• Tidak ada hasil yang ditemukan

Praktik Jual-Beli Air Sungai Untuk Irigasi Sawah Menurut Perspektif Hukum Islam Di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "Praktik Jual-Beli Air Sungai Untuk Irigasi Sawah Menurut Perspektif Hukum Islam Di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember."

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

PRAKTIK JUAL-BELI AIR SUNGAI UNTUK IRIGASI SAWAH MENURUT PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI DUSUN KRAJAN B DESA GAMBIRONO KECAMATAN

BANGSALSARI KABUPATEN JEMBER.

SKRIPSI

Diajukan kepada Institut Agama Islam Negeri Jember Untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.EI)

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Jurusan Ekonomi Syariah Progaram Studi Ekonomi Islam

Disusun Oleh :

MOH. TOYIB NIM. 083 122 024

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

2017

(2)
(3)
(4)

ﺎًﻤْﻴِﺣَر ْﻢُﻜِﺑ َنﺎَﻛ َﱠ ا ﱠنِإ ْﻢُﻜَﺴُﻔْـﻧَأ



Artinya:"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."(Q.S. An-Nisa’: 29)1

1Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an Dan Terjemahnya,(Bandung:PT.Sygma Examedia Arkanleema,1987), 153.

(5)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini, saya persembahkan kepada:

1. Ayahanda Supeno dan Ibunda Romela, yang selama ini selalu mengiringi langkah penulis dengan do’a dan berjuang tanpa lelah untuk memberikan yang terbaik untuk masadepan penulis. Semoga Allah SWT membalas kebaikan bapak dan ibu dengan kebahagian dunia dan kebahagiaan akhirat.

2. Teruntuk keluarga besar yang selalu menjadi inspirasi dalam perjalanan hidup penulis.

3. Teruntuk teman-temanku yang selalu memberikan semangat kepada penulis untuk menyelesaikan tulisan ini.

4. Keluarga besar Desa Gambirono yang telah memberikan izin, waktu dan tempat bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

Almamater tercinta, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Jember

(6)

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT Tuhan alam semesta beserta isinya, yang senantiasa melimpahkan rahmat, taufik, hidayah beserta inayah-Nya, sehingga sampai saat ini kita masih merasakan nikmat-Nya.

Sholawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Rasul terakhir yang diutus membawa agama Islam sebagai rahmat bagi alam semesta.

Peneliti menyadari, bahwa hanya dengan ridho dan pertolongan Allah SWT penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Akan tetapi peneliti menyadari bahwa pada seluruh penulisan dan pembahasannya masih terdapat kekurangan, hal ini karena keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh peneliti. Maka demi kesempurnaan skripsi ini, kritik yang membangun sangat peneliti harapkan demi perbaikan skripsi selanjutnya.

Keberhasilan penulis bukanlah sebuah hasil yang tanpa usaha dan do’a dari seluruh kalangan. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terimakasih dengan setulus hati kepada:

1. Bapak Prof. DR. H. Babun Suharto, SE., MM selaku Rektor IAIN Jember.

2. Bapak Moch. Chotib, S.Ag., MM selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Jember.

3. Bapak MF Hidayatullah, S.H.I selaku Ketua Jurusan Ekonomi Islam IAIN Jember.

(7)

vii

4. Ibu Nikmatul Masruroh, M.E.I selaku Ketua Program Studi Ekonomi Syari’ah IAIN Jember.

5. Bapak Dr. Pujiono, M.Ag selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk memberikan pengarahan dan penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen IAIN Jember, staf, dan karyawan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam peneliti sampaikan terimakasih.

7. Kepala Perpustakaan IAIN Jember yang telah memberikan khazanah intelektual muslim (Mahasiswa/i IAIN Jember).

8. Semua pihak yang telah membantu atas terselesaikannya penulisan skripsi ini, terimakasih atas semua doa dan dukungannya.

Hanya untaian ucapan terimakasih yang tulus dan diiringi dengan do’a semoga Allah SWT membalas semua amal kebaikan mereka dengan sebaik-baik balasan. Peneliti berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin

Jember, 11 Januari 2017

peneliti

(8)

Dalam masyarakat praktik jual beli sudah dikenal dan lazim dilaksanakan sebagai salah satu akad dalam aktivitas ekonomi atau dalam Islam dikenal dengan aktivitas bermuamalah.Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika tidak berkerja sama dengan orang lain. Kegiatan perdagangan dilakukan dengan barang secara langsung maupun dengan menggunakan alat-alat pembayaran (mata uang) yang biasa disebut dengan kegiatan jual beli, jual beli yaitu pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Dalam melakukan praktik jual beli harus sesuai dengan syarat dan rukunnya.

Fokus penelitian yang diteliti dalam skripsi ini adalah : 1) Mengapa masyarakat Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember Melakukan Praktik Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah? 2) Bagaimana Praktik Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah di Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember? 3) Bagaimana Pandangan Hukum Islam tentang Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah di Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember?

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan Praktik Jual-Beli Air Sungai Untuk Irigasi Sawah Menurut Perspektif Hukum Islam Di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.

Dalam mengindetifikasikan masalah tersebut, penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif melalui field research (penelitian lapangan) untuk menganalisis praktik jual-beli air sungai untuk irigasi sawah yang dilakukan oleh para petani di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.Adapun teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara, dan dokumentasi.

Penelitian ini memperoleh kesimpulan bahwa praktik yang dilakukan petani di Dusun Krajan B Desa Gambirono merupakan transaksi jual beli.1) faktor yang menyebabkan praktik jual beli air sungai ini dilakukan adalah faktor kebutuhan petani untuk mengairi sawahnya agar tanamannya tidak kering. 2) Praktik jual beli air sungai yang dilakukan oleh sebagian masyarakat Dusun Krajan B , di dalam praktiknya sebelum penjual mengalirkan air sungai ke sawah petani, penjual membuat bendungan terlebih dahulu kemudian menyiapkan diesel dan paralonnya setelah itu petani mengalikan air tersebut ke sawah petani yang membelinya. Harga air dihitung menurut ukuran luas sawah petani yaitu Rp. 250.000 per ¼ bahu, harga tersebut sudah termasuk dengan biaya tenaga dan biaya bahan bakarnya seperti solar dan tidak diperinci secara jelas oleh si penjual. 3) Jadi Menurut pandangan Hukum Islam Jual Beli Air Sungai Untuk Irigasi Sawah Di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember diperbolehkan karena air yang semula milik umum jika sudah dikumpulkan dan menjadi milik pribadi menjadi sah untuk diperjualbelikan.

(9)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

MOTTO ... ... iv

PERSEMBAHAN ... v

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... viii

DAFTAR ISI... ix

DAFTAR TABEL... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian... 7

C. Tujuan Penelitian ... 7

D. Manfaat Penelitian ... 8

E. Definisi Istilah ... 10

F. Sistematika Pembahasan... 11

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Penelitian Terdahulu ... 13

B. Kajian Teori ... 16

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode Penelitian... 41

B. Lokasi Penelitian ... 41

C. Subyek Penelitian ... 42

D. Teknik Pengumpulan Data ... 43

E. Analisis Data... 44

F. Keabsahan Data ... 45

G. Tahap-tahap Penelitian ... 46

(10)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 72 B. Saran-Saran... 73 DAFTAR PUSTAKA ... 74 Lampiran –lampiran

A. Pernyataan Keaslian Tulisan B. Matrik Penelitian

C. Foto

D. Jurnal Penelitian

E. Surat Keterangan Penelitian F. Pedoman Wawancara G. Biodata Penulis

(11)

xi

DAFTAR TABEL

No Uraian hal

Tabel 1.1 Data Jenis Pekerjaan penduduk Desa Gambirono 2015... 51 Tabel 1.2 Data Lembaga Pendidikan Desa GambironoTahun 2015... 53 Tabel 1.3 Kondisi Tempat Ibadah Penduduk Desa Gambirono Tahun 20151... 54

(12)

A. Latar Belakang Masalah

Pada dasarnya manusia merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa adanya interaksi sosial dengan yang lainnya, guna untuk memenuhi hajat hidup dan kelangsungan kehidupannya. Allah SWT telah menjadikan manusia masing-masing saling membutuhkan satu sama lain, supaya mereka saling tolong-menolong, tukar-menukar keperluan dalam segala urusan kepentingan hidup masing-masing, baik dalam urusan kepentingan sendiri maupun untuk kemaslahatan umum. Seperti firman Allah SWT dalam surah Al-Maidah ayat 2:

َﱠ ا ﱠنِإ َﱠ ا اْﻮُﻘﱠـﺗاَو ِنَوْﺪُﻌﻟْاَو ِْﰒِﻹْا ﻰَﻠَﻋ اْﻮُـﻧَوﺎَﻌَـﺗَﻻَو ىَﻮْﻘﱠـﺘﻟاَو ِِّﱪﻟْا ﻰَﻠَﻋ اْﻮُـﻧَو ﺎَﻌَـﺗَو ِبﺎَﻘِﻌﻟْا ُﺪْﻳِﺪَﺷ



Artinya: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.1

Islam adalah agama yang lengkap dan sempurna telah meletakkan kaidah-kaidah dasar dan aturan dalam semua sisi kehidupan manusia baik dalam ibadah maupun muamalah (hubungan antar makhluk).2

Muamalah merupakan bagian dari sistem islam yang mengatur hubungan antara seseorang dengan orang lain, khususnya dalam hal perekonomian.

1Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an Dan Terjemahnya,(Bandung: PT.Sygma Examedia Arkanleema,1987), 199.

2M. Habiburrahim, Mengenal Pegadaian Syariah: Prinsip-prinsip Dasar dalam Menjalankan Usaha Pegadaian Syariah, (Jakarta: Kuwais, 2012), 81.

(13)

2

Ketentuan-ketentuan itu pun mengatur segala macam perekonomian seseorang dari yang terkecil (mikro) sampai yang terbesar (makro), mulai dari perekonomian yang terjadi dikehidupan yang sederhana masyarakat sampai dunia perbankan, dan ketentuan-ketentuan itu berawal dari adanya akad. Akad adalah suatu perikatan antara ijab dan qabul dengan cara yang dibenarkan syara’ yang menetapkan adanya akibat-akibat hukum pada objeknya.3

Hukum dalam pandangan Islam mencerminkan nuansa kemaslahatan baik di dunia maupun di akhirat, sebagaimana dalam jual beli mengatur kemaslahatan manusia dengan manusia agar haknya masing-masing terlindungi dan dapat mencapai saling suka sama suka (antaradhin). Di samping itu juga menciptakan kondisi spiritul yang dapat dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.4

Kajian hukum Islam tentang muamalah secara garis besar terkait dengan dua hal. Pertama muamalah yang berkaitan dengan kebutuhan hidup yang pertalian dengan materi dan inilah yang dinamakan dengan ekonomi seperti gadai, sewa-menyewa, jual beli dan lain-lain. Sedangkan yang kedua, muamalah yang terkait dengan pergaulan hidup yang dipertalikan oleh kepentingan moral rasa kemanusiaan dan inilah yang dinamakan sosial.5

Setiap orang akan mengalami kesulitan dalam memenuhi hajat hidupnya jika tidak berkerja sama dengan orang lain. Kegiatan perdagangan dilakukan dengan barang secara langsung maupun dengan menggunakan alat-alat

3Asmuni A Rahman, Qaidah-Qaidah Fiqih, (Jakarta: PT Bulan Bintang), 42.

4Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian Dalam Prespektif Islam, (Surabaya: CV. Putra Media Nusantara, 2010), 5.

5Abdul Zakki, Ekonomi Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2002), 16.

(14)

pembayaran (mata uang) yang biasa disebut dengan kegiatan jual beli, jual beli yaitu pertukaran harta atas dasar saling rela, atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.Dalam melakukan praktik jual beliharus sesuai dengan syarat dan rukunnya.

Pasal 776

Jual beli dapat dilakukan terhadap:

a) Barang yang terukur menurut porsi, jumlah, berat, atau panjang, baik berupa satuan atau keseluruhan.

b) Barang yang ditakar atau ditimbang sesuai jumlah yang ditentukan, sekalipun kapasitas dari takaran dan ditimbang tidak diketahui.

c) Satuan komponen dari barang yang sudah dipisahkan dari komponen lain yang telah terjual.

Adapun rukun jual beli menurut jumhur ulama’ ada empat, yaitu:

a) Bai’ (penjual) b) Mustari (pembeli) c) Shighat (ijab dan qabul)

d) Ma’qud ‘alaihi (benda atau barang)

Kabupaten Jember dengan luas wilayah ± 3.293,34 Km persegi, mempunyai potensi besar untuk berkembang menjadi kota raya. Tanahnya yang subur menjadikan kota di belahan timur Jawa Timur ini dikenal sebagai daerah agraris dan penghasil berbagai komoditas pertanian, hortikultura dan perkebunan. Dari segi topografi, sebagian Kabupaten Jember di wilayah

6PPHIMM, Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah, Ed. Rev., cet 1, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), 35.

(15)

4

selatan merupakan dataran rendah yang relatif subur untuk pengembangan tanaman padi dan tanaman pangan lainnya.Secara keseluruhan wilayah Kabupaten Jember memiliki curah hujan yang relatif cukup, yaitu antara 1.471 mm – 3.767 mm pertahun.Dengan demikian Kabupaten Jember merupakan daerah subur untuk kegiatan pertanian dan perkebunan.Karena itu wajar, kalau setiap tahun Kabupaten Jember mengalami surplus beras hingga mencapai 200 ribu ton.7

Di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember penduduknya rata-rata bermatapencaharian sebagai petani sehingga pada saat musim kemarau tiba, banyak petani yang sedang membutuhkan air untuk mengairi tanamannya sehingga ada sebagian masyarakat yang memanfaatkan air sungai dengan cara membuat bendungan kemudian setelah airnya cukup banyak dalam bendungan tersebut di jual kepada petani yang sedang membutuhkan air dengan harga menurut luas sawahnya dengan menggunakan pompa air atau diesel. Tanaman yang ditanam para petani yaitu beraneka ragam ada yang menanam kacang tanah, jagung, kacang ijo dan lain sebagainya. Kuantitas air yang dialirkan ke ladangnya petani yang menanam kacang tanah tersebut lebih banyak dari pada yang dialirkan ke ladangnya petani yang ditanami jagung dikarenakan daya serap air yang di tanami kacang tanah lebih lama sehingga membutuhkan air yang cukup banyak sedangkan sawah yang ditanami jagung sudah ada tempat aliran airnya sehingga proses pengairannya lebih cepat padahal harganya sama. Dari praktik jual beli air

7http://aristinnk11s.student.ipb.ac.id/2011/08/07/pertanian-di-jember (14Mei 2016)

(16)

sungai ini timbul perbedaan kuantitas air yang didapatkan masing-masing petani.8

Praktik jual beli air sungai untuk irigasi sawah dengan harga perluas sawah hanya dilakukan pada musim kemarau. Di desa ini pertaniannya dilakukan hanya mengandalkan siraman air hujan. Karena sangat sulitnya menemukan sumber air dalam memenuhi kebutuhan sawah, pada musim kemarau sebagian besar sawah petani kering. Oleh karena itu, petani membutuhkan air untuk sawahnya. Disebabkan lokasi sawah dengan sungai besar lumayan jauh dan keterbatasan alat yang menjadi kendala petani untuk mengambil air dari sungai besar, maka petani membeli air sungai untuk mengairi sawahnya. Deskripsinya adalah penjual membendung sungai untuk diambil airnya dengan menggunakan alatnya si penjual yaitu pompa air atau diesel dan menyalurkannya ke ladangnya untuk dijual ke petani yang membutuhkan air. Sedangkan pembeli (petani) membeli air sungai dengan harga Rp.250.000,- per ¼ bahu (1.785m2) dari luas sawahnya. Proses pengairannya antara petani yang menanam kacang tanah dengan petani yang menanam jagung daya serapnya berbeda jika di jadikan perjam. Oleh karena itu, kuantitas air yang diperoleh petani juga berbeda antara pembeli satu dengan pembeli lainnya padahal mereka membayar dengan harga yang sama yaitu Rp.250.000,- per ¼ bahu (1.785m2).9

Transaksi tersebut dilakukan petani karena pada saat musim kemarau tiba petani sukar untuk mendapatkan air irigasi sawah sehingga petani melakukan

8Sulton, Wawancara, Gambirono, 14 Mei 2016

9 Sulton, Wawancara, Gambirono, 14 Mei 2016.

(17)

6

praktik jual beli air sungai padahal ulama’ Zahiriyah menyatakan bahwa memperjualbelikan air, baik air sumur, air danau, air sungai, maupun air sumur pribadi tidak boleh, dengan alasan hadis Rasulullah yang diriwayatkan Abu Daud:

ِِّﱯَﻋْﺮﱠﺸﻟا ٍﺪْﻳَز ِﻦْﺑ َنﺎﱠﺒِﺣ ْﻦَﻋ ، َنﺎَﻤْﺜُﻋ ُﻦْﺑ ُﺰﻳِﺮَﺣ ﺎَﻧَﺮَـﺒْﺧَأ ، ﱡﻲِﺌُﻟْﺆﱡﻠﻟا ِﺪْﻌَْﳉا ُﻦْﺑ ﱡﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

، ٍﻞُﺟَر ْﻦَﻋ

ٌدﱠﺪَﺴُﻣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ،ح ٍنْﺮَـﻗ ْﻦِﻣ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ،َنﺎَﻤْﺜُﻋ ُﻦْﺑ ُﺰﻳِﺮَﺣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ، َﺲُﻧﻮُﻳ ُﻦْﺑ ﻰَﺴﻴِﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ،

ِِّﱯﱠﻨﻟا َﻊَﻣ ُتْوَﺰَﻏ َلﺎَﻗ ِِّﱯﱠﻨﻟا ِبﺎَﺤْﺻَأ ْﻦِﻣ َﻦﻳِﺮ ِﺟﺎَﻬُﻤْﻟا ِﻦِﻣ ٍﻞُﺟَر ْﻦَﻋ ، ٍّﻲِﻠَﻋ ُﻆْﻔَﻟ اَﺬَﻫَو ، ٍشاَﺪِﺧ ْﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا " لﻮُﻘَـﻳ ُﻪُﻌَْﲰَأ ،ﺎًﺛ َﻼَﺛ (دوادﻮﺑا ﻩوار) ِرﺎَﻨﻟاَو ،ِءﺎَﻤْﻟاو ،ِءَﻼَﻜْﻟا ِﰱ : ٍثَﻼَﺛ ِﰱ ُءﺎَﻛَﺮُﺷ َن

Artinya : Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al ja’dan Al Lu’lui telah mengabarkan kepada kami Hariz bin Utsman dari Hibban bin Zaid Asy Syar’i dari seorang laki-laki Qarn. (dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Hariz bin Utsman telah menceritakan kepada kami Abu Khidasy dan ini adalah lafazh Ali, dari seorang laki-laki Muhajiri sahabat Nabi saw, ia berkata,” Aku pernah berperang bersama Nabi saw tiga kali, aku mendengar beliau bersabda:” Orang-orang muslim bersekutu dalam tiga perkara yaitu rumput, air dan api.” ( Riwayat Abu Daud)10

Namun demikian, untuk mengetahui bagaimana praktik pelaksanaan dankeadaan sebenarnya serta pandangan hukum Islam terhadapnya, memerlukan penelitian lebih lanjut.

Desa ini dijadikan sebagai lokasi penelitian karena dari hasil pengamatan sementara penulis, di desa ini terdapat kasus jual beli air sungai untuk irigasi sawah dengan harga perluas sawah dan praktik tersebut terjadi secara berulang- ulang dan sudah berjalan cukup lama bahkan sudah menjadi kebiasaan masyarakat dimusim kemarau.

10Sulaiman bin Asyats al -Sijistani, Shahih Abi Daud, (Riyad: Maktaba Ma’arif , 2000 Jilid 2), 368.

(18)

Berdasarkan uraian-uraian di atas maka penelitian ini akan difokuskan pada masalah praktik jual beli air sungai untuk irigasi sawah dengan harga perluas sawah di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember dalam bentuk karya ilmiah yang disusun dalam skripsi dengan judul “praktik jual beli air sungai untuk irigasi sawah dengan harga perluas sawah di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember, agar memperoleh kejelasan hukum menurut perspektif hukum Islam”.

B. Fokus Penelitian

1. Mengapa masyarakat Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember Melakukan Praktik Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah?

2. Bagaimana Praktik Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah di Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember?

3. Bagaimana Pandangan Hukum Islam tentang Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah di Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah suatu faktor penting dalam suatu penelitian, sebab tujuan ini akan memberikan gambaran tentang arah penelitian yang akan

(19)

8

dilakukan.11 Untuk mendapatkan keberhasilan maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mendeskripsikan mengapa masyarakat Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember Melakukan Praktik Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah.

2. Untuk mendeskripsikan bagaimana praktik jual-beli air sungai untuk irigasi sawah di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.

3. Untuk mendeskripsikan bagaimana pandangan hukum islam tentang jual- beli air sungai untuk irigasi sawah di Dusun Krajan B Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian berisi tentang kontribusi apa yang akan diberikan setelah selesai melakukan penelitian. Kegunaan dapat berupa kegunaan yang bersifat teoritis dan kegunaan praktis, seperti kegunaan bagi penulis, instansi, dan masyarakat secara keseluruhan. Kegunaan penelitian harus realistis.12 1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kepada pihak yang membutuhkan dalam mengangkat permasalahan yang sama, serta menambah keilmuan dalam aspek ekonomi syariah khususnya

11Lexy J. Meleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Karya, 2002), 62.

12Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah (Jember: STAIN Jember Press, 2013), 45.

(20)

Untuk pengetahuan tentang jual beli terutama dalam menetapkan status hukum dari praktik jual beli air sungai untuk irigasi sawah.

2. Manfaat Praktis a) Bagi penulis

Dengan penelitian yang saat ini dilakukan bisa menambah pengalaman yang lebih mendalam bagi peneliti tentang cakrawala penelitian yang lebih baik untuk ke depannya.

b) Bagi lembaga IAIN Jember

Penelitian ini semoga dapat menjadi refrensi bagi pihak IAIN Jember dan memberikan kontribusi dalam menambah wawasan pengetahuan tentang praktik jual beli air sungai untuk irigasi sawah menurut pandangan hukum islam.

c) Bagi Masyarakat

Dengan adanya penelitian ini semoga Dapat dimanfaatkan sebagai bahan pertimbangan dan bahan penyuluhanbaik secara komunikatif, informatif, maupun edukatif, khususnya bagiorang yang membeli air sungai untuk irigasi sawah.

E. Definisi Istilah

Untuk menghindari adanya perbedaan pemahaman dalam mengartikan judul penelitian ini. Istilah-istilah yang tercantum ini perlu penulis jelaskan definisinya, yaitu sebagai berikut :

(21)

10

Praktik adalah pelaksaan sesuatu menurut teori, kebiasaan, kenyataan.13 Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafad al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawanya, yakni kata asy- syira’(beli). Dengan demikian kata al-bai berarti jual, tetapi sekaligus juga

berarti beli.14

Air sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus-menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Ada juga sungai yang terletak di bawah tanah, disebut sebagai "underground river"15

Irigasi adalah usaha penyediaan dan pengaturan air untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi rawa.16

Sawah adalah tanah yg digarap dan diairi untuk tempat menanam padi.17 Perspektif adalah tinjauan, pandangan.18

.

Hukum Islam secara etimologis adalah ketetapan, keputusan, penyelesaian suatu masalah. Sedangkan secara terminologis hukum islam

13Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1992), 615.

14Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.

15Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air Di Indonesia, (Bandung: PT. Alumni, 2003), 186.

16Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air Di Indonesia,186.

17Daud Silalahi, Pengaturan Hukum Sumber Daya Air Di Indonesia, 186.

18Pius A Partanto, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya: Arloka, 1992), 592.

(22)

didefinisikan oleh ushuliyyun yaitu Firman Allah yang berhubungan dengan perbuatan mukallaf baik berupa tuntutan, pilihan, maupun bersifat wadl’iy.19

Dari penjabaran di atas, definisi istilah penelitian yang dimaksud adalah bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap Praktek Jual-Beli Air Sungai untuk Irigasi Sawah di Desa Gambirono Kecamatan Bangsalsari Kabupaten Jember.

Yang dimaksud dengan jual beli air sungai untuk irigasi sawah dengan harga perluas sawah itu adalah transaksi jual beli air sungai yang mana pihak penjual menjual air sungai untuk irigasi sawah kepada petani/pembeli yang membutuhkan air tersebut dengan harga menurut luas sawahnya.

F. Sistematika Pembahasan

Bagian ini menguraikan rencana pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, mulai dari pendahuluan sampai pada penulisan laporan.

Adapun sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah:

BAB I : Pendahuluan terdiri dari latar belakang masalah mengungkapkan permasalahan-permasalahan yang akan diteliti sehingga dapat diketahui hal-hal yang melandasi dilakukannya penelitian. Fokus penelitian mencantumkan semua rumusan masalah yang dicari jawabannya melalui proses penelitian. Tujuan penelitian merupakan gambaran tentang arah yang dituju dalam melakukan penelitian. Manfaat penelitian berisi tentang kontribusi yang

19Saifuddin Mujtaba, Ilmu Fiqh Sebuah Pengantar, (Jember: STAIN Jember Press, 2012), 5-6.

(23)

12

diberikan setelah selesai melakukan penelitian. Definisi istilah berisi tentang istilah-istilah penting yang menjadi titik perhatian peneliti di dalam judul penelitian.

BAB II : Kajian kepustakaan terdiri dari kajian terdahulu, yakni peneliti mencantumkan berbagai hasil penelitian yang terkait dengan penelitian yang hendak dilakukan. Kajian teori yakni, pembahasan tentang teori yang dijadikan sebagai perspektif dalam penelitian.

BAB III : Metode penelitian terdiri dari pendekatan dan jenis penelitian yang berisikan tentang pendekatan yang dipilih. Lokasi penelitian menunjukkan dimana penelitian dilakukan. Subyek penelitian meliputi data apa saja yang dikumpulkan dan siapa saja informan yang akan dituju. Teknik pengumpulan data menggunakan interview mendalam dan dokumentasi.Analisis data menjelaskan tentang sistematis wawancara, catatan lapangan dan lainnya.

Keabsahan data memuat usaha peneliti untuk memperoleh data yang valid. Tahap-tahap penelitian berisi tentang proses pelaksanaan penelitian, mulai dari penelitian pendahuluan, pengembangan desain, penelitian sebenarnya sampai pada penulisan laporan.

BAB IV : Penyajian dan analisis data terdiri dari gambaran objek penelitian yang menjelaskan gambaran umum objek penelitian dan diikuti oleh sub-sub bahasan yang diteliti. Penyajian dan analisis data menjelaskan tentang uraian data dan temuan yang diperoleh

(24)

dengan menggunakan metode dan prosedur yang diuraikan seperti bab III. Pembahasan temuan merupakan gagasan peneliti, keterkaitan antara kategori dan dimensi, posisi temuan dengan temuan sebelumnya, serta penafsiran dan penjelasan dari temuan yang diungkap dari lapangan.

BAB V : Penutup atau kesimpulan dan saran berisi tentang kesimpulan yang ditarik dari keseluruhan pembahasan yang terkait langsung dengan fokus dan tujuan penelitian. Saran mengacu dari temuan penelitian, pembahasan, dan kesimpulan akhir hasil penelitian.

(25)

14 BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

Kajian pustaka harus meninjau seluruh permasalahan penelitian, sehingga dapat mendukung pembahasan dan pemecahan permasalahan secara tuntas. Ini dapat berkaitan dengan memanfaatkan berbagai sumber pustaka yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, misalnya dari buku teks, laporan penelitian, jurnal dan sumber-sumber yang berupa media masa lainnya.20

Peneliti mencantumkan berbagai penelitian terdahulu yang masih ada kaitannya dengan penelitian yang akan dilakukan. Namun penelitian yang dilakukan oleh peneliti masih belum pernah diteliti oleh orang lain. Hal ini bertujuan untuk melihat sejauh mana orsinilitas penelitian yang hendak dilakukan.

A. Penelitian Terdahulu

a). Penelitian dilakukan oleh Luluk Maslukha (1999) dengan judul:

”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Penjualan Air Sumur

Bor Di Desa Menganti Kecamatan amatan Menganti Kabupaten Gresik”

Penelitian ini menggunakan pendekatan kulitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research). untuk mengumpulkan data penelitian dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi.

20Moh. Kasiram, Metode Penelitian, (Yogyakarta: UIN Maliki Press, 2008), 108.

(26)

Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, penjualan air sumur bor di Desa Menganti dilakukan dengan dua cara, yaitu disalurkan ke rumah-rumah penduduk yang memerlukannya melalui pipa-pipa dengan ketentuan perjam membayar Rp.500,-. Dan dengan mengambil sendiri-sendiri ketempat penampungan air dengan 6 curigen yang telah disediakan pemilik sumur dan membayar Rp.700,-.21

Kedua, menurut Hukum Islam pelaksaaan hukum penjualan air sumur yang dilakukan penduduk desa Menganti itu tidak boleh. Karena air itu termasuk barang mubah yang tidak boleh dimiliki perorangan, walaupun pengeboran sumur bor itu di tanah milik pribadi, dia tidak berhak melarang seseorang mengambil air tersebut. Tetapi karena pembuatan sumur dan penyaluran air itu membutuhkan biaya, maka pembayaran sebagai ganti biaya tersebut seperti yang dijelaskan diatas.

b). Penelitian dilakukan oleh Zainun Waber (1990) yang berjudul:

“Tinjauan Hukum Islam Tetang Hak Hak Penggunaa Air Menurut

Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945”.

penelitian ini menggunakan pendekatan kulitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research). untuk mengumpulkan data penelitian dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, air adalah benda mubah atau benda bebas yang sangat diperlukan manusia. Air tidak dapat dimiliki orang perorangan secara mutlak dengan tujuan agar air tersebut

21Luluk maslukha, ”Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pelaksanaan Penjualan Air Sumur Bor Di Desa Menganti Kecamatan amatan Menganti Kabupaten Gresik”, (Skripsi, Fakultas Syariah Jurusan Muamalah Jinayah IAIN Sunan Ampel Surabaya,1999).

(27)

16

dapat memberikan manfaat untuk seluruh rakyat dengan adil dan merata. Kedua, pasal 33 ayat 3 UUD 1945 tidak berlawanan dengan syari’at Islam, bahkan mempunyai kesamaan sebagaimana yang disebutkan oleh para pengikut pendapat ahli figh, terutama golongan Maliki, yang mengatakan bahwa seseorang tidak boleh memiliki petambangan (hasil bumi) sebagai milik peorangan, akan tetapi seluruh yang ada diperut bumi menjadi milik Negara, Islam menjaga kemaslahatan umum dari kepentigan perorangan. Negara pun dalam menguasai air dan hasil bumi lainnya bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk dikelola kemudian hasilnya untuk seluruh rakyat.22 c). Penelitian dilakukan oleh Syarif Nurul Huda (1995) yang berjudul:

“Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemanfaatan Air Sebagai Sumber

Kekayaan Alam Di Waduk Gajah Mungkur Kabupaten Dati II Wonogiri”.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kulitatif dengan jenis penelitian lapangan (field research). untuk mengumpulkan data penelitian dengan melakukan wawancara, observasi dan dokumentasi.

Hasil penelitian menyimpulkan, pertama, untuk mengolah sumber daya yang ada dikawasan Negara diperlukan adanya hak Negara untuk melakukan penguasaan terhadap sumber daya tesebut, dengan tujuan agar tidak dikuasai oleh orang atau seseorang atau badan hukum secara sepihak dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

22Zainun Waber,“Tinjauan Hukum Islam Tetang Hak Hak Penggunaa Air Mnurut Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945”, (Skripsi, Fakultas Syariah Jurusan Muamalah Jinayah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1990).

(28)

Ketentuan tersebut di atas telah diterapkan pada waduk serbaguna yang ada di kabupaten wonogiri. Kedua, dari segi pandangan hukum Islam pemilikan air atau sumber daya yang lain harus merupakan milik umum dan tidak boleh menjadi kepunyaan individu. Apabila pemilikan perorangan itu akan mendatangkan penganiayaan kepada rakyat, maka demi untuk kemaslahatan diperbolehkan mengambil pemilikan perorangan tadi atau membatasinya dan yang boleh melakukan adalah Negara dengan melalui segi siasat syari’at.23

Perbedaan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti dengan skripsi di atas adalah peneliti akan membahas tentang perolehan kuantitas air yang berbeda antara pembeli satu dengan pembeli yang lain. Padahal mereka membayar dengan harga yang sama yaitu Rp. 250.000 per seperempat bahu (1.785m2) dari luas sawah tersebut.

B. Kajian Teori

1. Teori Kebutuhan Manusia a. Kebutuhan Manusia

Adanya kebutuhan hidup manusia merupakan sesuatu yang sangat mudah dibuktikan karena hal tersebut dapat diindra dan dirasakan secara langsung dalam diri kita kita sering merasa lapar, butuh istirahat dan tidur.

Manusia dari segi fitrahnya. Diciptakan dengan berbagai tuntutan dan kebutuhan. Kita memiliki kebutuhan untuk berfikir. Tumbuh dan

23Syarif Nurul Huda, Tinjauan Hukum Islam Terhadap Pemanfaatan Air Sebagai Sumber Kekayaan Alam Di Waduk Mungkur Kabupaten Dati II Wonogiri, (Skripsi,Fakultas Syari’ah Jurusan Muamalah Jinayah IAIN Sunan Ampel Surabaya, 1995).

(29)

18

berkembang besar. Kesemuanya itu merupakan fitrah yang dimiliki oleh semua manusia tanpa terkecuali. Manusia tidak mungkin menghilangkannya atau menghindar dari realitas seperti itu.24

b. Macam-macam Kebutuhan Manusia25 1) Kebutuhan Primer atau Dharuri

Kebutuhan tingkat “primer” adalah sesuatu yang harus ada untuk keberadaan manusia atau tidak sempurna kehidupan manusia tanpa terpenuhinya kebutuhan tersebut. Kebutuhan ang bersifat primer ini dalam Ushul Fiqh disebut tingkat dharuri ada lima hal yang harus ada pada manusia sebagai ciri atau kelengkapan kehidupan manusia. Secara berurutan, peringkatnya adalah: agama, jiwa, akal, harta dan keturunan (harga diri). Kelima hal ini disebut “dharuriyat yang lima”.

Kelima dharuriyat tersebut adalah hal yang mutlak harus ada pada manusia. Karena Allah menyuruh untuk melakukan segala upaya bagi keberadaan dan kesempurnaannya. Segala perbuatan yang dapat mewujudkan atau mengekalkan lima unsur pokok itu adalah baik, dan karenanya harus dikerjakan. Sedangkan segala perbuatan yang merusak atau mengurangi nilai lima unsur pokok itu adalah buruk, dan karenanya harus dijauhi.

Untuk menegakkan agama, manusia disuruh beriman kepada Allah, kepada Rasul, kepada kitab suci, kepada malaikat kepada hari akhir dan kepada qada’ dan qadar.

24Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007), 12-13.

25Amir syarifuddin, Ushul Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2011), 222-228.

(30)

Untuk memelihara keberadaan jiwa yang telah diberikan Allah bagi kehidupan, manusia harus melakukan banyak hal, seperti makan, minum, menutup badan, dan mencegah penyakit. Manusia juga perlu berupaya dengan melakukan yang memungkinkan untuk meningkatkan kualitas hidup. Segala usaha yang mengarah pada pemeliharaan jiwa itu adalah perbuatan baik karenanya disuruh Allah untuk melakukannya.

Sebaliknya, segala sesuatu yang dapat menghilangkan atau merusak jiwa adalah perbuatan buruk yang dilarang Allah.

Untuk memelihara akal yang diciptakan Allah khusus bagi manusia, diharuskan berbuat segala sesuatu untuk menjaga keberadaannya dan meningkatkan kualitasnya dengan cara menuntut ilmu.

Untuk mempertahankan hidup, manusia memerlukan sesuatu yang dapat memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti makan, minum, dan pakaian. Untuk itu diperlukan harta dan manusia harus berupaya mendapatkannya secara halal dan baik. Segala usaha yang mengarah bagi pencarian harta yang halal dan baik adalah perbuatan baik yang disuruh oleh syara’.

Untuk kelangsungan kehidupan manusia, perlu adanya keturunan yang sah dan yang jelas. Untuk maksud itu Allah melengkapi makhluk hidup ini dengan nafsu syahwat yang mendorong untuk melakukan hubungan kelamin yang jika dilakukan secara sah adalah baik.

Tujuan yang bersifat dahruri merupakan tujuan utama dalam pembinaan hukum yang mutlak harus dicapai. Oleh karena itu, suruhan-

(31)

20

suruhan syara’ dalam hal ini bersifat mutlak dan pasti, serta hukum syara’ yang berlatar belakang pemenuhan kebutuhan dharuri adalah wajib.

2) Kebutuhan Sekunder atau Hajiyat

Tujuan tingkat “sekunder” bagi kehidupan manusia ialah sesuatu yang dibutuhkan bagi kehidupan manusia, tetapi tidak mencapai tingkat dharuri. Seandainya kebutuhan itu tidak terpenuhi dalam kehidupan manusia, tidak akan meniadakan atau merusak kehidupan itu sendiri.

Meskipun tidak sampai akan merusak kehidupan, namun keberadaannya dibutuhkan untuk memberikan kemudahan dalam kehidupan.

3) Kebutuhan Tersier atau Takhsiniyat

Tujuan tingkat “tersier” adalah sesuatu yang sebaiknya ada untuk memperindah kehidupan. Tanpa terpenuhinya kebutuhan tersier, kehidupan tidak akan rusak dan juga tidak akan menimbulkan kesulitan.

Keberadaannya dikehendaki untuk kemuliaan akhlak dan kebaikan tata tertib pergaulan.

2. Jual Beli

1. Pengertian Jual beli

Jual beli dalam istilah fiqh disebut dengan al-bai’ yang berarti menjual, mengganti, dan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Lafad al-bai’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawanya,

(32)

yakni kata asy-syira’(beli). Dengan demikian kata al-bai berarti jual, tetapi sekaligus juga berarti beli.26

Menurut (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut.

1. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling rela.27

2. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar-menukar yang sesuai dengan aturan syara’.28

Perkataan jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu jual dan beli.

Sebenarnya kata jual dan beli mempunyai arti yang satu sama lainya bertolak belakang. Kata jual menunjukan bahwa adanya perbuatan menjual, membeli adalah adanya perbuatan membeli.

Dengan demikian perkataan jual beli menunjukan adanya dua perbuatan dalam satu peristiwa, yaitu satu pihak menjual dan pihak lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah peristiwa hukum jual beli.29

Sehingga dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara suka rela diantara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak lainnya menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

26Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 111.

27Ibnu Mas'ud Dan Zainal Abidin, Fiqh Madzhab Syafi'i, (Bandung: Pustaka Setia,2000), 22.

28Hendi Suhendi, Fiqih Mu’amalah, (Jakarta: PT.Raja Gravindo, 1997), 67.

29Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 1994). 33.

(33)

22

Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal yang ada kaitanya dengan jual beli. Sehingga apabila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Definisi lain dikemukakan oleh ulama’ Malikiyah, Syafi’iyah dan Hanabilah. Menurut mereka jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan milik dan pemilikan.30

Dalam hal ini mereka melakukan penekanan kepada kata “milik dan pemilikan”, karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak harus dimiliki, seperti sewa-menyewa (Ijarah) .

Dalam menguraikan apa yang dimaksud dengan al-maal (harta), terdapat perbedaan pengertian antara ulama’ Hanafiyah dengan jumhur ulama. Akibat dari perbedaan ini, muncul pula hukum-hukum yang berkaitan dengan jual beli itu sendiri. Menurut jumhur ulama, yang dikatakan al-maal adalah materi dan bermanfaat. Oleh sebab itu, manfaat dari suatu benda, menurut mereka, dapat diperjualbelikan. Ulama Hanafiyah mengartikan al-maal dengan suatu materi yang mempunyai nilai. Oleh sebab itu, manfaat dan hak-hak, menurut mereka, tidak boleh dijadikan obyek jual beli.31

Dari definisi yang dikemukakan di atas, dapat disimpulkan bahwa jual beli itu dapat terjadi dengan cara:

1. Pertukaran harta antara dua pihak atas dasar saling rela.

30Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,112.

31Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah,112.

(34)

2. Memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan yaitu berupa alat tukar yang diakui sah dalam lalu lintas perdagangan.32

a) Landasan Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia mempunyai landasan yang kuat dalam al-Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW. Terdapat sejumlah ayat al-Qur’an yang berbicara tentang jual beli.

Diantaranya dalam Surat al-Baqarah (2) ayat 275, dan surat Annisa’(4) ayat 29 yang berbunyi:

ُﻦَﻄْﻴﱠﺸﻟا ُﻪُﻄﱠﺒَﺨَﺘَـﻳ ىِﺬﱠﻟا ُمْﻮُﻘَـﻳ ﺎَﻤَﻛ ﱠﻻِإ َنْﻮُﻤُﻘَـﻳ َﻻ اﻮَﺑِّﺮﻟا َنْﻮُﻠُﻛْﺄَﻳ َﻦْﻳِﺬﱠﻟَا ْﻢُﻬﱠـﻧَﺄِﺑ َﻚِﻟَذ ِّﺲَﳌْا َﻦِﻣ

ِّﻣ ٌﺔَﻈِﻋ ْﻮَﻣ ُﻩَءﺂَﺟ ْﻦَﻤَﻓ اﻮَﺑِّﺮﻟا َم ﱠﺮَﺣَو َﻊْﻴَـﺒﻟْا ُﱠ ا ﱠﻞَﺣَأَو اﻮَﺑِّﺮﻟا ُﻞْﺜِﻣ ُﻊْﻴَـﺒﻟْا ﺎَﱠﳕِإ آْﻮُﻟ ﺎَﻗ ﺎَﻓ ِﻪِّﺑﱠر ْﻦ

َﺤْﺻَا َﻚِﺌَﻟوُﺎَﻓَدﺎَﻋ ْﻦَﻣَو ِﱠ ا َﱃِا ُﻩُﺮْﻣَاَو َﻒَﻠَﺳ ﺎَﻣ ُﻪَﻠَـﻓ ﻰَﻬَـﺘْـﻧ َنْوُﺪِﻠَﺧ ﺎَﻬْـﻴِﻓ ْﻢُﻫ ِرﺎﱠﻨﻟا ُﺐ



Artinya: "Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya."(Q.S. al-Baqoroh:275)33

32Chairuman Pasaribu, Hukum Perjanjian Dalam Islam, 33

33Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an Dan Terjemahnya,(Bandung:PT.Sygma Examedia Arkanleema,1987), 86.

(35)

24

ﱡـﻳَﺄَﻳ ْﻨِّﻣ ٍضاَﺮَـﺗ ْﻦَﻋ ًةَﺮَِﲡ َنْﻮُﻜَﺗ ْنَأ ﱠﻵِإ ِﻞِﻄَﺒْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻜَﻨْـﻴَـﺑ ْﻢُﻜَﻟَﻮْﻣَا آْﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ َﻻ اْﻮُـﻨَﻣَا َﻦْﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬ ْﻢُﻜ

ﺎًﻤْﻴ ِﺣَر ْﻢُﻜِﺑ َنﺎَﻛ َﱠ ا ﱠنِإ ْﻢُﻜَﺴُﻔْـﻧَأ آْﻮُﻠُـﺘْﻘَـﺗ َﻻَو



Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu.

Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu."(Q.S. An-Nisa’: 29)34

b) Hukum jual beli

Dari kandungan ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Rasul di atas, para ulama fiqh mengatakan bahwa hukum asal dari jual beli itu adalah mubah (boleh). Akan tetapi, pada situasi-situasi tertentu, menurut imam asy-Syatibi (w.790H), pakar fiqh Maliki, hukumnya boleh berubah menjadi wajib. Imam as-Syatibi memberi contoh ketika terjadi praktik ihtikar (penimbunan barang sehingga stok hilang dari pasar dan harga melonjak naik). Apabila seseorang melakukan ihtikar dan mengakibatkan melonjaknya harga barang yang ditimbundan di simpan itu, menurutnya, pihak pemerintah boleh memaksa pedagang untuk menjual barangnya itu sesuai dengan ketentuan pemerintah. Hal ini sesuai dengan prinsip asy- Syatibi bahwa yang mubah itu apabila ditinggalkan secaratotal, maka hukumnya boleh menjadi wajib. Apabila sekelompok pedagang besar melakukan boikot tidak mau menjual beras lagi, pihak pemerintah boleh

34Departemen Agama Republik Indonesia,Al- Qur’an Dan Terjemahnya,(Bandung:PT.Sygma Examedia Arkanleema,1987), 153.

(36)

memaksa mereka untuk berdagang beras dan para pedagang ini wajib melaksanakanya. demikian pula dalam komoditi-komoditi lainya.35 c) Rukun dan Syarat Jual Beli

Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus dipenuhi, sehingga jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara’. Oleh karena itu, perjanjian jual beli ini merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini harus dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.

Adapun rukun jual beli terdiri dari tiga macam : 1. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

2. Ma’qud ‘Alaih (benda atau barang) 3. ‘Aqd (Ijab Qabul).36

a. Orang yang berakad (Penjual dan Pembeli)

Bahwa kedua belah pihak yang melakukan perjanjian jual beli tersebut haruslah :

1) Berakal, agar dia tidak terkicuh, orang gila atau bodoh tidak sah jual belinya. Adapun yang dimaksud dengan berakal yaitu dapat membedakan atau memilih mana yang terbaik bagi dirinya, dan apabila salah satu pihak tidak berakal, maka jual beli yang diadakan tidak sah.

35Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 114.

36Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, (Bandung: PT. Al-Ma’ruf, 1997), 51.

(37)

26

2) Dengan kehendaknya sendiri (bukan dipaksa). Bahwa dalam melakukan jual beli tersebut salah satu pihak tidak melakukan suatu tekanan atau paksaan terhadap pihak lainya, sehinga pihak yang lain tersebut melakukan perbuatan jual beli bukan lagi disebabkan kemauanya sendiri tetapi disebabkan adanya unsur paksaan. Jual beli yang dilakukan bukan atas dasar kehendaknya sendiri adalah tidak sah.

Adapun yang menjadi dasar bahwa suatu jual beli itu harus dilakukan atas dasar kemauan sendiri para pihak, dapat dilihat dalam ketentuan al-Qur’an surat an-Nisa’ ayat 29

ٍضاَﺮَـﺗ ْﻦَﻋ ًةَﺮَِﲡ َنْﻮُﻜَﺗ ْنَأ ﱠﻵِإ ِﻞِﻄَﺒْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻜَﻨْـﻴَـﺑ ْﻢُﻜَﻟَﻮْﻣَا آْﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ َﻻ اْﻮُـﻨَﻣَا َﻦْﻳِﺬﱠﻟا ﺎَﻬﱡـﻳَﺄَﻳ ﺎًﻤْﻴِﺣَر ْﻢُﻜِﺑ َنﺎَﻛ َﱠ ا ﱠنِإ ْﻢُﻜَﺴُﻔْـﻧَأ آْﻮُﻠُـﺘْﻘَـﺗ َﻻَو ْﻢُﻜْﻨِّﻣ



Artinya: “ Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.37

Ayat diatas menunjukan. Bahwa dalam melakukan suatu perdagangan hendaklah atas dasar suka samasuka atau suka rela.Tidak dibenarkan bahwa suatu perbutan muamalat, perdagangan misalnya, dilakukan dengan pemaksaan ataupun penipuan. Jika hal ini terjadi dapat membatalkan perbutan tersebut.

37Departemen Agama Republik Indonesia,Al-Qur’an Dan Terjemahnya,(Bandung:PT.Sygma Examedia Arkanleema,1987), 153.

(38)

Unsur sukarela ini menunjukan keihklasan dan itikad baik dari para pihak.38

Perkataan suka sama suka dalam ayat di atas yang menjadi dasar bahwa jual beli haruslah merupakan kehendak bebas atau kehendak sendiri yang bebas dari unsur tekanan atau paksaan dan tipu daya.

3) Keduanya tidak mubazzir. Maksudnya para pihak yang mengikatkan dalam jual beli tersebut bukanlah manusia yang boros (mubazzir), sebab orang boros didalam hukum dikatagorikan sebagai orang yang tidak cakap bertindak, maksudnya tidak dapat melakukan sendiri suatu perbuatan hukum walaupun kepentingan hukum tersebut menyangkut kepentingan nya sendiri.

4) Persyaratan selanjutnya adalah baligh atau dewasa. Dewasa dalam hukum Islam adalah telah berumur 15 tahun, atau telah bermimpi (bagi anak laki-laki) dan haid (bagi anak perempuan), dengan demikian jual beli yang dilakukan oleh anak kecil adalah tidak sah. Namun demikian bagi anak-anak yang sudah bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk akan tetapi ia belum dewasa (belum mencapai 15 tahun dan belum bermimpi dan belum haid), menurut pendapat sebagian ulama bahwa anak

38Ismail Nawawi, Hukum Perjanjian Dalam Prespektif Islam, (Surabaya: CV.Putra Media Nusantara , 2010), 31.

(39)

28

tersebut diperbolehkan untuk melakukan perbuatan jual beli, khususnya untuk barang-barang kecil dan tidak bernilai tinggi.39 b. Ma’qud ‘Alaih (benda atau barang)

Yang dimaksud dengan dengan obyek jual beli disini adalah benda yang menjadi sebab terjadinya perjanjian jual beli.

Benda yang dijadikan Obyek jual beli haruslah memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :

1) Suci barangnya. Mazhab Hanafi dan Mazhab Zhahiri mengecualikan barang yang ada manfaatnya. Hal itu dinilai halal untuk dijual, untuk itu mereka mengatakan : “Diperbolehkan seseorang menjual kotoran kotoran atau tinja dan sampah-sampah yang mengandung najis oleh karena sangat dibutuhkan guna untuk keperluan perkebunan. Barang barang tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar perapian dan juga dapat digunakan sebagai pupuk tanaman”.

2) Harus bermanfaat. Jual beli serangga, ular dan tikus, tidak boleh kecuali untuk dimanfaatkan. Juga boleh jual beli kucing, lebah, singa,dan binatang lain yang berguna untuk berburu atau dimanfaatkan kulitnya. Demikian pula memperjual belikan gajah untuk mengangkut barang, burung beo, burung merak, dan burung- burung lain yang bentuknya indah sekalipun tidak untuk dimakan, tetapi dengan tujuan menikmati suara dan bentuknya.

39Chairuman Pasaribu Dan Suhrawardi Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, 35-37.

(40)

3) Milik sendiri. Jika jual-beli berlangsung sebelum ada izin pemilik barang maka jual beli seperti ini dinamakan ba’i fudul

4) Mampu menyerahkannya. Bahwa yang diakadkan dapat dihitung waktu penyerahanya secara syara’ dan rasa. Sesuatu yang tidak dapat dihitung pada waktu penyerahanya tidak sah dijual, seperti ikan yang berada dalam air.40

5) Diketahui atau mengetahui barang yang dijual baik zat, jumlah dan sifat41. Jika barang dan harga tidak diketahui atau salah satu keduanya tidak diketahui, maka jual beli tidak sah karena mengandung unsur penipuan. Mengenai syarat mengetahui bahwa yang dijual, cukup dengan penyaksian barang sekalipun tidak diketahui (jazaf). Untuk barang zimmah (barang yang dihitung, ditakar dan ditimbang), maka kadar kuantitas dan sifat-sifatnya harus diketahui oleh kedua belah pihak yang melakukan akad.

Demikian pula harganya harus diketahui, baik itu sifat (jenis pembayaran), jumlah maupun masanya.42

Hal ini untuk menghindari gharar dalam akad yang jelas dilarang dan kalau akad terjadi maka menjadi batal. Dalilnya hadis Rasullah SAW yang diriwayatkan Imam muslim.

40Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, 52-59.

41Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalah, Sistem Transaksi Dalam Islam, (Jakarta:

Amzah, 2010), 57.

42Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12,61.

(41)

30

َﻣﺎَﺳأْﻮُـﺑَأَو ٍﺪْﻴِﻌَﺳ ُﻦْﺑ َﻲَْﳛَو َﺲْﻳِرْدِإ ُﻦْﺑ ﱠ ا ُﺪْﺒَﻋﺎَﻨَـﺛ ﱠﺪَﺣ َﺔَﺒْﻴَﺷ ْ ِﰊَأ ُﻦْﺑ ِﺮْﻜَﺑﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣَو َﺔ

ﱠ ا ُلْﻮُﺳَر ﻰَﻬَـﻧ َلﺎَﻗ َةَﺮْـﻳَﺮُﻫ ْ ِﰊَأ ْﻦَﻋ ِجَﺮْﻋَﻷا ْﻦَﻋ ِدﺎَﻧِّﺰﻟاْﻮُـﺑَأ ِْﲏَﺛ ﱠﺪَﺣَو ﱠ أِﺪْﻴَـﺒُﻋ ْﻦَﻋ ﻰﱠﻠَﺻ (ﻢﻠﺴﻣ ﻩاور) ِرَﺮَﻐﻟْا ِﻊْﻴَـﺑ ْﻦَﻋَو ِةﺎَﺼَﳊا ِﻊْﻴَـﺑ ْﻦَﻋ َﻢﱠﻠَﺳ َو ِﻪْﻴَﻠَﻋ ُﱠ ا

Artinya: Dan telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah telah menceritakan kepada kami Abdullah bin Idris dan Yahya bin Sa’id serta Abu Usamah dari Ubaidillah. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah menceritakan kepadaku Zuhair bin Harb sedangkan lafazh darinya, telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sa’id dari ‘Ubaidillah telah menceritakan kepadaku Abu Az Zinad dari Al A’raj dari Abu Hurairah dia berkata;

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur gharar. (Riwayat Muslim).43

Gharar adalah sesuatu yang tidak jelas maknanya atau ragu ragu antara dua urusan. Yang paling dominan adalah yang paling banyak keraguannya. Contohnya, jika dikatakan : “saya jual kepadamu satu dari dua baju ini walaupun harganya sama karena tidak diketahui secara pasti barang yang akan dijual, dan tidak dikatakan : “ Gharar apakah yang ada dalam akad ini padahal harga sama karena kita mengatakan:”Harus ada kejelasan barang yang diakadkan dan ini bisa saja terjadi gharar, sebab ada perbedaan barang bagi kedua belah pihak, maka tidak cukup hanya dengan

43Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Shahih Muslim, (Bairut Libanon : Darul Kutub Al-Alamiyah, 1995), 133.

(42)

memilih salah satunya namun harus dijelas kan zat yang akan dijual.44

5) Barang yang diakadkan ada ditangan. Adapun menjualnya sebelum ditangan, maka tidak boleh. Karena dapat terjadi barang itu sudah rusak pada waktu masih berada di tangan penjual, sehingga menjadi jual beli gharar dan jual beli gharar tidak sah baik itu berbentuk barang ‘iqar (yang tidak bergerak) atau yang dapat dipindahkan. Dan baik itu yang dapat dihitung kadarnya atau jazaf.45

c. ’Aqad (Ijab Qabul)

Fuqoha telah sepakat menyatakan, bahwa urusan utama dalam jual beli adalah kerelaan kedua belah pihak. Kerelaan ini dapat terlihat pada saat akad berlangsung. Ijab dan Qabul harus diungkapkan secara jelas dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak.

Fuqoha menyatakan bahwa syarat Ijab dan Qabul itu adalah sebagai berikut:

1) Orang yang mengucapkan telah ‘aqil baligh dan berakal, (Jumhur ulama) atau telah berakal (ulama Mazhab Hanafi), sesuai dengan per- bedaan mereka dalam menentukan syarat-syarat seperti yang telah dikemukakan di atas.

44Abdul Aziz Muhammad Azzam, Fiqh Muamalah, Sistem Transaksi Dalam Islam (Jakarta: Am- zah, 2010), 57.

45Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, 64.

(43)

32

2) Qabul sesuai dengan Ijab. Contohnya : “saya jual sepeda ini dengan harga sepuluh ribu”. Lalu dijawab : “saya beli dengan harga sepuluh ribu”.

3) Ijab dan Qabul dilakukan dalam satu majelis. Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan akad jual beli hadir dan membicarakan masalah yang sama. Apabila penjual mengucapkan Ijab, lalu pembeli beranjak sebelum mengucapkan qabul atau pembeli mengadakan aktifitas lain yang tidak ada kaitanya dengan akad jual beli tersebut, kemudian sesudah itu dia mengucapkan Qabul, sekalipun mereka ber- pendirian, bahwa Ijab tidak mesti dijawab langsung dengan Qabul. 46 d) Bentuk-Bentuk Jual Beli

Ulama Hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya menjaditiga bentuk, yaitu:

1. Jual beli yang Sahih

Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang sahih apabila jual beli itu memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan. Bukan milik orang lain, tidak tergantung pada hak khiyar lagi. Jual beli seperti ini dikatakan sebagai jual beli yang sahih. Misalnya, seseorang membeli suatu barang.

Seluruh rukun dan syarat jual beli telah terpenuhi. Barang itu juga sudah diperiksa oleh pembeli dan tidak ada cacat, tidak ada yang rusak tidak

46Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT.Raja Grav indo Persada, 2003),120.

(44)

terjadi manipulasi harga serta tidak ada lagi khiyar dalam jual beli itu.

Jual beli seperti ini hukumnya sahih dan mengikat kedua belah pihak.47 2. Jual beli yang batil

Apabilah pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya tidak terpenuhi, atau jual beli itu pada dasarnya dan sifatnya tidak disyari’atkan, maka jual beli itu batil. Misalnya, jual beli yang dilakukan oleh anak-anak, orang gila, atau barang-barang yang dijual itu barang- barang yang diharamkan syara’(bangkai, darah, babi dan khamar). Jual beli yang batil itu sebagai berikut :

a. Jual beli sesuatu yang tidak ada

Fuqoha sepakat menyatakan, bahwa jual beli barang yang tidak ada tidak sah. Misalnya menjual buah-buahan yang baru berkembang (mungkin jadi buah atau tidak), atau menjual anak sapi yang masih dalam peut ibunya. Namun, ibnu Qayyim al-Jauziyah (mazhab Hambali) mengatakan, jual beli barang yang tidak ada pada waktu berlangsung akad, dan diyakini akan ada pada masa yang akan datang, sesuai dengan kebiasaan, boleh dijual belikan dan hukumnya sah. Sebagai alasanya, ialah bahwa dalam nash al-Qur’an dan as-Sunnah tidak ditemukan larangannya. Jual beli yangdilarang oleh Rasulullah adalah jual beli yang ada unsur penipuannya.48

b. Menjual barang yang tidak dapat diserahkan

47Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 121.

48Ghufron Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual, (Jakarta:PT. Raja Gravindo, 2002),131-132.

(45)

34

Menjual barang yang tidak dapat diserahkan kepada pembeli, tidaksah (batil). Misalnya, menjual barang yang hilang atau barang peliharaan yang lepas dari sangkarnya. Hukum ini disepakati oleh seluruh Fuqoha (Hanafih, Malikiyah, syafi’iyah, dan Hanabilah).

c. Jual beli yang mengandung unsur penipuan

Menjual barang yang mengandung unsur penipuan tidak sah (batil). Misalnya, barang itu kelihatan baik, ternyata dibalik itu terdapat unsur unsur penipuan, sebagaimana terdapat dalam sabda Rasulullah SAW tentang memperjualbelikan ikan didalam air :

“Janganlah kamu membeli ikan di dalam air, karena jual beli seperti ini adalah jual beli tipuan”.

d. Jual beli benda najis

Jual beli benda najis hukumnya tidak sah, seperti menjual babi, bangkai, darah dan khamr (semua benda yang memabukan). Sebab benda itu tidak mengandung makna dalam arti hakiki menurut syara’.

Menurut jumhur ulama, memperjual belikan anjing juga tidak dibenarkan, baik anjing yang dipergunakan untuk menjaga rumah atau untuk berburu. Sebagian ulama Mazhab Maliki, membolehkan memperjualbelikan anjing, baik untuk kepentingan menjaga rumah maupun berburuh.49

49Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, 122-124.

(46)

e. Jual beli al-‘Urbun

Jual beli al-‘Urbun adalah jual beli yang bentuknya dilakukan melalui perjanjian. Apabila barang yang sudah dibeli dikembalikan kepada penjual, maka uang muka (panjar) yang diberikan kepada penjual menjadi milik penjual itu (hibah). Di dalam masyarakat kita dikenal uang itu “uang hangus”, atau “uang hilang” tidak boleh ditagih lagi oleh pembeli. Jual beli al-‘Urbun dilarang dalam Islam.

f. Memperjualbelikan air sungai, air danau, air laut dan air yang tidak boleh dimilki seseorang.

Air yang disebutkan itu adalah milik bersama umat manusia yang tidak boleh di perjualbelikan. Pendapat ini di sepakati oleh jumhur ulama dari kalangan mazhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Daud:

ِِّﱯَﻋْﺮﱠﺸﻟا ٍﺪْﻳَز ِﻦْﺑ َنﺎﱠﺒِﺣ ْﻦَﻋ ، َنﺎَﻤْﺜُﻋ ُﻦْﺑ ُﺰﻳِﺮَﺣ ﺎَﻧَﺮَـﺒْﺧَأ ، ﱡﻲِﺌُﻟْﺆﱡﻠﻟا ِﺪْﻌَْﳉا ُﻦْﺑ ﱡﻲِﻠَﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ

،

ُﻦْﺑ ُﺰﻳِﺮَﺣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ، َﺲُﻧﻮُﻳ ُﻦْﺑ ﻰَﺴﻴِﻋ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ،ٌدﱠﺪَﺴُﻣ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ،ح ٍنْﺮَـﻗ ْﻦِﻣ ٍﻞُﺟَر ْﻦَﻋ ِبﺎَﺤْﺻَأ ْﻦِﻣ َﻦﻳِﺮ ِﺟﺎَﻬُﻤْﻟا ِﻦِﻣ ٍﻞُﺟَر ْﻦَﻋ ، ٍّﻲِﻠَﻋ ُﻆْﻔَﻟ اَﺬَﻫَو ، ٍشاَﺪِﺧ ﻮُﺑَأ ﺎَﻨَـﺛﱠﺪَﺣ ،َنﺎَﻤْﺜُﻋ ِِّﱯﱠﻨﻟا َﻊَﻣ ُتْوَﺰَﻏ َلﺎَﻗ ِِّﱯﱠﻨﻟا ِﰱ : ٍثَﻼَﺛ ِﰱ ُءﺎَﻛَﺮُﺷ َنْﻮُﻤِﻠْﺴُﻤْﻟا " لﻮُﻘَـﻳ ُﻪُﻌَْﲰَأ ،ﺎًﺛ َﻼَﺛ

(دوادﻮﺑا ﻩوار) ِرﺎَﻨﻟاَو ،ِءﺎَﻤْﻟاو ،ِءَﻼَﻜْﻟا

Artinya :“Telah menceritakan kepada kami Ali bin Al ja’dan Al Lu’lui telah mengabarkan kepada kami Hariz bin Utsman dari Hibban bin Zaid Asy Syar’i dari seorang laki-laki Qarn.

(dalam jalur lain disebutkan) telah menceritakan kepada kami Musaddad telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus telah menceritakan kepada kami Hariz bin Utsman telah menceritakan kepada kami Abu Khidasy dan ini adalah lafazh Ali, dari seorang laki-laki Muhajiri sahabat

(47)

36

Nabi saw, ia berkata,” Aku pernah berperang bersama Nabi saw tiga kali, aku mendengar beliau bersabda:”

Orang-orang muslim bersekutu dalam tiga perkara yaitu rumput, air dan api.” ( Riwayat Abu Daud).50

Akan tetapi, jika seseorang mengambil dan mengumpulkanya dantelah menjadi milikya, dalam keadaan seperti ini boleh menjualnya.51

3. Jual beli yang fasid

Ulama Hanafiyah yang membedakan jual beli yang fasid dengan jual beli yang batal. Apabila kerusakan dalam jual beli itu terkait dengan barang yang dijual belikan, maka hukumnya batal, seperti memperjual belikan benda-benda haram (khamr, babi, dan darah). Apabila kerusakan pada jual beli itu menyangkut harga barang dan boleh diperbaiki, akad jual beli itu dinamakan fasid.

Akan tetapi, jumhur ulama tidak membedakan antara jual beli yang fasid dan batal. Menurut mereka jual beli itu terbagi dua, yaitu jual beli yang sahih dan jual beli yang batal. Apabila rukun dan syarat jual beli terpenuhi, maka jual beli itu sah. Sebaliknya, apabila salah satu rukun atau syarat jualbeli itu tidak terpenuhi, maka jual beli itu batal.52

50Sulaiman bin Asyats al-Sijistani, Shahih Abi Daud, (Riyad: Maktaba Ma’arif , 2000 Jilid 2), 368.

51Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, Jilid 12, 83.

52Nasroen Haroen, Fiqh Muamalah,125-126.

(48)

e) Macam-Macam Jual Beli

Jual beli dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau dari segi hukumnya, jual beli ada dua macam, jual beli yang sah menurut hukum dan batal menurut hukum, dari segi obyek jual beli dan segi pelaku jual beli.

Dari aspek obyeknya jual beli dibedakan menjadi empat macam:

1. Jual beli al-muqayyadhah (barter). Yakni jual beli barang dengan barang yang lazim disebut jual beli barter, seperti menjual hewan dengan gandum.

2. Jual beli al-mutlaq yakni jual beli barang dengan barang lain secara tangguh atau menjual barang dengan harga secara mutlaq, seperti dirham, rupiah atau dolar.

3. Jual beli al-Sarf yakni menjual belikan saman (alat pembayaran) dengan saman yang lainya, seperti dinar, dirham, dolar atau alat-alat pembayaran yang lainnya yang berlaku secara umum.

4. Jual beli (pesanan). Adalah jual beli melalui pesanan dengan, yakni jual belidengan cara menyerahkan uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.53

f) Air dan Hukum Memilikinya

Air adalah suatu senyawa kimia yang paling dikenal dan banyak terdapat di bumi. Air adalah barang mubah. Air mubah yaitu air-air lembah seperti air sungai Nil dan Eufrat, mata air yang ada di pegunungan, dan setiap mata air yang menngalir di lokasi tanah tak bertuan.

53Ghufron Mas’adi, Fiqh Muamalah Kontektual, (Jakarta:PT. Raja Gravindo, 2002), 141.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini telah banyak kota-kota di dunia yang menerapkan konsep smart city, tetapi penerapan smart city di kota – kota Indonesia masih terbilang sedikit karena konsep

Dari tabel di atas dapat diketahui nilai siswa dengan tes teori yang diperoleh setelah mengikuti program keahlian di SMK Negeri 2 Watampone Kabupaten Bone

Metode untuk menilai kepatuhan menghasilkan analisis gap yang kemudian diteruskan dengan analisis resiko untuk setiap gap yang ada, hasil dari analisis resiko dikembalikan

Galatada, Yüksek Kaldırım Köşesinde, Minerva hanının alt katında çalışmarına

Penelitian yang berkaitan dengan penanganan keluhan yaitu penelitian yang dilakukan oleh Ah dan Wan (2006), jika bank berhasil menye- lesaikan konflik yang terjadi dengan

Meja ukuran 9 kaki lazimnya di khususkan untuk permainan yang serius atau Pro, sedangkan meja billiard di tempat kediaman biasanya memakai meja billiard ukuran 7

(1) Koordinasi di tingkat pusat dilakukan oleh Komisi Pestisida sebagaimana telah dibentuk dengan keputusan Menteri Pertanian yang keanggotaannya terdiri dari

Hal ini disebabkan masih siswa yang kurang mampu mengaitkan antar materi pada muatan materi IPA dan kesulitan mengikuti setiap langkah pembelajaran yang perlu