• Tidak ada hasil yang ditemukan

POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA TERAKTIVSI ASAM NITRAT (HNO3) UNTUK PENJERAPAN ZAT WARNA INDIGO CARMINE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA TERAKTIVSI ASAM NITRAT (HNO3) UNTUK PENJERAPAN ZAT WARNA INDIGO CARMINE"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

1 POTENSI BUBUK DAN ARANG BIJI NANGKA

TERAKTIVSI ASAM NITRAT (HNO3) UNTUK PENJERAPAN ZAT WARNA INDIGO CARMINE

Nita Trisnawati1*, Itnawita2

1 Mahasiswa Program S1 Kimia

2 Dosen Bidang Kimia Analitik Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

*nita.trisnawati1827@student.unri.ac.id ABSTRACT

Jackfruit is a plant that can thrive in tropical climates. Generally the part of the jackfruit plant that is often used is the fruit, while the seeds of the jackfruit are often wasted.

Several studies have tried to find solutions to utilize ripe jackfruit seeds that have not been utilized optimally, one of which is used as an adsorbent. The purpose of this study is to analyze the variation of dose and optimum contact time on the adsorption of indigo carmine dye by HNO3 activated jackfruit seed powder and charcoal. Spechtrofotometer used to analyze the indigo carmine before and after adsorption. The adsorbent functional groups were characterized using FTIR and the surface morphology was characterized using SEM. The results of this research showed that the optimum conditions for adsorption of HNO3 activated jackfruit seed powder and activated carbon on Indigo Carmine dye occurred at a dose of 0.4 g and a contact time of 120 minutes with efficiency values of 75.57% and 71.06%. Based on the results of the FTIR test, it was found that the jackfruit seed powder contained –OH, N-H, C-H and C=O groups, while the jackfruit seed charcoal did not contain –OH. Based on the results of the SEM test, it was found that the powder and charcoal of jackfruit seeds after activation had more open pores than powder and charcoal before activation. After adsorption, the pores were covered by indigo carmine dye which indicated that the adsorption was working optimally. The result showed that HNO3 activated jackfruit seed powder is more effective at absorbing indigo carmine dye than jackfruit seed charcoal.

Keywords: adsorbent, jackfruit seed, indigo carmine ABSTRAK

Nangka merupakan tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah yang beriklim tropis.

Umumnya bagian dari tanaman nangka yang sering dimanfaatkan adalah buahnya, sedangkan biji dari buah nangka sering terbuang. Beberapa penelitian sudah mencoba mencari solusi untuk memanfaatkan biji nangka matang yang belum termanfaatkan

(2)

2 secara optimal, salah satunya adalah dijadikan adsorben. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variasi dosis dan waktu kontak optimum terhadap penjerapan zat warna Indigo Carmine oleh bubuk dan arang biji nangka yang teraktivasi HNO3. Konsentrasi Indigo Carmine sebelum dan sesudah adsorpsi dianalisis menggunakan Spektrofotometer UV-Vis. Gugus fungsi adsorben dikarakterisasi menggunakan FTIR dan morfologi permukaan dikarakterisasi menggunakan SEM. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi optimum penjerapan bubuk dan arang biji nangka teraktivsi HNO3 terhadap zat warna Indigo Carmine terjadi pada dosis 0,4 g dan waktu kontak 120 menit dengan nilai efisiensi 75,57% dan 71,06%. Berdasarkan hasil uji FTIR, diperoleh bahwa bubuk biji nangka mengandung gugus –OH, N-H, C-H dan C=O, sedangkan pada arang biji nangka tidak mengandung –OH. Berdasarkan hasil uji SEM, diperoleh bahwa pada bubuk dan arang biji nangka setelah aktivasi memiliki pori yang lebih terbuka dibandingkan bubuk dan arang sebelum aktivasi. Setelah dilakukan penjerapan pori-pori tertutupi oleh zat warna Indigo Carmine yang menandakan adsorpsi bekerja maksimal. Sehingga dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 lebih efektif menjerap zat warna Indigo Carmine dibandingkan arang biji nangka.

Kata kunci: adsorben, biji nangka, indigo carmine PENDAHULUAN

Nangka merupakan salah satu tanaman yang dapat tumbuh subur di daerah beriklim tropis. Tanaman ini berasal dari India bagian Selatan kemudian menyebar ke daerah beriklim tropis lainnya, termasuk Indonesia.

Karena kesesuaian iklim dan tanah yang subur, tanaman nangka ini dapat tumbuh hampir di setiap daerah di Indonesia.

Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2021) total produksi buah nangka di Provinsi Riau mencapai 20.424 ton per tahun. Umumnya bahagian tanaman nangka yang banyak dimanfaatkan adalah buahnya, baik dalam keadaan muda atau matang, sedangkan biji dari limbah yang matang sering terbuang. Menurut Supriyadi dan Pangesthi (2014), biji nangka

kebanyakan dibuang dan hanya beberapa masyarakat yang memanfaatkannya dengan direbus. Ditinjau dari komposisi kimianya biji nangka mengandung pati cukup tinggi, yaitu sekitar 40-50%. Oleh karena itu, untuk pemanfaatan lebih luas biji nangka memiliki potensi untuk dijadikan sebagai adsorben.

Telah banyak penelitian yang mengembangkan pemanfaatan limbah biji nangka sebagai adsorben seperti penelitian yang dilakukan oleh Kooh et al., (2016), Kooh et al., (2018), dan Prasad et al., (2020), namun efisiensi penjerapan yang diperoleh pada penelitian sebelumnya masih kecil sehingga perlu adanya perlakuan tambahan untuk meningkatkan nilai efisiensi salah satunya melalui proses aktivasi.

(3)

3 Aktivasi adalah proses pengaktifan

karbon yang bertujuan untuk membuka pori-pori, memperbesar luas permukaan dan meningkatkan porositas yaitu dengan cara memecahkan ikatan hidrokarbon atau mengoksidasi molekul- molekul permukaan sehingga karbon mengalami perubahan sifat, baik fisika maupun kimia. Salah satu perubahan sifatnya adalah luas permukaannya bertambah besar sehingga berpengaruh terhadap daya adsorpsi (Aznar, 2011).

Aktivasi fisika merupakan pengaktifan arang atau karbon dengan menggunakan panas, uap dan CO2 dengan suhu tinggi dalam sistem tertutup tanpa udara sambil dialiri gas inert. Aktivasi kimia merupakan pengaktifan dengan menggunakan bahan-bahan kimia sebagai activating agent yang dilakukan dengan cara direndam dalam larutan kimia, seperti HNO3, H3PO4, dan sebagainya (Rajagukguk, 2018). Pada penelitian ini digunakan larutan HNO3

untuk mengaktivasi bubuk dan arang biji nangka yang bertujuan untuk mengoptimalkan adsorpsi karena proses aktivasi dapat menghilangkan zat pengotor dan membuka pori-pori adsorben. Diharapkan proses aktivasi menggunakan HNO3 ini bisa meningkatkan efisiensi dari bubuk dan arang biji nangka untuk mengadsorpsi zat warna Indigo Carmine.

Zat warna dibutuhkan dalam proses manufaktur di tekstil, cat, percetakan dan lainnya. Sebanyak lebih dari 50% limbah zat warna yang dihasilkan adalah zat warna anionik. Salah satu jenis zat warna anionik ialah Indigo Carmine. Indigo

Carmine merupakan zat warna biru yang paling banyak digunakan pada pewarna jeans dan wool. Zat warna anionik larut dalam air dan sangat stabil dengan adanya ikatan rangkap nitrogen-nitrogen (-N=N-), sehingga zat warna Indigo Carmine sulit dihilangkan dari lingkungan peraian yang dapat mengakibatkan biota air menjadi terganggu (Rofi’ah, 2016). Efek penggunaan zat warna Indigo Carmine bagi kesehatan adalah menyebabkan iritasi mata, mengganggu saluran pernafasan dan infeksi kulit apabila kontak fisik secara langsung. Sehingga zat warna ini sering dianggap sebagai polutan yang sangat beracun karena menyebabkan kerusakan pada kesehatan manusia dan ekosistem. Oleh karena itu, perlu dilakukan penanganan lebih lanjut pada limbah zat warna Indigo Carmine sebelum dibuang ke lingkungan. Pada penelitian ini akan dilihat potensi bubuk dan arang biji nangka terkativasi HNO3

untuk mengadsorpsi zat warna Indigo Carmine.

METODE PENELITIAN a. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spektrofotometer UV-Vis (Thermo Scientific genesys 20), Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR) (IRPrestige-21 Shimadzu), Scanning Electron Microscopy (SEM) (Hitachi Flexsem 1000), furnace (Vulcan A-130 Furnace), sentrifuse (Fisher Scientific Centrific Model 228), shaker (Daihan Labtech), hot plate (Thermo Scientific Cimarec),

(4)

4 magnetic stirrer, buret, statip, desikator,

lumpang dan alu, spatula, cawan krusibel, batang pengaduk, cawan porselin, pH meter, ayakan 100 dan 200 mesh, stopwatch, botol semprot, timbangan analitik (Mettler tipe AE200), dan peralatan gelas yang umum digunakan di laboratorium.

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji nangka matang, asam nitrat (HNO3) 0,3 M, Indigo Carmine, larutan Methylene Blue (C16H18ClN3S) (Merck), akuades, Aqua Demineralized (akua DM) dan kertas saring Whatman 42.

b. Preparasi adsrben biji nangka Sampel biji nangka matang dikupas untuk diambil bagian dalam dari biji nangka. Selanjutnya biji nangka tersebut dipotong kecil-kecil dan dicuci dengan akuades kemudian dikeringkan dengan bantuan sinar matahari. Sebagian dari biji nangka yang telah kering dipotong kecil-kecil lalu dikarbonisasi dalam furnace pada suhu 400oC selama 3 jam untuk membentuk arang biji nangka.

Sampel biji nangka kering dan sampel yang telah dikarbonisasi digiling halus menggunakan lumpang dan alu sampai berbentuk tepung kemudian diayak menggunakan ayakan yang lolos di ukuran 100 mesh dan tertahan di 200 mesh. Sampel biji nangka yang telah diayak disimpan di dalam desikator.

c. Aktivasi adsorben biji nangka Bubuk dan arang biji nangka masing-masing sebanyak 10 g diaktivasi dengan cara direndam dalam larutan HNO3 sebanyak 100 mL dengan

konsentrasi 0,3 M selama 2 jam.

Kemudian bubuk dan arang biji nangka disaring menggunakan kertas saring Whatman 42 dan dibilas dengan akua DM hingga mencapai pH yang sama dengan pH akua DM. Setelah itu bubuk biji nangka aktivasi dikeringkan dengan oven pada suhu 70 ± 2 oC dan arang biji nangka dikeringkan pada suhu 100 ± 2

oC hingga mencapai berat konstan.

Setelah itu bubuk dan arang biji nangka didinginkan lalu disimpan dalam desikator..

d. Pengaruh dosis adsorben

Larutan induk Indigo Carmine dengan konsentrasi 1000 ppm diencerkan secara bertingkat menjadi 100 ppm kemudian 20 ppm yang digunakan sebagai larutan pengujian.

Sebanyak 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6 dan 0,7 g adsorben dikontakkan dengan 25 mL larutan Indigo Carmine 20 ppm dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL. Kemudian diaduk dengan menggunakan shaker pada kecepatan 200 rpm selama 120 menit. Setelah proses adsorpsi selesai, filtrat dipisahkan dari adsorben dengan cara sentrifugasi selama 10 menit dan dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis.

e. Pengaruh waktu kontak

Larutan induk Indigo Carmine dengan konsentrasi 1000 ppm diencerkan secara bertingkat menjadi 100 ppm kemudian 20 ppm yang digunakan sebagai larutan pengujian.

Sebanyak 25 mL larutan Indigo Carmine 20 ppm dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL. Adsorben dengan

(5)

5 dosis optimum dimasukkan ke dalam

larutan tersebut kemudian diaduk dengan shaker pada kecepatan 200 rpm dalam variasi waktu 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Setelah proses adsorpsi selesai, kemudian filtrat dipisahkan dari adsorben dengan cara sentrifugasi selama 10 menit dan dianalisis dengan Spektrofotometer UV-Vis.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Adsorben teraktivasi HNO3

Aktivasi dengan HNO3 0,3 M menunjukkan adanya kemampuan HNO3 untuk mengubah struktur permukaan dari bubuk dan arang biji nangka dimana nilai luas permukaan dari adsorben tersebut meningkat. Berdasarkan data nilai luas permukaan dari uji daya jerap Methylene Blue didapatkan bahwa luas permukaan bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 meningkat dari 7,1489 m2/g menjadi 7,8103 m2/g, sedangkan pada arang biji nangka proses aktivasi justru memperkecil luas permukaan dari 4,8830 m2/g menjadi 2,8491 m2/g. Hasil ini diperkuat dengan hasil uji SEM pada Gambar 1.

(a) (b)

Gambar 1. Hasil SEM adsorben (a) bubuk biji nangka teraktivasi HNO3 (b) arang biji nangka teraktivasi HNO3

Berdasarkan pada Gambar 1 (a) menunjukkan bahwa bubuk biji nangka teraktivasi memiliki permukaan yang lebih bersih dan pori-pori adsorben telah

terbuka karena HNO3 mampu menghilangkan zat pengotor. Sementara pada Gambar 1. (b) menunjukkan arang biji nangka teraktivasi memiliki struktur yang tidak teratur atau pelebaran yang mengindikasikan telah terjadinya kerusakan. HNO3 sebagai oksidator kuat menyebabkan karbon pada arang tersebut rusak. Pori yang dimiliki pun lebih sedikit sehingga luas permukaannya kecil. Konsentrasi aktivator yang cenderung rendah juga memungkinkan masih terdapat pengotor yang menutupi pori-pori arang.

Bubuk biji nangka teraktivasi memiliki luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan arang biji nangka teraktivasi karena menurut Ulfandri (2021), aktivasi dengan HNO3 mampu menambah situs aktif pada permukaan adsorben yang ditandai dengan terjadinya kenaikan kemampuan serapannya atau luas permukaannya. Hal ini menunjukkan hilangnya pengotor pada permukaan adsorben yang menyebabkan pori menjadi lebih terbuka sehingga luas permukaan pori meningkat dan adanya kemungkinan munculnya situs aktif baru atau terjadinya perubahan muatan dari permukaan adsorben sebagai akibat dari proses pelarutan atau oksidasi dari HNO3. Hasil ini diperkuat oleh hasil FTIR yang terdapat pada Gambar 2.

(6)

6 Gambar 2. Spektrum FTIR adsorben

bubuk biji nangka teraktivasi HNO3. Berdasarkan Gambar 2, terdapat beberapa bilangan gelombang yang mengindikasikan beberapa gugus fungsi yang terkandung pada biji nangka, diantaranya yaitu pada bilangan gelombang 3377,50 cm-1 yang mengindikasikan adanya vibrasi ikatan - OH dari asam karboksilat yang berasal dari kandungan karbohidrat pada biji nangka, bilangan gelombang 3500,95 cm-1 mengindikasikan adanya vibrasi ikatan N-H stretch yang berasal dari kandungan protein biji nangka, bilangan

gelombang 1651,14 cm-1

mengindikasikan adanya vibrasi ikatan C=O. Gugus-gugus fungsi inilah yang memiliki peran penting agar terjadinya adsorpsi.

Sementara pada arang biji nangka teraktivasi memiliki kualitas yang lebih rendah dibandingkan dengan bubuk biji nangka teraktivasi dikarenakan HNO3

sebagai oksidator kuat menyebabkan karbon pada arang tersebut rusak. Hasil ini sesuai dengan hasil FTIR yang terdapat pada Gambar 3.

Gambar 3. Spektrum FTIR adsorben arang biji nangka teraktivasi HNO3

Berdasarkan Gambar 3, dapat dilihat bahwa terdapat beberapa gugus fungsi pada bilangan gelombang 1717,68; 1653,07; 1339,62 ; 1135,16 dan 1024,25 cm-1 yaitu gugus C=O, C=C, C- N stretch, C-C dan C-O-C. Banyaknya ikatan karbon sederhana penyusun arang setelah dilakukan aktivasi dengan HNO3

ini menyebabkan atom karbon penyusun arang teroksidasi sehingga ikatan karbon yang ada pada arang kehilangan elektron dan menjadi bermuatan positif.

b. Pengaruh dosis adsorben biji nangka terhadap adorpstivitas Indigo Carmine

Penentuan pengaruh dosis adsorben terhadap adsorpsi Indigo Carmine antara bubuk dan arang biji nangka teraktivasi HNO3 dilakukan dengan variasi dosis adsorben 0,1; 0,2; 0,3; 0,4 dan 0,5 g.

Adsorben ini diaplikasikan pada zat warna Indigo Carmine dengan konsentrasi 20 ppm. Hubungan variasi dosis adsorben bubuk dan arang biji nangka teraktivasi HNO3 terhadap efisiensi adsorpsi Indigo Carmine ditunjukkan pada Gambar 4.

(7)

7 Gambar 4. Hubungan variasi dosis

adsorben bubuk dan arang biji nangka terhadap efisiensi adsorpsi Indigo Carmine

Berdasarkan Gambar 4, dosis adsorben optimum untuk bubuk dan arang biji nangka teraktivasi HNO3

didapatkan pada dosis optimum 0,4 g dengan efisiensi sebesar 75,57% untuk bubuk dan 71,06% untuk arang. Ketika dosis bubuk dan arang biji nangka berjumlah sedikit maka sisi aktif permukaannya belum bekerja secara optimal dalam menjerap zat warna Indigo Carmine. Sedangkan semakin besar dosis maka proses adsorpsi yang terjadi lebih efektif karena sisi aktif permukaan bubuk dan arang biji nangka menjadi lebih banyak. Namun penggunaan dosis yang semakin besar juga bisa menyebabkan kemampuan penjerapan semakin kecil. Menurut Siswarni et al., (2017) hal ini disebabkan karena adsorbat yang digunakan terbatas yang menyebabkan adsorben saling tumpang tindih atau berebutan untuk menutupi, sehingga adsorbat terbatas gerakannya untuk memperebutkan permukaan.

Bubuk biji nangka teraktivasi memiliki kemampuan adsorpsi yang lebih baik dibandingkan dengan arang biji nangka teraktivasi, hal ini sesuai

dengan hasil uji luas permukaan arang yang lebih kecil dibandingkan bubuk.

Permukaan bubuk dan arang biji nangka teraktivasi memiliki rongga atau pori- pori yang bertindak sebagai media tempat proses penjerapan Indigo Carmine berlangsung sehingga konsentrasi Indigo Carmine berkurang dalam larutan. Permukaan adsorben setelah adsorben menjadi lebih halus karena tertutup oleh lapisan homogen dari molekul Indigo Carmine. Hal ini membuktikan bahwa bubuk dan arang biji nangka teraktivasi telah menjerap zat warna Indigo Carmine dalam larutan (Zein et al., 2019).

c. Pengaruh waktu kontak adsorben biji nangka terhadap adsorptivitas Indigo Carmine Parameter waktu kontak merupakan faktor terpenting dalam pengujian adsorpsi karena dapat menentukan laju reaksi dan waktu kontak optimum.

Penentuan waktu kontak optimum adsorben terhadap adsorpsi Indigo Carmine dilakukan dengan variasi waktu kontak 30, 60, 90, 120, 150 dan 180 menit. Berikut grafik hubungan waktu kontak terhadap efisiensi adsorpsi Indigo Carmine yang ditunjukkan pada Gambar 5.

(8)

8 Gambar 5. Hubungan variasi waktu

kontak adsorben bubuk dan arang biji nangka terhadap efisiensi adsorpsi Indigo Carmine

Berdasarkan grafik pada Gambar 5, menunjukkan waktu optimum oleh bubuk biji nangka teraktivasi HNO3

terjadi pada waktu 120 menit dengan efisiensi sebesar 47,02%, sedangkan pada arang biji nangka teraktivasi HNO3 waktu optimum terjadi pada waktu 90 menit dengan efisiensi sebesar 28,48%.

Pada waktu 30 sampai dengan 90 menit mengalami proses adsorpsi secara cepat, dimana terjadi peningkatan nilai efisiensi. Kenaikan nilai efisiensi seiring dengan bertambahnya waktu menandakan adanya difusi pada proses adsorpsi di permukaan adsorben dengan adsorbat. Selain itu, pada waktu 120 menit hingga 180 menit mengalami penurunan karena permukaan adsorben telah jenuh dan tercapai kesetimbangan.

Pada waktu kontak optimum zat warna yang teradsorpsi bernilai maksimal, namun setelah melewati titik kesetimbangan mengalami proses desorpsi sehingga zat warna yang terjerap kembali berkurang. Ningsih et al., (2017) mendefinisikan desorpsi sebagai pelepasan adsorbat dari permukaan adsorben. Fenomena ini terjadi akibat jenuhnya permukaan adsorben sehingga molekul adsorbat yang telah terjerap kembali ke dalam larutan. Semakin lama waktu interaksi adsorben dengan adsorbat memungkinkan banyaknya tumbukan yang terjadi sehingga semakin banyak adsorbat yang terserap. Tumbukan

kecepatan reaksi bergantung pada jumlah tumbukan persatu satuan waktu, semakin banyak tumbukan yang terjadi maka rekasi semakin cepat berlangsung (Siswarni et al., 2017).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kondisi optimum dari parameter pengujian adsorpsi Indigo Carmine terjadi pada dosis optimum 0,4 g dan waktu optimum 120 menit dengan nilai efisiensi 75,57%

dan 71,06% oleh bubuk dan arang biji nangka teraktivasi HNO3.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dra. Itnawita, M.Si selaku dosen pembimbing, kepada Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Kimia atas bimbingan, motivasi dan arahannya dalam menyelesaikan penulisan hasil penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Aznar, J. S. 2011. Characterization of activated carbon produced from coffee residues by chemical and physical activation. Thesis.

KTH Royal Institute of Technology: Stockholm.

Badan Pusat Statistik. 2021. Statistik Tanaman Buah-buahan dan Sayuran Tahunan Indonesia.

Jakarta : Badan Pusat Statistik.

Kooh, M. R. R., Dahri, K. M. dan Lim, L. B. L. 2016. Jackfruit seed as a sustainable adsorbent for the removal of Rhodamine B dye.

Journal of Environment and

(9)

9 Biotechnology Research. 4(1) :

7–16.

Kooh, M. R. R., Dahri, M. K. dan Lim, L. B. L. 2018. Jackfruit seed as low-cost adsorbent for removal of malachite green: artificial neural network and random

forest approaches.

Environmental Earth Sciences.

77(12) : 434.

Ningsih, D. A., Said, I. dan Ningsih, P.

2017. Adsorpsi logam timbal (Pb) dari larutannya dengan menggunakan adsorben dari tongkol jagung. Jurnal Akademika Kimia. 5(2) : 55-60.

Prasad, N., Kumar, P. dan Bahadur, D.

2020. Cadmium removal from aqueous solution by jackfruit seed bio ‑ adsorbent. SN Applied Sciences. 2(6) : 1-10.

Rajagukguk, P. T. R. 2018. Pemanfaatan kulit durian sebagai adsorben untuk penyisihan detergen dan fosfat dalam pengolahan limbah cair laundry. Skripsi.

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Rofi’ah, F. 2016. Adsorpsi zat warna indigo carmine menggunakan silika gel berbasis fly ash batu bara terimpregnasi Aluminium.

Skripsi. Universitas Jember, Jember.

Siswarni MZ, Lara Indra Ranita dan Dandri Safitri. 2017. Pembuatan biosorben dari biji pepaya (Carica papaya L) untuk penyerapan zat warna. Jurnal Teknik Kimia USU. 6(2) : 7–13.

Supriyadi, A. dan Tri, P. L. 2014.

Pengaruh substitusi tepung biji

nangka (Artocarpus

heterphyllus) terhadap mutu organoleptik kue onde-onde ketawa. Jurnal Boga. 3(1) : 225–233.

Ulfandri, D. 2021. Potensi biji nangka teraktivasi HNO3 yang dimodifikasi dengan ca-alginat sebagai adsorben metilen biru.

Skripsi. Universitas Riau, Riau.

Zein, R., Ramadhani, P., Aziz, H. Dan Suhaili, R. 2019. Biosorben cangkang pensi (Corbicula moltkiana) sebagai penyerap zat warna metanil yellow ditinjau dari pH dan model kesetimbangan adsorpsi. Jurnal Litbang Industri. 9(1) : 15–22.

Referensi

Dokumen terkait

Pengujian fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen- komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar buah bakau. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid,

Value Grouping Value Credit Value Auction Pinjmn & Lelang. Difference 1 2 3

Analisis cluster adalah proses pengelompokan data ke dalam kelas (cluster), sehingga objek dalam satu cluster memiliki kemiripan yang lebih tinggi dibandingkan

Pemain boleh menggunakan semua kemahiran asas sepak takraw seperti sepak sila, sepak kuda, tandukan, rejaman dan hadangan dalam permainan ini namun hanya sepakan

Penelitian ini menggunakan bahan pencepat TBBS yang menghasilkan laju reaksi paling cepat dan energi aktivasi paling rendah pada kompon dengan sistem vulkanisasi

Jika terdapat indikator dalam sebuah perkawinan suami mendominasi istri, atau suami memiliki hak yang lebih dibandingkan dengan istri, dan sebaliknya istri

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) sejauh mana pengaruh penggunaan materi bacaan berbasis kearifan lokal pada mata kuliah Reading for Information; (2) persepsi

Berdasarkan hasil temuan di lapangan pada UMKM Sentra Industri Keramik di Kasongan Kabupaten Bantul, DIY Jogjakarta dapat dideskripsikan dalam dua bagian yaitu pola