SKRIPSI NOVEMBER 2017 HUBUNGAN STATUS GIZI TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA-SISWI SD NEGERI INPRES TAMALANREA VI MAKASSAR
OLEH:
ANDRA PRATAMA PUTRA C111 14 820
PEMBIMBING:
dr. Agussalim Bukhari, M.clin.Med, Ph.D, Sp.GK (K)
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat menyelesaikan strata satu program studi Pendidikan Dokter
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
2017
: Senin, 4 Desember 2017
ABSTRAK
Andra Pratama Putra, Hubungan Status Gizi Terhadap Prestasi Akademik Siswa/Siswi SD Inpres Tamalanrea VI Makassar, dibimbing oleh Agussalim Bukhari.
(xi + Halaman + Tabel + Gambar +Lampiran)
Latar Belakang : Perlambatan pertumbuhan mulai terjadi pada periode usia 6- 24 bulan. Penyebabnya tak lain adalah pola makan yang semakin tidak memenuhi syarat gizi dan kesehatan. Menurut Depkes 2009 berdasarkan laporan nasional Risekesdas tahun 2007 status gizi penduduk umur 6 – 14 tahun, berdasarkan standar WHO 2007 prevalensi nasional anak usia sekolah kurus adalah 13,3% pada laki – laki dan 10,9% pada perempuan, sedangkan prevalensi nasional usia sekolah berat badan lebih pada laki – laki 9,5% dan perempuan 6,4%. Padahal, setiap harinya dibutuhkan asupan gizi yang baik supaya anak- anak ini memiliki pertumbuhan kesehatan dan perkembangan intelektual yang baik, sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas.
Metode Penelitian: Metode yang digunakan adalah analitik observasional dengan desain penelitian cross-sectional. Data yang di ambil adalah data primer dengan melakukan pengukuran status gizi dan tingkat prestasi terhadap sampel.
Data yang diperoleh diolah dengan metode uji korelasi.
Hasil Penelitian
Dari hasil uji statistik dengan menggunakan uji Anova (program SPSS versi 20.00) untuk mengetahui hubungan antara status gizi dengan tingkat prestasi belajar berdasarkan IMT/U dengan nilai rata – rata rapor diperoleh hasil p = 0,172 ini menunjukkan bahwa nilai p lebih besar dari nilai 0,05 dan dengan demikian H1 ditolak dan H0 diterima.
Pada anak yang memiliki prestasi baik dengan status gizi yang normal sebanyak 50 orang, lalu diikuti dengan status gizi gemuk sebanyak 15 orang, dan yang berstatus gizi kurus sebanyak 10 orang. Sedangkan anak yang memiliki prestasi kurang namun dengan status gizi yang normal yaitu sebanyak 12 orang, lalu diikuti dengan status gizi kurus sebanyak 7 orang, dan yang berstatus gizi gemuk sebanyak 6 orang.
Kesimpulan
Tidak ada hubungan antara status gizi dengan prestasi. Prestasi tidak hanya dipengaruhi oleh status gizi melainkan masih banyak faktor lain yang ikut mempengaruhi contohnya faktor fisiologi (kesehatan jasmani), genetik, psikologi anak, perkembangan otak anak, lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat di sekitar anak tersebut tinggal.
Kata Kunci : status gizi, tingkat prestasi.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya tulis ilmiah ini sebagai salah satu syarat menyelesaikan studi preklinik di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Keberhasilan penyusunan skripsi ini adalah berkat bimbingan, kerja sama serta bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak yang telah diterima penulis sehingga segala rintangan yang dihadapi selama penelitian dan penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan memberikan penghargaan yang setinggi-tingginya secara tulus dan ikhlas kepada yang terhormat :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, para Pembantu Dekan, para dosen dan staf yang telah memberikan bantuan dan bimbingan kepada penulis.
2. dr. Agussalim Bukhari, M.clin. Med, Ph.D, Sp.GK (K) selaku pembimbing atas kesediaan, keikhlasan, dan kesabaran
meluangkan waktunya memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis mulai dari penyusunan proposal sampai pada penyusunan skripsi ini.
3. Prof. Dr. dr. Haerani Rasyid, M.Sc, Sp.PD-KGH, Sp.GK dan Prof. Dr.
dr. Suryani As’ad, Sp.GK, M.Sc, selaku penguji atas kesedian,
keihklasan dan kesabaran dalam meluangkan waktunya untuk senantiasa
memberikan arahan, masukan, kritik dan saran kepada penulis untuk kesempurnaan skripsi ini..
4. Para Kepala Sekolah dan Guru SD Inpres Negeri Tamalanrea VI Makassar
5. Seluruh pihak yang tidak sempat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari semua pihak. Semoga skripsi ini bisa berkontribusi dalam perbaikan upaya kesehatan dan bermanfaat bagi semua pihak.
Makassar, Desember 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMANJUDUL ...
PENGESAHAN USULAN PENELITIAN...
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS...
ABSTRAK...
KATA PENGANTAR...
DAFTAR ISI ...
DAFTAR TABEL ...
DAFTAR GAMBAR ...
DAFTAR LAMPIRAN ...
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar
Belakang ...
1.2 Rumusan
Masalah ...
1.3 Tujuan Penelitian ...
1.4 Manfaat Penelitian ...
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan teoritis ...
2.1.1 Tinjauan Umum Mengenai Status gizi...
2.1.2 Tinjauan Umum Anak Sekolah Dasar...
2.1.3 Tinjauan tentang Prestasi Belajar ...
2.2 Kerangka Teori...
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Konsep ...
3.2 Definisi Operasional...
3.3 Hipotesis...
i ii v vi vii ix x xi xii
1 3 3 4
5 16 17 23 24
25 25 26
27
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis penelitian...
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...
4.3 Populasi dan Sampel...
4.4 Sumber Data
Penelitian...
4.5 Cara Pengambilan
Data...
4.6 Tekhnik Pengolahan dan Penyajian
Data...
4.7 Alur Penelitian...
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Penelitian...
BAB VI PEMBAHASAN
6.1Pembahasan...
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan ...
7.2 Saran ...
DAFTAR PUSTAKA ...
LAMPIRAN
27 27 27 28 29 30 31
35
42 43
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Kebutuhan Zat Gizi Anak Menurut Kelompok Umur (AKG 2011)
Tabel 2.2 Contoh Penilaian Status Gizi dengan Melihat Tanda Klinik Tabel 5.1 Distribusi jenis kelamin
Tabel 5.2 Distribusi Status Gizi berdasarkan IMT/U
Tabel 5.3 Distribusi Prestasi Belajar berdasarkan Nilai Rata-Rata Rapor Tabel 5.4 Status Gizi berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.5 Jenis Kelamin berdasarkan Prestasi Belajar
Tabel 5.6 Tabel Silang Status Gizi Berdasarka IMT/U dengan Prestasi Belajar Tabel 5.7 Uji anova
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Kehidupan Gambar 2.2 Kerangka Teori Gambar 3.1 Kerangka Konsep
\
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Biodata Penulis
Lampiran 2 Berita Acara Ujian Proposal Karya Tulis Ilmiah Lampiran 3 Surat Izin dan Disposisi Pengambilan Data Penelitian Lampiran 4 Data Induk Penelitian Microsoft Excel
Lampiran 5 Data Hasil Penelitian dalam SPSS 20 Lampiran 6 Dokumentasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perlambatan pertumbuhan mulai terjadi pada periode usia 6-24 bulan.
Penyebabnya tak lain adalah pola makan yang semakin tidak memenuhi syarat gizi dan kesehatan. Pada usia 0-6 bulan ASI masih menjadi andalan dan oleh karena itu anak – anak Indonesia masih bisa tumbuh secara optimal pada rentang usia tersebut. Harapan orang tua untuk mempunyai anak gemuk dan montok adalah keliru dan harus diluruskan. Lebih tepat kalau kita berharap agar anak – anak sehat dan cerdas. Kemampuan genetis yang mempengaruhi pertumbuhan anak dapat muncul secara optimal jika didukung oleh faktor lingkungan yang kondusif. Yang dimaksud dengan faktor lingkungan di sini adalah intake gizi.
Apabila terjadi tekanan terhadap intake gizi, maka terjadilah growth faltering (gagal tumbuh). (Devi N.2012)
Hingga kini upaya yang telah dilakukan untuk memperbaiki pertumbuhan anak – anak Indonesia belum dapat dikatakan optimal. Angka gizi kurang dan gizi buruk masih cukup signifikan persentasenya. Masalah kurang konsumsi gizi harus diatasi sejak dini, kalau kita menginginkan anak – anak Indonesia tumbuh dan berkembang biak dengan baik. Berat badan adalah indikator pertama yang dapat dilihat ketika seseorang mengalami kurang gizi. Dalam jangka panjang kurang gizi akan mengakibatkan hambatan pertumbuhan tinggi badan dan akhirnya berdampak buruk bagi perkembangan mental intelektual individu.
Kurang gizi pada masa fase cepat tumbuh otak (di bawah usia 18 bulan) akan bersifat irreversible (tidak dapat pulih). Artinya kecerdasan anak tersebut tidak bisa lagi berkembang secara optimal. Ini jelas akan semakin menurunkan
kualitas bangsa Indonesia. Kurang energi protein pada masa anak akan menurunkan IQ, menyebabkan kemampuan geometrik rendah, dan anak tidak bisa berkonsentrasi secara maksimal. (Devi N.2012)
Menurut Depkes 2009 berdasarkan laporan nasional Risekesdas tahun 2007 status gizi penduduk umur 6 – 14 tahun, berdasarkan standar WHO 2007 prevalensi nasional anak usia sekolah kurus adalah 13,3% pada laki – laki dan 10,9% pada perempuan, sedangkan prevalensi nasional usia sekolah berat badan lebih pada laki – laki 9,5% dan perempuan 6,4%.(Devi N.2012)
Masalah gizi anak secara garis besar merupakan dampak dari ketidakseimbangan antara asupan dan keluaran zat gizi ( nutritional imbalance ), yaitu asupan melebihi keluaran atau sebaliknya, atau kesilapan dalam memilih bahan makanan untuk disantap. Buah dari ketergangguan ini utamanya berupa penyakit kronis, berat badan yang lebih dan kurang, karies dentis dan alergi.
Malnutrisi masih saja melatarbelakangi penyakit dan kematian anak, meskipun sering luput dari perhatian. Pada tahun 1990, kurang lebih 30% balita di dunia memiliki berat badan rendah, dengan kisaran 11% (sekitar 6.4 juta orang ) di Amerika Latin, 27% (31.6 juta orang ) di Afrika, dan 41% (154.8 juta ) di Asia.
Prevalensi berat badan rendah terus menurun dari 42.6% pada tahun 1975 menjadi 34.6% di tahun 1995, tetapi kasus malnutrisi tidak berkurang sesuai dengan angka yang diharapkan. Sebahagian besar anak di dunia ( sekitar 80%) yang menderita malnutrisi bermukim di wilayah yang juga miskin akan bahan pangan kaya zat gizi, terlebih zat gizi mikro. Sekarang, asupan gizi anak-anak sekolah dasar di beberapa wilayah Indonesia sangat memprihatinkan. Padahal, setiap harinya dibutuhkan asupan gizi yang baik supaya anak-anak ini memiliki pertumbuhan kesehatan dan perkembangan intelektual yang baik, sehingga menjadi generasi penerus bangsa yang berkualitas. Pengaruh asupan makanan ini adalah sangat mempengaruhi terhadap prestasi anak-anak di sekolah. Bukti akan pentingnya asupan makanan yang sehat terhadap prestasi anak di sekolah diungkapkan hasil riset terhadap pelajar di Nova Scotia, Kanada, yang dimuat dalam Journal of School Health edisi April 2008. Dalam riset yang bertajuk Children Lifestyle and School-perfomance Study,
Veugelers dan timnya memantau sekitar 4.600 anak kelas lima SD di Nova Scotia. Data riset mencatat ada 875 siswa atau 19,1 persen di antara partisipan, yang gagal melewati tes kemampuan dasar. Dari hasil penelitian terungkap, pelajar yang mengkonsumsi makanan dengan nutrisi seimbang mulai dari buah- buahan, sayur, protein, serat dan komponen sehat lainnya secara signifikan memiliki prestasi yang baik di sekolah. Jadi dari penelitian ini, kita dapat membuktikan apa yang telah diperoleh di negara barat ini juga turut bisa dibuktikan di Indonesia. (Veugelers P.J., diakses 02 Agustus 2017 (www.nsclass.ca)
Berdasarkan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berhubungan dengan status gizi dan tingkat prestasi belajar siswa-siswi sekolah dasar di SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian dilakukan untuk mengetahui adakah status gizi mempengaruhi prestasi akademik anak-anak sekolah dasar bagi SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar..
1.3 Tujuan Penelitian a. Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh status gizi dengan tingkat pencapaian akademik pada anak-anak sekolah dasar bagi kelas SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar..
b. Tujuan Khusus
1. Mengukur status gizi siswa anak-anak di SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar.
2. Mengukur tingkat prestasi belajar anak-anak di SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar.
3. Menganalisa hubungan status gizi terhadap prestasi siswa di SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar.
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan atau manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi orangtua dan guru
Memberikan informasi tentang status gizi yang baik dapat meningkatkan pertumbuhan anak dan perkembangan otaknya sehingga orangtua dan guru senantiasa menjaga status gizi siswa agar tetap baik.
2. Bagi pihak sekolah
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan agar mengetahui status gizi anak-anak sekolah dasar tersebut dan seterusnya mencari resolusi pada peringkat sekolah untuk meningkatkan prestasi akademik anak-anak SD sekolah tersebut.
3. Bagi penulis
a. Mendapatkan pengalaman langsung dalam melakukan penelitian.
b. Sebagai pengalaman dan merealisasikan teori yang telah didapat di bangku kuliah dengan kenyataan yang terjadi di masyarakat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Tinjauan Umum Mengenai Status Gizi A. Pengertian Gizi dan Status Gizi
Dalam pembahasan tentang status gizi, ada tiga konsep yang harus dipahami.
Ketiga konsep ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Konsep tersebut menurut Suharjo yaitu proses dari organisme dalam menggunakan bahan makanan melalui proses pencernaan, penyerapan, transportasi, penyimpanan metabolism, dan pembuangan untuk pemeliharaan hidup, pertumbuhan, fungsi organ tubuh, dan produksi energi. Proses ini disebut gizi (nutrition) (1). Keadaan yang dilakukan oleh keseimbangan antara pemasukan zat gizi disatu pihak dan pengeluaran oleh organisme, dipihak lain. Keadaan ini disebut nutriture (2). Dan tanda – tanda atau penampilan yang diakibatkan oleh
“nutriture” dapat terlihat melalui tipe tertentu. Hal ini disebut sebagai status gizi (nutritional status) (3). (Supariasa, I Dewa Nyoman,2002)
Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses pencernaan, absorbsi, transportasi, penyimpanan, metabolism, dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan, dan fungsi normal dari organ – organ, serta menghasilkan energi. (Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002)
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya). Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variable tertentu atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variable tertentu. (Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002)
Pada umumnya zat gizi dibagi dalam lima kelompok utama, yaitu karbohidrat, lemak, protein, vitamin, dan mineral. Sedangkan sejumlah pakar juga berpendapat air juga merupakan bagian dalam zat gizi. Hal ini didasarkan kepada fungsi air dalam metabolisme makanan yang cukup penting walaupun air dapat disediakan di luar bahan pangan.Makan makanan yang beraneka ragam sangat bermanfaat bagi kesehatan. Apabila terjadi kekurangan atas kelengkapan salah satu zat gizi tertentu pada satu jenis makanan, akan dilengkapi oleh zat gizi serupa dari makanan yang lain. Jadi makan makanan yang beraneka ragam akan menjamin terpenuhinya kecukupan sumber zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
Keadaan gizi seseorang merupakan gambaran apa yang dikonsumsinya dalam jangka waktu yang cukup lama. Bila kekurangan itu ringan, tidak akan dijumpai penyakit defisiensi yang nyata, tetapi akan timbul konsekuensi fungsional yang lebih ringan dan kadang-kadang tidak disadari kalau hal tersebut karena faktor gizi. (Budianto A K. Pangan, 2009)
B. Kebutuhan Zat Gizi Anak Usia Sekolah
Gizi dibutuhkan anak sekolah untuk pertumbuhan dan perkembangan, energi, berpikir, beraktivitas, fisik, dan daya tahan tubuh. Zat gizi yang dibutuhkan anak sekolah adalah seluruh zat gizi yang terdiri dari zat gizi makro seperti karbohidrat, protein, lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Zat gizi yang dibutuhkan disesuaikan dengan usia, berat badan, dan tinggi badan anak. (Devi N.2012)
Pertumbuhan adalah proses yang berhubungan dengan bertambah besarnya ukuran fisik karena terjadi pembelahan dan bertambah banyaknya sel, disertai bertambahnya substansi intersel pada jaringan tubuh. Proses tersebut dapat diamati dengan adanya perubahan – perubahan pada besar dan bentuk yang dinyatakan dalam nilai – niali ukuran tubuh, misalnya berat badan, tinggi badan, lingkar kepala, lingkar lengan atas, dan sebagainya. Pada masa anak – anak banyak mengalami perubahan – perubahan di dalam tubuh yang meliputi meningkatnya tinggi dan berat badan. Menurut Toho Cholik Mutohir dan Gusril secara umum pertumbuhan tinggi badan pada masa anak – anak mengalami
kenaikan per tahun 2 -3 inchi (5 – 7 cm), untuk anak perempuan umur 11 tahun rata – rata mempunyai tinggi badan 59 inchi (147,3 cm)sedangkan anak laki – laki 57,5 inchi (146 cm). Berat badan mengalami kenaikan yang lebih bervariasi daripada kenaikan tinggi badan, berkisar antara sampai 5 pon (1,5 – 2,5 kg) per tahun. Anak perempuan umur 11 tahun, rata – rata mempunyai berat badan 88,5 pon (44,25 kg) sedangkan anak laki – laki 85,5 pon (42,75 kg). (Devi N.2012)
Perkembangan adalah proses yang berhubungan dengan fungsi organ atau alat tubuh karena terjadinya pematangan. Pada pematangan ini terjadi diferensiasi sel dan maturasi alat atau organ sesuai dengan fungsinya. Proses tersebut dapat diamati dengan bertambah pandainya keterampilan dan perilaku. (Devi N.2012)
Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses yang terjadi bersama – sama secara utuh karena seorang anak tidak mungkin tumbuh kembang sempurna bila hanya bertambah besarnya saja tanpa disertai bertambahnya kepandaian dan keterampilan. Sebaliknya kepandaian dan keterampilan seorang anak tidak mungkin tercapai tanpa disertai oleh bertambah besarnya organ atau alat sampai optimal. (Ali Khomsa. 2003)
Usia sekolah anak antara 6 – 14 tahun, di mana usia tersebut merupakan bagian dari suatu rangkaian panjang dari siklus hidup manusia yang dimulai sejak janin dalam kandungan sampai usia tua nanti. (Devi N.2012)
Siklus Kehidupan
Masa tua
Dewasa
Remaja
Anak - anak Bayi
Janin
Gambar 2.1 Siklus Kehidupan (Dikutip dari kepustakaan 1)
Pada rentangan usia tersebut status gizinya ditentukan sejak usia bayi dan balita juga ditentukan saat ini, dan akan menetukan status gizi pada usia selanjutnya. Menginjak usia enam tahun anak sudah mulai menentukan pilihan makanannya sendiri, tidak seperti saat balita lagi sepenuhnya tergantung pada orang tua. Periode ini merupakan periode yang cukup kritis dalam pemilihan makanan, karena anak baru saja belajar memilih makanan dan belum mengerti makanan yang bergizi yang dapat memenuhi kebutuhan gizinya sehingga anak memerlukan bimbingan orang tua dan guru. (Sediaoetama A D. 2008)
Adanya aktivitas yang tinggi mulai dari sekolah, kursus, mengerjakan pekerjaan rumah (PR), dan mempersiapkan pekerjaan untuk esok harinya, membuat stamina anak cepat menurun kalau tidak ditunjang dengan intake pangan dan gizi yang cukup dan berkualitas. Agar stamina anak usia sekolah tetap fit selama mengikuti kegiatan di sekolah maupun kegiatan ekstrakurikuler, maka saran utama dari segi gizi adalah jangan meninggalkan sarapan pagi.
Tabel 2.1
Kebutuhan Zat Gizi Anak Menurut Kelompok Umur (AKG 2013) Kelompok
Umur
4 – 6 th
7 – 9 th
10 – 12 th
13 – 15 th
L P L P L P
Energi (Kal) 1600 1850 2100 2050 2475 2350
Protein (g) 35 45 49 49 72 56
Vit. A (RE) 450 500 600 600 600 600
Vit. D(mcg) 15 15 15 15 15 15
Vit. E (mg) 7 7 11 11 12 12
Vit. K (mg) 20 25 35 35 55 55
Vit. B1 (mg) 0,8 0,9 1,1 1,1 1,2 1,2
Vit. B2 (mg) 0,7 1,0 1,1 1,1 1,3 1,5
Niasin (mg) 8 10 12 12 14 13
As. Folat (mcg) 200 200 300 300 400 400
Vit. B6 (mg) 0,6 1 1,3 1,2 1,3 1,2
(Dikutip dari kepustakaan 1)
C. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi
Berikut adalah faktor – faktor yang mempengaruhi status gizi : (Depkes RI.2004)
1. Penyebab langsung
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang, tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak langsung
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu : Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai, pola pengasuhan anak kurang memadai, pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai.
D. Masalah Gizi Anak Sekolah
Vit. B12 (mcg) 1,2 1,2 1,8 1,8 2,4 2,4
Vit. C (mg) 45 45 50 50 75 65
Kalsium (mg) 1000 1000 1200 1200 1200 1200
Fosfor (mg) 500 500 1200 1200 1200 1200
Magnesium (mg) 95 120 150 50 200 200
Besi (mg) 9 10 13 20 19 26
Yodium (mg) 120 120 120 120 150 150
Seng (mg) 5 11 14 12,6 18 15,4
Selenium (mcg) 20 20 20 20 30 30
Mangan (mg) 1,5 1,7 1,9 1,6 2,2 1,6
Masalah gizi adalah gangguan kesehatan dan kesejahteraan seseorang, kelompok orang atau masyarakat sebagai akibat adanya ketidakseimbangan antara asupan (intake) dengan kebutuhan tubuh akan makanan dan pengaruh interaksi penyakit (infeksi). (Devi N.2012)
Ketidakseimbangan ini akan mengakibatkan : (Devi N.2012)
1. Menurunnya pertahanan tubuh terhadap penyakit (imunitas) 2. Gangguan pertumbuhan fisik
3. Gangguan perkembangan dan kecerdasan otak 4. Rendahnya produktivitas
5. Gangguan – gangguan gizi dan kesehatan lainnya
Begitu juga anak sekolah saat ini menghadapi masalah gizi ganda, yaitu di satu sisi gizi kurang yang berakibat pada tidak optimalnya pertumbuhan fisik dan kecerdasan. Namun di sisi lain menghadapi gizi yang lebih yang mengancam kesehatan anak nantinya seperti timbulnya penyakit degenerative, yaitu obesitas, hipertensi, jantung, diabetes, stroke, dan lain – lain.
E. Perilaku Gizi Yang Salah Pada Anak Sekolah
Ketidaktahuan akan gizi yang baik pada anak ataupun orang tua menyebabkan anak sekolah sering berperilaku salah dalam mengonsumsi zat gizi.
Berikut beberapa perilaku gizi yang salah pada anak sekolah.(Devi N.2012).
1. Tidak mengonsumsi menu gizi seimbang
Menu gizi seimbang seharusnya menjadi pedoman bagi pola makan anak sekolah. Akan tetapi, masih banyak anak sekolah atau orang tua tidak memperhatikan kelengkapan menu seperti di atas. Misalnya, dalam piring hanya tersedia nasi dan ikan goreng saja. Berarti hanya terpenuhi sumber karbohidrat, protein, dan lemak saja, tanpa sumber vitamin, mineral yaitu sayur dan buah.
Padahal, sayur dan buah juga berfungsi sebagai sumber yang diperlukan dalam membantu pencernaan.
2. Tidak sarapan pagi
Makan pagi mempunyai peranan penting bagi anak sekolah usia 6 – 14 tahun yaitu untuk pemenuhan gizi di pagi hari di mana anak – anak berangkat ke sekolah dan mempunyai aktivitas yang sangat padat di sekolah. Apabila anak – anak terbiasa makan pagi, maka akan berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat anak sehingga dapat mendukung prestasi belajar anak ke arah yang lebih baik.
Sarapan pagi merupakan pasokan energi untuk otak yang paling baik agar dapat berkonsentrasi di sekolah. Ketika bangun pagi kadar gula darah dalam tubuh kita rendah karena semalaman tidak makan. Tanpa sarapan yang cukup, otak akan sulit berkonsentrasi di sekolah.
3. Jajan tidak sehat di sekolah
Anak sekolah tidak bisa terlepas dari makanan jajanan di sekolah. Hal ini merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan energi karena aktivitas fisik di sekolah yang tinggi (apalagi anak yang tidak sarapan pagi), pengenalan berbagai jenis makanan jajanan akan menumbuhkan kebiasaan perasaan meningkatkan gengsi anak di mata teman – teman sekolahnya. Makanan jajanan dalam membantu pasokan kalori tentunya baik, namum keamanan jajanan tersebut dari segi mikrobiologis maupun dari segi kimiawi masih dipertanyakan. Apalagi dalam waktu terakhir ini Badan POM telah mengungkapkan semuanya tentang berbagai bahan kimia berbahaya seperti formalin dan bahan pewarna tekstil pada bahan makanan yang ada di pasaran. Sehingga perilaku makan pada anak usia di sekolah harus diperhatikan secara cermat dan serius.
Belakangan juga terungkap bahwa reaksi simpang makanan tertentu ternyata dapat mempengaruhi fungsi otak termasuk gangguan perilaku pada anak sekolah. Gangguan perilaku tersebut meliputi gangguan tidur, gangguan konsentrasi, gangguan emosi, gangguan bicara, hiperaktif hingga memperberat gejala pada penderita autisme.pengaruh jangka pendek penggunaan BTP (Bahan Tambahan Pangan) ini menimbulkan gejala – gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau kesulitan BAB. Joint Expert Committee on Food Additives (JECFA) dari WHO yang mengatur dan mengevaluasi standar BTP melarang penggunaan bahan kimia tersebut pada makanan. Standar ini juga
diadopsi oleh Badan POM dan Departemen Kesehatan RI melalui Peraturan Menkes no. 722/Menkes/Per/IX/1998.
4. Kurang mengonsumsi buah dan sayur
Buah dan sayur merupakan sumber zat gizi vitamin dan mineral. Vitamin yang terdapat dalam buah dan sayuran adalah provitamin A, vitamin C, K, E, dan berbagai kelompok vitamin B kompleks. Di samping itu, buah dan sayuran juga kaya akan berbagai jenis mineral, di antaranya kalium (K), kalsium (Ca), natrium (Na), zat besi (Fe), magnesium (Mg), mangan (Mn), seng (Zn), dan selenium (Se). anak sekolah di Indonesia umumnya kurang mengonsumsi sayuran. Ini disebabkan kurangnya kesadaran anak dan orang tua akan pentingnya zat gizi dari buah dan sayuran.
5. Mengonsumsi fast food dan junk food
Menurut Wikipedia.org, fast food adalah istilah yang diberikan untuk makanan yang dapat disusun dan disajikan dengan sangat cepat. Istilah ini mengacu pada makanan yang dijual di restoran atau toko dengan bahan yang dipanaskan atau dimasak, dan diberikan kepada pelanggan dalam bentuk paket untuk dibawa. Sedangkan junk food mendeskripsikan makanan yang tidak sehat atau memiliki sedikit kandungan nutrisi. Junk food mengandung jumlah lemak yang besar. Junk food juga diartikan sebagai makanan yang nutrisinya terbatas.
Makanan yang tergolong dalam kategori ini adalah makanan yang mengandung banyak gula, garam, lemak, dan kalorinya tinggi, sementara protein, vitamin, mineral, dan seratnya rendah.
Data Riskesdas 2007 menunjukkan bahwa anak usia 10 tahun ke atas sebanyak 65,2 persen mengonsumsi makanan manis, sebanyak 24,5 persen mengonsumsi makanan asin dan 12,8 persen mengonsumsi makanan berlemak.
6. Konsumsi gula berlebihan
Saat ini banyak perhatian para ahli terhadap konsumsi gula berlebihan pada anak. Banyak diantara kita tidak menyadari yang termasuk gula tersebut ternyata bukanlah hanya gula pasir yang biasa kita tambahkan dalam makanan sehari – hari. Rekomendasi WHO adalah tidak lebih dari 10 persen dari energi total berasal dari gula tambahan. Jadi bila dibandingkan dengan AKG (Angka Kecukupan Gizi), maka untuk anak usia 7 – 9 tahun dengan AKG 1800 aklori,
maka 10 persen AKG adalah 180 kalori setara dengan 45 gram gula dan setara dengan 9 sendok teh gula. Untuk anak usia 10 – 12 tahun dengan AKG 2050 kalori, maka 10 persen AKG adalah 205 kalori setara dengan 51,25 gram gula dan setara dengan 10,25 sendok teh gula.
Kelebihan konsumsi gula dapat mengakibatkan terjadinya karies gigi, diabetes dan obesitas. Karies gigi adalah penyakit yang berasal dari mikroba di mana karbohidrat pangan difermentasi oleh bakteri pembentuk asam yang menyebabkan demineralisasi gigi. Diperkirakan bahwa 90 persen dari anak – anak usia sekolah di seluruh dunia dan sebagian besar orang dewasa pernah menderita karies.
7. Konsumsi lemak berlebihan
Lemak makanan terdapat pada tumbuhan dan hewan. Lemak sebagai sumber energi dan asam lemak aseensial, dan membantu dalam penyerapan vitamin yang larut dalam lemak A, D, E, dan K. IOM (Institute of Medicine) membatasi asupan lemak total untuk anak – anak dan orang dewasa (anak –anak dan remaja usia 4 sampai 18 tahun : 25 – 35 persen ; usia dewasa 9 tahun dan lebih tua : 20 – 35 persen). Kiasaran ini terkait dengan penurunan risiko penyakit kronis, seperti kardiovaskuler, dengan menyediakan kebutuhan asupan nutrisi penting.
Beberapa dari lemak yang harus diwaspadai adalah asam lemak jenuh, asam lemak trans, dan kolesterol.
8. Mengonsumsi makanan beresiko
Anak sekolah disadari atau tidak telah mengonsumsi makanan yang menimbulkan resiko terhadap kesehatan mereka, makanan beresiko tersebut adalah penyedap makanan (MSG), makanan berkafein, makanan yang diberi pengawet, dan bahan pewarna yang dilarang. Data Riskesdas 2007 menunjukkan anak usia 10 tahun ke atas sebanyak 77,8 persen mengonsumsi penyedap (MSG), 36,5 persen mengkonsumsi makanan berkafein, dan 6,3 persen mengkonsumsi makanan yang diawetkan.
F. Penilaian Status Gizi
Ada beberapa metode untuk mengetahui keadaan gizi : (Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002)
1. Survey digunakan untuk menentukan data dasar (database) gizi dan/atau menentukan status gizi kelompok populasi tertentu atau menyeluruh, dengan cara survey cross-sectional.
2. Surveillance dengan ciri khas yaitu monitoring berkelanjutan dari status gizi populasi tertentu, dimana data dikumpulkan, dianalisis dan digunakan untuk jangka waktu yang panjang, sehingga dapat mengidentifikasi penyebab malnutrisi.
3. Penapisan (screening) untuk mengidentifikasi individu malnutrisi yang memerlukan intervensi, dengan cara membandingkan hasil pengukuran – pengukuran individu dengan baku rujukan (cut off point).
Macam-macam penilaian status gizi :(Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002) 1. Penilaian status gizi secara langsung :
a. Antropometri
Pengukuran antropometri relatif mudah dilaksanakan. Akan tetapi untuk
berbagai cara, pengukuran antropometri ini membutuhkan keterampilan, peralatan, dan keterangan untuk pelaksanaanya. Jika dilihat dari tujuannya antropometri dapat dibagi menjadi dua yaitu :
1. Untuk ukuran massa jaringan : Pengukuran berat badan, tebal lemak dibawah kulit, lingkar lengan atas. Ukuran massa jaringan ini sifanya sensitif, cepat berubah, mudah turun naik dan menggambarkan keadaan sekarang.
2. Untuk ukuran linier : pengukuran tinggi badan, lingkar kepala dan lingkar dada. Ukuran linier sifatnya spesifik, perubahan relatif lambat, ukurannya tetap atau naik, dapat menggambarkan riwayat masa lalu.
Parameter dan indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status gizi anak adalah indikator Berat Badan Menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan Menurut Umur (TB/U), Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U).
Indeks Massa Tubuh Menurut (IMT/U)
Menurut Supariasa,dkk salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menetapkan pelaksanaan perbaikan gizi adalah dengan menentukan atau melihat.
Ukuran fisik seseorang sangat erat hubungannya dengan status gizi. Atas dasar itu, ukuran-ukuran yang baik dan dapat diandalkan bagi penentuan status gizi dengan melakukan pengukuran antropometri. Hal ini karena lebih mudah dilakukan dibandingkan cara penilaian status gizi lain, terutama untuk daerah pedesaan.3
Pengukuran status gizi pada anak sekolah dapat dilakukan dengan cara antropometri. Saat ini pengukuran antropometri (ukuran-ukuran tubuh) digunakan secara luas dalam penilaian status gizi, terutama jika terjadi ketidakseimbangan kronik antara intake energi dan protein. Pengukuran antropometri terdiri atas dua dimensi, yaitu pengukuran pertumbuhan dan komposisi tubuh. Komposisi tubuh mencakup komponen lemak tubuh (fat mass) dan bukan lemak tubuh (non-fat mass).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1995/Menkes/SK/XII/2010, penentuan klasifikasi status gizi untuk anak usia SD (termasuk kelompok usia 5- 18 tahun) menggunakan indikator indeks massa tubuh menurut umur (IMT/U).
Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut:
Berat Badan (Kg)
IMT= --- Tinggi Badan(m) x Tinggi Badan(m)
a. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut, dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda- tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih zat gizi. Di samping itu,
digunakan untuk mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
Tabel 2.2
Contoh Penilaian Status Gizi dengan melihat Tanda Klinik (Dikutip dari kepustakaan 3)
a. Biokimia
Penilaian status gizi dengan biokimia adalah pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.
Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan juga beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot. (Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002)
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faal ini dapat lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi yang spesifik.(Supariasa, I Dewa Nyoman.
2002)
b. Biofisik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari jaringan. Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of night).(Supariasa, I Dewa Nyoman.
2002)
2. Penilaian status gizi secara tidak langsung
Tanda Klinik Kemungkinan Kekurangan Zat
Gizi Pucat pada konjungtiva Anemia
Bitot spot Kurang vit. A
Angular stomatitis Riboflavin
Gusi berdarah Kurang vit. C
Pembesaran kelenjar gondok Kurang Yodium Udem pada anak balita Kurang energi protein
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga yaitu: survei konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi. Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagi berikut : (Supariasa, I Dewa Nyoman. 2002)
a. Survei Konsumsi Makanan b. Statistik Vital
c. Faktor Ekologi
2.1.2 Tinjauan Umum Anak Sekolah Dasar Pengertian dan Karakteristik Anak SD
Anak sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun, memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung dengan orang tua. Biasanya pertumbuhan anak putri lebih cepat dari pada putra.
Kebutuhan gizi anak sebagian besar digunakan untuk aktivitas pembentukan dan pemeliharaan jaringan. Karakteristik anak sekolah meliputi:pertumbuhan tidak secepat bayi, gigi merupakan gigi susu yang tidak permanen (tanggal). lebih aktif memilih makanan yang disukai, kebutuhan energi tinggi karena aktivitas meningkat, pertumbuhan lambat, pertumbuhan meningkat lagi pada masa pra remaja.
Anak sekolah biasanya banyak memiliki aktivitas bermain yang menguras banyak tenaga, dengan terjadi ketidakseimbangan antara energi yang masuk dan keluar, akibatnya tubuh anak menjadi kurus. Untuk mengatasinya harus mengontrol waktu bermain anak sehingga anak memiliki waktu istirahat cukup.
(Sediaoetama A D. 2008.)
2.1.3 Tinjauan tentang Prestasi Belajar A. Pengertian Belajar
Menurut teori behaviorisme, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari interaksi antara stimulus dan respon atau perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus dan respon. (Sumadi Suryabrata. 2004)
Seseorang dianggap telah belajar bila ia telah mampu menunjukkan perubahan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan/input yang berupa stimulus dan keluaran atau output berupa respon. Faktor yang mempengaruhi belajar dalam teori ini adalah penguatan respons. (Sumadi Suryabrata. 2004)
Menurut teori humanistik, belajar adalah untuk memanusiakan manusia atau dapat dikatakan proses aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Proses belajar dapat dianggap berhasil bila seorang pelajar telah memahami lingkungannya dan dirinya sendiri. Faktor yang berpengaruh disini adalah pengalaman konkrit, pengalaman aktif, dan reflektif, konseptualisasi Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang individu melalui proses interaksi yang dan eksperimentasi seorang pelajar.(Sumadi Suryabrata. 2004)
Dari beberapa definisi diatas, dapat dipahami bahwa belajar merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan perubahan tingkah laku, sikap, kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya. (Sumadi Suryabrata. 2004)
B. Prinsip – Prinsip Belajar
Proses belajar adalah suatu hal yang kompleks, tetapi dapat juga dianalisa dan diperinci dalam bentuk prinsip-prinsip atau asas-asas belajar. Hal ini perlu kita ketahui agar kita memiliki pedoman dan teknik belajar yang baik. Prinsip- prinsip itu adalah : (Djamarah Syaiful Bahri. 2002)
1. Belajar harus bertujuan dan terarah. Tujuan akan menuntutnya dalam belajar untuk mencapai harapan-harapan.
2. Belajar memerlukan bimbingan, baik dari bimbingan guru maupun buku pelajaran itu sendiri.
3. Belajar memerlukan pemahaman atas hal-hal yang dipelajari sehingga diperoleh pengertian-pengertian.
4. Belajar memerlukan latihan dan ulangan agar apa-apa yang telah dipelajari dapat dikuasainya.
5. Belajar adalah suatu proses aktif dimana terjadi saling pengaruh secara dinamis antara murid dengan lingkungannya.
6. Belajar harus disertai keinginan dan kemauan yang kuat untuk mencapai tujuan.
7. Belajar dikatakan berhasil apabila telah sanggup menerapkan kedalam bidang praktek sehari-hari.
C. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau ketrampilan yang dikembangkan melalui mata pelajaran, umumnya ditujukan dengan nilai yang diberikan oleh guru. Prestasi belajar merupakan hasil dari proses kegiatan belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar dapat dilakukan melalui proses penilaian hasil belajar dengan menggunakan tes maupun evaluasi. (Zainul A.
Dan Nasution A. 1994)
Dari pendapat ahli di atas mengenai prestasi belajar dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar adalah kemampuan seseorang pada bidang tertentu dalam mencapai tingkat kedewasaan yang langsung dapat diukur dengan tes.
Penilaian ini dapat berupa angka atau huruf. Sedangkan yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah pretasi belajar anak-anak SD Inpres VI Tamalanrea.
D. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Menurut Slameto faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi dapat digolongkan ke dalam dua golongan yaitu faktor internal yang bersumber pada diri siswa dan faktor eksternal yang bersumber dari luar diri siswa. Faktor internal terdiri dari kecerdasan atau intelegensi, perhatian, bakat ,minat, motivasi, kematangan, kesiapan dan kelelahan. Sedangkan faktor eksternal terdiri dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Faktor-faktor tersebut meliputi: (Zainul A. Dan Nasution A. 1994) 1. Faktor internal (factor dalam diri manusia)
a. Faktor fisiologi (yang bersifat fisik) yang meliputi:
1. Karena sakit
Seorang yang sakit akan mengalami kelemahan fisiknya, sehingga saraf sensoris dan motorisnya lemah. Akibatnya ransangan yang diterima melalui inderanya lama, sarafnya akan bertambah lemah, sehingga ia tidak dapat masuk sekolah untuk beberapa hari, yang mengakibatkan ia tertinggal dalam pelajarannya.
2. Karena kurang sehat
Anak yang kurang sehat dapat mengalami kesulitan belajar, sebab ia mudah capek, mengantuk, pusing, daya konsentrasinya hilang, kurang semangat, dan pikirannya terganggu. Karena hal-hal tersebut penerimaan dan respon terhadap pelajaran berkurang, saraf otak tidak mampu bekerja secara optimal dalam memproses, mengelola,menginterprestasi, dan mengorganisasi materi pelajaran melalui inderanya sehingga ia tidak dapat memahami makna materi yang dipelajarinya.
3. Karena cacat tubuh
Cacat tubuh dibedakan atas dua golongan, yaitu :
- Cacat tubuh yang ringan seperti kurang pendengaran, kurang penglihatan, dan gangguan psikomotor.
- Cacat tubuh yang tetap (serius) seperti buta, tuli, bisu dan sebagainya. Bagi seseorang yang memiliki cacat tubuh ringan masih dapat mengikuti pendidikan umum, dengan syarat guru memperhatikan dan memperlakukan siswa dengan wajar. Sedangkan bagi orang yang memiliki cacat tubuh serius harus mengikuti pendidikan di tempat khusus seperti Sekolah Luar Biasa (SLB).
b. Faktor psikologi (faktor yang bersifat rohani) Faktor psikologi meliputi :
1. Intelegensi
Setiap orang memiliki tingkat IQ yang berbeda-beda. Seseorang yang memiliki IQ 110-140 dapat digolongkan cerdas, dan yang memiliki IQ 140 keatas tergolong jenius. Golongan ini mempunyai potensi untuk dapat menyelesaikan
pendidikan di Perguruan Tinggi. Seseorang yang memiliki IQ kurang dari 90 tergolong lemah mental, mereka inilah yang banyak mengalami kesulitan belajar.
2. Bakat
Bakat adalah potensi atau kecakapan dasar yang dibawa sejak lahir. Setiap individu mempunyai bakat yang berbeda-beda. Seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu yang sesuai dengan bakatnya. Apabila seseorang harus mempelajari sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya. Ia akan cepat bosan, mudah putus asa, dan tidak senang. Hal-hal tersebut akan tampak pada anak suka mengganggu kelas, berbuat gaduh, tidak mau pelajaran sehingga nilainya rendah.
3. Minat
Tidak adanya minat seorang anak terhadap suatu pelajaran akan timbul kesulitan belajar. Belajar yang tidak ada minatnya mungkin tidak sesuai dengan bakatnya, tidak sesuai dengan kebutuhanya, tidak sesuai dengan kecakapan, dan akan menimbulkan problema pada diri anak. Ada tidaknya minat terhadap suatu pelajaran dapat dilihat dari cara mengikuti pelajaran, lengkap tidaknya catatan, dan aktif tidaknya dalam proses pembelajaran.
4. Motivasi
Motivasi sabagai faktor dalam (batin) berfungsi menimbulkan, mendasari dan mengarahkan perbuatan belajar. Motivasi dapat menentukan baik tidaknya dalam mencapai tujuan, sehingga semakin besar motivasinya akan semakin besar kesuksesan belajarnya. Seorang yang besar motivasinya akan giat berusaha, tampak gigih, tidak mau menyerah, dan giat membaca buku-buku untuk meningkatkan prestasinya. Sebaliknya mereka yang motivasinya lemah, tampak acuh tak acuh, mudah putus asa, perhatianya tidak tertuju pada pelajaran, suka menggangu kelas, dan sering meninggalkan pelajaran. Akibatnya mereka banyak mengalami kesulitan belajar.
5. Faktor kesehatan mental
Dalam belajar tidak hanya menyangkut segi intelek, tetapi juga menyangkut segi kesehatan mental dan emosional. Hubungan kesehatan mental dengan belajar adalah timbal balik. Kesehatan mental dan ketenangan emosi akan menimbulkan
hasil belajar yang baik demikian juga belajar yang selalu sukses akan membawa harga diri seseorang. Bila harga diri tumbuh akan merupakan faktor adanya kesehatan mental. Individu di dalam hidupnya selalu mempunyai kebutuhan- kebutuhan dan dorongan-dorongan, seperti : memperoleh penghargaan, dapat kepercayaan, rasa aman, rasa kemesraan, dan lain-lain. Apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi akan membawa masalah-masalah emosional dan akan menimbulkan kesulitan belajar.
6. Faktor eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri siswa, faktor ini meliputi :
a. Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan pusat pendidikan yang utama dan pertama.
Yang termasuk faktor ini antara lain : perhatian orangtua, keadaan ekonomi orang tua, hubungan antara anggota keluarga.
b. Lingkungan sekolah
Yang dimaksud sekolah adalah guru, alat-alatan yaitu faktor alat dan kondisi gedung.
c. Faktor Media Massa dan Lingkungan Sosial (Masyarakat)
E. Pengukuran Prestasi Belajar
Pengukuran adalah pemberian angka kepada suatu atribut atau karakteristik tertentu yang dimiliki oleh seseorang, hal atau obyek tertentu menurut aturan atau formulasi yang jelas. Jadi pengukuran prestasi belajar adalah pemberian angka atau skala tertentu menurut suatu aturan atau formula tertentu terhadap penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan melalui pelajaran. Pengukuran ini digunakan oleh seorang pendidik atau guru untuk melakukan penilaian terhadap hasil belajar anak didiknya, baik menggunakan instrumen tes maupun non tes. Tes adalah suatu pernyataan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh informasi tentang atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan tertentu yang dianggap benar.
Instrumen non tes lebih ditekankan pada sikap seorang anak didik, misalnya sopan santun, budi pekerti, dan hubungan sosial dengan teman dan lingkungan. Penilaian hasil belajar dapat dilakukan dengan baik dan benar bila menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar dengan menggunakan tes sebagai alat ukurnya. Secara garis besar penilaian dapat dibagi menjadi dua, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Penilaian formatif digunakan untuk memantau sejauh manakah proses pendidikan telah berjalan sebagaimana yang direncanakan. Sedangkan penilaian sumatif dilakukan untuk mengetahui sejauh mana peserta didik telah dapat berpindah dari satu unit keunit berikutnya. (Zainul A.
Dan Nasution A. 1994)
F. Pengaruh Status Gizi Terhadap Prestasi Belajar
Status gizi adalah pengukuran kadar gizi dalam tubuh seseorang yang dapat diukur dengan skala berat bedan. Berat badan dapat menentukan terhadap asupan makanan apa yang dikonsumsi seseorang. Hal ini tentu berhubungan dengan kecukupan gizi yang sesuai baik dalam hal kualitas maupun kuantitas zat-zat gizi sesuai dengan kebutuhan faal tubuh.
Pada usia anak sekolah kebutuhan energi diperlukan untuk kegiatan sehari- hari maupun untuk proses metabolisme tubuh. Kebutuhan protein meningkat karena proses tumbuh kembang berlangsung cepat. Apabila asupan energi terbatas atau kurang, protein akan dipergunakan sebagai energi. Kebutuhan protein usia 10-12 tahun adalah 50 g/hari, 13-15 tahun sebesar 57 g/hari dan usia 16-18 tahun adalah 55 g/hari.
Kebutuhan energi sangat dibutuhkan pada proses pembelajaran anak, karena pada proses belajar ilmu pengetahuan yang diterima berhubungan dengan jasmaniah yang diperoleh melalui panca indera sehingga apabila salah satu panca inderanya rusak maka anak tidak akan sempurna menerima pelajaran yang berdampak terhadap buruknya prestasi belajar mereka. Anak dengan status gizi kurang atau buruk selain mengalami hambatan pertumbuhan fisik juga akan mengalami gangguan belajar antara lain berupa penurunan prestasi akademik di sekolah.
2.2 Kerangka Teori
Berdasarkan dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori mengenai Hubungan status gizi dengan tingkat prestasi belajar, yang secara lebih lanjut dapat dilihat dari bagan berikut :
Gambar 2.2 Kerangka teori
BAB III
KERANGKA KONSEP, DEFENISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
6.1 Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Variabel Perancu
Gambar 2.3 Kerangka konsep
Faktor Internal 1. Faktor Fisiologis
1.1. Kesehatan 1.2. Status Gizi 2. Faktor Psikologis 2.1 Kecerdasan 2.2 Bakat 2.3 Minat 2.4 Motivasi 2.5 Cara Belajar
Faktor Eksternal 1. Faktor Lingkungan
Keluarga
1.1. Faktor Orang Tua
1.2. Faktor Suasana Rumah
1.3. Faktor Ekonomi Keluarga
2. Faktor Lingkungan Sekolah
2.1 Kurikulum 2.2 Program
Prestasi Belajar
Status Gizi Hasil Belajar
Faktor Internal
1. Faktor Kesehatan 2. Faktor Psikologis Faktor Eksternal
1. Faktor Lingkungan Keluarga 2. Faktor Lingkungan Tempat Tinggal
Keterangan :
: variabel yang diteliti
: variabel yang tidak diteliti
3.2 Definisi Operasional A. Penilaian Status Gizi
Definisi status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh status keseimbangan antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement) oleh tubuh untuk berbagai fungsi biologis (pertumbuhan fisik, perkembangan, aktivitas, pemeliharaan kesehatan, dan lainnya).
Pada penelitian ini status gizi yang akan dipakai adalah Indeks Massa Tubuh (BB/TB). IMT digunakan untuk mengetahui proporsi badan (gemuk, normal, kurus) dan untuk menghitungnya tidak perlu diketahui umur.
Kriteria objektif Indeks Massa Tubuh (BB/TB2)
Subjek mengukur berat badan dan tinggi badan kemudian dimasukkan ke rumus indeks massa tubuh dan diplot ke dalam growth chart WHO 2007.
1. Kurus : -3 SD sampai dengan < -2 SD 2. Normal : -2 SD sampai dengan 1 SD 3. Gemuk : > 1 SD sampai dengan 2 SD
B. Prestasi Belajar
Prestasi belajar adalah kemampuan seseorang pada bidang tertentu dalam mencapai tingkat kedewasaan yang langsung dapat diukur dengan tes. Penilaian ini dapat berupa angka atau huruf. Kriteria Objektif nilai rata – rata rapor :
≥ 7 : Baik
IMT:
( )
< 7 : Kurang
3.3 Hipotesis
1. Hipotesis Null (H0) :
Tidak terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat prestasi siswa SD Inpres VI Tamalanrea Makassar
2. Hipotesis Alternatif (Ha) :
Terdapat hubungan antara status gizi dengan tingkat prestasi siswa SD Inpres VI Tamalanrea Makassar.
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian analytic observasional dengan metode cross sectional yang mengkaji hubungan antara status gizi anak dengan tingkat prestasi belajar siswa siswi SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar..
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian bertempat di SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar. Waktu penelitian dimulai 13-18 November tahun 2017 selama 7 hari.
4.3 Populasi dan Sampel A. Populasi Target
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas 4,5, dan 6 SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar yang telah melalui semester ganjil 2016/2017.
B. Sampel
Sampel adalah populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili populasinya. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Total Sampling, yaitu dengan mengambil seluruh sampel kelas 4,5, dan 6 SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar.
C. Kriteria Sampel
Sampel merupakan siswa kelas 4,5, dan 6 SD Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar.yang memiliki arsip nilai dan bersedia menjadi sampel.
4.4 Sumber Data Penelitian
Sumber data penelitian diperoleh dari data primer dengan menimbang berat badan setiap siswa dengan menggunakan timbangan injak (Bathroom Scale) dan microtice untuk mengukur tinggi badan. Selain itu, pada penelitian ini digunakan pula data sekunder untuk mengetahui :
1. Identitas responden (nama,umur,jenis kelamin) 2. Gambaran umum lokasi penelitian
3. Prestasi belajar, diperoleh dari buku rapor yang meliputi nilai rata – rata siswa semester genap
4.5 Cara Pengambilan Data a. Data Primer
Status gizi yang diukur dengan menimbang berat badan dengan timbangan injak yang mempunyai tingkat ketelitian 0,5 kg dan pengukuran tinggi badan dengan microtoice yang mempunyai ketelitian 0,1 cm.
Cara mengukur : a) Berat Badan
1. Meletakkan timbangan injak yang dilantai
2. Sebelum menimbang timbangan injak harus dalam posisi jarum pada angka 0 (nol)
3. Siswa ditimbang dengan melepas sepatu dan meletakkan barang – barang yang dibawa
4. Posisi siswa berdiri tegak lurus pandangan lurus ke depan dan kedua kaki berada dalam timbangan
5. Peneliti membaca angka pada jarum timbangan injak dengan posisi di depan timbangan injak.
b) Tinggi Badan
1. Menempelkan microtoice pada dinding yang lurus datar setinggi 2 meter. Angka 0 (nol) berada di lantai yang datar
2. Siswa diukur dengan melepaskan sepatu dan penutup kepala (siswa perempuan yang rambutnya memakai pita dilepas bila mengganggu pada saat pengukuran)
3. Siswa berdiri tegak, kaki lurus, tumit, pantat, punggung dan kepala bagian belakang harus menempel pada dinding dan pandangan harus lurus ke depan
4. Menurunkan microtoice sampai rapat pada kepala bagian atas, siku – siku harus lurus menempel pada dinding
5. Peneliti membaca nagka pada skala yang Nampak pada lubang gulungan microtoice. Angka tersebut merupakan tinggi siswa.
b. Data Sekunder
a. Identitas responden diperoleh dari biodata siswa di sekolah
b. Gambaran umum lokasi diperoleh dengan cara melihat data inventaris gedung sekolah
c. Prestasi belajar diperoleh dari catatan atau buku rapor yang meliputi nilai rata – rata siswa semester genap.
4.6 Tehnik Pengolahan Data dan Penyajian Data
Data terlebih dahulu diolah secara manual dengan menggunakan Microsoft Excel dan SPSS serta disajikan dalam bentuk tabel.
4.6.1 Pengujian Hipotesis a) Analisa Univariat
Analisa dilakukan pada tiap – tiap variabel penelitian untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap – tiap variabel yang diteliti.
b) Analisa Bivariat
Metode penelitian ini menggunakan uji statistik anova. Uji anova digunakan untuk mengetahui apakah data sampel yang ada menyediakan bukti cukup bahwa ada kaitan antara variabel – variabel dalam populasi asal sampel.
Pada analisa data uji anova dapat menggunakan program SPSS 20.00 for Windows. Aplikasi pengujian korelasi yang digunakan menggunakan uji anova.
4.7. Alur Penelitian
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS HASIL PENELITIAN
3 Hasil Penelitian
Jumlah seluruh sampel yang memenuhi kriteria sampel adalah sebanyak 100 orang sampel yang terdaftar sebagai siswa kelas 4,5, dan 6 SD Inpres VI Tamalanrea Makassar sampel laki – laki berjumlah 55 orang dan perempuan 45 orang.
Landasan Teori Rumusan
Masalah
Rumusan Hipotesis
Populasi Sampel
Pengumpulan data
Analisis data Kesimpulan & Saran
Sampel yang diambil dari ketiga kelas masing – masing untuk kelas 4 berjumlah 37 orang, kelas 5 berjumlah 33 orang, dan kelas 6 berjumlah 30 orang.
5.1.1 Analisis Univariat A. Status Gizi
Untuk status gizi pada penelitian ini menggunakan indikator IMT/U kemudian diplot kedalam Grow Chart WHO 2007. Berikut tabel distribusi status gizi berdasarkan IMT/U
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase(%)
1. Laki-laki 54 54
2. Perempuan 46 46
JUMLAH 100 100
Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel jenis kelamin di atas, yang paling banyak adalah jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 54 orang (54%) dan jenis kelamin perempuan sebesar 46 orang (46%).
Tabel 5.2 Distribusi Status Gizi berdasarkan IMT/U
No. Status Gizi Frekuensi (n) Persentase(%)
1. Kurus 17 17
2. Normal 62 62
3. Gemuk 21 21
JUMLAH 100 100,0 Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel status gizi di atas, yang paling banyak adalah status gizi normal yaitu sebesar 62 orang (62%), lalu diikuti status gizi gemuk sebesar 21 orang (21%), dan status gizi kurus sebesar 17 orang (17%). Rata – rata status gizi anak SD kelas 4,5, dan 6 adalah normal.
B. Prestasi Belajar
Untuk prestasi belajar pada penelitian ini menggunakan buku rapor yaitu dengan melihat nilai rata – rata pelajaran untuk semester I. Berikut tabel distribusi prestasi belajar
Tabel 5.3 Distribusi Prestasi Belajar berdasarkan Nilai Rata – rata Rapor
No. Prestasi Belajar Frekuensi (n) Persentase(%)
1. Baik 75 75
2. Kurang 25 25
JUMLAH 100 100,0
Sumber : Data sekunder
Berdasarkan tabel prestasi belajar di atas, yang paling banyak adalah prestasi belajar baik yaitu sebesar 75 orang (75%) dan prestasi belajar kurang sebesar 25 orang (25%).
5.1.2 Analisis Bivariat
Tabel 5.4 Status Gizi berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Status Gizi Kurus
Persentase (%)
Status Gizi Normal
Persentase (%)
Status Gizi Gemuk
Persentase
(%) Total Total (%)
Laki – laki 8 15 32 59 14 26 54 100
Perempuan 9 20 30 65 7 15 46 100 Sumber : Data primer
Berdasarkan tabel status gizi untuk tiap jenis kelamin di atas,paling banyak status gizi normal dengan anak laki – laki yaitu sebanyak 32 orang sedangkan anak perempuan lebih sedikit yaitu sebesar 30 orang. Status gizi kurus pada anak laki – laki sebesar 8 orang sedangkan anak perempuan sebesar 9 orang. Status gizi gemuk pada anak laki – laki yaitu sebesar 14 orang sedangkan anak perempuan sebesar 7 orang.
Tabel 5.5 Jenis Kelamin berdasarkan Prestasi Belajar
Jenis Kelamin
Prestasi Baik
Persentase (%)
Prestasi Kurang
Persentase
(%) Total Total (%)
Laki – laki 48 89 6 11 54 100
Perempuan 27 59 19 41 46 100
Sumber : Data sekunder
Berdasarkan tabel jenis kelamin terhadap prestasi belajar di atas, yang paling banyak adalah prestasi baik pada anak dengan jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 48 orang sedangkan anak perempuan sebesar 27 orang. Untuk prestasi kurang lebih banyak pada anak perempuan yaitu sebesar 19 orang sedangkan anak laki-laki sebesar 6 orang.
C. Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar
Hubungan antara status gizi dan prestasi belajar perlu dilakukan tabel silang (crosstabulation) untuk mengetahui jumlah masing – masing antara status gizi dengan prestasi belajar. Berikut tabel silang dari kelompok status gizi dan prestasi belajar.
Tabel 5.6 Tabel Silang Status Gizi Berdasarka IMT/U dengan Prestasi Belajar
Status Gizi Prestasi Kurang
Persentase (%)
Prestasi Baik
Persentase (%)
Total Total
(%) P
Value
Kurus 7 41 10 59 17 100
0,172
Normal 12 19 50 81 62 100
Gemuk 6 29 15 71 21 100
Sumber : Uji Anova
Tabel 5.7 Uji Anova
ANOVA Nilai
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups ,669 2 ,335 1,795 ,172
Within Groups 18,081 97 ,186
Total 18,750 99
Sumber : Data Primer
Selanjutnya pada penelitian ini dilakukan Uji Anova dan diperoleh hasil p = 0,172 ini menunjukkan bahwa nilai p lebih besar dari nilai 0,05 dan dengan demikian H1 ditolak dan H0 diterima.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV, V, dan VI di Sekolah Dasar Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar Tahun Pelajaran 2016/2017.
Siswa kelas IV, V dan VI sekolah dasar pada umumnya berada pada umur antara 10-12 tahun. Kebutuhan energi golongan umur 10-12 tahun relatif lebih besar daripada golongan umur 7-9 tahun, karena pertumbuhan lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan. (Cipto Mangunkusumo, 1990)
Sehingga dalam penelitian ini hanya memilih siswa kelas IV, V dan VI saja, yang umurnya antara 10-12 tahun. Hasil penelitian yang telah dilakukan pada siswa kelas IV, V dan Vi di Sekolah Dasar Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar Tahun Pelajaran 2016/2017 dapat diketahui bahwa jenis kelamin antara siswa laki-laki dengan perempuan yang menjadi sampel dalam penelitian ini, yaitu 54 siswa laki-laki dan 46 siswa perempuan. Jenis kelamin dapat mempengaruhi status gizi seseorang, sehingga konsumsi zat gizi yang diperlukan antara laki-laki dan perempuan berbeda pula. Mulai umur 10-12 tahun, kebutuhan gizi anak laki-laki berbeda dengan anak perempuan. Anak laki- laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak. Sedangkan anak perempuan biasanya sudah mulai haid sehingga memerlukan protein dan zat besi yang lebih banyak. (Cipto Mangunkusumo, 1990)
Untuk itu orangtua siswa sangat perlu memperhatikan kebutuhan gizi putra- putrinya, baik yang berjenis kelamin laki-laki maupun yang berjenis kelamin perempuan. Orang tua juga perlu untuk mengetahui keadaan putra-putrinya, aktivitas putra-putrinya, sehingga dapat memberikan asupan zat gizi yang sesuai untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan agar
proses belajar yang sedang dijalani putra-putrinya tidak mengalami gangguan maupun hambatan.
6.2 Analisis Univariat
Dalam penelitian ini indeks yang digunakan adalah berat badan menurut tinggi badan, yang diperoleh dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan, kemudian disesuaikan dengan baku rujukan WHO-NCHS. Indeksi berat badan menurut tinggi badan merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat kini atau sekarang. (I Dewa Nyoman Supariasa, dkk, 2001)
Berdasakan hasil penelitian status gizi siswa kelas IV, V dan VI di Sekolah Dasar Negeri Inpres Tamalanrea VI Makassar Tahun Pelajaran 2016/2017 dapat diketahui bahwa mayoritas sampel berada pada kategori status gizi baik, yaitu sebanyak 62 siswa. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Status gizi baik atau ada juga yang menyebutnya gizi normal, merupakan tingkat kesehatan yang amat diidamkan, karena pada keadaan ini seseorang dapat merasakan kenikmatan hidup jasmani dan rohani yang dimulai dari usia yang semuda-mudanya dan berakhir pada usia yang tinggi.
Hasil analisis univariat pada prestasi belajar responden dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel memiliki prestasi belajar baik, yaitu sebanyak 75 siswa (75%) dari total sampel dan sisanya sebesar 25 (25%) memiliki hasil belajar kurang. Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah siswa menerima pengalaman belajarnya. Penilian hasil belajar