• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB III LANDASAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

13

A. Konsep Dasar Sistem Pracetak

Konsep perencanaan bangunan tahan gempa pada masa kini merupakan hasil penelitian para pakar Selandia baru sejak tahun 1960, yaitu Park, Pauly dan Prestley. Konsep ini dikenal dengan konsep kapasitas yang secara prinsip struktur harus mengembangkan perilaku daktail sehingga dapat direncakan dengan beban gempa yang direduksi sesuai tingkat daktilitasnya. Konsep ini menghasilkan perencanaan yang ekonomis, namun perlu dilakukan pendetailan khusus pada sambungan yang direncanakan sebagai pemancar energi gempa (Park, 1968). Oleh karena itu masalah utama pada sistem pracetak adalah bagaimana mendesain sistem sambungan sehingga dapat berperilaku seperti sistem sambungan monolit.

Pada sistem pracetak, masalah sambungan harus memenuhi beberapa persyaratan berikut (Elliot, 2002)

1. Sambungan bertranslasi dalam batas tertentu pada titik kumpul umumnya terjadi deformasi geser yang signifikan dan timbulnya celah.

2. Sambungan mampu menahan beban sesuai perencanaan baik sebagai sistem secara keseluruhan maupun sebagai individual members.

3. Sambungan memiliki kekuatan dan kekakuan yang cukup agar berperilaku stabil dalam menahan beban.

4. Adanya penyimpangan baik dalam hal pemasangan maupun ukuran masing- masing elemen precast dengan batas toleransi 3 mm pada sambungan joint.

B. Balok Beton Bertulang

Beton tidak dapat digunakan sendiri pada balok karena sangat kecil kekuatan tariknya, dan karena sifat getasnya (sifat brittle). Retak-retak yang berakibat gagalnya struktur, dapat terjadi ketika balok beton mengalami lentur. Penambahan baja di dalam daerah tarik untuk membentuk balok beton bertulang dapat meningkatkan kekuatan sekaligus juga daktilitas. Elemen struktur beton bertulang menggabungkan sifat yang dimiliki oleh beton dan baja. Hubungan seperti;

Fy = 𝑀𝑦

𝐼 ... (3.1)

(2)

yang digunakan untuk analisis dan desain balok di dasarkan atas asumsi bahwa material tidak retak dan bersifat elastis linier. Kedua asumsi ini tidak sahih untuk penampang beton bertulang. Karena itu prosedur analisis dan desain didasarkan atas tinjauan langsung bahwa momen internal tahanan yang ada pada suatu penampang adalah mengimbangi momen eksternal yang ada.

Gambar 3.1 dan Gambar 3.2 menjelaskan tentang saat beban menyebabkan terjadinya lentur, maka deformasi akan terjadi. Daerah dibawah sumbu netral mengalami tarik. Beton diasumsikan telah retak di daerah ini dan gaya-gaya yang akan dipikul seluruhnya oleh baja. Retak-retak ini menjalar ke atas dan berakhir di tekan. Momen tahanan internal akan timbul pada balok tersebut untuk mengimbangi momen eksternal yang ada, yaitu dengan adanya kopel yang dibentuk oleh gaya tarik dari baja tulangan dan gaya tekan yang merupakan resultan dari beton tertekan. Jadi, di di dalam balok beton bertulang, hanya sebagian dari beton sajalah yang sebenarnya berpartisipasi dalam memikul beban. Baja dan beton secara rasional diangggap melekat satu sama lain dan mempunyai regangan yang sama di lokasi yang berdekatan.

Penambahan baja dalam bentuk U sering dilakukan untuk menanggulangi retak akibat geser. Gambar 3.1 (a) Tegangan pada beton di atas subu netral adalah tekan dan terdistribusi tidak linier. Di daerah tarik di bawah sumbu netral, beton di anggap retak dan gaya tarik yang ada diberikan oleh tulangan baja. Gambar 3.1 (b) Kurva tegangan regangan yang umum untuk beton. Gambar 3.1 (c) Analisis tegangan kerja, distribusi tegangan beton dianggap linier. Beban layan service load di pakai dalam perhitungan. Gambar 3.1 (d) Distribusi tegangan actual dekat kekuatan batas (tak linier). Gambar 3.1 (e) Analisis kekuatan batas, suatu balok tegangan segiempat digunakan untuk mengidealisasikan tegangan actual. Gambar 3.1 Balok beton bertulang T. Bentuk penampang menyebabkan tegangan di flens atas lebih kecil daripada di badan. Beton digunakan di bagian atas dan baja digunakan di bagian di mana dianggap telah retak.

(a) (b)

(3)

(c) (d) (e)

Gambar 3. 1 Balok beton bertulang (Schodek, 1999)

Gambar 3.2 Balok beton bertulang (Schodek, 1999)

C. Kolom Beton Bertulang

Kolom beton bertulang sulit untuk dianalisis dan didesain karena sifat komposit pada materialnya, keadaan rumit tegangan yang diakibatkan beban aksial dan lentur, serta karena beban aksial tekan yang menyebabkan terjadinya tekuk.

Jadi, hanya pembahasan umum tentang kolom beton bertulang yang dilakukan disini. Ada dua jenis kolom beton bertulang yang menarik: yang bertulang spiral yang biasanya berpenampang lingkaran dan yang bersengkang yang biasanya berpenampang persegi panjang. Spiral dan sengkang berfungsi memegang tulangan memanjang dan mencegah pemisah dan tekuk tulangan itu sendiri. Kolom yang bertulangan spiral mempunyai perilaku yang lebih diinginkan pada keadaan dekat gagal dan dalam memikul beban lateral, dibandingkan dengan yang bersengkang, meskipun yang disebut terakhir ini lebih murah dan mudah dibuat.

(4)

Perilaku yang berbeda ini diwujudkan dengan penggunaan harga-harga ƒ yang berbeda pada cara desain kekuatan batas.

D. Tegangan

Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya (F) atau reaksi dalam yang timbul per satuan luas (A). Apabila terjadi tegangan secara merata pada luasan (A) dan tegangan (S) bernilai konstan, maka persamaan yang digunakan menurut singer, 1995, Ilmu Kekuatan Bahan edisi ke 2, Erlangga, Jakarta, adalah.

Tegangan aksial σ = 𝐹𝑛

𝐴 ... (3.1) Keterangan:

F : besar gaya tekan/tarik (N) A : luas penampang (m2) σ : tegangan (N/m2 ) Tegangan Lentur σ = 𝑀.𝑦

𝐼 ... (3.2) Keterangan:

M : Momen lentur pada penampang

Y : Jarak dari sumbu netral ke tegangan normal σ : tegangan (N/m2 )

I : Momen Inersia (mm4) Tegangan Geser

σ = 𝑉.𝑄

𝐵.𝐼 ... (3.3) Keterangan:

V : Gaya geser (N)

Q : Momen pertama/statis momen (mm2) σ : tegangan (N/m2 )

I : Momen Inersia (mm4)

B : Lebar penampang balok (mm)

E. Regangan

Regangan adalah perubahan ukuran dari panjang awal sebagai hasil dari gaya yang menarik atau menekan pada material.

(5)

Apabila suatu spesimen struktur material diikat pada jepitan mesin penguji dan beban serta pertambahan panjang spesimen diamati serempak, maka dapat digambarkan pengamatan pada grafik dimana ordinat menyatakan beban dan absis menyatakan pertambahan panjang.

ε = (𝑙−𝑙𝑜)

𝑙𝑜 ... (3.4) Keterangan:

ε : Regangan

lo : Panjang akhir (mm) lo : panjang awal (mm)

F. Modulus Elastisitas

Selama gaya F yang bekerja pada benda elastis tidak melampaui batas elastisitasnya, maka perbandingan antara tegangan (σ) dengan regangan (ε) adalah konstan. Bilangan (konstanta) tersebut dinamakan modulus elastis atau modulus Young (E). Jadi, modulus elastis atau modulus Young merupakan perbandingan antara tegangan dengan regangan yang dialami oleh suatu benda. Secara matematis ditulis seperti berikut.

E = 𝜎

𝜀 ... (3.5) Keterangan:

E : modulus Young (N/m2 atau Pascall)

G. Hubungan Tegangan dan Regangan

Cara utama menjelaskan perubahan ukuran dan bentuk adalah dengan menggunakan konsep Regangan (𝜀). Secara umum regangan didefinisikan sebagai rasio (perbandingan) antara perubahan ukuran atau bentuk suatu elemen yang mengalami tegangan, terhadap ukuran atau bentuk semula (S) elemen Yaitu 𝜀 = 𝛥𝑆

𝑆 + 𝛥𝑆 ... (3.6) Karena merupakan perbandingan, regangan tidak mempunyai dimensi fasis. Ada hubungan umum antara regangan dan tegangan untuk material elastis yang pertama kali dinyatakan oleh Robert Hooke (1635 – 1703) dan dikenal dengan hokum hooke.

Hukum hooke ini menyatakan bahwa untuk benda elastis, perbandingan antara tegangan yang ada pada elemen terhadap regangan yang dihasilkan adalah konstan.

Jadi :

(6)

Regangan = 𝑃𝑒𝑟𝑡𝑎𝑚𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔

𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑆𝑒𝑚𝑢𝑙𝑎 atau 𝜀 = 𝛥𝐿

𝐿 ... (3.7) Besar konstanta ini merupakan salah satu sifat dari material dan, seperti telah disinggung diatas, biasanya disebut sebagai modulus elastisitas. Satuan untuk konstanta ini sama dengan satuan tegangan (yaitu gaya per satuan luas) karena regangan tidak mempunyai dimensi. Hubungan antara tegangan dan regangan di atas mengandung arti bahwa regangan pada suatu elemen struktur tergantung linier pada tegangan untuk taraf tegangan yang ada. Konstanta yang menghubungkan tegangan dan regangan (modulus elastisitas) ditentukan secara eksperimental.

Apabila elemen struktur mengalami gaya tarik murni, maka elemen struktur tersebut akan mengalami perpanjangan. Jika L menunjukan panjang semula, dan ΔL adalah perubahan panjang, maka regangan yang ada pada batang tersebut adalah Modulus Elastisitas = 𝑡𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛

𝑟𝑒𝑔𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 E = 𝜎

𝜀 ... (3.8) Seperti telah disebut di atas, regangan tidak mempunyai dimensi. Tetapi, kita dapat memandang regangan sebagai dasar deformasi per satuan panjang dengan pengertian ini, regangan dapat dipandang seolah-olah mempunyai dimensi mm/mm atau in/in.

Cara yang biasa dipakai untuk menentukan modulus elastisitas (E) material adalah dengan menggunakan suatu batang dari material tersebut, yang mempunyai panjang serta luas tertentu, kemudian diberi beban yang diketahui, dan mengukur besarnya perpanjangan ΔL. Karena tegangan yang ada dapat secara langsung dihitung dengan menggunakan hubungan

ƒ = 𝑃

𝐴 ... (3.9) dan regangan dapat diperoleh dari hubungan

𝜀 = 𝛥𝐿

𝐿 ... (3.10) maka modulus elastisitas material tersebut dapat ditentukan dengan menggunakan E = 𝑓

𝜀... (3.11) Nilai E untuk kayu dan beton bergantung pada karakteristik campuran beton atau mutu dan jenis kayu yang digunakan. Apabila nilainya telah diketahui, E dapat dipakai sebagai konstanta dalam memprediksi deformasi material yang mengalami deformasi akibat berbagai kondisi tegangan.

(7)

Batang yang diberi beban aksial akan mengalami perubahan elastis dalam dimensi lateral selain itu juga akan terjadi dalam arah longitudinal. Dimensi lateral batang berkurang apabila batang tersebut mengalami beban tarik, dan bertambah apabila batang tersebut mengalami beban tekan. Ada suatu konstanta di antara kedua perubahan lateral ini dengan yang terjadi dalam arahlongitudinal. Konstanta hubunganini biasanya disebut sebagai angka poisson (υ) yang didefinisikan υ =− 𝜀y

𝜀x ... (3.12) untuk baja, angka poisson ini adalah sekitar 0,3

Gambar 3.3 (a) batang yang dibebani aksial : gaya tarik yang diberikan menyebabkan perpanjangan aksial yang besarnya tergantung pada luas penampang panjang batang, jenis material dan besar gaya tarik. Gambar 3.3 (b) Perilaku elastis : untuk batang yang terbuat dari “material elastis linier” (misalnya baja), besar deformasi yang terjadi sebanding dengan besar beban, hubungan elastis ini tetap berlaku sampai bebanya cukup besar untuk menghancurkan material. Gambar 3.3 (a) Regangan pada batang tarik : regangan adalah besar deformasi per satuan panjang yang terjadi pada batang yang dibebani. Gambar 3.4 (b) Hubungan antara tegangan dan regangan : pada material elastis linier, ada konstanta yang menghuungkan besar tegangan dan regangan, yaitu tegangan regangan = konstanta

= modulus elastisitas ( E ).

Gambar 3.5 menjelaskan bahwa beberapa material, seperti alumunium, tidak menunjukan limit proporsional yang jelas. Bahkan material lain, seperti besi tuang, tidak menunjukan deformasi plastis sama sekali. Dengan demikian, material yng berbeda akan menunjukan perilaku yang berbeda-beda terhadap beban

(a) (b)

Gambar 3.3 (a) ; (b) Tegangan, regangan, dan Perpanjangan pada batang yanng mengalami gaya tarik murni (Schodek, 1999)

(8)

(a) (b)

gambar 3.4 (a) regangan pada batang tarik ; (b) Hubungan antara tegangan regangan,

konstanta dan modulus elastisitas (Schodek, 1999).

Gambar 3.5 Diagram tegangan-regangan untuk berbagai material (Schodek, 1999)

Gambar 3.6 Pengukuran kekuatan (Strength) (Hastomo, 2009)

(9)

H. Sambungan Lewatan Baja Tulangan

Salah satu dasar anggapan yang digunakan dalam perencanaan dan analisis struktur beton ialah bahwa batang tulangan baja dengan beton yang mengelilinginya berlangsung sempurna tanpa terjadi pergelinciran atau pergeseran (perfect bond). Berdasarkan atas anggapan tersebut dan juga sebagai akibat lebih lanjut, pada saat komponen struktur beton bertulang bekerja menahan beban akan timbul tegangan lekat yang berupa shear interlock pada permukaan singgung antara batang tulangan dengan beton. Untuk balok struktur yang menahan beban momen lentur misalnya, tegangan lekat timbul setara dengan variasi perubahan nilai momen lentur yang ditahan sepanjang balok. Dengan berubahnya nilai momen nilai lentur mengakibatkan berlangsungnya suatu interksi longitudinal antara baja dan beton sehingga besar tegangan Tarik yang harus ditahan juga menyesuaikan disepanjang batang tulangan baja Tarik. Dengan demikian maka upaya untuk menjamin tercapainya lekatan kuat adalah dengan memperhitungkan efek penambahan atau penjangkaran atau ujung-ujung batang tulangan baja didalam beton. Penambahan atau penjangkaran ujung batang tulangan baja akan berlangsung dengan baik apabila batang tulangan tersebut tertanam kokoh di dalam beton pada jarak kedalaman tertentu yang disebut sebagai panjang penyaluran batang tulangan baja.

Terbatasnya panjang batang tulangan baja yang tersedia dipasaran pada umumnya maka dalam pelaksanaan penulangan pekerjaan beton bertulang diperlukan sistem penyambungan baja tulangan. Sambungan baja tulangan berfungsi untuk mentransfer gaya antar baja tulangan. Gaya yang terjadi pada tulangan satu diteruskan ke tulangan yang lain ditunjukan pada gambar.

I. Sistem Sambungan Pracetak

Terdapat ebberapa sistem pracetak yang digunakan dan diterapkan di Indonesia, antara lain :

1. Sistem Pracetak C-Plus

Sistem Pracetak struktur ini memiliki konsep struktur pracetak rangka terbuka, komponen kolom plus dan balok persegi dengan stek tulangan yang berulir.

(10)

Sistem sambungan mekanis balok dan kolom, plat baja berlubang dengan mur.

Gambar 3.7 Sistem sambungan C-Plus (Puslitbang, 2010) 2. Sistem Brespaka

Bresphaka adalah suatu rekayasa konstruksi gedung dengan sistem struktur pracetak model open frame yang terdiri dari elemen pracetak kolom, balok, lantai, dinding, tangga dan elemen lainnya, dengan penggunaan bahan beton ringan atau beton normal atau kombinasi keduanya. Sistem ini bersifat rangka terbuka bentuk sesuai dengan model dan perhitungan struktur, bersifat daktail penuh, perencanaan mempertimbangkan shear control dan ditumpu dengan perletakanpada kondisi beban pelaksanaan. Kelebihan sistem brespaka ini dibuat dengan mutu tinggi untuk memperkecil dimensi struktur, adanya efisiensi biya karena produktivitas tenaga kerja tinggi.

Gambar 3.8 Sistem sambungan Brespaka (Puslitbang, 2010)

(11)

3. Sistem Pracetak KML (Kolom Multi Lantai)

Sistim KML adalah Sistim beton pracetak yang memberikan percepatan pelaksanaan, karena komponen precast kolom dapat dicetak dan dierection langsung untuk 2 - 5 lantai, sehingga dapat menghemat waktu dalam pelaksanaan erection komponen kolom. Sistem ini menjamin ketegakan as kolom, integritas antar komponen struktur lebih bik karena joint kolom- balok-slab yang cukup monolit, tulangan kolom atas maupun bawah dapat dibuat menerus.

Gambar 3.9 Sistem sambungan KML (Puslitbang, 2010) 4. Sistem Struktur Pracetak JEDDS (Joint Elemen Dengan Dua Simpul)

Konsep dari sistem ini adalah penanaman “DUA SIMPUL”, simpul pertama yaitu transfer gaya antar balok melalui besi tulangan yang diikat pada kuping strand dengan plat baja, simpul kedua yaitu lilitan lilitan strand.

Perkuatan tambahan joint dengan besi tulangan dan begel.

Gambar 3.10 Sistem sambungan JEDDS (Puslitbang, 2010)

(12)

5. Sistem Struktur Pracetak Adhi BCS (Beam Column System)

Sistem ini menggunakan kecepatan pada saat pemasangan antar kolom, dengan menggunakan sambungan strand. Keunggulan sistem ini terletak pada perencanaan struktur elemen dan kepraktisannya.

Gambar 3.11 Sistem sambungan Adhi BCS (Puslitbang, 2010)

J. Gaya Pada Elemen Struktur

Gaya Tarik mempunyai kecenderungan untuk menarik elemen hingga putus. Kekuatan elemen tarik tergantung pada luas penampang elemen dan material yang digunakan. Elemen yang mengalami tarik dapat mempunyai kekuatan tinggi, misalnya pada kabel yang digunakan untuk struktur terbentang panjang. Kekuatan elemen tarik umumnya tergantung pada panjangnya. Tegangan tarik terdistribusi merata pada penampang elemen (tegangan = gaya / luas).

Gaya tekan cenderung untuk menyebabkan hancur atau tekuk pada elemen.

Elemen yang pendek cenderung hancur, dan mempunyai kekuatan relative setara dengan kekuatan elemen tersebut apabila mengalami tarik. Sebaliknya, kapasitas pikul beban elemen tekan panjang semakin kecil untuk elemen yang semakin panjang. Elemen tekan panjang dapat menjadi tidak stabil dan dapat secara tiba-tiba menekuk pada taraf beban kritis. Kestabilan tiba-tiba yang menyebabkan elemen tidak dapat memikul beban tambahan sedikitpun, bisa terjadi tanpa terjadi kelebihan tegangan pada material. Fenomena ini disebut tekuk (bukling). Karena adanya fenomena tekuk ini, elemen tekan panjang tidak dapat memikul beban yang sangat besar.

(13)

Gambar 3.12 Tekan, Tarik, Lentur Geser, Torsi, Tumpu, dan Defleksi (Schodek, 1999)

Gaya Lentur adalah keadaan gaya kompleks yang berkaitan dengan melenturnya elemen (biasanya elemen tersebut adalah balok) sebagai akibat dari adanya beban transversal. Aksi lentur menyebabkan serat-serat pada satu muka elemen memanjang, mengalami tarik, dan serat pada muka lainnya mengalami tekan. Jadi, baik tarik maupun tekan terjadi pada satu penampang yang sama.

Tegangan tarik dan tekan ini bekerja dalam arah tegak lurus permukaan penampang. Kekuatan elemen yang mengalami lentur tergantung pada distibusi material pada penampang, juga jenis material. Sebagai respon atas adanya lentur, penampang mempunyai bentuk-bentuk khusus, misalnya profil sayap lebar dari baja, atau penampang beton bertulang (yang menggunakan tulangan baja sebagai pemikul tarik).

Gaya Geser adalah gaya yang berkaitan dengan aksi gaya-gaya berlawanan arah yang menyebabkan satu bagian struktur tergelincir terhadap bagian didekatnya.

Tegangan akan timbul (disebut tegangan geser) dalam arah tangensial permukaan tergelincir. Tegangan geser umumnya terjadi pada balok. Torsi adalah punter. Baik tegangan tekan maupun tarik pada lemen yang mengalami torsi.

Tegangan Tumpu terjadi antara bidang muka dua elemen apabila gaya-gaya disalurkan dari satu elemen ke elemen lainnya. Sebagai contoh, tegangan tumpu pada ujung-ujung balok yang terletak di atas dinding atau kolom.

(14)

Tegangan-tegangan yang terjadi mempunyai arah tegak lurus permukaan elemen.

Defleksi yang diakibatkan beban pada elemen harus dibatasi pada taraf yang diijinkan. Tegangan dan interaksi tegangan dapat saja terjadi pada elemen struktur.

K. Kekuatan Luluh (Yield Strength)

Kekuatan luluh adalah harga tegangan terendah dimana material mulai mengalami deformasi plastis. Deformasi plastis adalah perubahan bentuk material secara permanen jika bebannya di lepas. Kekuatan luluh ditetapkan sebagai harga tegangan yang jika dilepas akan menghasilkan perpanjangan yang tetap sebesar 0,2% panjang semula.

Suatu material yang kuat memerlukan beban tinggi untuk mengubah bentuknya secara permanen atau pecah untuk menjadi tidak rusak dengan suatu material kaku, yang memerlukan beban tinggi untuk secara elastis mengubah bentuk itu. Untuk batang-batang rel, polymers, kayu da komposit, "kekuatan" pada tabel pemilihan mengacu pada pembebanan dalam tegangan sebagai kegagalan adalah oleh.

keluluhan. Untuk material rapuh (keramik), kegagalan dalam tarikan adalah oleh retak, dan " kekuatan-tarik" sangat bervariasi. " Kekuatan" pada tabel pemilihan selanjutnya adalah " kekuatan penekanan" (yang memerlukan suatu beban jauh lebih tinggi).

Kekuatan spesifik adalah kekuatan dibagi oleh kepadatan. Banyak komponen rancang-bangun dirancang untuk menghindari kegagalan oleh keluluhan atau pematahan (keran, sepeda, kebanyakan bagian-bagian dari kereta, mobil, penekan kapal). Dalam aplikasi struktural, material rapuh hampir selalu digunakan di dalam tegangan (contoh: batu bata, batu dan beton untuk jembatan dan bangunan). Di dalam aplikasi pengangkutan (contoh: pesawat udara, sepeda balap) kekuatan tinggi diperlukan pada berat/beban rendah. Di dalam kasus material ini dengan suatu besar " kekuatan spesifik" terbaik.

Dua pengukuran kekuatan digambarkan, kekuatan luluh dan kekuatan tarik puncek.

L. Disipasi Energi

Kapasitas disipasi energi merupakan parameter yang penting untuk struktur yang direncanakan dengan beban gempa dengan periode ulang yang lama.

(15)

Pada struktur yang mendapat beban lateral statik nilai disipasi energi untuk satu siklus (Ei) dapat dihitung dari luas area grafik hubungan beban dengan lendutan seperti pada gambar 3.13. disipasi energi total :

Untuk tujuan perbandingan nilai disipasi energi total dapat diformulasikan dengan persamaan berikut :

𝐸 𝑁 = 𝐸𝑖

𝐻 𝑚𝑎𝑘𝑠 𝛥𝑦 ... (3.13) Keterangan:

E total =  Ei

N = Jumlah siklus Selama pengujian EN = Disipasi energi yang dinormalisasi H maks = Beban lateral maksimum

Gamar 3.13 Aturan trapesium dengan banyak pias (Sudjati, 2007) Luas area (A) dihitung dengan persamaan berikut :

𝐴 = 𝛥𝑥f (xi)+𝑓 (𝑥𝑖−1)

2 ... (3.14) Keterangan:

𝛥𝑥 = Pertambahan panjang

A = Luas area (mm)

F (x) = Persamaan matriks

(16)

M. Kekakuan

Untuk struktur yang mengalami beban statik kekakuan ditetapkan sebagai kemiringan garis yang menghubungkan puncak-puncak beban maksimum arah positif dan negatif dari kurva beban dan defleksi.

K = 𝑃𝑦

𝛥𝛿 ... (3.15) Keterangan:

𝐾 = Kekakuan (N/mm)

Py = Beban yield (N) Δδ = Lendutan yield (mm)

N. Daktilitas

Daktilitas adalah kemampuan struktur atau komponene struktur untuk mengalami deformasi inelastic bolak-balik berulang setelah leleh pertama, sambil mempertahankan kekuatan dan kekakuan yang cukup untuk mendukung bebannya, sehingga struktur tetap berdiri walaupun sudah retak/rusak dan diambang keruntuhan.

µ =𝜀𝑢

𝜀𝑦 ... (3.16) Dengan u = Daktilitas struktur

𝜀𝑢 = Regangan ultimite

𝜀𝑦 = Regangan yield

O. Pembebanan Statik

Beban statik adalah beban yang bekerja pada suatu struktur dengan intensitas yang tetap, tempat yang tetap, dan arah/garis kerja yang tetap. Analisis beban statik merupakan penyederhanaan analisis dinamik suatu struktur yang dilanda gempa dengan menggunakan gaya lateral. Pembebanan statil yang dilakukan mengacu statik load test ASTM E 564-00 2003.

Pembebanan statik umumnya dapat dibagi menjadi beban mati, beban hidup dan beban akibat penurunan efek ternal.

Beban Mati adalah beban-beban yang bekerja vertikal ke bawah pada struktur dan mempunyai karakteristik bangunan, seperti misalnya penutup lantai,

(17)

alat mekanis, partisi yang dapat dipindahkan, adalah beban mati. Berat eksak elemen-elemen ini pada umumnya diketahui atau dapat dengan mudah ditentukan dengan derajat ketelitian cukup tinggi. Semua metode untuk menghitung beban mati suatu elemen adalah didasarkan atas peninjauaan berat satuan material yang terlihat dan berdasarkan velume lemen tersebut. bereat satuan (unit weight) material secara empiris telah ditentukan dan telah banyak dicantumkan tabelnya pada sejumlah sumber untuk mempermudah perhitungan beban mati. Volume suatu material biasanya dapat dihitung. Informasi mengenai berat satuan berbagai material yang sering digunakan pada bangunan untuk perhitungan beban mati dicantumkan berikut ini.

Tabel 3.1 Berat satuan rata-rata berbagai material (Schodek, 1999)

Material Lb / ft3 Kg / m3

Logam

Alumunium, tuang 165 2643

Tembaga, tuang 556 8907

Timbal 710 11374

Baja, giling 490 7849

Beton

Polos 144 2307

Ringan 75 – 100 1201 – 1762

Bertulang 150 2402

Brick (bata) 100 – 130 1602 – 2083

Gelas, plat 161 2579

Bumi

Lempung, kering 63 1009

Lempung, lembab 110 1762

Bumi, kering 75 – 95 1201 – 1521

Bumi, basah 80 – 100 1281 - 1602

Beban hidup adalah beban-beban yang bisa ada atau tidak ada pada struktur untuk suatu waktu yang diberikan. Meskipun dapat berpindah-pindah, beban hidup masih dapat dikatakan bekerja secara perlahan-lahan pada struktur.

(18)

Beban penggunaan (occupancy loads) adalah beban hidup. Yang termasuk kedalam beban penggunaan adalah berat manusia, perabot, barang yang disimpan dan sebagainya. Beban salju juga termasuk ke dalam beban hidup, semua beban hidup mempunyai karakteristik dapat berpindah atau dapat bergerak, secara umum beban ini bekerja dengan arah vertikal ke bawah. Tetapi kadang-kadang dapat berarah horizontal.

P. Program Komputer untuk Simulasi Keruntuhan

Analisa struktur dengan metode matriks kekakuan merupakan versi awal metode elemen hingga yang menjadi andalan untuk digunakan bersama dengan komputer. Dasar teori penyelesaian statik yang digunakan metode matriks kekakuan adalah persamaan keseimbangan struktur yang dapat ditulis dalam bentuk matriks sebagai berikut [K]{ δ }= { F} ... (3.16) Formulasi persamaan keseimbangan memperlihatkan bahwa besarnya deformasi {δ} berbanding lurus dengan gaya{F}yang diberikan, di mana matriks [K] adalah sesuatu yang menghubungkan perpindahan (deformasi) dan beban.

Lebih tepatnya lagi, matriks [K] adalah besarnya gaya yang diperlukan untuk menghasilkan perpindahan (deformasi) satu satuan.

Kondisi di atas menunjukkan bahwa jenis analisa struktur yang digunakan adalah elastik linier hingga perlu diingat batasan-batasannya sebagai berikut :

1. Lendutan struktur relatif kecil sehingga dapat dianggap kondisi geometri struktur sebelum dan sesudah pembebanan tidak ada perubahan.

2. Material yang digunakan pada struktur masih berperilaku elastis-linier.

Kedua kondisi tersebut merupakan prinsip yang dipakai juga untuk analisa struktur klasik untuk mengevaluasi gaya-gaya yang bekerja pada struktur sebagai dasar dalam perencanaan struktur pada umumnya, dan hanya valid jika digunakan untuk mengetahui perilaku struktur pada beban layan. Sedangkan jika diperlukan simulasi keruntuhan bangunan maka diperlukan analisis yang mampu mencakup daerah in-elastis non-linier, yang sumber penyebabnya pada rekayasa mekanik ada tiga, yaitu

a) Geometri non-linier.

b) Material non-linier.

c) Problem kontak, sebagaimana diperlihatkan pada Gambar 3.14

(19)

Gambar 3.14. (a) Geometri non-linier; (b) perilaku tegangan regangan material non-linier; (c) Problem gap atau kontak pada Rekayasa Mekanik (Cook et. Al,

2002)

Masalah menjadi non-linier karena kekakuan [K] dan atau beban {F}

merupakan fungsi dari lendutan {δ} atau deformasi. Jika persamaan [K ] { δ }=

{F} bersifat non-linier maka prinsip super-posisi tidak bisa diterapkan. Jadi hasilnya tidak bisa dilakukan proporsional terhadap beban atau super-posisi dengan kasus beban yang lain. Setiap kasus beban yang berbeda memerlukan analisis yang tersendiri, urutan pembebanan juga berpengaruh karena hasilnya bisa berbeda.

Solusi persamaan non-linier memerlukan strategi-strategi penyelesaian khusus, karena tiap-tiap strategi penyelesaian hanya cocok untuk kasus-kasus non- linier tertentu, dengan kata lain tidak ada satu strategi ampuh yang dapat menyelesaikan semua persoalan non-linier (general closed form solution). Kondisi di atas menyebabkan penyelesaian kasus non-linier memerlukan pemahaman yang mendalam dan hati-hati. Adapun hasilnya biasanya bukan merupakan satu angka tunggal tetapi bisa berupa kurva perilaku struktur (kurva gaya-lendutan) terhadap suatu tahapan beban yang diberikan.

Q. Metode Elemen Hingga

Metode matriks peralihan yang dimana titik nodalnya didefinisikan biasanya di pertemuan elemen-elemennya dan koefisien kekakuaan secara konseptual mudah didefinisikan.

(20)

Masalah kontinum, seperti pada analisis cangkang tipis, teknik elemen hingga banyak dan mudah digunakan. Dalam model elemen hingga, kontinum diganti dengan jaring tersebut “Jaring Elemen Hingga”. Elemen-elemen ini dipandang terhubung satu sama lain di titik-titik yang disebut titik-titik nodal (biasanya dipojok dan kadang-kadang di tepi). Beban dipermukaan dikonversikan menjadi beban titik nodal. Model struktur ini digunakan untuk menghasilkan gaya dan peralihan. Model yang digunakan ini didasarkan atas berbagai prinsip energi.

Model elemen hingga menghasilkan solusi eksak pada kondisi tertentu, tergantung pada sifat masalah dan karakteristik elemen yang digunakan. Program computer analisis struktur untuk rangka batang dan rangka sebenarnya adalah program elemen hingga, di mana matriks kekakuaan diformulasikan menurut teori eksak. Akan tetapi, untuk kebanyakan masalah, model elemen hingga hanya merupakan pendekatan dari kontinum dan tentunya harus ada asumsi lain dalam formulasi kekakuaan atau bentuk deformasi. Penggunaan asumsi peralihan yang cocok merupakan bagian penting dari formulasi elemen hingga untuk masalah kompleks.

Program analisis telah banyak dikembangkan, baik untuk rangka maupun masalah dua dimensi. Karena metode ini berupa pendekatan, maka penggunanya harus benar-benar hati-hati dengan memperhatikan asumsi yang ada dan perlu ditekankan bahwa program elemen hingga tidak selalu merupakan akhir analisis struktural.

1. Model Konstitutif Beton Bertulang Non Linear

ABAQUS menyediakan dua model untuk perilaku beton non-linier, smeared cracking dan concrete demage plasticity. Model smeared cracking berdasarkan pada formula kegagalan elastic dan umumnya diterapkan pada struktur denga pebebanan monotonic hal ini berkaitan dengan statik, model ini dapat menfasilitasi penelitian ini. Sedangkan concrete demage plasticity model yang lebih tepat digunakan untuk struktur yang mengalami model siklik. Hal yang paling membedakan antara demage plasticity dan smeared cracking adalah kemmapuannya untuk mendefinisikan degradasi tekan dan Tarik.

(21)

2. Permodelan Elemen Hingga ABAQUS 6.7.1

ABAQUS merupakan program komputer berbasis elemen hingga untuk menganalisis berbagai macam permasalahan non-linier termasuk beton bertulang. Kemampuan program ini tidak diragukan lagi karena mampu untuk melakukan meshing dengan akurat dengan berbagai pilihan model elemen agar dapat semakin mendekati dengan kondisi sebenarnya serta mampu melakukan analisis dinamik maupun statik loading. ABAQUS memberikan solusi berbagai persamaan konstutif untuk menyelesaikan permasalahan non-linier sehingga memudahkan pengguna untuk memilih solusi yang tepat untuk model yang akan dianalisis.

Konsistensi ABAQUS dalam pengembangan software memberikan kemajuan dalam ketepatan permodelan material, geometri dan model pembebeanan sehingga bisa semakin memperoleh hasil yang eksak dan mendekati kondisis nyata. Dalam pemodelan, ABAQUS memberikan banyak pilihan model yang dapat digunakan. Pengguna dapat memilih model sesuai geometri, material, perilaku benda uji yang akan dimodelkam.

Gambar 3.16 menunjukan beberapa bentuk model yang akan dipilih secara langsung dengan menggunakan program ABAQUS.

Gambar 3.15 Macam-macam model elemen (ABAQUS Manual)

(22)

a. Model Beton

Dalam pemodelannya, beton dimodelkan sebagai three-dimentional solid part/continuum element. Pertimbangan adalah three-dimensional model akan memeberikan kemungkinan untuk menggunakan kondisi batas yang lebih kompleks dan diharap lebih mendekati kondisi aktual sebenarnya dari benda uji. Tipe elemen ini memiliki delapan titik dengan tiga derajat kebebasan pada tiap titiknya dan translasinya pada arah x, y, dan z. elemen ini mampu untuk melakukan deformasi, retak pada tiga arah sumbu orthogonal dan kemudian hancur. Geometri dan posisi titik dapat dilihat pada gambar 3.17 berikut.

Gambar 3.16 three dimensional element (Software ABAQUS 6.11- 2)

b. Model Baja tulangan dan Plat

Model truss disediakan pada ABAQUS untuk memodelkan baja tulangan. Diperlukan minimal dua titik untuk dapat menggunakan elemen ini. Tiap titiknya memliki tiga derajat kebebasan dan translasinya pada arah x, y, z. elemen ini memiliki kemampuan untuk mengalami deformasi statis dan plastis.

(23)

Gambar 3.17 Truss element (Software ABAQUS 6.11-2) c. Modul Part

Modul Part adalah bagian dari modul yang akan digunakan untuk menggambar benda yang akan disimulasikan didalam ABAQUS 6.11-2. Modul part menyediakan menu tool bar yang berfungsi untuk melakukan modifikasi benda maupun bentuk sesuai dengan model yang akan kita buat.

d. Modul Property

Modul Property berfungsi untuk memasukaan sifat mekanis bahan, jenis material, kekuatan bahan dan spesifikasi teknis dari material yang akan dianalisis. Modul property ini sangat penting sebelum kita masuk melangkah berikutnya, karena property dari material harus diberikan sebelum kita melakukan proses assembly.

e. Modul Assembly

Assembly adalah menyusun bagian-bagian komponen (instance part) yang akan dibuat menjadi satu kesatuan model sehingga memungkinkan untuk dilakukan analisis numerik.

f. Modul step

Step Berfungsi untuk menentukan urutan langkah-langkah yang mana akan didefinisikan seagai letak pemberian beban atau kecepetan. Modul step menyediakan menu set dan surface untuk meletakkan beban yang akan kita kerjakan pada benda.

(24)

g. Modul Interaction

Interaction berfungsi untuk menentukan bagian material yang akan mengalami kontak. Interaction juga berguna untuk memberikan constraint pada benda yang akan dianalisis untuk mencegah bergesernya benda dari kedudukan awalnya.

h. Modul Load

Load digunakan uttuk memberikan beban, kecepatan, boundry pada benda uji. Modul load juga digunakan sebagai sarana untuk memasukan tipe kondisi batas (Boundry Conditions) yang akan kita buat.

i. Modul Mesh

Mesh Berfungsi membagi geometri dari benda yang akna kita buat node dan element. Kita bisa menentukan jenis mesh yang akan kita gunakan serta mengontrol jenis mesh yang kita berikan pada benda.

j. Modul Job

Job berfungsi untuk melakukan proses running terhadap model yang telah kita buat. Setalah data yang kita masukan sudah selesai selanjutanya kita serahkan pada job module untuk melakukan proses penyelesaiaan secara numerik. Selama proses numerik diadalam software kita bisa memonitor dari message area yang berada dibawah viewport apakan submit job berhasil atau tidak, apabila terjadi error message kita kembali kepada modul untuk melakukan modifikasi terhadap bagian-bagian yang masih terdapat kesalahan atau terjadi eror.

k. Kondisi Batas

Penentuan kondisi batas/broundary condition pada permodelan sambungan balok-kolom ditentukan oleh beberapa hal yaitu :

Penempatan perletakan pada satu kesatuaan struktur elemen terdapat kondisi tertentu dimana nilai momen adalah nol gambar 3.19. pada lokasi ini dapat dilakukan penyederhanaan elemen struktur yang dijadikan benda uji. Sehingga dengan demikian pada lokasi tersebut dapat diletakkan perletakan berupa rol, sendi ataupun jepit.

Gambar

Gambar 3. 1 Balok beton bertulang (Schodek, 1999)
Gambar  3.3  (a)  batang  yang  dibebani  aksial  :  gaya  tarik  yang  diberikan  menyebabkan perpanjangan aksial yang besarnya tergantung pada luas penampang  panjang batang, jenis material dan besar gaya tarik
gambar 3.4 (a) regangan pada batang tarik ; (b) Hubungan antara tegangan  regangan,
Gambar 3.7 Sistem sambungan C-Plus (Puslitbang, 2010)  2.  Sistem Brespaka
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jadilah dirimu sebagaimana yang kau inginkan.. Suamiku dan Anak-anaku tersayang.. Perbedaan kemandirian belajar Biologi siswa antara Problem Based Learning dengan

Hasil ini juga menunjukkan bahwa, pemberian pupuk cair dari ekstrak kran- dalit yang disertai atau dikombinasikan dengan pemberian bahan organik dan kalium (A2)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa factor Communicative Abilities mempunyai pengaruh signifikan pada tingkat menengah terhadap kemampuan literasi media (

Pada proses terjadinya rasa percaya diri di atas menggambarkan bahwa seseorang dengan kepribadian yang kuat dapat menghasilkan rasa percaya diri. Sebaliknya jika

ZAINUL MUFID Bahasa Arab MTs Munawaroh GRESIK 25... MUHDHOR Bahasa

The above analysis also showed that a better peer acceptanc€ also led to better learning achievement, and finally if a teapher acted in a more favorable way, the

Data Identitas Responden Kelompok Tani Limao Kahade III di Desa Terentang III Tahun 2017... Data Identitas Responden Kelompok Tani Kerunse di Desa Terentang III

Buah beberapa kultivar pamelo tidak berbiji memiliki rasa manis sampai manis sedikit getir, dengan kandungan ATT lebih rendah, pH, PTT, nisbah PTT/ATT, kandungan vitamin C