• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemikiran Fikih Kontemporer Zakat Profesi Oleh: Choiru Umatin STAINU Pacitan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Pemikiran Fikih Kontemporer Zakat Profesi Oleh: Choiru Umatin STAINU Pacitan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

47

Pemikiran Fikih Kontemporer Zakat Profesi Oleh: Choiru Umatin

STAINU Pacitan [email protected]

Abstrak

Seiring dengan banyaknya profesi yang berkembang di masyarakat, zakat juga mengalami banyak perkembangan secara bertahap. Selama ini kajian tentang zakat telah dilakukan oleh beberapa sarjana, namun studi-studi tersebut belum memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan implementasi zakat profesi.

Karya Yusuf al- Qardawi dalam Fiqh al-Zakah menyatakan bahwa pengahasilan yang dominan pada zaman sekarang adalah apa yang didapat dari sumber perolehan gaji pegawai, karyawan, jasa dan profesi. Penghasilan yang diperoleh dari jasa dan profesi oleh al-Qardawi diketegorikan sebagai kasb al-‘amal wa al- mihan al-hurrah yang menghasilkan maalmustafaad (kekayaan yang masuk dalam kepemilikan seorang muslim melalui usaha baru yang sesuai dengan syariat agama). Gagasan untuk mengimplementasikan zakat dari semua hasil usaha yang bernilai ekonomis, baik dari sektor jasa maupun profesi belum sepenuhnya diterima oleh umat Islam di Indonesia. Untuk merealisasikan tujuan zakat, disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat, tidaklah memadai bila yang dikenal zakat hanya terbatas pada ketentuan teks secara eksplisit.

Kata kunci: Zakat, Profesi, Fikih, Kontemporer

(2)

48 A. PEMBAHASAN

Zakat merupakan salah satu cara memberantas pandangan hidup materialistis. Dengan mengeluarkan zakat, manusia dididik untuk peduli terhadap sesamanya yang membutuhkan. Hal ini mempunyai peranan penting dalam menjaga manusia dari sifat kikir, rakus, tamak dan sebagainya.

Islam mengajarkan bahwa harta kekayaan bukanlah hak mutlak untuk dimiliki seutuhnya. Tetapi harta merupakan amanat dari Allah Swt yang dititipkan kepada manusia untuk dipelihara, dikembangkan, serta diambil manfaatnya baik oleh pemiliknya maupun orang lain secara keseluruhan.

Seiring dengan banyaknya profesi yang berkembang di masyarakat, zakat juga mengalami banyak perkembangan secara bertahap. Profesi itu sendiri merupakan bagian dari pekerjaan yang dapat menghasilkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Profesi juga memiliki ciri yang beragam, namun dalam pengeluaran zakatnya masih memiliki banyak polemik diberbagai kalangan.

Selama ini kajian tentang zakat telah dilakukan oleh beberapa sarjana, namun studi-studi tersebut belum memperhatikan aspek-aspek yang berkaitan dengan implementasi zakat profesi. Karya Yusuf al- Qardawi dalam Fiqh al- Zakah menyatakan bahwa pengahasilan yang dominan pada zaman sekarang adalah apa yang didapat dari sumber perolehan gaji pegawai, karyawan, jasa dan profesi. Penghasilan yang diperoleh dari jasa dan profesi oleh al-Qardawi diketegorikan sebagai kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah yang menghasilkan maal mustafaad (kekayaan yang masuk dalam kepemilikan seorang muslim melalui usaha baru yang sesuai dengan syariat agama).

Gagasan untuk mengimplementasikan zakat dari semua hasil usaha yang bernilai ekonomis, baik dari sektor jasa maupun profesi belum sepenuhnya diterima oleh umat Islam di Indonesia. Lalu apa jadinya bila suatu saat jenis penghasilan yang terkena kewajiban zakat makin berkurang, sedangkan pencaharian tak kena zakat semakin bertambah.

“Fenomena diatas, secara esensial bertentangan dengan prinsip keadilan Islam, sebab petani yang penghasilannya kecil justru diwajibkan membayar

(3)

49

zakat, sementara seorang eksekutif, seniman, atau dokter justru dibiarkan tidak membayar zakat”.1

Untuk merealisasikan tujuan zakat, disamping meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan sosial masyarakat, tidaklah memadai bila yang dikenal zakat hanya terbatas pada ketentuan teks secara eksplisit. Sementara itu realitas sosial ekonomi di masyarakat menunjukkan semakin meluas dan bervariasinya jenis lapangan kerja dan sumber penghasilan pokok dibarengi dengan berkurangnya minat sebagian masyarakat terhadap jenis pencarian yang potensial terkena kewajiban zakat.

Pemikiran Yusuf Qardawi

Penghasilan yang paling menyolok pada zaman sekarang ini diperoleh dari semakin beragamnya jenis pekerjaan dan profesi. Banyak sekali usaha yang berkembang secara modern dan memberikan penghasilan yang fantastis. Perihal demikian, bila penghasilan yang diperoleh telah mencapai nisab maka zakat wajib dikeluarkan.

Menurut Yusuf Qardhawi, pekerjaan memiliki dua kriteria berbeda diantaranya:

1. Pekerjaan yang dikerjakan sendiri tanpa tergantung dengan orang lain, berkat kecekatan tangan ataupun otak. Penghasilan yang diperoleh dengan cara ini merupakan penghasilan profesional, seperti penghasilan seorang doktor, insinyur, advokat, seniman, penjahit, tukang kayu, dan lain-lainnya.

2. Pekerjaan yang dikerjakan seseorang buat pihak lain, baik pemerintah, perusahaan, maupun perorangan dengan memperoleh upah yang diberikan, dengan tangan, otak, ataupun kedua-duanya. Penghasilan dari pekerjaan seperti itu berupa gaji, upah, ataupun honorarium.1

1 Yusuf Qardawi, Hukum Zakat (Studi Komparatif mengenai status dan filsafat berdasarkan Qur‟am dan Hadits). terj. Salman Harun dkk, Bogor : Pustaka Litera Antarnusa, 2011, 459.

(4)

50

Setelah mengetahui tentang kewajiban zakat atas pendapatan baik berupa gaji, upah dan sejenisnya, maka Yusuf Qardawi juga menegaskan bahwa zakat yanng dikeluarkan hanya diambil dari pendapatan bersih.

Pemikiran M. Ali Hasan

Terdapat perbedaan dalam menentukan nisab, Pertama, harus cukup satu tahun, begitu sampai satu tahun baru diperhitungkan zakatnya. Zakat yang diperhitungkan adalah sisa atau kelebihan dari kebutuhan setiap bulannya, sebab pegawai negeri atau swasta menerima gaji sebulan sekali.

Pendapat kedua mengatakan, tidak perlu menunggu satu tahun, tetapi dikeluarkan setiap bulannya dari gaji atau penghasilan yang di peroleh, baik yang diterima sebagai pegawai atau profesi lainnya.

Dalam penghitungan nisabnya disesuaikan dengan nisab pada pendapat pertama batas minimum nisabnya adalah Rp.300.000,00. Hal ini ditentukan dengan harga padi yang mengalami naik-turun pada tiap tahunnya.

Dari keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa menurut M. Ali Hasan, apapun profesinya selagi halal dan dapat menghasilkan uang sebagai harta kekayaan maka wajib mengeluarkan zakat baik terikat oleh haul dan tidaknya yang mempunyai pendapat berbeda dari para ahli hukum.

Zakat profesi menurut M. Ali Hasan di-qiyas-kan pada zakat emas dengan nisab 85 gram emas dan zakat yang dikeluarkan sebesar 2,5 % dan pada zakat pertanian dengan nisab 750 kg dan dikeluarkan sebesar 10 % atau 5 % yang dapat dikeluarkan setiap bulan atau setiap tahun dari pendapatn bersih2.

2 M. Ali Hasan, Zakat dan Infak ( Salah Satu Solusi Mengatasi Problema Sosial di Indonesia). Jakarta : Kencana Predana Media Group, 2008, 75.

(5)

51 Pemikiran Muhammad Hadi

Selain itu zakat profesi memiliki fungsi sosial manifest dan fungsi sosial latent dengan uraian sebagai berikut:

Zakat memiliki fungsi koherensi dan manifest, yaitu fungsi hubungan sosial yang diharapkan (intended). Untuk sampai kepada makna yang sebenarnya, maka fungsi zakat harus di arahkan pada makna sosial koherensi yang sebenarnya, yaitu ke sektor produktif dan produktif kreatif. Zakat produktif, di mana zakat diwujudkan dalam bentuk barang yang menghasilkan, seperti kambing, kerbau, lembu, mesin jahit, mesin cetak, alat cukur, pertukangan dan lain-lain. Bentuk pemberian ini akan dapat menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja baru bagi mustahiq yang mampu dan kuat berusaha.

Zakat fungsi tautologi dan latent (tersembunyi, tetapi dapat diketahui), yaitu zakat yang tidak diharapkan balasan yang sifatnya material, akan tetapi secara latent dapat meningkatkan kualitas manusia dalam rangka menunaikan tugas sosialnya untuk ta‟mir al-Ardh (membangun peradaban), mengkikis sifat kekikuran, melatih kedermawanan dan mensyukuri nikmat Allah. Contoh fungsi zakat tautologi-latent adalah zakat sasaran konsumtif-tradisional dan konsumtif-kreatif. Zakat konsumtif tradisional, di mana zakat di manfaatkan oleh mustahiq secara langsung untuk memenuhi kebutuhan sesaat, misalnya zakat diberikan kepada orang yang sangat tua atau lemah badannya. Sedangkan zakat konsumtif kreatif, di mana zakat di manfaatkan untuk beasiswa, pelatihan, pengobatan, bencana alam, dan sarana ibadah, secara keseluruhan tidak dapat diharapkan (bentuk material) tetapi dapat menaikkan status sosial mereka.13

Dari keterangan di atas, penulis menyimpulkan bahwa menurut Muhammad Hadi, tentang pengertian zakat, beliau mengacu pada pengertian yang telah dikemukakan oleh Yusuf Qardawi. Begitu juga dalam penentuan nisab dan besar zakat yang dikeluarkan juga sesuai dengan pendapat Yusuf

(6)

52

Qardawi yaitu nisab-nya 85 gram emas murni dan dikeluarkan sebesar 2,5 %3.

Pemikiran Dindin Hafidhuddin

Setiap keahlian dan pekerjaan apapun yang halal, baik yang dilakukan sendiri maupun yang terkait dengan pihak lain, seperti seorang pegawai atau karyawan, apabila penghasilan dan pendapatannya mencapai nishab maka wajib dikeluarkan zakatnya.

Semuanya wajib dikeluarkan zakatnya dengan ketentuan dan kadar sebagaimana diterangkan dalam sunnah Rasulallah SAW., baik yang sudah diketahui secara langsung maupun yang di-qiyas-kan kepadanya. Al-Qurthubi (wafat 671 H) dalam tafsir al-Jaami‟ li Ahkam al-Qur‟an menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata-kata haqqun maklum (hak yang pasti) pada adz- Dzaariyaat :19 adalah zakat yang diwajibkan artinya semua harta yang dimiliki dan semua penghasilan yang didapatkan, jika telah memenuhi persyaratan kewajiban zakat, maka harus dikeluarkan zakatnya.

Kesimpulan ini berdasarkan:

1. Ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya.

2. Berbagai pendapat para ulama terdahulu maupun sekarang, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian dengan menggunakan istilah yang bersifat umum yaitu al- amwaal, sementara sebagian lagi secara khusus memberikan istilah dengan istilah al-maal al-mustafaad seperti terdapat dalam fiqh zakat dan al-Fiqh al-Islamy wa „Adillatuhui.

3. Dari sudut keadilan – yang merupakan ciri utama ajaran Islam

4. – penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditas- komoditas tertentu saja yang konvensional. Petani yang saat ini kondisinya secara umum kurang beruntung, tetap harus berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nishab. Karena itu sangat adil pula, apabila zakat inipun bersifat wajib

3 Muhammad Hadi, Problematika Zakat Profesi & Solusinya (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam), Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010, 54.

(7)

53

pada penghasilan yang didapatkan para dokter, para ahli hukum, konsultan dalam berbagai bidang, para dosen, para pegawai dan karyawan yang memilih gaji tinggi, dan profesi lainnya.

5. Sejalan dengan perkembangan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara industri sekarang ini.4 Dalam menentukan nisab, kadar dan waktunya mengeluarkan zakat profesi tergantung pada qiyas (analogi) yang dilakukan. Didin Hafidhuddin berpendapat bahwa zakat profesi bisa dianalogikan pada dua hal secara sekaligus, baik zakat emas ataupun pertanian. Bila dianalogikan dengan zakat emas, maka nisab nya 85 gram emas dan dikeluarkan setahun sekali ketika sudah haul5.

Bila dianalogikan pada zakat pertanian, berarti nisab nya 653 kg padi atau gandum dan bisa dikeluarkan zakatnya bagi pegawai atau karyawan yang menerima gaji setiap bulannya. Dengan catatan, penghasilan yang diterima dalam setiap bulannya telah mencapai nisab tanpa perlu menunggu haul. Begitu juga apabila pendapatannya diterima setiap hari seperti berprofesi sebagai dokter, da’i atau lainnya, maka zakat dikeluarkan satu bulan sekali. Hal ini dapat didasarkan menurut kebiasaan yang terjadi di suatu negara.

“Penganalogian zakat profesi dengan zakat pertanian, dilakukan karena ada kemiripan antara keduanya (al-Syabah). Jika hasil panen pada setiap musim berdiri sendiri tidak terkait dengan sebelumnya, demikian pula gaji dan upah yang diterima, tidak terkait antara penerimaan bulan ke satu dan bulan kedua, dan seterusnya”.19

Dari sudut kadar zakat, dianalogikan pada zakat uang, karena memang gaji, honorarium, upah dan yang lainnya, pada umumnya diterima dalam bentuk uang.

Karena itu kadar zakatnya adalah sebesar rub‟ul usyri atau 2,5 persen.20

4 Didin Hafidhuddin, Zakat Dalam Perekonomian Modern. Jakarta : Gema Insani, 2002,

94.

5 Ibid.

(8)

54

Berdasarkan uraian diatas, semisal apabila seorang konsultan berpenghasilan lima juta dalam setiap bulan, maka penghasilan tersebut telah mencapai nisab untuk dikeluarkan zakatnya. Sedangkan untuk pegawai yang menerima gaji satu juta dalam setiap bulannya, maka tidak perlu mengeluarkan zakat karena belum mencapai nisab

Penetapan Nisab dan kadar Zakat Profesi

Adapun dalam prakteknya zakat profesi masih belum mempunyai kesamaan dalam nisab, qiyas, dan haul. Namun Fatwa MUI no.3 tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan memutuskan bahwa: “Penghasilan adalah setiap pendapatan seperti: gaji, honorarium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti: dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya”.6

zakat profesi menurut fiqh kontemporer dari ke empat buku yang telah dikaji oleh penulis, dua diantaranya berbeda dalam menganalogikan (qiyas) zakat profesi. Yusuf Qardawi dan Muhammad Hadi mempunyai kesamaan dalam menganalogikan zakat profesi dengan zakat emas yang nisab-nya 85 gram emas murni dan kadar sebesar 2,5 % yang dapat ditunaikan tahunan maupun bulanan. Sedangkan M. Ali Hasan selain menganalogikan dengan zakat emas atau perdagangan dengan nisab 93,6 gram emas, juga menganalogikan dengan zakat pertanian dengan nisab 750 kg padi dengan kadar sebesar 10 % atau 5 % dan cukup haul. Dan yang terakhir, Dindin Hafidhuddin menganalogikan zakat profesi dengan zakat pertanian yang nisab-nya 653 kg padi atau gandum dengan kadar zakat sebesar 5 %, yang dapat ditunaikan tahunan maupun bulanan dan pada zakat rikaz tanpa nisab dengan kadar zakat 20 % yang dibayarkan setiap kali menerima.

6 MUI, Himpunan Fatwa MUI Bidang Ibadah. Jakarta : Penerbit Erlangga, 2015, 105.

(9)

55

Untuk lebih jelasnya perhatikan tabel perbedaan zakat menurut fiqh kontemporer sebagai berikut:

Tabel 1

Perbedaan Zakat Profesi Menurut Fiqh Kontemporer No Pengelola

Zakat

Qiyas Nisab Haul Kadar

Zakat

1 .

Yusuf Qardawi

Dianalogik an kepada zakat emas

85 gram emas

Dapat ditunaikan tahunan maupun

bulanan

Sebes ar 2,5

%”

2.

M. Ali Hasan

Dianalogika n

kepada zakat pertanian

750 kg padi

Cukup haul

Sebesar 10

% atau 5

%

Dianalogik an kepada zakat

perdagangan atau emas

93,6 gra m emas

Sebes ar 2,5%

3 .

Muhammad Hadi

Dianalogik an kepada zakat emas

85 gram emas

Dapat ditunaikan tahunan maupun Bulanan

Sebes ar 2,5%

4.

Didin

Hafidhuddin

Dianalogik an kepada zakat

pertanian

653 kg padi atau gandum

Dapat ditunaikan tahunan maupun

Sebesar 5%

(10)

56

bulanan

Dianalogik an kepada zakat rikaz

Tanpa ada nisab

Dibayark an setiap kali menerima

sebes ar 20%

Setelah mengetahui perbedaan zakat menurut fiqh kontemporer, berikut ini akan coba dijelaskan tentang cara menghitung zakat profesi berdasarkan sumber dari ke empat buku yang telah dikaji oleh penulis.

(11)

57

Tabel berikut hanya berupa hasil analisa dan bukan nominal sebenarnya karena kondisi perekonomian Indonesia yang mengalami naik-turun sehingga mempengaruhi nilai suatu barang jadi tidak menentu. Sebagai gambaran untuk mempermudah dalam penghitungan zakat profesi perhatikan tabel berikut:

Tabel 2 Perhitungan zakat profesi N

o

Nisab Tarif Simulasi

Penghasilan / Profesi

Zakat Yang Dikeluarkan

1 Emas / 2,5

%

85 gram emas x Rp. Rp. 3.542.667 x

Perdagangan 500.000 2,5 %

= Rp. 42.500.000 / 12 = Rp. 88.567

= Rp. 3.542.667

Emas 2,5

%

93,6 gram emas x Rp. Rp. 3.900.000 x

500.000 2,5 %

= Rp. 46.800.000 / 12 = Rp. 97.500

= Rp. 3.900.000

2 Pertanian 5 % 653 x Rp.5.000 Rp.3.265.00 0

x

( padi ) = Rp.3.265.000 5 %

= Rp. 163.250 Pertanian 10 % 653 x Rp.5.000 Rp.3.265.00

0

x

( padi ) = Rp.3.265.000 10 %

= Rp. 326.500 3 Pertanian 5 % 750 x Rp.5.000 Rp.3.750.00

0

x

(12)

58

( padi ) = Rp.3.750.000 5 %

= Rp. 187.500 Pertanian 10 % 750 x Rp.5.000 Rp.3.750.00

0

x

( padi ) = Rp.3.750.000 10 %

= Rp. 375.000 4 Rikaz/

khumus

20 % 85 gram emas x Rp. Rp. 3.542.667 x

500.000 20 %

= Rp. 42.500.000 / 12 = Rp. 708.533

= Rp. 3.542.667

Dari tabel di atas, telah dijelaskan tentang cara menghitung zakat profesi sesuai pendapat dari fiqh kontemporer yang telah penulis jelaskan dalam tabel 1. Dalam tabel 2 ini, berisi tentang nisab yang dijadikan analogi (qiyas), tarif atau kadar zakat yang harus dikeluarkan, simulasi penghasilan atau profesi, dan nominal zakat yang harus dikeluarkan dalam setiap bulan.

Namun Fatwa MUI no.3 tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan telah menetapkan dengan menganalogikan pada zakat emas murni dengan nisab 85 gram dan kadar 2,5

%. Jadi dari ke empat buku yang dikaji oleh penulis, yang digunakan adalah pendapat dari Yusuf Qardawi dan Muhammad hadi Karena dianggap paling mudah dan tidak sukar dalam menghitungnya.

Selain itu, zakat yang dikeluarkan dari penghasilan yang diterima adalah pendapatan bersih dari kebutuhan pokok, hutang, dan lain-lain. Berdasarkan hal itu, maka apabila sisa gaji atau pendapatan dalam setahun mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya. Bila tidak mencapai nisab tidak wajib zakat.

(13)

59 B. SIMPULAN

Dari uraian diatas dapat penulis simpulkan bahwa, zakat profesi menurut fiqh kontemporer dari ke empat buku yang telah dikaji oleh penulis, dua diantaranya berbeda dalam menganalogikan (qiyas) zakat profesi. Yusuf Qardawi dan Muhammad Hadi mempunyai kesamaan dalam menganalogikan zakat profesi dengan zakat emas yang nisab-nya 85 gram emas murni dan kadar sebesar 2,5 % yang dapat ditunaikan tahunan maupun bulanan dari pendapatan bersih. Sedangkan, M. Ali Hasan selain menganalogikan dengan zakat emas atau perdagangan dengan nisab 93,6 gram emas, juga menganalogikan dengan zakat pertanian dengan nisab 750 kg padi dengan kadar sebesar 10 % atau 5 % dan cukup haul. Dan yang terakhir, Dindin Hafidhuddin menganalogikan zakat profesi dengan zakat pertanian yang nisab-nya 653 kg padi atau 56 gandum dengan kadar zakat sebesar 5 %, yang dapat ditunaikan tahunan maupun bulanan dan pada zakat rikaz tanpa nisab dengan kadar zakat 20% yang dibayarkan setiap kali menerima. Selanjutnya, Fatwa MUI no.3 tahun 2003 tentang Zakat Penghasilan telah menetapkan dengan menganalogikan pada zakat emas murni dengan nisab 85 gram dan kadar 2,5 %.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Syarifuddin, Zakat Profesi , Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2003.

Ariana, Suryorini,”Sumber-sumber Zakat dalamPerekonomian Modern,” Jurnal ilmu dakwah, vol. 32, No.1, Januari-Juni 2012.

Basyir, Ahmad Azhar Ijtihad dalam sorotan, Bandung: Mizan, 1996.

Bukhari, sahih al-Bukhori, edisi Al-Imam al Hafizh Abu Abdullah Muhamad bin Ismail Beirut: Dar al-Fikr, 1:957.

Dahlan, Abd.Rahman Usul Fiqih, Jakarta: Amzah, 2010. Departemen Agama, Banten: Kalim, 2011.

Hadi, Muhammad, Problema Zakat Profesi dan Solusinya (Sebuah Tinjauan Sosiologi Hukum Islam), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010.

Hafidhuddin, Didin, Agar Harta Berkah dan Bertambah: Gerakan Membudayakan Zakat, Infaq, Sedeqah, dan Wakaf, Jakarta: Gema Insani, 2007.

Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

(14)

60

Hasan, M. Ali, Zakat dan Infaq (salah satu solusi mengatasi problem sosial di Indonesia), Jakarta: Prenada Media, 2006.

Hasbiyallah, Fiqh dan Ushul Fiqih:Metode Istinbath dan Istidlal Bandung: Remaja Rosdakarya, 2003.

Hasaballah, Ali,Usul al-Tasyri’ al-islami, Mesir: Dar al-Ma’rifah, 1964.

Harun, Nasrun, Ushul Fiqih, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996.

Ibn Rushd, Abu al-Walid Bidayah al-Mujtahid VOL.1, Beirut: Dar al-Fikr, 1996.

Imam Taqiyuddin Abi Bakr Ibn Muhammad al Husayni, Kifāyatul Akhyār Fi Hal

Khalaf, Abdul Wahab Ilmu Usul Fiqih, Bandung: Gema Insani Press, 1996.

Mu’in, H.A. Ushul Fiqih Qaidah-Qaidah Instinbath dan Ijtihad (Metode Penggalian Hukum islam), Jakarta: 1986.

Muhamad bin Sa’ad bin Mani’ al-Hasyimi al-Basri, Tabaqat al- Kubra, Juz, 1, Beirut:

Dar al-Kutub, 1990.

Muhamad, Sahri, Pengembangan zakat dan Infak dalam Usaha meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat, Malang: Avivena Malang, 1982.\

Muhamad, Zakat Profesi Wacana Pemikiran dalam Fiqih Kontemporer, Jakarta:

Salemba Diniyah 2002.

Mufiani, Arif, Akuntansi dan Manajemen Zakat (Mengkomunikasikan kesadaran dan membangun jaringan), Jakarta: Prenada Media, 2006.

Rakhmat, Jalaluddin, Islam Aktual, Bandung: Mizan, 1999.

Rais, M.Amien , Cakrawala islam antara cita dan fakta, Bandung:

MIZAN,1987.

Rauf dan Rasyid, Zakat, Jakarta: Grafikatama JAYA,1992. Sudirman, Zakat dalam Pusaran Arus Modernitas, Malang:

UIN Malamg Press, 2007.

Shiddieqy, Ash Hasbi, Beberapa permaslahan Zakat, Jakarta: Tintanas Indonesia, 1976.

Shalehuddin, Wawan Shofwan, Risalah Zakat, Infaq, dan sedeqah, Bandung:

Tafakur, 2011.

Qardawi, Yusuf, Hukum zakat, Bogor: Litera Antar Nusa, 1993. Qardawi,Yusuf, Muskilah al-Faqr Wa Kaifa ‘Alajaha al-islam CET.2 Kairo:Maktabah WAHBAH,1975.

Mth, Asmuni, ”Zakat Profesi dan Upaya Menuju Kesejahteraan Sosial,” Jurnal Ekonomi Islam, Vol. 1, NO.1, (Juli, 2007).

Setiawan, Deny , “Zakat Profesi dalam Pandangan Islam,” Jurnal Sosial ekonomi pembangunan tahun 1,NO. 2 ( Maret 2011).

(15)

61

Shohib, Muhamad, Al-Qur’an dan Terjemahanya, Bandung: Sigma Ikhsa Media, 2009.

Syarifuddin, Amir, Usul Fiqih II, Jakarta: kencana, 2009.

Talimah, Ishom, Manhaj Fiqih Yusuf Qardawi, Jakarta: Pustaka al-kautsar, 2001.

Gambar

Tabel  berikut  hanya  berupa  hasil  analisa  dan  bukan  nominal  sebenarnya  karena  kondisi  perekonomian  Indonesia  yang  mengalami  naik-turun  sehingga  mempengaruhi  nilai  suatu  barang  jadi  tidak  menentu

Referensi

Dokumen terkait

Bagian tengah cabang memiliki proporsi polip karang yang berkaitan dengan lo- kasi energi untuk pertumbuhan yang lebih reproduktif (100%) dengan kandungan rataan jumlah telur yang

Pada kasus ini simu- lasi numerik akan dibandingkan dengan hasil simulasi numerik menggunakan metode volume hingga dengan pendekatan Weighted Average Flux (WAF) yang

a). Tebal lapisan hard chrome mengalami kenaikan seiring dengan kenaikan tegangan listrik pada waktu pelapisan dengan metode elektroplating, Pada spesimen yang

1) Sosialisasi tentang visi, misi rumah sakit belum dimaksimalkan. 2) Nilai-nilai budaya organisasi belum menjadi perhatian pimpinan. 3) Direktur tidak menetapkan secara

Abstrak: Penelitian ini bertujuan 1) untuk mengetahui dan menganalisis penataan administrasi pemerintah desa dalam dibidang pertanahan di Kabupaten Tanjung Jabung Timur

Pasal 32 ayat (1) huruf (c) UU KPK yang mengatur mengenai pemberhentian secara tetap Pimpinan KPK yang menjadi “terdakwa karena melakukan tindak pidana

Zakaria Aplikasi Teknologi ICT dalam PdP Pendidikan Islam ke arah Meningkatkan KBAT dalam Pengajaran Abad-21 T4 011 Rosnah Zakaria Penggunaan CD-Rom Dalam Multimedia

Hasil pengabdian menunjukkan bahwa ada peningkatan kesadaran untuk selalu mengaplikasikan pengemasan (90%), pengetahuan pengolahan pangan kemasan siap jual (100%);