• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN PERSEPSI SANTRI TENTANG KEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT KEDISIPLIN PENGURUS DENGAN INTENSITAS SHALAT BERJAMA’AH SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI KOTA SALATIGA TAHUN 20152016 SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN PERSEPSI SANTRI TENTANG KEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT KEDISIPLIN PENGURUS DENGAN INTENSITAS SHALAT BERJAMA’AH SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI KOTA SALATIGA TAHUN 20152016 SKRIPSI"

Copied!
135
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI SANTRI TENTANG

KEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT KEDISIPLIN PENGURUS

DENGAN

INTENSITAS SHALAT BERJAMA’AH SANTRI PUTRI

PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI KOTA SALATIGA

TAHUN 2015/2016

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam

(S.Pd.I)

Oleh:

MAR’ATUS SHOLIKHAH

NIM: 11111214

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

▸ Baca selengkapnya: sholawat haibah kewibawaan

(2)

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Mufiq, S.Ag. M.Phil. Dosen IAIN Salatiga

Lamp : 4 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudari :Mar‟atus Sholikhah

Kepada:

Yth.Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga

Assalamu‟alaikum Wr. Wb

Setelah dikoreksi dan diperbaiki,maka bersama ini, kami kirimkan skripsi saudari: Nama : Mar‟atus Sholikhah

NIM : 111 11 214

Fakultas : Tarbiyahdan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Judul :Hubugan Persepsi Santri tentang Kewibawaan Kyai dan Tingkat Kedisiplinan Pengurusdengan Intensitas Shalat Berjama‟ah Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri Kota Salatiga Tahun 2015/2016 Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqasyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.

Wassalamu‟alaikum Wr. Wb

Salatiga, 10 Maret 2016 Pembimbing

Mufiq,S.Ag.M.Phil.

(3)
(4)
(5)

MOTTO

































Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang

(6)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini saya persembahkan untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Miftahudin dan Ibu Malikah, yang senantiasa selalu mencurahkan kasih sayang, mendidik dan membimbingku, dan do‟a

restunya yang tak pernah putus serta nasihat- nasihatnya yang selalu

kurindukan.

2. Keluarga besarku yang tak henti- hentinya memberi semangat dan bimbingan

kepadaku.

3. Kepada beliau Bapak Mufiq,S.Ag.,M.Phil., selaku pembimbing skripsi

sekaligus dosen pembimbing akademik yang senantiasa selalu mengarahkan

dan membimbingku dengan penuh ketulusan dan kesabaran.

4. Dosen-dosen Tarbiyah, terimakasih telah mengalirkan ilmu kepada penulis,

menjadi fasilitator serta mendorongku untuk selalu berbuat yang terbaik.

5. Keluarga besar pondok pesantren Sunan Giri (Bapak KH. Maslikhuddin Yazid, Ibu Hj. A‟idah Shodaqoh, Bapak KH. Muslimin Al Asy‟ari, Bapak K.

Sa‟dullah). Terimakasih telah memberikan ilmu, mengarahkan agar menjadi

seseorang yang lebih bermanfaat dan do‟a yang tak henti-hentinya dari kalian.

6. Teman- teman seperjuangan mahasiswa PAI angkatan 2011, dan teman- teman

(7)

kita dalam menuntut ilmu. Semoga senantiasa kita dapat menggapai cita- cita

yang selama ini kita impikan.

7. Teman- teman pondok pesantren Sunan Giri dan teman- teman kelas 2 Aliyah

(Juman Awal). Terimakasih atas kebersamaan kita, yang telah memberikan

banyak pengalaman dan kenangan yang indah .

8. Sahabat-sababat saya Umul, Yuanita, Uswatun, Malaikah, Ilmi dan teman satu

(8)

KATA PENGANTAR

ِمْيِحهرلا ِنَمْحهرلا ِ هاللَّ ِمْسِب

Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang

Maha Rahman dan Rahim yang dengan rahmat, taufik, serta hidayah- Nya skripsi

dengan judul Pengaruh Kewibawaan Kyai dan Tingkat Kedisiplinan Pengurus

terhadap Intensitas Shalat Berjama‟ah Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri

Tahun 2015/2016 bisa diselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada

baginda Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, serta kepada para sahabat, keluarga,

dan orang yang senantiasa mengikuti dan mengamalkan ajaran- ajaran Beliau.

Penulis mengakui dan sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi,

dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak terkait. Sungguh menjadi

kebahagiaan yang tiada tara penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu

penulis ucapkan terima kasih dengan setulusnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.

3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.

4. Bapak Mufiq,S.Ag.,M.Phil., selaku pembimbing skripsi sekaligus dosen

(9)

waktunya dalam penulisan skripsi ini, dan membimbing penulis selama

menuntut ilmu di IAIN Salatiga.

5. Teman-teman pondok pesantren Sunan Giri yang telah bersedia meluangkan

waktunya membantu penulis dalam pengambilan data skripsi ini.

6. Sahabat- sahabatku tercinta yang telah memberikan bekal baik material maupun

spiritual.

7. Seluruh pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis

sebutkan satu- persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, banyak

kekurangan yang perlu diperbaiki baik dalam isi maupun metodologi. Untuk itu

penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak

guna kebaikan penulisan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat

untuk penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.

Salatiga, 07 Februari 2016

Penulis

Mar‟atus Sholikhah

(10)

ABSTRAK

Sholikah, Mar‟atus. 2016. Hubungan Persepsi Santri tentang Kewibawaan Kyai dan

Tingkat Kedisiplinan Pengurus dengan Intensitas Shalat Berjama‟ah Santri

Putri Pondok Pesantren Sunan Giri Tahun 2015/2016. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Mufiq. S.Ag.,M.Phil.

Kata Kunci: Kewibawaan, Kedisiplinan, dan Intensitas Shalat Berjama‟ah

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimanakah kewibawaan kyai pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (2) Bagaimanakah tingkat kedisiplinan pengurus pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (3) Bagaimanakah intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (4) Apakah ada hubungan persepsi santri tentangkewibawaan Kyai dengan intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (5) Apakah ada hubungan antarapersepsi santri antara tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (6) Apakah ada hubungan persepsi santri antara kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016.

Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan studi korelasional. Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 101 responden. Dengan pengambilan sampel sebanyak 20 responden. Pengambilan sampel menggunakan metode

proporsional random sampling. Kemudian metode pengumpulan data menggunakan angket untuk variabel X, dan metode dokumentasi untuk variabel Y. Selanjutnya data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan rumus product moment dan regresi ganda yang kemudian disajikam dalam bentuk deskriptif.

Hasil penelitian ini menunjukkan: (1)Kewibawaan Kyai pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016 tergolong tinggi degan presentase 100%(2)Tingkat kedisiplinan pengurus pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016 tergolong tinggi dengan presentase 75%.(3)Intensitas shalat berjam‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016 tergolong tinggi dengan persentase 80%.(4)Ada hubungan antara persepsi santri tentang kewibawaan kyai dengan intensitas shalat berjama‟ah santri, hal ini ditunjukkan dengan rh > rt pada taraf signifikansi 1% (0,649>0,561).(5) Ada hubungan antara

persepsi santri tentang tingkat kedisiplinan pengurusdengan intensitas shalat berjama‟ah santri , hal ini ditunjukkan dengan rh>rt pada taraf signifikansi 1% (0,568

>0,561). (6) Ada hubungan antara persepsi santri tentang kewibawaan Kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah santri, hal ini ditunjukkan dengan rh>rt pada taraf signifikansi 1% (0,739>0,561). Kemudian hasil

teresebut di uji kebenarannya menggunakan uji F tabel, diperoleh Fh> Ft (10,5 > 3,59)

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. TujuanPenelitian ... 6

D. Hipotesis Penelitian ... 7

E. Defenisi Operasional ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 10

G. Metode Penelitian... 11

H. SistematikaPenulisan... 20

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22

A. Kewibawaan Kyai ... 22

B. Kedisiplinan Pengurus ... 28

C. Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 36

(12)

BAB III HASIL PENELITIAN ... 53

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53

B. Penyajian Data Penelitian ... 65

BAB IV ANALISIS DATA ... 70

A. Analisis Data tentang Kewibawaan Kyai ... 70

B. Analisis Data tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus... 75

C. Analisis Data tentang Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 80

D. Pengujian Hipotesis ... 85

E. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ... 93

BAB V PENUTUP ... 95

A. Kesimpulan... 95

B. Saran ... 97

C. Penutup ... 98 DAFTAR PUSTAKA

(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Kisi-kisi Instrumen Angket Kewibawaan Kyai ... 14

Tabel 1.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 15

Tabel 1.3 Kisi-kisi Instrumen Angket IntensitasShalat Berjama‟ah ... 15

Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Sunan Giri ... 58

Tabel 3.2 Kegiatan Harian Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri ... 59

Tabel 3.3 Kegiatan Mingguan Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri ... 60

Tabel 3.4 Kegiatan Tahunan Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri ... 60

Tabel 3.5 Pembelajaran dan Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Giri ... 60

Tabel 3.5 Dewan Pengajar Madrasah Diniyah Sunan Giri ... 62

Tabel 4.1 Daftar Nilai Distribusi Frekuensi tentang Tingkat KewibawaanKyai 71 Tabel 4.2 Interval Tingkat Kewibawaan Kyai ... 72

Tabel 4.3 Nominasi Nilai tentang Tingkat Kewibawaan Kyai ... 73

Tabel 4.4 Persentase tentang Kewibawaan Kyai ... 75

Tabel 4.5 Daftar Nilai Distribusi Frekuensi tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 76

Tabel 4.6 Interval Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 77

Tabel 4.7 Nominasi Nilai tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus... 78

Tabel 4.8 Persentase tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 80

(14)

Tabel 4.10 Interval Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 82

Tabel 4.11 Nominasi Nilai Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 83

Tabel 4.12 Persentase tentang IntensitasShalat Berjama‟ah ... 85

Tabel4.13 Tabel Kerja KoefisienHubunganPersepsi Santri tentang Kewibawaan

Kyai dan TingkatKedesiplinan Pengurus dengan Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 86

Tabel 4.14 Ringkasan Statistik X1 dan Y ... 87

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Daftar Nama Respoden

Lampiran 2 Angket Penelitian

Lampiran 3 Daftar Tabel r Product Moment

Lampiran 4 Persentase Distribusi F untuk Probabilita = 0,05

Lampiran 5 Surat Tugas Pembimbing Skripsi

Lampiran 6 Lembar Konsultasi Skripsi

Lampiran 7 Surat Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 8 Daftar Nilai SKK

(16)
(17)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Islam mengandung berbagai ajaran, baik ritual ataupun non ritual yang

amatmemerlukan kedisiplinan, sebab dari situ bangunan jiwa akan

membentuk keteraturan. Sebagai misal adalah Islam telah mengajarkan untuk

shalat berjama‟ah, ajaran tersebut bertujuan untuk membentuk jiwa disiplin

pada setiap muslim agar selalu shalat tepat pada waktunya.Adapun dasar

kewajiban shalat berjama‟ah adalah sebagai berikut :



























Artinya: “Dan dirikanlah salat,tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta

orang-orang yang rukuk”(Q.S. Al Baqarah (2): 43) (Depag, 2009: 7).

Ayat tersebut di atas memberi landasan hukum yang jelas untuk pelaksanaan shalat secara berjama‟ah. Umat Islam diperintahkan ruku‟ beserta

orang–orang yang ruku‟ mengandung pengertian shalat berjama‟ah (Ash

Shiddieqy, 1989: 304).

Ketentuan waktu pelaksanaan shalat dapat menggambarkan

kedisplinan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian

shalat merupakan pemelihara waktu untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan.

(18)

Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Q.S. Al Jumu‟ah (62): 10)(Depag, 2009: 553).

Intensitas orang muslim dalam melaksanakan shalat fardhu, dapat

dilihat dari kedisiplinan orang dalam memanfaatkan waktu. Orang yang

melaksanakan shalat fardhu dengan tekun dan berjama‟ah, maka ia telah

belajar menata hidupnya agar lebih teratur dan disiplin.

Dan salah satu tempat untuk membentuk kepribadian manusia yang

disiplin adalah pondok pesantren.Dengan adanya pondok pesantren

diharapkan anak-anak pada zaman sekarang bisa mempunyai perilaku yang

baik, madiri dan bisa menggunakan waktu sebaik mungkin.Hal ini

dilaksanakan dengan menerapkan peraturan-peraturan yang harus ditaati bagi

semua santri.

Adapun tujuan pendidikan dalam pesatren bukan hanya seorang santri

itu mengetahui atau paham tentang ilmu yang diperolehnya, tetapi diharapkan

santri bisa mengamalkan ilmu tersebut.Dengan cara santri memahami dan

menyadari akan perintah-perintah Allah dan larangan-laranganNya.

Adapun elemen sebuah pondok diantaranya adalah:Pondok, Masjid,

(19)

elemen tersebut ada saling keterkaitan hubungan yang erat, diantaranya

hubungan santri dengan kyai, dan hubungan santri dengan santri.Dan elemen

yang sangat berpengaruh dalam suatu pondok adalah seorang

kyai.Perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada

kemampuan pribadi kyainya, karena kyai merupakan cikal-bakal dari sebuah

pesantren(Zamakhsyari, 1983: 61).

Kyai selama ini dipandang sebagai sosok yang sangat dihormati dalam

pesantren.Hormatnya santri kepada kyai biasanya tergantungtingkat

kewibawaan kyai, sedang dalam dunia pesantren konsep kewibawaan

ditunjukkan dalam perilaku keseharian kyai dan dalam mengajarkan ilmu

keagamaan (kitab kuning) terhadap santrinya karena seorang santri

berpendapat bahwasannya seorang kyai mempunyai kelebihan dalam

penguasaan ilmu-ilmu agama dibanding santri tersebut.Kewibawaan seorang

kyai dapat dirasakan dan dilihat dari sikap tawadhu‟ santri kepada kyai.

Dengan banyaknya santri, maka dalam mengatur pesantren, kyai

memerlukan pengurus untuk mengatur dan mengawasi para santri agar

bisamenciptakan kedisiplinan pada santri itu lebih mudah.Karena tidak

mungkin seorang kyai akan mengatur santrinya sendiri. Tetapi, kyai juga

mempunyai andil dalam menciptakan peraturan. Jika ada santri yang bersalah

maka akan dilaporkan kepada kyai dan kyai lah yang menentukan hukuman

(20)

Salah satu peraturan dalam pesantren adalah santri harus mengikuti shalat berjama‟ah lima waktu.Biasanya jika santri meninggalkan shalat

berjama‟ah maka akan mendapatkan hukuman atau sanksi tertentu yang dapat

membuat santri tersebut jera dan sadar akan pentingnya berjama‟ah. Tanpa

adanya kesadaran santri dalam memahami nilai dan keutamaan shalat

berjama‟ah maka mungkin untuk mencapai target agar santri dapat melaksanakan peraturan shalat berjama‟ahpun kurang maksimal.

Masalah yang berkembang saat ini yaitu ada beberapa pondok

pesantren yang penulis ketahui kurang menekankan pentingnya shalat

berjama‟ah kepada para santri, padahal dalam peraturan dan tata tertib tercantum kewajiban santri untuk melaksanakan shalat berjama‟ah.

Dari uraian diatas maka penulis ingin meneliti terkait dengan

kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus terhadap intensitas pengamalan shalat berjama‟ah.Namun dalam hal ini penulis membatasi ruang

lingkup pembahasan yang hanya terfokus pada “HUBUNGAN PERSEPSI

SANTRI TENTANGKEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT

KEDISIPLINAN PENGURUS DENGAN INTENSITAS SHALAT

BERJAMA‟AH SANTRI PUTRI DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI

(21)

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah tingkat kewibawaankyai pada Pondok Pesantren Sunan

Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga

Tahun 2015/2016?

2. Bagaimanakah tingkat kedisiplinan pengurus Pondok Pesantren Sunan

Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga

Tahun 2015/2016?

3. Bagaimanakah tingkat intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok

Pesantren Sunan GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo

Kota Salatiga Tahun2015/2016?

4. Adakah hubungan persepsi santri tentang kewibawaankyai dengan

intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan

GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga

Tahun2015/2016?

5. Adakah hubungan persepsi santri tentangtingkat kedisplinan pengurus

denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan

GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga

Tahun 2015?

6. Adakah hubungan persepsi santri tentangkewibawaan kyai dan tingkat

kedisiplinan pengurus pondok pesantren denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan GiriDusun Krasak, Desa

(22)

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahuikewibawaankyai pada Pondok Pesantren Sunan Giri

Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Tahun

2015/2016.

2. Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pengurus pada Pondok Pesantren

Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota

Salatiga Tahun 2015/2016.

3. Untuk mengetahui tingkat intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok

Pesantren Sunan GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo

Kota Salatiga Tahun2015/2016.

4. Untuk mengetahuihubungan persepsi santri tentang kewibawaan kyai

denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan

Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga

Tahun 2015/2016.

5. Untuk megetahui hubungan persepsi santri tentang tingkat kedisplinan

pengurus denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok

Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo

Kota Salatiga Tahun 2015/2016.

6. Untuk mengetahui hubungan persepsi santri tentangkewibawaan kyai dan

tingkat kedisiplinan pengurus pondok pesantren denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa

(23)

D. Hipotesis

Menurut Sutrisno Hadi, hipotesis adalah dugaan atau jawaban

sementara terhadap ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel satu

dengan variabel lainnya(Hadi, 1981: 63). Sedangkan hipotesis dalam

penelitian ini adalah :

1. Adahubungan persepsi santri tentangkewibawaan kyai terhadap intensitas

shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak,

Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Tahun 2015/2016.

2. Ada hubungan persepsi santri tentang tingkat kedisplinan pengurus

terhadap intensitaas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren

Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota

Salatiga Tahun 2015/2016.

3. Ada hubungan persepsi santri tentang kewibawaan kyai dan tingkat

kedisiplinan pengurus pondok pesantren terhadap intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa

(24)

E. Defenisi Operasional

1. Kewibawaan Kyai

Kewibawaan adalah suatu pancaran batin dapat menimbulkan pada

pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh

pengertian atas kekuatan tersebut (Tirtarahardja, 2005: 54).

Adapun kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli

agama Islam yang memilikiatau menjadi pemimpin pesantren dan

mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai,

ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983: 55).

Untuk mengukur kewibawaan kyai dalam penelitian dalam ini, maka

ditentukan indikator-indikator sebagai berikut:

a. Memiliki jiwa kepemimpinan yang tegas dan teguh pendirian

b. Menjadi acuan dalam pengambilan keputusan

c. Berpenampilan baik

d. Melaksanakan sunah-sunah Nabi dengan shalat tahajud dan berpuasa

Senin dan Kamis

e. Lebih mementingkan kepentingan pondok dariapada kepentingan

pribadi dan sering memberi sedekah

(25)

2. KedisiplinanPengurus

Kediplinan berasal dari kata “disiplin “yang mendapat awalan ke- dan

akhiran–an, yaitu kedisiplinan, yang artinya suatu hal yang membuat

manusia untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan

kehendak-kehendak langsung, ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan tata tertib

(Depdiknas, 2007: 268).

Sedangkan pengurus adalah orang yang mengurus: sekelompok orang

yang mengurus dan memimpin perkumpulan (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, 2007: 1253).

Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud penulis

kedisplinan pengurus adalah ketaatan dan kepatuhan pengurus terhadap

tata tertib dan segala sesuatu yang berkaitan kegiatan pondok.

Adapun indikator-indikator kedisiplinan pengurus adalah:

a. Pengurus melaksanakan piket harian

b. Pengurus melaksanakan tugas kepengurusan masing-masing

c. Pengurus patuh terhadap aturan yang berlaku

d. Pengurus melaksanakan kegiatan pengajian kitab dan musyawaroh

e. Memanfaatkan waktu luang untuk belajar

f. Bila ada kegiatan, pengurus datang lebih awal

g. Bila adzan berkumandang, pengurus bergegasmengambil air wudhu

(26)

3. Intensitas Shalat Berjama‟ah

Intensitas menurut Poerwadarminto (1978:437) ialah ukuran kekuatan

keadaan tingkatan seseorang. Pada penelitian ini yang dimaksud intensitas

adalah tolak ukur yang kemudian menjadi kebiasaan seseorang dalam

melakukan suatu kegiatan. Sedangkan shalat jama‟ah adalah shalat yang

dikerjakan oleh dua atau lebih orang dengan satu orang di depan sebagai

imam sedangkan yang lain makmumnya(Nashir, 2012: 77).

Adapun indikator-indikator intensitas shalat berjama‟ah yaitu:

a. Disiplin dalam melaksanakan shalat tepat pada waktunya

b. Bila adzan berkumandang bergegas mengambil air wudhu

c. Selalu melaksanakan shalat berjama‟ah

d. Selalu berusaha menempati shaf paling depan

F. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik bagi secara

teoritis maupun secara praktis.

1. Manfaat Teoritis

a. Sebagai bahan pengembangan wawasan dan khasanah keilmuan

khususnya dalam ilmu pendidikan agama Islam.

b. Sebagai sumbangan ilmiah bagi akademis yang mengadakan

penelitian berikutnya dalam meningkatkan wacana tentang pentingnya

(27)

2. Manfaat Praktis

a. Dengan penelitian ini diharapkan santri dapat menjalankan peraturan shalat berjama‟ah yang ada sehingga ketika diluar pondok akan

terbiasa melaksanakan shalat berjama‟ah.

b. Penelitian ini sebagai masukan bagi pengurus pondok pesantren

tentang arti penting kedisiplinan pengurus terhadap pengamalan shalat berjama‟ah santri.

c. Bagi penulis dapat melatih ketrampilan menulis karya ilmiah berupa

penelitian, serta menambah wawasan dan pemahaman bagi penulis

tentang arti penting kedisiplinan.

G. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

kuantitatif.Peneliti memilih menggunakan pendekatan kuantitif untuk

menguji pengaruh kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus

terhadap intensitas shalat berjama‟ah.Dan jenis penelitian ini adalah

penelitian lapangan.

2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Sunan Giri Jl.Argowilis

No.15 Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo, kota

(28)

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Fathoni (2011: 103) menyatakan bahwa populasi adalah

keseluruhan unit elementer yang parameternya akan diduga melalui

statistika hasil analisis yang dilakukan terhadap sampel penelitian.

Sedangkan Mordalis (1995: 55) menyatakan bahwa definisi populasi

adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel.

Berdasarkan penjelasan tentang populasi di atas, maka penulis

mengambil populasi santri putri Sunan Giri Salatiga tahun 2015/2016

yang berjumlah 101 santri.

b. Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri

atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Ridwan, 2010: 11). Hakikat

penggunaaan sampel dalam suatu penelitian adalah dikarenakan

sulitnya untuk meneliti seluruh populasi. Maka dari itu untuk

mempermudah penelitian, penulis menggunakan teknik sampling

proposional random sampling, yaitu peneliti “mencampur” subjek

-subjek di dalam populasi sehingga semua -subjek- -subjek di dalam

populasi semuanya dianggap sama.

Arikunto (1998: 120) berpendapat bahwa:Apabila subjeknya

kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya

(29)

besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih tergantung

setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dari waktu, tenaga dan

dana.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengambil 20%

dari jumlah populasi. Sehingga dari populasi yang berjumlah 101santri

putri, dapat diambil sampelnya sebanyak 20santri putri. Teknik untuk

pengambilan sampel ini adalah dengan cara teknik sampling

proposional random sampling (pengambilan sampel secara acak),

yang dinilai atau dianggap dapat mewakili populasi.

4. Metode Pengumpulan data

a. Metode Angket atau Kuasioner

Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan

tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998: 128).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket tertutup

sehingga responden tinggal menjawab pertanyaan yang telah

disediakan.Kuesioner disini digunakan sebagai metode pokok dalam

memperoleh informasi tentang pengaruh kewibawaan kyai dan

kedisiplinan pengurus terhadap intensitas shalat berjama‟ah pada

santri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok,

(30)

b. Metode Dokumentasi

Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,

notulen rapat, ledger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).

Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk

mengumpulkan data dengan mengambil yang telah ada di Pondok

Pesantren serta gambaran, keadaan, lokasi, dan sarana pra-sarana yang

ada di Pondok Pesantren Sunan Giri, Dusun Krasak, Desa Ledok,

Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga tahun 2015/2016.

5. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan

oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar kegiatan

tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto,

2006:206).

Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa angket

yang terdapat dalam lampiran. Angket terdiri dari tiga yaitu mengetahui

bagaimana kewibawaan kyai atau variabel X1, tingkat kedisiplinan

(31)

Kisi-kisi Instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 1.1

Instrumen Angket Kewibawaan Kyai

Variabel Indikator Item

Angket

Kewibawaan Kyai

Kyai memiliki jiwa kepemimpinan yang tegas dan teguh pendirian

1,2

Kyai menjadi acuan dalam pengambilan keputusan

3

Kyai mempunyai kewenangan penuh dalam menagatur pondok

4

Kyai berpenampilan baik 5

Kyai melaksanakan sunah-sunah Nabi dengan shalat tahajud dan berpuasa Senin dan Kamis

6,7

Kyai lebih mementingkan kepentingan pondok daripada kepentingan pribadi dan sering memberi sedekah

8,9

Kyai bersikap ramah 10

Tabel 1.2

Instrumen Angket Tingkat Kedisiplinan Pengurus

Variabel Indikator Item

Angket

Tingkat Kedisiplinan Pengurus

Pengurus melaksanakan piket harian

1

Pengurus melaksanakantugas kepengurusan masing-masing

2

Pengurus mentaati peraturan yang berlaku

3,4

Melaksanakan kegiatan pengajian kitab dan musyawaroh

5,6

Pengurus memanfaatkan waktu luang untuk belajar

7

Bila ada kegiatan, pengurus datang lebih awal

8

Bila adzan terdengar, pengurus bergegas mengambil air wudhu

9

Pengurus tepat waktu dalam shalat

(32)

Tabel 1.3

Instrumen Angket Intensitas Shalat Berjama’ah

Variabel Indikator Item

Angket

Intensitas Shalat Berjama‟ah

Santri shalat tepat pada waktunya 1,2 Bila adzan berkumandang , santri

bergegas mengambil air wudhu

3 Santri selalu shalat berjama‟ah 4,.5,6,7,8 Santri selalu berusaha menempati

shaf paling depan

9,10

6. Analisis Data

Analisis data adalah suatu metode dengan cara menganalisis data yang

diperoleh untuk mencari ada tidaknya hubungan antara persepsi santri

tentangkewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah.

Dalam mengnalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan teknik

sebagai berikut:

a) Analisis pendahuluan

Analisis pendahuluan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam

penelitian dengan cara memasukkan hasil pengolahan data angket

responden ke dalam data tabel distribusi frekuensi.

Dalam tahap pendahuluan ini untuk memberikan penilaian angket

yang telah dijawab oleh responden dengan ketentuan sebagai berikut:

1) Untuk pilihan jawaban “a” diberi skor 3

2) Untuk pilihan jawaban “b” diberi skor 2

(33)

Adapun cara untuk mengetahui analisis pendahuluan digunakan teknik

analisis data prosentase frekuensi dengan rumus:

F

P= X 100%

N

Keterangan:

P: Presentase perolehan

F: Frekuensi

N: Jumlah responden

Analisis ini digunakan untuk mendapat gambaran mengenai

frekuensi variabel kewibawaan kyai, tingkat kedisiplinan pengurus dan intensitas shalat berjama‟ah.

b) Analisis lanjutan

Selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara persepsi santri tentang

kewibawaan kyaidengan intensitas shalat berjama‟ah dan hubungan antara

persepsi santri tentang tingkat kedisiplinan pengurusdenganintensitas shalat berjama‟ah menggunakan rumus Product Moment. Sedangkan

untuk mengetahui adakah hubungan antara persepsi santri tentang

kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah menggunakan rumus Regrensi Ganda. Karena dalam

(34)

2 kategori meliputi variabel independent (variabel bebas) yaitu

kewibawaan kyai (X1) dan tingkat kedisiplinan pengurus (X2). Sedangkan

variabel yang ketiga adalah variabel dependent (variabel terikat) yaitu intensitas shalat berjama‟ah (Y).

Adapun rumusnya yang terdapat dalam bukunya Sugiyono (2010:

225) adalah sebagai berikut:

1) Mencari hubungan variabel X1dengan Y dengan cara sebagai berikut:

rX

1

Y

=

√{ }{ }

Keterangan:

rX

1

Y

: Angka indeks korelasi “r” Product Moment

N : Number of case

∑X1Y : Jumlah hasil perkalian antara skor X1 dan skor Y

∑X1 : Jumlah seluruh skor X1

∑Y : Jumlah seluruh skor Y

2) Mencari hubungan variabel X2dengan Y sebagai berikut:

rX

2

Y

=

√{ }{ }

Keterangan:

rX2Y : Angka indeks korelasi “r” product moment

N : Number of case

(35)

∑X2 : Jumlah seluruh skor X2

∑Y : Jumlah seluruh skor Y

3) Mencari korelasi X1 dan X2 dengan cara sebagai berikut:

rX

1

X

2

=

√{ }{ }

4) Untuk menguji Regrensi Ganda dengan mengkorelasikan ketiga

variabel rumusnya sebagai berikut:

RX

X

Y=

Keterangan:

R X1X2Y : Korelasi ganda antara X1X2 dan Y

rX1Y : Korelasi antara rx1y

rX2Y : Korelasi antara rx2y

rX1X2 : Korelasi antara rx1x2

Korelasi yang dihasilkan baru berlaku untuk sampel yang diteliti.

Apakah hubungan itu dapat digeneralisasikan atau tidak, maka harus diuji

signifikansinya dengan rumus sebagai berikut:

(36)

Keterangan:

R : Koefisien korelasi ganda

k : Jumlah variabel independent

n : Jumlah anggota sampel

Hasil ini selanjutnya dikonsultasikan dengan F tabel (Ft), dengan dk

pembilang = k dan dk penyebut (n-k-1) dan taraf kesalahan 5% dan 1%.

Dalam hal ini berlaku ketentuan apabila Fh lebih besar dari Ft maka

koefisien korelasi ganda yang diuji adalah signifikan, yaitu dapat

diberlakukan untuk seluruh populasi. Atau bisa dikatakan Ho ditolak.

H. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka

dibuat sistematika penulisan. Adapun wujud dari sistematika yang dimaksud

adalah:

Bab I : Pendahuluan

Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, hipotesis, defenisi operasional, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sisitematika penulisan skripsi.

Bab II : Kajian Pustaka

Isi dari bab ini meliputi teori yang berkaitan dengan kewibawaan kyai

(pengertian kewibawaan kyai, munculnya wibawa kyai, indikasi

(37)

(pengertian kedisiplinan pengurus,macam-macamkedisiplinan,

aspek-aspek kedisiplinan, kiat-kiat disiplin), intensitas shalat berjama‟ah

(pengertian intensitas shalat berjama‟ah, dalil shalat berjama‟ah,

hukumshalat berjama‟ah, aturan shalat berjama‟ah, tujuan shalat

berjama‟ah, keutamaan shalat berjama‟ah, manfaat shalat berjama‟ah).

Bab III : Laporan Hasil Penelitian

Dalam bab ini peneliti menjelaskan tentang gambaran umum keadaan

Pondok Pesantren Sunan Giri berkaitan sejarah singkat berdirinya,

letak geografis, profil, visi dan misi, aktifitas pendidikan, dan lain-lain.

Selanjutnya menyajikan data responden dan jawaban angket tentang

pengaruh kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus terhadap

intensitas shalat berjama‟ah.

Bab IV : Analisis Data

Pada bab ini berisi tentang analisis data yang sudah terkumpul, untuk

menguji hipotesis yang diajukan dengan statistik melalui tahapan

analisis deskriptif (tiap-tiap variabel) kemudian dilanjutkan dengan

pengujian hipotesis dan pembahasan.

Bab V : Penutup

(38)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kewibawaan Kyai

1. Pengertian Kewibawaan Kyai

Kewibawaan berasal dari kata wibawa yang berarti kekuasaaan

memberi perintah (yang harus ditaati) (Poerwadarminta,2006: 1366).

Sedangkan yang dimaksud dengan kewibawaan adalah suatu pancaran

batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui,

menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan tersebut

(Tirtarahardja, 2005: 54). Kewibawaan dalam kata lain juga disebut gezag. Gezag berasal dari kata “zeggen” yang berarti berkata.Siapa yang

perkataanya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti

mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain

(Purwanto,1995:48).

Dengan demikian bahwa kewibawaan adalah perkataan atau perbuatan

seseorang yang dapat mempengaruhi dan mengikat orang lain. Adapun

orang yang dipengaruhi tersebut tunduk dan patuh terhadap apa yang

diperintahkan. Rasa tunduk dan patuh itu bukan karena terpaksa, akan

tetapi karena taat dan patuh terhadap orang tersebut.

Adapun kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli

(39)

mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai,

ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983: 55).

Mujamil Qomar (dalam Haryanto, 2001:28) menjelaskan bahwa gelar

kyai tidak didapatkan melalui jalur formal, melainkan datang dari

masyarakat yang secara tulus memberikannya. Adanya gelar ini diperoleh

atas kelebihan-kelebihan ilmu dan amal yang tidak dimiliki orang lain,

dan atas dukungan komunitas pondok pesantren yang dipimpinnya. Oleh

karenanya kyai menjadi patron bagi masyarakat sekitar, terutama yang

menyangkut kepribadian. Sebagai patron, seorang kyai memainkan

peranan yang lebih dari sekedar seorang guru. Kyai bukan sekedar

menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri-santrinya,

melainkan juga aktif memecahkan masalah-masalah yang dihadapi

masyarakat.

Sikap patuh yang dilakukan santri terhadap kyai adalah adanya rasa

hormat santriyang mendalam kepada kyai.Karena menurut pandangan

santri, bahwasannya seorang kyai mempunyai kelebihan dalam

penguasaan ilmu-ilmu agama dibanding santri tersebut dan mempunyai

sifat wira‟i dalam menjalankan syari‟at agama.Selain itu kepribadian kyai

dapat memberikan contoh pada santri-santrinya dalam kehidupan

(40)

2. Munculnya Wibawa Kyai

Wibawa dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mempengaruhi

orang lain. Adapun menurut Jacuba (1980: 17) sumber yang dapat

memunculkan kewibawaan yaitu:

a. Sakti (kesaktian)

Sakti artinya “kekuatan dan daya yang luar biasa atau kekuasaan untuk

dapat melahirkan sesuatu yang luar biasa, juga kekuasaan untuk membuat

sesuatu yang ganjil”.

b. Keturunan

Keturunan meruapakan dasar kewibawaan tradisional. Seseorang yang

berasal dari keluarga yang memimpin dengan baik dianggap memiliki sesuatu “lambang” sebagai dasar kepemimpinannya.

c. Ilmu

Yang dimaksud disini ialah ilmu yang sifat dan isinya merupakan

suatu kekuatan yang bermanfaat langsung dan dapat menunjang

pelaksanaan nilai-nilai agama dan adat. Pola ini dipengaruhi oleh kualitas

pengetahuan ulama. Ilmu pengetahuan agama belum tentu menjadi sumber

kewibawaan jika tidak disertai kesucian. Demikian pula ilmu pengetahuan

hasil pendidikan modern yang tidak disertai dengan martabat dan

pembawaan diri yang disukai masyarakat serta tidak dapat menunjang

pelaksanaan nilai-nilai agama dan adat tidak akan membawa serta

(41)

d. Sifat-sifat Kepribadian

1. Adil dan jujur

2. Berani dan tegas

3. Dermawan

4. Ramah tamah.

Sedangkan menurut Munir (2010: 9-13) wibawa bisa muncul dari dua

hal, yaitu:

a. Karisma

Karisma adalah keistimewaan yang bersifat pribadi yang berbentuk

daya pikat dan pesona yang dimiliki seseorang untuk membuat orang lain

tertarik dan terpengaruh. Karisma biasanya muncul dengan sendirinya

karena merupakan bawaan sejak lahir. Karisma biasanya berkaitan dengan

hal-hal yang melekat pada diri pribadi seseorang, seperti postur tubuh,

bentuk wajah, gaya bicara, tatapan mata, sampai cara berjalan. Seseorang

yang kharismatik tidak perlu belajar terlebih dahulu atau mengubah

penampilan untuk mencari perhatian orang lainkarena sudah memiliki

daya pikat yang dibawa sejak lahir. Dari sinilah munculnya kemampuan

untuk membuat orang lain terpesona dan terpengaruh.

Karisma memiliki sifat-sifat yang sama dengan sebuah magnet.

Sifat-sifat karismatik yang termasuk dalam konteks ini adalah menarik

perhatian seseorang, mengajak dan membawanya ke arah tertentu, serta

(42)

keputusan tertentu sebelum ada penjelasan dari orang-orang yang

dikaguminya itu.

b. Performa

Performa yaitu kebiasaan yang lahir dari standar dan plan kerja yang

dimiliki guru. Dibandingkan dengan karisma, peforma lebih mudah

dipelajari dan dibentuk karena tidak terkait dengan hal-hal yang sifatnya

bawaan.

Secara bahasa, peforma memilki arti sesuatu yang berhubungan

dengan pekerjaan. Jadi, peforma yang baik adalah daya pikat seseorang

dalam menawan hati orang lain dengan prestasi kerja yang bagus. Berbeda

dengan karisma yang terkait dengan tampilan fisik, peforma

menitikberatkan pada bagaimana tampilan nonfisik seseorang. Biasanya

performa terwujud dalam bentuk sikap tegas, cerdas, sopan, konsisten,

jujur, dan selalu memiliki solusi saat menghadapi masalah.

Sedangkan munculnya wibawa kyai itu karena adanya karisma, bukan

dalam hal performa. Karisma kyai dapat dilihat dari tutur katanya yang

halus dan sopan, dan bagi orang yang mendengarkan akan termotivasi

untuk melaksanakan nasehat-nasehat yang beliau katakan.

3. Indikasi Tindakan Kewibawaan Kyai

Kyai dalam pesantren merupakan figur yang berdiri kokoh diatas

kewibawaan moral, yang bisa membawa santri ke jalan kebenaran dan

(43)

santri terbiasa menjadikan kyai sebagai sumber inspirasi dan sebagai

penunjang moril dalam kehidupan pribadinya. Maka tidak mengherankan

bila seorang santri selalu hormat dan ta‟dhim terhadap kyainya. Ukuran

yang dipakai guna mengukur kesetian santri kepada kyai adalah

kesungguhan dalam melaksanakan pola kehidupan muttasawuf(Muhtarom,

2002: 45).

Pemimpin yang wibawa adalah seorang pemimpin yang memilki

karakteristik berikut:

a. Memilki rasa percaya diri dan dapat mengatakan bisa pada diri sendiri

untuk dapat menyelesaikan masalah.

b. Sensitif terhadap perasaan/ emosi pihak lain/ anak buah.

c. Dapat menyelesaikan masalah dengan cepat yang menjadi tanggung

jawabnya dan terbiasa mencari solusi setiap masalah dan bersikap

action oriented.

d. Berpikir ke depan dan sealalu berpikir contigency plan, yaitu selalu

mengembangkan pikiran dalam beberapa skenario untuk

mengantisipasi kondisi yang akan terjadi.

e. Pikirkan selalu kenyamana anggota organisasi dalam bekerja (Asmani,

2009: 97-98).

4. PeranKyai dalam Pesantren

Peran kyai dalam membentuk pribadi muslim adalah melalui

(44)

kepada santri untuk mengatur kehidupannya. Adapun tujuan kyai dalam

pembetukan pribadi santri yaitu sebagai berikut:

a. Beriman dan bertaqwa kepada Allah

b. Bermoral dan berakhlak seperti akhlak Rasulullah

c. Jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai spritual

d. Mampu hidup mandiri dan sederhana

e. Berilmu pengetahuan dan mampu mengaplikasikan ilmunya

f. Ikhlas dalam setiap perbutannya karena Allah SWT

g. Tawadhu‟, ta‟dhim dan menjauhkan diri dari sikap congkak dan

takabur.

h. Sanggup menerima kenyataan dan mau bersikap qona‟ah

i. Disiplin terhadap tata tertib hidup (Muhtarom, 2002: 46).

B. Kedisilinan Pengurus

1. Pengertian Kedisiplinan Pengurus

Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,

disiplin mengandung pengertian latihan batin dan watak, dengan maksud

supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib, ketaatan pada

aturan dan tata tertib (Poerwodarminto, 2006:296).

Sikap disiplin merupakan proses dari sebuah perjalanan waktu.

Artinya sikap itu muncul berkaitan dengan bagaimana seseorang

(45)

tindakannya sesuai dengan apa yang ingin dicapai dari tujuan yang telah

ditetapkan (Saleh, 2012: 299).

Sedangkan pengurus adalah orang yang mengurus: sekelompok orang

yang mengurus dan memimpin perkumpulan (Tim Penyusun Kamus Pusat

Bahasa, 2007: 1253).

Adapun kedisplinan pengurus yang dimaksud penulis adalah ketaatan

dan kepatuhan pengurus terhadap tata tertib/peraturan yangberkaitan

dalam kegiatan pondok.

Peraturan pondokdiberlakukan pada setiap kegiatan, mengajarkan

tentang tanggung jawab dan konsekuensi yang diterima jika melanggar

peraturan.Dalam hal ini pengurus menempati peranan yang penting yaitu

sebagai pengawas dan pengontrol dalam mengatur santri di pondok.

Dan hubungannya dengan pengertian kedisiplinan, penulis kemukakan

ayat dalam Al Qur‟an yaitu surat Al-Ashr ayat 1-3 sebagai berikut:

Artinya: Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supayamentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-Ashr/103: 1-3)(Depag, 2009: 601).

Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah menyuruh manusia

(46)

menyia-nyiakan waktu yang tersedia dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang

tidak bermanfaat.Ini menunjukkan bahwa Allah menyuruh manusia untuk

berlaku disiplin dalam menggunakan waktu yang tersedia.Namun perintah

disiplin tersebut tidak terbatas dalam aspek waktu saja, akan tetapi disiplin

dalam segala aspek kehidupan termasuk disiplin pengurus dalam

menegakkan peraturan pondok pesantren.

Dengan demikian, kedisiplinan pengurus dapat dipahami sebagai suatu

sikap penuh kerelaan dan ketaatan dalam memenuhi semua aturan atau

norma yang berlaku di dalam meleksakan peraturan di pondok pesantren.

Karena selain teladan dari kyai penguruslah yang akan menjadi contoh

disiplin bagi santri lainnya.

2. Macam-Macam Kedisiplinan

Di samping itu, Jamal Ma‟mur Asmani menyebutkan disiplin ada

beberapa macam, yaitu:

a. Disiplin waktu

Disiplin waktu merupakan hal yang pokok dalam kehidupan.Disiplin

waktu menjadi sorotan utama bagi seorang pendidik.Waktu masuk

sekolah biasanya menjadi parameter utama kedisiplinan guru.Kalau dia

masuk sebelum bel dibunyikan, berarti dia orang ynag disiplin.

b. Disiplin menegakkan aturan

Disiplin menegakkan aturan sangat berpengaruh terhadap kewibawaan

(47)

Anak kalau diperlakukan semena-mena dan pilih kasih mereka akan

merasa kesal dan cenderung akan menentang. Selain itu, pilih kasih dalam

memberikan sanksi sangat dibenci dalam agama.Keadilan harus

ditegakkan dalam keadaan apapun. Karena, keadilan itulah yang akan

mengantarkan kehidupan ke arah kemajuan kebahagiaan dan kedamaian.

c. Disiplin sikap

Disiplin mengontrol perbuatan diri sendiri menjadi starting point untuk

menata perilaku orang lain. Misalnya, disiplin untuk tidak marah,

tergesa-gesa, dan gegabah dalam bertindak.Disiplin dalam sikap ini membutuhkan

latihan dan perjuangan.Karena, setiap saat banyak hal yang menggoda kita

untuk melanggarnya.

Dalam melaksanakan disiplin sikap ini kita tidak boleh mudah

tersinggung dan cepat menghakimi seseorang hanya karena persoalan

sepele. Selain itu, kita juga harus mempunyaikeyakinan kuat bahwa tidak

ada yang bisa menjatuhkan harga diri kita sendiri kecuali kita. Kalau kita

disiplin memegang prinsip dan perilaku dalam kehidupan ini niscaya

kesuksesan akan menghampiri kita.

d. Disiplin dalam beribadah

Menjalankan ajaran agama juga menjadi parameter utama dalam

kehidupan ini.Bagi seorang pedidik dan orang tua, menjalalankan ibadah

adalah hal yang sangat penting. Kalau pendidik dan orang tua

(48)

lebih dari itu, tidak menganggap agama sebagai hal penting. Oleh karena

itu, kedisiplinan pendidik dan orang tua dalam menjalankan agama akan

berpengaruh terhadap pemahaman dan pengalaman anak didik terhadap

agamanya.

Namun sebaliknya, kalau pendidik ataupun orang tua malas dan suka

terlambat menjalankan shalat, tidak pernah puasa Senin Kamis dan tidak

pernah bersedekah misalnya, maka anak didiknya tidak lebih sama,

bahkan lebih jelek. Di sinilah pentingnya kedisiplinan pendidik maupun

orang tua dalam beribadah menjalankan ajaran agamanya sebagai manusia

yang mempunyai tanggung jawab kepada Tuhannya dalam hidup dan

kehidupan di dunia sampai akhirat nanti (Asmani, 2009:94-95).

Sebagai pengurus menerapkan jiwa kedisiplinan di pondok pesantren

itu juga penting. Agar dengan begitu tercipta suasana yang nyaman dan

teratur. Ketika pengurus bersikap disiplin juga akan berpengaruh pada

santri, karena pengurus adalah contoh bagi para santri.

3. Aspek-aspek Kedisiplinan

Menurut Bahri (2009: 27) ada tiga sapek disiplin yaitu sebagai berikut:

a. Sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib

sebagai hasil atu pengembangan dan latihan pengendalian pikiran dan

(49)

b. Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan tingkah laku,

pemahaman tersebut menumbuhkan atau kesadaran untuk memahami

disiplin sebagai aturan yang membimbing tingkah laku.

c. Sikap dan tingkah laku yang secara wajar menunjukkan kesungguhan

hati untuk mentaati segala hal secara cermat.

Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa aspek-aspek

yang perlu dikembangkan untuk membentuk sikap disiplin adalah

pemahaman tentang perilaku, menumbuhkan sikap mental yang taat

terhadap norma yang berlaku.

4. Kiat-kiat Disiplin

Hal yang harus diperhatikan agar muncul sikap disiplin,adalah

memiliki beberapa kompetensi sikap sebagaimana berikut:

a. Kejelasan tujuan yang akan diraih. Semakin jelas sebuah tujuan maka

akan mampu mengarahkan pada sebuah sebuah sikap yang harus terus

secara konsisten dibangun walau banyak rintangan yang muncul dalam

perjalanan itu. Karena mereka yang memiliki kejelasan tujuan akan

mampu terus menapaki seuah jalan walaupun melalui jalan yang sulit.

b. Memiliki niat yang kuat untuk mencapai tujuan. Niat atau dorongan

hati akan menjadikan seseorang terus melakukan apa yang kita yakini

dalam niat. Dorongan hati untuk mengejar impian itulah yang akan

sendirinya mendisiplinkan diri seseorang, agar terus berupaya

(50)

barang siapa yang menanam maka dia akan menuai. Semua kan

menuai apa yang telah ditabur. Hasil yang baik tidak datang begitu

saja. Bila seseorang menabur disiplin, maka ia akan menuai

keberhasilan hidup. Disiplin tidak datang sendirinya, yang pasti

disiplin itu harus diciptakan diri sendiri.

c. Penepatan skala prioritas. Seseorang yang berkeinginan kuat untuk

mencapai impian, maka harus memilih sikap selektif dan dan tidak

sembarangan mempergunakan waktunya. Seseorang harus memilih

sebuah tindakan mana yang dapat mengantarkan pada tujuan

pencapaian dan mana yang malah menjauhkan dari tujuan pencapaian.

Mana yang merupakan tindakan utama dan harus didahulukan dan

mana yang bisa di kesampingkan kemudian.

d. Tekun dan sabar dalam menapaki jalan sukses yang di yakini.

Ketekunan dan kesabaran akan membuahkan hasil yang gemilang,

karena ketekunan akan membuat seseorangbersedia untuk terus belajar

dari sebuah kesalahan dan kegagalan. Beragam masalah yang

menghadang akan dinilai sebagai sebuah cara untuk meningkatkan

kompetensi dan kemampuan dalam menggapai mimpi yang di

inginkannya. Demikian firman Allah SWT :“ jadikanlah sabar dan

sholat sebagai penolongmu”. Karena kesabaran dan ketekunan ibarat

(51)

secara terus menerus walaupun hanya setetes maka pasti akan mampu

memecahkan batu sekeras apapun(Saleh, 2012: 300-301).

C. Intensitas Shalat Berjama’ah

1. Pengertian Intensitas Shalat Berjama’ah

Intensitas menurut Poerwadarminto (1978: 437) ialah ukuran kekuatan

keadaan tingkatan seseorang. Tolak ukur yang kemudian menjadi

kebiasaan-kebiasaan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan.

Sedangkan shalat jamaah berasal dari kata jamaah(jama‟ah) artinya secara

bahasa „berkelompok‟. Dan salat jama‟ah adalah salat yang dikerjakan

bersama-sama, paling sedikitnya dikerjakan dua orang, yaitu yang satu

sebagai imam dan yang lain sebagai makmum. Ada beberapa shalat yang

dianjurkan dilakukan secara berjamah, yaitu:

a. Shalat fardhu lima waktu

b. Shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha)

c. Shalat Tarawih dan Witir pada bulan Ramadhan

d. Shalat Istisqa‟(shalat meminta hujan)

e. Shalat gerhana matahari dan bulan

f. Shalat Jenazah (Abi Nashir, 2012: 77-78).

Dan yang dimaksud intensitas shalat berjama‟ah disini adalah tolak

ukur yang kemudian menjadi kebiasaan santri dalam melaksanakan shalat

(52)

Yang disebut imam adalah orang yang berdiri paling depan dan hanya

ada seorang saja. Ia bertindak sebagai pemimpin dalam shalat, oleh karena

itu seoarang imam shalat itu diusahakan orang yang lebih tua, lebih pandai, dan lebih fasih dalam membaca Al Qur‟an dan sebagainya, sebab

ia akan diikuti oleh orang banyak atau orang yang dibelakangnya.

Sedangkan yang disebut dengan makmum adalah orang yang berada di

belakang imam, boleh hanya seorang, dua orang atau lebih banyak lebih

baik (Fahrurrozi, 1999: 67-69).

Untuk menegakkan disiplin tidak selamanya harus melibatkan orang

lain, tetapi melibatkan diri sendiri juga bisa. Bahkan yang melibatkan diri

sendirilah yang lebih penting, sebab menegakkan disiplin karena

melibatkan diri sendiri berarti disiplin yang harus timbul itu adalah karena

kesadaran.Dan seharusnya kesadaran itulah yang harus dimiliki setiap santri agar tercipta kediplinan berjama‟ah.

2. Dalil tentang shalat berjama’ah

Shalat berjama‟ah merupakan perintah Allah, umat Islam yang mengerjakan termasuk orang yang bertaqwa. Dalam Al-qur‟an, Allah SWT.memberikan landasan hukum yang jelas untuk melaksanakan shalat secara berjamaah, yaitu:

(53)

Ayat di atas diperkuat dengan hadis Nabi SAW sebagai berikut:

Artinya:“Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat berjama'ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian” (H.R Bukhori).

3. Hukum Shalat Berjama’ah

Menurut Khalid (2009: 156-158) shalat jama‟ah hukumnya wajibain

atas kaum laki-laki, baik dalam keadaan mukim atau safar, dalam keadaan

aman maupun takut. Dalil atas kewajibannya berdasarkan al-Qur‟an,

sunnah dan amalan kaum muslimin dari generasi ke generasi, sejak dahulu

hingga sekarang.Orang yang tidak ikut serta shalat jama‟ah tidak lepas

dari dua keadaan: Pertama, shalat orang tidak bisa mengikuti shalat jama‟ah karena sakit, atau karena takut dan semacamnya, dan biasanya

akan mengikuti shalat berjma‟ah seandainya bukan karena udzur.Kedua,

tidak shalat jama‟ah bukan karena ada udzur. Orang yang semacam ini

apabila shalat sendirian, maka shalatnya tetap sah menurut jumhur, akan

tetapi dia kehilangan kesempatan mendapatkan banyak pahala. Karena

shalat jama‟ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat. Disamping tidak mendapatkan pahala jama‟ah, ia juga

(54)

Dan menurut pendapat lain, hukum shalat berjama‟ah adalah fardhu

kifayah. Namun sebagian ulama ada yang berpendapat hukumnya sunah

muakkadah bagi orang laki-orang laki-laki yang berakal, merdeka, muqim

(bertempat tinggal tetap, bukan musafir), menutupi aurat, dan tidak

mempunyai halangan (uzur). Hukum fardhu kifayah tersebut di dalam shalat berjama‟ah salat ada‟ (tepat waktu) maktubah, sementara

berjama‟ah untuk salat Jum‟at hukumnya fardhu „ain (Bakri, 2006: 142).

4. Aturan dalam Melaksanakan Shalat Berjama’ah

Dalam setiap beribadah, orang Islam mempunyai aturan dalam

pelaksaanaannya. Aturan tersebut diambil berdasarkan pada Alqur‟an dan

Hadis.

Amal ibadah menjadi sah jika sesuai dengan perintah Allah (ajaran

agama Islam) dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Untuk mencapai hal

tersebut maka orang Islam harus memenuhi syarat dan rukunnya. Adapun

syarat sebagai imam yaitu sebagai berikut:

a. Islam.

b. Baligh.

c. Berakal.

d. Untuk makmum laki-laki, imam harus laki-laki(tidak boleh

perempuan). Tetapi jika yang menjadi makmum kaum wanita, maka

tidak disyaratkan imam harus laki-laki.

(55)

f. Mampu membaca dan melaksanakan rukun-rukun shalat dengan baik,

utamanya bacaan Al Fatihah.

g. Orang yang kita jadikan imam tidak sedang berstatus sebagai

makmum dari imam lain (Nashir,2012: 68).

Disamping imam mempunyai syarat tertentu, makmum pun juga

begitu. Adapun menurut Bakri (2006: 145-146) syarat-syarat yang harus

dipenuhi oleh makmum sebagai berikut:

a. Niat mengikuti imam.

b. Mengikuti gerakan imam.

c. Mengetahui segala yang dikerjakan imam baik melihat langsung

maupun sebagian shaf yang melihat imam, mendengar suara imam,

atau suara pengeras suara imam.

d. Salat makmum harus sesuai dengan salat imam.

e. Imam dan makmum harus sesuai dengan salat imam.

f. Makmum tidak boleh bertentangan dengan imam dalam aktivitas

sunah, seperti bila imam mengerjakan sujud tilawah, maka makmum

wajib mengerjakannya.

g. Posisi makmum tidak lebih ke depan dari posisi imam.

h. Salatnya imam sah menurut keyakinan makmum.

i. Tidak bermakmum kepada orang berkewajiban mengulangi salat,

seperti orang yang bertayamum karena dingin.

(56)

k. Orang laki-laki tidak boleh bermakmum kepada orang perempuan atau

orang banci. Orang banci juga tidak boleh bermakmum kepada orang

perempuan.

l. Imamnya tidak ummi (orang yang merusak bacaan satu huruf atau

tasydidnya Alfatihah), sedangkan makmumnya orang yang bagus

bacaan Alfatihahnya.

5. Tujuan shalat berjamaah

Menurut Al-Qathani (2006:16-18), tujuan shalat berjamaah yaitu

melaksanakan perintah Allah, makna agama dari syiar Islam, amalan yang

paling utama adalah shalat yang dikerjakan tepat pada waktu dan selalu

menjaganya, membiasakan kedisiplinan, dan memperbaiki penampilan.

Adapun penjelasannya sebagai berikut:

a. Melaksanakan perintah Allah

Pelaksanaan shalat berjamaah mengandung makna pelaksanaan

perintah Allah, sebagai bentuk ibadah yang dilaksanakan oleh orang

yang beriman.

b. Makna agama demi syiar Islam

Shalat berjamaah merupakan makna dari pelaksanaan agama,

syiar Islam serta bukti terbesar bagi manusia yang menunjukkan dia

(57)

c. Amalan yang paling utama adalah shalat yang dikerjakan tepat waktu

dan selalu menjaganya

Faedah shalat berjamaah yang lain adalah menjadi penyebab

terlaksananya shalat tepat pada awal waktu, atau paling tidak pada

waktu yang semestinya. Ini merupakan bagian dari amalan yang paling

utama di sisi Allah.

d. Membiasakan kedisiplinan

Faedah shalat berjamaah yang lain adalah menjaga kedisiplinan

dan hidup teratur. Pelajaran ini diambil dari sikap mengikuti imam

dalam takbir dan perpindahan dari satu gerakan shalat ke gerakan yang

berikutnya, tidak mendahului atau melambatkan diri darinya atau

bersamaan dengannya atau mengejar gerakannya atau mengalahkan

gerakannya.Jadi seorang makmum tidak boleh mendahului imamnya.

e. Memperbaiki penampilan

Pelaksanaan shalat berjamaah biasanya juga menjadikan

seseorang muslim memperhatikan penampilannya, sehingga berusaha

untuk tampil sebaik mungkin dengan pakaian yang bersih dan aroma

yang harum, sebab ia bertemu dan berkumpul dengan

saudara-saudaranya, baik di waktu siang atau malam disetiap kali melakukan

(58)

6. Keutamaan Shalat Berjama’ah

Setiap ibadah mempunyai nilai keutamaan bagi mukmin yang

mendirikannya, bentuk pahala dan sanjungan dari Allah. Sholat berjamaah

mempunyaibeberapa keutamaan, adapun menurut Fadhal Ilahi yaitu:

a. Hati yang tergantung di masjid berada dibawah naungan Allah ta‟ala

pada hari kiamat.

Imam Nawawi menjelaskan bahwa orang yang mendapat naungan

tersebut adalah orang yang hatinya selalu terikat pada masjid.

b. Keutamaan berjalan ke masjiduntuk menunaikan shalat berjama‟ah

didalamnya

Orang yang melangkahkan kaki menuju masjiddalam keadaan suci untuk menunaikan shalat berjama‟ah akan mendapat pahala ibadah

haji, berada dalam jaminan Allah, mendapatkan jamuan dari surga

setiap kali ia pergi pada pagi hari dan petang hari.

c. Keutamaan shaf pertama dan sebelah kanan

Shaf pertama seperti shaf malaikat, shalawat Allah dan para Malaikat

untuk shaf pertama, shalawat Nabi pada shaf pertama dan kedua.

Imam Ibn Hibban mengeluarkan hadis yang berisi penjelasan: “pengampunan Allah dan permohonan ampun malaikat untuk orang

(59)

d. Keutamaan shalat berjama‟ah dibanding sendirian

Allah akan meninggikan derajat orang yang shalat berjamaah

dibanding sendirian, dua puluh tujuh derajat.

e. Shalat berjama‟ah dapat melindungi gangguan dari syaitan.

f. Bertambahnya keutamaan shalat berjamah dengan bertambahnya

jumlah jamaah shalat (Ilahi, 2010: 10-41).

7. Manfaat Shalat berjama’ah

a. Manfaat dari segi Spiritual

Manfaat-manfaat spiritual dari shalat berjama‟ah menurut

Djamaluddin Dimjati antara lain yaitu:

1) Merperkukuh Persatuan dan Persaudaraan

Salah satu syarat sah shalat ialah menghadapkan diri ke satu

arah (Kiblat), yaitu Kakbah Bailtullah (Rumah Allah) di Mekkah.

Kakbah merupakan lambang persatuan bagi seluruh umatIslam di

dunia. Setiap muslim yang mendirikan shalat diharuskan

menghadap ke arah Kakbah. Dengan menghadapnya seluruh umat

Islam ke satu arah atau titik yang sama yaitu Kakbah, maka hal itu

akan mempererat persatuan dan persaudaraan diantara umat Islam

di mana pun mereka berada di seluruh dunia.Hal ini dapat dirasakan ketika shalat berjama‟ah. Saat itu, ikatan persatuan dan

(60)

2) Persamaan derajat

Persamaan hak dan kewajiban dalam Islam merupakan salah

satu prinsip utama yang ditanamkan sejak kelahiran agama ini.

Islam tidak mengenal kelas atau tingkatan dalam masyarakat.

Semua umat Islam merupakan satu kesatuan sosial yang bulat dan

utuh. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.

Mereka berkedudukan sama, setingkat dan sederajat. Kelebihan itu

hanya bagi orang-orang yang lebih bertaqwa.Islam tidak mengenal

diskriminasi jenis, tingkatan, maupun golongan manusia. Islam

menyeru kepada persamaan di antara seluruh umat manusia.

Persamaan kedudukan ini tergambar jelas ketika umat Islam melaksanakan shalat berjama‟ah.

3) Kedisiplinan

Shalat mengajarkan disiplin dalam hidup. Yakni hidup rapi,

tertib, dan teratur. Pendidikan disiplin lebih terasa dalam shalat berjama‟ah. Untuk menjalankan shalat, ada berbagai cara, tata

tertib, syarat, rukun, dan aturan-aturan lain yang telah ditentukan

oleh syariat Islam. Semua itu harus dilakukan dengan penuh perhatian dan penuh kedisiplinan. Dalam shalat berjama‟ah,

makmum tidak boleh mendahului imam. Setiap makmum harus

Gambar

Tabel 1.1 Instrumen Angket Kewibawaan Kyai
Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana Pondok
Tabel 3.1 Daftar Nama Inisial Respoden
Tabel 3.2 Jawaban Angket tentang Kewibawaan Kyai
+7

Referensi

Dokumen terkait

Artinya, bahwa kemampuan pengrajin untuk mengem- bangkan desain sebagai bentuk inovasi pembuatan sulaman adalah sangat baik/ bagus, ini terlihat dari desain dan

Keutamaan pelaksanaan pemanfaatan lahan dengan pola diversifikasi usahatani dan ternak sapi adalah : Pola usahatani terpadu dapat diterapkan kepada masyarakat yang

Laporan akhir ini disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan Pendidikan Diploma III pada jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Sriwijaya dan disusun

Hal-hal yang diobservasi mengenai Perubahan Sosial Ekonomi industri sarung tenun di Desa beji baik itu dilihat dari jumlah pengrajin, cara memproduksi dan memasarkan Kain Tenun,

Penelitian dengan judul Perlindungan Hukum bagi Tenaga Keperawatan saat Memberikan Pelayanan Kesehatan terhadap Pemberitaan Media Cetak dan Media On-line Tidak

Regional teams of the Anti Malaria Campaign already carry out control activities for dengue, another mosquito-borne disease, which is now a leading public health problem in

.قئاثولاو رابتخلااو ةلباقلداو.. ةيلمع ميلعت ةسردملا يف ةثداحملا رلا ةيئدتبلإا ا عب جنوبملارادنب اهيف ثديح تيلا ةيميلعتلا ةيلمعلل ةيساسأ ةطشنأ دحأ وى

Pengaruh Penyuluhan Gizi Tentang Makanan Beragam Bergizi Seimbang dan Aman Melalui Buku Cerita Bergambar Terhadap Peningkatan Pengetahuan dan Sikap Anak Sekolah Dasar