• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN STRES KERJA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN A DAN TIPE KEPRIBADIAN B PADA KARYAWAN CV.MAGOEWO GROUP YOGYAKARTA - UMBY repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERBEDAAN STRES KERJA DITINJAU DARI TIPE KEPRIBADIAN A DAN TIPE KEPRIBADIAN B PADA KARYAWAN CV.MAGOEWO GROUP YOGYAKARTA - UMBY repository"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

11 A. Stres Kerja 1. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja merupakan interaksi antara seseorang dengan situasi lingkungan atau stresor yang dianggap mengancam atau menantang, dan menimbulkan gangguan psikologis, fisiologis, perilaku, dan gangguan pada organisasi. Luthans (2006) mendefiniskan stres kerja sebagai respons adaptif terhadap situasi eksternal yang menghasilkan penyimpangan fisik, psikologis, dan atau perilaku pada anggota organisasi. Robbins (2006) mendefinisikan stres kerja sebagai kondisi dinamik yang di dalamnya individu menghadapi peluang, kendala, atau tuntutan yang terkait dengan apa yang sangat diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti tetapi penting. Stres menunjukkan suatu kondisi dinamika di mana seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala, atau tuntutan yang dikaitkan dengan apa yang diinginkan dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai hal yang tidak pasti.

(2)

psikologis, yaitu, suatu konsekuensi dari setiap kegiatan, situasi, atau kejadian eksternal yang membebani tuntutan psikologis atau fisik yang berlebihan terhadap seseorang. Sedangkan menurut Anoraga (2001), stres kerja adalah suatu bentuk tanggapan seseorang, baik fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam.

Handoko (dalam Wibowo, 2014), mendefinisikan stres kerja sebagai suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi proses berpikir, emosi, dan kondisi seseorang, hasilnya stres yang terlalu berlebihan dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan dan pada akhirnya akan mengganggu pelaksanaan tugas-tugasnya. Menurut Sasono (dalam Wibowo, 2014), stres kerja bisa dipahami sebagai keadaan di mana seseorang menghadapi tugas atau pekerjaan yang tidak bisa atau belum bisa dijangkau oleh kemampuannya. Jika kemampuan seseorang baru sampai angka 5 (lima) tetapi menghadapi pekerjaan yang menuntut kemampuan dengan angka 9 (sembilan), maka sangat mungkin sekali orang itu akan terkena stres kerja. Stres tersebut akan muncul apabila ada tuntutan-tuntutan pada seseorang yang dirasakan menantang, menekan, membebani atau melebihi daya penyesuaian yang dimiliki individu.

(3)

2. Aspek-aspek Stres Kerja

Menurut Robbins (2006) aspek-aspek stres kerja meliputi tiga aspek, yaitu; a. Pertama fisiologis, hal ini dapat dilihat pada orang yang terkena stres

antara lain adalah; sakit kepala, sakit punggung, otot terasa kaku, tekanan darah naik, serangan jantung, lelah atau kehilangan daya energi.

b. Kedua adalah psikologis yang mencakup; depresi, mudah marah, gelisah, cemas, mudah tersinggung, marah-marah, bingung, dan kebosanan. c. Ketiga adalah perilaku yang mencakup; mudah mempersalahkan orang

lain, mudah membatalkan janji atau tidak memenuhi janji, suka mencari kesalahan orang lain atau menyerang orang lain, meningkatnya frekuensi absensi, meningkatkan penggunaan minuman keras dan mabuk, tidur tidak teratur.

Menurut Braham (dalam Handoyo, 2001), aspek-aspek stres kerja meliputi empat aspek, yaitu;

a. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur tidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar, adanya gangguan pencenaan, radang usus, kulit gatal-gatal, punggung terasa sakit, urat-urat pada bahu dan leher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.

(4)

c. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu pikiran saja.

d. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.

Dari beberapa uraian di atas, penulis menyimpulkan bahwa stres kerja ditandai dengan gejala-gejala fisik, psikologis, perilaku, emosi, intelektual, dan interpersonal. Pada penelitian ini peneliti memilih aspek stres kerja menurut Robbins (2006) gejala fisik ditandai dengan adanya gangguan fisiknya seperti sakit kepala, otot terasa kaku, dan lelah atau kehilangan daya energi. Gejala psikologis ditandai dengan adanya perasaan mudah marah, cemas, dan depresi. Gejala perilaku ditandai dengan adanya, meningkatnya frekuensi absensi, mudah menyalahkan orang lain dan tidur tidak teratur. Peneliti memilih aspek stres kerja dari Robbins karena dari tiga aspek tersebut sesuai dan mencakup secara keseluruhan gejala stres kerja yang ingin diteliti.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stres Kerja

Menurut Robbins (2006), mengemukakan faktor–faktor yang dapat menimbulkan dan menyebabkan stres kerja antara lain;

a. Faktor lingkungan

(5)

keamanan dan keselamatan dalam lingkungan pekerjaan, perilaku manejer terhadap bawahan, kurangnya kebersamaan dalam lingkungan pekerjaan.

b. Faktor organisasional

Tuntutan tugas yang berlebihan, tekanan untuk menyelesaikan pekerjaan dalam kurung waktu tertentu.

c. Faktor individual

Faktor ini mencakup kehidupan pribadi karyawan terutama persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan.

1) Faktor persoalan keluarga, survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap bahwa hubungan pribadi dan keluarga sebagai sesuatu yang sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya hubungan dan kesulitan disiplin anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi karyawan dan terbawa ke tempat kerja.

2) Masalah ekonomi, diciptakan oleh individu yang tidak dapat mengelola sumber daya keuangan mereka merupakan satu contoh kesulitan pribadi yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengalihkan perhatian mereka dalam bekerja.

(6)

Menurut Carry Cooper (dalam Wibowo, 2014) faktor–faktor yang dapat menimbulkan dan menyebabkan stres kerja antara lain;

a. Kondisi kerja

Kondisi kerja yang buruk berpotensi menjadi penyebab pekerja mudah jatuh sakit, mudah stres, sulit berkonsentrasi dan menurunya produktivitas kerja. Banyaknya pekerjaan yang digunakan melebihi kapasitas kemampuan karyawan tersebut. Akibatnya karyawan tersebut mudah lelah dan berada dalam keteganggan tinggi.

b. Konflik peran

Ada sebuah penelitian menarik tentang stres kerja menemukan bahwa sebagian besar pekerja yang bekerja diperusahaan yang sangat besar atau yang kurang memiliki strukur yang jelas, mengalami stres karena konflik peran. Mereka stres karena ketidak jelasan peran dalam bekerja dan tidak tahu apa yang diharapkan oleh manajemen.

c. Pengembangan karier

(7)

Terdapat penelitian menyebutkan bahwa kepribadian berpengaruh terhadap stres kerja. Pada penelitian yang dilakukan oleh NIOSH research 1998 (dalam Widhiastuti, 2002) penyebab stres kerja dapat dibagi dua yaitu yang berasal dari dalam individu dan dari luar individu antara lain:

1) Dari diri individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian, apakah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara keseluruhan dituangkan dalam lima faktor kepribadian (Big Five Factor Personality yang meliputi ektraversia, emotional stability, agrecables, dan operres to experience) dalam hal ini emotional stabilityberhubungan dengan mudah tidaknya seorang mengalami stres.

2) Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja, cita-cita. Lingkungan mendorong kondisi kerja penuh dengan stres yang disebut stress kerja dan dapat langsung mempengaruhi keamanan pekerja dan kesehatan.

Berdasarkan beberapa teori di atas, faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, organisasi, individual, kondisi kerja, konflik peran, dan pengembangan karier. Menurut Robbins dan Judge (2008) faktor yang mempengaruhi stres kerja adalah faktor lingkungan, organisasi dan individual. Faktor individual yang mempengaruhi stres mencakup persoalan keluarga, masalah ekonomi dan karakteristik kepribadian.

(8)

karakteristik yang dapat mempengaruhi stres kerja. Hal tersebut mendukung pernyataan Robbins (2008) bahwa kepribadian merupakan salah satu unsur dari perbedaan individu yang banyak menarik perhatian peneliti terkait permasalahan tentang stres kerja.

B. Tipe Kepribadian A dan Tipe Kepribadian B 1. Pengertian Kepribadian

Para psikolog cenderung mengartikan kepribadian sebagai suatu konsep dinamis yang mendekripsikan pertumbuhan dan perkembangan seluruh sistem psikologis seseorang. Definisi kepribadian yang paling sering digunakan dibuat oleh Gordon Allport hampir 70 tahun yang lalu. Gordon Allport (dalam Robbins dan Judge, 2008) mengatakan bahwa kepribadian adalah organisasi dinamis dalam sistem psikofisiologis individu yang menentukan caranya untuk menyesuaikan diri secara unik terhadap lingkungannya.

Robbins (2008) mendifinisikan kepribadian sebagai keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. Kepribadian paling sering dideskripsikan dalam istilah sifat yang bisa diukur yang ditunjukan oleh seseorang. Menurut Luthans (2006) kepribadian berarti bagaimana individu memengaruhi orang lain dan bagaimana individu memahami dan memandang dirinya, juga bagaimana pola ukur karakter dalam dan karakter luar individu mengukur trait dan interaksi antara manusia-situasi.

(9)

menjelaskan perilaku seseorang. Karakteristik yang umumnya melekat dalam diri seorang individu adalah malu, agresif, patuh, malas, ambisius, setia, dan takut. Karateristik-karakteristik tersebut, ketika ditunjukan dalam berbagai situasi, disebut sifat-sifat kepribadian. Ada berbagai tipologi kepribadian, di antaranya adalah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara keseluruhan dirangkum dalan 5 faktor kepribadian (Big Five Factor Personality, yang meliputi Extraversion, Conscientiousness, Emotional Stability, AgreeablenessdanOpenness to Experience).

Dari bebagai pengertian kepribadian di atas disimpulkan bahwa kepribadian merupakan sebagai keseluruhan cara dimana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain yang didalamnya terkandung kebiasaan-kebiasaan dan sikap-sikap yang sangat berguna untuk menghadapi dan menyesuaikan tuntuan hidup maupun lingkungan pekerjaan. Terdapat berbagai jenis tipologi kepribadian. Fokus penelitian ini ada tipe kepribadian A dan tipe kepriadian B.

2. Jenis Tipe Kepribadian A

(10)

berhadapan dengan keterlambatan atau dengan orang yang dipandang tidak kompeten. Walaupun tampak dari luar tipe A sebagai orang yang percaya diri, namun mereka cenderung mempunyai perasaan keraguan diri yang terus-menerus dan itu memaksa mereka untuk mencapai lebih banyak dan lebih banyak lagi dalam waktu yang lebih cepat.

Robbins (2006), mendefinisikan sesorang dengan tipe kepribadian A adalah secara agresif terlibat dalam perjuangan bertahun-tahun tiada henti untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih sedikit, dan jika perlu, melawan upaya-upaya lain atau orang lain yang menentang. Kepribadian tipe A cenderung mempunyai semangat bersaing yang tinggi dan ambisius, berbicara dengan cepat, suka menyela pembicaraan orang lain dan sering terperangkap dalam kemarahan yang luar biasa. tipe A memiliki sifat yang agresif, mau menetang terhadap yang lain untuk mendapatkan apa yg diinginkan, memiliki standart yang sangat tinggi terhadap dirinya sendiri, bekerja secara berlebihan dengan kecepatan yang luar biasa, suka bersaing dan selalu terpacu dengan waktu.

Berdasarkan pengertian tipe kepribadian A di atas, disimpulkan bahwa perilaku tipe A adalah perilaku yang selalu berjuang tanpa henti, agresif, dan melakukan banyak hal dalam satu waktu.

3. Jenis Tipe Kepribadian B

(11)

bekerja tanpa melihat nafsu, tidak harus tergesa-gesa yang menyebabkan ketidaksabaran dan tidak mudah marah.

Menurut Robbins (2006), individu tipe B adalah individu yang menghadapi segala sesuatunya dengan sabar, baik itu di lingkungan pekerjaan atau pun di lingkungan keluarga. Selain itu individu tipe B cenderung lebih santai dalam melakukan sesuatu, kurang asertif, menghindari persaingan, tidak perfeksionis dan kurang ambisi. Adalah keliru untuk percaya bahwa hanya orng yang giat dan suka sekali bekerja keras, yang sangat kompetitif, terburu-buru, dan agresif yang dapat menyelesaikan segala sesuatunya. Individu tipe B juga dapat mencapai sama banyaknya, hanya mereka menjalaninya dengan cara yang berbeda.

Berdasarkan pengertian tipe kepribadian B di atas, disimpulkan bahwa perilaku tipe B adalah perilaku yang perilaku yang santai, penyabar, dan melakukan satu hal dalam satu waktu.

4. Ciri Tipe Kepribadian A dan B

Menurut Robbins dan Judge (2008) ciri kepribadian tipe A adalah : a. Selalu bergerak, berjalan, dan makan dengan cepat

b. Merasa tidak sabaran

c. Berusaha keras untuk memikirkan atau melakukan dua hal atau lebih pada saat bersamaan

d. Tidak dapat menikmati waktu luang

(12)

Berbeda dengan kepribadian tipe A adalah tipe B, yang benar-benar berlawanan. ciri kepribadian tipe B sebagai berikut;

a. tidak pernah mengalami keterdesakan waktu ataupun ketidaksabaran (penyabar)

b. Merasa tidak perlu memperlihatkan atau mendiskusikan pencapaian maupun prestasi mereka kecuali atas tuntutan (tidak kompetitif)

c. Bersenang-senang dan bersantai daripada berusaha menunjukan keunggulan mereka (menikmati waktu luang)

d. Bisa santai tanpa merasa bersalah

Ciri tipe kepribadian A menurut Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006)

a. Melakukan aktivitas dengan cepat (selalu bergerak, berjalan, makan, bicara dengan cepat)

b. Tidak sabar

c. Melakukan dua hal sekaligus

d. Tidak tahan dengan waktu senggang e. Terobsesi dengan jumlah

f. Mengukur kesuksesan dengan kuantitas g. Agresif

h. Kompetitif

i. Terus-menerus merasa dalam tekanan waktu

(13)

a. Tidak peduli dengan waktu b. Sabar

c. Tidak mempunyai beban

d. Bermain untuk kesenangan, bukan untuk kemenangan e. Santai tanpa rasa bersalah

f. Tidak ada tekanan tenggat waktu g. Berwatak lembut

h. Tidak pernah terburu-buru

(14)

C. Perbedaan Stres Kerja Ditinjau dari Tipe Kepribadian A dan Tipe Kepribadian B

Robbins dan Judge (2008) menjelaskan bahwa hubungan antara kesesuaian kepribadian dan pekerjaan merupakan hal yang dapat menciptakan stres kerja. Baik atau tidaknya suatu hasil pekerjaan bisa ditentukan oleh sesuai atau tidaknya kepribadian karyawan dengan pekerjaannya. Terdapat penelitian dan kesepakatan mengenai dimensi situasi dan disposisi individu yang mempengaruhi stres. Misalnya, disposisi individu seperti pola kepribadian tipe A atau tipe B, kontrol personal dan daya tahan psikologis mungkin saja mempengaruhi tingkat stres yang dialami seseorang (Luthans, 2006).

Robbins dan Judge (2008) menyatakan bahwa stres kerja adalah hasil interaksi karakteristik individu dengan lingkungannya, selain itu kepribadian menentukan stres kerja karyawan. Pekerjaan yang dijalani apabila tidak sesuai dengan kepribadiannya dapat menciptakan stres kerja yang tinggi. Karakteristik individu yang merupakan salah satu faktor kepribadian tersebut adalah tipe kepribadian A dan tipe kepribadian B.

(15)

Cukup banyak para peneliti kesehatan melakukan penelitian dengan menggunakan tipe kepribadian untuk memprediksi tingkat stres kerja sejak 1950-an. Pada akhir tahun 1960-an, Friedman dan Rosenman (dalam Luthans, 2006) mempopulerkan penggunaan kepribadian tipe A dan tipe B yang berlawanan dalam studi tentang stres. Jenis tipe tersebut digambarkan sebagai karakteristik yang relatif stabil.

Ditinjau dari aspek fisiologis, karyawan tipe A dalam menghadapi tuntutan pekerjaan berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai target pekerjaan dalam waktu yang singkat. Karyawan tipe A adalah pekerja yang cepat karena karyawan tipe A lebih menekankan kuantitas daripada kualitas. Sejalan dengan perilaku tersebut, dapat menciptakan perubahan metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, dan menimbulkan sakit kepala (Robbins, 2006). Berbeda dengan karyawan tipe B yang lebih santai dan bersenang-senang dalam menghadapi tuntutan pekerjaan. Sejauhmana tuntutan pekerjaannya, karyawan tersebut merasa lebih tenang dan rileks. Ambisi untuk pekerjaan individu tipe B tidak mendominasi dalam kehidupannya. Individu tipe B cenderung meluangkan waktu untuk keluarga, teman dan memilih rekreasi daripada mengalokasikan waktu luangnya untuk menyelesaikan pekerjaan. Sejalan dengan hal tersebut, karyawan tipe B tingkat stresnya lebih rendah dibanding dengan pola perilaku tipe A, (Janjhua dan Chandrakanta, 2012).

(16)

karyawan menangani agresi diri merupakan faktor untuk menentukan apakah individu akan mengalami jenis stres yang dapat menyebabkan serangan jantung, tekanan darah tinggi, dan masalah kesehatan lainnya. Perlu diketahui bahwa karyawan yang berjuang semaksimal mungkin untuk mencapai target pekerjaan dalam waktu yang singkat dapat meningkatkan stres kerja yang berjalan seiringan dengan ciri kepribadian tipe A.

(17)

Ditinjau dari aspek perilaku, karyawan dengan tipe A lebih agresif dan merasa terus-menerus dalam tekanan waktu. Karyawan dengan kepribadian tipe A sebisa mungkin menghindari tekanan dalam pekerjaannya. Tingginya tekanan dan tuntutan dalam pekerjaan menyebabkan karyawan mangkir atau membolos dari pekerjaannya. Selain mangkir dari pekerjaan, tingginya tekanan dan tuntutan pekerjaan dapat menimbulkan rendahnya produktivitas kerja karyawan. Tuntutan pekerjan selama 24 jam juga memberikan efek buruk terhadap siklus tidur karyawan. Hal tersebut sejalan dengan individu ciri kepribadian tipe A yang merasa terus-menerus dalam tekanan waktu dan agresif. Lain halnya dengan karyawan yang memiliki ciri kepribadian tipe B. individu dengan tipe B tidak peduli dengan waktu dalam menghadapi tekanan dalam pekerjaannya. Sebagai contoh jika karyawan tipe B diberi tuntutan tugas dan merasa masih bisa dikerjakan esok harinya, maka karyawan tersebut memilih untuk bersenang-senang daripada menyelesaikan pekerjaannya.

(18)

Hasil studi tersebut ditemukan bahwa profil tipe A tingkat stresnya lebih tinggi dibandingkan dengan tipe B.

D. Hipotesis

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Rencana Strategis Perubahan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Cianjur ini, disusun sebagai bahan pedoman pelaksanaan pembangunan lima (5) tahunan

alamat emailPIC/ HRD badan usaha. 7) Badan usaha melakukan pembayaran iuran BPJS Kesehatan melalui Bank dengan menggunakan virtual account. 8) BPJS Kesehatan wajib

Alhamdulillah, segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah menunjukkan kuasanya dengan memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis sehingga penulis

Dalam rencana aksi energi terdapat 5 issue yaitu: akses energi dan jasa energi modern, efisiensi energi, energi terbarukan, teknologi bahan bakar fosil yang

Fungsi korektif, adalah usaha memeperbaiki atau meninjau kembali sesuatu yang dianggap keliru. Pengajaran remedial mempunyai fungsi korektif, karena dalam pengajaran

1) Penelitian ini bermanfaat dalam upaya pembinaan penggunaan bahasa yang santun sehingga dapat meminimalkan pelanggaran kesantunan berbahasa dalam pembuatan

Kemudian hasil identifikasi disusun terkait dengan masalah manajemen pengetahuan (knowledge management) berbasis Teknologi Informasi di Lembaga Penelitian dan.. Pengembangan