PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA
BERBASIS METODE MONTESSORI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Disusun Oleh :
Y. TRI EGA ARDETA 101134170
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Penelitian persembahan karya sederhana ini kepada:
1. Tuhan Yesus Kristus, sahabat, guru dan teladan hidupku.
2. Bunda Maria, panutan hidupku.
3. Santa Yustina pelindung hidupku
4. Bapak dan Ibu yang sangat menyayangi aku
5. Mbak Tiwi, Mbak Yanti, Mas Sulis, Mas Kukuh, Angger yang
sangat mendukung aku.
6. Teman-teman seperjuanganku (Wulan, Ifah, Putri, Bherta, Ulfah
Rasti, Adit)
7. Bapak, Ibu Dosen PGSD Universitas Sanata Dharma
8. Teman-teman PGSD 2010 kelas B
9. Almamater Universitas Sanata Dharma.
Tanpa kehadiran kalian, penelitian karya ini tidak mungkin akan selesai dengan
v
MOTTO
Percayalah kepada Tuhan dengan segenap hatimu dan janganlah bersandar kepada
pengertianmu sendiri.
Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu.
(Ams 3:5-6)
Lamun siro banter, ojo nglancangi Lamun siro pinter, ojo ngguroni
Lamun siro landep, ojo natuni (NN)
Pangkat kuwi sampiran,
Bondo kuwi titipan,
Nyowo kuwi gaduan.
(Bapak)
Mengenal diri sendiri membuat kita berlutut dengan rendah hati
viii
ABSTRAK
Ardeta, Y. Tri Ega. (2014). Perbedaan Prestasi Belajar Siswa atas Penggunaan Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori.
Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya pendidikan matematika di Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Alat peraga yang digunakan adalah papan dakon bilangan bulat.
Penelitian ini adalah penelitian quasi-experimental dengan desain
nonequivalent control group design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas IV SD Karitas Nandan tahun ajaran 2013/2014. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV A sebagai sampel eksperimen dan siswa kelas IV B sebagai kelompok kontrol. Data penelitian diperoleh dari hasil pre-test dan
post-test yang dilakukan dengan menggunakan 10 soal essay yang telah diuji validitas, reliabilitas dan tingkat kesukarannya. Teknik pengumpulan data dilakukan menggunakan 2 cara yaitu dokumentasi dan observasi. Instrumen penelitian yang digunakan adalah soal tes dan lembar observasi. Teknik analisis data yang digunkana untuk menguji hipotesis adalah independent t-test dengan menggunakan bantuan Microsoft Excel dan Statistical Product & Service Solutions (SPSS). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Skor siswa pada kelompok eksperimen (M=31,55; SE=0,45) lebih tinggi daripada kelompok kontrol (M=30, SE=0,45). Perbedaan ini signifikan
t(34)=-2,218; p>0,5; dengan memiliki effect size sedang (r=0,35).
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori. Peneliti merekomendasikan alat peraga matematika montessori dapat digunakan oleh guru sebagai salah satu media pada pembelajaran matematika.
ix
ABSTRACT
Ardeta, Y. Tri Ega. (2014). The Differencess on academic achivement of math’s visual aid based on Montessori method. Yogyakarta. Sanata Dharma University.
This study was based on math educational condition in Indonesia that
hasn’t oriented on daily activity. Therefor Indonesia has low position for math
educational ini around the world. This study aims to find out the academic achievement differencess of using visual aid based on Montessori method. The visual aid is used for addiction and substraction integers in four grade students of elementary school.
This research is a quasi-experimental research using nonequivalent control group design. The population of this study are the first grade students in SD Karitas. Sample of this study are 4A with 18 students as the experimen group and 4B with 87 students as the control group. This study used data collecting such as documentation and observation.The data in this study are obtained by doing the pre test and post test use 10 questions that have been tested for their validity, reliability and level of difficulty. Data analysis technique is supported by Microsoft Excel and the Statistical Product and Service Solutions (SPSS).
The result of this study was in generally experiment group (M = 31,55; SE = 0,45) have the greather mean than control group (M = 30; SE = 0,45). The differences was significant t (34) = -2.218 and it has low effect size 0,35. The conclusion of this study shows that there is an the academic achievement differencess of using visual aid based on Montessori method. Researcher believe this visual aids is recommended to use in elementary math.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkatnya peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan judul “PERBEDAAN PRESTASI BELAJAR SISWA ATAS PENGGUNAAN ALAT PERAGA MATEMATIKA BERBASIS METODE MONTESSORI”. Skripsi ini disusun
untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan di Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan khususnya Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Keberhasilan peneliti dalam menyelesaikan karya ini
tidak lepas dari dukungan, bimbingan, dan kerjasama dari berbagai pihak, oleh
sebab itu pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma
2. G. Ari Nugrahanta, SJ., S.S., BST., M.A., Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
3. Catur Rismiati, S.Pd., M.A., Ed.D., Wakil Ketua Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sekaligus
dosen pembimbing I yang telah banyak membantu penyelesaian karya ini.
4. Andri Anugrahana, S.Pd., M.Pd., dosen pembimbing II yang telah
memberikan saran untuk perbaikan karya ini.
5. Agustinus Walidi, S.Pd., Kepala Sekolah SD Karitas Nandan yang telah
memberikan ijin untuk pelaksanaan penelitian di sekolah tersebut.
6. Dian Kartika Sabatini, S.Pd., Guru matematika kelas IV SD Karitas Nandan
yang telah memberi saran dan membantu pelaksanaan penelitian ini.
7. Siswa kelas IV A dan IV B SD Karitas Nandan yang telah bersedia
bekerjasama dalam penelitian ini
8. Bapak Leo Agung Sukardi dan Ibu Tatiana Suparini, Bapak dan Ibu peneliti
yang tanpa henti memberi doa dan dorongan moral maupun material kepada
peneliti sehingga karya ini dapat selesai dengan baik.
9. Mbak Maria Prastiwi Eko Ningrum, Mbak Elisabet Dwi Kurniyanti, Mas
xi
tercinta Hilarius Adrian Prasetyo yang selalu memberikan keceriaan kepada
peneliti.
10. Sahabat terhebat Maria Shinta, Elizabeth Septi P, Fransisca Novia,
Margaretha Sinar, Wulan Widyaningrum, Yohana Sitta PD yang selalu
mengembalikan senyum di tengah pengerjaan karya ini.
11. Vincentia Herdika, Yuli Prastiwi, Wulan W, Bhernadeta B, Fransiscus A,
Siti Cholifah, Ulfah Mayasari teman seperjuangan yang setia membantu
dalam suka dan duka dalam menyelesaikan karya ini.
12. Keluarga kos orange Dewi Ragil Pangesti, Theresia Esti, Maria Windriyani,
Novia Catur, Ardina Yullynta, Panggih Rucika, Pani Sulastri atas
kebersamaannya selama ini.
13. Teman-teman PGSD 2010 kelas B atas kebersamaannya selama ini.
14. Sekertariat PGSD yang membantu dalam administrasi dan keperluan untuk
menyelesaikan karya ini.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dan kelemahan dalam
pembuatan karya ilmiah ini. Peneliti sangat mengharapkan dan terbuka menerima
kritik dan saran dari semua pihak untuk penyempurnaan karya ini dikemudian
hari. Peneliti berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi mahasiswa
Universitas Sanata Dharma dan bagi semua pihak yang membutuhkannya.
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN... iv
MOTTO... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vii
ABSTRAK ... viii
A.Latar Belakang Masalah ... 1
B.Identifikasi Masalah ... 5
C.Batasan Masalah ... 5
D.Rumusan Masalah ... 6
E.Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
G.Definisi Operasional ... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A.Kajian Pustaka ... 9
B.Hasil Penelitian yang Relevan ... 28
C.Kerangka Berpikir ... 35
D.Hipotesis ... 36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 37
A.Jenis Penelitian ... 37
B.Desain Penelitian ... 37
C.Waktu dan Tempat Penelitian ... 38
D.Variabel Penelitian dan Data Penelitian ... 40
E.Populasi dan Sampel ... 42
F. Teknik Pengumpulan Data ... 43
G.Instrumen Pengumpulan Data ... 45
H.Teknik Pengujian Instrumen ... 48
I. Prosedur Analisis Data ... 65
J. Jadwal Penelitian ... 78
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 80
A.Deskripsi Penelitian ... 80
B.Hasil Penelitian... 83
C.Pembahasan ... 106
xiii
A.Kesimpulan ... 110
B.Keterbatasan Penelitian ... 110
C.Saran ... 111
DAFTAR REFERENSI ... 112
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1. Waktu Pengambilan Data ... 39
Tabel 3.2 Kisi-kisi instrumen tes sebelum validitas isi ... 46
Tabel 3.3 Lembar observasi ... 47
Tabel 3.4 Ketentuan pelaksanaan revisi instrumen ... 50
Tabel 3.5 Rekap penilaian soal pre-test dan post-test ... 53
Tabel 3.6 Rekap penilaian silabus ... 53
Tabel 3.7 Rekap penilaian RPP ... 54
Tabel 3.8 Ringkasan hasil validitas ... 58
Tabel 3.9 Hasil uji reliabilitas ... 60
Tabel 3.10 Penafsiran taraf reliabilitas suatu tes ... 60
Tabel 3.11 Kriteria Indeks Kesukaran ... 62
Tabel 3.12 Hasil uji indeks Kesukaran ... 62
Tabel 3.13 Kisi-kisi setelah uji validitas dan reliabilitas ... 64
Tabel 3.14 Hasil uji reliabilitas instrumen tes yang dipakai ... 64
Tabel 3.15 Kriteria Pengujian effect size... 76
Tabel 3.16 Jadwal Penelitian... 77
Tabel 4.1 Kegiatan saat penelitian ... 81
Tabel 4.2 Statistik deskriptif data penelitian ... 83
Tabel 4.3 Skor pre-test dan post-test... 84
Tabel 4.4 hasil uji normalitas skor pre-test kelompok kontrol ... 86
Tabel 4.5 hasil uji normalitas skor pre-test kelompok eksperimen ... 87
Tabel 4.6 data statistik skor pre-test ... 90
Tabel 4.7 Hasil uji homogenitas pre-test ... 91
Tabel 4.8 Hasil uji independent t-test skor pre-test ... 92
Tabel 4.9 Hasil uji normalitas skor post-test eksperimen ... 94
Tabel 4.10 Hasil uji normalitas skor post-test kontrol ... 95
Tabel 4.11 statistik group uji homogenitas post-test ... 97
Tabel 4.12 Hasil uji homogenitas skor post-test ... 99
Tabel 4.13 Hasil uji hipotesis ... 101
Tabel 4.14 Hasil uji paired t-test kelompok kontrol ... 105
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar alat peraga papan dakon ... 27
Gambar 2.2 Literature Map ... 34
Gambar 3.1 Desain Penelitian ... 38
Gambar 3.2 Rumus Product moment ... 56
Gambar 3.3 Rumus Cronbach alpha ... 59
Gambar 3.4 Rumus Indeks Kesukaran ... 61
Gambar 3.5 Rumus Kolmogorov smirnov ... 68
Gambar 3.6 Rumus Lavene’s test... 69
Gambar 3.7 Rumus Independent t-test ... 74
Gambar 3.8 Rumus Effect size ... 76
Gambar 3.9 Rumus Koefisien determinasi ... 76
Gambar 4.1 Diagram peningkatan pre-test dan post-test kelompok kontrol dan eksperimen ... 84
Gambar 4.2 P-P plot dan histogram data kelompok kontrol ... 88
Gambar 4.3 P-P plot dan histogram data kelompok eksperimen... 89
Gambar 4.4 P-P plot dan histogram data post-test eksperimen ... 96
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1: Surat Penelitian ... 116
Lampiran 2: Contoh perangkat pembelajaran sebelum validitas isi ... 119
Lampiran 3: Contoh komentar validitas isi ... 149
Lampiran 4: Contoh perangkat pembelajaran sesudah validitas isi ... 152
Lampiran 5: Contoh instrumen soal tes sebelum validitas isi ... 186
Lampiran 6: Contoh komentar validitas isi instrument penelitian ... 190
Lampiran 7: Contoh instrumen sesudah validitas isi ... 193
Lampiran 8: Hasil uji validitas muka ... 196
Lampiran 9: Contoh hasil pekerjaan siswa pada validitas kontruk ... 199
Lampiran 10: Tabulasi data mentah hasil uji validitas konstruk... 206
Lampiran 11: Analisis validitas kontruk dan reliabilitas ... 209
Lampiran 12: Contoh pekerjaan pre-test siswa kelompok kontrol ... 219
Lampiran 13: Contoh pekerjaan pre-test siswa kelompok eksperimen ... 223
Lampiran 14: Contoh pekerjaan post-test siswa kelompok kontrol ... 227
Lampiran 15: Contoh pekerjaan post-test kelompok eksperimen ... 231
Lampiran 16: Tabulasi data mentah pre-test dan post-test kelompok kontrol ... 235
Lampiran 17: Tabulasi data mentah pre-test dan post-test kelompok eksperimen ... 238
Lampiran 18 : Analisis skor pre-test dan post-test kelompok kontrol dan kelompok ekspeirmen ... 241
1
BAB I PENDAHULUAN
Bab I memberikan gambaran kepada pembaca mengenai landasan penelitian
ini. Pada bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, serta definisi operasional.
A. Latar Belakang Masalah
Dunia ini terus mengalami perkembangan. Perkembangan yang terjadi di
dunia meliputi berbagai aspek kehidupan. Perkembangan tidak hanya terjadi di
sekitar kita, namun di seluruh dunia. Perkembangan yang terjadi membuat dunia
ini tanpa batas dan menyatu, hal ini sering disebut dengan globalisasi (Sztompka,
2004: 101-102). Globalisasi memungkinkan informasi menyebar ke seluruh dunia
dengan cepat. Globalisasi menuntut kita untuk berkompetisi dengan seluruh
dunia. Hal yang mampu menyelamatkan kita dari globalisasi yang terus berjalan
adalah pendidikan.
Pendidikan dikatakan sebagai penyelamat karena dalam era globalisasi
pendidikan memiliki fungsi ganda (Miftahuddin, 2011: 3). Pertama
mempersiapkan manusia yang berkualitas dan mampu berkompetisi sesuai dengan
kemajuan ilmu dan teknologi, atau manusia yang mempunyai mental dan
sekaligus kesiapan kemampuan skill (profesional). Kedua dunia pendidikan
pentingnya peran pendidikan mendorong berbagai negara untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di negaranya.
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia. Pendidikan di Indonesia
tergolong masih rendah. Rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia diketahui
dari survei Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS).
TIMSS merupakan sebuah studi bertaraf internasional yang bertujuan mengukur
prestasi matematika dan sains negara peserta yang diselenggarakan empat tahun
sekali (Kemdikbud, 2011: 1). Hasil survei TIMSS pada tahun 2003 menunjukkan
bahwa Indonesia berada pada peringkat 37 dari 46 negara peserta. Pada tahun
2007, hasil survei menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat 35 dari
47 peserta (Kemendikbud, 2011: 1). Tahun 2011 yang lalu, Indonesia menduduki
peringkat 38 dari 42 negara anggota survei (Arora, 2011: 31). Hasil survei TIMSS
tahun 2003, 2007, 2011 tidak menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan.
Rendahnya pendidikan di Indonesia juga tampak dalam survei yang dilakukan
oleh Programme for International Student Assassment (PISA). PISA adalah
sebuah lembaga studi tentang literasi membaca, matematika dan sains yang
digelar setiap 3 tahun sekali (Kemdikbud, 2011: 1).
Pada tahun 2012 PISA melakukan survei dan Indonesia berada pada
peringkat 64 dari 65 negara yang disurvei (Kompas, 2012). Peringkat ke 64
menunjukkan bahwa Indonesia berada pada peringkat kedua terbawah. Survei
TIMSS dan PISA menggambarkan bagaimana kualitas pendidikan di Indonesia.
mengangkat sains dan matematika menunjukkan bahwa ilmu tersebut penting
dalam menunjang kehidupan manusia.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dapat meningkatkan
kemampuan berpikir dan berargumentasi, memberikan kontribusi untuk
menyelesaikan masalah sehari-hari dalam dunia kerja, serta memberikan
dukungan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Susanto, 2013:
185). Sebuah koran nasional juga menyatakan jika pembelajaran matematika
seharusnya berfungsi efektif di kehidupan sehari-hari sebagai warga negara yang
peduli, kontruktif, dan pandai bernalar (Kompas, 2011). Pendidikan matematika
di Indonesia dinilai masih terpusat untuk mempersiapkan siswa melanjutkan ke
pendidikan tersier (Kompas, 2011). Pendidikan tersier dapat diartikan sebagai
pendidikan tinggi (universitas). Peran matematika sangat penting dalam
kehidupan, maka selayaknya seorang individu memahami dan kemudian
mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Mata pelajaran matematika paling tidak diperoleh seorang warga negara
Indonesia pada pendidikan wajib yang ditentukan oleh negara. Pendidikan wajib
yang ditetapkan oleh pemerintah adalah pendidikan wajib 9 tahun. Pendidikan
wajib 9 tahun meliputi pendidikan di SD dan SMP, dimana rata-rata usia siswa
7-16 tahun. Suparno (2001: 70) menjelaskan bahwa pada usia 7-11 tahun seorang
anak berada pada tahap operasional kontret dimana sistem operasi berdasarkan
apa-apa yang kelihatan nyata/ konkret. Suparno (2001: 71) juga menjelaskan
bahwa tahap operasional formal sudah mampu berpikir secara deduktif, induktif
individu, maka yang menjadi masalah adalah ketika kita harus mengajarkan
matematika pada siswa yang masih berada pada tahap operasional konkret (siswa
SD), sedangkan matematika sendiri merupakan ilmu yang abstrak.
Pembelajaran matematika merupakan sebuah ilmu yang mengandung
berbagai macam pengetahuan abstrak (Susanto, 2013: 183). Pengetahuan abstrak
menuntut kita untuk menggunakan sebuah cara yang mampu mengubah
konsep-konsep umum menjadi sebuah konsep-konsep yang jauh lebih sederhana. Montessori
math materials enable child to manipulate and repeat the use of materials until he
can make his own abtraction out of his work (Lilard, 1997: 137). Pendidikan
berbasis metode Montessori menyediakan berbagai alat yang memungkinkan
seorang anak belajar dan menemukan konsepnya sendiri.
Pendidikan berbasis metode Montessori merupakan salah satu metode
pendidikan yang telah dikembangkan di berbagai negara. Metode ini
menggunakan berbagai macam alat peraga untuk belajar apapun. Seorang
pendidik asal Italia, dr. Maria Montessori memperkenalkan sebuah metode
pembelajaran yang dinilai sangat memperhatikan tahap perkembangan kognitif
siswa. Metode ini biasa disebut dengan metode Montessori. Gutek (2013: 75)
menjelaskan bahwa Montessori mendefinisikan pendidikan sebagai sebuah proses
dinamis dimana anak-anak berkembang menurut “ketentuan-ketentuan dalam”
dari kehidupan mereka, dengan “kerja sukarela” mereka ketika ditempatkan dalam
sebuah lingkungan yang disiapkan untuk memberi mereka kebebasan dalam
ekspresi. Montessori berpendapat bila seorang guru/ pendidik seharusnya tidak
hanya memandu, tetapi tidak memaksa anak untuk melakukannya. Pada metode
Montessori, anak bebas memilih bahan yang mereka kerjakan dan berproses dari
satu tingkat kerumitan menuju tingkat kerumitan yang lebih tinggi.
Pendidikan matematika di negara Indonesia masih tergolong sangat rendah.
Rendahnya kualitas pendidikan matematika dipengaruhi oleh kurangnya alat
peraga yang mampu menjembatani abstraksi siswa. Metode Montessori memiliki
berbagai alat peraga yang mampu menjadi jembatan antara pengetahuan yang
abstrak dengan perkembangan kognitif siswa. Masalah yang ada melahirkan
sebuah penelitian yang berjudul perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan
alat peraga matematika berbasis metode Montessori.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian ini mengungkapkan beberapa masalah yang menjadi dasar
munculnya penelitian ini:
1. Prestasi belajar matematika di Indonesia masih tergolong rendah
2. Materi matematika di SD termasuk materi yang abstrak
3. Siswa merasa sulit belajar matematika
4. Kurangnya penggunaan alat peraga dalam pembelajaran matematika
C. Batasan Masalah
Penelitian ini memiliki batasan-batasan untuk memfokuskan penelitian.
Peneliti hanya akan meneliti tentang perbedaan prestasi belajar siswa atas
penggunaan alat peraga matematika berbasis metode Montessori pada materi
penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat kelas IV semester 2. Materi ini
dan sangat abstrak bagi siswa. Prestasi yang akan diukur hanyalah aspek
kognitifnya saja.
D. Rumusan Masalah
Latar belakang masalah dan batasan masalah yang dikemukakan melandasi
rumusan masalah dalam penelitian ini. Rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah “Apakah ada perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga
matematika berbasis metode Montessori?”.
E. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini adalah mengetahui adanya perbedaan prestasi
belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis metode
Montessori.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi:
1. Siswa
Siswa memahami materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat serta
mendapatkan nilai yang baik pada materi tersebut.
2. Guru
Guru termotivasi dalam membelajarkan matematika dengan menggunakan
alat peraga yang mampu mengkonkretkan materi pembelajaran yang
abstrak.
3. Sekolah
Sekolah mempunyai tambahan koleksi buku bacaan/ referensi yang
4. Peneliti
Peneliti memperoleh pengetahuan baru mengenai alat peraga matematika
berbasis metode Montessori
G. Definisi Operasional
Definisi operasional berisi tentang istilah-istilah yang digunakan dalam
penelitian ini. Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini antara
lain:
1. Matematika adalah salah satu mata pelajaran di sekolah dasar yang
berhubungan dengan angka dan operasi bilangan (penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian).
2. Alat peraga adalah benda yang digunakan dalam pembelajaran untuk
membantu siswa dalam memahami materi pelajaran yang disampaikan oleh
guru.
3. Alat peraga matematika adalah alat peraga yang dipakai guru untuk
membantu siswa dalam memahami materi pelajaran matematika.
4. Metode Montessori adalah metode yang dikenalkan oleh Maria Montessori
dimana dalam belajar, kemampuan panca indera anak diasah serta mereka
mendapatkan kebebasan untuk menentukan pembelajaran.
5. Alat peraga Montessori adalah alat peraga yang memiliki spesifikasi; (1)
menarik, (2) bergradasi, (3) auto-correction, (4) auto-education, (5)
kontekstual.
6. Alat peraga matematika berbasis metode Montessori adalah alat peraga yang
Montessori yaitu menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education serta
kontekstual yang digunakan dalam pembelajaran matematika.
7. Prestasi Belajar adalah kemampuan kognitif siswa dalam menyelesaikan
berbagai macam variasi soal yang berkaitan dengan penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat.
8. Siswa SD adalah siswa yang berada pada jenjang sekolah dasar dengan
rentang usia 7-12 tahun.
9. Pre-test adalah kegiatan mengerjakan soal yang dilakukan pada awal
pembelajaran untuk mengetahui pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa.
10.Post-test adalah kegiatan mengerjakan soal yang dilakukan pada akhir
pembelajaran untuk mengetahui pengetahuan siswa setelah pembelajaran
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II mengungkapkan berbagai teori yang berhubungan dengan penelitian
ini, penelitian yang relevan, kerangka berpikir serta hipotesis penelitian. Kajian
teori membahas mengenai topik-topik yang berhubungan dengan penelitian ini.
Penelitian relevan berisi mengenai penelitian-penelitian yang pernah dilakukan
dan berhubungan dengan penelitian ini. Kerangka berpikir merupakan rumusan
konsep yang didapat dari berbagai tinjauan teori. Hipotesis penelitian merupakan
dugaan sementara yang terjadi pada penelitian.
A. Kajian Pustaka
Kajian Pustaka membahas mengenai teori-teori yang mendukung penelitian
ini serta penelitian-penelitian relevan yang pernah dilakukan.
1. Teori yang Mendukung
Teori-teori yang mendukung meliputi tahap perkembangan anak sekolah
dasar, metode Montessori, alat peraga matematika berbasis metode Montessori,
pembelajaran matematika, materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat,
dan prestasi belajar.
a. Tahap Perkembangan Anak Sekolah Dasar
Perkembangan diri anak tidak dapat disamakan satu dengan yang lain. Anak
sekolah dasar adalah anak dengan usia rata-rata 6-12 tahun, oleh karena itu dapat
berbeda-beda satu dengan yang lainnya. Penelitian ini akan menyoroti tahap
perkembangan anak menurut dua ahli yaitu Jean Piaget dan Maria Montessori.
Tahap perkembangan anak menurut Jean Piaget dibagi menjadi 4 tahap,
yaitu tahap sensori motor, tahap pra-operasional, tahap pra-operasional konkret,
dan tahap operasional formal (Suparno, 2001: 25). Tahap sensori motor adalah
dialami seseorang pada usia 0-2 tahun. Pada tahap sensori motor, inteligensi anak
didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadap lingkungan (Suparno, 2001: 26).
Tahap sensori motor meliputi beberapa periode seperti refleks, kebiasaan,
reproduksi kejadian yang menarik, koordinasi skemata, eksperimen, dan
representasi. Tahap kedua adalah tahap operasional konkret. Tahap
pra-operasional dialami seseorang pada usia 2-7 tahun. Pada tahap pra-pra-operasional
konkret mulai terlihat penggunan bahasa simbolis yang berupa gambaran dan
bahasa ucapan (Suparno, 2001: 67).
Tahap ketiga dalam tahap perkembangan menurut Piaget adalah tahap
operasional konkret. Tahap operasional konkret dialami seorang anak pada usia
8-11 tahun. Pada tahap operasional konkret dicirikan dengan pemikiran anak yang
sudah berdasarkan logika tertentu dengan sifat reversibilitas dan kekekalan
(Suparno, 2001: 86). Anak yang berada pada tahap operasional konret sudah dapat
berpikir menyeluruh dengan melihat berbagai unsur yang ada dalam waktu yang
sama. Tahap terakhir adalah tahap perkembangan kognitif menurut Piaget adalah
tahap operasional formal. Pada tahap operasional formal berkembanglah
(Suparno, 2001: 100). Tahap operasional formal dialami seorang anak pada usia
11 tahun ke atas.
Tahap perkembangan kognitif yang diungkapkan oleh Jean Piaget tidak jauh
berbeda dengan tahap perkembangan yang diungkapkan oleh Maria Montessori.
Tahap perkembangan anak menurut Maria Montessori dibagi menjadi tiga.
Hampir sama dengan Piaget, Montessori membagi tahapan berdasarkan usia anak
yaitu 0-6 tahun, 6-12 tahun, dan 12-18 tahun (Montessori, 2008: xxi). Tahapan
yang pertama (0-6 tahun) merupakan tahapan emas bagi seorang anak. Tahap ini
disebut sebagai tahap emas karena pada tahap ini anak mulai belajar berbagai hal
yang akan menjadi dasar kehidupannya. Pada tahap pertama ini anak mulai belajar
bergerak, keteraturan, kepekaan, serta bilangan. Tahap kedua berada pada usia
6-12 tahun. Pada tahap kedua, anak mulai peka terhadap hal yang bersifat logika
dan pembenaran. Anak yang berada pada tahap ini mulai berimajinasi,
berkelompok, ingin menampakan kekuatan fisiknya dan mengasah mental dan
moralitas. Tahap ketiga berada pada usia 12-18 tahun. Pada tahap ketiga seorang
anak akan mencari model untuk dijadikan acuan untuk diikuti.
Perkembangan yang diungkap oleh Piaget dan Maria Montessori
menegaskan bahwa anak pada usia 6/7 tahun sampai 11/12 tahun berada pada
tahap ketiga menurut Piaget dan tahap kedua menurut Montessori. Anak-anak
pada usia ini adalah anak yang pada umumnya belajar di sekolah dasar. Mereka
mulai belajar menggunakan logika yang bersifat reversibel dan kekekalan.
Pemikiran logis anak pada usia ini terbatas diterapkan pada benda-benda yang
b. Metode Montessori
Metode Montessor membahas mengenai sejarah metode Montessori dan
karakterisrik metode Montessori.
1) Sejarah Metode Montessori
Maria Montessori (1870-1952) adalah seorang dokter wanita Italia pertama,
namun ia sangat peduli dengan perkembangan pendidikan di Italia saat itu.
Montessori mendapatkan ide untuk mengembangkan metode pendidikan ini di
dasari oleh penemuan Edward Seguin (1812-1881) dan Jean Marc Gaspard Itard
(1775-1838) yang berhasil mendidik anak-anak yang terbelakang mentalnya
maupun yang memiliki cacat indera semi permanen. Montessori memulai metode
pedagogi eksperimental selama 2 tahun di Casa dei Bambini (Rumah Anak-anak)
yang diterapkan untuk anak-anak usia 3-6 tahun. Eksperimen yang baru dalam
tahap permulaan dan masih sementara, tetapi hasilnya sangat mencengangkan
diluar dugaan dan sudah bisa direalisasikan untuk praktek pendidikan anak secara
lebih luas. Montessori mencoba mengembangkan metode Itard dan Seguin untuk
mengajar membaca dan menulis pada anak-anak dengan mental terbelakang di
distrik-distrik kumuh di Roma dan menyertakan mereka untuk ujian bersama
dengan anak-anak normal dari sekolah negeri, dan ternyata hasilnya sangat sukses
(Montessori, 2002: 28-47).
2) Karakteristik Metode Montessori
Equally important are the children’s desire and opportunity to excercise
their wills in the classroom through choice of activity (Lillard, 1997: 4). Proses
dilakukannya dalam proses belajar. “It is apparent to me that independence is a
necessity if the children drive to develop is to be realized. It is equally apparent
that children are striving for this independence” (Lillard, 1997: 4). Metode
Montessori dapat disimpulkan sebagai sebuah metode yang memungkinkan
seorang siswa bekerja secara mandiri (sendiri) dan dapat memilih sendiri
aktivitasnya. Kelas yang menerapkan metode Montessori menyediakan berbagai
aktivitas mandiri yang dapat dipilih oleh siswa.
Standing (1957: 199) menggungkapakan istilah “teach, teaching, not
correcting”. Ajar, mengajar, dan tidak dikoreksi. Koreksi yang biasa dilakukan
oleh guru merupakan sebuah cara untuk mengetahui letak kesalahan siswa, namun
kesalahan yang ada pada pekerjaan siswa akan menimbulkan cacat mental pada
diri siswa itu sendiri. Cacat mental akan menyebabkan anak takut salah, oleh
sebab itu maka lebih baik bagi anak untuk menyadari kesalahannya sendiri.
Penerapan metode Montessori dalam kelas perlu memerhatikan hal-hal
seperti penataan ruang, pengamatan dan kebebasan individu (Hainstock, 1997:
10). Penataan ruang yang dimaksud adalah alat yang digunakan dalam
pembelajaran disesuaikan dengan karakter dan kondisi fisik anak, serta semua
harus aman untuk anak-anak. Pengamatan yang dimaksud oleh Hainstock adalah
semua kegiatan dalam pembelajaran menggunakan pengamatan untuk
menemukan pemahamanan anak. Kebebasan individu berarti bahwa anak belajar
secara sukarela dan tanpa paksaan, selain itu anak bebas memilih apa saja yang
Metode Montessori yang akan diterapkan dalam pembelajaran
membutuhkan alat peraga. Alat peraga merupakan salah satu ciri dari metode
tersebut. Montessori merancang dan membuat sendiri alat peraga sesuai dengan
hasil pengamatan dan juga mengacu pada alat yang dibuat oleh Itard dan Seguin
(Magini, 2013 : 46-50). Alat peraga yang dibuat oleh Montessori disesuaikan oleh
karakter fisik dan kognitif siswa.
Pemaparan di atas menunjukkan bahwa dalam pembelajaran Montessori
guru bukan sebagai pengajar namun sebagai direktris. Guru hanya
mengajarkannya dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengkoreksi
pekerjaannya sendiri. Metode Montessori menggunakan alat peraga untuk belajar
mandiri dan mengkoreksi pekerjaannya.
c. Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
Alat peraga matematika berbasis metode Montessori memaparkan mengenai
pengertian alat peraga matematika, alat peraga matematika berbasis metode
Montessori, serta karakteristik alat peraga matematika berbasis metode
Montessori.
1) Pengertian Alat Peraga Matematika
Suherman (2003: 138) mengungkapkan bahwa alat peraga terdiri dari dua
jenis yaitu media pembawa infomasi dan juga media/ alat yang digunakan untuk
menanamkan konsep kepada siswa seperti alat-alat peraga matematika.
Penggunaan alat peraga matematika akan menimbulkan beberapa keuntungan
seperti proses belajar mengajar termotivasi, konsep abstrak matematika tersaji
sekitar dengan pemahaman siswa, merangsang siswa untuk berpikir, merangsang
siswa menjadi aktif dan memecahkan masalahnya sendiri (Suherman, 2003: 243).
Keberadaan alat peraga dalam pembelajaran matematika akan sangat
memengaruhi pengetahuan yang diperoleh siswa.
Pembuatan dan pemilihan alat peraga sebaiknya memperhatikan bentuk,
warna, keawetan, karakter pengguna, serta konsep yang akan disampaikan
(Suherman, 2003: 244). Bentuk dan warna yang dipilih seharusnya adalah warna
yang menarik. Alat peraga yang dibuat harus tahan lama dan dapat digunakan dari
masa ke masa. Pembuatan alat peraga juga harus memperhatikan karakter
pengguna, apabila pengguna yang akan menggunakan adalah anak-anak maka alat
peraga dibuat tidak terlalu berat, dan sesuai ukuran fisik anak. Hal paling penting
dalam pembuatan alat peraga adalah kebenaran konsep yang akan disampaikan.
Pemaparan di atas dapat menggambarkan bahwa alat peraga matematika
merupakan bagian penting dalam pembelajaran matematika. Alat peraga juga
merupakan bagian dari media pembelajaran.
2) Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
Montessori (dalam Pitamic, 2013) mengungkapkan bahwa matematika
adalah konsep yang abstrak, sehingga untuk mengajarkan matematika kepada
seorang anak harus dibuat senyata mungkin. Alat peraga Montessori adalah salah
satu alat peraga yang dapat membuat materi menjadi lebih nyata. Alat peraga
Montessori mengemas materi menjadi lebih nyata dan sesuai dengan
“The Montessori math materials are not designed to “teach math” but to
aid the development of the mathematical mind: an exploring mind that
understand order,sequence, and abstraction, and has the ability to put
together what is known and arrive at a new creation. The materials
represent quantity and symbol, the desimal system, and four mathematical
operations, all in concrete form. They enable the child to manipulate and
repeat the use of materials until he can make his own abstraction out of
his own work” (Lilard, 1997:137)
Alat peraga matematika Montessori digunakan untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Pencapaian tujuan dilakukan dengan membiarkan anak bermain
dan memanipulasi alat peraga, sehingga nantinya ia akan menemukan konsep
pembelajarannya sendiri. Alat peraga Montessori tidak didesain untuk mengajar
matematika di dalam kelas, namun untuk mengembangkan pikiran matematika
anak. Oleh sebab itu, alat peraga Montessori dibuat menarik, sederhana, melatih
kemandirian, memberi kesempatan anak untuk mengeksplorasi dan memperbaiki
kesalahannya sendiri (Lilard, 1997: 11)
Pitamic dan Lilard memiliki kesamaan dalam berpikir. Kedua tokoh setuju
bila alat peraga Montessori bertujuan untuk mengkonkretkan materi matematika,
dan memperbaiki sendiri kesalahan yang dilakukan oleh siswa. Penelitian ini
sangat tepat memilih alat peraga matematika berbasis metode Montessori karena
alat peraga ini telah menjawab kebutuhan yang dipaparkan dalam latar belakang
3) Karakteristik Alat Peraga Matematika Berbasis Metode Montessori
Alat peraga Montessori memiliki 4 karakteristik yang meliputi menarik,
bergradasi, auto-correction, dan auto-education (Montessori, 2002: 170-176). Sub
bab ini akan membahas karakteristik alat peraga matematika itu satu demi satu.
Karakteristik pertama yang akan dibahas adalah menarik. Ketertarikan seseorang
anak terlihat ketika mereka melihat alat tersebut dengan spontan mereka akan
menyentuh, meraba, memegang, merasakan, dan menggunakannya sesuai dengan
fungsinya (Montessori, 2002: 174).
Karakteristik kedua yang harus dimiliki oleh alat peraga Montessori adalah
bergradasi. Bergradasi yang dimaksud adalah gradasi rangsangan yang terkait
dengan warna, bentuk, serta usia anak. Alat peraga yang bergradasi berarti alat
peraga ini dapat digunakan dalam berbagai usia perkembangan anak dengan
tingkat abstraksi pembentukan yang semakin kompleks. Karakteristik ketiga
adalah auto-correction. Auto-correction yang dimaksud adalah pengendali
kesalahan. Sebuah alat peraga yang memiliki karakteristik auto-correction akan
mendukung anak untuk mengetahui sendiri kegiatan yang dilakukannya benar
atau salah tanpa harus diberitahu oleh orang lain (Montessori, 2002: 171)
Karakteristik keempat yang dimiliki oleh alat peraga Montessori adalah
auto-education. Alat peraga harus diciptakan agar memungkinkan anak semakin
mandiri dalam belajar dan mengembangkan diri dan meminimalisir campur
tangan orang dewasa (Montessori, 2002: 172). Keempat karakteristik yang telah
Montessori. Alat peraga berbasis metode Montessori merupakan sebuah
pengembangan dari alat peraga Montessori.
Alat peraga matematika berbasis metode Montessori dibuat dengan
memperhatikan karakteristik yang telah dijabarkan. Selain empat karakteristik
yang telah diungkapkan, penelitian ini menambah satu karakteristik lagi yaitu
kontekstual. Kontektual ditambahkan sebagai salah satu karakteristik karena
lingkungan merupakan salah satu sumber tak terbatas untuk pembelajaran.
Kontekstual yang dimaksud adalah bahan-bahan pembuatan alat peraga berasal
dari lingkungan.
d. Pembelajaran Matematika
Pembelajaran matematika akan membahas mengenai pengertian matematika
serta tujuan pembelajaran matematika.
1) Pengertian Matematika
Matematika berasal dari bahasa Latin, manthanein atau mathema yang
berarti “belajar atau hal yang dipelajari (Susanto, 2013: 184). Matematika
mengandung aturan, penalaran yang jelas dan sistematis, serta memiliki
keterkaitan antar konsep yang kuat. Matematika merupakan ide-ide abstrak yang
berisi simbol-simbol, maka konsep-konsep matematika harus dipahami terlebih
dahulu sebelum memanipulasi simbol-simbol itu (Susanto, 2013: 183). Tinggih
(dalam Suherman, 2003: 16) menyatakan bahwa matematika merupakan
pengetahuan yang didapat melalui proses menalar. Russefendi (Suherman, 2003:
16) menyatakan bahwa matematika adalah hasil proses pemikiran seorang
menunjukkan bahwa matematika adalah ilmu yang abstrak dan membutuhkan
penalaran agar mudah diterima dengan logika berpikir manusia.
2) Tujuan Pembelajaran Matematika
Badan Nasional Standar Pendidikan (2006: 74) mengungkapkan bahwa
mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan
sebagai berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar
konsep dan mengaplikasikan konsep atau logaritma, secara luwes, akurat, efisien,
dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan
sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, meyususn
bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model
matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh, (4)
Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah, (5) Memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian,
dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Tujuan pembelajaran matematika pada pendidikan sekolah dasar adalah
supaya siswa dapat menggunakan matematika pada kehidupannya (Susanto, 2013:
189). Matematika sangat dekat dengan kehidupan kita. Penerapan ilmu
matematika nampak dalam kegiatan seperti jual beli dan pengukuran. Banyak
tujuan pembelajaran matematika yang diungkapkan, namun pada dasarkanya ilmu
e. Materi Penjumlahan dan Pengurangan Bilangan Bulat
Materi penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat merupakan salah satu
materi pembelajaran matematika kelas IV sekolah dasar. Materi penjumlahan dan
pengurangan bilangan bulat berada pada semester 2 dengan standar kompetensi
(SK) 5 menjumlahkan dan mengurangkan bilangan bulat. SK 5 terdiri dari 4
kompetensi dasar (KD), namun penelitian ini hanya akan menyoroti KD 5.2 dan
5.3. KD 5.2 yaitu menjumlahkan bilangan bulat dan KD 5.3 yaitu mengurangkan
bilangan bulat.
Muhsyeto (2010: 3.8) menyatakan bahwa bilangan bulat adalah bilangan
yang terdiri dari bilangan-bilangan yang bertanda positif (1,2,3,4,…), bilangan 0
(nol), dan bilangan-bilangan yang bertanda negatif (-1,-2,-3,…). Mengenalkan
konsep operasi hitung pada sistem bilangan bulat dapat menggunakan tiga cara
yaitu (1) tahap pengenalan konsep secara konkret, (2) tahap pengenalan konsep
secara semi konkret atau semi abstrak, (3) tahap pengenalan konsep secara abstrak
(Muhsyeto, 2010: 3.10). Penjumlahan dan pengurangan bilangan bulat
mengandung sifat-sifat penting yang perlu diketahui. Muhsyeto (2010: 3.27)
mengungkapkan bahwa sifat-sifat yang perlu diketahui adalah: (1) Sifat tertutup,
(2) Sifat pertukaran, (3) Sifat pengelompokan, (4) Sifat bilangan nol, (5) Sifat
Invers penjumlahan.
f. Prestasi Belajar
Penjelasan mengenai prestasi belajar akan membahas mengenai teori
belajar, pengertian belajar, pengertian prestasi belajar serta faktor-faktor yang
1) Teori Belajar
Dunia pendidikan banyak mengenal teori-teori pendidikan. Beberapa contoh
teori pendidikan diungkapkan oleh tokoh-tokoh seperti Bruner dan Ausubel. Teori
dari kedua tokoh tersebut akan dibahas lebih mendalam dalam penelitian ini.
Tokoh pertama adalah Bruner. Bruner mengungkapkan teori belajar penemuan
(Slameto, 2010: 11). Belajar penemuan berarti seorang anak belajar menemukan
sendiri pemecahan masalah yang dihadapinya, sehingga pengetahuan itu
diperolehnya secara mandiri (Dahar, 2011: 84). Seseorang yang menemukan
sendiri pengetahuannya akan terus mengingat pengetahuan itu dalam jangka
waktu yang lama (belajar bermakna).
Hampir senada dengan Bruner, Ausubel juga mengungkapkan jika belajar
penemuan dapat menjadi faktor belajar bermakna. Ausubel menambahkan teori
yang dikemukakan oleh Bruner. Ausubel mengungkapkan bahwa jika belajar
bermakna tidak hanya melalui belajar penemuan, namun juga melalui belajar
penerimaan (Dahar, 2011: 95). Belajar penerimaan yang dimaksud adalah
pelajaran yang diterima atau dihafalkan serta mengkaitkan konsep hafalan
tersebut.
Bruner dan Ausubel merupakan dua tokoh yang saling berhubungan dalam
merumuskan teorinya. Pemaparan tentang teori Bruner dan Ausubel menunjukkan
bahwa salah satu hal yang dapat membuat anak ingat dengan pembelajaran dalam
waktu yang lama adalah belajar bermakna. Salah satu faktor yang dapat
mendukung pembelajaran bermakna adalah belajar penemuan. Penemuan yang
2) Pengertian Belajar
Bell- Gredler (dalam Wiranataputra, 2008: 1.2) mengungkapkan bahwa
belajar merupakan proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka
ragam competencies, skills, dan attitudes. Belajar merupakan suatu proses yang
berjalan terus menerus, dan selama manusia hidup, manusia akan terus belajar.
Competencies (kemampuan), skill (keterampilan), dan attitudes (sikap) yang
dimaksud pada pengertian belajar di atas adalah kemampuan yang diperoleh
secara bertahap dan berkelanjutan dari bayi sampai masa tua dan merupakan
proses sepanjang hayat. Wiranataputra (2008: 1.9) menjelaskan ciri-ciri belajar
adalah (1) belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri
individu, (2) perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman, (3) perubahan
tersebut relatif menetap.
Gagne menjelaskan bahwa belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses
di mana suatu organisme berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman
(Susanto, 2013: 1). Senada dengan Gagne, E.R. Hilgard (dalam Dahar, 2011: 43)
mengungkapka belajar adalah suatu perubahan kegiatan yang dimaksud mencakup
pengetahuan, kecakapan, tingkah laku, dan ini dipengaruhi melalui latihan/
pengalaman (Susanto, 2013: 3). Hintzman (dalam Syah, 2012: 65) menjelaskan
bahwa belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi dalam diri organisme,
manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi
tingkah laku organisme tersebut.
Pengertian-pengertian belajar yang disampaikan oleh beberapa ahli tersebut
dan menghafalkannya. Belajar lebih diartikan sebagai sebuah proses yang dialami
seorang individu berdasarkan pengalaman. Pengalaman dijadikan sebuah dasar
atau pemacu, sehingga membuat kita menjadi seorang individu yang jauh lebih
baik daripada kemarin.
3) Pengertian Prestasi Belajar
Kamus Umum Bahasa Indonesia (2008: 218) menyatakan pengertian
prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilakukan, dikerjakan dsb). Prestasi
belajar dapat diartikan sebagai hasil yang dicapai oleh seseorang setelah
melakukan sebuah proses perubahan tingkah laku yang didasarkan pada
pengalaman/ latihan. Hasil belajar merupakan kemampuan yang diperoleh anak
setelah melalui kegiatan belajar (Susanto, 2013: 5). Senada dengan Susanto,
Arifin (2009: 12) mengungkapkan bahwa prestasi belajar adalah hasil usaha
belajar yang pada umumnya berkenaan dengan pengetahuan. Sudjana
menyebutkan jika prestasi belajar sama dengan hasil belajar (Arifin, 2013: 2).
Pemaparan di atas dapat disimpulkan bila prestasi belajar merupakan hasil
belajar seorang siswa yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor.
Prestasi belajar juga dapat dikatakan sebagai tujuan dalam sebauh proses
pembelajaran. Seorang guru memiliki tujuan belajar yang harus dicapai dalam
sebuah proses pembelajaran. Seorang siswa dapat dikatakan berprestasi ketika ia
dapat mencapai tujuan yang ditentukan oleh guru. Seorang siswa akan mengetahui
hasil belajarnya dengan menggunakan alat evaluasi. Evaluasi merupakan cara/ alat
yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh tujuan belajar dicapai oleh
4) Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar
Gestalt mengungkapkan jika hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua hal
yaitu siswa sendiri dan lingkungannya (Susanto, 2013: 12). Diri siswa sendiri
mempengaruhi prestasi belajar ketika dikaitkan dengan kemampuan berpikir,
motivasi, minat, serta kesiapan belajar. Lingkungan merupakan hal-hal diluar diri
sendiri yang berpengaruh terhadap diri kita. Lingkungan yang berpengaruh
terhadap prestasi meliputi sarana dan prasarana, guru, serta sumber belajar.
Pendapat yang hampir sama dengan Gestalt diungkapkan oleh Wasliman
(2007: 158), yang menyatakan bahwa hasil belajar adalah interaksi antara faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi. Sekolah merupakan salah satu faktor
yang ikut menentukan hasil belajar siswa. Semakin tinggi kemampuan belajar
siswa dan kualitas pengajaran pada suatu sekolah, maka semakin tinggi pula hasil
belajarnya. Berdasarkan penjelasan yang diungkapan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan jika prestasi belajar dipengaruhi oleh semua hal yang berhubungan
dengan diri kita.
Ahmadi (dalam Hapsari, 2005: 75) mengungkapkan bahwa faktor-faktor
yang mempengaruhi prestasi belajar terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi faktor jasmani, faktor psikologis, faktor
kematangan fisik maupun psikis. Faktor eksternal meliputi faktor sosial, faktor
budaya, faktor lingkungan fisik, faktor spiritual dan keamanan. Faktor eksternal
merupakan faktor yang dapat didongkrak demi tercapainya prestasi belajar yang
Penelitian ini menggali faktor eksternal demi tercapainya prestasi belajar
yang maksimal. Ahmadi (dalam Hapsari, 2005: 76) mengungkapkan bahwa salah
satu faktor eksternal adalah faktor sosial. Faktor sosial terdiri atas lingkungan
keluarga, lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, lingkungan kelompok.
Penelitian ini akan menggali lebih jauh tentang lingkungan sekolah sebagai faktor
eksternal. Slameto (2010: 64) mengungkapkan bahwa faktor sekolah terdiri dari
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan guru,
disiplin sekolah, alat pengajaran, waktu sekolah, standar pelajaran di atas ukuran,
keadaan gedung, metode belajar, dan tugas rumah. Begitu banyak faktor sekolah
yang ada, penelitian ini hanya mengambil satu faktor dari faktor sekolah yaitu alat
pengajaran.
Alat pengajaran merupakan alat yang dipakai oleh guru pada waktu
mengajar dan dipakai pula oleh siswa untuk menerima bahan yang diajarkan itu.
Alat pengajaran yang lengkap dan tepat akan memperlancar penerimaan bahan
pelajaran dan menguasainya. Banyak sekolah yang masih kurang menyediakan
alat pelajaran dalam jumlah dan kualitas yang sesuai (Slameto, 2010: 68). Slameto
juga mengungkapkan jika alat pelajaran yang baik diperlukan agar guru dapat
mengajar dengan baik, sehingga siswa dapat menerima pelajaran dengan baik.
Alat pengajaran adalah alat yang digunakan dalam proses belajar mengajar
untuk merangsang pikiran, perasaan, minat dan perhatian siswa secara dan sangat
berguna untuk memperlancar proses pembelajaran (Sumiati, 2007: 82). Alat
pengajaran dapat pula dikatakan sebagai alat peraga. Alat peraga dapat menjadi
Alat peraga matematika yang baik memiliki beberapa kriteria. Kriteria alat
peraga menurut Rohayati (2010: 3) antara lain: (a) memperjelas konsep secara
tepat, (b) menarik, (c) tahan lama, (d) multi fungsi (dapat digunakan untuk
memperjelas berbagai konsep), (e) ukuran sesuai dengan siswa, (f) murah dan
mudah dibuat, (g) mudah digunakan. Berbagai kriteria alat peraga yang baik
setidaknya dimiliki oleh sebuah alat peraga yang akan membantu pembelajaran di
dalam kelas.
g. Alat Peraga Berbasis Metode Montessori Papan Dakon
Alat peraga matematika berbasis metode Montessori papan dakon yang
untuk selanjutnya disebut papan dakon merupakan alat peraga yang akan
digunakan dalam penelitian ini. Papan dakon merupakan sebuah pengembangan
alat peraga matematika dengan memperhatikan karakteristik yang dipaparkan oleh
Montessori. Papan dakon adalah modifikasi dari permainan dakon yang
merupakan permainan tradisional dan dikenal di berbagai negara. Gambar dari
alat peraga matematika berbasis metode Montessori dapat dilihat pada gambar
Gambar 2.1
Gambar Alat Peraga Papan Dakon
Gambar 2.1 merupakan alat peraga yang matematika berbasis metode
Montessori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Alat peraga ini merupakan
alat peraga pengembangan yang menerapkan karakteristik alat peraga Montessori.
Karakteristik pertama yang dimiliki adalah menarik. Alat peraga ini merupakan
sebuah pengambangan dari permainan dakon yang biasa dimainkan oleh
anak-anak. Belajar dengan permainan akan menarik perhatian siswa. Karakteristik
kedua yang digunakan dalam alat peraga ini adalah bergradasi. Alat peraga ini
dapat digunakan untuk mempelajari dua hal sekaligus yaitu penjumlahan bilang
bulat dan pengurangan bilangan bulat. Penjumlahan dan pengurangan bilangan
bulat merupakan KD yang berbeda, oleh sebab itu maka alat peraga ini dapat
Karakteristik ketiga yang dimiliki oleh alat peraga ini adalah
auto-correction. Alat peraga papan dakon memiliki kartu soal dimana pada bagian
belakang terdapat jawaban dari soal itu sendiri. Keberadaan jawaban pada bagian
belakang kartu soal memungkinkan siswa untuk mengkoreksi sendiri jawaban
yang diperoleh. Karakteristik keempat adalah auto-education. Auto-education
yang dimaksud adalah kemandirian. Belajar dengan menggunakan alat peraga
papan dakon membuat anak lebih mandiri. Anak akan berusaha menemukan
jawaban sendiri dengan mengikuti langkah-langkah yang ada dan akhirnya juga
akan mengkoreksi sendiri jawaban yang telah ditemukannya. Karakteristik
terakhir adalah kontekstual. Kontekstual yang dimaksud dalam penelitian ini
adalah berasal dari lingkungan. Alat peraga ini dibuat dari kayu mahoni. Kayu
manohi merupakan kayu yang mudah ditemui dan harga jualnya murah. Alat
peraga ini juga mudah diduplikasi sehingga memudahkan seseorang untuk
menggunakannya dalam pembelajaran.
B. Penelitian Relevan
Wahyuningsih, Indah (2011) meneliti tentang pengaruh model pendidikan
Montessori terhadap hasil belajar matematika siswa. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen dengan rancangan penelitian Two
Group Randomized posttest only. Penelitian ini menggunakan teknik cluster
random sampling untuk mengambil sampel penelitian. Setelah mendapatkan
perhitungan menggunakan uji-t, maka dapat diketahui jika nilai thitung= 7,35
sedangan ttabel= 0,1667. Karena thitung > ttabel, maka Ha diterima yang berarti ada
Montessori dan menggunakan model pendidikan konvensional. Penelitian ini
dilakukan di SDN Jati Asih 3 Bekasi pada kelas 4 semester genap tahun ajaran
2010/2011 pada materi pecahan. Penelitian ini menggunakan metode quasi
eksperimen karena peneliti dapat mengkontrol variabel-variabel yang berkerja
dalam penelitian ini. Peneliti mengambil penelitian ini sebagai salah satu
penelitian yang relevan karena penelitian ini juga menggunakan pendidikan
Montessori sebagai dasar untuk berpijak, selain itu penelitian ini juga membahas
tentang matematika yang juga akan menjadi bahasan utama dalam penelitian ini.
Rithaudin, Ahmad (2007) menulis artikel yang berjudul Adaptasi Metode
Montessori sebagai Metode Pembelajaran Pendidikan Jasmani di Taman
Kanak-kanak dan sekolah dasar. Metode Montessori adalah sebuah metode pendidikan
bagi anak yang dalam penyusunannya berdasarkan pada teori perkembangan anak.
Karakteristik dari metode ini adalah menekankan pada aktivitas yang
dimunculkan oleh diri anak dan menekankan pada adaptasi lingkungan belajar
anak pada level perkembangannya, dan peran dari aktivitas fisik dalam menyerap
konsep pembelajaran dan kemampuan praktis. Metode montessori mempunyai
beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode tradisional. Akan tetapi
untuk bisa dilaksanakan secara optimal sebagai metode pembelajaran dalam
pendidikan jasmani, ada beberapa hal yang perlu dikembangkan lebih lanjut,
diantaranya yaitu unsur aktivitas fisik yang dilakukan anak. Pada pendidikan
jasmani di TK maupun SD aktivitas gerak dasar fundamental sangatlah diperlukan
untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan anak. Pelaksanaan aktivitas ini
melaksanakan aktivitas ini dengan baik, sehingga tujuan pembelajaran dari aspek
psikomotor dan fisik, afektif serta kognitif bisa tercapai. Peneliti mengambil
artikel ini, karena memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan.
Artikel ini membahas mengenai metode Montessori yang juga akan digunakan
dalam penelitian. Artikel ini juga membahas mengenai siswa SD yang juga akan
menjadi subjek dalam penelitian.
Halawa, Melitina (2010) menulis sebuah skripsi yang berjudul
Meningkatkan Minat Serta Prestasi Belajar dalam Pembelajaran Matematika
Pokok Bahasan Penjumlahan dengan Mengunakan Alat Peraga Pada Siswa Kelas
2 SDK Sorowajan Yogyakarta Tahun Pelajaran 2010/2011. Penelitian ini
merupakan sebuah penelitian tindakan kelas. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui minat serta prestasi belajar dalam pembelajaran matematika pokok
bahsan penjumlahan kelas 2 SDK Sorowajan. Penelitian ini menggunakan metode
pembelajaran tematik dengan menggunakan alat peraga berupa benda konkrit.
Instrumen dalam penelitian ini meliputi instrumen tes dan nontes. Instrumen
nontes digunakan untuk melihat sejauh mana minat siswa dalam pembelajaran
matematika dengan menggunakan alat peraga. Instrumen tes digunakan untuk
melihat peningkatan prestasi yang dialami siswa setelah belajar menggunakan alat
peraga. Setelah melakukan beberapa siklus, maka dapat disimpulkan bahwa
menggunakan alat peraga berupa benda konkret minat belajar siswa dapat
meningkat. Demikian juga dengan prestasi belajarnya. Penelitian ini sangat
relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena sama-sama membahas
Pratiwi, Esterlita (2013) dalam sebuah artikel yang berjudul
“Pengembangan Alat Peraga Montessori untuk Keterampilan Berhitung
Matematika Kelas IV SDN Tamanan 1 Yogyakarta” mengungkapkan kalau alat
peraga Montessori mampu meningkatkan pemahaman siswa terbukti dengan
meningkatnya nilai siswa yang sebelumnya berada di bawah KKM yang
ditentukan guru. Penerapan metode Montessori pada pengembangan alat peraga
dapat menumbuhkan motivasi siswa dalam belajar matematika. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengembangkan alat peraga yang berkualitas sesuai dengan lima
ciri alat peraga yang telah ditetapkan untuk melatih kemampuan berhitung
bilangan bulat. Empat ciri alat peraga Montessori yang dijadikan dasar
pengembangan alat peraga yaitu menarik, bergradasi, auto-correction dan auto
-education. Peneliti menambahkan kriteria lain yaitu kontekstual. Penelitian
menggunakan metode penelitian dan pengembangan. Prosedur penelitian
pengembangan melalui empat tahap yaitu (1) kajian standar kompetensi dan
materi pembelajaran, (2) analisis kebutuhan pengembangan program
pembelajaran, (3) produksi alat peraga Montessori, (4) validasi dan revisi produk
yang diakhiri dengan uji coba lapangan terbatas. Hasil penelitian menunjukkan
jika produk yang dikembangkan menunjukkan hasil “sangat baik” dari pakar
matematika, pakar alat peraga matematika, guru kelas, dan sekelompok siswa.
Penelitian ini sangat relevan dengan penelitian yang akan dilakukan karena
penelitian ini sama-sama membahas mengenai alat peraga dan metode
Putri, Mukti Sari (2013) dalam artikel yang berjudul “Pengembangan Alat
Peraga Ala Montessori untuk keterampilan Geometri Matematika Kelas III SDN
Tamanan I Yogyakarta” membuktikan jika alat peraga ala Montessori yang
dikembangkannya mampu meningkatkan pemahaman siswa terlebih pada
keterampilan geometri, dan itu didukung dengan skor rerata yang diperoleh
mencapai 4,4 dan tergolong sangat baik. Penggunaan alat peraga dalam
pembelajaran di sekolah dasar mempermudah siswa memahami konsep serta
membuat pembelaaran lebih aktif dan menyenangkan karena membuat siswa lebih
tertarik terhadap pembelajaran. Penelitian ini senada dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pratiwi (2013) yaitu sebuah penelitian dan pengembangan (RnD).
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan karena sama-sama
membahas mengenai metode Montessori dan alat peraga.
Isnandar, Restu Yudha. (2011) dalam skripsi yang berjudul “Peningkatan
Prestasi Belajar Matematika Menggunakan Alat Peraga Sempoa dan Lidi pada
siswa kelas 2 SD Negeri Kalinegoro tahun pelajaran 2010/2011” membuktikan
bahwa alat peraga sempoa dan lidi mampu meningkatkan prestasi belajar operasi
hitung. Nilai ketuntasan siswa sebelum dilakukan tindakan adalah sebesar 52%,
dan setelah dilakukan dua kali siklus maka peningkatan KKM sebesar 100%.
Penelitian yang dilakukan oleh Isnandar sangat relevan dengan penelitian yang
dilakukan. Penelitian Isnandar dan penelitian ini sama-sama membahas mengenai
prestasi belajar siswa, walau cara yang ditempuh berbeda.
Penelitian ini menggunakan enam penelitian relevan. Keenam penelitian
belajar siswa. Ada penelitian yang telah menggabungkan dua unsur dari Metode
Montessori dan prestasi, namun penelitian ini akan menggabungkan Montessori,
alat peraga, dan prestasi belajar siswa. Penelitian relevan yang dipakai dalam
penelitian ini dapat dibuat litetature map yang menunjukkan hubungan antara
penelitian-penelitian relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
Montessori
Perbedaan prestasi belajar siswa atas penggunaan alat peraga matematika berbasis
metode Montessori
Alat peraga sempoa dan lidi
C. Kerangka Berpikir
Pembelajaran matematika merupakan salah satu bidang ilmu yang dipelajari
pada berbagai tingkat. Matematika merupakan ilmu pokok yang wajib dimiliki
seorang individu untuk mendukung dalam kehidupan sehari-hari. Matematika
merupakan ilmu yang membutuhkan logika berpikir. Sekolah dasar merupakan
salah satu tingkatan yang mempelajari matematika di dalam kurikulumya.
Siswa-siswa sekolah dasar merupakan Siswa-siswa berusia 7-12 tahun yang menurut Piaget
berada pada tahap operasional konkret.
Pada tahap operasional konkret siswa siswa mulai bisa menggunakan
logikanya, namun terbatas hanya pada benda-benda yang konkret. Metode
Montessori merupakan sebuah metode yang mengutamakan kemandirian anak dan
auto-correction. Ciri khas dari metode Montessori adalah alat peraga yang
digunakan dalam pembelajaran. Alat peraga Montessori memiliki berbagai
karakterisrik seperti menarik, bergradasi, auto-correction, auto-education, dan
kontekstual. Penggunaan alat peraga Montessori juga dapat membantu siswa
dalam mengkonkretkan konsep-konsep matematika. Alat peraga Montessori juga
memungkinkan seseorang untuk belajar dengan memanipulasi alat dan
menemukan konsepnya sendiri.
Alat peraga merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan prestasi
belajar. Alat peraga yang baik akan mampu memperjelas konsep yang diajarkan.
Alat peraga dapat menjadi sarana yang mampu menjadi jembatan atas teori
kognitif Jean Piaget. Alat peraga akan menarik siswa dalam pembelajaran,
belajar, karena penggunaan alat peraga memungkinkan anak untuk belajar sambil
bermain. Apabila kondisi pembelajaran berjalan sebagaimana mestinya, maka alat
peraga berbasis montessori akan menjadi sebab terjadinya perbedaan pada prestasi
belajar siswa.
D. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah “ada perbedaan prestasi belajar siswa