DAFTAR ISI
Halaman
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... i
LEMBAR PERNYATAAN ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
ABSTRAK ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ... xv
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ... 12
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 13
D. Sistematika Penulisan ... 15
BAB II. KAJIAN PUSTAKA A. Mutu Pendidikan ... 17
1. Pengertian Mutu ... 17
2. Konsep TQM ... 18
3. Konsep TQM dalam Pendidikan ... 20
B. MSDM ... 23
1. Pengertian MSDM ... 23
▸ Baca selengkapnya: contoh laporan pkb mgmp bahasa indonesia
(2)3. Model Strategi Pengembangan SDM ... 29
C. Continuing Professional Development (CPD) ... 38
1. Pengertian CPD ... 38
2. Tujuan CPD ... 40
3. Karakteristik CPD... 41
4. Jenis-jenis Aktivitas CPD ... 43
D. MGMP ... 47
1. Pengertian MGMP ... 48
2. Tujuan Pembentukan MGMP ... 49
3. Prosedur Operasional Penyelenggaraan MGMP ... 50
E. Kompetensi ... 54
1. Kompetensi SDM ... 54
2. Kompetensi Guru ... 57
F. Kinerja ... 66
1. Pengertian Kinerja ... 66
2. Dimensi Kinerja ... 67
3. Faktor yang Mempengaruhi Kinerja... 69
4. Kinerja Guru ... 69
G. Pengaruh Model PKB melalui Kegiatan MGMP terhadap Kompetensi Pedagogik dan Profesional Serta Kinerja Guru ... 74
H. Kerangka Berfikir ... 76
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian ... 83
1. Populasi Penelitian ... 83
2. Sampel Penelitian ... 84
B. Rancangan Penelitian ... 88
C. Variabel Penelitian dan Desain Operasional ... 88
1. Variabel-variabel Penelitian ... 88
2. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 89
D. Instrumen Penelitian ... 91
1. Jenis Instrumen yang Digunakan ... 91
2. Kisi-kisi Instrumen ... 91
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 97
E. Teknik Pengumpulan Data ... 99
F. Teknik Analisis Data ... 100
1. Analisis Deskriptif ... 100
2. Analisis Statistik ... 101
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 111
1. Deskripsi Karakteristik Responden ... 111
2. Deskripsi Variabel Penelitian ... 119
3. Analisis Faktor ... 128
4. Uji Korelasi ... 134
B. Pengujian Variabel Penelitian ... 140
1. Analisis Korelasi... 140
2. Model Hipotesis ... 141
C. Pembahasan ... 152
1. Gambaran PKB melalui MGMP... 152
2. Gambaran Kompetensi Pedagogik ... 153
3. Gambaran Kompetensi Profesional ... 156
4. Gambaran Kinerja Guru ... 158
5. Pengaruh MGMP terhadap kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional ... 160
6. Pengaruh MGMP, kompetensi pedagogik, kompetensi Profesional terhadap kinerja guru ... 163
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 165
B. Rekomendasi ... 167
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1. 10 Provinsi dengan Nilai UKA Tertinggi dan 5 Provinsi
dengan Nilai UKA Terendah ... 3
1.2. Skor Rata-rata Prestasi Sains Siswa SMP antar negera peserta TIMSS ... 5
3.1. Jumlah Guru IPA SMP Kota Bandung per wilayah ... 83
3.2. Perhitungan Sampel Proporsional ... 87
3.3. Kisi-kisi Model PKB melalui Kegiatan MGMP ... 92
3.4. Kisi-kisi Kompetensi Pedagogik Guru ... 93
3.5. Kisi-kisi Kompetensi Profesional Guru ... 94
3.6. Kisi-kisi Kinerja Guru ... 96
3.7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen ... 99
3.8. Kriteria Analisis Deskriptif Persentase ... 100
3.9. Interpretasi Koefisien Korelasi ... 108
4.1. Persentase Pencapaian Dimensi Model PKB... 120
4.2. Persentase Pencapaian Dimensi Kompetensi Pedagogik ... 122
4.3. Persentase Pencapaian Dimensi Kompetensi Profesional ... 124
4.4. Persentase Pencapaian Dimensi Kinerja Guru ... 126
4.5. Analisis Faktor Tahap I Variabel PKB ... 128
4.6. Analisis Faktor Tahap II Variabel PKB ... 129
4.7. Uji KMO Variabel PKB ... 130
4.8. Hasil Analisis Komponen Matrix Variabel PKB... 130
4.10. Uji KMO Variabel Kinerja ... 132
4.11. Hasil Analisis Komponen Matrix Variabel Kinerja ... 133
4.12. Nilai Korelasi Karakteristik Responden ... 135
4.13. Uji Normalitas Variabel Penelitian ... 138
4.14. Uji Linieritas Variabel Penelitian ... 138
4.15. Uji Multikolinieritas Variabel Penelitian ... 139
4.16. Uji Heteroskedastisitas Variabel Penelitian ... 140
4.17. Nilai Korelasi antar Variabel Penelitian ... 141
4.18. Rangkuman Hasil Koefisien Jalur Sub Struktur-1 ... 143
4.19. Rangkuman Hasil Koefisien Jalur Sub Struktur-2 ... 145
4.20. Rangkuman Hasil Koefisien Jalur Sub Struktur-3 ... 150
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Paradigma Kerangka Pemikiran….. ... 81
2.2. Paradigma Penelitian ... 82
3.1. Konstilasi Variabel Penelitian ... 89
3.2. Diagram Sub Struktur-1 ... 109
3.3. Diagram Sub Struktur-2 ... 110
3.3. Diagram Sub Struktur-3 ... 110
4.1. Histogram Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 112
4.2. Histogram Responden Berdasarkan Usia ... 113
4.3. Histogram Responden Berdasarkan Pangkat/Golongan ... 114
4.4. Histogram Responden Berdasarkan Masa Kerja... 115
4.5. Histogram Responden Berdasarkan Pendidikan ... 116
4.6. Histogram Responden Berdasarkan Jabatan ... 117
4.7. Histogram Responden Berdasarkan Status Sertifikasi ... 118
4.8. Histogram Skor Model PKB ... 119
4.9. Histogram Skor Hasil Kompetensi Pedagogik ... 121
4.10. Histogram Skor Hasil Kompetensi Profesional ... 124
4.11. Histogram Skor Kinerja ... 126
4.12. Struktur Hubungan Kausal Sub Struktur-1 ... 143
4.13. Struktur Hubungan Kausal Sub Struktur-2 ... 145
4.14. Struktur Hubungan Kausal Sub Struktur-3 ... 150
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Instrumen Penelitian... 174
2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 194
3. Data Hasil Penelitian ... 196
4. Hasil Analisis Faktor ... 208
5. Uji Prasyarat ... 213
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sekolah adalah suatu lembaga profesional yang bertujuan membentuk
anak didik menjadi manusia dewasa yang berkepribadian matang dan tangguh,
yang dapat dipertanggungjawabkan dan bertanggung jawab terhadap masyarakat
dan dirinya sendiri. Orang tua tidak memiliki waktu yang cukup dan tidak
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai untuk mendidik anak
mereka menjadi seperti yang mereka harapkan, sehingga mereka mempercayakan
anak-anaknya untuk dididik di sekolah. Tanggung jawab ini diberikan kepada para
guru dan tenaga kependidikan yang lainnya. Itulah sebabnya guru harus dididik
dalam profesi kependidikan agar memiliki kompetensi yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien. Hal ini mungkin
dilakukan jika guru tersebut adalah seorang yang profesional (Hamalik, 2009:6).
Seorang guru yang profesional adalah guru yang mengedepankan mutu
dalam kualitas layanan dan produknya. Layanan guru harus memenuhi
standarisasi kebutuhan masyarakat, bangsa, dan pengguna serta memaksimalkan
kemampuan peserta didik berdasarkan potensi dan kecakapan yang dimiliki
masing-masing individu. Individu-individu tersebut diharapkan mampu bersaing
dalam dunia akademisi dan dunia kerja yang tidak lain berfokus pada mutu setelah
Seorang guru yang profesional juga ditandai dengan adanya sertifikat
pendidik yang didapat melalui program sertifikasi guru. Hal ini sesuai dengan
amanat Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen bahwa
seorang guru yang profesional adalah guru yang memiliki kualifikasi akademik
minimum sarjana (S-1) atau diploma IV (D-IV), menguasai kompetensi
(pedagogik, profesional, kepribadian, dan sosial), memiliki sertifikat pendidik,
sehat jasmani dan rohani serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan
pendidikan.
Mulyasa dalam bukunya ”Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru”
menyebutkan bahwa sertifikasi merupakan prosedur untuk menentukan apakah
seorang calon guru layak untuk diberikan izin dan kewenangan mengajar serta
prosedur yang digunakan untuk memberikan jaminan tertulis bahwa seseorang
telah memenuhi persyaratan kompetensi sebagai guru (2008:34)
Pada bulan Februari tahun 2012 lalu Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (Kemendikbud) mengadakan pelaksanaan Uji Kompetensi Awal
(UKA) bagi guru yang akan mengikuti sertifikasi. Materi yang diujikan adalah
materi yang berkaitan dengan kompetensi pedagogik dan profesional guru.
Namun hasil yang didapatkan belum memuaskan, hal ini ditandai dengan nilai
rata-rata nasional UKA yang hanya 42.25 dengan standar deviasi 12.72. Angka ini
menandakan bahwa rata-rata kompetensi guru di Indonesia hanya 42.25 %. Nilai
rata-rata tertinggi diperoleh Provinsi DIY dengan nilai rata-rata 50.1 dan nilai
1.1. memperlihatkan data 10 provinsi dengan nilai UKA tertinggi dan 5 provinsi
dengan nilai UKA terendah.
Tabel 1.1. 10 Provinsi dengan Nilai UKA Tertinggi dan 5 Provinsi dengan
Nilai UKA Terendah
No Provinsi Nilai Rata-rata
10 Provinsi dengan Nilai UKA Tertinggi
1 Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) 50.1
2 DKI Jakarta 49.2
3 Bali 48.9
4 Jawa Timur 47.1
5 Jawa Tengah 45.2
6 Jawa Barat 44.0
7 Kepulauan Riau 43.8
8 Sumatera Barat 42.7
9 Papua 41.1
10 Banten 41.1
5 Provinsi dengan Nilai UKA Terendah
1 Maluku 34.5
2 Maluku Utara 34.8
3 Kalimantan Barat 35.4
4 Kalimantan Tengah 35.5
5 Jambi 35.7
Sumber Data: Jawa Pos Group Online 2012
Pada Tabel 1.1. tersebut terlihat bahwa Provinsi Jawa Barat masuk
peringkat 10 besar di urutan ke-6 provinsi dengan nilai UKA tertinggi dengan
nilai rata-rata 44.0. dan berada di atas nilai rata-rata nasional (42.25). Data ini
Seorang guru juga dikatakan mampu mengemban tugasnya sebagai
seorang yang profesional jika memiliki kinerja yang bagus. Yamin (2010:87)
mengatakan bahwa kinerja seorang pengajar adalah perilaku atau respons yang
memberi hasil yang mengacu kepada apa yang mereka kerjakan ketika
menghadapi suatu tugas. Kinerja tenaga pengajar pada dasarnya lebih terfokus
pada perilaku tenaga pengajar di dalam pekerjaannya, demikian pula perihal
efektivitas tenaga pengajar adalah sejauh mana kinerja tersebut dapat memberi
pengaruh kepada peserta didik. Seorang guru yang memiliki kinerja yang bagus
akan terlihat dari potensi dan kecakapan yang dimiliki orang peserta didik. Namun
kenyataannya, masih banyak tenaga pengajar yang berasal dari orang-orang di
luar kependidikan, akibatnya terkadang tidak dapat memberikan pelayanan yang
maksimal terhadap siswa dan masyarakat.
Sebagai contoh, pembelajaran IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi
siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek
pengembangan diri atau alam lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam
kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian
pengalaman langsung untuk mengembangkan kompetensi siswa agar menjelajahi
dan memahami alam sekitar secara ilmiah (Depdiknas, 2007). Tetapi kesan yang
timbul di sebagian peserta didik ternyata berbeda, pelajaran IPA dianggap
membingungkan. Jika peserta didik di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP)
dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditanyakan tentang pelajaran apa yang
dianggap paling sulit dipahami, barangkali jawaban mereka adalah pelajaran IPA
banyak hal abstrak yang sukar dipahami dan banyak rumus yang harus dihapal.
Kenyataan ini dapat dilihat dari hasil studi Trends in International Mathematics and
Science Study (TIMSS) yang dikoordinasikan oleh International Educational
Achievement (IEA) yang berkedudukan di Amsterdam, Belanda. TIMSS adalah
sebuah studi internasional tentang prestasi belajar siswa SMP untuk mata pelajaran
matematika dan sains yang menunjukkan kemampuan IPA peserta didik SMP dan
dilakukan setiap 4 tahun. Manfaat yang diperoleh bagi Indonesia dengan adanya
studi ini antara lain adalah untuk mengetahui posisi peserta didik Indonesia
dibanding peserta didik negara lain, sehingga diharapkan dapat digunakan sebagai
masukan dalam perumusan kebijakan untuk peningkatan mutu pendidikan. Berikut
adalah tabel peringkat prestasi sains siswa-siswa SMP antar negara peserta pada
tahun 1999, 2003, dan 2007.
Tabel 1.2. Skor Rata-rata Prestasi Sains Siswa SMP antar negera peserta TIMSS
TIMSS 1999 TIMSS 2003 TIMSS 2007
Tabel 1.2 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai sains siswa SMP negara kita
selalu berada di bawah rata-rata internasional dari tiga kali studi TIMSS. Pada
tahun 1999 siswa Indonesia berada di peringkat ke-32, pada tahun 2003 berada di
peringkat ke-37, dan pada tahun 2007 berada di peringkat ke-35. Prestasi siswa
kita masih sangat memprihatinkan apalagi jika kita bandingkan dengan prestasi
siswa negara tetangga kita Singapura yang pada tahun 2003 dan 2007 berada di
peringkat pertama.
Berdasarkan kenyataan ini, pemerintah maupun instansi yang terkait di
dunia pendidikan telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi permasalahan
tersebut, salah satunya dengan melakukan pergantian kurikulum. Pada Tahun
2004 diberlakukan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menggantikan
kurikulum 1994. Namun masalah besar muncul lagi dengan pergantian kurikulum
ini. Pada kurikulum sebelumnya untuk pelajaran IPA SMP hanya terdapat mata
pelajaran fisika dan biologi dengan guru yang berbeda, Pada KBK, selain
ditambahkan mata pelajaran kimia, hal lain yang menjadi kendala besar bagi guru
IPASMP adalah mereka harus mengajarkan IPA secara terpadu, artinya seorang
guru harus mampu mengajarkan mata pelajaran fisika, biologi dan kimia
sekaligus, sedangkan kebanyakan dari mereka berkualifikasi fisika dan biologi.
Keadaan ini diperparah lagi dengan kenyataan bahwa buku pelajaran yang
digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah lebih banyak berfokus pada
bagaimana agar anak memiliki kemampuan mengerjakan tes untuk mendapatkan
dimana siswa mengalami dan dapat mempergunakan apa yang telah dipelajarinya
dalam kehidupan sehari-hari.
Kondisi ini menuntut agar guru IPA terus berupaya untuk meningkatkan
kompetensinya dalam meningkatkan kemampuannya menguasai materi
pembelajaran dan juga dalam menguasai model dan metode-metode pembelajaran.
Upaya-upaya ini dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang sesuai dengan norma dan nilai yang ada di
masyarakat. Hal ini sesuai dengan tujuan disusunnya UU no. 14 Tahun 2005
tentang Guru dan Dosen yaitu (1) meningkatkan martabat dan peran guru sebagai
agen pembelajaran (2) meningkatkan tanggung jawab profesi guru sebagai
pengajar, pendidik, pelatih, pembimbing dan manajer pembelajaran (3) memberi
kesempatan kepada guru untuk mengembangkan keprofesionalannya secara
berkelanjutan dengan belajar sepanjang hayat (4) memberikan jaminan
perlindungan hukum bagi guru dalam menjalankan profesi keprofesionalannya,
dan (5) meningkatkan mutu pelayanan dan hasil pendidikan.
Tujuan tersebut dapat dicapai khususnya tentang Pengembangan
Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) dengan cara sebagai berikut (1) pembinaan
dan pengembangan guru meliputi pembinaan dan pengembangan profesi dan karir
untuk kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional (2) pembinaan
dan pengembangan profesi dan karir guru di tingkat satuan pendidikan
diselenggarakan oleh pemerintah, pemda atau masyarakat sesuai dengan kebijakan
guru pada satuan pendidikan yang diselenggarakan oleh pemerintah, pemda atau
masyarakat merupakan tanggung jawab pemerintah dan pemda (4) satuan
pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat wajib membina dan
mengembangkan guru, dan (5) pemerintah dan pemda wajib menyediakan
anggaran untuk meningkatkan profesionalisme dan pengabdian guru (6) beban
kerja guru dalam melaksanakan proses pembelajaran sekurang-kurangnya 24 jam
dan sebanyak-banyaknya 40 jam tatap muka dalam satu minggu.
Selain untuk meningkatkan kompetensi profesionalnya, PKB juga diakui
sebagai salah satu unsur utama yang diberikan angka kredit untuk pengembangan
karir guru khususnya dalam kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru selain
kegiatan pembelajaran/pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan
dengan fungsi sekolah/madrasah. Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, bahwa setiap guru untuk dapat
naik jenjang jabatan ke jenjang jabatan yang lebih tinggi harus memenuhi
persyaratan kenaikan pangkat. Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kredit mengamanatkan bahwa guru wajib mengikuti PKB setiap
tahun. Harapannya melalui kegiatan PKB akan terwujud guru yang profesional
yang bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak
setengah-setengah, tetapi tidak kalah pentingnya juga memiliki kepribadian yang
Banyak cara yang dapat ditempuh guru untuk meningkatkan
profesionalismenya antara lain dengan mengikuti kegiatan pelatihan, seminar,
workshop atau pemagangan baik yang diselenggarakan oleh lembaga pemerintah,
perguruan tinggi atau lembaga non pemerintah. Jumlah guru yang banyak tidak
memungkinkan mereka bisa mengikuti kegiatan keprofesionalan seperti di atas
karena keterbatasan dana yang dimiliki oleh pemerintah. Pemerintah berupaya
mengatasi permasalahan tersebut, salah satu caranya adalah dengan menyediakan
satu wadah profesi untuk guru yaitu Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP).
Menurut Pedoman Penyelenggaraan MGMP (1995), MGMP adalah
forum/wadah kegiatan profesional guru mata pelajaran sejenis di sanggar yang
terdiri dari dua unsur yaitu Musyawarah dan Guru Mata Pelajaran. Musyawarah
mencerminkan kegiatan dari, oleh, dan untuk guru, sedangkan Guru Mata
Pelajaran adalah guru SMP dan SMA Negeri maupun Swasta yang mengasuh dan
bertanggung jawab mengelola mata pelajaran yang ditetapkan di dalam
kurikulum.
Melalui wadah MGMP ini diharapkan guru dapat tetap mempertahankan
kualitas profesionalismenya sesuai tuntutan jaman dan kebutuhan sekolah. Selain
itu, MGMP juga dituntut untuk berperan sebagai: (1) reformator, dalam
classroom reform, terutama dalam reorientasi pembelajaran efektif, (2) mediator
dalam pengembangan dan peningkatan sistem pengujian, (3) supporting agency,
dalam inovasi manajemen kelas dan manajemen sekolah, (4) collaborator,
developer school reform dalam konteks MPMBS, dan (6) clinical dan academic
supervisor, dengan pendekatan penilaian appraisal (Hunaenah, 2008:13).
Tujuan MGMP yang tercantum di dalam buku Pedoman Penyelenggaraan
MGMP seluruh Indonesia adalah:
1. Menumbuhkan semangat guru untuk meningkatkan kemampuan dan
keahliannya dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi program
kegiatan pembelajaran
2. Memeratakan kemampuan dan keahlian guru dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar untuk menunjang usaha peningkatan pemerataan mutu
pendidikan
3. Menampung segala permasalahan yang dihadapi guru dan memberikan solusi
penyelesaiannya sesuai dengan karakteristik guru, mata pelajaran, sekolah,
dan lingkungan
4. Membantu guru untuk memperoleh informasi tentang dunia pendidikan yang
berkaitan dengan kegiatan, kebijakan pengembangan kurikulum dan mata
pelajaran yang diampunya
5. Membantu guru dalam upaya menyediakan kebutuhan yang berkaitan dengan
kegiatan belajar mengajar
6. Memberi kesempatan kepada guru untuk saling tukar informasi dan saling
tukar pengalaman mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi serta
Berdasarkan tujuan dibentuknya forum MGMP ini, terlihat jelas bahwa
idealnya seorang guru dituntut aktif dalam mengikuti kegiatan MGMP dalam
upaya mempertahankan dan meningkatkan kompetensi profesionalismenya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik mengadakan penelitian tentang
seberapa besar pengaruh model PKB guru melalui kegiatan MGMP terhadap
peningkatan kompetensi pedagogik dan profesional serta dampaknya terhadap
kinerja guru.
B. Identifikasi dan Perumusan Masalah
Permasalahan yang menyangkut kompetensi guru merupakan suatu
permasalahan yang sangat kompleks. Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 Tentang Guru menyebutkan bahwa untuk mencapai tujuan pendidikan
nasional, guru wajib memiliki empat kompetensi yaitu kompetensi pedagogik,
kepribadian, sosial, dan profesional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
apakah model PKB melalui kegiatan MGMP memberikan dampak terhadap
kompetensi pedagogik dan profesional serta terhadap kinerja guru. Penulis
membatasi hanya mengkaji kedua kompetensi ini karena dinilai memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap kinerjanya yang nantinya akan berdampak
langsung terhadap prestasi belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pernyataan Scales
(2011:54) dalam bukunya Continuing Professional Development in the Lifelong
Learning Sector, bahwa ada dua bagian penting yang berkaitan dengan
kemampuannya yaitu terkait kemampuannya dalam mengajarkan bidang studi
yang diampu (kompetensi professional) dan kemampuannya mengelola
pembelajaran di kelas (kompetensi pedagogik).
Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah yang
menjadi fokus dalam penelitian ini dirumuskan lagi ke dalam bentuk pertanyaan
penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimanakah gambaran model PKB melalui kegiatan MGMP IPA SMP
Kota Bandung?
2. Bagaimanakah gambaran kompetensi pedagogik guru IPA SMP Kota
Bandung?
3. Bagaimanakah gambaran kompetensi professional guru IPA SMP Kota
Bandung?
4. Bagaimanakah gambaran kinerja guru IPA SMP Kota Bandung?
5. Seberapa besar pengaruh model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap
kompetensi pedagogik guru?
6. Seberapa besar pengaruh model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap
kompetensi professional guru?
7. Seberapa besar pengaruh model PKB melalui kegiatan MGMP, kompetensi
pedagogik dan kompetensi profesional terhadap kinerja guru?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui model PKB guru
melalui kegiatan MGMP terhadap kompetensi pedagogik dan profesional serta
terhadap kinerja guru.
Secara khusus penelitian ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui gambaran model PKB melalui kegiatan MGMP IPA SMP di
Kota Bandung
b. Mengetahui gambaran kompetensi pedagogik guru IPA SMP Kota Bandung
c. Mengetahui gambaran kompetensi profesional guru IPA SMP Kota Bandung
d. Mengetahui gambaran kinerja guru IPA SMP Kota Bandung
e. Mengetahui pengaruh antara model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap
kompetensi pedagogik guru IPA SMP Kota Bandung
f. Mengetahui pengaruh antara model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap
kompetensi profesional guru IPA SMP Kota Bandung
g. Mengetahui pengaruh antara model PKB melalui kegiatan MGMP,
kompetensi pedagogik dan kompetensi profesional terhadap kinerja guru
2. Manfaat Penelitian
Penelitian ini dianggap penting dilaksanakan karena hasilnya akan
bermanfaat bagi sekolah dan pihak-pihak yang terkait.
a. Manfaat Teoritis
2) Menjadi sumbangan ilmu manajemen khususnya manajemen tentang
pemberdayaan kelompok-kelompok kerja
3) Menjadi referensi/rujukan bagi penelitian selanjutnya dalam bidang kajian
yang sama
b. Manfaat Praktis
1) Menjadi salah satu referensi pembuatan kebijakan dalam penyelenggaraan
kegiatan MGMP di Kota Bandung bagi instansi terkait seperti Lembaga
Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas
Pendidikan Kabupaten/kota
2) Feedback untuk mengetahui sejauh mana efektivitas dan efisiensi model PKB
melalui kegiatan MGMP bagi pengurus MGMP IPA SMP Kota Bandung
D. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan pemahaman dan pemecahan masalah secara struktur
dan sistimatis, maka penulis menyusun suatu bentuk penulisan sebagai berikut :
Bab. I Pendahuluan
Bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi
dan perumusan masalah, asumsi penelitian, hipotesis, tujuan dan
Bab ini menguraikan beberapa konsep dasar tentang mutu
pendidikan, Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM),
Continuing Professional Development (CPD), Musyawarah Guru
Mata Pelalajaran (MGMP), kompetensi, dan kinerja
Bab.III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode penelitian, populasi dan
sampel penelitian, rancangan penelitian, variabel penelitian dan
desain operasional, instrumen penelitian, teknik pengumpulan data
dan teknik analisis data
Bab.IV Hasil Penelitian dan Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang pembahasan atau analisis hasil
penelitian atau hasil pengolahan data mengenai model PKB
melalui MGMP dan pengaruhnya terhadap kompetensi pedagogik
dan profesional serta dampaknya terhadap kinerja guru
Bab.V Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab terakhir menguraikan tentang kesimpulan sebagai pemaknaan
peneliti secara terpadu terhadap semua hasil penelitian yang
diperolehnya. Selanjutnya penulis mengemukakan rekomendasi
yang ditujukan dalam rangka perbaikan dan peningkatan dari hasil
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang tidak hanya terdiri dari
orang-orang, tetapi juga obyek dan benda alam yang lain yang memiliki kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan penelitian untuk diteliti dan kemudian
ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah
semua guru IPA SMP di sekolah negeri se-Kota Bandung yang terbagi ke dalam 5
wilayah yaitu: Bandung Utara, Bandung Selatan, Bandung Barat, Bandung Timur,
dan Bandung Tenggara.
Tabel 3.1. Jumlah Guru IPA SMP di Kota Bandung per wilayah
No Wilayah Jumlah Guru
1 Bandung Utara 74 orang
2 Bandung Selatan 80 orang
3 Bandung Barat 71 orang
4 Bandung Timur 63 orang
5 Bandung Tenggara 63 orang
Jumlah 351 orang
2. Sampel Penelitian
Jumlah populasi yang besar, tidak memungkinkan peneliti untuk
mempelajari semua yang ada pada populasi. Hal ini disebabkan keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, sehingga penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi.
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi penelitian, yaitu
sebagian guru IPA SMP di Kota Bandung. Semua subjek di dalam populasi
dianggap sama, sehingga semua subjek berhak memperoleh kesempatan untuk
dipilih menjadi sampel. Jumlah sampel dalam penelitian ini sebesar 72 sampel.
Ukuran sampel minimal dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
rumus dari Harun Al Rasyid, yaitu:
n = �0 1 +nN0
Sedangkan n0 dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
n0 =
� 1− �2 �
�
Keterangan:
N = populasi
n = banyaknya sampel yang diambil dari seluruh unit
S = simpangan baku untuk variabel yang diteliti dalam populasi dengan
= Bound of error yang bisa ditolerir atau dikehendaki sebesar 10 %
Berdasarkan rumus di atas, besarnya sampel dapat dihitung dengan cara
berikut:
a. Distribusi skor berbentuk kurva distribusi
b. Nilai tertinggi skor responden: (48 x 5) = 240 + 50 = 290
c. Nilai terendah skor responden: (48 x 1) = 48
d. Rentang = Nilai tertinggi – nilai terendah = 290 – 48 = 242
e. S = simpangan baku untuk variabel yang diteliti dalam populasi (populasi
standar deviator) diperoleh:
S = 0,21 x242 = 50.82
f. Derajat kepercayaan = 90 % dimana α = 0,1 Z 1−�
2 = Z 0.90 = 1.64
Adapun perhitungan ukuran sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah dengan mencari nilai n0 terlebih dahulu, yaitu:
N = 351 orang
= 10 %
Z = 1.64
S = 50.82
n0 = �
1− �2 �
�
n0 = [ 83.3
10 ] 2
= [8.33]2
= 69.39
= 69
Nilai n0 sudah diketahui yaitu sebesar 69, berikut dilakukan penghitungan
mencari nilai n untuk mencari jumlah sampel yang akan diteliti.
n = �0 1 +nN0
n = 69 1 +35169
= 69 1.197
= 57.64 ≈ 58
Jadi ukuran sampel minimal yang digunakan dalam penelitian ini adalah 58 orang.
Untuk keperluan penelitian, peneliti menambah jumlah sampel sebanyak 14
orang, sehingga sampel dalam penelitian ini menjadi 72 orang. Setelah diperoleh
jumlah sampel, selanjutnya dicari jumlah sampel untuk masing-masing wilayah
untuk mendapatkan sampel proporsional. Perhitungan sampel proporsional ini
Tabel 3.2. Perhitungan sampel proporsional
No Wilayah Jumlah Sampel Jumlah Jumlah
1 Bandung Utara 74 74/351x72 15.18 15
2 Bandung Selatan 80 80/351x72 16.41 16
3 Bandung Barat 71 71/351x72 14.56 15
4 Bandung Timur 63 63/351x72 12.92 13
5 Bandung Tenggara 63 63/351x72 12.92 13
Sumber Data: Pengolahan Penelitian 2012
Anggota sampel dipilih dengan menggunakan sampling sistematis.
Sugiyono (2010: 123) menyebutkan bahwa sampling sistematis adalah teknik
pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi
nomor urut. Berikut cara pemilihan elemen anggota sampel adalam penelitian ini:
a. Setiap subjek yang terdaftar sebagai populasi diberi nomor urut mulai dari 1
sampai 351. Setelah itu peneliti membuat potongan kertas nomor 1 – 9, kertas
dilipat, kemudian dimasukkan ke dalam kotak, kotak diaduk-aduk (dikocok),
diambil 1 potong. Jika kita mengambil nomor 3, maka nomor 3 adalah nomor
sampel kita yang pertama yang kita namakan random start.
b. Menentukan random number dengan rumus populasi/sampel = 351/72 = 4.9.
Jika kita tadi mendapatkan random start nya = 3, maka sampel selanjutnya
adalah subjek dengan nomor 3 + 4.9 = 7.9 = sampel nomor 8, begitu
seterusnya dilakukan hingga peneliti memperoleh jumlah sampel yang
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode
korelasional. Penelitian korelasional bersifat menjelaskan hubungan kausal dan
pengujian hipotesis. Penelitian ini akan mengungkapkan hubungan kausal antar
variabel. Sugiyono (2010:59), hubungan kausal yaitu penelitian yang diarahkan
untuk menyelidiki hubungan sebab berdasarkan pengamatan terhadap akibat yang
terjadi, dengan tujuan memisahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak
langsung sesuatu variabel penyebab terhadap variabel akibat. Variabel sebab
akibat tersebut adalah variabel model PKB melalui MGMP terhadap variabel
kompetensi professional dan pedagogik guru serta kinerja guru.
C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
1. Variabel-variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang
dapat dijadikan sebagai informasi yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
sehingga dapat ditarik kesimpulan. Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel independen, disebut juga variabel bebas adalah variabel yang
mempengaruhi atau yang menjadi sebab timbulnya variabel dependen.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model PKB melalui MGMP (X),
kompetensi pedagogik (Y1) dan kompetensi professional guru (Y2).
b. Variabel dependen, disebut juga variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variabel independen.
Pola hubungan antar variabel yang akan diteliti disebut sebagai konstelasi
antar variabel penelitian. Berikut adalah konstilasi variabel penelitian dalam
penelitian ini, yaitu:
Gambar 3.1. Konstilasi antar Variabel Penelitian
2. Definisi Operasional Variabel-variabel Penelitian
Definisi operasional adalah pemahaman konseptual dari variabel-variabel
yang terukur dalam penelitian. Defini operasional yang akan dijelaskan dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. PKB melalui MGMP
Kemendiknas (2009) dalam buku pengelolaan PKB mengatakan bahwa
PKB merupakan bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru dalam upaya
membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan keberhasilan siswa. PKB
ini mencakup tiga hal yaitu pelaksanaan pengembangan diri, publikasi ilmiah, dan
karya inovatif. Kegiatan pelaksanaan pengembangan diri terdiri dari diklat
X
Y
1Y
2kolektif guru yang merupakan suatu wadah yang efektif untuk menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi guru di kelas.
b. Kompetensi Pedagogik Guru
Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
mengatakan bahwa kompetensi pedagogik guru adalah kemampuan guru dalam
mengelola pembelajaran peserta didik, yang meliputi pemahaman wawasan atau
landasan kependidikan, pemahaman terhadap peserta didik, pengembangan
kurikulum/silabus, perancangan pembelajaran, pelaksanaan pembelajaran yang
mendidik dan dialogis, evaluasi hasil belajar, serta pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
c. Kompetensi Profesional Guru
Kompetensi professional merupakan kemampuan guru dalam menguasai
materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi konsep, struktur,
dan metode keilmuan/teknologi/seni yang koheren dengan materi ajar; materi ajar
yang ada dalam kurikulum sekolah; hubungan konsep antar mata pelajaran terkait;
penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari serta kompetisi
secara professional dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
d. Kinerja Guru
Kinerja guru adalah perilaku atau respons yang memberi hasil yang
mengacu pada apa yang mereka kerjakan ketika mereka menghadapi suatu tugas.
Beberapa aktivitas yang dapat dilihat dari kinerja seorang guru yaitu (1) kegiatan
pengajaran regular, (4) kegiatan tentang keterlibatan guru dalam masyarakat
pendidikan atau lingkungannya secara luas (Yamin dan Maisah, 2010:87).
D. Instrumen Penelitian
1. Jenis instrumen yang digunakan
Kualitas hasil penelitian ditentukan oleh dua hal utama yaitu instrumen
penelitian dan cara pengumpulan data. Kualitas instrumen penelitian ini berkaitan
dengan validitas dan reliabilitas instrumen dan kualitas pengumpulan data
berkaitan dengan ketepatan cara-cara yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu angket dan tes. Angket ini
diisi oleh 72 orang guru IPA SMP Negeri se-Kota Bandung untuk mengetahui
persepsi mereka dalam mengikuti kegiatan MGMP dan untuk mengetahui kinerja
guru. Angket ini menggunakan 5 alternatif pilihan jawaban.
Tes digunakan untuk melihat kompetensi pedagogik dan professional guru.
Tes ini menggunakan 4 alternatif pilihan jawaban yaitu A, B, C, dan D.
Banyaknya soal untuk masing-masing kompetensi adalah 25 pertanyaan. Nilai
100 akan diberikan apabila guru dapat menjawab seluruh pertanyaan dengan
benar.
2. Kisi-kisi Instrumen
Pengembangan instrumen dilakukan dengan beberapa cara yaitu: (a)
melakukan uji coba instrumen, serta melakukan validitas dan reliabilitas
instrumen.
Berikut kisi-kisi masing-masing instrumen:
a. Kisi-kisi Model PKB melalui Kegiatan MGMP
Tabel 3.3. Kisi-kisi Model PKB melalui Kegiatan MGMP
No Variabel Sub Variabel Indikator Nomor Item 1 PKB melalui
kegiatan
MGMP
a. Perencanaan - Program
- Jadwal Kegiatan
1, 2,3
4
b.Pelaksanaan - Intensitas
- Materi
b. Kisi-kisi Kompetensi Pedagogik Guru
Tabel 3.4. Kisi-kisi Kompetensi Pedagogik Guru
No Indikator Sub Indikator Nomor
Item 1 Menguasai karakteristik
siswa
pembelajaran yang mendidik
secara kreatif
3 – 7
3 Mengembangkan
kurikulum yang terkait
dengan mata pelajaran
yang diampu
c. Memahami prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum
d. Menata materi pembelajaran
secara sesuai dengan karakteristik
siswa
e. Mengembangkan indikator dan
instrumen penilaian
pembelajaran yang relevan
dengan karakteristik siswa
12 - 13
5 Memanfaatkan Teknologi
Informasi dan Komunikasi
(TIK) untuk belajar
g. Menggunakan TIK dalam
pembelajaran yang diampu
14 - 15
6 Berkomunikasi secara
efektif, empatik dan santun
dengan siswa
h. Memahami berbagai strategi
berkomunikasi yang efektif,
empatik dan santun secara lisan,
tulisan, dan atau bentuk lain
16 – 17
7 Melakukan tindakan
reflektif untuk peningkatan
i. Mampu melakukan tindakan
reflektif untuk peningkatan
c. Kisi-kisi Kompetensi Profesional Guru
Tabel 3.5. Kisi-kisi Kompetensi Profesional Guru
No Kompetensi Dasar Indikator Soal Nomor
Item
1 Memahami konsep-konsep,
hukum-hukum,dan teori-teori
IPA serta penerapannya secara
fleksibel.
Membuat grafik yang sesuai dari
suatu data gerak lurus yang
disajikan dalam suatu tabel
4
Menentukan rumus kimia
sederhana
5, 6
Menarik kesimpulan tentang
sifat fisika bahan kimia dari
tabel data sifat bahan kimia yang
disajikan
9
Menentukan bentuk perubahan
zat cair
10
Menentukan besarnya arus
listrik dari gambar yang
Menarik kesimpulan dari data
hasil penelitian
7, 12
Menyimpulkan data yang
ditampilkan dalam tabel
2
Menentukan tekanan udara suatu
zat agar bisa mencair
3
Mengaitkan struktur dan fungsi
tumbuhan
Lanjutan Tabel 3.5.
hari dengan menggunakan
konsep, atom, ion, dan molekul
8, 13,
25
Menggunakan bahan logam
untuk menjadi magnet
24
Menentukan perbedaan antara
sel hewan dan sel tumbuhan
1
Menjelaskan efek dari
penggunaan obat-obatan
terlarang pada tubuh manusia
23
Menentukan proses pertukaran
gas pada sistem respirasi
18 – 19
Mengidentifikasi beberapa jenis
tumbuhan berdasarkankan kunci
determinasi
pemantulan dan pembiasan
dalam menentukan arah lintasan
cahaya
Tabel 3.6. Kisi-Kisi Instrumen Kinerja Guru
No Variabel Sub Variabel Indikator Nomor
Soal - Belajar dari berbagai sumber
- Memanfaatkan TIK untuk
3. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen
Penggunaan instrumen yang valid dan reliabel dalam pengumpulan data
bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang valid dan reliabel. Instrumen
yang valid dan reliabel merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil
penelitian yang valid dan reliabel. Instrumen yang valid berarti alat ukur yang
digunakan untuk mendapatkan data itu valid. Valid berarti instrumen tersebut
dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur. Instrumen yang
reliabel adalah instrumen yang bila digunakan beberapa kali untuk mengukur
obyek yang sama, akan menghasilkan data yang sama (Sugiyono, 2010:173).
a. Validitas Instrumen
Riduwan (2004:109) menjelaskan bahwa validitas adalah suatu ukuran
yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Untuk
menguji validitas alat ukur, terlebih dahulu dicari korelasi antara bagian-bagian
dan alat ukur dengan skor total yang merupakan jumlah tiap skor butir. Untuk
menghitung validitas alat ukur digunakan rumus Pearson Product Moment, yaitu:
rxy =
� −
� 2−( )2 � 2−( )2
Keterangan:
Rxy = besarnya koefisien korelasi
N = jumlah responden
X = skor variabel X
Harga r yang diperoleh dari perhitungan di atas, kemudian dibandingkan dengan
nilai r tabel dalam tabel statistik. Dengan menggunakan taraf signifikan α = 5 %
dan derajat kebebasan (dk – n-2), dengan sampel uji coba sebanyak 30 orang,
maka didapatkan r tabel = 0.361.
Jika nilai rhitung > rtabel berarti alat instrumen penelitian yang digunakan valid.
Jika nilai rhitung < rtabel berarti alat instrumen yang digunakan tidak valid.
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh bahwa butir
pernyataan nomor 4 dan 14 untuk variabel X (model PKB melalui kegiatan
MGMP) dan butir pernyataan nomor 10, 13, dan 15 untuk variabel Y (kinerja
guru) tidak valid karena nilai r > 0.361. Uji validitas untuk instrumen kompetensi
pedagogik dan professional guru tidak dilakukan uji karena instrumen tersebut
diperoleh dari bank soal Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (P4TK IPA) yang sudah teruji
validitasnya.
b. Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas dapat dilakukan dengan menggunakan rumus alpha, rumus
yang digunakan adalah koefisien Alpha ( ) Cronbach sebagai berikut:
11 = �−�
1 1− ��2
��2
Keterangan:
r = reliabilitas instrumen
Hasil perhitungan dengan menggunakan SPSS diperoleh ringkasan
reliabilitas tiap instrumen pada Tabel 3.7. mengindikasikan tingginya reliabilitas
instrumen.
Tabel 3.7. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen
Variabel Reliability Statistiks
Cronbach’s Alpha N of Items
PKB melalui MGMP 0.878 21
Kinerja Guru 0.887 27
Sumber Data: Pengolahan Penelitian 2012
Tabel 3.7. tersebut memperlihatkan bahwa reliabilitas instrumen model
PKB melalui kegiatan MGMP dan kinerja guru sangat tinggi karena nilai
Cronbach’s Alphanya di atas 0.8 (kriteria indeks reliabilitas sama dengan kriteria
koefisien korelasi di Tabel 3.9). Artinya bahwa tingkat keandalan atau tingkat
kepercayaan instrumen yang digunakan untuk mengukur model PKB melalui
kegiatan MGMP sebesar 87.8 % dan 88.7 % untuk kinerja guru.
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan melalui instrumen. Instrumen terdiri
dari instrumen tes/soal dan non tes (menggunakan angket atau kuesioner).
Arikunto (2010:193) menyebutkan bahwa tes adalah serentetan pertanyaan atau
latihan serta alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan
mendapatkan gambaran kompetensi pedagogik dan profesional guru IPA SMP
Kota Bandung.
Angket atau kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang
pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto: 2010:194). Angket yang
digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk mengumpulkan data mengenai
profil MGMP IPA SMP Kota Bandung, kegiatan guru dalam mengikuti MGMP
serta kinerja guru.
F. Teknik Analisis Data
1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk mendapatkan gambaran umum
mengenai karakteristik unit analisis/responden/sampel yang akan diteliti. Data
karakteristik responden terdiri dari jenis kelamin, usia, pangkat/golongan, masa
kerja, pendidikan terakhir, jabatan selain guru, dan status sertifikasi. Deskripsi
variabel penelitian dilakukan untuk memberikan gambaran mengenai hasil
penelitian secara umum.
Tabel 3.8. Kriteria Analisis Deskriptif Persentase
No Rentang % Skor Kriteria
1 80% – 100 % Sangat tinggi
2 60 % - 79.99 % Tinggi
3 40 % - 59.99 % Cukup
4 20% – 39.99 % Rendah
2. Analisis Statistik
a. Metode Successive Interval (MSI)
Jika data yang kita miliki adalah data dengan skala ordinal, sedangkan kita
ingin melakukan uji statistik parametrik Pearson Correlation Product Moment,
Partial Corelation, Multiple Corelation, Partial Regression and Multiple
Regression, yang mensyaratkan data dalam bentuk interval atau rasio dan harus
berdistribusi normal, maka menurut Riduwan (2011:30) data tersebut dapat
dinaikan menjadi skala interval dengan menggunakan Metode Successive Interval
(MSI).
Berikut adalah langkah-langkah Metode Successive Interval:
1) Perhatikan banyaknya (frekuensi) responden yang menjawab (memberikan)
responden terhadap alternatif (kategori) jawaban yang tersedia
2) Bagi setiap bilangan pada frekuensi oleh banyaknya responden (n), kemudian
tentukan proporsi untuk setiap alterantif jawaban responden tersebut.
3) Jumlahkan proporsi secara beruntun sehingga keluar proporsi kumulatif untuk
setiap alterantif jawaban responden
4) Dengan menggunakan tabel distribusi normal baku, hitung nilai z untuk setiap
kategori berdasarkan proporsi kumulatif pada setiap alternatif jawaban
responden tadi
5) Menghitung nilai skala (scale value) untuk setiap nilai z dengan menggunakan
rumus: SV = (Area under upper limit dikurangi Density at upper limit) dibagi
6) Melakukan transformasi nilai skala (transformed scale value) dari nilai skala
ordinal ke nilai skala interval, dengan rumus: Y = SVi + SVmin.. Dengan
catatan, SV yang nilainya kecil atau harga negatif tersebut diubah menjadi
sama dengan satu.
b. Analisis Faktor
Analisis faktor merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk
memahami yang mendasari dimensi-dimensi atau regularitas suatu gejala. Teknik
ini bertujuan untuk membuat ringkasan informasi yang dikandung dalam sejumlah
besar variabel ke dalam suatu kelompok faktor yang lebih kecil. Teknik ini
bermanfaat untuk mengurangi jumlah data dalam rangka mengidentifikasi
sebagian kecil faktor yang dapat menerangkan varians yang sedang diteliti secara
lebih jelas dalam suatu kelompok variabel yang jumlahnya lebih besar.
Pengurangan dilakukan dengan melihat inderdependensi beberapa variabel yang
dapat dijadikan satu yang disebut dengan faktor sehingga diketemukan
faktor-faktor yang dominan atau penting untuk dianalisa lebih lanjut (Narimawati,
2008:12).
Pada dasarnya analisis faktor bertujuan untuk mendapatkan sejumlah
faktor yang memiliki sifat-sifat (1) mampu menerangkan semaksimal mungkin
keragaman data, dan (2) faktor-faktor saling bebas. Analisis faktor ini memiliki
dua fungsi utama yaitu exploratory (mengelompokkan faktor yang acak) dan
confirmatory (mengkonfirmasi kesesuaian faktor) (Wijaya, 2010:101).
Teknik ini dapat digunakan jika memenuhi persyaratan sebagai berikut:
2) Data harus mempunyai distribusi normal bivariate untuk masing-masing
pasangan variabel
3) Model ini mengkhususkan bahwa semua variabel ditentukan oleh
faktor-faktor biasa (faktor-faktor-faktor-faktor yang diestimasikan oleh model) dan faktor-faktor-faktor-faktor
unik (yang tidak tumpang tindih antara variabel-variabel yang sedang
diobservasi)
4) Estimasi yang dihitung didasarkan pada asumsi bahwa semua faktor unik
tidak saling berkorelasi satu dengan lainnya dan dengan faktor-faktor biasa
5) Persyaratan dasar untuk melakukan penggabungan ialah besarnya korelasi
antar variabel independen setidak-tidaknya 0.5, karena prinsip analisis faktor
ialah adanya korelasi antar variabel.
c. Uji Prasyarat
1) Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan salah satu uji persyaratan yang harus dipenuhi
dalam penggunaan analisis parametrik. Uji normalitas berguna untuk
membuktikan data dari sampel yang dimiliki berasal dari populasi yang
berdistribusi normal. Normal atau tidaknya suatu data berdasarkan patokan
distribusi normal dari data dengan mean dan standar deviasi yang sama. Jadi uji
normalitas pada dasarnya melakukan perbandingan antara data yang kita miliki
dengan data yang berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi
dan Shapiro WIlk. Dalam penelitian ini, uji normalitas data diperoleh dengan uji
Kolmogorof-Smirnov (K-S) dari masing-masing variabel. Analisis data ini
dilakukan dengan menggunakan alat uji K-S yang ada pada program SPSS versi
17.0 for windows. Dasar pengambilan keputusan pada uji normalitas berdasarkan
probabilitas. Jika probabilitas > 0.05 diputuskan bahwa data penelitian
berdistribusi normal. Selain menggunakan uji Kolmogorof-Smirnov, analisis
kenormalan data ini dapat juga diperkuat oleh perbandingan histogram dengan
kurva normal. Apabila histogram yang diperoleh menghasilkan kurva normal,
dapat disimpulkan bahwa model regresi berdistribusi normal.
2) Uji Linieritas
Uji linieritas dilakukan untuk mengetahui linear tidaknya suatu data
penelitian. Hasil yang diperoleh melalui uji linieritas akan menentukan teknik
analisis regresi yang akan digunakan. Jika hasil uji linieritas merupakan data
yang linier maka digunakan analisis regresi linier, sebaliknya jika hasil uji
linieritas merupakan data yang tidak linier maka analisis regresi yang digunakan
nonlinier.
Uji linieritas dilakukan dengan menggunakan curve estimation, yaitu
gambaran hubungan linier antara variabel bebas dengan variabel terikat. Jika nilai
sig f lebih kecil dari 0.05 (5%), maka variabel bebas tersebut memiliki hubungan
yang linier dengan variabel terikat (Nurjannah, 2008:9).
Selain dengan metode tersebut, penentuan linieritas juga dapat dilakukan
SPSS. Dengan diagram ini dapat diketahui normalitas sampel, linieritas,
keterhubungan dan kesamaan variansi. Diagram ini menggambarkan nilai residu
amatan yang dihitung secara kumulatif dan dicocokkan dengan nilai residu
normal yang digambarkan dengan garis hints linier dari kiri bawah ke kanan atas.
Bila nilai residu amatan berkonsentrasi dan sejalan dengan garis tersebut, maka
sampel berdistribusi normal dan regresi berbentuk linier.
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah terdapat
ketidaksamaan varians dari residu satu ke pengamatan-pengamatan yang lain.
Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana varians (dalam hal ini varians
residual) tidak stabil (konstan). Situasi seperti ini dapat terjadi manakala residual
semakin membesar sejalan dengan semakin besarnya nilai independen variabel.
Heteroskedastisitas dapat terjadi bila efek variabel independen pada variabel
dependen berbeda pada dua kelompok sampel yang berbeda (Gudono, 2011:135).
Heteroskedastisitas diuji dengan menggunakan uji koefisien korelasi Rank
Spearman yaitu mengkorelasikan antara absolute residual hasil regresi dengan
semua variabel bebas. Bila signifikansi hasil korelasi lebih kecil dari 0.05 (5%)
maka persamaan regresi tersebut mengandung heteroskedastisitas, dan sebaliknya
bila signifikansi hasil korelasi lebih besar dari 0.05 maka persamaan tersebut
4) Uji Multikolinieritas
Uji multikolinieritas dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya korelasi
yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu model regresi linear
berganda, Jika ada korelasi yang tinggi di antara variabel-variabel bebasnya, maka
hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikatnya terganggu. Uji
multikolinieritas dapat dideteksi dengan menggunakan koefisien korelasi ganda
dan membandingkannya dengan koefisien korelasi antar variabel bebas. Uji
multikolinieritas dilakukan dengan SPSS melalui uji regresi dengan patokan nilai
VIF (variance inflation faktor) dan koefisien korelasi antar variabel bebas. Nilai
VIF di bawah 10 dikatakan tidak terdapat masalah multikolinieritas.
Solusi adanya multikolinieritas adalah dengan menghilangkan variabel
yang memiliki multikolinieritas tersebut, namun bila variabel tersebut secara
teoritis harus ada di dalam model, biasanya perlu pertimbangan yang lebih banyak
lagi untuk menghilangkan variabel tersebut. Solusi kedua adalah dengan
membiarkannya, hal ini dilakukan karena ada penelitian bahwa hasil estimasi
regresi masih juga BLUE (Best Linier Unbiased Estimates), sehingga seandainya
dibiarkan tidak akan menjadi masalah (Gudono, 2011:138).
d. Uji Hipotesis
Jika data penelitian telah memenuhi seluruh persyaratan untuk analisis
hipotesis, selanjutnya ditentukan analisis hipotesis apa yang akan digunakan.
maka analisis data yang akan digunakan yaitu analisis korelasi, analisis regresi,
dan analisis path dengan menggunakan SPSS versi 17.0 for windows.
1) Analisis Korelasi
Korelasi menunjukkan derajat asosiasi atau keeratan hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya. Terdapat tiga jenis korelasi yaitu korelasi
sederhana (simple correlation), korelasi parsial (partial correlation), dan korelasi
kompleks (multiple correlation). Korelasi sederhana dilakukan untuk mencari
keeratan hubungan antara dua variabel. Bila variabel yang dianalisis lebih dari dua
variabel tetapi kita hanya tertarik mencari korelasi dua variabel sedangkan
variabel lain dianggap tetap atau mengontrol variabel lain disebut korelasi parsial.
Namun ketika variabel yang dianalisis lebih dari dua variabel dan sekaligus
mencari korelasi secara bersama-sama maka korelasi ini disebut korelasi berganda
(Widarjono, 2010:263).
Nilai koefisien korelasi berada pada rentang -1 sampai 1. Angka korelasi r
ini menunjukkan tidak hanya besaran (magnitude) tetapi sekaligus arah hubungan
antara dua variabel. Nilai r = -1 menunjukkan korelasi positif yang sempurna dan
nilai r = 1 menunjukkan korelasi positif yang sempurna. Semakin mendekati ±1
maka semakin kuat hubungan antara dua variabel sebaliknya semakin mendekati 0
maka semakin lemah hubungan antara dua variabel (Widarjono, 2010:263).
Berikut adalah tabel untuk memberi interpretasi terhadap koefisien
Tabel 3.9. Tabel Interpretasi Koefisien Korelasi
No Interval Kriteria
1 0.00 – 0.199 Sangat rendah
2 0.20 – 0.399 Rendah
3 0.40 – 0.599 Sedang
4 0.60 – 0.799 Kuat
5 0.80 – 1.00 Sangat kuat
Sumber Data: Agung, W (2010:183)
2) Analisis Regresi
Analisis regresi yaitu suatu studi bagaimana satu variabel yaitu variabel
dependen dipengaruhi oleh satu atau lebih dari variabel lain yaitu dengan tujuan
untuk mengestimasi dan atau memprediksi nilai rata-rata variabel dependen
didasarkan pada nilai variabel independen yang diketahui (Widarjono, 2010:9).
3) Analisis Path
Analisis path digunakan untuk menganalisis hubungan antar variabel
kompleks yang tidak dapat dikerjakan dengan menggunakan regresi berganda.
Terdapat lebih dari satu variabel dependen pada hubungan yang kompleks,
sehingga diperlukan serangkaian persamaan regresi. Path analisis merupakan
perluasan analisis regresi, maka semua asumsi dalam analisis regresi juga berlaku
dalam analisis path seperti residual tidak saling berkorelasi dan hubungan antar
variabel linier dan additive (pertambahan) serta jumlah data cukup banyak
e. Model Hipotesis
Model hipotesis yang dapat dirumuskan untuk menjawab rumusan
masalah adalah sebagai berikut:
1) Y1 = F (X) = Model PKB melalui kegiatan MGMP berpengaruh terhadap
kompetensi pedagogik guru.
2) Y2 = F (X) = Model PKB melalui kegiatan MGMP berpengaruh terhadap
kompetensi professional guru.
3) Z = F (X, Y1, Y2) = Model PKB melalui kegiatan MGMP, kompetensi
pedagogik, dan kompetensi professional secara bersama maupun individual
berpengaruh terhadap kinerja guru.
Berdasarkan model hipotesis yang diajukan, berikut dibuat sub struktur
yang tujuannya untuk menjelaskan dan mempermudah perhitungan:
1) Sub Struktur 1 (Hipotesis 1)
Gambar 3.2. Diagram Sub Struktur 1
Keterangan:
Variabel endogen (Kompetensi Pedagogik)
Variabel eksogen ( PKB melalui Kegiatan MGMP)
Persamaan struktur Y1= ρy1xX + 1 PKB melalui
kegiatan MGMP
Kompetensi Pedagogik
2) Sub Struktur 2 (Hipotesis 2)
Gambar 3.3. Diagram Sub Struktur -2
Keterangan:
Variabel endogen (Kompetensi Profesional)
Variabel eksogen ( PKB melalui Kegiatan MGMP)
Persamaan struktur Y2= ρy2xX + 2
3) Sub Struktur 3 (Hipotesis 3)
Gambar 3.4. Diagram Sub Struktur -3
Keterangan:
Variabel endogen (Kinerja Guru)
Variabel eksogen (PKB melalui Kegiatan MGMP, Kompetensi Pedagogik,
BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Kesimpulan
Berikut adalah beberapa kesimpulan dari hasil penelitian:
1. Persentase capaian kegiatan MGMP IPA SMP di Kota Bandung termasuk
dalam kategori tinggi. Persentase pencapaian dimensi perencanaan dan
pengendalian di bawah rata-rata. Keterlibatan guru dalam kegiatan MGMP
ini dirasakan masih kurang. Guru-guru lebih banyak terlibat pada aspek
pelaksanaan sebagai peserta kegiatan MGMP saja, namun pada tahap
perencanaan dan pelaksanaan hanya didominasi oleh pengurus MGMP.
2. Persentase capaian kompetensi pedagogik guru termasuk dalam kategori
cukup. Hal ini mengindikasikan bahwa kompetensi ini perlu mendapat
perhatian yang cukup untuk ditingkatkan terutama pada beberapa dimensi
yang persentase pencapaiannya di bawah rata-rata, seperti kemampuan guru
dalam menguasai karakter siswa (fisik, kepribadian, sosial, intelegensia dan
kecakapan), dimensi mengembangkan kurikulum (memahami prinsip-prinsip
pengembangan kurikulum, menata materi pembelajaran dan mengembangkan
indikator dan instrumen penilaian) serta dimensi menyelenggarakan
pembelajaran yang mendidik (menggunakan dan memilih media
pembelajaran yang relevan dengan karakteristik siswa.
3. Persentase capaian kompetensi professional guru-guru IPA SMP di Kota
persentase pencapaian di bawah rata-rata seperti memahami dan menerapkan
konsep-konsep, hukum-hukum, dan teori-teori IPA serta penerapannya secara
fleksibel, sehingga perlu ditingkatkan.
4. Persentase capaian kinerja guru IPA SMP di Kota Bandung termasuk dalam
kategori tinggi. Terdapat tiga dimensi dari kinerja guru yang persentase
pencapaiannya di atas rata-rata yaitu dimensi memiliki catatan gambaran
kinerja, memanfaatkan bukti gambaran kinerja dan melakukan PKB. Hal ini
berarti bahwa guru-guru telah mampu melakukan refleksi dari hasil kinerja
sebelumnya untuk merencanakan kegiatan pengembangan dirinya
selanjutnya. Namun pelaksanaan kinerja ini kurang maksimal dikarenakan
guru-guru kurang memanfaatkan TIK dalam pelaksanaan PKB, baik itu
dalam hal sharing informasi dengan teman melalui internet maupun dalam
mencari berbagai sumber informasi.
5. Pengaruh model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap kompetensi
pedagogik guru termasuk dalam kategori cukup. Hal ini mengindikasikan
bahwa kegiatan MGMP memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
kompetensi pedagogik guru. Jika kegiatan MGMP memiliki perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian yang baik serta melibatkan seluruh guru-guru
dalam ketiga aspek ini, maka akan memberikan kontribusi yang baik pula
terhadap kompetensi pedagogik guru.
6. Pengaruh model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap kompetensi
profesional guru termasuk dalam kategori rendah. Hal ini mengindikasikan
terhadap kompetensi professional guru. Hal ini karena materi-materi yang
diberikan dalam kegiatan MGMP lebih banyak materi-materi yang
menunjang kompetensi pedagogik. Jika materi-materi keilmuan IPA
diberikan sesuai dengan kebutuhan guru dan porsinya seimbang dengan
materi lainnya, maka akan semakin baik pula kompetensi professional guru.
7. Pengaruh model PKB melalui kegiatan MGMP terhadap kinerja guru melalui
kompetensi pedagogik dan kompetensi professional guru termasuk dalam
kategori cukup. Kontribusi MGMP terhadap kinerja guru secara langsung
lebih signifikan dibanding jika melalui kompetensi pedagogik dan
kompetensi professional guru. Hal ini disebabkan karena kinerja yang diukur
pada penelitian ini berkaitan dengan kegiatan pengembangan keprofesionalan
guru yang salah satunya adalah melalui kegiatan MGMP. Pada kegiatan
MGMP juga banyak mendiskusikan materi yang berkaitan dengan kinerja
guru yang diukur dalam penelitian ini seperti materi Penelitian Tindakan
Kelas (PTK), pembuatan LKS/modul dan pembuatan alat bantu praktikum.
B. Rekomendasi
1. Kegiatan MGMP di Kota Bandung perlu ditingkatkan lagi terutama
keterlibatan semua anggota pada tahap perencanaan, dan pengendalian agar
semua guru merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap kemajuan
kegiatan MGMP ini. Hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan
a. Pada tahap perencanaan, undang semua guru mengikuti workshop untuk
melakukan analisis kebutuhan materi yang dibutuhkan guru serta
menetapkan jadwal kegiatan.
b. Pada tahap pelaksanaan lakukan berbagai variasi kegiatan agar guru
termotivasi untuk selalu mengikuti kegiatan ini seperti kegiatan workshop,
kunjungan ke sekolah lain, atau kegiatan lesson study.
c. Pada tahap pengendalian libatkan lagi guru dalam proses evaluasi kegiatan
untuk mengetahui keefektivan kegiatan MGMP serta melakukan refleksi
sebagai upaya untuk memperbaiki kegiatan MGMP di masa yang akan
datang.
2. Kompetensi pedagogik guru perlu ditingkatkan lagi terutama kemampuan
guru dalam menguasai karakteristik siswa, mengembangkan kurikulum dan
menyelenggarakan pembelajaran yang mendidik. Hal ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara seperti melakukan kegiatan lesson study (melihat
bagaimana guru model mengelola kelas, menggunakan media pembelajaran,
dan menyampaikan materi), serta pelaksanaan supervisi akademik dan klinis
oleh pengawas dan kepala sekolah secara berkala agar kemajuan guru dapat
terlihat .
3. Kompetensi professional guru terkait konten pelajaran IPA juga perlu
ditingkatkan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengundang nara sumber yang
berkompeten seperti dosen dari perguruan tinggi maupun widyaiswara dari
4. Kinerja guru dalam pemanfaatan TIK untuk menunjang pembelajaran di kelas
maupun menunjang aktivitas keprofesionalan guru perlu ditingkatkan melalui
pelatihan TIK di sekolah, menyediakan perangkat komputer dan jaringan
internet di sekolah, belajar mandiri dengan mengikuti kursus dan belajar
dengan teman sejawat.
5. Kegiatan MGMP memberikan pengaruh terhadap kompetensi pedagogik,
kompetensi professional serta terhadap kinerja guru. Instansi pemerintah yang
terkait dengan pendidikan seperti Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan
(LPMP), Dinas Pendidikan Provinsi, Dinas Pendidikan kabupaten/kota perlu
terus meningkatkan koordinasi mendorong kegiatan-kegiatan yang mengarah
pada peningkatan kompetensi dan kinerja guru melalui pembuatan kebijakan
yang memudahkan terselenggaranya kegiatan MGMP. Hal ini dapat dilakukan
dengan menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung guru dalam
melaksanakan pengembangan keprofesionalannya seperti menyediakan
infocus, memberikan bantuan dana operasional kegiatan, menyediakan tenaga
instruktur yang kompeten dan melakukan evaluasi secara berkala.
6. Para peneliti yang ingin mengembangkan penelitian serupa, diharapkan dapat
menambahkan variabel-variabel lain yang diduga memiliki kontribusi yang
signifikan terhadap kinerja guru melalui turunan dari teori-teori yang