Produksi gula pereduksi dari kulit kopi robusta dengan metode hidrolisis asam
Danu Indra Wardhana*, Ahib Assadam, Ara Nugrahayu Nalawati, Retno Murwanti
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Muhammadiyah Jember, Jember, Indonesia
Article history ABSTRACT Diterima:
16 Maret 2021 Diperbaiki:
29 Desember 2021 Disetujui:
17 Januari 2022
The high productivity of coffee in Indonesia resulted in abundant coffee husk. Unfortunately, the coffee husk has not been utilized optimally. This research aimed to determine the effect of variations and acid concentration.
Two-stages acidic hydrolysis process using two kinds of different chemical reagents i.e sulfuric acid (H2SO4) and hydrochloric acid (HCl) with the variation of concentration such as 10 %, 20 %, and 30 % with temperature of 30 0C and 75 0C for five hours in water bath shaker with the rate agitation 120 rpm. The hydrolysates produced neutralized using NaOH 2N, so that the process of hydrolysis easily. The result showed that in acidic hydrolysis process of coffee husk the reactant HCl generates levels of reducing sugar higher than the reactant H2SO4. In addition, the best treatment was hydrolysis by using reagent HCl 30 % with the levels total sugar, reducing sugar and degree of polymerization are of 20.85 %, 17.28 %, and 1.21.
Keyword Coffee husk;
Acidic hydrolysis;
Reducing sugars
This work is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License.
* Penulis korespondensi
Email : [email protected] DOI 10.21107/agrointek.v16i2.10176
165 PENDAHULUAN
Indonesia merupakan produsen dan eksportir kopi keempat terbesar di dunia dibawah Brazil, Vietnam dan Kolombia. Produksi kopi pada tahun 2016-2020 memiliki rata-rata sebesar 734,45 ribu ton pertahun dan rata-rata ekspor kopi pada tahun 2015-2019 sebesar 403,53 ribu ton per tahun (Widaningsih, 2020). Menurut Sub Direktorat Statistik Tanaman Perkebunan (2020), Provinsi Jawa Timur menjadi salah satu daerah yang memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap jumlah produksi kopi di Indonesia dengan total produksi sebesar 8,65 ribu ton atau 1,17 % dari total produksi kopi di Indonesia.
Produksi kopi Indonesia tahun 2020 masih didominasi jenis kopi robusta dengan jumlah sebesar 72,66 % atau 540,16 ribu ton, sisanya sebesar 27,34 % atau 203,24 ribu ton adalah jenis kopi arabika. Komoditas kopi di Indonesia 96,14
% diusahakan oleh perkebunan rakyat dan berkontribusi terhadap luas areal tanaman kopi mencapai 1,22 juta hektare dari seluruh total produksi kopi nasional yang mencapai 1,26 juta hektare (Widaningsih, 2020).
Produksi kopi biji dalam jumlah besar akan menghasilkan limbah kulit kopi yang juga semakin tinggi. Menurut Saisa (2018) pengolahan kopi akan menghasilkan 65 % biji kopi dan 35 % limbah kulit kopi, apabila dikonversikan dengan produksi kopi di Indonesia pada tahun 2019, maka akan dihasilkan kulit kopi sebesar 256,053 ribu ton. Sejumlah besar limbah pertanian belum dieksplorasi secara maksimal, sehingga sumber daya alam yang potensial tersebut hanya menjadi sampah yang terakumulasi dan dapat menimbulkan pencemaran.
Kulit kopi merupakan salah satu sumber biomassa lignoselulosa dari limbah perkebunan (Loebis et al., 2015). Menurut Pérez et al. (2002) biomassa lignoselulosa berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku produk komersial, diantaranya untuk industri pangan, tekstil, kertas, kompos, dan bioetanol, yang dapat dilakukan dengan cara melakukan hidrolisis terhadap selulosa dan hemiselulosa, sehingga diperoleh monomer gula penyusunnya.
Proses hidrolisis dapat dilakukan secara kimiawi dan enzimatis. Perbedaan mendasar dari hidrolisis kimia dan enzimatis adalah spesifikasi pemutusan rantai polisakarida, dimana katalis asam bekerja secara acak menghasilkan gula
pereduksi lebih banyak, sedangkan katalis enzim bekerja secara spesifik dan gula yang dihasilkan sedikit (Taherzadeh dan Karimi, 2007). Proses hidrolisis secara enzimatis kurang praktis karena lebih lambat dan biaya yang dibutuhkan cukup tinggi. Hidrolisis secara kimia relatif lebih praktis karena prosesnya lebih cepat dan biaya yang dibutuhkan relatif lebih rendah, sehingga lebih aplikatif digunakan dalam kapasitas produksi yang besar.
Hidrolisis secara kimia telah banyak diaplikasikan menggunakan senyawa asam.
Proses hidrolisis asam pada biomasa lignoselulosa yang telah dilakukan antara lain hidrolisis pretreatment pelepah sawit menggunakan H2SO4
menghasilkan gula reduksi sebesar 19,29 % (Rilek et al., 2017). Hidrolisis enceng gondok dan sekam padi menggunakan larutan H2SO4 1 % mendapatkan gula reduksi dengan kadar 23,33 mg/g (Naufala dan Pandebesie, 2015). Hidrolisis kulit kakao menggunakan larutan HCl pada suhu 100 0C selama 8 jam menghasilkan glukosa tertinggi yaitu 18,68 % (Rizal et al., 2016).
Asam sulfat (H2SO4) dan asam klorida (HCl) merupakan jenis senyawa kimia yang sering digunakan dalam proses hidrolisis asam, karena kedua jenis pereaksi tersebut dianggap lebih cepat dan efektif apabila digunakan dalam skala industri (Taherzadeh dan Karimi 2007). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis dan konsentrasi pereaksi kimia yang tepat dalam proses hidrolisis asam kulit kopi, sehingga dapat menghasilkan gula pereduksi secara optimal sehingga dapat mengurangi potensi dampak negatif terhadap lingkungan.
METODE Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kopi robusta hasil samping dari pengolahan metode kering perkebunan kopi rakyat Desa Klungkung, Kecamatan Sukorambi, Kabupaten Jember. Bahan kimia yang digunakan meliputi H2SO4 (Merck), HCl (Merck), NaOH (Merck), akuades, fenol teknis, Na2SO4 (PA) dan K Na Tartarat (PA).
Alat penelitian yang digunakan adalah hammer mill, ayakan Tyler 60 mesh, oven, alumunium foil, neraca analitik, peralatan gelas, spektrofotometer thermo genesys 10 UV-Vis scanning, vortex, shaker waterbath, kompor listrik, dan sentrifus dingin.
166 Rancangan Penelitian
Penelitian hidrolisis kulit kopi secara asam dilakukan menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor yaitu jenis pereaksi asam dan konsentrasi asam. faktor A yaitu jenis pereaksi asam yakni H2SO4 dan HCL serta faktor B konsentrasi asam yakni 10 %, 20 %, dan 30 %. Skema rancangan penelitian dengan metode RAL antara lain:
A1B1= H2SO4 10 % A1B2= H2SO4 20 % A1B3= H2SO4 30 % A2B1= HCl 10 % A2B2= HCl 20 % A2B3= HCl 30 %
Masing-masing perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali. Data hasil analisis diolah secara deskriptif dengan bentuk penyajian berupa grafik dan histogram untuk interpretasi data.
Tahapan Penelitian
Proses hidrolisis asam secara bertingkat metode (Thalagala et al., 2009) yang dimodifikasi.
Proses hidrolisis dilakukan dengan menggunakan dua jenis bahan pereaksi kimia yang berbeda yaitu asam klorida (HCl) dan asam sulfat (H2SO4) dengan berbeda variasi konsentrasi yaitu 10 %, 20
%, dan 30 %. Sampel sebesar 100 mg dituangkan dalam tabung sentrifus dan ditambahkan sebanyak 10 ml HCl dan H2SO4 dengan konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 %, kemudian dihidrolisis secara bertingkat pada suhu 30 0C dan 75 0C selama 5 jam di dalam waterbath shaker dengan kecepatan agitasi 120 rpm. Hidrolisat yang dihasilkan akan dinetralisasi menggunakan NaOH 2N dan selanjutnya dilakukan pengukuran kandungan total gula, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi.
Analisis Kadar Total Gula (Dubois et al., 1956) Penentuan kadar total gula diawali dengan pembuatan kurva standar dari total gula yang diperoleh berdasarkan pengukuran absorbansi glukosa standar pada berbagai konsentrasi. 1 ml larutan standar dimasukkan dalam tabung reaksi dan ditambah 0,5 ml larutan fenol 5 % dan dihomogenkan menggunakan vortex. Setelah itu ditambah 2,5 ml H2SO4 pekat secara cepat, kemudian dihomogenkan kembali dan didinginkan dalam waktu 20 menit. Setelah kondisi larutan dingin, selanjutnya dihomogenkan kembali dan diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 490 nm. Penentuan total gula sampel
sama dengan pembuatan kurva standar total gula, tetapi 1 ml larutan gula standar diganti dengan 1 ml sampel. Kadar total gula sampel diperoleh dari persamaan kurva standar dengan sumbu y sebagai absorbansi dan sumbu x sebagai total gula (mg/ml).
Analisis Kadar Gula Pereduksi (Miller, 1959) Pada penentuan kadar gula pereduksi sampel diawali dengan pembuatan pereaksi DNS dengan cara melarutkan NaOH 10 g, K Na Tartarat 182 g, dan Na2SO4 0,5 g dalam 1.000 ml H2O steril kemudian diaduk dengan menggunakan stirrer tanpa proses pemanasan. Kemudian semua bahan yang telah tercampur rata ditambah dengan DNS 10 g sedikit demi sedikit dan diaduk hingga tercampur rata. Larutan standar sebesar 1 ml dimasukkan dalam tabung reaksi, di tambahkan 1 ml larutan DNS dan kemudian dihomogenkan menggunakan vortex. Larutan dipanaskan pada suhu 100 C dalam waktu 15 menit kemudian didinginkan selama 5 menit. Setelah larutan dingin kemudian diukur nilai absorbansi pada panjang gelombang 540 nm. Penentuan kadar gula pereduksi sampel sama dengan pembuatan kurva standar gula pereduksi, tetapi 1 ml larutan gula standar diganti dengan 1 ml sampel. Kadar gula pereduksi diperoleh dari persamaan kurva standar dengan sumbu y sebagai nilai absorbansi dan sumbu x sebagai kadar gula pereduksi (mg/ml). Adapun pembuatan kurva standar diperoleh dari pengukuran absorbansi glukosa standar pada berbagai konsentrasi.
Penentuan Derajat Polimerisasi (Thalagala et al., 2009)
Derajat Polimerisasi (DP) dihitung dari kadar total gula dibagi dengan kadar gula pereduksi.
Nilai derajat polimerisasi berhubungan dengan kadar total gula dan kadar gula pereduksi dari suatu bahan, dimana semakin besar kadar total gula dan semakin kecil kadar gula pereduksi yang diperoleh maka nilai DP akan semakin besar.
Nilai (DP) = Kadar Total Gula (mg) Kadar Gula Pereduksi (mg)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Total Gula
Nilai total gula menunjukkan jumlah karbohidrat yang terdapat dalam hidrolisat, baik dari senyawa reduktif dan senyawa non reduktif
167 (Marlida et al., 2014). Perhitungan nilai total gula ditentukan dengan metode fenol sulfat dengan prinsip fenol dan asam sulfat bereaksi dengan gula sederhana, oligosakarida, polisakarida dan turunannya sehingga menghasilkan warna jingga (Dubois et al., 1956).
Pada Gambar 1, menunjukkan grafik nilai total gula hasil hidrolisis kulit kopi dengan perlakuan perbedaan jenis dan konsentrasi asam.
Menurut Thalagala et al. (2009) hidrolisis polisakarida menggunakan pereaksi asam dengan konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % akan menghasilkan total gula yang semakin meningkat setiap kenaikan konsentrasi asam yang digunakan.
Lebih lanjut Harianja et al. (2015) melaporkan bahwa penggunaan asam kuat H2SO4 pada hidrolisis selulosa tongkol jagung optimal pada konsentrasi 30 %. Hidrolisis pada konsentrasi tersebut dapat menghasilkan gula sebesar 565,85 mg/L. Namun demikian, apabila konsentrasi ditingkatkan menjadi 40 % justru perolehan gula menurun menjadi 345,86 mg/L.
Hasil hidrolisis kulit kopi menggunakan pereaksi HCl dan H2SO4 (Gambar 1) menunjukkan nilai total gula yang semakin meningkat. Setiap kenaikan konsentrasi pereaksi asam yang digunakan, pereaksi HCl menghasilkan nilai total gula yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai total gula menggunakan pereaksi H2SO4 dari berbagai konsentrasi. Pereaksi HCl dengan konsentrasi 30 % memiliki kandungan total gula paling tinggi yaitu 20,85±0,49 % dan paling rendah pada konsentrasi 10 % yaitu 12,58±0,41 %.
Sedangkan pada pereaksi H2SO4 total gula
tertinggi pada konsentrasi 30 % yaitu 17,53±0,43
% dan terendah pada konsentrasi 10 % yaitu 10,44±0,39 %.
Pereaksi HCl menghasilkan kadar total gula lebih tinggi dibandingkan dengan pereaksi H2SO4, dikarenakan HCl merupakan salah satu asam kuat yang memiliki sifat cepat menguap jika dipanaskan, sehingga proses hidrolisis dapat lebih mudah untuk dilakukan. Hidrolisis kulit kopi dengan menggunakan pereaksi HCl dan suhu tinggi akan dapat merusak ikatan polisakarida yang di dalam bahan dan dipotong secara acak menjadi bagian yang lebih kecil, sehingga jumlah polisakarida yang terhirolisis lebih banyak dan jumlah gula reduksi serta total gula yang terdapat dalam hidrolisat semakin tinggi (Dewi et al., 2018).
Menurut penelitian Saleh et al. (2016) penggunaan HCL pada hidrolisis bonggol pisang akan berperan sebagai katalisator hidrolisis karena HCl merupakan asam kuat yang bersifat monoprotik, dimana proses pembentukan H+ terjadi dalam 1 tahap, sehingga reaksi hidrolisis yang berlangsung relatif lebih cepat dibandingkan dengan H2SO4.
Kadar Gula Pereduksi
Gula pereduksi adalah golongan gula (karbohidrat) yang mampu mereduksi senyawa penerima elektron, ujung dari suatu gula pereduksi terdapat gugus aldehid atau keton bebas. Beberapa monosakarida yang termasuk dalam gula pereduksi diantaranya glukosa, xilosa, fruktosa, dan galaktosa (Almatsier, 2002).
Gambar 1 Pengaruh jenis dan konsentrasi asam terhadap total gula hasil hidrolisis kulit kopi 10,44
15,12
17,53 12,58
16,28
20,85
0 5 10 15 20 25
10% 20% 30%
Kadar Total Gula (%)
Konsentrasi Pereaksi
H2SO4 HCl
168
Gambar 2 Pengaruh jenis dan konsentrasi asam terhadap gula pereduksi hasil hidrolisis kulit kopi
Pada Gambar 2 menunjukkan hasil analisis gula pereduksi kulit kopi setelah mengalami proses hidrolisis secara asam. Proses hidrolisis dengan menggunakan pereaksi H2SO4 dan HCl mengalami peningkatan hasil gula pereduksi seiring dengan bertambahnya konsentrasi pereaksi yang digunakan yaitu 10 %, 20 %, dan 30 %. Gula pereduksi yang dihasilkan dari proses hidrolisis menggunakan pereaksi H2SO4 dengan konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % secara berturut-turut yaitu 8,14±0,09 %, 12,90±0,08 %, dan 15,24±0,10 %.
Kondisi dan hasil tersebut sama dengan proses yang menggunakan pereaksi HCl, gula pereduksi yang dihasilkan dengan konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % secara berturut-turut yaitu 11,12±0,08
%, 15,15±0,10 %, dan 17,28±0,03 %.
Berdasarakan data pada Gambar 2 dapat diketahui bahwa proses hidrolisis dengan menggunakan pereaksi HCl memiliki kadar gula pereduksi lebih tinggi pada seluruh konsentrasi, dibandingkan dengan hasil gula pereduksi menggunakan pereaksi H2SO4. Hal ini menunjukkan bahwa pereaksi HCl memiliki kemampuan menghidrolisis selulosa dan hemiselulosa lebih baik daripada pereaksi H2SO4. Berdasarkan Aniriani et al. (2018), menunjukkan bahwa hidrolisis asam pada Jerami dengan menggunakan pereaksi HCl dapat menghasilkan gula pereduksi yang yang lebih tinggi, dibandingkan dengan gula pereduksi hasil hidrolisis dengan menggunakan pereaksi H2SO4.
Tingginya kadar gula pereduksi menunjukan potensi bahan lignoselulosa khususnya selulosa dan hemiselulosa dijadikan bahan baku produk kaya gula, karena selulosa dan hemiselulosa merupakan komponen utama yang akan dihirolisis untuk menghasilkan glukosa dan xilosa (Stenberg, 1999). Peningkatan kadar gula pereduksi merupakan tujuan utama dari perlakuan hidrolisis pada biomassa sumber lignoselulosa sebagai bahan baku produk kaya gula.
Derajat Polimerisasi
Derajat polimerisasi (DP) mengindikasikan pendek atau panjangnya ukuran rantai molekul polimer selulosa dan merupakan rasio dari berat molekul selulosa atau berat molekul dalam satu unit glukosa (Fatriasari et al., 2019). Penurunan nilai DP mengindikasikan rantai polisakarida yang ada telah terurai menjadi struktur oligosakarida ataupun monosakarida yang ditunjukkan dengan kenaikan nilai total gula. DP dapat dihitung dari kadar total gula dibagi kadar gula pereduksi (Thalagala et al., 2009).
Pada Gambar 3 dapat dilihat bahwa nilai DP hasil hidrolisis asam kulit kopi dari konsentrasi 10-30 % berkisar antara 1,07±0,01 hingga 1,28±0,28. Nilai tersebut tidak terlalu jauh jika dibandingkan dengan hidrolisis asam dengan konsentrasi 10-30 % pada kayu yang memiliki nilai DP berkisar antara 1-2 (Fatriasari et al., 2019).
8,14
12.90
15,24 11,12
15,15
17,28
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20
10% 20% 30%
Kadar Gula Pereduksi (%)
Konsentrasi Pereaksi
H2SO4 HCl
169
Gambar 3 Pengaruh jenis dan konsentrasi asam terhadap derajat polimerisasi hasil hidrolisis kulit kopi
Hasil hidrolisis asam dengan menggunakan pereaksi H2SO4 dan HCl dengan konsentrasi 10 %, 20 %, dan 30 % memiliki nilai DP yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya konsentrasi pereaksi yang digunakan, hal tersebut disebabkan karena nilai total gula dan gula pereduksi yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi pereaksi yang digunakan.
Menurut Yeni et al. (2018) tingginya nilai DP dipengaruhi oleh kadar total gula dan gula pereduksi, nilai kadar gula pereduksi yang semakin tinggi menyebabkan penurunan nilai DP.
Nilai total gula juga menunjukkan seluruh rantai glikan yang terbaca dalam analisis baik dalam bentuk monosakarida, disakarida maupun oligosakarida. Menurut Sunarti dan Richana (2007) nilai DP yang diperoleh dari hidrolisis enzimatis pada tongkol jangung berkisar antara 14,8-62, sehingga hidrolisis asam lebih efektif dalam pemecahan polisakarida menjadi unit lebih sederhana dibandingkan dengan hidrolisis enzimatis.
KESIMPULAN
Proses hidrolisis asam kulit kopi robusta dengan menggunakan pereaksi HCl menghasilkan kadar gula pereduksi lebih tinggi dibandingkan pereaksi H2SO4. Konsentrasi pereaksi HCl yang paling tepat adalah 30 % dengan kadar total gula, gula pereduksi, dan derajat polimerisasi yang diperoleh yaitu sebesar 20,85±0,49 %, 17,28±0,03
%, dan 1,21±0,015. Hidrolisis asam pada penelitian ini masih belum optimal, karena gula pereduksi yang dihasilkan masih rendah. Oleh karena itu, diperlukan pengkajian lebih lanjut
mengenai perbedaan suhu, waktu hidrolisis, dan perlakuan pendahuluan pada bahan baku.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Universitas Muhammadiyah Jember yang telah mendanai penelitian ini serta seluruh pihak yang telah mendukung dan membantu dalam kegiatan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi.
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Aniriani, G.W., Apriliani, N.F., Sulistiono, E.
2018. Hidrolisis Polisakarida Xilan Jerami Menggunakan Larutan Asam Kuat untuk Bahan Dasar Produksi Bioetanol. Jurnal Ilmiah Sains 18, 113-117.
Dewi, N.K.A., Hartiati, A., Harsojuwono, B.A.
2018. Pengaruh Suhu dan Jenis Asam pada Hidrolisis Pati Ubi Talas (Colocasia esculenta L. Schott) terhadap Karakteristik Glukosa. Jurnal Rekayasa Dan Manajemen Agroindustri 6, 307-315.
Dubois, M., Gilles, K.A., Hamilton, J.K., Rebers, P.A., Smith, F. 1956. Colorimetric Method for Determination of Sugars and Related Substances. Analytical Chemistry 28, 350–
356.
Fatriasari, W., Masruchin, N., Hermiati, E. 2019.
Selulosa Karakteristik dan Pemanfaatannya. LIPI Press, Jakarta.
Harianja, J.W., Idiawati, N., Rudiyansyah. 2015.
Optimasi Jenis dan Konsentrasi Asam Pada 1,28
1,17 1,15 1,13
1,07
1,21
0,00 0,20 0,40 0,60 0,80 1,00 1,20 1,40
H2SO4 10 % H2SO4 20 % H2SO4 30% HCl 10% HCl 20% HCl 30%
Derajat Polimerisasi ( DP)
Jenis dan Konsentrasi Pereaksi
170 hidrolisis Selulosa dalam Tongkol Jagung.
Jurnal Kovalen 4, 66–71.
Loebis, E.H., Meutia, Y.R., Junaidi, L., Alamsyah, R. 2015. Proses Delignifikasi Limbah Pasar untuk Produksi Bioetanol Delignification Process of Market-place Waste for Bioethanol Production. Warta IHP/Journal of Agro-based Industry 32, 68–74.
Marlida, Y., Mirzah, Arief, S., Amru, K. 2014.
Produksi Glukosa Dari Batang Kelapa Sawit Melalui Proses Hidrolisis Secara Enzimatis Menggunakan Amilase Termostabil. Jurnal Riset Kimia 7, 194-200.
Miller, G.L. 1959. Use of Dinitrosalicylic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugar. Analytical Chemistry 31, 426–428.
Naufala, W.A., Pandebesie, E.S. 2015. Hidrolisis Eceng Gondok dan Sekam Padi untuk Menghasilkan Gula Reduksi sebagai Tahap Awal Produksi Bioetanol. Jurnal Teknik ITS 4, 109–113.
Pérez, J., Munoz-Dorado, J., de la Rubia, T., Martinez, J. 2002. Biodegradation and biological treatments of cellulose, hemicellulose and lignin : an overview 5, 53–63.
Rilek, N.M., Hidayat, N., Sugiarto, Y. 2017.
Hidrolisis Lignoselulosa Hasil Pretreatment Pelepah Sawit (Elaeis guineensis Jacq) menggunakan H2SO4 pada Produksi Bioetanol. Industria: Jurnal Teknologi dan Manajemen Agroindustri 6, 76–82.
Rizal, Hutomo, G.S., Rahim, A. 2016. Hidrolisis Selulosadari Bahan Pod Husk Kakao. e-J.
Agrotekbis 4, 702–711.
Saisa, Syabirana, M. 2018. Produksi Bioetanol Dari Limbah Kulit Kopi Menggunakan enzim. Serambi Engineering III, 271–278.
Saleh, H. A., Saokani, J., Rijal, S. 2016. Penentuan Nilai Kalor serta Pengaruh Asam Klorida (HCl) terhadap Kadar Bioetanol Bonggol Pisang (Musa paradisiacal) 4, 68–77.
Stenberg, K. 1999. Ethanol from softwood : Process development based on steam pretreatment and SSF. Lund.
Sub Direktorat Statistik Tanaman Perkebunan.
2020. Statistik Kopi Indonesia 2019. Badan Pusat Statistik, Jakarta.
Sunarti, T. C., Richana, N. 2007. Produksi Selulase oleh Trichoderma viride pada Media Tongkol Jagung dan Fraksi Selulosanya. Jurnal Pascapanen 4, 57–64.
Taherzadeh, M. J., Karimi, K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review.
BioResources 2, 472–499.
Thalagala, T.A.T.P., Kodama, S., Mishima, T., Isono, N., Furujyo, A., Kawasaki, Y., Hisamatsu, M. 2009. Study on a New Preparation of D-Glucose Rich Fractions from Various Lignocelluloses through a Two-step Extraction with Sulfuric Acid.
Journal of Applied Glycoscience 56, 1–6.
Widaningsih, R. 2020. Buku Outlook Komoditas Perkebunan Kopi. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Sekretariat Jenderal - Kementerian Pertanian, Jakarta.
Yeni, G., Silfia, S., Hermianti, W., Wahyuningsih, T. 2018. Pengaruh waktu hidrolisis dan konsentrasi HCl terhadap karakteristik pati termodifikasi dari bengkuang (Pachyrrhizus erosus). Jurnal Litbang Industri 8, 53–60.