembangan diri yang meliputi kegiatan rutin, spontan, keteladanan dan pengkondisian. Peryataan tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Syamsul (2013: 115) bahwa budaya sekolah dikembangkan melalui kegiatan rutin, spontan, keteladanan dan pengkondisian. Adapun penjelasan dari masing-masing kegiatan sebagai berikut:

a. Kegiatan rutin

Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin, upacara besar kenegaraan, pemeriksaan kebersihan badan, piket kelas, berbaris ketika masuk kelas, berdoa sebelum dan sesudah pelajaran, mengucapkan salam apabila bertemu guru, karyawan dan teman.

b. Kegiatan spontan

Kegiatan spontan yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu atau kegiatan yang biasanya dilakukan pada saat guru atau tenaga kependidikan yang lain mengetahui adanya perbuatan yang kurang baik dari peserta didik yang harus dikoreksi, misalnya seperti adanya anak yang berkelahi, berpakaian tidak rapi, berlaku tidak sopan maka guru atau tenaga kependidikan harus cepat mengkoreksi kesalahan yang dilakukan oleh peserta didik tersebut. Bukan hanya perilaku yang tidak baik yang memerlukan proses spontan, perilaku baik juga perlu mendapatkan respon spontan dengan pujian jika terdapat anak yang mendapatkan prestasi, menolong orang lain, memperoleh nilai baik atau mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena musibah atau sumbangan untuk masyarakat yang tertimpah bencana.

c. Keteladanan

Merupakan perilaku, sikap guru, tenaga kependidikan dan peserta didik dalam memberikan contoh malalui tindakan-tindakan yang baik sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain.

Apabila guru dan tenaga kependidikan yang lain menghendaki agar peserta didik berperilaku atau bersikap sesuai dengan nilai-nilai karakter yang mereka harapkan, maka hal yang harus dilakukan oleh guru dan tenaga kependidikan adalah memberikan contoh

perilaku dan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai itu. Misalnya nilai disiplin (kehadiran guru lebih awal dibanding peserta didik), kebersihan, kerapihan, kasih sayang, kesopanan, perhatian, jujur, kerja keras dan percaya diri.

d. Pengkondisian

Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan pendidikan karakter dengan berbagai situasi dan kegiatan edukatif, misalnya kebersihan badan dan pakaian, toilet yang bersih, tempat sampah, halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak di sekolah dan di dalam kelas.

Melalui serangkaian kegiatan pengembangan nilai budaya sekolah tersebut maka akan terbentuk karakter-karakter yang mencul sebagai wujud dari budaya sekolah yang dapat diamati oleh segenap warga sekolah terutama pada peserta didik. Menurut H.

Zainal Aqib dan Ahmad Amrullah (2017: 50) karakter-karakter utama yang perlu direkomendasikan untuk dikembangkan menjadi budaya sekolah adalah religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca dan peduli lingkungan.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan nilai budaya sekolah dapat dilakukan melalui

kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan pengkondisian.

Melalui kegiatan tersebut diharapkan dapat membentuk nilai-nilai budaya sekolah seperti religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca dan peduli lingkungan. Dalam penelitian ini peneliti mengambil enam nilai saja, yaitu:

1) Disiplin 2) Kerja keras 3) Kreatif 4) Mandiri

5) Menghargai prestasi 6) Gemar membaca B. Motivasi Berprestasi

1. Pengertian Motivasi Berprestasi

Motivasi adalah dorongan untuk melakukan suatu perbuatan atau proses menggerakan keinginan-keinginan menjadi kegiatan atau tingkah laku yang nyata dalam mencapai tujuan tertentu (Hendra Surya 2003: 8). Motivasi menurut Wlodkowsky (dalam Sugihartono, 2013:

78) merupakan suatu kondisi yang menyebabkan atau menimbulkan perilaku tertentu dan memberi arah dan ketahanan pada tingkah laku tersebut. Dalam hal ini motivasi dapat dipandang sebagai alasan atas

adanya suatu perilaku dari individu. McDonald (dalam Oemar Hamalik, 2002: 173) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu perubahan energi di dalam pribadi seseorang yang ditandai dengan timbulnya afektif dan reaksi untuk mencapai tujuan. Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang berasal dari dalam diri seseorang untuk melakukan suatu tindakan untuk mencapai suatu tujuan. Dengan adanya motivasi, seseorang dapat tergerak untuk melakukan sesuatu dengan tekun dan ulet.

Sugihartono (2013: 78) mengatakan motivasi berprestasi bahwa siswa belajar untuk meraih prestasi atau keberhasilan yang telah ditetapkannya. Dalam hal ini, siswa telah memiliki target seberapa besar prestasi yang harus dicapai dari proses belajar yang dilakukannya. Sedangkan menurut Reni Akbar dan Hawadi (2001: 87), motivasi berprestasi adalah daya penggerak dalam diri siswa untuk mencapai taraf prestasi setinggi mungkin, sesuai dengan yang ditetapkan oleh siswa itu sendiri. Dalam hal ini diketahui bahwa siswa memiliki tujuan sendiri dalam berlajar serta bertanggungjawab terhadap tujuan yang ingin dicapainya. Dari beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa motivasi berprestasi adalah dorongan yang berasal dari dalam diri siwa untuk melakukan aktivitas dalam rangka mencapai prestasi yang telah ditetapkan oleh dirinya sendiri. Oleh karena itu, siswa hendaknya memiliki tekad dan tujuan

mengenai prestasi yang hendak dicapainya dan secara konsisten bertanggungjawab atas tujuannya tersebut.

2. Ciri-ciri Motivasi Berprestasi

Setiap siswa memiliki tingkat motivasi berprestasi yang berbeda-beda. Siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi tentu akan berbeda dengan siswa yang memilliki motivasi berprestasi rendah.

McClelland (dalam Reni Akbar dan Hawadi, 2001: 87) menyebutkan empat hal yang membedakan tingkat motivasi seseorang dengan orang lain, yaitu:

a. Tanggungjawab

Siswa yang memiliki motivasi tinggi akan menerima tugas yang diberikan kepadanya dengan baik dan secara bertanggungjawab akan menyelesaikan setiap tugas tersebut dengan sungguh-sungguh.

b. Mempertimbangkan resiko

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang tinggi akan lebih suka pada tantangan. Dalam hal ini ia tidak suka pada tuga-tugas yang sama dan akan memilih tugas yang menantang kemampuannya, tetapi memungkinkan untuk diselesaikan dengan baik.

c. Memperhatikan umpan balik

Siswa dengan motivasi berprestasi tinggi menyukai adanya umpan balik atas hasil kerjanya. Umpan balik yang diberikan oleh guru

atas hasil pekerjaan dapat menjadi tolok ukur sajauh mana siswa berhasil memahami materi pelajaran.

d. Kreatif-Inovatif

Siswa yang memiliki motivasi berprestasi cenderung mencari cara baru untuk menyelesaikan tugas-tugasnya secara efisien dan efektif.

Sugihartono, dkk (2013: 78) juga manyatakan bahwa motivasi yang tinggi dapat menggiatkan aktivitas belajar siswa, maka motivasi yang tinggi dilihat dalam perilaku siswa antara lain:

a. Adanya kualitas keterlibatan siswa dalam belajar yang sangat tinggi. Dalam kegiatan pembelajaran, siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi akan terlibat secara aktif. Siswa memperhatikan penjelasan guru dengan baik, mengajukan pertanyaan, menjawab bila diberi pertanyaan, menjelaskan materi yang sulit kepada teman-temannya, serta melakukan dengan baik hal-hal yang dimintai guru.

b. Adanya perasaan dan keterlibatan afektif siswa yang tinggi dalam belajar. Dalam hal ini, siswa tidak mudah putus asa ketika menghadapi tugas-tugas yang sulit dan akan terus berusaha menyelesaikannya dengan baik. Selain itu, siswa juga mampu mengendalikan dirinya untuk tetap memperhatikan penjelasan yang disampaikan guru.

c. Adanya upaya siswa untuk senantiasa memelihara atau menjaga agar tetap memiliki motivasi yang tinggi. Siswa senantiasa memiliki antusias yang tinggi dan mampu mengendalikan motivasi yang dimilikinya.

Selanjutnya Sadirman (2005: 83) juga mengemukakan bahwa motivasi yang ada dalam diri seseorang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a. Tekun mengerjakan tugas. Siswa dapat mengerjakan tugas dalam waktu yang lama dan akan berhenti ketika tugasnya telah selesai b. Ulet menghadapi kesulitan. Dalam mengerjakan tugas yang sulit

ia tidak mudah putus asa. Tetapi sebaliknya ia akan berusaha untuk menyelesaikannya sebaik mungkin

c. Menunjukan minat terhadap masalah-masalah yang ada disekitarnya. Misalnya masalah-masalah yang sedang berkembang dalam kehidupan masyarakat seperti masalah politik, agama ekonomi, keadilan , dan sebagainya.

d. Lebih senang bekerja mandiri. Siswa dengan motivasi yang tinggi lebih cenderung menyelesaikan sesuatu secara mendiri.

e. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin. Siswa menjadi cepat bosan dengan hal yang berulang-ulang dan kurang mengembangan kreatifitasnya.

f. Dapat mempertahankan pendapatnya. Siswa dengan motivasi tinggi dapat mempertahankan pendapatnya secara baik.

g. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-saol. Siswa memiliki ketertarikan dalam memceahkan masalah atau persoalan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ciri-ciri motivasi berprestasi yaitu:

1) tekun mengerjakan tugas, 2) ulet menghadapi kesulitan, 3) menyukai tantangan, dan

4) terlibat aktif dalam pembelajaran.

3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Motivasi Berprestasi

Ada siswa yang memiliki motivasi berprestasi tinggi dan ada pula siswa yang memiliki motivasi berprestasi yang rendah. Perbedaan tingkat motivasi ini desebabkan oleh beberapa faktor seperti yang disebutkan oleh Reni Akbar dan Hawadi (2001: 45) sebagai berikut:

a. Faktor individual

Berdasarkan penelitian Harter (dalam Reni Akbar dan Hawadi, 2001: 45) pada siswa dengan dimensi intrinsik dan ekstrinsik menunjukan bahwa hanya siswa yang memiliki kecondongan berkompetensi di bidang akademis yang mampu mengembangkan motivasi intrinsik. Siswa yang memiliki persepsi diri yang tinggi lebih menyukai tugas-tugas yang manantang serta selalu berusaha untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Sebalikanya siswa yang memiliki persepsi diri rendah lebih menyukai tugas-tugas yang

mudah dan apa yang dikerjakan sangat tergantung pada arahan guru.

Pengaruh orang tua juga merupakan salah satu faktor individual motivasi berprestasi. Dari penelitian Ames dan Achter (dalam Reni Akbar dan Hawadi, 2001: 45) terlihat bahwa orang tua yang lebih menekankan bagaimana anaknya berusaha dan berproses serta menganggap nilai yang baik adalah hasil dari usaha, maka motivasi yang berkembang pada siswa adalah motivasi dari dalam dirinya (intrinsik). Jadi pengarahan orang tua terhadap anak juga akan berpengaruh bagi motivasi berprestasi siswa.

b. Faktor situasional

Keadaan kelas cenderung berpengaruh terhadap motivasi siswa.

Kelas dengan jumlah siswa yang banyak cenderung bersifat formal, ada persaingan, serta ada kontrol dari guru. Sebaliknya, pada kelas kecil, siswa akan merasa lebih leluasa untuk mengatur dirinya sendiri dan memberi kesan tidak formal dan membuat siswa lebih bebas.

Hamzah B. Uno (2006: 29) juga menyebutkan faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi, yaitu:

a. Adanya hasrat dan keinginan berhasil

Siswa dengan kemampuan yang sama, serta lingkungan keluarga yang sama, akan tetapi jika semangat untuk menyelesaikan

tuganya berbeda, hasilnya juga akan berbeda. Siswa yang memiliki keinginan berhasil yang tinggi akan lebih cepat dan tepat dalam menyelesaikan tugasnya. Sedangkan siswa yang tidak memiliki hasrat untuk berhasil akan cenderung lambat dan suka menunda pekerjaan.

b. Adanya dorongan dan kebutuhan belajar

Siswa dengan motivasi tinggi akan memandang belajar sebagai kebutuhan bagi dirinya. Akan tetapi terkadang seseorang mengerjakan tugasnya justru karena dorongan untuk menghindari katakutan atau kegagalan. Siswa akan tampak bekerja lebih sungguh-sunguh karena takut tugasnya tidak terselesaikan dengan baik dan tepat, ia akan dimarahi oleh guru, orang tua, bahkan diejek oleh teman.

c. Adanya harapan dan cita-cita masa depan

Timbulnya cita-cita dalam diri siswa beriringan dengan perkembangan kepribadiannya. Cita-cita merupakan sesuatu yang disertai dengan perhitungan akal sehat. Siswa dengan motivasi tinggi akan memperkuat perilaku belajar dengan harapan dapat meraih citi-cita di masa yang akan datang.

d. Adanya penghargaan

Pengahargan juga dapat memengaruhi motivasi siswa. Misalnya seorang siswa dalam ulangan pertamanya mendapatkan nilai yang bagus, maka untuk selanjutnya ia akan lebih bersemangat lagi.

Dalam hal ini motivasi berprestasi dapat diperkuat dengan pemberian penghargaan.

Dengan memperhatikan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi motivasi berprestasi yaitu:

1) Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil, 2) Dorongan dan kebutuhan,

3) Harapan dan cita-cita masa depan, dan 4) Penghargaan.

4. Fungsi Motivasi Berprestasi

Untuk dapat mencapai prestasi diperlukan adanya motivasi. Usaha siswa untuk mencapai suatu prestasi akan semakin besar jika terdapat motivasi yang besar pula. Siswa yang berkeinginan untuk lulus dengan nilai terbaik, maka ia akan berusaha belajar secara maksimal untuk mencapai keinginannya tersebut. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa motivasi akan mendorong siswa utuk bertindak secara nyata.

Sehubungan dengan hal tersebut, motivasi memiliki beberapa fungsi, diantarnya seperti yang disebutkan oleh Oemar Hamalik (2002:

175) sebagai berikut:

a. Mendorong timbulnya kelakuan atau suatu berbuatan. Tanpa motivasi tidak akan timbul perbuatan seperti belajar. Dalam hal ini berlajar sebagai kegiatan yang berasal dari kesadaran diri sendiri.

b. Sebagai pengarah, artinya mengarahkan perbuatan guna mencapai tujuan yang hendak dicapai

c. Besarnya kecilnya motivasi akan menentukan cepat atau lambatnya suatu pekerjaan.

Sejalan dengan pendapat Oemar Hamalik, Purwa Atmaja Prawira (2011: 321) juga mengemukakan bahwa ada tiga fungsi motivasi, yaitu:

a. Mengarahkan dan mengatur tingkah laku individu

Individu dikatakan memiliki motivasi apabila tingkah lakunya bergerak ke arah tertentu. Dengan adanya motivasi, tingkah laku individu menjadi lebih terarah dan teratur sejalan dengan tujuan

Individu dikatakan memiliki motivasi apabila tingkah lakunya bergerak ke arah tertentu. Dengan adanya motivasi, tingkah laku individu menjadi lebih terarah dan teratur sejalan dengan tujuan

Dokumen terkait