6 BAB II
KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Hakikat Motivasi
Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan.
Berdasarkan pengertian ini, makna motivasi menjadi berkembang. Motivasi memiliki peran besar dalam kinerja terutama dalam olahraga. Psikologi olahraga berperan penting dalam proses motivasi yang dengannya seseorang terinspirasi, mendorong atau memberikan semacam insentif untuk dicapai tugas yang akan diarahkan pada tujuan seperti untuk mengambil bagian dalam olahraga kompetitif dan mencapai kesuksesan tinggi untuk karier yang sukses dalam hidup motivasi sebagai substansi minat dalam kegiatan.
Menurut Sardiman, (2020) “motivasi merupakan suatu dorongan atau daya penggerak dari dalam dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu tujuan”. Sedangkan menurut Uno, (2006) “motivasi merupakan dorongan yang terdapat dalam diri seseorang untuk berusaha mengadakan tingkah laku yang lebih baik dalam memenuhi kebutuhannya”. Dikemukakan pula oleh Rifa’i &
Anni, (2012) bahwa motivasi merupakan suatu hal yang memunculkan atau mendorong sesorang untuk berperilaku serta mengarahkan pada pilihan perilaku tertentu yang mengarah kepada tujuan. Komarudin, (2015) mendefinisakan “motivasi sebagai dorongan yang berasal dari dalam atau luar individu untuk melakukan aktivitas yang bisa menjamin kelangsungan aktivitas tersebut, serta dapat menentukan arah, haluan dan besaran upaya yang dikerahkan untuk melakukan aktivitas sehingga dapat mencapai tujuan 20 yang telah ditetapkan” (hlm. 24). Sedangkan menurut Iwan Rantony, (2016) “motivasi merupakan dorongan untuk melakukan suatu proses untuk mencapai prestasi dalam diri individu untuk senantiasa meningkatkan kualitas dengan sebaik-baiknya” (hlm. 125). Sedangkan motivasi menurut Eka dan Pudjijuniarto,
(2016) “merupakan suatu daya penggerak yang timbul pada diri seseorang untuk berperilaku secara selektif ke suatu arah tertentu dan bertahan hingga tujuan dapat dicapai” (hlm. 650). Deni Mudian, (2017) ”Motivasi adalah usaha-usaha untuk untuk menyediakan kondisi-kondisi sehingga anak ingin atau melakukannya” (hlm. 2).
Sedangkan menurut Karel Muskanan, (2015) “motivasi dalam olahraga adalah aspek psikologis yang berperan penting bagi para pelatih, guru dan pembina olahraga, karena motivasi adalah dasar untuk menggerakkan dan mengarahkan perbuatan dan perilaku seseorang dalam berolahraga” (hlm. 107). Yang dan Li, (2019) menyatakan bahwa
“motivasi mempunyai peranan penting dalam partisipasi olahraga diantaranya mengubah emosi, menyesuaikan emosi dan mengurangi tekanan melalui olahraga”
(hlm. 160).
Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan suatu dorongan yang menggerakkan serta mengarahkan dan kemudian menopang tingkah laku seseorang, atau bisa disebut sebagai penggerak atau sebuah alasan seseorang untuk berperilaku yang bersumber pada keinginan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Timbulnya motivasi dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor ekternal. Setelah adanya motivasi pada diri seseorang, maka ia akan memiliki gairah untuk melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan.
2.1.2 Jenis – Jenis Motivasi
Dalam membicarakan soal jenis-jenis motivasi, hanya akan dibahas dari dua sudut pandang, yakni motivasi yang berasal dari dalam diri pribadi seseorang yang disebut motivasi intrinsik dan motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang disebut motivasi ektrinsik.
2.1.2.2 Motivasi Intrinsik
Menurut Muhibbin Syah dalam Masni, (2017) motivasi intrinsik adalah ”hal dan keadaan yang berasal dari dalam diri siswa sendiri yang dapat mendorongnya melakukan tindakan belajar” (hlm. 39). Sedangkan Syaiful Bahri Djamarah dalam Masni, (2017) berpendapat bahwa “motivasi intrinsik itu merupakan keinginan
bertindak yang disebabkan faktor pendorong dari dalam diri (internal) individu yang tidak perlu dirangsang dari luar, karena dalam setiap diri individu sudah ada dorongan untuk melakukan sesuatu.atau dengan kata lain individu terdorong untuk bertingkah laku ke arah tujuan tertentu tanpa adanya faktor dari luar” (hlm. 40).
Motivasi merupakan kekuatan energi internal yang menentukan semua aspek perilaku individu. Hal ini juga berpengaruh pada bagaimana individu berpikir, merasakan, dan berinteraksi dengan individu lain. Dalam olahraga sendiri, atlet membutuhkan intervensi motivasi untuk proses latihan maupun perlombaan, bahkan motivasi secara general diterima sebagai prasyarat penting untuk mengantarkan atlet untuk memenuhi potensi dan performa pada dirinya.
Menurut Ryan & Deci, (2000) motivasi intrinsik didefinisikan sebagai melaksanakan suatu kegiatan untuk kepuasan yang melekat dan bukan untuk beberapa konsekuensi lain yang terpisah. Ketika termotivasi secara intrinsik, seseorang bergerak dan bertindak untuk bersenang-senang atau tertantang bukan karena faktor eksternal, tekanan, atau imbalan.
Atlet yang termotivasi secara intrinsik terlibat dalam kegiatan secara sukarela, memberi mereka kesenangan dan kepuasan untuk merasa kompeten dalam apa yang mereka lakukan. Motivasi yang berasal dari dalam diri seseorang ditentukan oleh faktor kepuasan dan rasa ingin tahu. Motivasi intrinsik melibatkan atlet sebagai bagian dari proses latihan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa motivasi intrinsik adalah Jenis motivasi yang datangnya dari dalam diri individu sendiri tanpa ada paksaan dorongan orang lain ataupun dari luar, tetapi atas dasar kemauan dan kesadaran dari induvidu itu sendiri.
Dengan kata lain munculnya motivasi intrinsik berdasarkan tujuan yang diinginkan.
2.1.2.2 Motivasi Ekstrinsik
Menurut Ryan & Deci, (2000) “motivasi ekstrinsik sebagai performa dari suatu kegiatan untuk mencapai beberapa hasil yang terpisah”. Motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang aktif dan berfungsinya karena adanya perangsang dari luar. Motivasi ekstrinsik merupakan jenis motivasi yang timbul sebagai akibat pengaruh dari luar
individu, apakah karena adanya ajakan, suruhan, atau paksaan dari orang lain sehingga dengan keadaan demikian induvidu tersebut mau melakukan sesuatu. Sebagai contoh itu seseorang itu belajar, karena tahu besok paginya akan ujian dengan harapan akan mendapatkan nilai baik, sehingga akan dipuji oleh pacarnya, atau temannya. Jadi yang penting bukan karena belajar ingin mengetahui sesuatu, tetapi ingin mendapatkan nilai yang baikatau agar mendapat hadiah. Jadi kalau dilihat dari segi tujuan kegiatan yang dilakukannya, tidak secara langsung bergayut dengan esensi apa yang dilakukannyn itu. Oleh karena itu motivasi ekstrinsik dapat juga dikatakan sebagai bentuk motivasi yang didalamnya aktivitas belajar dimulai dan diteruskan berdasarkan dorongan dari luar yang tidak secara mutlak berkaitan dengan aktivitas belajar.
2.1.3 Teknik Motivasi
Adapun teknik-teknik dalam motivasi antara lain:
2.1.3.1 Motivasi Verbal
Berdasarkan pendapat Husdarta, (2010) motivasi verbal dapat dilakukan dengan pep talks, diskusi (team talks), atau pendekatan individu (individual talks). Supaya efektif, ada beberapa langkah yang perlu diperhatikan dalam melakukan motivasi verbal ini, yaitu:
a) Langkah 1: berilah pujian mengenai apa yang telah dilakukan oleh atlet dan jelaskan peranannya di dalam tim. Hal ini adalah untuk mendorong atlet agar dia merasa percaya dan mampu melaksanakan tugasnya.
b) Langkah 2: berikan koreksi dan sugesti. Koreksi-koreksi yang diberikan sebaiknya koreksi-koreksi yang membangun, termasuk evaluasi secara objektif terhadap kekurangan-kekurangan atlet dan bagaimana sesuatu keterampilan seharusnya dilakukan.
c) Langkah 3: berikan semacam petunjuk. Misalnya, katakan kepada atlet bahwa latihan yang tekun akan dapat mengatasi kelemahan- kelemahannya dan meningkatkan prestasinya.
Pep talk dapat berupa peringatan atau nasihat terakhir sebelum pertandingan dimulai atau pada saat istirahat. Isi umumnya meliputi instruksi dan pendekatan
psikologis, arahan dan inspirasi, cara mengendalikan emosi, menganalisis situasi, mengkritik kelemahan atlet, dan cara berdoa bersama. Sebelum memulai permainan, harus memberikan saran umum daripada fokus pada hal-hal spesifik. Selama istirahat atau timeout, saran mungkin lebih spesifik, seperti arahan taktis, regulasi emosional, dan strategi untuk diterapkan berdasarkan kebutuhan situasi dan kondisi saat ini.
Penting juga untuk memperhatikan instruksi dan peringatan. Tidak boleh ditegur secara emosional kecuali ketika tim sedang down lesu, dan kurang antusias. Selama percakapan yang menggembirakan, tim yang tidak puas biasanya akan bersedia bermain lagi. Pelatih harus mampu mengatur bagaimana dan kapan percakapan yang menginspirasi terjadi. Atlet sering gugup sebelum pertandingan untuk memainkan permainan terbaik mereka. Ketegangan juga karena ingin terlalu baik atau buat kejutan atau keajaiban Karena itu, atlet biasanya dalam keadaan over-araused (terlalu bersemangat).
Dalam situasi seperti itu, pep talk akan sangat berguna jika percakapan dapat disampaikan dengan cara yang menciptakan suasana yang lebih nyaman bagi para pemain. Dalam situasi seperti itu, percakapan yang mendorong secara emosional tidak hanya tidak berguna, tetapi juga bisa berakibat fatal bagi kesiapan pemain. Pelatih yang baik biasanya tahu kapan dan bagaimana meningkatkan moral seorang atlet, bagaimana menenangkan mereka, dan kapan harus meninggalkan seorang atlet sendirian.
Percakapan yang tidak terdengar tepat waktu juga dapat mengganggu konsentrasi pemain. Ada orang yang berpikir tidak perlu ada percakapan. Karena kami percaya bahwa semua kemampuan teknis, fisik dan mental yang dibutuhkan atlet untuk bertanding diberikan selama latihan dan pendampingan atlet untuk melakukannya. Hal tersebut telah terinternalisasi sebagai kepribadian seorang atlet (Husdarta, 2010).
1) Motivasi Behavioral (Perilaku)
Untuk menjadi sukses, atlet harus menumbuhkan dan mengubah behaviorisme menjadi perilaku yang mencerminkan atletis terpuji dan komitmen tinggi untuk bekerja dan pelatihan. Dalam hal ini, guru dan pelatih berperan penting dalam memberikan contoh perilaku positif. Tidak boleh ada celaan atau cemoohan atas perilaku dan
karakter pelatih. Kita harus selalu ingat bahwa para atlet, pelajar dan masyarakat menganggap diri kita sebagai teladan. Oleh karena itu, para atlet muda seringkali menyamakan temperamen dengan pelatih atau perilaku pelatihnya. Oleh karena itu, tipe kepribadian yang baik dan berjasa harus selalu tercermin dalam diri guru dan pelatih. Dengan contoh-contoh behavioral yang baik, diharapkan para anak asuhnya akan dapat termotivasi untuk bersikap positif dalam usahanya untuk mencapai sukses, baik dalam olahraga maupun dalam kehidupannya kelak di masyarakat luas Husdarta, (2010).
2.1.3.2 Motivasi Intensif
Motif insentif adalah dorongan melalui penghargaan atau hadiah. Oleh karena itu, tujuan pelatih adalah untuk memperkuat semangat berlatih, meningkatkan semangat dan dorongan untuk berprestasi, serta mempersingkat proses pembelajaran.
Di satu sisi, motivasi dengan cara ini dapat menjadi motivator yang kuat bagi atlet untuk berlatih dan mencapai hasil yang tinggi. Di sisi lain, penggunaan metode ini secara terus menerus dapat menyebabkan pemain berperilaku tidak wajar. Jika suatu hari seorang atlet tidak menerima penghargaan, dia mungkin akan menjadi kurang acuh tak acuh. Demikian juga, jika hadiahnya kecil, pemain akan memiliki ambisi yang lebih sedikit atau mengklaim hadiah yang lebih besar. Oleh karena itu, agar hasil menjadi efektif, insentif harus diberikan dalam konteks yang tepat dan tidak berlebihan.
2.1.3.3 Supertisi
Supertisi adalah simbol dan bentuk kepercayaan terhadap sesuatu yang diyakini memiliki kekuatan atau daya dorong mental. Supertisi terkadang dapat mengubah perilaku, membuat Anda lebih energik, ambisius, dan lebih sukses. Ada banyak contoh supertisi di bidang olahraga. Misalnya, jika seseorang mengenakan kaus kaki, harus terlebih dahulu meletakkan sisi kanan di sisi kiri. Karena jika tidak, psikologis seseorang akan terganggu. Misalnya, seorang pemanah selalu mengikuti pola dalam urutan a-b-c-d saat mempersiapkan perlengkapannya untuk pertandingan.
Di mata orang lain, supertisi semacam itu sering dianggap tidak rasional. Namun, karena setiap orang memiliki citra subjektif mereka sendiri dan citra subjektif ini sama
pentingnya dengan kenyataan, mencoba mengubah citra ini akan menjadi masalah besar bagi para atlet karena sulit dan memakan waktu lama untuk mengubah kebiasaan tersebut. Kita perlu memberi atlet waktu untuk belajar dan berlatih berubah.
1) Gambar-gambar
Tip dan pidato sering diperlukan untuk mendorong pemain. Namun, ketika seorang atlet memberikan pidato yang terlalu bersemangat, ia cenderung kehilangan kekuatan dan kegunaannya dari waktu ke waktu. Terkadang itu benar-benar bisa menjadi bumerang. Dalam situasi seperti itu, seringkali gambar yang ditempatkan secara strategis, slogan, berita menarik, dan poster yang mendorong bisa lebih efektif daripada pidato terus menerus.
2) Khayalan Mental (Mental Image)
Banyak dipraktikkan oleh pelatih asing, bagian penting dari percepatan pembelajaran dan peningkatan semangat atlet dalam latihan adalah penggunaan mental imagery. Atlet dilatih untuk membentuk fantasi mental tentang gerakan atau keterampilan tertentu, atau apa yang harus dilakukan dalam situasi tertentu (pencitraan kognitif). Caranya adalah dengan meminta atlet untuk melihat pola gerakan tertentu, mengamatinya, memperhatikannya, memvisualisasikannya dengan cermat, dan kemudian menghafal gerakannya.
3) Motivasi Karena Takut
Rasa takut atau takut akan sesuatu bisa menjadi motivator yang ampuh bagi seseorang. Motif ketakutan dapat dipicu dengan cara berikut:
a. Atlet harus selalu mengingat dan mengikuti semua Peraturan yang berlaku, Peraturan Kompetisi dan Kompetisi serta Peraturan Disiplin Tim. Atlet harus merasa takut dan malu jika mereka melanggar aturan ini.
b. Atlet akan merasa takut jika latihan tidak dilakukan dengan baik dan tidak tuntas.
Oleh karena itu, harus selalu ditekankan bahwa latihan harus dilakukan sesuai dengan bagian atau distribusi yang telah ditentukan. Pelanggaran terhadap ketentuan pasal ini dapat mengakibatkan hukuman berupa penambahan beban latihan, latihan yang lebih lama, dan pekerjaan tambahan.
c. Atlet takut dikritik atau dikritik jika tidak melakukan tugasnya dengan baik.
d. Atlet takut dikeluarkan dari tim, tidak diikutsertakan dalam tim, atau diskors. Dan pelatih tidak akan segan-segan menindak setiap atlet yang tidak mematuhi peraturan mengenai olahraga beregu.
e. Atlet takut tidak memenuhi harapan dan tujuan yang telah ditetapkan oleh pelatih, KONI, dan pemerintah Husdarta, (2010).
Sementara motif ketakutan dapat menginspirasi atlet untuk berlatih lebih keras, banyak pelatih masih mempertanyakan efektivitasnya terhadap perkembangan mental pada atlet, terutama atlet muda. Penggunaan teknik motivasi tidak boleh berlebihan dan harus dilakukan tepat waktu. Demikian juga, asimilasi harus akurat dan ringkas, dan harus disertai dengan contoh perilaku yang sesuai. Pidato yang lebih panjang biasanya kurang efektif, terutama jika Anda tidak memahami materi motivasi.
Motivasi harus lebih umum dan fleksibel sebelum pertandingan. Motif untuk musim pertandingan lebih fokus pada hal-hal khusus permainan. Sedangkan usai pertandingan, pelatih harus berusaha memotivasi para atletnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pelatih harus selalu berusaha untuk mengembangkan motivasi yang tinggi dalam diri para atletnya, terutama motivasi internal. Seorang atlet (orang) bermotivasi tinggi akan mampu melakukan tugas lebih baik daripada seorang atlet yang tidak termotivasi, bahkan jika ia hanya memiliki keterampilan atau kemampuan sedang.
6.1.5 Peranan Motivasi dalam Olahraga
Peran motivasi dalam olahraga sama besarnya dengan prestasi olahraga. Menurut Gunarsa,(2004) ”prestasi seseorang tidak hanya dihasilkan oleh latihan dan keterampilan, tetapi juga oleh motivasi”(hlm. 47). prestasi seseorang tidak hanya dihasilkan oleh latihan dan keterampilan, tetapi juga oleh motivasi. Dalam olahraga, prestasi sama dengan motivasi yang membuat atlet tetap berlatih dan keterampilan yang diperoleh dari motivasi yang membuat atlet tetap berolahraga. Motivasi tidak dapat dipisahkan dari kemampuan keberhasilan seorang atlet. Motivasi dirumuskan sebagai dorongan yang ditimbulkan oleh faktor internal dan eksternal individu untuk
mencapai tujuan tertentu guna memuaskan/memenuhi suatu kebutuhan. Dalam konteks belajar, kebutuhan tersebut berkaitan dengan kebutuhan belajar. Peran motivasi dalam proses pembelajaran, memotivasi atlet untuk latihan dapat menjadi bahan bakar untuk menciptakan mesin motivasi belajar yang tepat yang akan secara aktif mendorong atlet untuk berprestasi, tetapi motivasi yang terlalu kuat justru akan berdampak negatif terhadap efektivitas belajar.
6.1.6 Hakikat Latihan 2.1.5.2 Pengertian Latihan
Istilah latihan berasal dari kata bahasa Inggris yang dapat memiliki banyak arti, seperti: practice, exercises, dan training. Dalam bahasa Indonesia, kata-kata ini semuanya memiliki arti yang sama: gerakan. Dalam bahasa Inggris, setiap kata memiliki arti yang berbeda. Beberapa istilah tersebut ternyata memiliki aktivitas yang sama, yakni aktivitas fisik, setelah dilakukan di lapangan. Pengertian yang diperoleh dari kata “latihan” adalah kegiatan meningkatkan keterampilan (skill) olahraga dengan menggunakan berbagai peralatan sesuai dengan tujuan dan kebutuhan olahraga tersebut Sukadiyanto & Muluk, (2011).
Pengertian latihan dari kata exercises adalah alat utama dalam proses latihan sehari-hari yang meningkatkan fungsi sistem organ tubuh, sehingga memudahkan atlet untuk meningkatkan gerakannya. Latihan adalah materi yang dirancang dan disiapkan oleh pelatih untuk satu latihan atau satu latihan tatap muka. Misalnya, dalam satu pertemuan tatap muka, penyusunan materi pelatihan biasanya meliputi latihan pendahuluan atau pengantar, pemanasan (warm-up), latihan inti, latihan tambahan (tambahan), dan penutup dan cooling down.
Kata exercises mengacu pada materi dan format latihan yang ada dalam latihan inti dan latihan tambahan. Materi dan bentuk latihan terbuka, pemanasan, dan menenangkan pada umumnya sama untuk istilah practice dan exercises. Latihan, pada dasarnya, adalah bagian dari istilah training dan dilakukan selama latihan sehari-hari atau secara individu. Pengertian latihan dari kata training adalah penerapan suatu
rencana untuk meningkatkan kemampuan melakukan latihan, termasuk materi teori dan praktik, metode, dan aturan praktik sesuai tujuan dan sasaran.
Pengertian latihan dari kata training dapat diringkas sebagai proses peningkatan kemampuan untuk melakukan latihan, termasuk materi teoritis dan praktis, dengan menggunakan pendekatan ilmiah dan aturan praktik melalui pelatihan yang terencana dan teratur. Untuk mencapai tujuan latihan tepat waktu. Salah satu ciri latihan, yang berasal dari kata, practice, exercises, dan training adalah beban latihan. Hal ini diperlukan karena beban latihan dalam proses latihan dapat mencapai dan terus mencapai prestasi maksimal dalam waktu singkat, karena hasil latihan mempengaruhi peningkatan kualitas fisik, mental, psikologis dan sosial atlet. relatif lebih lama
Latihan khusus untuk meningkatkan kondisi fisik atlet secara keseluruhan dapat dilakukan melalui latihan. Tujuan utama dari olahraga adalah untuk meningkatkan kebugaran energi dan kualitas otot anda (kondisi otot). Pelatihan energi melibatkan peningkatan kelenjar susu dan kapasitas aerobik dan anaerobiknya. Morfologi otot merupakan peningkatan kapasitas biomotor yang meliputi kekuatan, daya tahan, kecepatan, kekuatan, kelenturan, keseimbangan, koordinasi, dan kelincahan. Beban latihan adalah stimulus motorik (aksi) yang dapat dimodulasi dan dikendalikan oleh pelatih dan atlet untuk meningkatkan kualitas fungsional berbagai peralatan tubuh. Ada dua jenis beban latihan: beban eksternal dan beban internal. beban eksternal adalah stimulus atlet yang dapat dimodulasi dan dikendalikan oleh pelatih dan atlet melalui komponen latihan yang berbeda (intensitas, volume, pemulihan, dan interval). Beban internal adalah perubahan fungsional yang terjadi pada tubuh akibat beban eksternal, antara lain:
1. Perubahan morfologi (struktur) pada penampang otot
2. Perubahan fisiologi dan biokimia, yaitu perubahan sistem paru dan peredaran darah, memperbaiki proses metabolisme dan meningkatkan vitalitas. dari paru-paru.
3. Perubahan psikologis, yaitu peningkatan kemampuan atlet dalam menerima stres (tekanan), menjaga konsentrasi, dan meningkatkan kemampuan mengatasi masalah (hambatan) yang lebih serius.
Bomba, (1994) “Latihan adalah suatu kegiatan olahraga yang meningkat secara sistematis dan individual dalam jangka waktu yang lama yang mengarah pada karakteristik fungsi psikologis dan fisiologis individu untuk mencapai tujuan tersebut.
Latihan adalah proses yang dilakukan secara teratur untuk mencapai tujuan”. Tujuan utama latihan olahraga prestasi adalah untuk mengembangkan keterampilan biomotor tingkat tertinggi. Atau, dalam arti fisiologis, seorang atlet berusaha untuk mencapai tujuan meningkatkan sistem dan fungsi tubuh untuk mengoptimalkan prestasi atau performa atlet (hlm. 4).
Dapat disimpulkan bahwa latihan adalah suatu proses yang sistematis dan berkesinambungan atau suatu proses latihan yang dilakukan secara berulang-ulang dengan bertambahnya beban latihan. Pelatihan sistematis adalah program latihan yang direncanakan dengan hati-hati, dijadwalkan dan dievaluasi terhadap alat yang tepat sesuai dengan alat yang telah ditentukan.
2.1.5.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pelatihan
Mencapai hasil terbaik membutuhkan pengorbanan waktu, tenaga dan materi.
Menurut Sukadiyanto dan Muluk, (2011), ada dua faktor yang dapat mempengaruhi kualitas latihan pada atlet.
a) Pelatih
Pelatih adalah orang yang memiliki kemampuan profesional untuk membantu atlet mencapai potensi yang sebenarnya secara optimal dalam waktu yang relatif singkat.
b) Atlet
Atlet adalah orang yang berpartisipasi dan aktif melakukan suatu latihan untuk mencapai prestasi dalam olahraga pilihannya.
Motivasi berolahraga adalah dorongan yang timbul baik secara internal maupun eksternal dari seorang atlet untuk melakukan program atletik yang dirancang oleh seorang pelatih untuk mendukung prestasi atlet tersebut.
a. Lingkungan Latihan
Kondisi latihan sangat dipengaruhi oleh lingkungan latihan, yaitu lingkungan yang dianggap nyaman. Ini termasuk keadaan atau suasana di mana latihan berlangsung. Kualitas latihan atlet sangat tergantung pada apakah suasana di area latihan menyenangkan atau tidak menyenangkan. Misalnya, latihan dalam suasana yang baik dan mendukung dapat dengan mudah memicu latihan yang serius.
Sebaliknya, iklim lingkungan yang negatif mempengaruhi perilaku atlet dan menimbulkan perasaan kurang semangat untuk berlatih. Situasi ini mungkin dipengaruhi oleh situasi individu dan subjektivitas atlet, tetapi situasi lingkungan latihan dapat dibuat sesuka hati. Setiap pengamat atau pelatih yang berpartisipasi dalam latihan harus memberikan kontribusi khusus untuk menciptakan suasana yang mungkin menyenangkan, tidak menyenangkan atau membosankan. Juga, banyak olahraga membutuhkan kelompok atlet lain untuk berpartisipasi sebagai mitra latihan.
Lingkungan sosial atau hubungan interpersonal kelompok antara seorang atlet dengan atlet lainnya dapat menciptakan suasana yang menyenangkan hingga yang tidak menyenangkan. Atlet akan menunjukkan kesungguhan dan keseriusan dalam latihan jika memiliki teman latihan yang serius.
Gunarsa, (2004) Faktor yang mempengaruhi lingkungan pelatihan adalah peran pelatih. Pelatih adalah seseorang yang berusaha untuk menggali potensi seorang pemain dan kemudian melatihnya secara bertahap sehingga dapat mencapai dan mencapai kinerja yang diharapkan.
b. Fasilitas
Faktor lain yang berperan penting dalam mewujudkan bakat dan kemampuan untuk mencapai hasil dan prestasi yang optimal adalah tersedianya fasilitas yang memadai. Fasilitas yang diperlukan meliputi tempat latihan dan peralatan yang diperlukan untuk melakukan latihan. Sebuah lapangan dengan banyak peralatan yang dibutuhkan sebagai tempat dan perlengkapan untuk latihan seorang atlet seringkali menjadi faktor penentu untuk menjadi seorang atlet yang baik. Sementara itu, peralatan canggih yang disesuaikan dengan kemajuan teknologi pada hakekatnya merupakan
medan pertempuran antara para teknokrat olahraga. Salah satu contoh teknik olahraga adalah penggunaan pakaian renang shark-skin oleh perenang yang terbukti dapat mempercepat gerakan renang dan lain-lain.
c. Pelatih
Pelatih ahli dalam profesinya, membantu pemain atau tim mencapai hasil yang luar biasa. Selain membantu pelatih, mereka memainkan peran yang sangat penting dalam membentuk perilaku karakter dalam kehidupan masyarakat. Menurut Sukadiyanto & Muluk, (2011), pelatih adalah seseorang yang memiliki kemampuan profesional untuk membantu atlet mencapai potensi yang sebenarnya secara optimal dalam waktu yang relatif singkat.
2.1.6 Hakikat Beladiri Pencak Silat
Asal mula ilmu bela diri di nusantara ini kemungkinan juga berkembang dari keterampilan suku-suku asli Indonesia dalam berburu dan berperang dengan menggunakan parang, perisai, dan tombak, misalnya seperti dalam tradisi suku Nias yang hingga abad ke-20 relatif tidak tersentuh pengaruh luar. Silat diperkirakan menyebar di kepulauan nusantara semenjak abad ke-7 masehi, akan tetapi asal mulanya belum dapat ditentukan secara pasti. Kerajaan-kerajaan besar, seperti Sriwijaya dan Majapahit disebutkan memiliki pendekar-pendekar besar yang menguasai ilmu bela diri dan dapat menghimpun prajurit-prajurit yang kemahirannya dalam pembelaan diri dapat diandalkan. Pencak silat telah dikenal oleh sebagian besar masyarakat rumpun Melayu dalam berbagai nama.
Menurut pendapat dari Soetardjonegoro dalam Silat & Ahli, (2008) Pencak merupakan gerak bela serang yang teratur menurut sistem, waktu, tempat dan iklim dengan selalu menjaga kehormatan masing-masing secara kesatria, tidak melukai perasaan. Silat merupakan gerak bela serang yang erat hubungannya denngan rohani, sehinggga menghidup suburkan naluri, menggerakan hati nurani manusia, langsung menyerang kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.2 Hasil Penelitian yang Relevan
Penelitian yang penulis dilakukan ini relevan yang pernah dilakukan, berguna untuk mendukung kajian teoritis yang digunakan sebagai landasan pada penyusun kerangka berpikir, penelitian yang relevan dalam penelitian ini adalah:
Penelitian yang diteliti oleh Martaningtyas, A. (2019). Yang berjudul “Minat Dan Motivasi Atlet Junior Dalam Mengikuti Latihan Tarung Derajat Di Satlat Se Karesidenan Semarang Tahun 2019 “, yang dibuat di Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (UNNES). Tujuan penelitiannya yaitu mengetahui hasil Minat dan Motivasi Atlet Junior Dalam Mengikuti Latihan Tarung Derajat Di Satlat Se-Karesidenan Semarang Tahun 2019.
Metode penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif yaitu metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat posotivisme yang digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu. Variabel penelitian ini adalah minat dan motivasi atlet junior dalam mengikuti latihan tarung derajat. Sampel dan populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh atlet junior yang mengikuti tarung derajat dikaresidenan Semarang yang berjumlah 48 anak. Dari data hasil penelitian survei minat dan motivasi atlet junior dalam mengikuti latihan tarung derajat di satlat se- karesidenan Semarang. Diperoleh hasil penelitian, adanya tingkat minat atlet junior terhadap olahraga tarung derajat yaitu: 72,92% untuk kriteria tinggi, 27,08% untuk kriteria sedang dan tidak ada atlet yang berada pada kategori rendah dan sangat rendah.
Yang kedua Tingkat motivasi atlet junior terhadap olahraga tarung derajat yaitu:
65,58% untuk kriteria tinggi, 35,42% untuk kriteria sedang, 2,08% untuk kategori rendah.
2.3 Kerangka Konseptual
Latihan adalah bagian terpenting dari kesuksesan untuk mencapai prestasi.
Dengan mengikuti pelatihan, atlet dapat mengembangkan potensi, bakat dan kemampuannya. Kemampuan mereka optimal bagi mereka untuk menyadari diri mereka sendiri. Hal ini sepenuhnya disesuaikan dengan kebutuhan individu dan masyarakat.
Dalam suatu kegiatan, setiap orang terutama berbagai kebutuhan yang didorong oleh motivasi yang tinggi seseorang untuk memenuhi keinginannya. Motivasi dapat dipandang sebagai suatu proses dalam diri seseorang, melakukan sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu atau diinginkan. Motivasi kuat menunjukkan bahwa seseorang termasuk cukup kuat untuk melakukan sesuatu yang di harapkan, yang dimana motivasi dari dalam diri sendiri disebut juga motivasi intrinsik.
2.1 Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara atau penuntun penelitian yang perlu diuji kebenarannya. Berdasarkan beberapa anggapan dasar yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ”Tingkat Motivasi Atlet Junior Dalam Mengikuti Latihan Pencak Silat dikategorikan tinggi”