• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan dimensi-dimensi persepsi risiko (perceived risk) dengan sikap terhadap belanja online pada perempuan usia remaja akhir - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Hubungan dimensi-dimensi persepsi risiko (perceived risk) dengan sikap terhadap belanja online pada perempuan usia remaja akhir - USD Repository"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

i

HUBUNGAN DIMENSI-DIMENSI PERSEPSI RISIKO (PERCEIVED RISK) DENGAN SIKAP TERHADAP BELANJA ONLINE PADA

PEREMPUAN USIA REMAJA AKHIR

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh: Clara Risti Septiyani

099114011

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

MOTTO

Sebab Tuhan,

Dia sendiri yang akan berjalan di depanmu, Dia sendiri akan menyertai engkau,

Dia tidak akan membiarkan engkau dan tidak akan meninggalkan engkau,

janganlah takut dan janganlah patah hati (Ulangan 31:8)

(5)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Skripsi ini Saya persembahkan untuk :

 Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat dan pendampingan dari awal hingga akhir pengerjaan tugas akhir ini.

 Keluarga, terutama Orangtua, Bapak Albertus Paijo Haryono dan Ibu Maria Yacinta Prihartiwi serta Mbak Agnes Nina Yanuarti yang selalu memberikan doa dan dukungan dalam proses pengerjaan tugas akhir.

(6)
(7)

vii

HUBUNGAN DIMENSI-DIMENSI PERSEPSI RISIKO (PERCEIVED RISK) DENGAN SIKAP

TERHADAP BELANJA ONLINE PADA PEREMPUAN USIA REMAJA AKHIR

Clara Risti Septiyani

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan dimensi-dimensi persepsi risiko dengan sikap terhadap belanja online pada perempuan usia remaja akhir. Hipotesis dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara dimensi-dimensi persepsi risiko dengan sikap terhadap belanja

online pada perempuan usia remaja akhir. Subjek penelitian ini adalah 180 perempuan usia remaja akhir dengan rentang usia 16 hingga 22 tahun yang memiliki pengalaman dengan toko online atau pernah mengakses toko online. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Sikap terhadap Belanja Online dan Skala Persepsi Risiko (Perceived Risk). Reliabilitas Skala Persepsi Risiko dari masing-masing dimensi adalah 0.780 pada risiko yang bersumber dari penjual; 0.774 pada risiko dalam pengiriman produk; 0.717 pada risiko finansial; 0.805 pada risiko kinerja produk; 0.753 pada kerugian yang diakibatkan oleh proses dan waktu pembelian; 0.827 pada risiko keamanan dan 0.819 pada risiko yang berkaitan dengan informasi. Sedangkan, reliabilitas Skala Sikap Terhadap Belanja online adalah 0.936. Metode analisis data yang digunakan adalah dengan menggunakan Product Moment pada data yang terdistribusi normal yaitu risiko finansial (p=-0.407) dan Spearman Rho pada data yang tidak terdistribusi normal yaitu risiko yang bersumber dari penjual (p=-0.604); risiko kinerja produk (p=-0.536); risiko yang berkaitan dengan informasi (p=-0.523); risiko dalam pengiriman produk (p=-0.484); kerugian yang diakibatkan oleh proses dan waktu pembelian 0.476) dan risiko mengenai keamanan (p=-0.411). Hasil perhitungan dari hubungan dimensi-dimensi persepsi risiko dengan sikap terhadap belanja online pada perempuan usia remaja akhir menunjukkan signifikansi 0.000 (p<0.01) artinya ada hubungan negatif yang signifikan.

(8)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN PERCEIVED RISK DIMENSIONS AND ATTITUDE TOWARDS ONLINE SHOPPING ON LATE ADOLESCENCE GIRLS

Clara Risti Septiyani

ABSTRACT

The aim of this research was to find out the relationship between perceived risk dimensions with attitude toward online shopping on late adolescence girls. The hypotheses of this research was there is a negative relationship between perceived risk dimensions and attitude toward online shopping on late adolescence girls. Data was collected from 180 late adolescence girls, aged 16 to 22 years who had experience with online store or shop ever. Perceived Risk Scale and Attitude Toward Online Shopping Scale are used as data collecting tools in this research. Perceived risk reliability scale from each dimensions are : 0.780 for e-retailer source risk, 0.774 for product delivery risk; 0.717 for financial risk; 0.805 for product performance risk; 0.753 for process and time loss risk; 0.827 for security risk and 0.819 for information risk and the attitude toward online shopping reliability scale was 0.936. Data analysis method used is Product Moment on a data normally distributed that is financial risk (p=-407) and Spearman Rho on data that were not normally distributed that is e-retailer source risk 0.604); product performance risk (p=-0.536); information risk (p=-0.523); product delivery risk (p=-0.484); process and time loss risk (p=-0.476) and security risk (p=-0.411). The result showed that relationship between perceived risk dimensions and attitude toward online shopping on late adolescence girls in all dimensions of perceived risk is significance at 0.000 (p<0.01). That means there is a negative relationship between perceived risk dimensions with attitude toward online shopping behavior on late adolescene girls.

(9)
(10)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas penyertaan, perlindungan,

serta kasih yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini

dengan baik. Skripsi dengan judul ”Hubungan Antara Dimenis-dimensi

Persepsi Risiko (Perceived Risk) Konsumen Dengan Sikap Konsumen Terhadap Belanja Online Pada Perempuan Usia Remaja Akhir” disusun

untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana dari Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak lepas dari dukungan, bimbingan

dan bantuan dari berbagai pihak yang dengan tulus membantu penulis. Oleh

karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima

kasih kepada :

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria atas berkat dan penyertaannya

dalam penulisan skripsi.

2. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. Selaku Dekan Fakultas Psikologi,

Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Ratri Sunar Astuti, S.Psi., M.Si. selaku ketua program studi Fakultas

Psikologi Universitas Sanata Dharma.

4. Mbak P. Henrietta PDADS., M.A. selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang

dengan ketulusan dan kesabarannya tidak pernah lelah untuk meluangkan

waktu, tenaga, pikiran, serta nasehat dan dorongan kepadaku selama

(11)

xi

5. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. dan Mbak Dewi Soerna Anggraeni,

M.Psi. selaku dosen penguji.

6. Ibu Dr. Tjipto Susana, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang

sudah membantu dalam melengkapi persyaratan prosedur pendaftaran

skripsi.

7. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi atas bimbingan dan ilmu yang diberikan

dari awal perkuliahan.

8. Segenap staff Fakultas Psikologi Mas Gandung, Bu Nanik, Mas Muji, Mas

Doni, Pak Gi’ untuk bantuan yang telah diberikan selama ini.

9. Mbak Dewi Soerna Anggraeni, M.Psi. yang sudah meminjamkan beberapa

bukunya. Terima kasih, mbak...

10.Orang tuaku terutama ibuku yang selalu mendoakan dan mendukung peneliti

dalam penyelesaian tugas akhir.

11.Mbakku Agnes Nina Yanuarti yang selalu mengingatkan untuk segera

menyelesaikan tugas akhir.

12.Pakdhe Suroyo dan Mbak Tatik di surga terima kasih untuk semua pelajaran

hidup yang telah diberikan untukku.

13.Mas Prieska Wijaya, teman, sahabat, pacar sekaligus kakak. Terima kasih

untuk selalu mendukung, menyemangati dan mengingatkanku untuk

segera menyelesaikan skripsiku.

14.Teman-teman seperjuangan Naomi, Manyot, Fanny, Panjul, Ovina, Ayu,

Vero, Dinar, Albert dan semua yang masih berjuang untuk skripsinya.

Terima kasih semangat berjuangnya, diskusi-diskusi dan kebersamaan

(12)

xii

15.Teman-teman yang telah membantu pengumpulan data dan olah data.

Terima kasih untuk kerja samanya.

16.Teman-temanku yang selalu memberi semangat dalam pengerjaan skripsi

Gretty, Indri, Adi, Wayan, Fenny, Nao, Panjul, Ayu, Vero, Dinar terutama

untuk Manyot dan Fanny sahabat seperjuangan dan teman curhatku.

Terima kasih, aku sayang kalian...

17.Semua pihak yang terlibat dalam penyelesaian tugas akhir ini yang tidak

bisa disebutkan satu per satu. Terima kasih untuk semua bantuannya.

Akhir kata, saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini. Oleh sebab itu, saya akan sangat terbuka dalam menerima kritik dan

saran dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan manfaat

bagi para pembaca.

Yogyakarta, 18 Agustus 2014

Penulis,

(13)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ...ii

HALAMAN PENGESAHAN ...iii

HALAMAN MOTTO ...iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...vi

ABSTRAK ...vii

ABSTRACT ...viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI ... ...xiii

DAFTAR TABEL ... ...xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... ....xviii

BAB I PENDAHULUAN ... ..1

A. Latar Belakang Masalah ... ..1

B. Rumusan Masalah ... .7

C. Tujuan Penelitian ... .7

D. Manfaat Penelitian ... 7

1. Manfaat Teoritis ... 7

(14)

xiv

BAB II LANDASAN TEORI ... ..9

A. Sikap terhadap Belanja Online ... ..9

1. Definisi Sikap... ..9

2. Definisi Sikap terhadap Belanja Online ... 10

3. Komponen-komponen Sikap ... 10

4. Keuntungan-keuntungan dalam Belanja Online ... 12

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Belanja Online.. ... 12

B. Persepsi Risiko (Perceived Risk) ... 14

1. Definisi Persepsi Risiko ... 14

2. Dimensi Persepsi Risiko ... 15

3. Dampak Persepsi Risiko ... ... 17

C. Perempuan Usia Remaja Akhir .. ... 19

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja Akhir ... ... 19

2. Perkembangan Perempuan pada Usia Remaja Akhir ... ... 20

a. Perkembangan Sosial dan Emosi ... ... 20

b. Perkembangan Kognitif ... 21

D. Dinamika Hubungan Persepsi Risiko dengan Sikap Konsumen terhadap Belanja Online padaPerempuan Usia Remaja Akhir ... 23

E. Skema ... 27

F. Hipotesis ... 30

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

A. Jenis Penelitian ... 32

(15)

xv

1. Variabel Bebas ... 32

2. Variabel Tergantung ... 32

C. Definisi Operasional ... 33

1. Sikap terhadap Belanja Online... 33

2. Persepsi risiko ... 33

D. Subjek Penelitian dan Metode Sampling ... 34

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 35

1. Skala Sikap terhadap Belanja Online ... 35

2. Skala Persepsi risiko ... 36

F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 37

1. Validitas ... 37

2. Seleksi Aitem ... 38

a. Skala Sikap terhadap Belanja Online ... ... 38

b. Skala Persepsi risiko ... 39

3. Reliabilitas ... 40

G. Metode Analisis Data ... 41

1. Uji Asumsi ... 41

a. Uji Normalitas ... 41

b. Uji Linearitas ... 42

2. Uji Hipotesis ... 42

BAB IV PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Pelaksanaan Penelitian... 44

(16)

xvi

C. Deskripsi Data Penelitian ... 45

D. Hasil Penelitian.. ... 47

1. Uji Asumsi ... 47

a. Uji Normalitas ... 47

b. Kurve Normalitas ... 49

c. Uji Linearitas ... 51

2. Uji Hipotesis ... 52

E. Pembahasan ... 54

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 64

A. Kesimpulan ... 64

B. Saran ... 65

1. Saran Bagi Subjek/Perempuan Usia Remaja Akhir ... 65

2. Saran Bagi Penjual ... 65

3. Saran Bagi Penelitian Selanjutnya ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

(17)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Skor Skala Sikap terhadap Belanja Online ... 35

Tabel 2. Blue Print Skala Sikap terhadap Belanja Online Sebelum Seleksi Item . 36 Tabel 3. Skor Skala Persepsi Risiko ... 36

Tabel 4. Blue Print Skala Persepsi Risiko Sebelum Seleksi Item ... 37

Tabel 5.Blue Print Skala Sikap terhadap Belanja Online Setelah Seleksi Item .... 39

Tabel 6.Blue Print Skala Persepsi Risiko Setelah Seleksi Item ... 40

Tabel 7. Hasil Uji Alpha Cronbach(α) Skala Persepsi Risiko ... 41

Tabel 8.Interpretasi Koefisien Korelasi (Sugiyono, 2008) ... 43

Tabel 9. Data Subjek Perempuan Usia Remaja Akhir ... 45

Tabel 10. Data Teoritis dan Data Empiris ... 46

Tabel 11. Hasil Uji Normalitas ... 48

Tabel 12. Hasil Uji Linearitas ... 51

Tabel 13. Hasil Uji Hipotesis dengan Product Moment ... 52

(18)

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Tryout ... 70

Lampiran 2. Reliabilitas Skala Sikap terhadap Belanja Online. ... 80

Lampiran 3. Reliabilitas Skala Persepsi Risiko (Perceived Risk) ... 82

Lampiran 4. Skala Final ... 88

Lampiran 5. Uji Normalitas ... 98

Lampiran 6. Uji Lineritas ... 99

Lampiran 7. Uji Hipotesis ... 102

(19)

1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Perkembangan belanja online di Indonesia semakin meningkat tiap

tahunnya. Daniel Tumiwa (dalam Primandari, 2013), Ketua Umum

Asosiasi E-commerce Indonesia menyatakan bahwa saat ini belanja

melalui online shop telah merambah berbagai sektor dan bisa meningkat

hingga 4 sampai 6 kali lipat pada tahun 2013.

Perkembangan tersebut diikuti dengan perilaku membeli konsumen

online yang semakin meningkat. Catatan yang dimiliki oleh Kementrian

Komunikasi dan Informatika (Kominfo) RI menyebutkan bahwa pada

tahun 2011 pengguna internet didominasi oleh kaum muda yaitu sebanyak

64% dari keseluruhan pengguna internet (gatra.com, 2011). Kaum muda

tersebut berusia 15 hingga 19 tahun (gatra.com, 2011) yang dalam tahap

perkembangannya masuk pada tahap remaja. Sedangkan survei global

independen menyebutkan bahwa dari 55 juta pengguna internet di

Indonesia, sebanyak 80% menggunakan fasilitas belanja online untuk

berbelanja dalam dua tahun terakhir (Oebaidillah, 2013). Dengan demikian

dapat dikatakan bahwa remaja yang berusia 15 hingga 19 tahun sebagian

besar pernah melakukan belanja online. Sedangkan, tahap usia tersebut

(20)

belanja online. Hal ini dikarenakan pada tahap remaja akhir, individu

dianggap memiliki sikap konformitas sehingga ia mudah dipengaruhi oleh

orang-orang di sekelilingnya (Rochmah, 2005). Remaja akhir, terutama

yang berjenis kelamin perempuan dianggap lebih emosional dalam

berperilaku termasuk dalam berbelanja dibandingkan dengan remaja

laki-laki (Wade dan Travis, 2009) sehingga perempuan dianggap lebih ideal

dalam berbelanja online.

Kartono (2006) menyatakan bahwa remaja akhir dengan jenis

kelamin perempuan memiliki sifat narsistis atau cinta diri sehingga ia

memusatkan perhatian pada diri sendiri. Untuk menunjukkan dirinya,

perempuan usia remaja akhir senang untuk melakukan hal-hal yang sedang

popular seperti belanja online. Hal ini didukung dengan teori yang

menyatakan bahwa perempuan usia remaja akhir ingin selalu nampak

menonjol dan menarik bagi lawan jenisnya (Kartono, 2006). Oleh karena

itulah perempuan usia remaja akhir dianggap sebagai konsumen yang

potensial dalam belanja online karena pada tahap ini, perempuan usia

remaja akhir mudah terbujuk rayuan, suka mengikuti temannya, tidak

realistis dan cenderung boros dalam menggunakan uang mereka

(balipost.co.id , 2003).

Remaja pada umumnya dianggap sudah memiliki falsafah hidup

tertentu sehingga ia dianggap memiliki sikap yang jelas dan tegas

(21)

(Santrock, 2002). Pada tahap remaja akhir, individu juga dihadapkan pada

pembentukan sikap yang sesuai dengan nilai-nilai yang ada di

sekelilingnya (Rochmah, 2005). Oleh karena itu, pada tahap ini remaja

diharapkan mampu menentukan sikapnya terhadap hal-hal yang ada di

sekitarnya, termasuk diantaranya sikap terhadap belanja online.

Sikap adalah hasil yang didapatkan dari pengalaman konsumen

terhadap suatu produk atau dari informasi yang diperoleh konsumen yang

berasal dari orang di sekeliling konsumen, iklan, internet dan sebagainya

(Schiffman, Kanuk dan Wisenblit, 2010). Pengalaman tersebut didapatkan

dengan melibatkan komponen kognitif, afektif dan konatif yang dimiliki

oleh konsumen. Berdasarkan pengalaman yang didapatkan tersebut,

konsumen melakukan evaluasi secara menyeluruh yang selanjutnya akan

berpengaruh terhadap perilakunya (Ferrinadewi, 2008). Dengan semakin

berkembangnya toko online yang ada, konsumen memiliki sikap tertentu

pada belanja online yang juga melibatkan aspek kognitif, afektif dan

konatif.

Sikap terhadap belanja online adalah sikap yang didapatkan oleh

konsumen dalam memandang dan menilai belanja online yang nantinya

akan diwujudkan dalam perilaku konsumen (Schiffman, Kanuk dan

Wiseblit, 2010). Sikap tersebut dapat dirasakan positif maupun negatif

tergantung dari bagaimana konsumen mempersepsikan belanja online itu

(22)

menemukan jika konsumen yang berorientasi untuk mencapai tujuan

(utilitarian) lebih dapat merasakan keuntungan dari berbelanja online

dibandingkan konsumen yang beorientasi pada pengalaman yang berfokus

pada mencari kesenangan (hedonic). Tujuan yang ingin dicapai tersebut

diantaranya adalah untuk mendapatkan harga yang kompetitif, bisa

menemukan produk yang tidak dapat ditemukan di toko tradisional dan

pilihan yang lebih beragam sehingga konsumen tidak perlu membuang

banyak energi dan waktu dalam berbelanja (Javadi, Dolatabadi,

Nourbakhsh, Poursaeedi dan Asadollahi, 2012). Hal-hal tersebut adalah

faktor-faktor yang memotivasi konsumen dalam berbelanja online (Hsu

dan Bayarsaikhan, 2012).

Motivasi konsumen dalam berbelanja online terdiri dari

keuntungan-keuntungan seperti mudah untuk diakses, menghemat waktu, energi, biaya

dan sebagainya yang sering disebut dengan persepsi keuntungan

(perceived benefit) (Delafrooz, et.al., 2009). Di sisi lain, ada pula risiko

yang mungkin dirasakan oleh konsumen ketika ia melakukan belanja

online. Risiko yang dirasakan tersebut dikenal dengan persepsi risiko

(perceived risk). Persepsi risiko didefinisikan oleh Schiffman, Kanuk dan

Wisenblit (2010) sebagai suatu ketidakpastian yang dihadapi oleh

konsumen saat mereka tidak bisa menebak konsekuensi yang mungkin

mereka alami pada sebuah keputusan untuk membeli suatu barang.

(23)

yang mengaju pada hasil yang negatif dan kemungkinan persepsi tersebut

menjadi nyata.

Persepsi risiko oleh konsumen dalam belanja online memiliki

beberapa dimensi yaitu risiko yang bersumber dari penjual, risiko dalam

pengiriman produk, risiko finansial, risiko kinerja produk serta kerugian

yang diakibatkan oleh proses dan waktu pembelian. Selain itu, risiko

mengenai keamanan dan risiko yang berkaitan dengan informasi juga

menjadi risiko yang bisa dirasakan oleh konsumen online (Naiyi, 2004).

Contoh nyata dari risiko yang mungkin terjadi dalam belanja online

adalah pembeli harus membayar biaya mahal untuk pajak pembelian

karena ternyata barang yang dibeli melalui belanja online merupakan

barang ilegal (black market) tanpa pemberitahuan sebelumnya oleh

penjual online (Aryo, 2014). Kasus tersebut berkaitan dengan risiko

finansial dan risiko informasi. Contoh lain yang berkaitan dengan risiko

kinerja dalam berbelanja online adalah penjual yang mengaku menjual jam

tangan berkualitas namun setelah pembeli melakukan pembayaran, penjual

online hanya mengirimkan jam dengan kualitas buruk yang tidak sesuai

dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen online (Three Dee, 2014).

Risiko lain yang bisa terjadi dalam belanja online adalah risiko

dalam pengiriman produk yang tidak sesuai dengan yang dijanjikan oleh

penjual online. Pengalaman tersebut dialami oleh konsumen yang

(24)

dirugikan karena proses pengiriman produk yang menghabiskan banyak

waktu. Contoh yang berkaitan dengan risiko informasi adalah ketika

konsumen memutuskan untuk membatalkan pembeliannya di sebuah toko

online, maka ada kemungkinan konsumen tersebut akan dimasukkan ke

dalam blacklist customer. Penjual online akan mempublikasikan informasi

pribadi yang dimiliki konsumen seperti alamat rumah, nomer telepon atau

handphone, nama account sosial media dan sebagainya seperti yang

ditampilkan pada halaman instagram dengan account @blacklistshopncust

(2014).

Ancaman dari hacker juga berisiko bagi informasi yang dimiliki

konsumen. Data-data penting seperti nomor credit card bisa dicuri oleh

hacker dengan berbagai macam cara salah satunya dengan menyusupi

website yang memiliki keamanan kurang baik sehingga data-data

konsumen yang mengakses web tersebut dengan mudah dibobol oleh

hacker (NN, 2013). Beberapa contoh tersebut dapat membuat konsumen

memiliki persepsi risiko terhadap belanja online.

Penelitian sebelumnya mengenai persepsi risiko (perceived risk)

dalam belanja online menunjukkan hasil yang berbeda-beda. Pada tahun

2012 di Malaysia, Jusah dan Ling menemukan bahwa persepsi risiko

(perceived risk) tidak berpengaruh pada sikap terhadap belanja online.

(25)

risk) berdampak negatif pada sikap terhadap belanja online.

Persepsi risiko konsumen ditambah dengan banyaknya penipuan dan

kekecewaan konsumen dapat membuat konsumen menjadi ragu atau tidak

percaya (skeptis) terhadap belanja online (Prihadi, 2013). Hal tersebut

tentunya dapat berpengaruh buruk bagi perkembangan belanja online

karena konsumen menjadi ragu untuk berbelanja online.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara dimensi-dimensi

persepsi risiko dengan sikap konsumen terhadap belanja online pada

perempuan usia remaja akhir.

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

dimensi-dimensi persepsi risiko dengan sikap konsumen terhadap belanja online

pada perempuan usia remaja akhir.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

(26)

konsumen terhadap belanja online pada perempuan usia remaja akhir.

2.Manfaat Praktis

a. Bagi konsumen diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai

bahan pertimbangan ketika konsumen akan berbelanja online.

b. Bagi penjual diharapkan penelitian ini dapat digunakan untuk

mencegah persepsi risiko yang mungkin dirasakan oleh konsumen

(27)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. SIKAP TERHADAP BELANJA ONLINE

1. Definisi Sikap

East, Wright dan Vanhuele (2013) mendefinisikan sikap sebagai

suatu pemahaman mengenai merek, konsep, teori dan sebagainya yang

melibatkan perasaan. Myers (1983) menyatakan bahwa sikap adalah

hasil evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap

suatu hal. Sikap tersebut terbentuk karena adanya orientasi sosial yang

berupa kecenderungan untuk menanggapi suatu hal baik secara positif

atau pun negatif. Myers (1983) juga menyebutkan bahwa sikap dapat

terbentuk karena pengalaman konsumen.

Konsumen yang memiliki pengalaman langsung akan lebih

mempertahankan sikapnya terhadap suatu hal dibanding konsumen

yang belum memiliki pengalaman langsung dengan suatu hal (Myers,

1983). Sedangkan Hutagalung (2007) menyebutkan bahwa sikap

terbentuk karena adanya proses belajar melalui perilaku orang di

sekeliling individu (Hutagalung, 2007). Selain itu, sikap juga dapat

terbentuk karena adanya pengalaman langsung. Hutagalung (2007)

(28)

jika ia merasakan langsung suatu pengalaman daripada ia belajar dari

pengalaman orang lain.

2. Definisi Sikap terhadap Belanja Online

Sikap terhadap belanja online merupakan sikap yang didapatkan

oleh konsumen dalam memandang dan menilai tentang belanja online

itu sendiri yang nantinya akan diwujudkan dalam perilakunya

(Schiffman, Kanuk dan Wisenblit, 2009). Sedangkan Chiu et al.

(dalam Delafrooz et.al., 2009) menyatakan bahwa sikap terhadap

belanja online merupakan perasaan positif atau negatif yang dimiliki

oleh konsumen dalam perilaku membeli dengan menggunakan media

internet.

Kesimpulannya, sikap terhadap belanja online merupakan sikap

konsumen yang merupakan hasil evaluasi dari orientasi sosial

konsumen dengan lingkungan sekitarnya baik berupa pengalaman

langsung maupun tidak langsung. Hasil tersebut berupa pandangan

konsumen yang bersifat positif atau negatif berkaitan dengan perilaku

membeli dengan memanfaatkan media internet.

3. Komponen-komponen Sikap

Komponen-komponen yang dapat membentuk sikap konsumen

adalah sebagai berikut :

a. Komponen Kognitif

Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa

(29)

sikapnya terhadap produk atau merek meliputi pengalaman yang

didapatkan dari pengalaman konsumen dengan objek dan

informasi yang didapatkan dari berbagai sumber dapat

membentuk kepercayaan konsumen. Kepercayaan tersebut

diikuti dengan pengetahuan konsumen dan juga persepsi

terhadap suatu produk atau merek (Schiffman, Kanuk dan

Wisenblit, 2009).

b. Komponen Afektif

Komponen afektif meliputi emosi dan perasaan yang

menyertai konsumen dalam mencari informasi mengenai sebuah

produk atau merek tertentu. Komponen afektif meliputi perasaan

bahagia, sedih, rasa malu, rasa marah dan lain sebagainya yang

mungkin dialami oleh konsumen. Perasaan konsumen dianggap

mampu mempengaruhi perilaku konsumen (Cohen dan Areni

dalam Schiffman dan Kanuk, 2007).

c. Komponen Konatif

Komponen konatif sering dikaitkan dengan

kecenderungan atau kemungkinan yang dimiliki oleh konsumen

untuk berperilaku seperti perilaku membeli. Komponen konatif

yang dimiliki oleh konsumen sering disebut dengan niat

(30)

Oleh karena itu, dapat disimpulkan jika sikap konsumen

terdiri dari tiga komponen. Komponen tersebut adalah

komponen kognitif, komponen afektif dan komponen konatif.

4. Keuntungan-keuntungan dalam Belanja Online

Dibandingkan dengan berbelanja tradisional, belanja online

dianggap lebih menguntungkan. Hal tersebut dikarenakan dengan

belanja online konsumen tidak perlu bepergian jauh yang berarti

konsumen menghemat tenaga dan menghemat waktu (Javadi,

Dolatabadi, Nourbakhsh, Poursaeedi dan Asadollahi, 2012). Selain itu,

Javadi et.al. (2012) juga menyatakan bahwa belanja online lebih

menguntungkan karena konsumen dapat mengakses toko online 24

jam tanpa henti sehingga kapanpun dan dimanapun konsumen ingin

berbelanja, mereka dapat mengakses toko online.

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap terhadap Belanja

Online

Faktor-faktor dibawah ini merupakan faktor yang

mempengaruhi sikap konsumen terhadap belanja online :

a. Orientasi Konsumen

Orientasi konsumen muncul dari kepribadian konsumen.

Berdasarkan kepribadian yang dimilikinya, konsumen dibagi

menjadi ke dalam dua orientasi (Delafrooz, Paim, Haron, Sidin

dan Khatibi, 2009). Konsumen yang berorientasi pada tujuan

(31)

karena mereka memiliki tujuan tertentu yang ingin dipenuhi

(Kim dan Shim, dalam Delafrooz, Paim dan Khatibi, 2009).

Sedangkan konsumen yang berorientasi pada pengalaman

(hedonic) berfokus pada mencari kesenangan dengan mencoba

hal-hal baru (Monsuwe et.al., dalam Delafrooz, Paim dan

Khatibi, 2009). Delafrooz et.al.(2009) menemukan bahwa

konsumen yang berorientasi pada tujuan lebih dapat merasakan

manfaat dari belanja online jika dibandingkan dengan konsumen

yang berorientasi pada pengalaman. Penjual diharapkan dapat

meyakinkan konsumen dalam berbelanja agar tujuan konsumen

dalam berbelanja online dapat terpenuhi sehingga ketika

konsumen merasa jika toko online dapat memenuhi

kebutuhannya akan membuat konsumen memiliki sikap yang

baik terhadap belanja online (Schiffman, Kanuk dan Wisenblit,

2009).

b. Kenyamanan dalam Pelayanan

Delafrooz et.al. (2009) menyatakan bahwa kenyamanan

merupakan salah satu faktor yang memotivasi konsumen untuk

berbelanja online. Kenyamanan yang dimaksudkan dalam hal ini

adalah kenyamanan dalam pelayanan. Kenyamanan dalam

pelayanan bersangkutan dengan kenyamanan dalam menghemat

usaha atau energi dan biaya (Berry et.al. dan Seiders et.al. dalam

(32)

c. Harga

Harga yang kompetitif juga menjadi salah satu faktor yang

dapat membentuk sikap konsumen terhadap belanja online

(Delafrooz et.al., 2009). Harga yang murah menjadi motivasi

tersendiri bagi konsumen untuk berbelanja online.

d. Pilihan yang lebih luas atau banyak

Pilihan yang banyak dalam toko online memudahkan

konsumen untuk memilih dan membandingkan antara satu

produk dengan produk yang lainnya. Keanekaragaman produk

yang ditawarkan membuat konsumen semakin menghemat

energi dan waktu dalam berbelanja (Delafrooz et.al., 2009).

B. PERSEPSI RISIKO (PERCEIVED RISK)

1. Definisi Persepsi risiko

Persepsi risiko didefinisikan sebagai ketidakpastian yang dihadapi

oleh konsumen yang tidak bisa ditebak konsekuensinya dari sebuah

keputusan yang diambil (Schiffman, Kanuk dan Wisenblit, 2009). Risiko

sendiri diartikan sebagai persepsi pribadi seorang dalam memandang

suatu hal yang dianggap berisiko (Grewal et al. 1994, Rice 1997, dalam

Teo, 2002).

Tingkat persepsi risiko oleh konsumen merupakan kemampuan

yang dimiliki konsumen dalam memahami konsekuensi yang mungkin

(33)

oleh persepsi risiko konsumen itu sendiri meskipun risiko tersebut tidak

selalu nyata terjadi (Schiffman, Kanuk dan Wisenblit, 2009).

Persepsi risiko merupakan hal yang paling penting dalam kaitannya

dengan belanja online. Hal tersebut dikarenakan dalam belanja online,

konsumen tidak dapat melihat dan mencoba langsung produk yang

ditawarkan (Lai, Wu dan Lin, 2008) sehingga konsumen memiliki

bayangan mengenai risiko-risiko yang mungkin terjadi jika ia berbelanja

online.

Kesimpulan yang didapatkan dari pernyataan-pernyataan tersebut

adalah persepsi risiko merupakan ketidakpastian yang dirasakan oleh

konsumen dalam berbelanja yang memiliki konsekuensi tertentu ketika ia

memutuskan untuk membeli suatu produk. Risiko tersebut dapat terjadi

namun dapat pula tidak terjadi.

2. Dimensi Persepsi risiko

a. Risiko yang Bersumber dari Penjual

Risiko ini berkaitan dengan reliabilitas penjual dan pelayanan

setelah pembelian (Naiyi, 2004). Penawaran yang ditawarkan oleh

penjual setelah pembelian produk seperti garansi dan penukaran

barang apabila produk yang dibeli tidak sesuai menjadi salah satu

upaya yang dilakukan oleh penjual untuk mengurangi risiko ini.

b. Risiko dalam Pengiriman Produk

Persepsi risiko oleh konsumen dalam kaitannya dengan

(34)

yang mungkin terjadi selama pengiriman produk. Selain itu,

kemungkinan penjual salah alamat dalam pengiriman juga bisa

dialami oleh konsumen dalam belanja online (Naiyi, 2004).

c. Risiko Finansial

Risiko finansial yang dirasakan oleh konsumen meliputi

potongan harga yang lebih kecil dibandingkan jika konsumen

belanja di toko atau di mall. Selain itu, dalam belanja online

konsumen perlu mengeluarkan biaya ekstra yang digunakan untuk

biaya pengiriman (ongkos kirim) serta biaya yang digunakan untuk

melakukan pembayaran online (Naiyi, 2004).

d. Risiko Kinerja Produk

Persepsi risiko konsumen yang berkaitan dengan kinerja

produk meliputi ketidaksesuaian produk yang ditawarkan dengan

barang yang diterima oleh konsumen online. Selain itu, kualitas

produk yang buruk dan kesalahan dalam pengiriman produk juga

mungkin dirasakan oleh konsumen dalam belanja online (Naiyi,

2004).

e. Kerugian yang Diakibatkan oleh Proses dan Waktu Pembelian

Kerugian ini berkaitan dengan kesulitan dan ketidaknyamanan

dalam mengakses toko online (Naiyi, 2004). Hal tersebut berakibat

(35)

f. Risiko Mengenai Keamanan

Risiko ini berkaitan dengan keamanan informasi pribadi yang

dimiliki oleh konsumen. Informasi tersebut seperti alamat rumah,

alamat e-mail, nomor telepon, nomer credit card dan sebagainya

(Naiyi, 2004).

g. Risiko yang Berkaitan dengan Informasi

Informasi yang dimaksud dalam hal ini adalah informasi yang

disampaikan penjual online mengenai produk. Selain itu informasi

mengenai penjual online akan menghindarkan risiko yang dialami

oleh konsumen terhadap penjual (Naiyi, 2004).

Kesimpulan yang didapatkan dari pernyataan-pernyataan tersebut

adalah persepsi risiko terdiri dari tujuh dimensi. Ketujuh dimensi tersebut

adalah risiko yang bersumber dari penjual, risiko dalam pengiriman

produk, risiko finansial dan risiko kinerja produk. Selain itu ada juga

kerugian yang diakibatkan oleh proses dan waktu pembelian, risiko

mengenai keamanan dan risikoyang berkaitan dengan informasi.

3. Dampak Persepsi risiko

Secara umum, dampak yang didapatkan ketika konsumen

merasakan risiko yang tinggi dalam belanja online adalah konsumen

memiliki kepercayaan yang rendah terhadap belanja online (Firdayanti,

2012). Selain itu, konsumen menjadi enggan untuk melakukan belanja

(36)

membatalkan pembeliannya melalui belanja online semakin besar (Du,

Ma dan Wang, 2009).

Dampak yang muncul ketika konsumen memiliki risiko terhadap

penjual adalah konsumen merasa khawatir jika penjual tidak memberikan

garansi atau penukaran barang apabila produk yang dibeli tidak sesuai

dengan harapannya (Naiyi, 2004). Dampak yang muncul dari risiko

pengiriman produk adalah kemungkinan barang yang dibeli tidak sampai

tujuan atau terlambat sampai tujuan dan produk bisa rusak ketika sampai

tujuan (Masoud, 2013). Konsumen juga dapat merasakan ketidaksesuaian

banyaknya biaya yang dikeluarkan dengan kualitas produk yang

didapatkannya yang dianggap sebagai dampak dari risiko finansial yang

mungkin dirasakan oleh konsumen online (Firdayanti, 2012).

Dampak dari risiko kinerja produk adalah konsumen khawatir jika

produk yang dibeli secara online tidak mampu menunjukkan performansi

sesuai dengan yang diharapkan oleh konsumen (Firdayanti, 2012;

Masoud, 2013). Dampak lain yang mungkin terjadi dalam kaitannya

dengan kerugian yang diakibatkan oleh proses dan waktu pembelian

adalah kemungkinan konsumen menguras banyak waktu untuk

mendapatkan barang yang tidak sesuai dengan harapannya (Firdayanti,

2012). Sedangkan risiko mengenai keamanan berdampak pada

kekhawatiran konsumen apabila informasi pribadi seperti informasi

mengenai nomor credit card dapat diakses oleh pihak lain (hacker) selain

(37)

dirasakan dalam kaitannya dengan risiko yang berkaitan dengan

informasi adalah konsumen khawatir jika terjadi ketidaksesuaian

informasi yang diberikan oleh penjual dengan kondisi barang yang

sesungguhnya (Naiyi, 2004).

C. PEREMPUAN USIA REMAJA AKHIR

1. Pengertian dan Batasan Usia Remaja Akhir

Masa remaja ditandai dengan adanya masa pubertas yaitu masa

yang menunjukkan kemampuan seseorang untuk bisa melakukan

reproduksi (Wade dan Tavris, 2007). Remaja sendiri berasal dari bahasa

Latin adolenscere yang berarti “tumbuh atau tumbuh untuk mencapai

kematangan” (Ali dan Asrori, 2009). Pada perkembangan ini, remaja

dianggap memiliki kemampuan untuk bisa membuat

keputusan-keputusan yang kompeten (Santrock, 2002).

Masa remaja dibagi kedalam dua tahap yaitu masa remaja awal dan

masa remaja akhir. Masa remaja awal dimulai pada usia 13 hingga usia

16 tahun dan masa remaja akhir adalah masa perkembangan pada usia 16

hingga 18 tahun (Hurlock, 1980). Menurut Santrock (2002) dan Paludi

(2002) remaja awal dimulai pada usia 13 tahun dan berakhir pada 17

tahun sedangkan remaja akhir terjadi pada usia 18 hingga 22 tahun.

Individu yang memasuki tahapan remaja akhir dianggap lebih

berwibawa dibandingkan remaja awal. Remaja akhir dianggap memiliki

(38)

1980). Semakin tua usia remaja membuat mereka memiliki status yang

jelas di lingkungannya sehingga menimbulkan motivasi untuk bisa hidup

sesuai dengan ekspektasi sosial yang ada di sekitarnya (Hurlock, 1980).

Pernyataan-pernyataan tersebut menunjukkan bahwa masa remaja

akhir merupakan proses penyesuaian individu untuk tumbuh menjadi

dewasa. Mereka memiliki kebebasan, hak dan tanggung jawab dalam

berperilaku. Tahap penyesuaian ini terjadi saat remaja memasuki rentang

usia 16 hingga 22 tahun.

2. Perkembangan Perempuan pada Tahap Remaja Akhir

a. Perkembangan Sosial dan Emosi

Perkembangan sosial dan emosi sangat dipengaruhi oleh faktor

lingkungan yaitu keluarga dan teman sebaya (Santrock, 2002).

Banyak orang yang menganggap bahwa perempuan lebih emosional

dalam berperilaku dibandingkan dengan laki-laki (Wade dan Tavris,

2008). Hal tersebut dikarenakan perempuan lebih menggunakan

perasaannya dari pada laki-laki yang lebih menggunakan pikiran

(Dimjati, 2000).

Secara umum, remaja dihadapkan pada tantangan untuk dapat

menyesuaikan diri dengan lingkungan di sekelilingnya (Rochmah,

2005). Sikap konformitas berkembang pada tahap ini. Konformitas

dapat berdampak positif namun juga dapat berdampak negatif

(Rochmah, 2005). Dampak negatif dari konformitas misalnya adalah

(39)

memiliki sikap konformitas dengan teman sebaya yang gemar

berbelanja.

Kartono (2006) menyatakan bahwa emosi perempuan pada

tahap remaja akhir mulai lebih terarah pada dirinya sendiri. Rasa

cinta diri atau narsistis membuat perempuan usia remaja akhir ingin

mengutamakan dirinya sendiri. Adanya sifat narsistis dalam diri

perempuan remaja akhir tersebut membuat dirinya memiliki emosi

yang kurang stabil (Kartono, 2006).

Kartono (2006) juga menyatakan bahwa pada tahap

perkembangan ini, anak perempuan mulai memiliki ketertarikan

terhadap lawan jenisnya. Keinginan untuk dicintai membuat

perempuan remaja akhir dengan mudah mengorbankan apa yang

dimilikinya untuk mendapatkan perhatian dari lawan jenisnya.

Perkembangan sosial dan emosi remaja akhir sangat

dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya. Remaja perempuan

dianggap lebih mudah dipengaruhi perasaan dibandingkan dengan

remaja laki-laki dalam berperilaku. Hal ini dapat dikaitkan dengan

keinginan untuk terlihat menarik dan mendapat perhatian dari lawan

jenisnya.

b. Perkembangan Kognitif

Perempuan remaja akhir memiliki fantasi-fantasi mengenai

(40)

egosentrisme. Perempuan remaja akhir melihat segala hal dari sudut

pandang mereka sendiri (Kartono, 2006).

Secara umum, perkembangan kognitif pada usia remaja akhir

membuat remaja berusaha untuk memecahkan masalahnya sendiri

dengan tujuan ingin menjadi individu yang independen. Cara yang

dilakukan oleh remaja untuk menunjukkan kemandiriannya dalam

memecahkan masalah adalah dengan melakukan diskusi atau

membaca mengenai tema-tema tertentu yang dianggap menarik

untuk mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya (Mappiare,

1982).

Remaja secara umum dianggap sudah mampu berpikir secara

logis dan abstrak sehingga ia dianggap mampu mengambil

kesimpulan dari suatu objek tanpa harus melihat objek tersebut

secara langsung (Rochmah, 2005). Piaget (dalam Rochmah, 2005)

menyatakan bahwa pada tahap remaja individu dianggap matang

untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga dapat

dikatakan jika individu mampu menentukan sikapnya dalam

berinteraksi dengan sekelilingnya.

Perempuan pada tahap remaja akhir memiliki ciri yang sama

seperti pada remaja pada umunya. Mereka dianggap memiliki

kematangan dalam menentukan keputusannya. Individu

mengumpulkan informasi yang berkaitan dengan masalahnya

(41)

menunjukkan bahwa individu mampu membuat keputusan secara

mandiri tanpa bantuan dari orang dewasa.

D. DINAMIKA HUBUNGAN PERSEPSI RISIKO DENGAN SIKAP KONSUMEN TERHADAP BELANJA ONLINE PADA PEREMPUAN USIA REMAJA AKHIR

Belanja online di Indonesia semakin berkembang tiap tahunnya. Hal

tersebut dapat dilihat dari survei global independen yang menyebutkan bahwa

80% dari 55 juta pengguna internet di Indonesia mulai aktif berbelanja secara

online (Oebaidillah, 2013). Di sisi lain, sebagian besar pengguna internet di

Indonesia adalah remaja dengan rentang usia 15 hingga 19 tahun (gatra.com,

2011). Oleh karena itu dapat dikatakan jika sebagian besar remaja Indonesia

merupakan konsumen belanja online.

Remaja pada umumnya memiliki keinginan untuk mencoba hal-hal

baru (Santrock, 2002), begitu pula dengan remaja akhir. Hal tersebut dapat

diwujudkan salah satunya dengan mencoba untuk berbelanja online.

Remaja akhir dianggap sebagai konsumen yang potensial dalam belanja

online karena pada tahap ini secara umum remaja memiliki pemikiran yang

logis dan abstrak sehingga ia mampu mengambil kesimpulan dari berbagai

informasi yang didapatkannya (Rochmah, 2005). Remaja akhir juga dianggap

memiliki kemandirian dalam menentukan sikapnya (Mappiare, 1982)

(42)

terpengaruh oleh lingkungan sekitarnya karena pada tahap ini remaja

mengembangkan sikap konsformitas (Rochmah, 2005).

Remaja akhir, khususnya yang berjenis kelamin perempuan dianggap

lebih potensial sebagai pangsa pasar dalam belanja online karena mereka

lebih emosional dalam berperilaku dibandingkan dengan laki-laki (Wade dan

Tavris, 2008). Selain itu perempuan usia remaja akhir juga dianggap memiliki

sifat narsistik dan egosentris (Kartono, 2006) sehingga ia hanya berfokus

pada dirinya sendiri dan memandang segala hal berdasarkan dari sudut

pandangnya sendiri.

Belanja online memberikan banyak keuntungan yang bisa dirasakan

oleh konsumen.Keuntungan tersebut seperti konsumen dapat mengakses toko

online dimana pun dan kapan pun. Selain itu, belanja online dianggap dapat

menghemat banyak waktu, energi dan biaya (Javadi et.al., 2012). Di sisi lain,

konsumen juga dapat merasakan risiko yang mungkin terjadi dalam belanja

online (Hsu dan Bayarsaikhan, 2012) yang dikenal dengan persepsi risiko.

Persepsi risiko adalah ketidakpastian dan konsekuensi yang dirasakan

konsumen ketika ia berbelanja baik belanja tradisional maupun belanja

online. Persepsi risiko merupakan persepsi subjektif yang dimiliki oleh

konsumen yang tidak selalu nyata terjadi (Schiffman, Kanuk dan Wisenblit,

2009).

Konsumen rentan mengalami risiko yang mungkin terjadi dalam

(43)

mencoba langsung produk yang dijual dalam toko online (Lai, Wu dan Lin,

2008).

Secara umum, persepsi risiko berdampak pada kepercayaan konsumen

terhadap belanja online (Firdayanti, 2012). Semakin tinggi konsumen

mempersepsikan risiko yang mungkin terjadi, maka akan semakin rendah

kepercayaan konsumen terhadap belanja online. Selain itu, konsumen

menjadi enggan untuk melakukan belanja online (Hsu dan Bayarsaikhan,

2012) atau kemungkinan konsumen untuk membatalkan pembeliannya

melalui belanja online semakin besar (Du, Ma dan Wang, 2009).

Dampak yang mungkin terjadi ketika konsumen merasakan bahwa

belanja online memiliki risiko yang tinggi pada dimensi risiko yang

bersumber dari penjual adalah konsumen khawatir jika penjual tidak akan

memberikan garansi atau penukaran barang jika produk yang dibeli tidak

sesuai dengan harapannya (Naiyi, 2004). Dampak lain yang muncul dari

risiko pengiriman produk adalah kemungkinan barang yang dibeli tidak

sampai tujuan atau terlambat sampai tujuan dan produk bisa rusak ketika

sampai tujuan (Masoud, 2013). Konsumen mungkin juga dapat merasakan

ketidaksesuaian banyaknya biaya yang dikeluarkan dengan kualitas produk

yang didapatkannya yang dianggap sebagai dampak dari risiko finansial yang

mungkin dirasakan oleh konsumen online (Firdayanti, 2012).

Sedangkan dampak dari risiko kinerja produk adalah produk yang dibeli

secara online kemungkinan tidak mampu menunjukkan performansi sesuai

(44)

sehingga konsumen menjadi khawatir untuk berbelanja online. Selain itu,

dampak yang mungkin terjadi dalam kaitannya dengan kerugian yang

diakibatkan oleh proses dan waktu pembelian adalah konsumen merasa

bahwa ia akan menguras banyak waktu untuk mendapatkan barang yang tidak

sesuai dengan harapannya (Firdayanti, 2012).

Risiko mengenai keamanan berdampak pada informasi pribadi seperti

kemungkinan bahwa informasi mengenai nomor credit card yang dimiliki

konsumen dapat diakses oleh pihak lain (hacker) selain penjual online (Pi dan

Sangruang, 2011). Dan dampak terakhir yang mungkin dirasakan dalam

kaitannya dengan risiko yang berkaitan dengan informasi adalah konsumen

merasa khawatir jika terjadi ketidaksesuaian informasi yang diberikan oleh

penjual dengan kondisi barang yang sesungguhnya (Naiyi, 2004).

Persepsi risiko secara umum berdampak pada kepercayaan konsumen

(Firdayanti, 2012). Kepercayaan terhadap belanja online berkaitan dengan

orientasi yang dimiliki konsumen. Konsumen yang berorientasi pada tujuan

tertentu membutuhkan penguat dari penjual (Sciffman, Kanuk dan Wisenblit,

2009). Penguat tersebut diwujudkan dengan janji-janji yang diberikan penjual

kepada konsumennya hingga konsumen yakin untuk berbelanja online.

Ketika penjual mampu meyakinkan konsumen untuk melakukan pembelian

online dan konsumen mampu merasakan keuntungan-keuntungan yang

mungkin bisa dialami dengan berbelanja online, maka konsumen akan

(45)

Pandangan konsumen baik yang berupa pandangan positif maupun

negatif terhadap proses dalam belanja online biasa disebut dengan sikap

terhadap belanja online (Chiu et al., dalam Delafrooz, 2009). Sikap tersebut

terbentuk karena adanya proses belajar dari lingkungan sekitar atau pun dari

pengalaman pribadi konsumen (Hutagalung, 2007).

Konsumen, dalam hal ini perempuan usia remaja akhir menjadikan

orang di sekitarnya sebagai model dalam berperilaku, namun di sisi lain ia

dihadapkan pada tantangan untuk bisa menentukan sikapnya sesuai dengan

harapan orang-orang di sekelilingnya (Rochmah, 2005). Oleh karena itu,

perempuan usia remaja akhir dianggap dapat menentukan sikapnya secara

mandiri termasuk dalam menentukan sikapnya terhadap belanja online.

Bagan Hubungan Dimensi-dimensi Persepsi Risiko (Perceived Risk)

dengan Sikap terhadap Belanja Online pada Perempuan Usia Remaja Akhir:

(46)

Dimensi-Bagan Hubungan Dimensi-dimensi Persepsi Risiko (Perceived Risk)

(47)
(48)

E. HIPOTESIS

Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis utama yang diajukan dalam

penelitian ini adalah :

H : Ada hubungan negatif antara dimensi-dimensi risiko persepsi risiko

dengan sikap terhadap belanja online pada perempuan usia remaja akhir.

Sedangkan, rincian hipotesis tiap dimensi adalah sebagai berikut:

H1 : Ada hubungan negatif antara risiko yang bersumber dari penjual dengan

sikap terhadap belanja online.

H2 : Ada hubungan negatif antara risiko dalam pengiriman produk dengan

sikap terhadap belanja online.

H3 : Ada hubungan negatif antara risiko finansial dengan sikap terhadap

belanja online.

H4 : Ada hubungan negatif antara risiko kinerja produk dengan sikap

terhadap belanja online.

H5 : Ada hubungan negatif antara kerugian yang diakibatkan oleh proses dan

waktu pembelian dengan sikap terhadap belanja online.

H6 : Ada hubungan negatif antara risiko keamanan dengan sikap terhadap

belanja online.

H7 : Ada hubungan negatif antara risiko yang berkaitan dengan informasi

(49)

Artinya semakin tinggi dimensi-dimensi risiko yang dirasakan,maka akan

semakin negatif sikap yang dimiliki konsumen terhadap belanja online.

Begitu pula sebaliknya, semakin rendah dimensi-dimensi risiko yang

(50)

32

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuantitatif korelasional.

Penelitian korelasional atau hubungan adalah penelitian yang

menggabungkan antara dua variabel atau lebih (Hasan, 2012). Selanjutnya

Azwar (2009) menyatakan bahwa penelitian korelasional digunakan untuk

melihat sejauh mana variasi dari suatu variabel berkaitan dengan variasi dari

satu atau lebih variabel lainnya.

B. VARIABEL PENELITIAN

1. Variabel X (bebas) : persepsi risiko yang terdiri dari tujuh dimensi yaitu;

risiko yang bersumber dari penjual, risiko dalam pengiriman produk,

risiko finansial, risiko kinerja produk, kerugian yang diakibatkan oleh

proses dan waktu pembelian, risiko keamanan dan risiko yang berkaitan

dengan informasi

(51)

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Sikap terhadap Belanja Online

Sikap terhadap belanja online merupakan sikap yang dimiliki oleh

konsumen perempuan usia remaja akhir berupa hasil evaluasi yang

didapatkan dari orientasi sosial konsumen dengan lingkungan sekitarnya

baik berupa pengalaman langsung maupun tidak langsung. Hasil tersebut

berupa pandangan konsumen yang bersifat positif atau negatif berkaitan

dengan perilaku membeli dengan memanfaatkan media internet.

Komponen-komponen yang dapat membentuk sikap konsumen terhadap

belanja online adalah komponen kognitif, afektif dan konatif. Sikap

terhadap belanja online diukur dengan menggunakan skala sikap

terhadap belanja online. Semakin tinggi skor yang didapatkan dari skala

sikap terhadap belanja online menunjukkan semakin positif sikap

konsumen terhadap belanja online. Sebaliknya semakin rendah skor yang

didapatkan konsumen dari skala sikap terhadap belanja online

menunjukkan semakin negatif sikap konsumen terhadap belanja online.

2. Persepsi risiko

Persepsi risiko merupakan kondisi ketidakpastian yang dirasakan

oleh perempuan usia remaja akhir dalam berbelanja yang memiliki

konsekuensi tertentu ketika ia memutuskan untuk membeli suatu produk.

Persepsi risiko diukur dalam beberapa dimensi yaitu risiko yang

bersumber dari penjual, risiko dalam pengiriman produk, risiko finansial,

(52)

pembelian, risiko mengenai keamanan serta risiko yang berkaitan dengan

informasi. Skala persepsi risiko diukur menggunakan skala persepsi

risiko. Skor yang diperoleh kemudian diukur pada masing-masing

dimensinya, semakin tinggi skor yang diperoleh dari masing-masing

dimensi menunjukkan semakin tinggi persepsi risiko atau pemahaman

konsumen mengenai risiko yang mungkin dialami dalam berbelanja

online. Sebaliknya, semakin rendah skor yang diperoleh dalam sebuah

dimensi, maka semakin rendah pula persepsi risiko atau pemahaman

konsumen dalam memandang risiko yang mungkin dialami oleh

konsumen pada masing-masing dimensi persepsi risiko.

D. SUBJEK PENELITIAN DAN METODE SAMPLING

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan

remaja akhir dengan rentang usia 16 hingga 22 tahun (Hurlock, 1980;

Santrock, 2002 dan Paludi, 2002). Metode sampling yang digunakan adalah

convenience sampling. Metode sampling dengan menggunakan convenience

sampling berarti pengambilan sample berdasarkan kemudahan dalam

mengakses subjek (Narimawati dan Munandar, 2008) yaitu perempuan usia

remaja akhir yang memiliki pengetahuan tentang belanja online atau pernah

mengakses toko online. Pemilihan subjek berdasarkan pada teori dari Myers

(1983) mengenai sikap yang dapat terbentuk dari pengalaman subjek dengan

(53)

pengalaman langsung atau pun pengalaman tidak langsung antara konsumen

dengan belanja online.

E. METODE DAN ALAT PENGUMPULAN DATA

1. Skala Sikap terhadap Belanja Online

Skala sikap terhadap belanja online disusun dalam bentuk skala

Likert dengan menggunakan 5 kategori respon yaitu SS untuk respon

“sangat setuju”, S untuk respon “setuju”, N untuk respon “netral” yang

berarti antara setuju dan tidak setuju, TS untuk respon “tidak setuju”

dan STS untuk respon “sangat tidak setuju”. Masing-masing komponen

dalam penelitian ini memiliki bobot yang sama karena tidak ada teori

yang menyatakan bahwa salah satu komponen lebih signifikan

dibandingkan komponen lainnya (Azwar, 2009).

Tabel 1.

Skor skala sikap terhadap belanja online

Respon Skor Favorable Skor Unfavorable

Sangat Setuju (SS) 5 1

Setuju (S) 4 2

Netral (N) 3 3

Tidak Setuju (TS) 2 4

(54)

Tabel 2.

Blue Print Skala Sikap terhadap Belanja Online Sebelum Seleksi Item

No. Komponen Nomor Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

2. Skala Persepsi risiko

Skala persepsi risiko disusun dalam bentuk skala Likert dengan

menggunakan 4 kategori respon. Respon jawaban tersebut adalah SS

untuk respon “sangat setuju”, S untuk respon “setuju”, TS untuk respon

“tidak setuju” dan STS untuk respon “sangat tidak setuju”. Skala

persepsi risiko terdiri dari pernyataan favorable karena dari pernyataan

tersebut sudah mampu mewakili pernyataan-pernyataan mengenai

persepsi risiko.

Tabel 3.

Skor skala persepsi risiko

Respon Skor Favorable

Sangat Setuju (SS) 4

Setuju (S) 3

Tidak Setuju (TS) 2

(55)

Tabel 4.

Blue Print Skala Persepsi risiko Sebelum Seleksi Item

No. Dimensi Nomor Item

Favorable Jumlah 1. Risiko yang Bersumber dari

Penjual 2, 29, 16, 23, 9 5

7. Risiko yang Berkaitan dengan

Informasi 7, 14, 21, 28, 35 5

F. VALIDITAS DAN RELIABILITAS ALAT UKUR

1. Validitas

Validitas adalah keandalan atau kemampuan yang dimiliki suatu

alat untuk mengukur tujuan yang ingin dicapai oleh seorang peneliti

(Azwar, 2003). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

validitas isi. Validitas isi adalah validitas yang digunakan untuk melihat

sejauh mana item-item yang digunakan dapat mewakili komponen yang

diukur. Validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian item-item

penelitian apakah item yang dibuat sudah tepat digunakan untuk

menggambarkan variabel yang akan diukur (Azwar, 2007). Metode yang

digunakan dalam validitas isi adalah expert judgement yaitu

menggunakan seorang ahli yaitu dosen pembimbing untuk melihat

(56)

2. Seleksi Item

Tahap pertama yang dilakukan dalam seleksi item adalah

melakukan try out menggunakan skala yang telah diuji validitas isinya.

Setelah peneliti memperoleh data yang diperlukan dalam seleksi item,

peneliti melakukan uji daya diskriminasi atau daya beda item.

Cara yang digunakan dalam uji daya beda adalah dengan

menghitung konsistensi item. Konsistensi item diperoleh dari korelasi

antara skor subjek pada item dengan skor total atau korelasi item total.

Hal tersebut dapat diketahui dengan menggunakan product moment

Pearson (Azwar, 2009).

Skor yang didapatkan dari uji daya beda antara -1 sampai dengan

+1 (Azwar, 2009). Semakin mendekati skor +1 menunjukkan semakin

tinggi konsistensi antara item tersebut dengan keseluruhan tes, yang

berarti item tersebut memiliki kualitas yang baik dan memiliki daya beda

yang tinggi. Begitu pula sebaliknya, semakin mendekati skor -1

menunjukkan bahwa item tersebut memiliki daya beda yang rendah

sehingga dianggap berkualitas buruk (Azwar, 2009).

a. Skala Sikap Terhadap Belanja Online

Uji coba item dilakukan pada 120 subjek perempuan usia

remaja akhir. Item yang digunakan adalah item-item dengan batas

paling bawah 0,25. Nilai tersebut didapatkan dari r tabel dengan

jumlah subjek 120 (Hasan, 2004). Hasil yang didapatkan dengan

(57)

bahwa semua item memiliki indeks daya beda di atas 0,25 (r

tabel). Dari hasil yang didapatkan tersebut berarti peneliti tidak

perlu mengurangi jumlah item karena dianggap sudah memiliki

konsistensi internal (Azwar, 2009).

Tabel 5.

Blue Print Skala Sikap Terhadap Belanja Online Setelah Seleksi Item

No. Komponen Nomor Item Jumlah Bobot

Favorable Unfavorable

b. Skala Persepsi risiko

Skala persepsi risiko diujicobakan pada 120 subjek

perempuan usia remaja akhir. Indeks daya beda yang digunakan

adalah lebih besar dari r tabel yaitu 0,25 (Hasan, 2004). Dari hasil

uji coba yang dilakukan ditemukan satu item yang nilainya 0,102

yang berarti kurang dari batas kriteria indeks daya beda sehingga

item tersebut dianggap tidak baik dan harus digugurkan dalam

penelitian selanjutnya. Item tersebut adalah item nomor 26 yang

merupakan item dari dimensi risiko kinerja produk. Karena item

yang gugur hanya satu, maka jumlah item skala tidak terlalu

(58)

Tabel 6.

Blue Print Skala Persepsi risiko Setelah Seleksi Item

No. Dimensi Nomor Item

Favorable Jumlah 1. Risiko yang Bersumber dari

Penjual 2, 29, 16, 23, 9 5 7. Risiko yang Berkaitan dengan

Informasi 7, 14, 21, 28, 35 5

Ket. : Item yang dicetak tebal adalah item yang gugur

3. Reliabilitas

Reliabilitas berarti konsistensi atau stabilitas (Supratiknya, 1998).

Reliabilitas digunakan untuk melihat konsistensi yang dimiliki oleh suatu

alat ukur. Artinya alat ukur yang digunakan konsisten mengukur hal yang

sama pada seorang atau sekelompok subjek meskipun digunakan pada

waktu yang berbeda (Suryabrata, 2011). Hasil yang didapatkan berkisar

antara angka 0,00 hingga 1,00. Semakin tinggi dan mendekati angka 1,00

menunjukkan semakin reliabel suatu alat ukur. Sedangkan jika semakin

mendekati bilai 0,00 berarti alat ukur tersebut memiliki reliabilitas yang

rendah. Reliabilitas alat ukur diuji menggunakan Alpha () Cronbach

untuk mendapatkan konsistensi internal dari tes.

Berdasarkan hasil penghitungan, Skala Sikap Terhadap Belanja

Online memiliki reliabilitas sebesar 0.936 yang menunjukkan bahwa

(59)

umum dapat dikatakan memiliki relibilitas yang kuat kecuali pada

dimensi risiko kinerja produk. Hasil uji reliabilitas per dimensi adalah

sebagai berikut :

Tabel 7.

Hasil Uji Alpha Cronbach (∝) Skala Persepsi risiko

Dimensi Koefisien Alpha Cronbach

(∝)

Risiko yang bersumber dari penjual 0.780

Risiko dalam Pengiriman Produk 0.774

Risiko Finansial 0.717

Risiko Kinerja Produk 0.805

Kerugian yang Diakibatkan oleh Proses dan Waktu Pembelian

0.753

Risiko Mengenai Keamanan 0.827

Risiko yang Berkaitan dengan

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data

yang digunakan telah terdistribusi secara normal (Usman dan

Akbar, 2008). Uji normalitas dilakukan dengan metode

Kolmogorov-Smirnov. Uji normalitas dikatakan signifikan jika

p>0,05 (Santoso, 2010). Hal tersebut menunjukkan bahwa data

yang digunakan terdistribusi secara normal. Sedangkan jika

p<0,05 menunjukkan bahwa data tidak signifikan dan tidak

(60)

b. Uji Linearitas

Uji linearitas dilakukan untuk mengetahui kekuatan

hubungan antar dua variabel penelitian. Uji linearitas dikatakan

signifikan jika p<0,05 yang berarti hubungan antar dua variabel

lemah (Santoso, 2010).

2. Uji Hipotesis

Metode analisis data yang digunakan apabila syarat uji asumsi

terpenuhi adalah dengan menggunakan Product Moment dari Pearson.

Uji asumsi dikatakan terpenuhi jika data terdistribusi normal dan linear.

Namun, apabila uji asumsi normalitas tidak terpenuhi , maka untuk

analisis data menggunakan metode analisis Spearman Rho (Djarwanto

dan Subagyo, 1981). Setelah analisis data dilakukan, maka ditemukan

nilai koefisien korelasi yang berkisar antara -1 hingga +1 (Usman dan

Akbar, 2006). Hal tersebut menunjukkan hubungan yang terjadi antara

dua variabel penelitian. Jika hasilnya menunjukkan angka min (-) berarti

hubungan yang terjadi antara dua variabel adalah hubungan negatif

sedangkan jika hasil yang diperoleh menunjukkan nilai plus (+) maka

terjadi hubungan positif antara dua variabel penelitian (Prasetyo, 2008).

Koefisien korelasi yang semakin mendekati angka 1 menunjukkan

(61)

Tabel 8.

Interpretasi Koefisien Korelasi (Sugiyono, 2008) : Interval Koefisien Tingkat Hubungan

0,00 – 0,199 Sangat rendah

0,20 – 0,399 Rendah

0,40 – 0,599 Sedang

0,60 – 0,799 Kuat

(62)

44

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. PELAKSANAAN PENELITIAN

Penelitian dilakukan pada tanggal 16 Mei hingga 29 Mei 2014.

Penelitian ini dilakukan dengan bantuan dari teman-teman peneliti untuk

menyebarkan skala penelitian pada subjek dengan kriteria yang

dibutuhkan dalam penelitian yaitu perempuan usia remaja akhir yang

memiliki pengalaman dengan toko online atau minimal pernah mengakses

toko online. Dari 200 skala yang disebarkan oleh peneliti, hanya 182 skala

yang dikembalikan dan 2 skala gugur dikarenakan usia subjek yang tidak

sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan oleh peneliti. Oleh sebab itu,

peneliti menggunakan 180 skala yang ada sebagai data penelitian.

B. DESKRIPSI SUBJEK PENELITIAN

Subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah perempuan usia

remaja akhir dengan rentang usia 16 hingga 22 tahun yang memiliki

pengetahuan tentang belanja online atau pernah mengakses toko online.

Jumlah subjek secara keseluruhan adalah 180 orang dengan rincian

(63)

Tabel 9.

Data SubjekPerempuan Usia Remaja Akhir

Usia

Data yang diperoleh menunjukkan bahwa sebagian besar

perempuan usia remaja akhir pernah berbelanja online. Dari 180 data

tersebut, 76.1% perempuan mengaku pernah melakukan pembelian online

dan 23.9% lainnya belum pernah berbelanja online.

C. DESKRIPSI DATA PENELITIAN

Deskripsi data penelitian berisi mengenai gambaran subjek

penelitian. Data dihitung menggunakan cara manual untuk mencari mean

teoritis dan menggunakan aplikasi SPSS 16.0 for windows. Hasil yang

Gambar

Skor skala sikap terhadap belanja Tabel 1. online
Blue PrintTabel 2.  Skala Sikap terhadap Belanja Online Sebelum Seleksi
Tabel 4.
Blue PrintTabel 5.  Skala Sikap Terhadap Belanja Online Setelah Seleksi
+7

Referensi

Dokumen terkait

From the result of the study, it is concluded that role-play is more appropriate technique to improve students’ speaking ability of the twelfth grade students of SMA Stella

“Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku Pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti

KUALITI MASA PEMBELAJARAN AKADEMIK DALAM PENDIDIKAN JASMANI: KAJIAN KES DI SEKOLAH MENENGAH DAERAH HULU LANGAT, SELANGOR.. JULISMAH

aturan baru yang diterapkan pada tahun ajaran ini, dan hasilnya poster yang?. dihasilkan menjadi

Tujuan : mengetahui efek ekstrak pelepah dan batang tanaman pisang ambon terhadap pertumbuhan S.aureus serta mengetahui bagian batang atau pelepah yang lebih

Jika sel ini TRUE maka semua data yang ditulis di dalam kolom kunci pada daerah kerja bernilai benar, jika diisi dengan FALSE maka data yang tidak sama dengan data kunci pada

- Bantu pasien untuk lebih focus pada aktivitas, bukan pada nyeri dan rasa tidak nyaman dengan melakukan pengalihan melalui televise, radio, tape, dan interaksi dengan pengunjung.

(2) Pembayaran biaya jaminan persalinan pada pemberi pelayanan kesehatan/fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas dan jaringannya) dibayar dengan pola klaim