PENGARUH PENGGUNAAN ABU TERBANG TERHADAP KUAT
TEKAN DAN KUAT LENTUR
REACTIVE POWDER CONCRETE
Widodo Kushartomo, F.X. Supartono, Teddy Kurniawan
Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tarumanagara e-mail: widodo@untar.ac.id
ABSTRACT
Concrete is the most broadly used material in construction worldwide. One of the type of concrete is Reactive Powder Concrete that is a relatively new member of the high strength concrete family. The main purpose of the replacement of silica fume with fly ash and addition of fibers into a cement -based materials is to determine how much influence are fly ash and fibers toward Reactive Powder Concrete. In this work , the important parameters of Reactive Powder Concrete are compressive strength and modulus of rupture . The efficiency of using fly ash depends on the percentage value of fly ash and class of fly ash. This study uses a class C fly ash , the volume of fibers are 1%, and the percentage of fly ash are at 10 , 20 , 30 , 40 , and 50 . The investigation showed that the percentage of fly ash 30 results the best value of compressive strength , while the percentage of fly ash 10 results the best value of a modulus of rupture.
Keywords : reactive powder concrete , fly ash, fibers, compressive strength , modulus of rupture.
ABSTRAK
Beton adalah material yang sudah sering digunakan dalam konstruksi. Salah satu tipe beton adalah Reactive Powder Concrete yang tergolong baru dalam industri beton mutu tinggi. Tujuan utama dari penggantian silica fume dengan abu terbang dan penambahan serat ke dalam material berbasis semen adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh abu terbang dan serat terhadap Reactive Powder Concrete. Dalam penulisan ini, paramater-parameter penting dari beton Reactive Powder Concrete akan dibahas yaitui kuat tekan beton dan modulus of rupture. Efisiensi dari penggunaan abu terbang tergantung pada kadar persentase abu terbang dan kelas abu terbang. Penelitian ini menggunakan abu terbang kelas C, volume serat 1% dan persentase abu terbang sebesar 10, 20, 30, 40, dan 50. Hasil penelitian menunjukkan bahwa abu terbang dengan persentase 30 menghasilkan kuat tekan paling baik, sedangkan abu terbang dengan persentase 10 menghasilkan modulus of rupture yang paling baik.
Kata kunci: reactive powder concrete, abu terbang, serat, kuat tekan beton , modulus of rupture.
PENDAHULUAN
Reactive Powder Concrete (RPC) adalah material komposit yang berkekuatan ultra tinggi dan mempunyai keuletan yang tinggi. RPC merupakan beton yang tidak menggunakan agregat kasar, seluruh komponen penyusunnya berbentuk powder seperti semen, silica fume, pasir, quartz powder. Ciri utama RPC adalah penggunaan rasio air semen yang sangat rendah yaitu maksimum sebesar 0,20, sehingga untuk meningkatkan kinerjanya diperlukan super plasticizer dari jenis carboxylate. Karena kekuatan RPC sangat tinggi maka kedalamnya ditambahkan serat baja untuk meningkatkan keuletannya, dengan tidak adanya agregat kasar oleh para peneliti dianggap menjadi kunci untuk mengurangi
heterogenitas antara semen dan agregat [1].
Konsep awal RPC pertama kali
dikembangkan pada awal tahun 1990, oleh para peneliti di laboratorium Bouygues di Perancis.
Prinsip utama dalam
mengembangkan RPC menurut [1], adalah: a. Penggunaan material pozolan berupa
silica fume.
b. Meningkatkan keuletan dengan
menambahkan serat baja ke dalam adukan beton.
c. Pemberian tekanan untuk meningkatkan kepadatan adukan.
d. Melakukan perawatan dengan metode pemanasan (steam curing) untuk mencapai kekuatan yang tinggi.
e. Penggunaan superplasticizer dari jenis polimer untuk meningkatkan kinerja.
f. Menigkatkan homogenitas dengan cara penghapusan agregat kasar.
g. Meningkatkan kepadatan matriks dengan cara optimalisasi ukuran butir agregat.
Pada penelitian ini, silica fume yang biasa digunakan oleh peneliti untuk membuat RPC akan diganti sebagian atau seluruhnya dengan bahan pozolan lain yaitu abu terbang. Penggantian silica fume dengan abu terbang didasarkan pada pertimbangan bahwa abu terbang mudah didapatkan, cadangan melimpah, murah harganya, merupakan limbah dan apabila tidak dimanfaatkan akan mencemari udara dan tanah.
Menurut ACI 116R [2] , abu terbang adalah residu halus yang dihasilkan dari pembakaran batu bara yang diangkut dari tungku melalui boiler oleh gas buang, di Inggris dikenal sebagai serbuk abu bakar. ACI 116R mendefinisikan pozolan sebagai bahan yang mengandung silika (SiO2) dari jenis amorf yang sangat reaktif atau mengandung silika dan alumina (Al2O3), yang dengan sendirinya pozolan tidak mempunyai kemampuan mengikat seperti semen. Dalam ukuran yang sangat halus dan dengan kelembaban cukup, secara kimiawi pozolan dapat dengan mudah bereaksi dengan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) pada suhu normal membentuk senyawa kalsium silikat hidrat (C-S-H) yang memiliki sifat seperti semen [2]. Abu terbang merupakan salah satu jenis pozolan, dengan sifat seperti yang dijelaskan dalam ACI 116R tersebut, menjadikan abu terbang dapat digunakan sebagai bahan pengganti sebagian semen dan bahan tambahan untuk pembuatan beton. Secara umum reaksi pozolanik dijabarkan seperti rumus berikut ini [2],[3]: SiO2 + Ca(OH)2 + H2O C-S-HII
Abu terbang biasanya digunakan pada kadar 15% sampai 35% dari total massa semen. Proporsi yang lebih besar dari abu terbang dapat digunakan pada mass concrete guna mengurangi kemungkinan retak saat pendinginan, meningkatkan
ketahanan sulfat, mengontrol reaksi alkali, atau dapat digunakan dalam aplikasi lainnya [2].
Dalam penelitian ini, ada dua faktor yang akan ditinjau, pertama akan dilihat seberapa besar pengaruh penambahan abu terbang terhadap kuat tekan RPC. Kuat tekan beton digunakan untuk mengetahui besarnya gaya yang dapat ditahan oleh suatu beton hingga mencapai kondisi retak dan patah. Faktor kedua yang ditinjau adalah pengaruh penambahan abu terbang terhadap kuat lentur RPC. Kekuatan lentur RPC digunakan untuk mengetahui seberapa besarnya tegangan yang dapat ditahan oleh suatu beton hingga mencapai kondisi retak dan patah. Besar kecilnya kekuatan lentur tersebut dinyatakan dalam modulus of rupture yang dapat ditentukan besarannya dengan menggunakan tes third-point loading.
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mencari volume optimum abu terbang pada RPC, sehingga dapat meningkatkan kuat tekan dan kuat lentur.
Masalah yang akan dibahas dalam penelitian adalah:
a. Apakah abu terbang mempengaruhi kuat tekan dan kuat lentur RPC.
b. Apakah abu terbang dapat menggantikan penggunaan silica fume dalam pembuatan RPC.
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini material yang digunakan adalah agregat halus dengan ukuran butiran maksimum 0,6 mm, portland composite cement (PCC), abu terbang kelas C berasal dari pabrik kertas Tjiwi Malang, silica fume, quartz powder, superplasticizer, dan serat baja berukuran panjang 11,0 mm – 13,0 mm dengan diameter 0,10 mm – 0,12 mm. Benda uji untuk tes kuat tekan beton adalah silinder dengan diameter 75,0 mm dan tinggi 150,0 mm, sedangkan benda uji untuk tes kuat lentur beton adalah balok dengan panjang 350,0 mm, tinggi 100,0 mm, dan lebar 100,0 mm.
a. Faktor air semen ( fas ) : 0,2
b. Agregat halus : 1,5 massa semen
c. Silica fume :0,25 massa
semen d. Superplasticizer : 0,03 massa
semen
e. Quartz powder : 0,25 massa
semen f. Volume abu terbang : 10%, 20%,
30%, 40%, dan 50% terhadap massa semen g. Volume serat : 1,0% Terhadap volume total RPC
Metode pengujian benda uji:
a. Tes kuat tekan [4] terhadap benda uji silinder ukuran Ø7,5 cm x 15 cm.
b. Tes kuat lentur terhadap benda uji balok ukuran 35 cm x 10 cm x 10 cm dengan metode third-point loading [5].
Perhitungan Kuat Tekan f’c :
A F
... (1) Keterangan:
f’c : kuat tekan beton (MPa) F : gaya tekan (N)
A : luas bidang tekan (mm2) Perhitungan Modulus of Rupture
Jika balok retak dan patah tepat pada jarak sepertiga bentang, maka besarnya modulus of rupture adalah:
2 b.d
P.L :
R ... (2)
Jika balok retak dan patah bergeser sejauh 5% dari jarak sepertiga bentang, maka besarnya modulus of rupture adalah:
2 b.d 3P.a :
R ... (3)
Jika retak dan patah bergeser lebih dari 5% dari jarak sepertiga bentang, maka percobaan harus diulangi lagi.
Keterangan:
R : modulus of rupture (N/mm2)
P : beban terpusat hasil pencatatan dial (N) L : panjang perletakan (mm)
b : lebar balok (mm) d : tinggi balok (mm)
a : jarak antara garis retak atau patah ke perletakan terdekat (mm)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambar 1 memperlihatkan bahwa RPC yang menggunakan silica fume dengan kadar abu terbang 0% menghasilkan kuat
tekan paling maksimum, sehingga
penggunaan abu terbang belum mampu menggantikan silica fume. Ini terjadi karena kandungan SiO2 pada silica fume (98%) jauh lebih tinggi bila dibanding dandungan SiO2 abu terbang kelas C (50%). Hal ini menyebabkan reaksi antara senyawa
kalsium hidroksida Ca(OH)2 yang
merupakan produk hidrasi semen dengan senyawa silika yang ada pada abu terbang berlangsung lebih sedikit, sehingga terbentuknya kalsium silikat hidrat (C-S-H) juga menjadi sedikit. Senyawa C-S-H dari rekasi pozolanik inilah yang memberikan kekuatan tambahan pada beton dan meningkatkan kuat tekan beton [6].
Secara lengkap reaksi hidrasi dan reaksi pozolanik dituliskan sebagai berikut: C3S + H2O C-S-HI + Ca(OH)2 SiO2 + Ca(OH)2 + H2O C-S-HII
C3S merupakan komponen utama dalam semen yang disebut sebagai tri kalsium silikat (3CaO.SiO2), senyawa ini
merupakan sumber utama yang
menghasilkan C-S-H untuk menentukan kekuatan semen pada umur 0 – 14 hari [2].
Penggunaan abu terbang dengan kadar 30% memberikan kuat tekan paling
optimum dibanding dengan jumlah
di jelaskan bahwa selain digunakan untuk reaksi pozolanik, abu terbang juga berperan sebagai pengisi rongga yang terbentuk dalam RPC. Penggunaan abu terbang dengan kadar 40% dan 50%, menghasilkan kuat tekan RPC lebih kecil, ini disebabkan abu terbang yang berfungsi sebagai pengisi rongga dalam RPC jumlahnya berlebihan
sehingga sisanya menjadi pengotor yang akan menimbulkan rongga pada RPC dan menghalangi ikatan antar butiran, sedangkan untuk jumlah penggunaan abu terbang 10% dan 20% C-S-H yang dihasilkan lebih sedikit.
Gambar 1. Grafik Nilai Kuat Tekan Beton Peningkatan tegangan tarik maupun
kuat tekan pada beton RPC disebabkan
adanya penambahan serat pendek.
Penggunaan umum untuk menggambarkan pengaruh pembebanan pada material komposit berserat pendek, adalah model geser Lag. Pertama kali dikemukakan oleh Cox, 1952 [7]. Model geser lag menjelaskan distribusi tegangan geser elastik pada fiber seperti terlihat pada Gambar 2.
Fibre s t x serat 2r x R
Gambar 2. Skema Ilustrasi Distribusi Tegangan Tarik (σ) Dan Tegangan Elastis
Geser Antar Muka (τ) Pada Serat [8]. Tegangan tarik sx dan tegangan geser elastis antar muka tx yang didistribusikan ke fiber akibat pembebanan,
pada setiap serat gaya yang bekerja, terdistribusi sebagai tegangan tarik σ(x) dan tegangan geser τ(x). Jika panjang serat adalah l dan diameter d, pada kondisi setimbang gaya yang bekerja pada sebuah serat (Tf) dapat dituliskan sebagai sebuah persamaan [7]: f l/2 0 x 2 x .dσ T 4 π.d .dx π.d.τ
...(4)Ini yang mendasari nilai kuat desak RPC dengan serat didalamnya menjadi lebih besar dari pada tanpa serat.
RPC menggunakan serat baja ataupun tidak, penggunaan silica fume dengan kadar abu terbang 0% menunjukkan
modulus of rupture paling besar
dibandingkan dengan yang lainnya seperti di tunjukkan pada Gambar 3. Penggunaan abu terbang dengan kadar 10% menghasilkan modulus of rupture yang paling optimum dibanding jumlah penggunaan abu terbang lainnya. Secara umum, penggunaan serat
0 20 40 60 80 100 120 0 10 20 30 40 50 T egangan (N /m m 2)
Kadar Abu Terbang (%)
Tanpa Serat Serat
dengan volume 1% meningkatkan kuat tekan beton dan modulus of rupture. Penggunaan serat telah meningkatkan kuat
tekan beton sebesar 30,45 % dan modulus of rupture sebesar 65,27%.
Gambar 3. Grafik Nilai Modulus of Rupture KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut diatas kesimpulan dari penelitian ini adalah penggunaan silica fume menghasilkan kuat tekan dan kuat lentur yang lebih tinggi dari pada penggunaan abu terbang, sehingga penggunaan abu terbang belum mampu menggantikan silica fume. Penambahan abu
terbang dalam pembuatan RPC
mempengaruhi nilai kuat tekan dan kuat lentur, penggunaan abu terbang sebesar 30% terhadap berat semen menghasilkan kuat tekan paling optimum yaitu sebesar 59,697 MPa bila dibandingkan dengan jumlah penggunaan abu terbang lainnya. Demikian juga penggunaan abu terbang sebesar 10% terhadap berat semen dapat menghasilkan modulus of rupture optimum dengan nilai sebesar 8,919 N/mm2 dibandingkan dengan jumlah penggunaan abu terbang lainnya. Penambahan serat baja dalam RPC mempengaruhi nilai kuat tekan dan kuat lentur beton dimana terjadi peningkatan kuat tekan beton sebesar 30,45 % dan modulus of rupture sebesar 65,27%, bila dibandingkan RPC tanpa menggunakan serat baja.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Richard P. & Cheyrezy M., Composition of Reactive Powder Concretes, Cement Concrete Research Vol. 25 No.7., 1995. [2] Mindess, Sidney & Young, J. Francis.,
Concrete. New Jersey : Prentice-Hall Inc. 1981.
[3] American Concrete Institute Committee 232., Use of Fly Ash in Concrete. Detroit: American Concrete Institute., 1996.
[4] SNI-03-1974-1990., “Metode Pengujian Kuat Tekan Beton”, Standar Nasional Indonesia, Badan Standarisasi Nasional, Jakarta., 1990.
[5] ASTM C78., “Standard Test Method for Flexural Strength of Concrete (Using Simple Beams with Third-Point
Loading”, Annual Book of ASTM
Standard, vol 04.02, American Society for Testing and Materials, Philadelphia., 2002.
[6] Bhanja, Santanu and Sengupta, Bratish., Optimum Silica Fume Content and Its
mode of action on Concret, ACI
Materials Journal Sep- Oct. 2003.
5.883 5.489 5.324 4.714 3.655 4.296 9.723 8.919 8.560 8.443 7.715 8.111 0 2 4 6 8 10 12 0 10 20 30 40 50 Modulus O f R up ture (N /m m 2)
Kadar Abu Terbang (%)
Tanpa Serat Serat
[7] Bentur, A., and Mindess, S., Fibre Reinforced Cementitious Composites, Elsevier Applied Science, London., 1990.
[8] Hull, D. and Clyne, T. W., An Introduction to Composite Materials, Cambridge University Press, 1996.