• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKNA PERUBAHAN BENTUK KRIYA KAYU KARYA SOEKARNO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKNA PERUBAHAN BENTUK KRIYA KAYU KARYA SOEKARNO."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Jepara adalah sebuah kota kabupaten yang terletak di kawasan pantai utara

Jawa Tengah. Pada masa lampau Jepara dikenal sebagai kota penting di tanah

Jawa, karena merupakan kota bandar yang terkenal pada abad ke-16. Sebagai kota

bandar, Jepara sering dikunjungi kapal asing, baik yang datang dari Asia maupun

Eropa. Oleh karena itu, Jepara menjadi salah satu pintu gerbang masuknya

berbagai pengaruh asing, terutama pengaruh dari Campa, Cina, India, Arab, dan

beberapa negara Eropa Barat. Terutama dalam bidang kriya ukir, hal ini tampak

pada beragamnya gaya dan ragam hias yang ada di Jepara.

Jepara memiliki tokoh wanita yang terkenal, yaitu Ratu Kalinyamat.

Kemahiran yang dimiliki Ratu Kalinyamat tidak hanya dalam bidang politik dan

militer saja yang terlihat, akan tetapi juga perhatiannya pada bidang sosial,

ekonomi, seni, budaya dan agama. Salah satu bukti perhatian Ratu Kalinyamat

terhadap seni dapat dilihat melalui hasil yang dicapai dalam mengembangkan

bentuk-bentuk ornamen bernafaskan Islam (Gustami, 2000:12). Karya-karya

tersebut merupakan hasil karya kriyawan yang mendapatkan perhatiaan dari Ratu

Kalinyamat. Mereka mendapatkan gelar empu yang berarti seniman atau

kriyawan. Perhatian yang baik terhadap karya seni termasuk di dalamnya kriya,

merupakan salah satu pendorong pertumbuhan seniman atau kriyawan yang ada

(2)

2 mengembangkan kriya ini dilanjutkan oleh R.A. Kartini, dengan cara

memperhatikan kriyawan yang ada di Jepara melalui kegiatan pameran kriya ukir

di luar negeri pada abad ke 18 (Gustami, 2000:114). Lebih lanjut Gustami

(2000:114) menerangkan bahwa hasil-hasil ukiran para perajin juga di ikut

sertakan dalam pameran-pameran di dalam dan di luar negeri untuk

mempromosikan ke forum yang lebih luas oleh R.A. Kartini pada pameran

Nasional Karya Wanita di Den Haag atau Nationale Tentoonstelling voor

Vrouwenarbeid ( Kus Haryadi, 2010: 20).

Keberadaan perajin ukir tidak lepas dari adanya kriyawan di Jepara.

Kriyawan di Jepara dari masa ke masa mengalami peningkatan dari sisi kwantitas,

sehingga hasil karya kriya yang ada di Jepara mampu tumbuh dan berkembang

dengan baik, hingga pada akhirnya bukan hanya pada sisi jumlah hasil karya saja,

melainkan kualitasnya juga mengalami perkembangann. Perkembangan hasil

produk-produk kriya ukir telah membawa Jepara sebagai pusat industri mebel ukir

di Indonesia dengan popularitas pada tingkat nasional maupun internasional,

bahkan produk-produk yang dihasilkan tersebut telah memasuki pasar

internasional dan global sejak tahun 1990-an (Gustami, 2000:4). Kondisi tersebut

telah mendorong masyarakat untuk belajar dan berkarya, sehingga melahirkan

kriyawan yang mahir menciptakan kriya ukir terutama dengan bahan dasar kayu.

Sejalan dengan perkembangan kriya ukir di Jepara, menjadikan perubahan

sosial dan ekonomi masyarakat, khususnya para kriyawan. Profesi sebagai

seorang kriyawan yang kemudian berkembang menjadi seorang pengusaha yang

(3)

3 produktivitas berkarya cipta. Pada umumnya masyarakat Jepara lebih cenderung

untuk meningkatkan ekonomi melalui usaha industri mebel. Hal ini tampak jelas

dengan lahirnya pengusaha-pengusaha muda yang bergerak di bidang industri

yang mampu berkarnya secara massal.

Fenomena yang berkembang sampai saat ini bahwa minat belajar kriya ukir

semakin menurun, namun demikian masih ada para kriyawan yang bertahan untuk

tetap menciptakan karya-karya kriya dengan gagasan estetik yang beragam dan

khas, di samping untuk memenuhi kebutuhan praktis dan pasar, salah satunya

adalah Soekarno. Keberadaan Soekarno sebagai kriyawan dalam kiprahnya

berperan sebagai inovator yang memberikan kontribusi dalam mempertahankan

kekukuhan Jepara dalam menyandang gelar kota ukir. Hal ini sesuai dengan

semboyan masyarakat Jepara “trus karyo tataning bumi” yang artinya trus berkarya menata bumi, konsep bumi dalam jargon tersebut adalah daerah tempat

ukir berkembang. Kontribusi tersebut secara langsung dapat dilihat bagaimana

Soekarno berusaha berkarya dengan ide-ide kreatifnya dan secara tidak langsung

dapat dilihat bagaimana dia menafsirkan dunia seninya sendiri.

Menurut Suhud (53 Th) dalam wawancara awal sebelum penelitian sebagai

salah satu pemerhati ukir Jepara mengemukakan bahwa para kriyawan memiliki

kemampuan mencipta yang tidak puas dengan hanya meniru, melainkan selalu

mengadakan pengembangan dan inovasi untuk menghasilkan suatu karya yang

memiliki kekhasan, lebih lanjut dijelaskan bahwa pengembangan tersebut dengan

mencari corak-corak tradisional atau dengan cara menggabungkan unsur-unsur

(4)

4 karya baru yang memiliki kesan eksklusif dan etnik sebagaimana yang dilakukan

oleh Soekarno.

Berkaitan dengan kreativitas yang dilakukan oleh kriyawan, Suhud (53 Th)

berpendapat bahwa tugas kriyawan bukanlah menggambarkan kehidupan seperti

apa adanya dizamannya, tetapi kehidupan yang seharusnya berdasarkan

temuan-temuan esensinya. Dengan demikian dalam mencari ‘cermin masyarakat’ dalam

karya seni, harus disadari tugas kriyawan dan fungsi seni itu sendiri dalam

masyarakatnya. Konteks temuan dan esensi telah selaras dengan kegiatan

Soekarno dengan berbagai ide kreatifnya yang menjadikan dirinya sebagai

kriyawan yang handal. Pandangannya mengenai kriya dari masyarakatnya yang

terkena imbas dari pasar maupun dunia luar, diterjemahkan dalam ide-ide kreatif

seperti relief ukir.

Produk seni yang semula menjadi identitas masyarakatnya dirasakan

tenggelam pada identitas budaya masyarakat lain. Hasil karya masyarakat

dipengaruhi oleh pasar. Hal ini tentunya menjadi pandangan tersendiri buat

Soekarno sehingga timbul keinginan seorang Soekarno dengan idealismenya tetap

bersikap kokoh dengan mempertahankan seni sebagaimana yang ada pada

masyarakat Jepara, sembari tetap menciptakan sesuatu yang baru dengan cara

menggali ide kreatif dan berusaha menemukan identitas secara individual.

1.2. Identifikasi Masalah

Keresahan yang diungkapkan Soekarno tertuang dalam karya kriya hasil

ciptaannya baik dua dimensi (dwi matra) maupun tiga dimensi (tri matra). karya

(5)

5 cerita tradisinal maupun penokohan atau kepahlawanan menjadi ikon Soekarno

dalam memberikan jawaban melalui kriya.

Diawali sejak tahun 1964, di Sekolah Teknik Ukir Dekorasi Negeri Jepara.

kehadiran karya-karyanya yang mencerminkan ide kreatif dan kemahirannya

dalam mengukir telah menjadikan dirinya sebagai salah satu kriyawan yang

menonjol dan sempat terkenal pada era 1980-an. Saat itu kepopuleran Soekarno

tampak pada karya kriya yang berwujud relief dari bahan dasar kayu jati (teak

wood). Karya Soekarno banyak diminati kolektor dari negara asing seperti Jepang,

bahkan karyanya ada yang menjadi koleksi Istana Negara pada masa

pemerintahan Presiden Soeharto.

Perwujudan karya-karya ciptaan Soekarno baik relief maupun patung

memiliki kekhasan tersendiri bagi penikmatnya, dari segi penerapan ketrampilan

dan ketelitian yang dimilikinya. Begitu juga karya-karyanya yang lain secara

keseluruhan memiliki kekhasan yang memerlukan kajian yang mendalam

sehingga mampu menguak apa yang menjadi latar belakang seorang Soekarno

dalam berkarya serta perubahan karya yang sedemikian hebat mampu menjadi

daya tarik tersendiri bagi orang lain.

Dalam penggarapan karya, Soekarno tidak lepas dari perhatian terhadap

aspek karya rupa yang perwujudannya dipengaruhi dua aspek, yaitu aspek

spiritual atau kejiwaan yang kreatif, dan aspek matra kehidupan sosial yang

bersifat aplikatif. Hubungan dimensi ketuhanan dan sosial yang dimiliki Soekarno

menjadi titik balik dalam merefleksikan karya yang harus dia buat. Toekio

(6)

6 dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan sosial, religius, politik, peradatan, dan

sebagainya (Toekio, 2001: 5). Lebih lanjut dikemukakan bahwa kehidupan adalah

yang dialami, dirasa, dan diimajinasikan pada tingkat pra-reflektif dan pra-teoretis

(Sugiharto, 2013:16). Selaras dengan pernyataan tersebut bahwa hal ini

membuktikan bahwa karya seni, termasuk karya kriya Soekarno, merupakan

produk budaya yang kehadirannya diwarnai oleh proses wujud karya seniman atau

kriyawan sehingga proses karya dan makna karya seorang Soekarno apakah

identik dengan pengalaman hidupnya.

Berpijak pada apa yang di ungkapkan diatas maka hal ini menarik untuk

disikapi dalam pertanyaan “bagaimana proses penciptaan wujud karya yang

menjadi penentu makna perubahan bentuk karya Soekarno melalui karya

kriyanya sehingga mampu memberikan gambaran atau realitas yang dapat

dikemukakan sebagai ideologi Soekarno yang ingin tetap mempertahankan kriya

sekaligus budaya ukir Jepara”. Guna menjawab pertanyaan tersebut maka

diperlukan kajian dan telaah yang lebih mendalam sehingga mampu memberikan

jawaban yang faktual serta dapat dipertanggung jawabkan secara akademik.

1.3. Fokus Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah, perjalanan Soekarno sebagai kriyawan

dipengaruhi berbagai faktor, termasuk di dalamnya kondisi sosial masyarakat juga

berpengaruh terhadap proses kreatif dalam mencipta karya kriyanya. Maka

diperlukan batasan masalah lebih fokus membahas mengenai proses penciptaan

wujud dan pengaruhnya terhadap makna perubahan bentuk, terkait ideologi

(7)

7 mengembangkan ukir Jepara. Oleh sebab itu lokasi primer yang di jadikan tempat

penelitian merupakan bengkel kerja Soekarno di Desa Potroyudan, Kecamatan

kota, Jepara kabupaten Jepara dan galeri tempat karya soekarno berada sebagai

lokasi sekunder, sedangkan bentuk karya kriya yang diteliti adalah Karya kriya

Soekarno dengan material kayu dari tahun 1970-2000-an.

1.4.Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian identifikasi masalah dan pembatasan masalahnya, maka

diperlukan telaah lanjut yang mendalam berdasarkan pokok masalah sehingga

mampu mengungkapkan fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah,

demikian rumusan masalah diklasifikasikan sebagai berikut;

4.1. Bagaimanakah konsep pemikiran Soekarno dalam berkarya kriya

4.2. Bagaimanakah proses penciptaan wujud kriya yang memberikan perubahan

bentuk visual kriya karya Soekarno.

4.3. Bagaimanakah makna perubahan bentuk visual kriya karya Soekarno.

1.5. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka pokok tujuan penelitian yang akan

dicapai sebagai berikut;

5.1.Mendeskripsikan dan menganalisis konsep pemikiran Soekarno dalam

berkarya kriya.

5.2.Mendeskripsikan dan menganalisis proses penciptaan wujud kriya yang

(8)

8 5.3.Mendeskripsikan dan menganalisis makna perubahan bentuk visual kriya

karya Soekarno.

1.6.Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut;

6.1. Manfaat Teoretis

6.1.1. Kriya ukir sebagai media dalam menanamkan berkesenian serta sebagai

bentuk ekspresi dan apreasiasi.

6.1.2. Membantu dunia seni dari sisi ilmu kajian budaya kriya ukir terkait,

makna perubahan bentuk.

6.1.3. Penelitian ini diharapkan dapat memberi sumbangan wawasan dan

pengetahuan dalam pengembangan ilmu kajian budaya khususnya seni

rupa dalam bidang kriya ukir sekaligus sebagai rujukan.

6.2. Manfaat Praktis

6.2.1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Jepara, maka apa yang dilakukan

peneliti sebagai upaya membantu mengangkat citra kriya ukir tradisi

dalam data keilmuan secara komprehensif sebagai bagian dari pariwisata

pemerintah.

6.2.2. Bagi kriyawan ukir dan pemerhati ukir lebih memahami esensi karya kriya

dengan material kayu sebagai karya adiluhung yang perlu dipertahankan

dan dikembangkan eksistensinya sebagai produk budaya lampau dan

kekinian.

6.2.3. Bagi Masyarakat kriya ukir kayu merupakan perwujudan estetis yang

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan dari penelitian ini adalah perubahan makna yang terdapat dalam novel Moga Bunda Disayang Allah karya Tere-Liye. Berdasarkan analisis data dapat disimpulkan

Perubahan makna pada kalimat tersebut di atas terdapat pada penggunaan kata sunrise pada data dan perubahan bentuk makna tersebut masuk dalam perubahan makna bahasa

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Tongkat Tunggal Panaluan pada museum GKIP Pangururan, untuk mengetahui perubahan bentuk, fungsi dan makna dengan

Objek penelitian yaitu kriya wayang triplek karya Dayat Dimyati ditinjau dari proses pembuatan, bentuk, serta alat dan bahannya.. Data diperoleh dan diolah dengan beberapa

Tujuan penciptaan karya yang berjudul “VisualisasiBurung Ruai sebagai Penciptaan Karya Seni Kriya Kayu” adalah: (1) Mengimplementasikan gagasan tentang visualisasi

Rumusan masalah dalam penelitian ini (1) bagaimanakah bentuk lingual kata cinta yang memiliki makna ideasional dalam novel London karya Windry Ramadhina, (2) bagaimanakah

Tujuan penelitian ini yaitu ingin menggali lebih mendalam sisi lain Soekarno yang belum banyak diketahui seperti karya arsitektur, karya seni dan karya tulis tentang Islam pada

Pada tahapan pengerjaan ini, penulis memulai pembuatan karya dengan menyiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, serta memulai proses pengerjaan karya dari