ORIENTASI NILAI-NILAI FOLKLORE
ETNIK SIMALUNGUN
DI KOTA PEMATANGSIANTAR
TESIS
Diajukan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada program studi Antropologi Sosial
Oleh: Radesman Sitanggang
NIM: 809525015
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
ORIENTASI NILAI-NILAI FOLKLORE
ETNIK SIMALUNGUN
DI KOTA PEMATANGSIANTAR
TESIS
Diajukan memenuhi persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains
pada program studi Antropologi Sosial
Oleh: Radesman Sitanggang
NIM: 809525015
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
iii
iv
ABSTRACT
Radesman Sitanggang, NIM: 809525015. Values Orientation of Folklore Simalungun Ethnic in Siantar town. Thesis Postgraduate, The Study Program of Social Anthropology, State University Of Medan, 2012.
In this research there are three problems, that is: how oral folklore values orientation in the form of Simalungun ethnic proverbs in Siantar? how prosess endowment of oral folklore values in the form of Simalungun ethnic proverbs in Siantar? and what usefulness of values in oral folklore in the form of Simalungun ethnic proverbs in Siantar? This Research utilizes research method qualitative with descriptive approach to describe values orientation of folklore Simalungun ethnic in Siantar as a checked social reality. Obtained data in this research stem from informan of data source. Technique data collecting through participation observation, record-keeping gathering of oral folklore in the form of Simalungun ethnic proverbs, interview structurely and interview unstructured to informan of data source, and bibliography study analyze various interconnected book type to research problem. Data which have been gathered to be analysed descriptively in three phases that is reduction data, data displayed, and conclusion.
Research conclusion shows the following. First: Oral Folklore in the form of Simalungun ethnic proverbs open cultural values orientation Simalungun ethnic on five human being problems, that is: life meaning, human being relation to nature, human being perception to time, mean work of human being, and human being relation to humanity. Second: There are three proverb concept categories in Simalungun ethnic concerning human life blessed by culture, that is x'self stability individually, social relationship, and religious confidence. Third: There are three proverb concept categories of Simalungun ethnic concerning on human nature relation blessed by culture, that is religious confidence, social relationship, and natural resources.
Fourth: There are two proverb concept categories of Simalungun ethnic concerning time blessed by culture, that is religious confidence, and the use of time positively. Fifth: There is one proverb conception category of Simalungun ethnic concerning work blessed by culture, that is pro-work behavior.
Sixth: There are two proverb concept categories of Simalungun ethnic concerning human being relationship blessed by culture, that is emphasizing horizontal side behavior, and emphasizing vertical side behavior.
Seventh: Endowment cultural values of Simalungun ethnic steming from ethnic proverbs conception, from one generation to next generation transmit through culture social activity by clan group association. Its one way an elder or expert in clan group can utilize ethnic proverb to submit certain messages to the addressee when getting opportunity converse in the cultural social activity, while addressee its every individual which attend.
v
ABSTRAK
Radesman Sitanggang, NIM: 809525015. Orientasi Nilai-nilai Folklore Etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. Tesis Program Pascasarjana, Program Study Antropologi Sosial, Universitas Negeri Medan, 2012.
Ada tiga masalah yang diajukan dalam penelitian ini yaitu bagaimanakah orientasi nilai-nilai
folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun dikota Pematang Siantar? bagaimanakah proses pewarisan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun dikota Pematang Siantar? apakah kegunaan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun dikota Pematang Siantar? Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini untuk menjawab masalah diatas ialah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif untuk mendeskripsikan orientasi nilai-nilai folklore
etnik Simalungun di kota Pematang Siantar sebagai suatu realitas sosial. Data-data yang diperoleh dalam penelitian ini bersumber dari informan sumber data. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui observasi partisipasi, pencatatan dan pengumpulan folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun, wawancara secara terstruktur dan tidak terstruktur terhadap informan sumber data, dan studi kepustakaan. Data-data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dalam tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil-hasil penelitian menunjukkan hal-hal sebagai berikut. Pertama: Folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun mengungkapkan orientasi nilai-nilai budaya etnik Simalungun mengenai lima masalah pokok manusia yaitu tentang hakikat hidup manusia, hakikat hubungan manusia kepada alam, hakikat waktu bagi manusia, hakikat pekerjaan bagi manusia, dan hakikat hubungan manusia kepada sesama. Kedua: Ada tiga kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat hidup manusia yang direstui oleh kebudayaan yaitu kemantapan diri secara individual, relasi sosial, dan
keyakinan agamawi. Ketiga: Ada tiga kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat hubungan manusia kepada alam yang direstui oleh kebudayaan yaitu keyakinan agamawi, relasi sosial, dan ketersediaan sumber daya. Keempat: Ada dua kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat waktu bagi manusia yang direstui oleh kebudayaan yaitu keyakinan agamawi, dan
pendaya-gunaan waktu secara positif. Kelima: Hanya satu kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat kerja bagi manusia yang direstui oleh kebudayaan yaitu perilaku yang pro-aktif.
Keenam: Ada dua kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat hubungan manusia kepada sesama yang direstui oleh kebudayaan yaitu perilaku yang menekankan sisi horizontal, dan
perilaku yangmenekankan sisi vertikal.
Ketujuh: Pewarisan nilai-nilai budaya etnik Simalungun yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik dari satu generasi kepada generasi berikutnya ditransmisikan melalui kegiatan-kegiatan sosial budaya etnik yang diorganisir oleh asosiasi kelompok marga. Caranya ialah orang yang dituakan atau
ahli adat dalam asosiasi kelompok marga menjadi penutur yang mempergunakan peribahasa etnik untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu kepada pendengarnya ketika mendapat kesempatan berbicara dalam kegiatan sosial budaya etnik tersebut, sedangkan pendengarnya ialah setiap individu yang hadir disana.
vi
KATA PENGANTAR
Tulisan ini dipersiapkan untuk memenuhi salah satu persyaratan yang ditetapkan oleh
Sekolah Pascasarjana Universitas Negeri Medan menempuh ujian Magister Sains dalam bidang
Ilmu Antropologi Sosial. Proses terjadinya tulisan ini melibatkan berbagai unsur, berkat bantuan,
bimbingan dan dukungan merekalah tulisan ini boleh tersaji sebagaimana adanya. Diiringi rasa
hormat, penulis mengkhaturkan terimakasih yang setinggi-tingginya kepada semua unsur yang
telah memberikan bantuan, bimbingan dan dukungan dalam proses penyelesaian tulisan ini.
Pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya ditujukan oleh penulis kepada yang terhormat:
Prof.Dr.Ibrahim Gultom, M.Pd, selaku pembimbing pertama; Prof.Dr.Ibnu Hajar Damanik,
M.Si, selaku pembimbing kedua; Dr.Phil.Ichwan Azhari, M.Si, selaku ketua program studi
Antropologi Sosial; dan Prof.Dr.H.Abdul Muin Sibuea,M.Pd selaku direktur Pascasarjana
Universitas Negeri Medan.
Pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya juga ditujukan oleh penulis kepada
semua informan sumber data dalam penelitian ini, mereka telah berkenan menyalurkan informasi
yang dimiliki kepada penulis untuk dijadikan data dalam tulisan ini. Kepada asosiasi kelompok
marga Purba, asosiasi kelompok marga Sinaga, asosiasi kelompok marga Damanik, dan asosiasi
kelompok marga Garingging, disampaikan pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya.
Secara khusus pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya ditujukan oleh penulis kepada
yang terhormat Drs.Jomen Purba dari Yayasan Museum Simalungun, demikian juga St.Djapaten
Purba, BME, dari Presidium Partuha Maujana Simalungun, yang telah memberikan arahan teknis
kepada penulis untuk mengadakan observasi dan wawancara dalam lingkungan asosiasi
vii
Tidak lupa penulis menyampaikan pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya
kepada keluarga penulis yang telah menyemangati, dan memberikan dukungan tiada hentinya
selama dalam proses penyelesaian tulisan ini. Penulis tidak dapat menggambarkan apa akhir
proses penulisan ini tanpa mereka menyemangati dan memberikan dukungan yang tiada
hentinya. Mereka adalah Yansi Putryati Purba Pakpak isteri penulis; ketiga putri penulis yaitu
Pdt.Christine Sitanggang,S.Si, di Palangkaraya; Dahlia Sitanggang,S.Pd, di Pangkalanbun; dan
Silvia Sitanggang,SE, di Pematang Siantar. Demikian juga ketiga adik penulis yaitu Diakones
Serepina Sitanggang,MRE, di Balige; Ekron Sitanggang,SE,M.Si, di Jakarta; dan Tikkos
Sitanggang, SE,MM, di Bogor.
Akhirnya kepada semua unsur-unsur yang terlibat dalam proses penyelesaian tulisan ini,
sekali lagi penulis menyampaikan pernyataan terimakasih yang setinggi-tingginya. Kiranya
karya tulis yang sederhana ini boleh menjadi dharma untuk pengembangan ilmu Antropologi
Sosial tentang orientasi nilai budaya etnik yang ada ditanah air, khususnya orientasi
nilai-nilai budaya etnik Simalungun. Disamping itu, kiranya saran-saran yang terungkap dalam tulisan
ini boleh menjadi bahan pertimbangan bagi komunitas etnik Simalungun dimanapun berada
dalam upaya melestarikan dan memaknai kekayaan kebudayaan etnik sebagai bagian dari
kebudayaan bangsa sehingga tidak hilang ditelan oleh masa.
Penulis
Radesman Sitanggang NIM: 809525015.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESYAHAN ………. ii
ABSTRAK ……….. iv
KATA PENGANTAR………. vi
DAFTAR ISI ……….. viii
DAFTAR TABEL ………... x
BAB I PENDAHULUAN ………. 1
1. Latar Belakang Masalah ………... 1
2. Perumusan Masalah ……….. 6
3. Tujuan Penelitian ……….. 7
4. Manfaat Penelitian ………... 7
5. Defenisi Operasional ………... 8
BAB II KAJIAN PUSTAKA ……… 10
1. Orientasi Nilai-nilai Budaya Folklore ………... 10
2. Pewarisan Nilai-nilai Budaya Folklore ………. 20
3. Kegunaan Nilai-nilai Budaya Folklore ……….…... 25
BAB III METODE PENELITIAN ………... 28
1. Jenis Penelitian ……….. 28
2. Lokasi dan Waktu Penelitian ………... 29
3. Sampel Sumber Data ……… 29
4. Teknik Pengumpulan Data ………... 30
ix
BAB IV HASIL-HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………… 34
1. Deskripsi Sosial Budaya……… 34
1.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ………. 34
1.2 Tinjauan Sosio Historis Etnik Simalungun ………... 41
1.3 Sistem Perkawinan dan Kekerabatan ……… 46
1.4 Sistem Sosial Kemasyarakatan ……….. 53
1.5 Sistem Adat-Istiadat ………. 59
2. Orientasi Nilai-Nilai Budaya Folklore ……….. 68
2.1 Hakikat Hidup Manusia ……… 70
2.2 Hakikat Hubungan Manusia Kepada Alam ……….. 75
2.3 Hakikat Waktu Bagi Manusia ………... 80
2.4 Hakikat Kerja Bagi Manusia ……… 86
2.5 Hakikat Hubungan Manusia Kepada Sesama ………….. 91
3. Pewarisan Nilai-nilai Budaya Folklore ……… 101
4. Kegunaan Nilai-nilai Budaya Folklore ……… 108
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….... 114
1. Kesimpulan ……… 114
2. Saran-saran ……… 116
DAFTAR KEPUSTAKAAN ……….. 118
x
DAFTAR TABEL
Tabel-1: Kerangka konsepsi orientasi nilai budaya ……… 14
Tabel-2: orientasi nilai budaya tokoh wanita dalam novel Indonesia ………. 17
warna lokal Minangkabau sebelum dan sesudah perang Tabel-3: Variabel-variabel transmisi kebudayaan menurut Fortes ……….. ….. 21
Tabel-4: Pertumbuhan penduduk kota Pematang Siantar 1920-1963 ……… 36
Tabel-5: Penduduk kota Pematang Siantar berdasarkan ……… 37
kelompok etnik tahun 1930 Tabel-6: Penduduk kota Pematang Siantar tahun 2010 ………. 38
Tabel-7: Penduduk kota Pematang Siantar kategori etnik Simalungun ……….. …. 39
tahun 2011 Tabel-8: Konsepsi hakikat hidup manusia ………. 73
Tabel-9: Konsepsi hakikat hubungan manusia kepada alam ………. 78
Tabel-10: Konsepsi hakikat waktu bagi manusia ……….... 84
Tabel-11: Konsepsi hakikat kerja bagi manusia ……….. 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk (Nasikun,1985:30,51)
baik secara horizontal maupun secara vertikal. Secara horizontal terdapat kesatuan-kesatuan
sosial berdasarkan perbedaan-perbedaan suku-bangsa, agama, adat, dan kedaerahan. Sedangkan
secara vertikal terdapat perbedaan-perbedaan antara lapisan atas dan lapisan bawah yang cukup
tajam dalam bentuk semakin tumbuhnya polarisasi sosial berdasarkan kekuatan politik dan
kekayaan. Merujuk kepada pendapat diatas, masyarakat Indonesia bersifat multi-etnik,
sedangkan salah satu etnik yang termasuk didalamnya ialah etnik Simalungun. Van Vollenhoven
dalam Soekamto (1981.a:20-40) pernah membuat klasifikasi aneka warna suku bangsa di
Indonesia dalam sembilan belas daerah lingkungan hukum adat, salah satu diantaranya ialah
daerah lingkungan hukum adat etnik Batak yang meliputi Tanah Batak atau Tapanuli yaitu
Pakpak Batak, Karo Batak, Simelungun Batak, Toba Batak, dan Tapanuli Selatan yaitu Padang
Lawas, Angkola dan Mandailing.
Etnik Simalungun selaku bagian dari suku bangsa Indonesia pada awalnya hanya tinggal
menetap dalam wilayah kabupaten Simalungun, tetapi karena terbukanya migrasi keberbagai
tempat lain di Indonesia maka etnik Simalungun pada waktu ini sudah berdomisili hampir pada
setiap propinsi di Indonesia. Menurut Koentjaraningrat (1980.a:278) istilah suku bangsa atau
etnik mengacu kepada suatu golongan manusia yang terikat kepada kesadaran dan identitas akan
kesatuan kebudayaan, sedangkan kesadaran dan identitas tersebut seringkali dikuatkan oleh
kesatuan bahasa. Merujuk kepada pendapat diatas, etnik Simalungun merupakan suatu golongan
2
kesadaran dan identitas tersebut dikuatkan dengan adanya bahasa etnik yaitu bahasa Simalungun.
Pembentukan kesadaran dan identitas etnik Simalungun sebagai suatu golongan manusia yang
terikat kepada kesatuan kebudayaan didasarkan kepada tradisi atau warisan sosial yang terdapat
dalam etnik tersebut. Menurut Kluckhohn (1984:83) kebudayaan sebagai warisan sosial
diperoleh melalui proses belajar oleh individu-individu sebagai hasil interaksi anggota-anggota
kelompok satu sama lain sehingga kebudayaan tersebut sifatnya dimiliki bersama. Tetapi juga
setiap praktek kebudayaan adalah fungsional untuk membantu survival masyarakat ataupun
penyesuaian diri bagi individu.
Pada segi yang lain tradisi (Sztompka,2008:69-70) adalah keseluruhan benda material
dan gagasan yang berasal dari masa lalu namun benar-benar masih ada kini, belum dibuang atau
dilupakan. Tradisi dari aspek benda material ialah benda material yang mengingatkan kepada
kehidupan masa lalu. Sedangkan tradisi dari aspek gagasan termasuk keyakinan, kepercayaan,
symbol, norma, nilai, aturan dan ideologi. Menurut Sztompka yang terpenting diperhatikan untuk
memahami suatu tradisi ialah sikap atau orientasi pikiran terhadap benda material atau gagasan
yang berasal dari masa lalu tersebut yang dipungut orang di masakini dan menempatkannya
menjadi tradisi.
Salah satu bentuk tradisi atau warisan sosial etnik Simalungun yang eksis sampai waktu
ini ialah folklore. Menurut Danandjaja, folklore berasal dari dua kata dasar yaitu folk dan lore
(2002:1-2). Folk sinonim artinya dengan kata kolektif (collectivity) yaitu sekelompok orang yang
memiliki ciri-ciri pengenal fisik, sosial dan kebudayaan yang sama sehingga dapat dibedakan
dari kelompok-kelompok yang lain. Namun yang lebih penting ialah bahwa mereka memiliki
suatu tradisi, yaitu kebudayaan yang mereka warisi secara turun-temurun sekurang-kurangnya
3
sendiri. Sedangkan lore adalah tradisi folk, yaitu sebahagian dari kebudayaan yang diwariskan
turun-temurun secara lisan, atau melalui suatu contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat
pembantu pengingat. Dengan demikian folklore ialah sebahagian dari kebudayaan suatu kolektif
manusia yang diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif tersebut, baik dalam bentuk
lisan maupun dalam bentuk contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu
pengingat (mnemonic device).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka,1990:243) dikemukakan folklore
lisan dan folklore bukan lisan. Folklore lisan adalah folklore yang diciptakan, disebarluaskan dan
diwariskan dalam bentuk lisan, umpamanya bahasa rakyat, teka-teki, puisi rakyat, cerita prosa
rakyat, dan nyanyian rakyat. Sedangkan folklore bukan lisan adalah folklore yang diciptakan,
disebarluaskan dan diwariskan tidak dalam bentuk lisan, umpamanya arsitektur rakyat, kerajinan
tangan rakyat, pakaian dan perhiasan tradisional, obat-obatan tradisional, makanan dan minuman
tradisional, bunyi isyarat, dan musik tradisional.
Salah satu bentuk folklore lisan etnik Simalungun ialah peribahasa. Peribahasa atau
saying ialah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna dan fungsinya
dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias karangan atau
percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup;
mencakup bidal, pepatah, perumpamaan ibarat, dan pemeo (Kridalaksana,1982:131). Bidal ialah
peribahasa yang berupa kalimat tak lengkap dan berisi nasehat atau pengajaran, misalnya: Biar
lambat asal selamat. Pepatah ialah kalimat pendek yang berisi kiasan tentang keadaan atau tingkah laku, mengungkapkan pikiran yang berpaedah atau kebenaran yang wajar, misalnya:
4
perbandingan (umpama, seperti, bagai), misalnya: Seperti katak dibawah tempurung; Ibarat bunga, sedap dipakai dan layu dibuang; Pemeo ialah peribahasa yang dijadikan semboyan, misalnya: Esa hilang, dua terbilang; Tak use ye!.
Peribahasa etnik Simalungun yang disebut umpama, atau limbaga lajim dipergunakan
untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu kepada seseorang ataupun sejumlah orang dalam
kegiatan sosial budaya, ataupun dalam perjumpaan antar sesama individu, baik dalam suasana
sukacita maupun dalam suasana dukacita dilingkungan etnik Simalungun. Umpamanya berkaitan
dengan perkawinan atau marhajabuan, berkaitan dengan kelahiran anak atau partubuh ni anak,
berkaitan dengan peristiwa kematian atau parmatei, berkaitan dengan peristiwa menempati
rumah baru atau manmasuki rumah bayu, dan lain-lain. Sebagaimana peribahasa pada umumnya
(Iper,1997:17) dipergunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu yang berisi nasehat,
sindiran, pujian, mematahkan pembicaraan lawan bicara, dan bahasa diplomasi, demikian juga
halnya dengan peribahasa etnik Simalungun dipergunakan.
Contoh peribahasa etnik Simalungun (Tarigan,1979) yang berisi nasihat ialah: Parlobei
nidilat bibir ase nahatahon hata. Terjemahannya: Jilat dahulu bibir sebelum mengucapkan
perkataan. Maknanya: Hendaklah dipikirkan matang-matang terlebih dahulu sebelum mengutarakan suatu pendapat supaya jangan melantur atau menyimpang tak menentu ujung pangkalnya. Selanjutnya contoh peribahasa yang berisi sindiran ialah: Songon parbuah ni ambotik, mangisati na maisat.
5
sebagainya. Selanjutnya contoh peribahasa yang berisi bahasa diplomasi ialah: Sahei utang sapuluhdua ibahen demban santasak. Terjemahannya: Lunas utang duabelas karena sekapur sirih. Maknanya: Walaupun rupa jelek tetapi kalau kelakuan baik dan pekerjaan beres maka sayang juga orang terhadapnya. Pendek kata, pandai mengambil hati orang lain.
Peribahasa selaku kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk, makna
dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias karangan
atau percakapan, penguat maksud karangan, pemberi nasehat, pengajaran atau pedoman hidup
berfungsi mewujudkan fungsi folklore lisan (Danandjaja,2002:32) yaitu sebagai sistem proyeksi,
sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga kebudayaan, sebagai alat pendidikan anak,
dan sebagai pemaksa atau pengawas norma-norma masyarakat agar selalu dipatuhi. Dilihat
berdasarkan fungsi-fungsi seperti ini tentulah aktualisasi pemanfaatan peribahasa dalam
lingkungan suatu etnik akan memberikan kontribusi memperkuat loyalitas terhadap kelompok
etnik itu sendiri.
Berdasarkan pengamatan penulis terdapat gejala dikalangan generasi muda etnik
Simalungun bahwa mereka tidak begitu tertarik terhadap peribahasa etniknya sendiri yang
disampaikan dalam berbagai kegiatan sosial budaya, ataupun dalam berbagai perjumpaam antar
sesama individu dilingkungan etnik itu sendiri. Alasannya sederhana bahwa peribahasa tersebut
dianggap kuno, kolot atau ketinggalan jaman sehingga tidak relevan dipergunakan. Secara
ekstrim dapat dikatakan, banyak generasi muda etnik Simalungun pada waktu ini tidak trampil
mempergunakan bahasa etniknya sendiri, padahal kesadaran dan identitas etnik itu sendiri
diperkuat dengan adanya bahasa kesatuan yaitu bahasa Simalungun.
Dengan demikian ditinjau dari segi fungsi folklore lisan dalam bentuk peribahasa
khususnya yaitu sebagai sistem proyeksi, sebagai alat pengesahan pranata-pranata dan lembaga
6
masyarakat agar selalu dipatuhi sebagaimana dikemukakan diatas dipertanyakan disini. Seberapa
jauhkah orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun berfungsi?
Dengan kata lain apakah folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun memang
kuno, kolot atau ketinggalan jaman sehingga tidak relevan dipergunakan? Berdasarkan
keseluruhan paparan diatas, permasalahan yang diajukan dalam tulisan ini ialah orientasi
nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun.
2. Perumusan Masalah
Permasalahan tentang orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun yang diajukan
dalam tulisan ini dibatasi ruang lingkungnya dilingkungan kota Pematang Siantar saja. Dengan
demikian permasalahannya disini adalah orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun di
kota Pematang Siantar. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas maka masalahnya dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa
etnik Simalungun di kota Pematang Siantar?
2. Bagaimanakah proses pewarisan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk
peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar?
3. Apakah kegunaan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa
7
3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas maka tujuan yang ingin
dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa
etnik Simalungun di kota Pematang Siantar.
2. Mengetahui proses pewarisan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk
peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar.
3. Mengetahui kegunaan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa
etnik Simalungun di kota Pematang Siantar.
4. Manfaat Penelitian
Hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat secara teoritis maupun secara praktis
bagi pihak-pihak yang membutuhkannya sebagai berikut.
1. Secara teoritis hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan orientasi
nilai-nilai folklore lisan yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik Simalungun.
2. Secara teoritis hasil-hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah konsepsi
Antropologis tentang orientasi nilai-nilai folklore lisan yang bersumber dari konsepsi
peribahasa etnik Simalungun.
3. Secara praktis hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi komunitas etnik
Simalungun, asosiasi-asosiasi kelompok marga etnik Simalungun, dan juga organisasi
pemangku adat etnik Simalungun yaitu Partuha Maujana Simalungun (PMS) untuk
mendaya-gunakan kearifan lokal etnik Simalungun bagi kehidupan.
4. Secara praktis hasil-hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat memberikan informasi
8
Simalungun bagi pemerintah kota Pematang Siantar, demikian juga pemerintah daerah
kabupaten Simalungun dalam rangka mendaya-gunakan kebudayaan daerah memperkuat
kesatuan bangsa.
5. Defenisi Operasional
Defenisi operasional (Maryaeni,2008:15) adalah gambaran konsep, fakta, maupun relasi
kontekstual atas konsep, fakta, dan relasi pokok yang berkaitan dengan penelitian yang akan
digarap, yang terealisasikan dalam bentuk kata-kata dan kalimat. Defenisi operasional merujuk
kepada kata-kata ataupun terminologi yang terdapat dalam judul maupun rumusan masalah.
Sebagaimana dikemukakan diatas bahwa judul maupun rumusan masalah dalam tulisan ini ialah
orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun di kota Pematang Siantar. Oleh sebab itu
defenisi operasional dalam tulisan ini merujuk kepada kata ataupun terminologi dalam judul
maupun rumusan masalah tersebut sebagai berikut. Orientasi (Balai Pustaka,1990:630) adalah
peninjauan menentukan sikap (arah, tempat dan sebagainya) yang tepat dan benar. Sedangkan
nilai (Marzali,2007:104-115) adalah konsepsi mengenai hal yang seharusnya diinginkan. Nilai
hanya dapat disimpulkan dan ditafsirkan dari ucapan, perbuatan dan materi yang dibuat oleh
manusia, karena nilai itu sendiri diwujudkan dalam bentuk ucapan, perbuatan dan materi yang
dibuat oleh manusia.
Selanjutnya Folklore lisan ialah sebahagian dari kebudayaan suatu kolektif manusia yang
diwariskan secara turun-temurun diantara kolektif tersebut, baik dalam bentuk lisan maupun
dalam bentuk contoh. Salah satu bentuk folklore lisan etnik Simalungun ialah peribahasa.
Peribahasa atau saying ialah kalimat atau penggalan kalimat yang telah membeku bentuk,
makna dan fungsinya dalam masyarakat, bersifat turun-temurun, dipergunakan untuk penghias
9
pedoman hidup; peribahasa mencakup bidal, pepatah, perumpamaan ibarat, dan pemeo
(Kridalaksana,1982:131). Dengan demikian orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun
adalah peninjauan menentukan sikap yang tepat terhadap konsepsi-konsepsi yang terdapat dalam
peribahasa etnik Simalungun mengenai hal-hal yang amat bernilai dalam hidup. Clyde
Kluckhohn dalam Koentjaraningrat (2007:77-88) menjabarkan lebih rinci bahwa sistem nilai
budaya manusia didunia ini berkaitan kepada lima masalah pokok, sedangkan masing-masing
sistem nilai budaya manusia didunia ini mengkonsepsikannya secara berbeda-beda.
Konsepsi-konsepsi yang amat bernilai dalam hidup tersebut terdiri dari: (1) masalah tentang human nature
atau makna hidup manusia; (2) masalah tentang man-nature atau makna hubungan manusia
kepada alam sekitarnya; (3) masalah tentang time atau persepsi manusia tentang waktu; (4)
masalah tentang activity atau makna pekerjaan manusia; dan (5) masalah tentang relational atau
hubungan manusia kepada sesamanya.
Berdasarkan paparan diatas maka orientasi nilai-nilai folklore lisan etnik Simalungun di
kota Pematang Siantar dalam penelitian ini mengacu kepada konsepsi peribahasa etnik
Simalungun mengenai lima masalah pokok manusia yaitu: masalah tentang human nature atau
makna hidup manusia; masalah tentang man-nature atau makna hubungan manusia kepada alam
sekitarnya; masalah tentang time atau persepsi manusia tentang waktu; masalah tentang activity
atau makna pekerjaan manusia; dan masalah tentang relational atau hubungan manusia kepada
sesamanya. Sedangkan kota Pematang Siantar dalam penelitian ini mengacu kepada salah satu
114
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Ada tiga rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini untuk dijawab yaitu:
bagaimanakah orientasi nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di
kota Pematang Siantar? bagaimanakah proses pewarisan nilai-nilai folklore lisan dalam bentuk
peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar? dan apakah kegunaan nilai-nilai folklore
lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun di kota Pematang Siantar? Berdasarkan
keseluruhan paparan dimuka ketiga rumusan masalah diatas telah terjawab, demikian juga tujuan
penelitian yang diajukan dalam penelitian ini telah terpenuhi. Oleh sebab itu dalam bagian ini
akan diusahakan menarik beberapa kesimpulan berdasarkan keseluruhan pembahasan dimuka,
demikian selanjutnya beberapa saran berdasarkan beberapa kesimpulan tersebut.
Kesimpulan
1. Folklore lisan dalam bentuk peribahasa etnik Simalungun hasil-hasil penelitian ini
mengungkapkan orientasi nilai-nilai budaya folklore etnik Simalungun mengenai lima
masalah pokok manusia berdasarkan situasi sosial budaya tertentu berkaitan kepada
kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Orientasi nilai-nilai budaya folklore etnik
Simalungun yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik tersebut mengungkapkan
tata kelakuan yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun.
2. Ada tiga kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat hidup
manusia yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun yaitu kategori konsepsi
115
3. Ada tiga kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat hubungan
manusia kepada alam yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun yaitu kategori
konsepsi keyakinan agamawi, relasi sosial, dan ketersediaan sumber daya.
4. Ada dua kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat waktu bagi
manusia yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun yaitu kategori konsepsi
keyakinan agamawi, dan pendaya-gunaan waktu secara positif.
5. Hanya satu kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat kerja
bagi manusia yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun yaitu kategori
konsepsi perilaku yang pro-aktif.
6. Ada dua kategori konsepsi peribahasa etnik Simalungun mengenai hakikat hubungan
manusia kepada sesama yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun yaitu
kategori konsepsi perilaku yang menekankan sisi horizontal, dan perilaku yang
menekankan sisi vertical.
7. Pewarisan nilai-nilai budaya folklore etnik Simalungun yang bersumber dari konsepsi
peribahasa etnik Simalungun dari satu generasi kepada generasi berikutnya
ditransmisikan melalui kegiatan-kegiatan sosial budaya dan ritus-ritus adat yang
diorganisir oleh asosiasi kelompok marga sisadapur. Konsepsi peribahasa etnik yang
ditransmisikan tersebut memuat lima masalah pokok manusia yaitu hakikat hidup
manusia, hakikat hubungan manusia kepada alam, hakikat waktu bagi manusia,
hakikat pekerjaan bagi manusia, dan hakikat hubungan manusia kepada sesama. Cara
pewarisan ialah orang yang dituakan atau ahli adat dalam asosiasi kelompok marga
sisadapur menjadi penutur yang mempergunakan peribahasa etnik Simalungun untuk
116
kesempatan berbicara dalam kegiatan sosial budaya tersebut, sedangkan
pendengarnya ialah setiap individu yang hadir disana.
8. Konsepsi peribahasa etnik Simalungun hasil-hasil penelitian ini berasal dari masa
lampau, tetapi konsepsinya relevan dipergunakan masa kini untuk membangun masa
depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Dikatakan demikian karena konsepsi
peribahasa etnik Simalungun hasil-hasil penelitian ini mengungkapkan tata kelakuan
manusia berdasarkan kemajuan adab, budaya, persatuan dan mempertinggi derajat
kemanusiaan. Disamping itu, konsepsi peribahasa etnik Simalungun hasil-hasil
penelitian ini membantu menyediakan solusi dari sejumlah kekecewaan yang timbul
karena dampak kehidupan modern, umpamanya rapuhnya ikatan persaudaraan,
terjadinya kerusakan lingkungan, dan terjadinya pencemaran.
Saran-saran
Berdasarkan beberapa kesimpulan diatas, dikemukakan beberapa saran sebagai berikut.
1. Disarankan kepada komunitas etnik Simalungun untuk dapat melestarikan nilai-nilai
budaya etnik Simalungun yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik Simalungun
mengenai lima masalah pokok manusia hasil-hasil penelitian ini karena konsepsinya
merupakan kearifan lokal yang relevan untuk dipergunakan masa kini membangun
masa depan berdasarkan pengalaman masa lalu. Didalamnya diungkapkan tata
kelakuan yang direstui oleh kebudayaan etnik Simalungun berdasarkan kemajuan
adab, budaya, persatuan dan mempertinggi derajat kemanusiaan. Secara khusus
disarankan kepada pemangku adat Simalungun (Partuha Maujana Simalungun) dalam
117
mengambil langkah-langkah strategis memotivasi keluarga-keluarga etnik
Simalungun dimanapun berada untuk dapat menjadi saluran utama dalam pewarisan
nilai-nilai budaya folklore etnik Simalungun yang bersumber dari konsepsi peribahasa
etnik Simalungun.
2. Disarankan kepada pemerintah kota Pematang Siantar, demikian juga pemerintah
daerah kabupaten Simalungun kiranya dapat mendaya-gunakan nilai-nilai budaya
folklore etnik Simalungun yang bersumber dari konsepsi peribahasa etnik
Simalungun hasil-hasil penelitian ini selaku kearifan lokal untuk memperkuat
kesatuan bangsa.
3. Disarankan kepada instansi penelitian maupun para peneliti yang peduli terhadap
kebudayaan bangsa Indonesia untuk mengungkapkan lebih jauh lagi kekayaan
kearifan lokal yang terdapat dalam kebudayaan etnik bangsa Indonesia sehingga
118
DAFTAR KEPUSTAKAAN
Aritonang, Jan S. 1988. Sejarah Pendidikan Kristen di Tanah Batak. Jakarta: BPK. Asri,Yasnur, et-al. 1996. Orientasi Nilai Budaya Tokoh Wanita dalam Novel Indonesia
Warna Lokal Minangkabau Sebelum dan Sesudah Perang. Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa.
Badan Pusat Statistik kota Pematang Siantar. 2011. Pematang Siantar dalam Angka
Tahun 2011. Pematang Siantar:BPS kota Pematang Siantar. Balai Pustaka. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Clauss, Wolfgang. 1982. Economic and Social Change among the Simalungun Batak of Notrh Sumatra. Saarbrucken fortlauderdale: Verlag Breitenbach Publishers. Cooley, Charles H. 1964. Primary Groups. dalam Selo Soemardjan et-al, Setangkai
Bunga Sosiologi. Jakarta: Universitas Indonesia.
Damanik, Erond L. 2005. Agama Dan Identitas Kelompok Etnik: Proses Identifikasi Identitas Kelompok Etnik Simalungun. Medan: Program Pascasarjana Univeristas Negeri Medan.
Damanik, Jahutar. 1987. Jalannya Hukum Adat Simalungun. Pematang Siantar: P.D Aslan. Djamaris, Edwar. 1990. Menggali khazanah sastra Melayu klasik (Sastra Indonesia lama). Jakarta: Balai Pustaka.
Danandjaja, James. 2002. Folklor Indonesia, Jakarta: Grafiti.
_______________ 1994 Antropologi Psikologi: Teori, metode dan perkembangannya. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Dasuha, Juandaha Raya P, et-al (editor). 2012. Peradaban Simalungun: Inti Sari Seminar Kebudayaan Simalungun se-Indonesia Tahun 1964. Pematang Siantar: Komite Penerbit Buku-buku Simalungun (KPBS). Faisal, Sanapiah. 1999. Format-format Penelitian Sosial: Dasar dan Aplikasi. Jakarta: Rajawali Press.
119
Huijbers, Theo. 1986. Manusia Merenungkan Dirinya. Yogyakarta: Kanisius. Ihromi, T.O. 1986. Beberapa Pemikiran mengenai Masalah Dialog Budaya dalam
Keluarga. dalam M.Sastrapratedja (Ed) et-al, Menguak Mitos-mitos Pembangunan. Jakarta: Gramedia.
Iper, Dunis, et-al. 1997. Pepatah-Petitih dalam bahasa Dayak Ngaju. Jakarta: Pusat
Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kimball, Young. 1974. Sociology, a study of society and culture. dalam Selo Soemardjan (Ed)
Setangkai Bunga Sosiologi. Jakarta: UI-PRESS, 1974, p.183-219. Kluckhohn, Clyde. 1984. Cermin bagi Manusia. Terjemahan dari Mirror for Man.
dalam Dr.Parsudi Suparlan (Ed) Manusia, Kebudayaan, dan Lingkungannya. Jakarta: Rajawali.
Koentjaraningrat. 1980.a. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru.
______________ 1980.b. Beberapa Pokok Antropologi Sosial. Jakarta: Dian Rakyat. ______________ 1984. Kebudayaan mentalitas dan pembangunan. Jakarta: Gramedia. ______________ 2007. Sejarah Teori Antropologi II. Jakarta: UI-PRESS.
Kossen, Stan. 1986. Aspek Manusiawi dalam Organisasi. Terjemahan:The Human Side
of Organizations. Jakarta: Erlangga.
KolportaseGKPS. 2012. Susukkara GKPS 2012. Pematang Siantar: Kolportase GKPS. Kridalaksana, Harimurti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.
Liddle, R.William. 1970. Ethnicity, Party, and National Integration. New Haven and London:
Yale University Press.
Marzali, Amri. 2007. Antropologi & Pembangunan Indonesia. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Maryaeni. 2008. Metode penelitian kebudayaan. Jakarta: Bumi Aksara.
Moleong, Lexi J. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nasikun. 1985. Sistem Sosial Indonesia. Jakarta: Rajawali.
Nasution, S. 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
Perret, Daniel. 2010. Kolonialisme dan Etnisitas: Batak dan Melayu di Sumatra Timur.
120
PresidiumPartuha Maujana Simalungun. 2008. Adat ni Simalungun. Pematang Siantar: Presidium Partuha Maujana Simalungun
Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2010. Pedoman Administrasi dan Penulisan Tesis & Disertasi. Medan: Universitas Negeri Medan.
Purba, Avenol. 2001. Kumpulan Uppasa dan Limbaga Simalungun. Pematang Siantar: Tanpa penerbit.
Purba, Mansen, (et-al). 1994. Horja Sayur Matua. Medan: Bina Budaya Simalungun.
Purba, O.H.S, et-al. 1998. Migran Batak Toba diluar Tapanuli Utara. Medan: Monora. Saifuddin, Achmad Fedyani. 2006. Antropologi Kontemporer: Suatu Pengantar Kritis Mengenai Paradigma. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Saragih, Djaren, et-al. 1980. Hukum Perkawinan Adat Batak. Bandung: Tarsito. Sastrapratedja, M. 1992. Pancasila sebagai Ideologi dalam Kehidupan Budaya.
dalam Pancasila sebagai Ideologi dalam berbagai bidang kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. disunting oleh Oetojo Usman dan Alfian.
Jakarta: BP7 Pusat.
Selat, Norazit. 1993. Konsep Asas Antropologi. Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka Kementerian Pendidikan Malaysia.
Schreiner, Lothar. 1978. Telah Kudengar Dari Ayahku: Perjumpaan Adat Dengan Iman Kristen
di Tanah Batak. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Sidjabat, W.B. 1982. Ahu Si Singamangaraja. Jakarta: Sinar Harapan.
Simanjuntak, Batara Sangti. 1977. Sejarah Batak. Balige: Karl Sianipar Company. Sinaga, AB. 1983. Pengertian Adat dan Implikasinya terhadap Agama. Makalah. Medan: Universitas HKBP Nomensen.
Sitanggang, Radesman. 2006. Memimpin Sesuai Amanah. Pematang Siantar: L-SAPA. Soemardjan, Selo. 1992. Pancasila dalam Kehidupan Sosial.
dalam Pancasila sebagai Ideologi dalam berbagai bidang kehidupan Bermasyarakat, Berbangsa, dan Bernegara. disunting oleh Oetojo Usman dan Alfian.
Jakarta: BP7 Pusat.
121
Sumbayak, Japiten. 2001. Refleksi Habonaron do bona dalam adat budaya Simalungun. Pematang Siantar: Tanpa penerbit.
Soekamto, Soeryono. 1981.a. Hukum Adat Indonesia. Jakarta: Rajawali.
________________ 1981. b. Sosiologi suatu pengantar. Jakarta: UI-PRESS.
Spradley, James P. 2007. Metode Etnografi. Terjemahan the Ethnographic Interview. Yogyakarta: TiaraWacana.
Sztompka, Piotr. 2008. Sosiologi Perubahan Sosial. Terjemahan The Sociology of Social Change. Jakarta: Prenada.
Tambak, TBA. 1982. Sejarah Simalungun. Pematang Siantar: Yayasan Museum Simalungun. Tarigan, Henry Guntur. 1979. Umpama ni Simalungun. Jakarta: Departemen
P dan K Proyek penerbitan buku sastra Indonesia dan Daerah. Tideman, J. 2009. Simalungun: Tanah Batak Timur dalam Keterasingan dan
Perkembanganya menjadi Bagian dari Daerah Perkebunan Pantai Timur Sumatra. Terjemahan Simeloegoen: Het Land Der Timoer-Bataks in Zijn Vroegere
Isolatie en Zijn Ontwikkeling Tot Een Deel van Het Cultuurgebied
Van de Ooskust van Sumatra. oleh Djoko Marihandono, et-al.
Jakarta: Frans Purba dan James M.Purba.
Veeger, K.J. 1986. Realitas Sosial: Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi. Jakarta: Gramedia.
Vergouwen, J.C. 1986. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba.
Terjemahan The Social Organization And Customary Law of the Toba Batak of Northern Sumatra. Jakarta: Pustaka Azet.
Vredenbregt, J. 1979. Metode dan Teknik Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia.