• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSERVASI TANAH DAN AIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KONSERVASI TANAH DAN AIR"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

KONSERVASI TANAH DAN AIR

(3)

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta Fungsi dan sifat hak cipta Pasal 4

Hak Cipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a merupakan hak eksklusif yang terdiri atas hak moral dan hak ekonomi.

Pembatasan Pelindungan Pasal 26

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23, Pasal 24, dan Pasal 25 tidak berlaku terhadap:

i Penggunaan kutipan singkat Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait untuk pelaporan peristiwa aktual yang ditujukan hanya untuk keperluan penyediaan informasi aktual;

ii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan;

iii Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk keperluan pengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan Pengumuman sebagai bahan ajar; dan

iv Penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga Penyiaran.

Sanksi Pelanggaran Pasal 113

1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).

2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(4)

iii

KONSERVASI TANAH DAN AIR

DR. H. Naharuddin, M. Si.

CV. MEDIA SAINS INDONESIA Melong Asih Regency B40 - Cijerah

Kota Bandung - Jawa Barat www.penerbit.medsan.co.id

(5)

iv

KONSERVASI TANAH DAN AIR DR. H. Naharuddin, M. Si.

Desain Cover :

Rintho Rante Rerung

Tata Letak :

Harini Fajar Ningrum Proofreader :

Dessyratna Putry Ukuran :

xii, 100 hlm, Uk: 15,5 x 23 cm ISBN :

978-623-95100-1-5 Terbitan Pertama : Oktober 2020

Hak Cipta 2020, Pada Penulis

Isi diluar tanggung jawab penerbit Copyright © 2020 by Media Sains Indonesia All Right Reserved

Hak cipta dilindungi undang-undang Dilarang keras menerjemahkan, memfotokopi, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

PENERBIT MEDIA SAINS INDONESIA (CV. MEDIA SAINS INDONESIA) Melong Asih Regency B40 - Cijerah Kota Bandung - Jawa Barat www.penerbit.medsan.co.id

(6)

v PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Atas rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat meyelesaikan buku dengan judul Konservasi Tanah dan Air.

Buku ini diterbitkan didasari oleh keprihatinan penulis atas berbagai faktor kerusakan sumberdaya alam dan lingkungan akibat erosi tanah, banjir dan longsor.

Penyebab umum dari kerusakan tersebut, karena terjadinya erosi yang dipercepat (accelerated erosion) atau kerusakan tanah yang terjadi karena tanah rusak lebih cepat dari proses pembentukannya. Erosi yang dipercepat tersebut, terjadi karena faktor kelalaian manusia yang mengabaikan prinsip-prinsip kaidah konservasi tanah dan air. Salah satu yang menyebabkan timbulnya erosi yang dipercepat adalah karena faktor kurangnya informasi akan pentingnya konservasi tanah dan air, dimana salah satu tujuannya adalah pencegahan erosi, memperbaiki tanah yang rusak, memelihara dan meningkatkan produktivitas tanah agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan bagi kepentingan kehidupan masyarakat.

Buku ini disusun dengan tujuan menambah khasanah ilmu pengetahuan, khusunya dalam bidang keilmuan konservasi tanah dan air. Selain itu juga diharapkan dapat menambah bahan bacaan buku referensi tentang konservasi tanah dan air, bagi mahasiswa, dosen dan praktisi di bidang pertanian dan kehutanan serta bagi masyarakat yang peduli tentang kelestarian tanah dan air sebagai penyedia jasa layanan ekosistem bagi kehidupan manusia di muka bumi ini.

Melalui kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada

(7)

vi

Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi yang sekarang mengalami perubahan nomenklatur menjadi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan atas dana hibah penelitian dan hibah pengabdian masyarakat sejak tahun 2002-2020, Balai Pengeloaan DAS dan Hutan Lindung Palu Poso dan berbagai pihak yang telah bermitra dengan penulis dalam proses penyusunan buku ini.

Penulis menyadari dengan sepenuhnya atas keterbatasan ilmu pengetahuan yang dimiliki, sehingga apa yang diuraikan dalam buku referensi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik, saran, dan masukan dari berbagai pihak demi penyempurnaan buku ini. Semoga buku ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca yang budiman.

Palu, Oktober 2020 Penulis

(8)

vii DAFTAR ISI

PRAKATA ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR... xi

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Permasalahan dan Pemecahannya ... 8

1.3. Tujuan dan Manfaat ... 10

BAB 2 METODOLOGI ... 13

2.1. Bahan dan Peralatan ... 16

2.2. Model Universal Soil Loss Equation (USEL) ... 16

2.3. Aplikasi Model USEL ... 17

BAB 3 EROSI TANAH ... 29

Jenis Erosi Tanah ... 32

BAB 4 EROSI AIR ... 35

4.1. Erosi Percikan (flash erosion) ... 37

4.2. Erosi Lembaran (sheet erosion) ... 37

4.3. Erosi Rill (rill erosion) ... 38

4.5. Erosi Tebing Sungai (stream bank erosion) ... 40

4.6. Longsor/Erosi Slip (Landslide/Slip erosion) .... 40

BAB 5 EROSI ANGIN ... 43

BAB 6 TINGKAT BAHAYA EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ... 45

6.1. Tingkat Bahaya Erosi ... 45

6.2. Faktor-faktor Penyebab Erosi ... 51

(9)

viii

BAB 7 DAMPAK EROSI TANAH DAN AIR ... 61

BAB 8 STRATEGI PENGENDALIAN EROSI TANAH DAN AIR ... 65

8.1. DAS Sebagai Unit Pengelolaan ... 65

8.2. Pengendalian Erosi Tanah dan Air Secara Vegetatif ... 68

8.3. Pengendalian Eros Tanah dan Air Melalui Pengembangan Sistem Agroforestri ... 71

8.4. Pengendalian Erosi Tanah dan Air Secara Mekanik/Sipil Teknis ... 77

BAB 9 KESIMPULAN DAN SARAN ... 79

9.1. Kesimpulan ... 79

9.2. Saran ... 82

GLOSARIUM ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 87

(10)

ix

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Jasa ekosistem tanah (Dominati et

al., 2010) 6

Tabel 2.1. Nilai faktor C pada pengelolaan

tanaman 21

Tabel 2.2. Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah

24

Tabel 2.3. Nilai faktor P dan batas panjang lereng untuk penanaman dalam strip, kontur dan teras pada berbagai kecuraman lereng

24

Tabel 3.1. Erosi yang masih dapat diabaikan

pada daerah beriklim sedang 34 Tabel 8.1. Karekateristik tindakan konservasi

tanah dan air

77

(11)

x

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Konsep layanan jasa ekosistem tanah (sumber: dimodifikasi dari Blanco dan Lal, 2008; Bashir et al., 2018)

5

Gambar 2.1. Skema persamaan USLE ( sumber:

dimodifikasi berdasarkan Suripin, 2002; Arsyad, 2010)

25

Gambar 4.1. Tetesan hujan jatuh ke permukaan tanah (b) dampak percikan tetesan hujan (c) proses erosi air (sumber:

Bashir et al., 2018; Esoma dan Tech, 2019).

36

Gambar 4.2. (a) Erosi percikan, (b) erosi lembaran, (c) erosi rill, (d) erosi selokan (Sumber: Abert et al., 2019)

39

Gambar 4.3. Bentuk longsor/ erosi slip 41 Gambar 6.1. Tingkat bahaya erosi sebelum RHL

di DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

45

Gambar 6.2. Tingkat bahaya erosi saat RHL di DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

46

Gambar 6.3. Tingkat bahaya erosi sesudah RHL di DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

47

Gambar 6.4. Tutupan Lahan DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah 48 Gambar 6.5. Praktik perladangan berpindah

(Sumber: Pierret dan De Rouw, 2011)

53

(13)

xii

Gambar 6.6. Alih fungsi lahan menyebabkan banjir dan erosi di permukiman warga Desa Poi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

54

Gambar 6.7. Praktik pengolahan tanah di DAS Uekuli, Kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah

59

Gambar 7.1. Banjir, erosi dan longsor pada cekungan sungai di tengah permukiman warga Desa Rogo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah

63

Gambar 8.1. Plot ukur aliran permukaan dan erosi (Sumber: Gachene et al., 1997)

69

Gambar 8.2. Plot ukur aliran permukaan dan Erosi di bawah tegakan pohon

69 Gambar 8.3. Pola agroforestri trees Along

Border; (a) identifikasi citra google earth, (b) indentifikasi dengan ground check

73

Gambar 8.4. Pola agroforestri alternate rows (a) identifikasi citra google earth, (b) indentifikasi dengan ground check

74

Gambar 8.5. Pola agroforestri alley cropping; (a) identifikasi citra google earth, (b) indentifikasi dengan ground check

74

Gambar 8.6. Pola agroforestri random mixture;

(a) identifikasi citra google earth, (b) indentifikasi dengan ground check

75

Gambar 8.7. Pengendalian erosi tanah dengan teras bangku (Sumber: Gachene et al., 2019)

78

(14)

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanah dan air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kehidupan manusia dan mahkluk hidup lainnya, hal tersebut dapat ditinjau dari pemenuhan kebutuhan dasar antara lain pangan dan perlindungan kehidupan masyarakat. Dasar dari semua kehidupan terestrial adalah tanah. Manusia dan organisme makhluk hidup lainnya tidak bisa bertahan hidup tanpa tanah dan air sebagai sumber kehidupan.

Tanah menyediakan berbagai macam jasa layanan ekosistem (Gambar 1.1 dan Tabel 1.1).

Informasi jasa ekosistem tanah, dapat dijadikan dasar dalam kerangka perencanaan dalam pengelolaan.

Data mengenai informasi ketersediaan jasa ekosistem tanah dapat menjadi pedoman para penyusun kebijakan untuk menentukan lokus prioritas pengelolaan dan pemulihan ekosistem sumber daya alam tanah (Riqqi et al., 2018).

Hilangnya tanah permukaan yang subur akibat dari curah hujan hingga menyebabkan limpasan permukaan merupakan erosi tanah. Hal tersebut merupakan bentuk

(15)

2

degradasi tanah yang paling berisiko (Alexandridis et al., 2015). Erosi tanah mempengaruhi produktivitas semua ekosistem alam dan pertanian, yang mengancam kehidupan sebagian besar petani (Meshesha et al., 2012).

Penyebab utama erosi tanah adalah degradasi tutupan lahan (Adimassu et al., 2014; Ganasri dan Ramesh 2016), sistem budidaya pada lereng yang curam (Subhatu et al., 2017), intensifikasi pertanian (Adimassu et al. 2014;) memiliki keterkaitan yang tinggi dengan tekanan populasi dan merupakan penyebab utama terjadinya erosi tanah (Fenta et al., 2020; Haregeweyn et al., 2015), akibatnya, masalah menjadi lebih serius di bidang yang terkait dengan aktivitas manusia di bumi (Ganasri dan Ramesh 2016).

Erosi dapat menyebabkan kehilangan kualitas tanah, erosi menjadi faktor utama rendahnya produktivitas tanaman utamanya di negara tropis, juga merupakan masalah yang sangat kompleks yang dapat merusak ekosistem lingkungan dan produktivitas lahan (Naharuddin et al., 2020). Oleh sebab itu, usaha-usaha konservasi tanah dan air harus diarahkan pada pengendalian erosi tanah untuk meningkatkan pemeliharaan bahan organik tanah dan sifat fisik tanah.

Faktor utama penyebab erosi tanah dapat dibagi menjadi tiga kelompok: (1) faktor energi, misalnya erosivitas hujan; (2) faktor perlindungan, misalnya tutupan tanaman dan pengelolaan lahan; dan (3) faktor

(16)

3

resistensi, misalnya erodibilitas tanah. Hal tersebut penting terutama mencakup erosi tanah oleh air. Erosi tanah merupakan ancaman utama terhadap sumber daya tanah, kesuburan tanah, produktivitas, dan produksi pangan dan serat (Boardman et al. 2009). Ighodaro et al., (2013) bahwa erosi tanah adalah masalah lingkungan terbesar yang dihadapi dunia kedua setelah pertumbuhan penduduk. Di seluruh dunia, erosi pada lahan pertanian rata-rata mencapai sekitar 30 ton/ha/tahun, setiap tahun sekitar 10 juta ha lahan pertanian tererosi dan tanah menjadi tidak produktif sehingga mempengaruhi kehidupan petani (Nyawade et al. 2018). Pimentel (2006) melaporkan bahwa erosi tanah adalah yang tertinggi di Asia dimana kehilangan tanah berkisar antara 30-40 ton/ha dan erosi terparah terjadi di lahan pertanian yang terletak di daerah lahan marginal di mana kualitas tanah buruk dan topografinya curam.

Perubahan penggunaan dan tutupan lahan oleh manusia telah menyebabkan laju erosi meningkat di banyak wilayah di dunia, mengakibatkan degradasi lahan dan lingkungan yang cukup besar (Valentin et al. 2008;

Martínez-Casasnovas et al. 2009; Farhan et al. 2014;

Tesfahunegn et al. 2014). Beberapa solusi dalam meningkatkan kualitas tanah dan bersifat sementara adalah peningkatan penggunaan pupuk, hal tersebut dinilai bukan merupakan solusi dalam peningkatan produktivitas tanah dan peningkatan lapisan tanah atas

(17)

4

(topsoil) (Gachene et al. 1997) dan mewakili biaya input terbesar untuk mengkompensasi kehilangan produktitivitas yang disebabkan oleh erosi (Pimentel, 2006). Produktivitas lahan semakin terancam yang disebabkan oleh hilangnya lapisan tanah atas oleh proses erosi. Dalam menentukan teknik konservasi tanah dan air, maka diperlukan informasi sensitivitas lahan oleh erosi (Auliyani, 2020).

Untuk menjaga produktivitas kualitas tanah dan lingkungan, maka praktik Konservasi Tanah dan Air (KTA) perlu dilakukan untuk mencegah dan meminimalkan erosi tanah, daripada mengelola efek erosi setelah terjadi (Yannelli et al. 2014). Prediksi limpasan dan kehilangan tanah telah banyak digunakan sebagai alat untuk memandu perencanaan konservasi tanah dan air (Martínez-Murillo et al. 2011; Gobin et al. 2004; Renschler dan Harbour, 2002).

Hilangnya tanah akibat erosi memiliki konsekuensi yang besar karena hal tersebut menyebabkan hilangnya produktivitas. Erosi tanah mengganggu fungsi pertanian, lingkungan dan ekologi. Tanah yang tererosi menyebabkan penipisan kesuburan tanah, penurunan kapasitas penyimpanan kelembaban dan akibatnya produktivitas tanaman menurun. Selain hilangnya kesuburan tanah dan hasil panen, erosi tanah juga meningkatkan pencemaran lingkungan, meningkatkan beban sedimen di daerah aliran sungai, sehingga

(18)

5

mengganggu kehidupan akuatik, khususnya ikan dan berbagai macam biota lainnya yang hidup di perairan.

Dalam jangka panjang, erosi tanah mempengaruhi kondisi sosial ekonomi masyarakat menyebabkan banjir, pendangkalan penampungan air.

Tanah yang menutupi permukaan bumi membutuhkan waktu jutaan tahun untuk berkembang.

Laju pembentukan tanah sangat lambat (setiap 100-400 tahun, hanya 1 cm tanah terbentuk) dan kedalaman tanah yang cukup terbentuk dalam 3.000-12.000 tahun untuk memiliki lahan produktif. Apabila tanah mengalmi degradasi, maka tanah menjadi tidak produktif dan memberikan dampak terhadap kandungan nutrisi dan kehidupan mikrofauna, mesofauna dan makrofauna akan hilang (Pimentel et al. 1995; Lal, 2001). Gambaran layanan ekosistem tanah disajikan melalui Gambar 1.1 dan Tabel 1.1 berikut:

Gambar 1.1. Konsep layanan jasa ekosistem tanah (sumber:

dimodifikasi dari Blanco dan Lal, 2008; Bashir et al., 2018)

(19)

6

Tabel 1.1. Jasa ekosistem tanah (Dominati et al., 2010; Olson et al., 2017)

PERAN URAIAN JASA EKOSISTEM TANAH Kesuburan tanah Pertumbuhan tanaman dimungkinkan

oleh siklus nutrisi tanah yang memastikan tingkat kesuburan dan dapat mendukung nutrisi tanaman Filter dan reservoir Air dimurnikan ketika tanah

menyimpan zat terlarut yang lewat berupa mikro dan makroagregat.

Tanah juga mendaur ulang dan menyimpan air yang digunakan tanaman dan dapat mengurangi banjir Struktural Tanah memberikan dukungan fisik pada tanaman untuk perkembangan akar

Pengaturan iklim Pengaturan iklim dapat terjadi melalui penyerapan karbon tanah dan regulasi emisi gas rumah kaca dinitrogen oksida (N2O) dan metana (CH4)

Konservasi keanekaragaman hayati

Tanah menyediakan habitat bagi keanekaragaman hayati, termasuk keanekaragaman spesies biologis dan aktivitas yang mempengaruhi struktur tanah, siklus hara, dan detoksifikasi Sumber Tanah bisa menjadi sumber bahan

seperti gambut dan tanah liat

Farmasi Mikroba tanah adalah sumber antibiotik bagi kesehatan

Arsip Tanah adalah arsip sejarah manusia dan planet

Kultural Tanah merupakan inspirasi seni dan budaya yang memiliki nilai spiritual

(20)

7

Gambar 1.1, menunjukkan bahwa mitigasi perubahan iklim, kontrol kualitas air, mendukung dan menyediakan serta mengatur sumber energi, ketahanan pangan, keanekaragaman hayati dan urbanisasi yang merupakan beberapa bentuk jasa ekosistem yang disediakan oleh tanah. Tanah memainkan sejumlah peran dalam menyediakan jasa ekosistem yang terkait dengan sistem produksi: kesuburan, filter dan reservoir, struktur, pengaturan iklim, konservasi keanekaragaman hayati, dan penggunaan sumber daya (Dominati et al.

2010; Olson et al., 2017).

Konservasi tanah dan air meningkatkan produksi tanaman, ketahanan pangan dan pendapatan rumah tangga (Adgo et al., 2013). Konservasi tanah dan air penting bagi kesejahteraan rakyat. Tuntutan populasi dunia yang terus meningkat memaksa penggunaan dan pengelolaan sumber daya yang bijaksana untuk memenuhi permintaan produksi pangan yang tinggi. Jika kita tidak menyadari pentingnya hal tersebut, maka akan ada saat dimana kita tidak memiliki cukup tanah yang tersisa untuk menopang kehidupan di planet ini, karena tanah merupakan sumber daya penting untuk mendukung tanaman menghasilkan makanan, dan menyediakan tempat berlindung bagi serangga dan hewan. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan tanah sebagai benda hidup. KTA serta penggunaan berkelanjutan dari sumber daya

(21)

8

tersebut, tidak hanya sangat penting bagi petani tetapi juga bagi seluruh umat manusia di muka bumi untuk kelangsungan hidup, hal ini juga memiliki hubungan yang erat dengan konsep layanan jasa ekosistem.

1.2. Permasalahan dan Pemecahannya

Tanah dan air merupakan sumber kehidupan, tetapi dengan menipisnya kesuburan tanah akibat erosi merupakan salah satu tantangan terpenting yang menyebabkan produktivitas lahan pertanian sangat rendah.

Peningkatan deforestasi melalui praktik budidaya di lereng berbukit yang terus menerus terjadi dikombinasikan dengan input pertanian yang terbatas menyebabkan proses degradasi seperti; penurunan kesuburan tanah, percepatan erosi tanah oleh air dan pendangkalan irigasi dan waduk. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya dengan menggunakan pendekatan dan program yang berbeda di banyak negara untuk keberlanjutan produksi pertanian dan lahan. KTA, mendukung mata pencaharian berkelanjutan melalui pengurangan degradasi lingkungan dan peningkatan produksi tanaman karena dapat meningkatkan infiltrasi dan mengurangi erosi serta menjaga kesuburan tanah.

Pengelolaan tanah yang efisien adalah suatu keharusan, tidak hanya untuk peningkatan produktivitas

(22)

9

pertanian, kehutanan, perkebunan tetapi juga dalam pembangunan karena dapat berdampak besar dalam mengatasi masalah kemiskinan dan ketahanan pangan.

Oleh karena itu, penting untuk melakukan perencanaan konservasi tanah dan air, seperti mengurangi erosi tanah, untuk kelangsungan hidup dan pembangunan dengan menerapkan pendekatan dan teknologi yang tepat. Erosi tanah menghambat produktivitas pertanian dengan memperburuk kualitas tanah. Meskipun efek erosi tanah berbeda-beda menurut pengelolaan dan lokasinya, erosi tanah memperburuk sifat kimiawi tanah dengan hilangnya bahan organik dan hilangnya mineral yang mengandung unsur hara tanaman (Zougmore et al., 2004). Erosi tanah juga mengekspos mineral bawah tanah dengan kesuburan rendah atau keasaman tinggi. Erosi tanah menyebabkan perubahan sifat fisik tanah seperti tekstur, laju infiltrasi, permeabilitas tanah, porositas, dan kapasitas menahan air.

Berdasarkan hal tersebut, maka buku ini mengkaji aspek konservasi tanah dan air dalam rangka optimalisasi perencanaan pengelolaan sebagai upaya konservasi tanah dan air yang efektif dan efisien untuk peningkatan produktivitas lahan dan pendapatan ekonomi masyarakat.

Secara khusus masalah yang dikaji dalam buku ini adalah bagaimana tingkat bahaya erosi dan dampak yang ditimbulkan serta bagaimana strategi pengendalian erosi

(23)

10

tanah dan air dalam rangka perencanaan pengelolaan berbasis DAS sebagai upaya konservasi tanah dan air.

Untuk menjawab masalah tersebut dilakukan kajian terhadap berbagai hasil penelitian baik yang dilakukan secara mandiri, hibah institusi, hibah dikti, dan bentuk kerjasama lainnya serta publikasi pada jurnal nasional terakreditasi maupun jurnal internasional bereputasi yang dipublikasi penulis periode tahun 2002- 2020. Dengan demikian akan diperoleh gambaran faktor- faktor yang menyebabkan erosi, dampak dan strategi pengendalian erosi tanah dan air yang sejauh ini belum pernah dikaji secara komprehensif.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Buku ini ditujukan sebagai bahan referensi terhadap pendugaan potensi erosi dalam rangka perencanaan pengelolaan melalui usaha konservasi tanah air yang ditimbulkan dari aktivitas tata guna lahan atau pola penggunaan lahan. Hasil kajian tersebut, menjadi salah satu masukan bagi bahan perencanaan penyusunan simulasi pembangunan yang menuju pengelolaan DAS secara berkelanjutan (sustainable) berwawasan lingkungan melalui usaha perencanaan pengelolaan KTA.

Hal tersebut, sejalan dengan tujuan akhir dari KTA yaitu untuk memperoleh tingkat produksi secara berkelanjutan dengan mempertahankan kehilangan tanah di bawah

(24)

11

tingkat ambang batas, yang memungkinkan laju alami pembentukan tanah untuk mengimbangi laju erosi tanah.

Selain itu buku ini dapat memberikan manfaat sebagai bahan informasi dalam kegiatan RHL dan merupakan perangkat pendukung pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan DAS berdasarkan mandat Peraturan Dirjen Pengendalian DAS dan Hutan Lindung No. P.7/PDASHL/SET/KUM-1/8/2018 dan UU No. 37 Tahun 2014 tentang Konservasi Tanah dan Air.

(25)

12

(26)

13

BAB 2

METODOLOGI

Atas dasar meningkatnya tekanan pada sumber daya alam dan lanskap, maka untuk tujuan perencanaan pengelolaan konservasi tanah dan air dibutuhkan prediksi erosi atas konsekuensi dari setiap perubahan lingkungan (Shougang dan Ruishe, 2014). Model prediksi erosi memainkan peran penting dalam hal memperkirakan dampak yang akan terjadi. Model erosi tanah berguna untuk memperkirakan kehilangan tanah dan laju aliran permukaan dari lahan pertanian maupun beberapa jenis penggunaan lahan lainnya diantaranya penggunaan hutan kering primer, hutan lahan kering sekunder, lahan tegalan, lahan agroforestri, hal ini bertujuan untuk memberikan indeks kehilangan tanah (erosi) serta sebagai pedoman kebijakan dan strategi pemerintah dalam perencanaan pengelolaan konservasi tanah dan air (Smith, 1999). Pemodelan yang efektif dapat memberikan informasi tentang prediksi erosi sebelum proyek kegiatan RHL maupun prediksi erosi sesudah proyek kegiatan RHL (Naharuddin et al., 2019) dan analisis skenario (Ganasri dan Ramesh, 2016).

Teknologi prediksi erosi tanah dimulai lebih dari 70 tahun yang lalu, tetapi pada tahun 1965 telah muncul

(27)

14

salah satu model prediksi erosi dengan bentuk persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE) yang telah dikembangkan oleh Wischmeier dan Smith, hal ini merupakan pencapaian yang paling utama dan mendasar dalam prediksi erosi tanah (Laflen dan Flanagan, 2013).

Sejak saat itu, beberapa model telah dikembangkan untuk mensimulasikan proses prediksi erosi tanah. Umumnya model prediksi erosi mempertimbangkan curah hujan, erodibilitas tanah, kecuraman lereng, panjang lereng, tutupan vegetasi, tindakan konservasi tanah dan air (Smith, 1999). Model erosi memanfaatkan berbagai faktor yang mempengaruhi erosi untuk mensimulasikan proses erosi untuk memprediksi tingkat erosi di suatu wilayah pada beberapa penggunaan lahan (Anejionu et al., 2012).

Berbagai studi tentang model erosi telah jelas menunjukkan bahwa faktor dominan berkontribusi terhadap debit sedimen adalah kekuatan erosif curah hujan (Igwe et al, 2017).

Model erosi tanah terbagi dalam tiga kategori utama, tergantung pada proses fisik yang disimulasikan, algoritma model yang menjelaskan proses-proses ini dan sangat tergantung dari data model: empiris atau statistik;

konseptual; dan model berbasis fisika (Merrit et al., 2003).

Model empiris adalah yang paling sederhana dari semua model karena dapat diimplementasikan dalam situasi dengan data terbatas dan dari semua input parameter, dan sangat berguna sebagai langkah pertama dalam

(28)

15

mengidentifikasi sumber sedimen dan sumber dan hilangnya hara.

Contoh model empiris adalah model USLE dan turunannya yaitu Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) ataupun Modified Universal Soil Loss Equation (MUSLE).Dalam model konseptual, faktor curah hujan dan limpasan permukaan diperlakukan sebagai input ke sistem dan hasil sedimen adalah keluaran (Chandromohan et al., 2015). Agricultural Non-Point Source Pollution (AGNPS) dikembangkan pada tahun 1985 untuk mengevaluasi potensi permasalahan pada daerah aliran sungai (DAS) yang merupakan salah satu contoh penting dari model konseptual (Jaramilo, 2007).

Model berbasis fisik memberikan pemahaman proses produksi sedimen yang mendasar dan memiliki kemampuan untuk mengakses variasi spasial dan temporal masuknya sedimen, proses transportasi dan pengendapan sedimen (Chandramohan et al, 2015).

Proses yang terlibat dengan bantuan matematika adalah persamaan yang berhubungan dengan hukum kekekalan energi dan massa (Morgan, 2009).

Khusus untuk memprediksi erosi air yang umum digunakan adalah model Water Erosion Prediction Project (WEPP) (Igwe et al., 2017). Kebanyakan model dalam memprediksi erosi tanah berdasarkan faktor-faktor diantaranya: erosivitas curah hujan diwakili oleh R, erodibilitas tanah diwakili oleh K, panjang lereng dan

(29)

16

kemiringan lereng diwakili oleh LS, dan jenis tutpan lahan/ faktor manajemen dan tindakan konservasi diwakili oleh C dan P.

2.1. Bahan dan Peralatan

Tahapan pengumpulan data diawali dengan menyediakan bahan dan peralatan diantaranya:

1. Data curah hujan dan peta curah hujan time series untuk bahan klasifikasi curah hujan

2. Peta jenis tanah skala 1:50.000 untuk bahan analisis erodibilitas

3. Peta topografi untuk gambaran informasi ketinggian serta perbedaan ketinggian antar lokasi.

4. Peta RBI skala 1:50.000 untuk perhitungan morfometri DAS

5. Peta DAS skala 1:50.000 untuk batas wilayah ekologi 6. Peta tutupan lahan skala 1:250.000 time series 7. Peta kegiatan RHL time series

8. Ring sampel untuk pengambilan sampel tanah 9. Clinometer untuk mengukur kelerengan

10. Meteran untuk mengukur panjang lereng

2.2. Model Universal Soil Loss Equation (USEL)

Universal Soil Loss Equation (USLE) adalah model matematis yang dikembangkan untuk memprediksi erosi tanah akibat curah hujan dan aliran permukaan (surface runoff) pada suatu lahan pertanian. USLE secara empiris

(30)

17

menghitung tingkat kehilangan tanah rata-rata tahunan jangka panjang dalam berbagai kondisi iklim, jenis tanah, karakteristik topografi, sistem pengelolaan tanaman dan praktik konservasi (LaRocque, 2013). Akan tetapi, USLE hanya memprediksi jumlah kehilangan tanah yang diakibatkan oleh erosi permukaan atau erosi pada lereng.

Ini tidak memperhitungkan kehilangan tanah tambahan yang mungkin terjadi, seperti erosi tebing, angin dan erosi pengolahan tanah.

USLE didasarkan pada data erosi tanah yang dikumpulkan sejak tahun 1930-an oleh United States Department of Agriculture (USDA) (saat ini disebut

"Natural Resources Conservation Service USDA"). dari percobaan petak erosi menggunakan simulator curah hujan. Tujuan utama model ini adalah untuk melestarikan lahan pertanian dari erosi dan penurunan produktivitas pertanian oleh kekeringan, erosi angin dan badai debu.

2.3. Aplikasi Model USEL

USLE adalah model prediksi erosi tanah secara empiris. Awalnya, USLE dulu dikembangkan terutama untuk estimasi erosi tanah di lahan pertanian atau topografi yang landai (Ganasri dan Ramesh, 2016). Namun saat ini, telah dikembangkan pada prediksi erosi berdasarkan penggunaan lahan. USLE menghitung erosi tanah sebagai produk dari enam faktor yang mewakili

(31)

18

curah hujan dan erosivitas limpasan (R), erodibilitas tanah (K), panjang lereng (L), kemiringan lereng (S), penutup lahan dan praktik manajemen lahan (C), dan pendukung praktik konservasi (P) (Renard dan Freimund, 1994). Persamaan empiris ini didasarkan pada analisis statistik, dengan model persamaannya sebagai berikut:

A = R K L S C P (2.1)

Keterangan : (A) adalah perkiraan kehilangan tanah (ton/ha/tahun), R adalah erosivitas curah hujan, K adalah faktor erodibilitas tanah, L adalah faktor panjang lereng, S adalah faktor kemiringan lereng, C adalah faktor manajemen tutupan lahan, dan P adalah faktor praktik konservasi.

Faktor erosivitas hujan(R)

Faktor erosivitas hujan (R) merupakan daya erosi hujan yang terjadi pada suatu wilayah atau erosivitas tahunan, yang dianalisis dengan menggunakan

persamaan:

R = 6,119 (rain)1,21(days)0,47(maxP)0,53 2.2 Keterangan :

R : Faktor erosivitas hujan bulanan rata-rata (KJ/ha/tahun)

Rain : Rata-rata curah hujan bulanan (cm) Days : Jumlah hari hujan rata-rata bulanan MaxP : Curah huan maksimum harian (cm)

(32)

19 Faktor erodibilitas tanah (K)

Erodibiltas tanah (K) merupakan tingkat kepekaan tanah terhadap proses erosi. Tekstur (pasir sangat halus, debu, liat), struktur tanah kandungan bahan organik dan permeabilitas merupakan faktor yang mempengaruhi erosi tanah (Arsyad, 2010).Untuk menghitung erodibilitas tanah dapat dihitung dengan persamaan:

100K = 2,713. 10−4(12 − a)M1,14+ 3,25(b − 2) + (c − 3) 2.3 Keterangan:

R : Erodibilitas tanah

M : Ukuran partikel (% debu+%pasir halus) A : Kandungan bahan organik, ketentuan

kandungan bahan organik >6% (tinggi-sangat tinggi), nilai 6 merupakan nilai maksimum yang digunakan

b : Kelas struktur tanah c : Kelas permeabilitas

Faktor Panjang dan Kemiringan Lereng (LS)

Faktor panjang lereng (L) dan faktor kemiringan lereng (S) dapat dintegrasikan dengan simbol LS, dapat dihitung dengan persamaan sesuai petunjuk Asdak (1995), yaitu:

S = (0,43 + 0,043 S2)/6,61 2.4 LS = L1/2 (0,0138 S2 + 0,00965 S + 0,00138) 2.5 Keterangan:

LS = Nilai faktor lereng dan kemiringan S = Kemiringan lereng aktual (%) S = Kemiringan lereng (%)

(33)

20

Indeks panjang dan kemiringan lereng merupakan hasal perkalian antara nilai faktor panjang lereng (L) dengan nilai faktor kemiringan lereng (S)

Selanjutnya faktor LS juga dapat dihitung dengan penggunaan data Digital Elevation Model (DEM) dengan persamaan sebagai berikut;

LS = (X * CZ/22,13)0,4 * (sin θ/0,0896)1,3 2.6 Keterangan :

LS = Faktor lereng X = Akumulasi aliran CZ = Ukuran pixel

θ = Kemiringan lereng (%)

Faktor tanaman penutup dan manajemen tanaman (C) Faktor C mengintegrasikan efek tutupan tanah, tutupan tanaman, tingkat produktivitas, lamanya periode pertumbuhan tanaman, praktik budaya, pengelolaan sisa tanaman, dan distribusi curah hujan. Penentuan faktor C untuk suatu lokasi bergantung pada bagaimana curah hujan erosif didistribusikan sepanjang tahun dan pada perlindungan tanaman, residu, dan praktik budaya yang diberikan ke tanah, terutama selama periode saat hujan.

Faktor C, pada dasarnya terdiri dari definisi tahapan pertumbuhan tanaman, mulai dari persiapan tanah, melalui penaburan hingga pemanenan dan perlakuan sisa tanaman, dan pengetahuan tentang distribusi erosivitas.

Umumnya nila C mengacu pada tabel hasil penelitian sesuai petunjuk Arsyad, (2010) dan publikasi hasil-hasil

(34)

21

penelitian yang sesuai kondisi yang terjadi di Indonesia, dan data lokal dapat digunakan untuk memperkirakan faktor ini sesuai prosedur.

Nilai faktor C untuk berbagai macam tanaman dan pengelolaan tanaman yang berasal dari berbagai penelitian disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Nilai faktor C pada pengelolaan tanaman

No Penggunaan lahan Nilai

Faktor C 1 Tanah terbuka tanpa tanaman 1,0 2 Hutan dan semak belukar 0,001 3 Savannah dan prairie dalam kondisi

baik 0,01

4 Savannah dan prairie yang rusak

untuk gembalaan 0,1

5 Sawah 0,01

6 Tegalan tidak dispesifikasi 0,7

7 Ubi kayu 0,8

8 Jagung 0,7

9 Kedelai 0,399

10 Kentang 0,4

11 Kacang tanah 0,2

12 Padi gogo 0,561

13 Tebu 0,2

14 Pisang 0,6

15 Akar wangi (sereh wangi) 0,4 16 Rumput bede (tahun pertama) 0,287 17 Rumput bede (tahun kedua) 0,002 18 Kopi dengan penuutup tanah buruk 0,2

19 Talas 0,85

20 Kebun campuran

Kerapatan tinggi 0,1

(35)

22

Kerapatan sedang 0,2

Kerapatan rendah 0,5

21 Perladangan 0,4

22 Hutan alam

Serasah banyak 0,001

Serasah sedikit 0,005

23 Hutan produksi

Tebang habis 0,5

Tebang pilih 0,2

24 Semak belukar padang rumput 0,3

25 Ubi kayu + kedelai 0,181

26 Ubi kayu + kacang tanah 0,195

27 Padi-sorghum 0,341

28 Padi-kedelai 0,417

29 Kacang+gude 0,495

30 Kacang tanah+ kacang tunggak 0,571 31 Kacang + mulsa jerami 4 t/ha 0,049 32 Padi + mulsa jerami 4 t/ha 0,096 33 Kacang tanah + mulsa jagung 4 t/ha 0,128 34 Kacang tanah + mulsa crotalaria 3

t/ha 0,136

35 Kacang tanah + mulsa kacang

tunggak 0,259

36 Kacang tanah + mulsa jerami 2 t/ha 0,377 37 Padi + mulsa crotalaria 3 t/ha 0,3877 38 Pola tanaman tumpang gilir + mulsa

jerami 0,079

39 Pola tanaman berurutan + mulsa sisa

tanaman 0,357

40 Alang-alang murni subur 0,001 41 Padang rumput (stepa) dan savana 0,001

42 Rumput brachiaria 0,002

Sumber : Sarief, (1985); Suripin, (2002); Arsyad, (2010)

(36)

23

Faktor Tindakan konservasi tanah (P)

Nilai P merupakan rasio antara erosi yang terjadi di bawah penggunaan praktik konservasi tanah tertentu dan yang terjadi di pada lahan budidaya. Tindakan konservasi tanah yang dimaksud adalah pengolahan tanah menurut garis kontur, praktik tanam dalam garis kontur dan terasering, selain itu yang menjadi pertimbangan penting diantaranya praktik konservasi seperti rotasi tanaman, pemupukan, dan penggunaan limbah. Faktor ini biasanya digunakan sebagai elemen untuk memperbaiki erosi yang terjadi pada kondisi penggunaan lahan tertentu, memungkinkan pemilihan tindakan konservasi yang paling tepat untuk menurunkan kehilangan tanah ke tingkat yang tidak mengurangi kapasitas produktif lahan, oleh karena itu merupakan suatu elemen diterapkan pada dasarnya untuk perencanaan konservasi pertanian penggunaan tanah. Seperti halnya faktor C, faktor P juga disajikan dalam bentuk tabel faktor P sesuai petunjuk Arsyad, (2010).

(37)

24

Tabel 2.2. Nilai faktor P untuk berbagai tindakan konservasi tanah

No Tindakan konservasi tanah Nilai Faktor P 1 Tanpa tindakan pengendalian erosi 1,00 2 Teras bangku

Konstruksi baik 0,04

Konstruksi sedang 0,15

Konstruksi kurang baik 0,35

Teras tradisional 0,40

3 Strip tanaman

Rumput bahia 0,40

Clotararia 0,64

Dengan kontur 0,20

4 Pengolahan tanah dan penanaman menurut garis kontur

Kemiringan 0-8% 0,50

Kemiringan 8 – 20% 0,75

Kemiringan > 20% 0,90

Sumber : Seta, (1987); Suripin, (2002); Arsyad, (2010)

Tabel 2.3. Nilai faktor P dan batas panjang lereng untuk penanaman dalam strip, kontur dan teras pada berbagai

kecuraman lereng

Kemirin gan

Penanaman dalam strip

Pengolahan menurut

kontur

Tera s

Lebar strip

(m)

Panjan lereng g mak

(m)

P

Panjan lereng g

mak (m)

P P

1 - 2 40 240 0,30 120 0,60 0,12 3 - 5 30 180 0,25 90 0,50 0,10 6 - 8 30 120 0,25 60 0,50 0,10 9 - 12 24 70 0,30 36 0,60 0,12 13 - 16 24 48 0,35 24 0,70 0,14 17 - 20 18 36 0,40 18 0,80 0,16 21 - 25 15 30 0,45 15 0,90 0,18 Sumber: Suripin, (2002)

(38)

25

Model USLE yang telah dibuat sesuai persamaam 2.1, dapat diuraikan secara skematis terhadap lima parameter sebagai berikut ini:

Gambar 2.1. Skema persamaan USLE ( sumber: dimodifikasi berdasarkan Suripin, 2002; Arsyad, 2010)

Gambar 2.1, bahwa diantara faktor-faktor R, K, L, S, C, P merupakan perkiraan numerik dari kondisi spesifik yang mempengaruhi tingkat keparahan erosi tanah di lokasi penelitian. Perkiraan faktor K, L dan S, didasarkan pada pengukuran yang dilakukan pada lereng "standar"

(kecuraman 9% dan panjang lereng 22,1 m atau 72,6 kaki). Kehilangan tanah (A) yang dihitung kemudian dapat dibandingkan dengan kehilangan tanah yang dapat ditoleransi yang merupakan jumlah maksimum tahunan tanah yang dapat dibuang sebelum produktivitas alami tanah jangka panjang dapat terpengaruh. Perbandingan

(39)

26

ini memungkinkan penentuan kecukupan tindakan konservasi dalam perencanaan pertanian. USLE juga digunakan untuk memandu perencanaan konservasi penggunaan lahan untuk kondisi non-pertanian seperti lokasi konstruksi.

Meskipun persamaan USEL cukup sederhana dan ketersediaan nilai parameter yang ada telah membuat model ini relatif mudah digunakan. Terdapat beberapa kelemahan model USLE yaitu model ini tidak responsif terhadap peristiwa, hanya memberikan perkiraan erosi tanah tahunan dengan mengabaikan proses curah hujan harian, limpasan harian, dan bagaimana proses-proses tersebut mempengaruhi erosi, serta terdapat heterogenitas input seperti tutupan vegetasi dan jens tanah (Merritt et al, 2003).

Model USLE tidak berbasis peristiwa dan dengan demikian tidak dapat mengidentifikasi peristiwa tersebut berlangsung, karena hanya dirancang untuk erosi rill, persamaan USLE tidak boleh digunakan untuk memperkirakan hasil sedimen cekungan drainase atau untuk memprediksi erosi parit atau tepian sungai (Morgan, 2009). Persamaan USLE dikembangkan khusus memperkirakan kehilangan tanah tahunan dalam jangka panjang, tidak dapat digunakan untuk memprediksi erosi dari kejadian yang bersifat parsial dan harus digabungkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi erosi yaitu curah hujan dan erosivitas limpasan (R), erodibilitas

(40)

27

tanah (K), panjang lereng (L), kemiringan lereng (S), penutup lahan dan praktik manajemen lahan (C), dan pendukung praktik konservasi (P).

Geographical Information System (GIS) merupakan alat yang memfasilitasi penggunaan USLE untuk memprediksi erosi dalam skala spasial. (Parveen dan Kumar, 2012; Oliviera et al., 2015). Aplikasi GIS memudahkan dalam pengolahan data yang beragam secara spasial dengan berbagai input data yang kompleks.

Dalam konsep GIS, GIS membagi daerah yang sangat luas ke dalam suatu grid yang sederhana (Jain dan Kothyari, 2000). Perpaduan atau integrasi antara konsep USLE dan GIS akan memudahkan dan sesuai untuk memprediksi erosi dalam skala spasial yang cukup luas.

Dalam mengaplikasikan SIG berbasis pixel yang dikombinasikan dengan model USEL faktor panjang dan kemiringan lereng menjadi masalah yang rumit. Aplikasi SIG memerlukan data Digital Elevation Model (DEM) untuk mendapatkan deskripsi faktor LS yang lebih spesifik dalam fixelnya. Terdapat beberapa formula dalam menentukan nilai faktor LS dalam SIG dengan mempertimbangkan heterogenitas lereng yang mengutamakan arah dan sistem akumulasi proses aliran dalam analisisnya. Proses prediksi yang digunakan terhadap nilai faktor LS akan memiliki perbedaan tingkat kelerengan pada bagian bawah dan atas. Nilai LS akan lebih tinggi pada asal terjadinya aliran yaitu pada bagian

(41)

28

atas, meskipun panjang dan kemiringan lerengnya persis sama.

Revised Universal Soil Loss Equation (RUSLE) merupakan pengembangan dari USLE dengan tujuan untuk memperkirakan lebih akurat kehilangan tanah baik dari tanaman maupun daerah padang rumput (Yoder et al., 2001). RUSLE mempertahankan struktur dasar USLE tetapi lebih dikembangkan dengan menggabungkan hasil penelitian dan pengalaman tambahan yang diperoleh dari hasil studi.

Analisis RUSLE digunakan untuk menghasilkan peta resiko erosi tanah, dan untuk mewakili hubungan antara berbagai faktor dan proses yang terjadi di lahan.

Nilai-nilai kuantitatif RUSLE menunjukkan jumlah kehilangan tanah ton/ha/tahun, Faktor topografi (LS) adalah faktor yang paling efektif mengendalikan erosi diikuti dengan faktor praktik konservasi tanah (P).

RUSLE dipilih untuk menilai tingkat erosi tanah karena beberapa alasan diantaranya; persyaratan data yang tidak terlalu kompleks atau terjangkau, model yang kompatibel dengan SIG, dan mudah dalam menerapkan dan memahami dari perspektif fungsional (Millward dan Mersey, 1999). RUSLE menganalisis bagaimana studi yang berbeda di seluruh dunia telah menyesuaikan persamaan tersebut dengan kondisi lokal.

(42)

29

BAB 3

EROSI TANAH

Konservasi tanah diartikan dalam arti yang lebih luas yang mencakup pengendalian erosi dan pemeliharaan kesuburan tanah (Young, 1989). Di bidang kehutanan dan pertanian, erosi tanah merupakan proses pengangkutan lapisan tanah atas oleh kekuatan fisik alami air dan angin dengan kecepatan yang lebih besar daripada yang terbentuk atau melalui kekuatan yang terkait dengan kegiatan pertanian seperti pengolahan tanah. Erosi menghilangkan lapisan tanah atas terlebih dahulu dan setelah itu lapisan yang kaya nutrisi tanah hilang, potensi tanah untuk menopang tanaman berkurang. Tanpa tanah dan tanaman, tanah menjadi seperti gurun dan tidak dapat menopang kehidupan. Erosi tanah adalah proses yang terjadi secara alami maupun faktor yang disebabkan oleh manusia yang mempengaruhi bentuk kehidupan yang berhubungan dengan produktivitas tanaman dan pendapatan petani.

Erosi tanah merupakan masalah lingkungan yang paling penting menjadi pusat perhatian karena mengancam banyak ekosistem di dunia. Lebih khusus lagi, daerah yang terganggu seperti di Indonesia yang memiliki curah hujan tinggi menunjukkan potensi yang

(43)

30

lebih besar dari proses pelepasan dan daya angkut tanah (Saygın et al., 2011). Dampak utama dari gangguan ini termasuk berkurangnya vegetasi, hilangnya tutupan permukaan oleh vegetasi yang membusuk, dan pemadatan tanah (Ravi et al., 2010).

Penggunaan/tutupan lahan mempengaruhi terjadinya intensitas limpasan permukaan dan erosi tanah (Chen et al., 2001; Wei et al., 2007). Pengelolaan yang tepat dari pola penggunaan/tutupan lahan dapat meningkatkan kualitas sifat fisik tanah, yang menyebabkan berkurangnya erosi tanah hingga batas ambang yang diperkenankan (Fu, 1989; Chen et al., 2003). Sifat fisik tanah yang lebih baik juga dapat secara positif mempengaruhi pembentukan vegetasi (Kosmas et al., 2000). Penggunaan lahan yang berbeda dan/atau sistem tutupan dapat menyebabkan perubahan pada sejumlah sifat fisik tanah dan proses erosi tanah (Costa et al., 2003).

Erosi tanah dapat diklasifikasikan menjadi dua tipe utama, yaitu erosi yang dipercepat (akselerasi) dan erosi geologi. Proses normal pelapukan adalah erosi geologi yang biasanya terjadi sebagai bagian dari mekanisme pembentuk tanah alami dengan kecepatan rendah di semua tanah. Hal tersebut, tidak terpengaruh oleh aktivitas manusia serta terjadi pada periode waktu yang lama. Proses yang dipengaruhi oleh erosi geologi yang lambat tapi konstan adalah perkembangan dan

(44)

31

disintegrasi batuan. Sebaliknya, pada erosi yang dipercepat, erosi tanah menjadi kecemasan utama dan tingkat ambang tertentu terlampaui oleh laju erosi dan kehilangan tanah melalui erosi melebihi pembentukan tanah yang disebut proses pedogenik. Kegiatan antropogenik seperti pertanian tebas bakar, penggembalaan intensif dan tidak terkendali, penggundulan hutan dan pembakaran biomassa serta pembajakan intensif merupakan faktor utama yang memicu terjadinya erosi tanah yang semakin cepat.

Tanah menjadi kurang produktif setelah hilangnya lapisan atas tanah yang subur bahkan dengan menerapkan input pertanian yang sama. Jadi, pengendalian dan pengelolaan erosi tanah sangatlah penting. Meskipun erosi tanah tidak dapat dihilangkan tetapi ada cara untuk meminimalkan erosi yang berlebihan dan dampak buruknya terhadap produksi pertanian. Luas dan efek erosi tanah terhadap hasil tergantung pada perkembangan profil tanah, pengelolaan tanah dan kondisi iklim.

Faktor utama yang terkait dengan erosi tanah dan air adalah praktik pengelolaan, jenis vegetasi, jenis tanah dan struktur tanah. Walupun daerah perbukitan yang memiliki lereng curam tidak terlalu rentan terhadap erosi air karena adanya hutan dengan kanopi tertutup secara permanen, tetapi tanaman subur yang ditanam di lereng curam lebih rentan terhadap erosi karena mengalami

(45)

32

gangguan atau alih fungsi lahan. penampungan air dan efisiensinya telah dipersingkat. Produktivitas daerah telah menurun karena pengangkatan lapisan tanah atas dan kerusakan infrastruktur hulu sungai. Di hilir, efisiensi sistem irigasi dan sistem pembangkit tenaga air telah berkurang akibat sedimentasi.

Jenis Erosi Tanah 1. Erosi Geologi

Erosi geologi terutama disebabkan karena fenomena alam. Dalam hal ini laju pembentukan tanah adalah sama dengan tingkat kehilangan tanah. Proses yang relatif lambat dan berkelanjutan yang sering luput dari perhatian.

2. Erosi yang Dipercepat

Erosi yang dipercepat merupakan erosi antropogenik atau manusia menjadi penyebab utama. Laju pembentukan tanah tidak sama dengan laju kehilangan tanah pada umumnya. Prosesnya cepat dibandingkan dengan erosi geologi.

Erosi yang dipercepat umumnya disebabkan karena aktivitas manusia. Salah satu penyebabnya karena sistem budidaya pertanian dilakukan di lahan miring atau perubahan vegetasi yang disebabkan oleh penggunaan lahan yang tidak mencerminakan kaidah

(46)

33

konservasi tanah dan air. Umumnya, erosi yang dipercepat merugikan.

Erosi yang dipercepat mengakibatkan pergerakan tanah lapisan atas (topsoil) dari lereng bukit ke dasar lembah yang mungkin sudah memiliki lapisan tanah lapisan atas yang memadai, atau ke sungai dan waduk.

Subsoil biasanya kurang baik untuk pertumbuhan tanaman dibandingkan dengan tanah lapisan atas karena berkurangnya nutrisi dan kapasitas menahan air.

Laju erosi tanah yang tinggi menyebabkan hilangnya bahan organik dan nutrisi tanaman dari tanah lapisan atas yang subur dan akhirnya menurunkan produktivitas tanaman dan berdampak kepada tingkat kehidupan petani yang mempengaruhi pendapatan.

(47)

34

Tabel 3.1. Erosi yang masih dapat diabaikan pada daerah beriklim sedang (Suripin, 2002) Sifat tanah dan substrak Erosi yang masih

dapat diabaikan (ton/ha/tahun)

Tanah dangkal di atas batuan 1,12 Tanah dalam di atas batuan 2,24 Tanah yang lapisan bawahnya

padat terletak di atas substrata yang tidak terkonsolidasi

4,48

Tanah dengan lapisan bawah yang permeabilitasnya lambat di atas substrata yang tidak terkonsentrasi

8,17

Tanah dengan lapisan bawah agak permeabel di atas substrata yang tidak terkonsolidasi

11,21

Tanah dengan lapisan bawah permeabel di atas substrata yang tidak terkonsolidasi

13,41

(48)

35

BAB 4

EROSI AIR

Pelepasan partikel tanah dari tempat asalnya karena pergerakan air disebut erosi air. Air dari limpasan, hujan, irigasi dan pencairan salju dapat menyebabkan erosi tanah tetapi air hujan adalah faktor utama yang menyebabkan pergerakan dan pelepasan partikel tanah.

Pengangkutan partikel organik dan anorganik tanah dengan air yang mengalir di sepanjang lereng kemudian diendapkan di badan air permukaan dan pada posisi lanskap yang lebih rendah dalam erosi air. Di daerah lembab di dunia yang ditandai dengan hujan badai berulang kali, bentuk erosi yang dominan adalah erosi angin. Masalah yang sama terlihat pada tanah yang gundul dan tidak memiliki vegetasi seperti di daerah kering dan semi kering yang memiliki curah hujan terbatas dalam bentuk badai hebat (hujan deras). Ada banyak jenis erosi air: erosi antar rill, splash, rill, parit, tepian sungai, dan erosi terowongan. Erosi antar aliran juga dikenal sebagai erosi lapisan dan percikan, tetapi keduanya berbeda dalam proses fluvial yang mendasarinya (Blanco dan Lal, 2008).

Erosi air pada tingkat tertentu tidak bisa dihindari.

Tetesan air hujan menghantam permukaan tanah, yang

(49)

36

mengalami proses dispersi dan kemudian memercik tanah dengan menggusur partikel dari lokasi aslinya. Erosi percikan dimulai dengan mengikis permukaan tanah oleh tetesan air hujan yang jatuh. Partikel tanah bergeser dari posisi semula setelah hantaman tetesan air hujan yang berhamburan dan memercik tanah. Tetesan jatuh memulai erosi percikan dengan memukul permukaan tanah. Percikan partikel tanah, pembentukan cekungan, dampak tetesan hujan termasuk dalam proses erosi percikan (Ghadiri, 2004). Momentum partikel hujan- tanah terbentuk setelah tetesan hujan jatuh ke permukaan tanah sebelum mengeluarkan energinya dalam bentuk percikan. Tetesan air hujan ini membentuk lubang atau rongga setelah menghantam tanah dengan berbagai bentuk dan ukuran. Proses erosi air sebagaimana disajikan pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Tetesan hujan jatuh ke permukaan tanah (b) dampak percikan tetesan hujan (c) proses

erosi air (sumber: Bashir et al., 2018; Esoma dan Tech, 2019).

(50)

37

Tingkat keparahan erosi air dipengaruhi oleh kemiringan, jenis tanah, kapasitas penyimpanan air tanah, sifat dasar batuan, tutupan vegetasi, serta intensitas dan periode curah hujan (Mclvor et al, 2014).

4.1. Erosi Percikan (flash erosion)

Erosi percikan merupakan dampak awal dari tetesan hujan yang jatuh di atas permukaan bumi. Tetesan hujan berperilaku seperti bom kecil saat jatuh di tanah terbuka atau tanah gundul, menggusur partikel tanah dan merusak struktur tanah.

Erosi percikan disebut juga erosi air pada tahap pertama yang disebabkan oleh dampak tetesan hujan pada permukaan tanah yang terbuka. Proses pengikisan titisan hujan terutama terjadi karena ketika tetesan hujan menghantam permukaan tanah terbuka membentuk kawah. Tanah yang terganggu dapat terangkut ke udara hingga ketinggian 50 hingga 70 cm tergantung pada ukuran tetesan hujan. Partikel tanah instan juga bergerak horizontal sejauh 1,45 m di atas permukaan tanah. Di tanah miring, lebih dari setengah partikel yang terangkut bergerak ke bawah bersama limpasan.

4.2. Erosi Lembaran (sheet erosion)

Erosi lembaran merupakan tahap kedua dari erosi air, dapat didefinisikan sebagai pemindahan atau gangguan tanah yang kurang atau lebih seragam dalam

(51)

38

bentuk lapisan tipis atau dalam bentuk “lembaran” oleh aliran air 'dari tanah miring. Erosi lembaran terjadi ketika intensitas curah hujan lebih besar dari infiltrasi.

Erosi lembaran adalah jenis erosi tanah yang tidak mencolok karena jumlah total tanah yang dibuang selama badai biasanya kecil. Dalam erosi lembaran, 2 proses erosi dasar terlibat. Dalam proses pertama, partikel tanah terlepas dari permukaan tanah melalui jatuhnya tetesan air hujan. Proses kedua adalah proses di mana partikel- partikel tanah yang terlepas diangkut oleh aliran permukaan dari tempat aslinya.

4.3. Erosi Rill (rill erosion)

Erosi rill dianggap sebagai tahap transisi antara erosi lembaran dan selokan, juga disebut erosi saluran mikro.

Erosi rill berukuran kecil dan dapat diratakan dengan proses pengolahan tanah.

Erosi Selokan (gully erosion)

Erosi selokan adalah tahap lanjutan dari erosi rill di mana saluran permukaan tanah telah terkikis ke titik saluran tersebut tidak dapat dihilangkan dengan operasi pengolahan tanah. Erosi selokan dapat menghilangkan sejumlah besar tanah, menghancurkan lahan pertanian, jalan dan jembatan secara permanen dan mengurangi kualitas air dengan meningkatkan beban sedimen di sungai.

(52)

39

(a) (c)

(b) (d)

Gambar 4.2. (a) Erosi percikan, (b) erosi lembaran, (c) erosi rill, (d) erosi selokan (Sumber: Aber et al., 2019)

Tahapan Pengembangan Jurang: Perkembangan parit dikenal melalui 4 tahapan

Tahap Formasi: pada tahap ini dilakukan pengikisan dan pendalaman saluran dari selokan terjadi. Biasanya berlangsung lambat di mana puncak tanah cukup tahan terhadap erosi.

Tahap Pengembangan: ini terutama menyebabkan pergerakan hulu dari kepala selokan dan selanjutnya pembesaran jurang dalam kedalaman dan lebar. Selokan

(53)

40

memotong ke cakrawala C tanah, dan bahan induknya dihilangkan dengan cepat saat air mengalir.

Tahap Penyembuhan: Pada tahap ini vegetasi mulai tumbuh di dalam parit. Tidak terjadi erosi yang berarti.

Tahap Stabilisasi: Pada tahap ini selokan mencapai gradien yang stabil, dan mencapai kemiringan yang stabil.

4.5. Erosi Tebing Sungai (stream bank erosion)

Pada erosi semacam ini, air yang mengalir mengambil material dari samping dan dasar sungai atau saluran air dan pemotongan tepi sungai. Ini terutama karena pemindahan vegetasi, penggembalaan berlebihan atau penanaman di daerah dekat tepi sungai.

4.6. Longsor/Erosi Slip (Landslide/Slip erosion)

Turunnya bongkahan besar (potongan, bongkah, massa, gumpalan, bagian) tanah akibat lereng curam (tajam, tiba-tiba, mendadak) disebut longsor. Longsor terjadi di lereng pegunungan bila kemiringan melebihi di atas 20% dan lebar 6 m. Tanah longsor didefinisikan sebagai gerakan ke arah luar dan ke bawah dari material pembentuk lereng, yang terdiri dari batuan alam, tanah;

timbunan buatan dan material lainnya. Penyebab utama tanah longsor adalah topografi wilayah dan struktur geologi, jenis batuan dan karakteristik fisiknya. Penyebab langsung dari longsor disebabkan oleh gempa bumi, atau curah hujan yang tinggi, yang terlalu menjenuhkan tanah

(54)

41

atau sebagian jalan. Namun, ini kecelakaan dan bukan penyebab mendasar.

Gambar 4.3. Bentuk longsor/ erosi slip

(55)

42

(56)

43

BAB 5

EROSI ANGIN

Erosi angin adalah erosi tanah oleh angin yang mengeluarkan partikel tanah, berpindah dari satu tempat ke tempat lain dan menyimpannya. Erosi angin disebabkan oleh aksi angin di permukaan tanah dan merupakan proses terbawa partikel-partikel halus tanah.

Menurut Hillel dan Hatfield, 2005) penyebab erosi adalah lepasnya dan pengangkutan tanah oleh curah hujan, limpasan, pencairan salju atau es, dan irigasi.

Beratnya erosi angin dipengaruhi oleh kecepatan angin, kondisi permukaan tanah, dan jumlah tutupan vegetasi. Seperti erosi air, erosi angin sangat dipengaruhi oleh jumlah tutupan vegetasi; oleh karena itu, setiap aktivitas yang menghilangkan vegetasi, seperti pertanian, deforestasi, atau proses degradasi lahan lainnya, dapat meningkatkan erosi angin. Erosi angin menciptakan masalah yang jauh dari titik permulaan dengan badai debu yang mengurangi kualitas udara di daerah perkotaan dan di negara-negara tetangga dalam beberapa kasus (Mclvor et al, 2014).

(57)

44

Erosi oleh angin, meskipun paling sering terjadi di daerah kering dan semi-kering. Itu terjadi sampai batas tertentu di daerah lembab juga. Erosi angin pada dasarnya adalah fenomena cuaca kering dan dipercepat, jika: (1) tanah gembur, kering dan terbagi halus; (2) permukaan tanah relatif halus dan tutupan vegetatif tidak ada atau jarang; (3) lapangan cukup luas; dan (4) angin cukup kuat untuk memulai pergerakan tanah. Angin mengambil tanah dari satu tempat dan mengendap di tempat lain. Jika tidak dilindungi, angin perlahan akan menghilangkan bahan organik, lumpur halus dan fraksi tanah liat yang meninggalkan pasir dan kerikil. Pemilahan ini menyebabkan tanah lebih mudah terkikis dan kurang produktif.

Meskipun angin telah aktif sebagai agen erosif sepanjang masa geologi, angin menjadi jauh lebih merusak karena metode penanganan tanah yang salah.

Seperti halnya erosi air, material tanah untuk diangkut oleh angin harus dikendurkan terlebih dahulu dari posisinya di permukaan tanah. Itu kemudian dapat diangkat, digulung atau dipantulkan di sepanjang permukaan tanah. Proses ini sebagian besar merupakan hasil dari turbulensi angin, terutama pusaran dan ketidakteraturan pergerakan angin. Turbulensi menambah komponen vertikal pada angin dan membuatnya lebih erosif. Kemampuan angin untuk memindahkan dan mengambil partikel tanah bervariasi dari persegi ke kubus kecepatannya.

(58)

45

BAB 6

TINGKAT BAHAYA EROSI DAN FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB

6.1. Tingkat Bahaya Erosi

Kombinasi USEL dan GIS telah diaplikasikan untuk menilai tingkat bahaya erosi pada kegiatan RHL di DAS kritis salah satu yang dimonitoring dan dievaluasi adalah DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah.

Gambar 6.1. Tingkat bahaya erosi sebelum RHL di DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

(59)

46

Bila laju erosi lebih tinggi dari pada laju erosi yang dapat dibiarkan serta lebih besar dari pada laju pembentukannya sehingga berangsur-angsur akan menipiskan tanah dan terjadi penyikapan bahan induk atau batuan, hal ini akan mempengaruhi produktivitas tanah sebagai layanan ekosistem bagi kehidupan manusia dan arganisme lainnya. Untuk menentukan nilai laju erosi yang dapat dibiarkan, digunakan standar yang berlaku di Indonesia yaitu sekitar 15-33 ton/ha/tahun atau 1,25-2,5 mm/tahun.

Berdasarkan perhitungan hasil erosi menggunakan kombinasi GIS dan model USLE diperoleh nilai erosi yang terjadi bervariasi dari sangat ringan sampai sedang terhadap semua tutupan lahan, baik sebelum RHL, saat RHL maupun sesudah RHL dilaksanakan.

Gambar 6.2. Tingkat bahaya erosi saat RHL di DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

(60)

47

Dari hasil analisis tingkat bahaya erosi dengan rata- rata kedalaman solum tanah > 90 cm, baik sebelum RHL, saat RHL dan sesudah RHL diketahui bahwa bahaya erosi terdapat 3 (tiga) tingkat bahaya erosi yaitu erosi sangat ringan (SR), erosi ringan (R) dan erosi sedang (S). Erosi sangat ringan berada pada penggunaan lahan hutan lahan kering primer, hutan lahan kering sekunder, pertanian lahan kering, pertanian lahan kering campur semak, sawah dan semak belukar pada lahan sebelum RHL, saat RHL dan sesudah RHL. Sedangkan erosi ringan berada pada penggunaan lahan perkebunan, pembuatan tanaman RHL 2017, pembuatan tanaman RHL 2018 pada lahan sebelum RHL, saat RHL dan sesudah RHL. Erosi sedang berada pada penggunaan lahan pemukiman, pembuatan tanaman RHL 2019 baik pada lahan sebelum RHL, saat RHL dan sesudah RHL.

Gambar 6.3. Tingkat bahaya erosi sesudah RHL di DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

(61)

48

Gambar 6.4. Tutupan Lahan DAS Uekuli, Tojo Unauna, Sulawesi Tengah

Erosi tanah sangat dipengaruhi oleh tutupan lahan atau tata guna lahan dan pengelolaan lahan serta topografi, sebagaimana yang terdapat pada gambar 6.4, setelah dilakukan overlay peta tutupan lahan bahwa hutan lahan kering primer mempunyai rata-rata laju erosi yang lebih kecil, yakni sebesar 0,79 ton/ha/thn. Hasil ground check pada lahan tersebut hutan masih mempunyai berbagai strata bentuk tajuk yang jelas (Gambar 6.4). Strata tajuk A, B, C, D, dan E lengkap berperan dalam meminimalisir kecepatan besarnya kinetik air hujan yang jatuh ke permukaan tajuk sehingga pada saat air hujan sampai pada strata tajuk paling bawah yaitu E, ukuran butir hujan menjadi jauh lebih kecil dan energi kinetik semakin berkurang. Meskipun lahan ini berada pada lereng yang curam tapi tidak mempunyai pengaruh yang signifikan. Seresah yang jatuh

(62)

49

pada permukaan tanah, juga berperan dalam melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan secara langsung serta dapat memperbaiki kapasitas infiltrasi tanah.

Lahan hutan kering primer sebagaimana dilihat pada Gambar 6.4 baik sebelum, saat dan sesudah RHL memiliki erosi yang lebih kecil dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya di DAS Uekuli, karena tanaman yang ada masih terjaga dengan baik dengan lahan di bawah vegetasi tertutup seresah yang tebal. Hal tersebut didukung oleh Nur’Saban, (2006), umumnya vegetasi hutan mampu mempengaruhi penurunan tingkat bahaya erosi dengan beberapa faktor diantaranya: 1) intersepsi air hujan oleh tajuk serta absorpsi lewat pengaruh air hujan, sehingga memperkecil erosi, 2) pengaruh terhadap limpasan permukaan, 3) kehidupan mikroorganisme dalam tanah, 4) transpirasi. Vegetasi pula bisa memperkecil aliran permukaan serta meningkatkan laju infiltrasi, tidak hanya itu pula penyerapan air ke dalam tanah diperkuat oleh transpirasi (penyerapan air lewat vegetasi).

Tingkat kemiskinan berhubungan langsung dengan erosi tanah di negara berkembang seperti Indonesia, India Pakistan dan Negara-negara berkembang lainnya. Tidak ada cara untuk mengukur praktik konservasi bagi petani miskin yang memiliki sumber daya terbatas. Risiko erosi tanah menurun dengan penghapusan penerapan praktik

(63)

50

konservasi dan dari tahun demi tahun produksi pangan dari hasil pertanian semakin menurun memaksa petani untuk menggunakan praktik eksploitasi berlebihan oleh pertanian subsistem.

Perubahan energi, pengendalian erosi, stabilisasi iklim dan pengendalian ekosistem adalah jasa ekosistem penting yang disediakan oleh hutan. Obat-obatan, kayu, pangan juga disediakan oleh kayu. Penyebab utama penggundulan adalah urbanisasi, dan penebangan yang tidak terkendali dan seringnya terjadi kebakaran dan perluasan pertanian ke lahan marjinal. Selain itu, meningkatnya permintaan produk pertanian telah tercipta insentif untuk mengubah hutan menjadi lahan pertanian dan padang rumput.

Tetesan hujan diserap ke dalam ruang pori tanah saat jatuh ke tanah. Ketika semua ruang pori tanah terisi dengan air, tanah menjadi jenuh dan air akan mengalir ke bawah sebagai limpasan permukaan. Air yang mengalir melalui proses limpasan permukaan akan mengangkut partikel tanah dan memulai proses erosi. Dengan meningkatnya intensitas hujan, limpasan meningkat dan gaya yang diberikan pada partikel tanah juga meningkat.

Dengan meningkatnya kemiringan lereng, kecepatan aliran dan gaya pada partikel tanah juga meningkat.

Tanah yang sedikit atau tidak memiliki vegetasi di permukaannya lahan lebih rentan terhadap erosi akibat aliran air. Jumlah curah hujan, kemiringan lereng,

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

c) bahwa Institut Teknologi Bandung sebagai perguruan tinggi teknik tertua dan terkemuka di Indonesia mempunyai tanggung jawab yang besar untuk turut

uc Use Case Manajer HRD Data Kriteria Data Karyawan Kontrak Login Sistem Data Penilaian Kinerja Pimpinan Logout Sistem Cetak Penilaian Kinerja Data User Rekomendasi

Jika kita bandingkan persamaan ini dengan persamaan (17.3) terlihat bahwa persamaan (17.5) ini adalah bentuk umum dari (17.3), yang akan kita peroleh jika kita

Meskipun eksistensi sejarah sebagai ilmu masih dipertentangkan oleh sebagian ilmuan, namun tetap tidak dapat dipungkiri, bahwa sejarah telah memberikan sumbangan yang sangat

Dengan mengetahui begitu pentingnya pemberian ASI eksklusif pada anak usia Todler untuk derajat kesehatan yang baik dan pertumbuhan serta perkembangan yang optimal,

Dari pernyataan ini, maka undang-undang pidana kita tidak mengenal ketentuan yang menyatakan bahwa seorang pembunuh akan dikenai sanksi yang lebih berat karena telah membunuh

Apakah struktur audit berpengaruh positif terhadap kinerja auditor. pada Kantor

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dengan menggunakan teori-teori yang mendukung, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah pengaruh produk