HUBUNGAN PERSEPSI SANTRI TENTANG
KEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT KEDISIPLIN PENGURUS
DENGAN
INTENSITAS SHALAT BERJAMA’AH SANTRI PUTRI
PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI KOTA SALATIGA
TAHUN 2015/2016
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Islam
(S.Pd.I)
Oleh:
MAR’ATUS SHOLIKHAH
NIM: 11111214
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
▸ Baca selengkapnya: sholawat haibah kewibawaan
(2)PERSETUJUAN PEMBIMBING
Mufiq, S.Ag. M.Phil. Dosen IAIN Salatiga
Lamp : 4 Eksemplar Hal : Naskah Skripsi Saudari :Mar‟atus Sholikhah
Kepada:
Yth.Dekan FTIK IAIN Salatiga di Salatiga
Assalamu‟alaikum Wr. Wb
Setelah dikoreksi dan diperbaiki,maka bersama ini, kami kirimkan skripsi saudari: Nama : Mar‟atus Sholikhah
NIM : 111 11 214
Fakultas : Tarbiyahdan Ilmu Keguruan Jurusan : Pendidikan Agama Islam
Judul :Hubugan Persepsi Santri tentang Kewibawaan Kyai dan Tingkat Kedisiplinan Pengurusdengan Intensitas Shalat Berjama‟ah Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri Kota Salatiga Tahun 2015/2016 Dengan ini kami mohon skripsi saudara tersebut di atas supaya segera dimunaqasyahkan. Demikian agar menjadi perhatian.
Wassalamu‟alaikum Wr. Wb
Salatiga, 10 Maret 2016 Pembimbing
Mufiq,S.Ag.M.Phil.
MOTTO
Artinya: “Dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1. Kedua orang tuaku tercinta bapak Miftahudin dan Ibu Malikah, yang senantiasa selalu mencurahkan kasih sayang, mendidik dan membimbingku, dan do‟a
restunya yang tak pernah putus serta nasihat- nasihatnya yang selalu
kurindukan.
2. Keluarga besarku yang tak henti- hentinya memberi semangat dan bimbingan
kepadaku.
3. Kepada beliau Bapak Mufiq,S.Ag.,M.Phil., selaku pembimbing skripsi
sekaligus dosen pembimbing akademik yang senantiasa selalu mengarahkan
dan membimbingku dengan penuh ketulusan dan kesabaran.
4. Dosen-dosen Tarbiyah, terimakasih telah mengalirkan ilmu kepada penulis,
menjadi fasilitator serta mendorongku untuk selalu berbuat yang terbaik.
5. Keluarga besar pondok pesantren Sunan Giri (Bapak KH. Maslikhuddin Yazid, Ibu Hj. A‟idah Shodaqoh, Bapak KH. Muslimin Al Asy‟ari, Bapak K.
Sa‟dullah). Terimakasih telah memberikan ilmu, mengarahkan agar menjadi
seseorang yang lebih bermanfaat dan do‟a yang tak henti-hentinya dari kalian.
6. Teman- teman seperjuangan mahasiswa PAI angkatan 2011, dan teman- teman
kita dalam menuntut ilmu. Semoga senantiasa kita dapat menggapai cita- cita
yang selama ini kita impikan.
7. Teman- teman pondok pesantren Sunan Giri dan teman- teman kelas 2 Aliyah
(Juman Awal). Terimakasih atas kebersamaan kita, yang telah memberikan
banyak pengalaman dan kenangan yang indah .
8. Sahabat-sababat saya Umul, Yuanita, Uswatun, Malaikah, Ilmi dan teman satu
KATA PENGANTAR
ِمْيِحهرلا ِنَمْحهرلا ِ هاللَّ ِمْسِب
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan yang
Maha Rahman dan Rahim yang dengan rahmat, taufik, serta hidayah- Nya skripsi
dengan judul Pengaruh Kewibawaan Kyai dan Tingkat Kedisiplinan Pengurus
terhadap Intensitas Shalat Berjama‟ah Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri
Tahun 2015/2016 bisa diselesaikan. Sholawat dan salam penulis haturkan kepada
baginda Nabi Agung, Nabi Muhammad SAW, serta kepada para sahabat, keluarga,
dan orang yang senantiasa mengikuti dan mengamalkan ajaran- ajaran Beliau.
Penulis mengakui dan sadar bahwa skripsi ini tidak akan selesai tanpa motivasi,
dukungan, bantuan, dan bimbingan dari berbagai pihak terkait. Sungguh menjadi
kebahagiaan yang tiada tara penulis rasakan setelah skripsi ini selesai. Oleh karena itu
penulis ucapkan terima kasih dengan setulusnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M.Pd. selaku Rektor IAIN Salatiga.
2. Bapak Suwardi, M.Pd. selaku Dekan FTIK IAIN Salatiga.
3. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan PAI IAIN Salatiga.
4. Bapak Mufiq,S.Ag.,M.Phil., selaku pembimbing skripsi sekaligus dosen
waktunya dalam penulisan skripsi ini, dan membimbing penulis selama
menuntut ilmu di IAIN Salatiga.
5. Teman-teman pondok pesantren Sunan Giri yang telah bersedia meluangkan
waktunya membantu penulis dalam pengambilan data skripsi ini.
6. Sahabat- sahabatku tercinta yang telah memberikan bekal baik material maupun
spiritual.
7. Seluruh pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis
sebutkan satu- persatu.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna, banyak
kekurangan yang perlu diperbaiki baik dalam isi maupun metodologi. Untuk itu
penulis selalu mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak
guna kebaikan penulisan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini bermanfaat
untuk penulis sendiri khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya.
Salatiga, 07 Februari 2016
Penulis
Mar‟atus Sholikhah
ABSTRAK
Sholikah, Mar‟atus. 2016. Hubungan Persepsi Santri tentang Kewibawaan Kyai dan
Tingkat Kedisiplinan Pengurus dengan Intensitas Shalat Berjama‟ah Santri
Putri Pondok Pesantren Sunan Giri Tahun 2015/2016. Skripsi Jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing Mufiq. S.Ag.,M.Phil.
Kata Kunci: Kewibawaan, Kedisiplinan, dan Intensitas Shalat Berjama‟ah
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Bagaimanakah kewibawaan kyai pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (2) Bagaimanakah tingkat kedisiplinan pengurus pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (3) Bagaimanakah intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (4) Apakah ada hubungan persepsi santri tentangkewibawaan Kyai dengan intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (5) Apakah ada hubungan antarapersepsi santri antara tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016, (6) Apakah ada hubungan persepsi santri antara kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016.
Selanjutnya untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan rancangan studi korelasional. Adapun jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 101 responden. Dengan pengambilan sampel sebanyak 20 responden. Pengambilan sampel menggunakan metode
proporsional random sampling. Kemudian metode pengumpulan data menggunakan angket untuk variabel X, dan metode dokumentasi untuk variabel Y. Selanjutnya data penelitian yang terkumpul dianalisis dengan rumus product moment dan regresi ganda yang kemudian disajikam dalam bentuk deskriptif.
Hasil penelitian ini menunjukkan: (1)Kewibawaan Kyai pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016 tergolong tinggi degan presentase 100%(2)Tingkat kedisiplinan pengurus pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016 tergolong tinggi dengan presentase 75%.(3)Intensitas shalat berjam‟ah pondok pesantren Sunan Giri kota Salatiga tahun 2015/2016 tergolong tinggi dengan persentase 80%.(4)Ada hubungan antara persepsi santri tentang kewibawaan kyai dengan intensitas shalat berjama‟ah santri, hal ini ditunjukkan dengan rh > rt pada taraf signifikansi 1% (0,649>0,561).(5) Ada hubungan antara
persepsi santri tentang tingkat kedisiplinan pengurusdengan intensitas shalat berjama‟ah santri , hal ini ditunjukkan dengan rh>rt pada taraf signifikansi 1% (0,568
>0,561). (6) Ada hubungan antara persepsi santri tentang kewibawaan Kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah santri, hal ini ditunjukkan dengan rh>rt pada taraf signifikansi 1% (0,739>0,561). Kemudian hasil
teresebut di uji kebenarannya menggunakan uji F tabel, diperoleh Fh> Ft (10,5 > 3,59)
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN... iv
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 5
C. TujuanPenelitian ... 6
D. Hipotesis Penelitian ... 7
E. Defenisi Operasional ... 7
F. Manfaat Penelitian ... 10
G. Metode Penelitian... 11
H. SistematikaPenulisan... 20
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 22
A. Kewibawaan Kyai ... 22
B. Kedisiplinan Pengurus ... 28
C. Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 36
BAB III HASIL PENELITIAN ... 53
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 53
B. Penyajian Data Penelitian ... 65
BAB IV ANALISIS DATA ... 70
A. Analisis Data tentang Kewibawaan Kyai ... 70
B. Analisis Data tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus... 75
C. Analisis Data tentang Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 80
D. Pengujian Hipotesis ... 85
E. Pembahasan Hasil Uji Hipotesis ... 93
BAB V PENUTUP ... 95
A. Kesimpulan... 95
B. Saran ... 97
C. Penutup ... 98 DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kisi-kisi Instrumen Angket Kewibawaan Kyai ... 14
Tabel 1.2 Kisi-kisi Instrumen Angket Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 15
Tabel 1.3 Kisi-kisi Instrumen Angket IntensitasShalat Berjama‟ah ... 15
Tabel 3.1 Sarana dan Prasarana Pondok Pesantren Sunan Giri ... 58
Tabel 3.2 Kegiatan Harian Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri ... 59
Tabel 3.3 Kegiatan Mingguan Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri ... 60
Tabel 3.4 Kegiatan Tahunan Santri Putri Pondok Pesantren Sunan Giri ... 60
Tabel 3.5 Pembelajaran dan Pendidikan Pondok Pesantren Sunan Giri ... 60
Tabel 3.5 Dewan Pengajar Madrasah Diniyah Sunan Giri ... 62
Tabel 4.1 Daftar Nilai Distribusi Frekuensi tentang Tingkat KewibawaanKyai 71 Tabel 4.2 Interval Tingkat Kewibawaan Kyai ... 72
Tabel 4.3 Nominasi Nilai tentang Tingkat Kewibawaan Kyai ... 73
Tabel 4.4 Persentase tentang Kewibawaan Kyai ... 75
Tabel 4.5 Daftar Nilai Distribusi Frekuensi tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 76
Tabel 4.6 Interval Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 77
Tabel 4.7 Nominasi Nilai tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus... 78
Tabel 4.8 Persentase tentang Tingkat Kedisiplinan Pengurus ... 80
Tabel 4.10 Interval Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 82
Tabel 4.11 Nominasi Nilai Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 83
Tabel 4.12 Persentase tentang IntensitasShalat Berjama‟ah ... 85
Tabel4.13 Tabel Kerja KoefisienHubunganPersepsi Santri tentang Kewibawaan
Kyai dan TingkatKedesiplinan Pengurus dengan Intensitas Shalat Berjama‟ah ... 86
Tabel 4.14 Ringkasan Statistik X1 dan Y ... 87
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Daftar Nama Respoden
Lampiran 2 Angket Penelitian
Lampiran 3 Daftar Tabel r Product Moment
Lampiran 4 Persentase Distribusi F untuk Probabilita = 0,05
Lampiran 5 Surat Tugas Pembimbing Skripsi
Lampiran 6 Lembar Konsultasi Skripsi
Lampiran 7 Surat Permohonan Izin Penelitian
Lampiran 8 Daftar Nilai SKK
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Islam mengandung berbagai ajaran, baik ritual ataupun non ritual yang
amatmemerlukan kedisiplinan, sebab dari situ bangunan jiwa akan
membentuk keteraturan. Sebagai misal adalah Islam telah mengajarkan untuk
shalat berjama‟ah, ajaran tersebut bertujuan untuk membentuk jiwa disiplin
pada setiap muslim agar selalu shalat tepat pada waktunya.Adapun dasar
kewajiban shalat berjama‟ah adalah sebagai berikut :
Artinya: “Dan dirikanlah salat,tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta
orang-orang yang rukuk”(Q.S. Al Baqarah (2): 43) (Depag, 2009: 7).
Ayat tersebut di atas memberi landasan hukum yang jelas untuk pelaksanaan shalat secara berjama‟ah. Umat Islam diperintahkan ruku‟ beserta
orang–orang yang ruku‟ mengandung pengertian shalat berjama‟ah (Ash
Shiddieqy, 1989: 304).
Ketentuan waktu pelaksanaan shalat dapat menggambarkan
kedisplinan seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Dengan demikian
shalat merupakan pemelihara waktu untuk menyelesaikan berbagai pekerjaan.
Artinya: “Apabila telah ditunaikan shalat, bertebarlah kamu di muka bumi, dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung” (Q.S. Al Jumu‟ah (62): 10)(Depag, 2009: 553).
Intensitas orang muslim dalam melaksanakan shalat fardhu, dapat
dilihat dari kedisiplinan orang dalam memanfaatkan waktu. Orang yang
melaksanakan shalat fardhu dengan tekun dan berjama‟ah, maka ia telah
belajar menata hidupnya agar lebih teratur dan disiplin.
Dan salah satu tempat untuk membentuk kepribadian manusia yang
disiplin adalah pondok pesantren.Dengan adanya pondok pesantren
diharapkan anak-anak pada zaman sekarang bisa mempunyai perilaku yang
baik, madiri dan bisa menggunakan waktu sebaik mungkin.Hal ini
dilaksanakan dengan menerapkan peraturan-peraturan yang harus ditaati bagi
semua santri.
Adapun tujuan pendidikan dalam pesatren bukan hanya seorang santri
itu mengetahui atau paham tentang ilmu yang diperolehnya, tetapi diharapkan
santri bisa mengamalkan ilmu tersebut.Dengan cara santri memahami dan
menyadari akan perintah-perintah Allah dan larangan-laranganNya.
Adapun elemen sebuah pondok diantaranya adalah:Pondok, Masjid,
elemen tersebut ada saling keterkaitan hubungan yang erat, diantaranya
hubungan santri dengan kyai, dan hubungan santri dengan santri.Dan elemen
yang sangat berpengaruh dalam suatu pondok adalah seorang
kyai.Perkembangan sebuah pesantren bergantung sepenuhnya kepada
kemampuan pribadi kyainya, karena kyai merupakan cikal-bakal dari sebuah
pesantren(Zamakhsyari, 1983: 61).
Kyai selama ini dipandang sebagai sosok yang sangat dihormati dalam
pesantren.Hormatnya santri kepada kyai biasanya tergantungtingkat
kewibawaan kyai, sedang dalam dunia pesantren konsep kewibawaan
ditunjukkan dalam perilaku keseharian kyai dan dalam mengajarkan ilmu
keagamaan (kitab kuning) terhadap santrinya karena seorang santri
berpendapat bahwasannya seorang kyai mempunyai kelebihan dalam
penguasaan ilmu-ilmu agama dibanding santri tersebut.Kewibawaan seorang
kyai dapat dirasakan dan dilihat dari sikap tawadhu‟ santri kepada kyai.
Dengan banyaknya santri, maka dalam mengatur pesantren, kyai
memerlukan pengurus untuk mengatur dan mengawasi para santri agar
bisamenciptakan kedisiplinan pada santri itu lebih mudah.Karena tidak
mungkin seorang kyai akan mengatur santrinya sendiri. Tetapi, kyai juga
mempunyai andil dalam menciptakan peraturan. Jika ada santri yang bersalah
maka akan dilaporkan kepada kyai dan kyai lah yang menentukan hukuman
Salah satu peraturan dalam pesantren adalah santri harus mengikuti shalat berjama‟ah lima waktu.Biasanya jika santri meninggalkan shalat
berjama‟ah maka akan mendapatkan hukuman atau sanksi tertentu yang dapat
membuat santri tersebut jera dan sadar akan pentingnya berjama‟ah. Tanpa
adanya kesadaran santri dalam memahami nilai dan keutamaan shalat
berjama‟ah maka mungkin untuk mencapai target agar santri dapat melaksanakan peraturan shalat berjama‟ahpun kurang maksimal.
Masalah yang berkembang saat ini yaitu ada beberapa pondok
pesantren yang penulis ketahui kurang menekankan pentingnya shalat
berjama‟ah kepada para santri, padahal dalam peraturan dan tata tertib tercantum kewajiban santri untuk melaksanakan shalat berjama‟ah.
Dari uraian diatas maka penulis ingin meneliti terkait dengan
kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus terhadap intensitas pengamalan shalat berjama‟ah.Namun dalam hal ini penulis membatasi ruang
lingkup pembahasan yang hanya terfokus pada “HUBUNGAN PERSEPSI
SANTRI TENTANGKEWIBAWAAN KYAI DAN TINGKAT
KEDISIPLINAN PENGURUS DENGAN INTENSITAS SHALAT
BERJAMA‟AH SANTRI PUTRI DI PONDOK PESANTREN SUNAN GIRI
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah tingkat kewibawaankyai pada Pondok Pesantren Sunan
Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun 2015/2016?
2. Bagaimanakah tingkat kedisiplinan pengurus Pondok Pesantren Sunan
Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun 2015/2016?
3. Bagaimanakah tingkat intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok
Pesantren Sunan GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga Tahun2015/2016?
4. Adakah hubungan persepsi santri tentang kewibawaankyai dengan
intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan
GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun2015/2016?
5. Adakah hubungan persepsi santri tentangtingkat kedisplinan pengurus
denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan
GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun 2015?
6. Adakah hubungan persepsi santri tentangkewibawaan kyai dan tingkat
kedisiplinan pengurus pondok pesantren denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan GiriDusun Krasak, Desa
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahuikewibawaankyai pada Pondok Pesantren Sunan Giri
Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Tahun
2015/2016.
2. Untuk mengetahui tingkat kedisiplinan pengurus pada Pondok Pesantren
Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga Tahun 2015/2016.
3. Untuk mengetahui tingkat intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok
Pesantren Sunan GiriDusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga Tahun2015/2016.
4. Untuk mengetahuihubungan persepsi santri tentang kewibawaan kyai
denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan
Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga
Tahun 2015/2016.
5. Untuk megetahui hubungan persepsi santri tentang tingkat kedisplinan
pengurus denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok
Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo
Kota Salatiga Tahun 2015/2016.
6. Untuk mengetahui hubungan persepsi santri tentangkewibawaan kyai dan
tingkat kedisiplinan pengurus pondok pesantren denganintensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa
D. Hipotesis
Menurut Sutrisno Hadi, hipotesis adalah dugaan atau jawaban
sementara terhadap ada tidaknya hubungan atau pengaruh antara variabel satu
dengan variabel lainnya(Hadi, 1981: 63). Sedangkan hipotesis dalam
penelitian ini adalah :
1. Adahubungan persepsi santri tentangkewibawaan kyai terhadap intensitas
shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak,
Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota Salatiga Tahun 2015/2016.
2. Ada hubungan persepsi santri tentang tingkat kedisplinan pengurus
terhadap intensitaas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren
Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo Kota
Salatiga Tahun 2015/2016.
3. Ada hubungan persepsi santri tentang kewibawaan kyai dan tingkat
kedisiplinan pengurus pondok pesantren terhadap intensitas shalat berjama‟ah santri putri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa
E. Defenisi Operasional
1. Kewibawaan Kyai
Kewibawaan adalah suatu pancaran batin dapat menimbulkan pada
pihak lain sikap untuk mengakui, menerima, dan menuruti dengan penuh
pengertian atas kekuatan tersebut (Tirtarahardja, 2005: 54).
Adapun kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli
agama Islam yang memilikiatau menjadi pemimpin pesantren dan
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai,
ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983: 55).
Untuk mengukur kewibawaan kyai dalam penelitian dalam ini, maka
ditentukan indikator-indikator sebagai berikut:
a. Memiliki jiwa kepemimpinan yang tegas dan teguh pendirian
b. Menjadi acuan dalam pengambilan keputusan
c. Berpenampilan baik
d. Melaksanakan sunah-sunah Nabi dengan shalat tahajud dan berpuasa
Senin dan Kamis
e. Lebih mementingkan kepentingan pondok dariapada kepentingan
pribadi dan sering memberi sedekah
2. KedisiplinanPengurus
Kediplinan berasal dari kata “disiplin “yang mendapat awalan ke- dan
akhiran–an, yaitu kedisiplinan, yang artinya suatu hal yang membuat
manusia untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan
kehendak-kehendak langsung, ketaatan atau kepatuhan kepada peraturan tata tertib
(Depdiknas, 2007: 268).
Sedangkan pengurus adalah orang yang mengurus: sekelompok orang
yang mengurus dan memimpin perkumpulan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2007: 1253).
Berdasarkan pengertian di atas, maka yang dimaksud penulis
kedisplinan pengurus adalah ketaatan dan kepatuhan pengurus terhadap
tata tertib dan segala sesuatu yang berkaitan kegiatan pondok.
Adapun indikator-indikator kedisiplinan pengurus adalah:
a. Pengurus melaksanakan piket harian
b. Pengurus melaksanakan tugas kepengurusan masing-masing
c. Pengurus patuh terhadap aturan yang berlaku
d. Pengurus melaksanakan kegiatan pengajian kitab dan musyawaroh
e. Memanfaatkan waktu luang untuk belajar
f. Bila ada kegiatan, pengurus datang lebih awal
g. Bila adzan berkumandang, pengurus bergegasmengambil air wudhu
3. Intensitas Shalat Berjama‟ah
Intensitas menurut Poerwadarminto (1978:437) ialah ukuran kekuatan
keadaan tingkatan seseorang. Pada penelitian ini yang dimaksud intensitas
adalah tolak ukur yang kemudian menjadi kebiasaan seseorang dalam
melakukan suatu kegiatan. Sedangkan shalat jama‟ah adalah shalat yang
dikerjakan oleh dua atau lebih orang dengan satu orang di depan sebagai
imam sedangkan yang lain makmumnya(Nashir, 2012: 77).
Adapun indikator-indikator intensitas shalat berjama‟ah yaitu:
a. Disiplin dalam melaksanakan shalat tepat pada waktunya
b. Bila adzan berkumandang bergegas mengambil air wudhu
c. Selalu melaksanakan shalat berjama‟ah
d. Selalu berusaha menempati shaf paling depan
F. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini diharapkan memiliki manfaat, baik bagi secara
teoritis maupun secara praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai bahan pengembangan wawasan dan khasanah keilmuan
khususnya dalam ilmu pendidikan agama Islam.
b. Sebagai sumbangan ilmiah bagi akademis yang mengadakan
penelitian berikutnya dalam meningkatkan wacana tentang pentingnya
2. Manfaat Praktis
a. Dengan penelitian ini diharapkan santri dapat menjalankan peraturan shalat berjama‟ah yang ada sehingga ketika diluar pondok akan
terbiasa melaksanakan shalat berjama‟ah.
b. Penelitian ini sebagai masukan bagi pengurus pondok pesantren
tentang arti penting kedisiplinan pengurus terhadap pengamalan shalat berjama‟ah santri.
c. Bagi penulis dapat melatih ketrampilan menulis karya ilmiah berupa
penelitian, serta menambah wawasan dan pemahaman bagi penulis
tentang arti penting kedisiplinan.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan
kuantitatif.Peneliti memilih menggunakan pendekatan kuantitif untuk
menguji pengaruh kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus
terhadap intensitas shalat berjama‟ah.Dan jenis penelitian ini adalah
penelitian lapangan.
2. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pondok Pesantren Sunan Giri Jl.Argowilis
No.15 Dusun Krasak, Desa Ledok, Kecamatan Argomulyo, kota
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Fathoni (2011: 103) menyatakan bahwa populasi adalah
keseluruhan unit elementer yang parameternya akan diduga melalui
statistika hasil analisis yang dilakukan terhadap sampel penelitian.
Sedangkan Mordalis (1995: 55) menyatakan bahwa definisi populasi
adalah semua individu yang menjadi sumber pengambilan sampel.
Berdasarkan penjelasan tentang populasi di atas, maka penulis
mengambil populasi santri putri Sunan Giri Salatiga tahun 2015/2016
yang berjumlah 101 santri.
b. Sampel
Sampel adalah sebagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri
atau keadaan tertentu yang akan diteliti (Ridwan, 2010: 11). Hakikat
penggunaaan sampel dalam suatu penelitian adalah dikarenakan
sulitnya untuk meneliti seluruh populasi. Maka dari itu untuk
mempermudah penelitian, penulis menggunakan teknik sampling
proposional random sampling, yaitu peneliti “mencampur” subjek
-subjek di dalam populasi sehingga semua -subjek- -subjek di dalam
populasi semuanya dianggap sama.
Arikunto (1998: 120) berpendapat bahwa:Apabila subjeknya
kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya
besar dapat diambil antara 10-15%, atau 20-25% atau lebih tergantung
setidak-tidaknya dari kemampuan peneliti dari waktu, tenaga dan
dana.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengambil 20%
dari jumlah populasi. Sehingga dari populasi yang berjumlah 101santri
putri, dapat diambil sampelnya sebanyak 20santri putri. Teknik untuk
pengambilan sampel ini adalah dengan cara teknik sampling
proposional random sampling (pengambilan sampel secara acak),
yang dinilai atau dianggap dapat mewakili populasi.
4. Metode Pengumpulan data
a. Metode Angket atau Kuasioner
Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan
untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan
tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui (Arikunto, 1998: 128).
Dalam penelitian ini penulis menggunakan angket tertutup
sehingga responden tinggal menjawab pertanyaan yang telah
disediakan.Kuesioner disini digunakan sebagai metode pokok dalam
memperoleh informasi tentang pengaruh kewibawaan kyai dan
kedisiplinan pengurus terhadap intensitas shalat berjama‟ah pada
santri Pondok Pesantren Sunan Giri Dusun Krasak, Desa Ledok,
b. Metode Dokumentasi
Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti,
notulen rapat, ledger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 1998: 236).
Dokumentasi dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data dengan mengambil yang telah ada di Pondok
Pesantren serta gambaran, keadaan, lokasi, dan sarana pra-sarana yang
ada di Pondok Pesantren Sunan Giri, Dusun Krasak, Desa Ledok,
Kecamatan Argomulyo, Kota Salatiga tahun 2015/2016.
5. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat bantu yang dipilih dan digunakan
oleh peneliti dalam kegiatannya mengumpulkan data, agar kegiatan
tersebut menjadi sistematis dan dipermudah olehnya (Arikunto,
2006:206).
Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian berupa angket
yang terdapat dalam lampiran. Angket terdiri dari tiga yaitu mengetahui
bagaimana kewibawaan kyai atau variabel X1, tingkat kedisiplinan
Kisi-kisi Instrumen dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 1.1
Instrumen Angket Kewibawaan Kyai
Variabel Indikator Item
Angket
Kewibawaan Kyai
Kyai memiliki jiwa kepemimpinan yang tegas dan teguh pendirian
1,2
Kyai menjadi acuan dalam pengambilan keputusan
3
Kyai mempunyai kewenangan penuh dalam menagatur pondok
4
Kyai berpenampilan baik 5
Kyai melaksanakan sunah-sunah Nabi dengan shalat tahajud dan berpuasa Senin dan Kamis
6,7
Kyai lebih mementingkan kepentingan pondok daripada kepentingan pribadi dan sering memberi sedekah
8,9
Kyai bersikap ramah 10
Tabel 1.2
Instrumen Angket Tingkat Kedisiplinan Pengurus
Variabel Indikator Item
Angket
Tingkat Kedisiplinan Pengurus
Pengurus melaksanakan piket harian
1
Pengurus melaksanakantugas kepengurusan masing-masing
2
Pengurus mentaati peraturan yang berlaku
3,4
Melaksanakan kegiatan pengajian kitab dan musyawaroh
5,6
Pengurus memanfaatkan waktu luang untuk belajar
7
Bila ada kegiatan, pengurus datang lebih awal
8
Bila adzan terdengar, pengurus bergegas mengambil air wudhu
9
Pengurus tepat waktu dalam shalat
Tabel 1.3
Instrumen Angket Intensitas Shalat Berjama’ah
Variabel Indikator Item
Angket
Intensitas Shalat Berjama‟ah
Santri shalat tepat pada waktunya 1,2 Bila adzan berkumandang , santri
bergegas mengambil air wudhu
3 Santri selalu shalat berjama‟ah 4,.5,6,7,8 Santri selalu berusaha menempati
shaf paling depan
9,10
6. Analisis Data
Analisis data adalah suatu metode dengan cara menganalisis data yang
diperoleh untuk mencari ada tidaknya hubungan antara persepsi santri
tentangkewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah.
Dalam mengnalisis data yang diperoleh, penulis menggunakan teknik
sebagai berikut:
a) Analisis pendahuluan
Analisis pendahuluan merupakan langkah awal yang dilakukan dalam
penelitian dengan cara memasukkan hasil pengolahan data angket
responden ke dalam data tabel distribusi frekuensi.
Dalam tahap pendahuluan ini untuk memberikan penilaian angket
yang telah dijawab oleh responden dengan ketentuan sebagai berikut:
1) Untuk pilihan jawaban “a” diberi skor 3
2) Untuk pilihan jawaban “b” diberi skor 2
Adapun cara untuk mengetahui analisis pendahuluan digunakan teknik
analisis data prosentase frekuensi dengan rumus:
F
P= X 100%
N
Keterangan:
P: Presentase perolehan
F: Frekuensi
N: Jumlah responden
Analisis ini digunakan untuk mendapat gambaran mengenai
frekuensi variabel kewibawaan kyai, tingkat kedisiplinan pengurus dan intensitas shalat berjama‟ah.
b) Analisis lanjutan
Selanjutnya untuk mengetahui hubungan antara persepsi santri tentang
kewibawaan kyaidengan intensitas shalat berjama‟ah dan hubungan antara
persepsi santri tentang tingkat kedisiplinan pengurusdenganintensitas shalat berjama‟ah menggunakan rumus Product Moment. Sedangkan
untuk mengetahui adakah hubungan antara persepsi santri tentang
kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus dengan intensitas shalat berjama‟ah menggunakan rumus Regrensi Ganda. Karena dalam
2 kategori meliputi variabel independent (variabel bebas) yaitu
kewibawaan kyai (X1) dan tingkat kedisiplinan pengurus (X2). Sedangkan
variabel yang ketiga adalah variabel dependent (variabel terikat) yaitu intensitas shalat berjama‟ah (Y).
Adapun rumusnya yang terdapat dalam bukunya Sugiyono (2010:
225) adalah sebagai berikut:
1) Mencari hubungan variabel X1dengan Y dengan cara sebagai berikut:
rX
1Y
=
√{ }{ }Keterangan:
rX
1Y
: Angka indeks korelasi “r” Product MomentN : Number of case
∑X1Y : Jumlah hasil perkalian antara skor X1 dan skor Y
∑X1 : Jumlah seluruh skor X1
∑Y : Jumlah seluruh skor Y
2) Mencari hubungan variabel X2dengan Y sebagai berikut:
rX
2Y
=
√{ }{ }Keterangan:
rX2Y : Angka indeks korelasi “r” product moment
N : Number of case
∑X2 : Jumlah seluruh skor X2
∑Y : Jumlah seluruh skor Y
3) Mencari korelasi X1 dan X2 dengan cara sebagai berikut:
rX
1X
2=
√{ }{ }4) Untuk menguji Regrensi Ganda dengan mengkorelasikan ketiga
variabel rumusnya sebagai berikut:
RX
X
Y=
√
Keterangan:
R X1X2Y : Korelasi ganda antara X1X2 dan Y
rX1Y : Korelasi antara rx1y
rX2Y : Korelasi antara rx2y
rX1X2 : Korelasi antara rx1x2
Korelasi yang dihasilkan baru berlaku untuk sampel yang diteliti.
Apakah hubungan itu dapat digeneralisasikan atau tidak, maka harus diuji
signifikansinya dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
R : Koefisien korelasi ganda
k : Jumlah variabel independent
n : Jumlah anggota sampel
Hasil ini selanjutnya dikonsultasikan dengan F tabel (Ft), dengan dk
pembilang = k dan dk penyebut (n-k-1) dan taraf kesalahan 5% dan 1%.
Dalam hal ini berlaku ketentuan apabila Fh lebih besar dari Ft maka
koefisien korelasi ganda yang diuji adalah signifikan, yaitu dapat
diberlakukan untuk seluruh populasi. Atau bisa dikatakan Ho ditolak.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memperoleh gambaran yang jelas tentang skripsi ini, maka
dibuat sistematika penulisan. Adapun wujud dari sistematika yang dimaksud
adalah:
Bab I : Pendahuluan
Pada bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, hipotesis, defenisi operasional, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sisitematika penulisan skripsi.
Bab II : Kajian Pustaka
Isi dari bab ini meliputi teori yang berkaitan dengan kewibawaan kyai
(pengertian kewibawaan kyai, munculnya wibawa kyai, indikasi
(pengertian kedisiplinan pengurus,macam-macamkedisiplinan,
aspek-aspek kedisiplinan, kiat-kiat disiplin), intensitas shalat berjama‟ah
(pengertian intensitas shalat berjama‟ah, dalil shalat berjama‟ah,
hukumshalat berjama‟ah, aturan shalat berjama‟ah, tujuan shalat
berjama‟ah, keutamaan shalat berjama‟ah, manfaat shalat berjama‟ah).
Bab III : Laporan Hasil Penelitian
Dalam bab ini peneliti menjelaskan tentang gambaran umum keadaan
Pondok Pesantren Sunan Giri berkaitan sejarah singkat berdirinya,
letak geografis, profil, visi dan misi, aktifitas pendidikan, dan lain-lain.
Selanjutnya menyajikan data responden dan jawaban angket tentang
pengaruh kewibawaan kyai dan tingkat kedisiplinan pengurus terhadap
intensitas shalat berjama‟ah.
Bab IV : Analisis Data
Pada bab ini berisi tentang analisis data yang sudah terkumpul, untuk
menguji hipotesis yang diajukan dengan statistik melalui tahapan
analisis deskriptif (tiap-tiap variabel) kemudian dilanjutkan dengan
pengujian hipotesis dan pembahasan.
Bab V : Penutup
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kewibawaan Kyai
1. Pengertian Kewibawaan Kyai
Kewibawaan berasal dari kata wibawa yang berarti kekuasaaan
memberi perintah (yang harus ditaati) (Poerwadarminta,2006: 1366).
Sedangkan yang dimaksud dengan kewibawaan adalah suatu pancaran
batin yang dapat menimbulkan pada pihak lain sikap untuk mengakui,
menerima, dan menuruti dengan penuh pengertian atas kekuasaan tersebut
(Tirtarahardja, 2005: 54). Kewibawaan dalam kata lain juga disebut gezag. Gezag berasal dari kata “zeggen” yang berarti berkata.Siapa yang
perkataanya mempunyai kekuatan mengikat terhadap orang lain, berarti
mempunyai kewibawaan atau gezag terhadap orang lain
(Purwanto,1995:48).
Dengan demikian bahwa kewibawaan adalah perkataan atau perbuatan
seseorang yang dapat mempengaruhi dan mengikat orang lain. Adapun
orang yang dipengaruhi tersebut tunduk dan patuh terhadap apa yang
diperintahkan. Rasa tunduk dan patuh itu bukan karena terpaksa, akan
tetapi karena taat dan patuh terhadap orang tersebut.
Adapun kyai adalah gelar yang diberikan masyarakat kepada ahli
mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santrinya. Selain gelar kyai,
ia juga sering disebut orang alim (Zamakhsyari, 1983: 55).
Mujamil Qomar (dalam Haryanto, 2001:28) menjelaskan bahwa gelar
kyai tidak didapatkan melalui jalur formal, melainkan datang dari
masyarakat yang secara tulus memberikannya. Adanya gelar ini diperoleh
atas kelebihan-kelebihan ilmu dan amal yang tidak dimiliki orang lain,
dan atas dukungan komunitas pondok pesantren yang dipimpinnya. Oleh
karenanya kyai menjadi patron bagi masyarakat sekitar, terutama yang
menyangkut kepribadian. Sebagai patron, seorang kyai memainkan
peranan yang lebih dari sekedar seorang guru. Kyai bukan sekedar
menempatkan dirinya sebagai pengajar dan pendidik santri-santrinya,
melainkan juga aktif memecahkan masalah-masalah yang dihadapi
masyarakat.
Sikap patuh yang dilakukan santri terhadap kyai adalah adanya rasa
hormat santriyang mendalam kepada kyai.Karena menurut pandangan
santri, bahwasannya seorang kyai mempunyai kelebihan dalam
penguasaan ilmu-ilmu agama dibanding santri tersebut dan mempunyai
sifat wira‟i dalam menjalankan syari‟at agama.Selain itu kepribadian kyai
dapat memberikan contoh pada santri-santrinya dalam kehidupan
2. Munculnya Wibawa Kyai
Wibawa dapat dimaknai sebagai kemampuan untuk mempengaruhi
orang lain. Adapun menurut Jacuba (1980: 17) sumber yang dapat
memunculkan kewibawaan yaitu:
a. Sakti (kesaktian)
Sakti artinya “kekuatan dan daya yang luar biasa atau kekuasaan untuk
dapat melahirkan sesuatu yang luar biasa, juga kekuasaan untuk membuat
sesuatu yang ganjil”.
b. Keturunan
Keturunan meruapakan dasar kewibawaan tradisional. Seseorang yang
berasal dari keluarga yang memimpin dengan baik dianggap memiliki sesuatu “lambang” sebagai dasar kepemimpinannya.
c. Ilmu
Yang dimaksud disini ialah ilmu yang sifat dan isinya merupakan
suatu kekuatan yang bermanfaat langsung dan dapat menunjang
pelaksanaan nilai-nilai agama dan adat. Pola ini dipengaruhi oleh kualitas
pengetahuan ulama. Ilmu pengetahuan agama belum tentu menjadi sumber
kewibawaan jika tidak disertai kesucian. Demikian pula ilmu pengetahuan
hasil pendidikan modern yang tidak disertai dengan martabat dan
pembawaan diri yang disukai masyarakat serta tidak dapat menunjang
pelaksanaan nilai-nilai agama dan adat tidak akan membawa serta
d. Sifat-sifat Kepribadian
1. Adil dan jujur
2. Berani dan tegas
3. Dermawan
4. Ramah tamah.
Sedangkan menurut Munir (2010: 9-13) wibawa bisa muncul dari dua
hal, yaitu:
a. Karisma
Karisma adalah keistimewaan yang bersifat pribadi yang berbentuk
daya pikat dan pesona yang dimiliki seseorang untuk membuat orang lain
tertarik dan terpengaruh. Karisma biasanya muncul dengan sendirinya
karena merupakan bawaan sejak lahir. Karisma biasanya berkaitan dengan
hal-hal yang melekat pada diri pribadi seseorang, seperti postur tubuh,
bentuk wajah, gaya bicara, tatapan mata, sampai cara berjalan. Seseorang
yang kharismatik tidak perlu belajar terlebih dahulu atau mengubah
penampilan untuk mencari perhatian orang lainkarena sudah memiliki
daya pikat yang dibawa sejak lahir. Dari sinilah munculnya kemampuan
untuk membuat orang lain terpesona dan terpengaruh.
Karisma memiliki sifat-sifat yang sama dengan sebuah magnet.
Sifat-sifat karismatik yang termasuk dalam konteks ini adalah menarik
perhatian seseorang, mengajak dan membawanya ke arah tertentu, serta
keputusan tertentu sebelum ada penjelasan dari orang-orang yang
dikaguminya itu.
b. Performa
Performa yaitu kebiasaan yang lahir dari standar dan plan kerja yang
dimiliki guru. Dibandingkan dengan karisma, peforma lebih mudah
dipelajari dan dibentuk karena tidak terkait dengan hal-hal yang sifatnya
bawaan.
Secara bahasa, peforma memilki arti sesuatu yang berhubungan
dengan pekerjaan. Jadi, peforma yang baik adalah daya pikat seseorang
dalam menawan hati orang lain dengan prestasi kerja yang bagus. Berbeda
dengan karisma yang terkait dengan tampilan fisik, peforma
menitikberatkan pada bagaimana tampilan nonfisik seseorang. Biasanya
performa terwujud dalam bentuk sikap tegas, cerdas, sopan, konsisten,
jujur, dan selalu memiliki solusi saat menghadapi masalah.
Sedangkan munculnya wibawa kyai itu karena adanya karisma, bukan
dalam hal performa. Karisma kyai dapat dilihat dari tutur katanya yang
halus dan sopan, dan bagi orang yang mendengarkan akan termotivasi
untuk melaksanakan nasehat-nasehat yang beliau katakan.
3. Indikasi Tindakan Kewibawaan Kyai
Kyai dalam pesantren merupakan figur yang berdiri kokoh diatas
kewibawaan moral, yang bisa membawa santri ke jalan kebenaran dan
santri terbiasa menjadikan kyai sebagai sumber inspirasi dan sebagai
penunjang moril dalam kehidupan pribadinya. Maka tidak mengherankan
bila seorang santri selalu hormat dan ta‟dhim terhadap kyainya. Ukuran
yang dipakai guna mengukur kesetian santri kepada kyai adalah
kesungguhan dalam melaksanakan pola kehidupan muttasawuf(Muhtarom,
2002: 45).
Pemimpin yang wibawa adalah seorang pemimpin yang memilki
karakteristik berikut:
a. Memilki rasa percaya diri dan dapat mengatakan bisa pada diri sendiri
untuk dapat menyelesaikan masalah.
b. Sensitif terhadap perasaan/ emosi pihak lain/ anak buah.
c. Dapat menyelesaikan masalah dengan cepat yang menjadi tanggung
jawabnya dan terbiasa mencari solusi setiap masalah dan bersikap
action oriented.
d. Berpikir ke depan dan sealalu berpikir contigency plan, yaitu selalu
mengembangkan pikiran dalam beberapa skenario untuk
mengantisipasi kondisi yang akan terjadi.
e. Pikirkan selalu kenyamana anggota organisasi dalam bekerja (Asmani,
2009: 97-98).
4. PeranKyai dalam Pesantren
Peran kyai dalam membentuk pribadi muslim adalah melalui
kepada santri untuk mengatur kehidupannya. Adapun tujuan kyai dalam
pembetukan pribadi santri yaitu sebagai berikut:
a. Beriman dan bertaqwa kepada Allah
b. Bermoral dan berakhlak seperti akhlak Rasulullah
c. Jujur dan menjunjung tinggi nilai-nilai spritual
d. Mampu hidup mandiri dan sederhana
e. Berilmu pengetahuan dan mampu mengaplikasikan ilmunya
f. Ikhlas dalam setiap perbutannya karena Allah SWT
g. Tawadhu‟, ta‟dhim dan menjauhkan diri dari sikap congkak dan
takabur.
h. Sanggup menerima kenyataan dan mau bersikap qona‟ah
i. Disiplin terhadap tata tertib hidup (Muhtarom, 2002: 46).
B. Kedisilinan Pengurus
1. Pengertian Kedisiplinan Pengurus
Menurut Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia,
disiplin mengandung pengertian latihan batin dan watak, dengan maksud
supaya segala perbuatannya selalu mentaati tata tertib, ketaatan pada
aturan dan tata tertib (Poerwodarminto, 2006:296).
Sikap disiplin merupakan proses dari sebuah perjalanan waktu.
Artinya sikap itu muncul berkaitan dengan bagaimana seseorang
tindakannya sesuai dengan apa yang ingin dicapai dari tujuan yang telah
ditetapkan (Saleh, 2012: 299).
Sedangkan pengurus adalah orang yang mengurus: sekelompok orang
yang mengurus dan memimpin perkumpulan (Tim Penyusun Kamus Pusat
Bahasa, 2007: 1253).
Adapun kedisplinan pengurus yang dimaksud penulis adalah ketaatan
dan kepatuhan pengurus terhadap tata tertib/peraturan yangberkaitan
dalam kegiatan pondok.
Peraturan pondokdiberlakukan pada setiap kegiatan, mengajarkan
tentang tanggung jawab dan konsekuensi yang diterima jika melanggar
peraturan.Dalam hal ini pengurus menempati peranan yang penting yaitu
sebagai pengawas dan pengontrol dalam mengatur santri di pondok.
Dan hubungannya dengan pengertian kedisiplinan, penulis kemukakan
ayat dalam Al Qur‟an yaitu surat Al-Ashr ayat 1-3 sebagai berikut:
Artinya: “Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supayamentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran” (QS. Al-Ashr/103: 1-3)(Depag, 2009: 601).
Dari ayat tersebut, dapat diketahui bahwa Allah menyuruh manusia
menyia-nyiakan waktu yang tersedia dengan melakukan perbuatan-perbuatan yang
tidak bermanfaat.Ini menunjukkan bahwa Allah menyuruh manusia untuk
berlaku disiplin dalam menggunakan waktu yang tersedia.Namun perintah
disiplin tersebut tidak terbatas dalam aspek waktu saja, akan tetapi disiplin
dalam segala aspek kehidupan termasuk disiplin pengurus dalam
menegakkan peraturan pondok pesantren.
Dengan demikian, kedisiplinan pengurus dapat dipahami sebagai suatu
sikap penuh kerelaan dan ketaatan dalam memenuhi semua aturan atau
norma yang berlaku di dalam meleksakan peraturan di pondok pesantren.
Karena selain teladan dari kyai penguruslah yang akan menjadi contoh
disiplin bagi santri lainnya.
2. Macam-Macam Kedisiplinan
Di samping itu, Jamal Ma‟mur Asmani menyebutkan disiplin ada
beberapa macam, yaitu:
a. Disiplin waktu
Disiplin waktu merupakan hal yang pokok dalam kehidupan.Disiplin
waktu menjadi sorotan utama bagi seorang pendidik.Waktu masuk
sekolah biasanya menjadi parameter utama kedisiplinan guru.Kalau dia
masuk sebelum bel dibunyikan, berarti dia orang ynag disiplin.
b. Disiplin menegakkan aturan
Disiplin menegakkan aturan sangat berpengaruh terhadap kewibawaan
Anak kalau diperlakukan semena-mena dan pilih kasih mereka akan
merasa kesal dan cenderung akan menentang. Selain itu, pilih kasih dalam
memberikan sanksi sangat dibenci dalam agama.Keadilan harus
ditegakkan dalam keadaan apapun. Karena, keadilan itulah yang akan
mengantarkan kehidupan ke arah kemajuan kebahagiaan dan kedamaian.
c. Disiplin sikap
Disiplin mengontrol perbuatan diri sendiri menjadi starting point untuk
menata perilaku orang lain. Misalnya, disiplin untuk tidak marah,
tergesa-gesa, dan gegabah dalam bertindak.Disiplin dalam sikap ini membutuhkan
latihan dan perjuangan.Karena, setiap saat banyak hal yang menggoda kita
untuk melanggarnya.
Dalam melaksanakan disiplin sikap ini kita tidak boleh mudah
tersinggung dan cepat menghakimi seseorang hanya karena persoalan
sepele. Selain itu, kita juga harus mempunyaikeyakinan kuat bahwa tidak
ada yang bisa menjatuhkan harga diri kita sendiri kecuali kita. Kalau kita
disiplin memegang prinsip dan perilaku dalam kehidupan ini niscaya
kesuksesan akan menghampiri kita.
d. Disiplin dalam beribadah
Menjalankan ajaran agama juga menjadi parameter utama dalam
kehidupan ini.Bagi seorang pedidik dan orang tua, menjalalankan ibadah
adalah hal yang sangat penting. Kalau pendidik dan orang tua
lebih dari itu, tidak menganggap agama sebagai hal penting. Oleh karena
itu, kedisiplinan pendidik dan orang tua dalam menjalankan agama akan
berpengaruh terhadap pemahaman dan pengalaman anak didik terhadap
agamanya.
Namun sebaliknya, kalau pendidik ataupun orang tua malas dan suka
terlambat menjalankan shalat, tidak pernah puasa Senin Kamis dan tidak
pernah bersedekah misalnya, maka anak didiknya tidak lebih sama,
bahkan lebih jelek. Di sinilah pentingnya kedisiplinan pendidik maupun
orang tua dalam beribadah menjalankan ajaran agamanya sebagai manusia
yang mempunyai tanggung jawab kepada Tuhannya dalam hidup dan
kehidupan di dunia sampai akhirat nanti (Asmani, 2009:94-95).
Sebagai pengurus menerapkan jiwa kedisiplinan di pondok pesantren
itu juga penting. Agar dengan begitu tercipta suasana yang nyaman dan
teratur. Ketika pengurus bersikap disiplin juga akan berpengaruh pada
santri, karena pengurus adalah contoh bagi para santri.
3. Aspek-aspek Kedisiplinan
Menurut Bahri (2009: 27) ada tiga sapek disiplin yaitu sebagai berikut:
a. Sikap mental (mental attitude) yang merupakan sikap taat dan tertib
sebagai hasil atu pengembangan dan latihan pengendalian pikiran dan
b. Pemahaman yang baik mengenai sistem aturan tingkah laku,
pemahaman tersebut menumbuhkan atau kesadaran untuk memahami
disiplin sebagai aturan yang membimbing tingkah laku.
c. Sikap dan tingkah laku yang secara wajar menunjukkan kesungguhan
hati untuk mentaati segala hal secara cermat.
Berdasarkan pendapat tersebut dapat dipahami bahwa aspek-aspek
yang perlu dikembangkan untuk membentuk sikap disiplin adalah
pemahaman tentang perilaku, menumbuhkan sikap mental yang taat
terhadap norma yang berlaku.
4. Kiat-kiat Disiplin
Hal yang harus diperhatikan agar muncul sikap disiplin,adalah
memiliki beberapa kompetensi sikap sebagaimana berikut:
a. Kejelasan tujuan yang akan diraih. Semakin jelas sebuah tujuan maka
akan mampu mengarahkan pada sebuah sebuah sikap yang harus terus
secara konsisten dibangun walau banyak rintangan yang muncul dalam
perjalanan itu. Karena mereka yang memiliki kejelasan tujuan akan
mampu terus menapaki seuah jalan walaupun melalui jalan yang sulit.
b. Memiliki niat yang kuat untuk mencapai tujuan. Niat atau dorongan
hati akan menjadikan seseorang terus melakukan apa yang kita yakini
dalam niat. Dorongan hati untuk mengejar impian itulah yang akan
sendirinya mendisiplinkan diri seseorang, agar terus berupaya
barang siapa yang menanam maka dia akan menuai. Semua kan
menuai apa yang telah ditabur. Hasil yang baik tidak datang begitu
saja. Bila seseorang menabur disiplin, maka ia akan menuai
keberhasilan hidup. Disiplin tidak datang sendirinya, yang pasti
disiplin itu harus diciptakan diri sendiri.
c. Penepatan skala prioritas. Seseorang yang berkeinginan kuat untuk
mencapai impian, maka harus memilih sikap selektif dan dan tidak
sembarangan mempergunakan waktunya. Seseorang harus memilih
sebuah tindakan mana yang dapat mengantarkan pada tujuan
pencapaian dan mana yang malah menjauhkan dari tujuan pencapaian.
Mana yang merupakan tindakan utama dan harus didahulukan dan
mana yang bisa di kesampingkan kemudian.
d. Tekun dan sabar dalam menapaki jalan sukses yang di yakini.
Ketekunan dan kesabaran akan membuahkan hasil yang gemilang,
karena ketekunan akan membuat seseorangbersedia untuk terus belajar
dari sebuah kesalahan dan kegagalan. Beragam masalah yang
menghadang akan dinilai sebagai sebuah cara untuk meningkatkan
kompetensi dan kemampuan dalam menggapai mimpi yang di
inginkannya. Demikian firman Allah SWT :“ jadikanlah sabar dan
sholat sebagai penolongmu”. Karena kesabaran dan ketekunan ibarat
secara terus menerus walaupun hanya setetes maka pasti akan mampu
memecahkan batu sekeras apapun(Saleh, 2012: 300-301).
C. Intensitas Shalat Berjama’ah
1. Pengertian Intensitas Shalat Berjama’ah
Intensitas menurut Poerwadarminto (1978: 437) ialah ukuran kekuatan
keadaan tingkatan seseorang. Tolak ukur yang kemudian menjadi
kebiasaan-kebiasaan seseorang dalam melaksanakan suatu kegiatan.
Sedangkan shalat jamaah berasal dari kata jamaah(jama‟ah) artinya secara
bahasa „berkelompok‟. Dan salat jama‟ah adalah salat yang dikerjakan
bersama-sama, paling sedikitnya dikerjakan dua orang, yaitu yang satu
sebagai imam dan yang lain sebagai makmum. Ada beberapa shalat yang
dianjurkan dilakukan secara berjamah, yaitu:
a. Shalat fardhu lima waktu
b. Shalat dua hari raya (Idul Fitri dan Idul Adha)
c. Shalat Tarawih dan Witir pada bulan Ramadhan
d. Shalat Istisqa‟(shalat meminta hujan)
e. Shalat gerhana matahari dan bulan
f. Shalat Jenazah (Abi Nashir, 2012: 77-78).
Dan yang dimaksud intensitas shalat berjama‟ah disini adalah tolak
ukur yang kemudian menjadi kebiasaan santri dalam melaksanakan shalat
Yang disebut imam adalah orang yang berdiri paling depan dan hanya
ada seorang saja. Ia bertindak sebagai pemimpin dalam shalat, oleh karena
itu seoarang imam shalat itu diusahakan orang yang lebih tua, lebih pandai, dan lebih fasih dalam membaca Al Qur‟an dan sebagainya, sebab
ia akan diikuti oleh orang banyak atau orang yang dibelakangnya.
Sedangkan yang disebut dengan makmum adalah orang yang berada di
belakang imam, boleh hanya seorang, dua orang atau lebih banyak lebih
baik (Fahrurrozi, 1999: 67-69).
Untuk menegakkan disiplin tidak selamanya harus melibatkan orang
lain, tetapi melibatkan diri sendiri juga bisa. Bahkan yang melibatkan diri
sendirilah yang lebih penting, sebab menegakkan disiplin karena
melibatkan diri sendiri berarti disiplin yang harus timbul itu adalah karena
kesadaran.Dan seharusnya kesadaran itulah yang harus dimiliki setiap santri agar tercipta kediplinan berjama‟ah.
2. Dalil tentang shalat berjama’ah
Shalat berjama‟ah merupakan perintah Allah, umat Islam yang mengerjakan termasuk orang yang bertaqwa. Dalam Al-qur‟an, Allah SWT.memberikan landasan hukum yang jelas untuk melaksanakan shalat secara berjamaah, yaitu:
Ayat di atas diperkuat dengan hadis Nabi SAW sebagai berikut:
Artinya:“Dari Abdullah Ibnu Umar Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Sholat berjama'ah itu lebih utama dua puluh tujuh derajat daripada sholat sendirian” (H.R Bukhori).
3. Hukum Shalat Berjama’ah
Menurut Khalid (2009: 156-158) shalat jama‟ah hukumnya wajibain
atas kaum laki-laki, baik dalam keadaan mukim atau safar, dalam keadaan
aman maupun takut. Dalil atas kewajibannya berdasarkan al-Qur‟an,
sunnah dan amalan kaum muslimin dari generasi ke generasi, sejak dahulu
hingga sekarang.Orang yang tidak ikut serta shalat jama‟ah tidak lepas
dari dua keadaan: Pertama, shalat orang tidak bisa mengikuti shalat jama‟ah karena sakit, atau karena takut dan semacamnya, dan biasanya
akan mengikuti shalat berjma‟ah seandainya bukan karena udzur.Kedua,
tidak shalat jama‟ah bukan karena ada udzur. Orang yang semacam ini
apabila shalat sendirian, maka shalatnya tetap sah menurut jumhur, akan
tetapi dia kehilangan kesempatan mendapatkan banyak pahala. Karena
shalat jama‟ah lebih utama daripada shalat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat. Disamping tidak mendapatkan pahala jama‟ah, ia juga
Dan menurut pendapat lain, hukum shalat berjama‟ah adalah fardhu
kifayah. Namun sebagian ulama ada yang berpendapat hukumnya sunah
muakkadah bagi orang laki-orang laki-laki yang berakal, merdeka, muqim
(bertempat tinggal tetap, bukan musafir), menutupi aurat, dan tidak
mempunyai halangan (uzur). Hukum fardhu kifayah tersebut di dalam shalat berjama‟ah salat ada‟ (tepat waktu) maktubah, sementara
berjama‟ah untuk salat Jum‟at hukumnya fardhu „ain (Bakri, 2006: 142).
4. Aturan dalam Melaksanakan Shalat Berjama’ah
Dalam setiap beribadah, orang Islam mempunyai aturan dalam
pelaksaanaannya. Aturan tersebut diambil berdasarkan pada Alqur‟an dan
Hadis.
Amal ibadah menjadi sah jika sesuai dengan perintah Allah (ajaran
agama Islam) dan syarat-syarat yang telah ditentukan. Untuk mencapai hal
tersebut maka orang Islam harus memenuhi syarat dan rukunnya. Adapun
syarat sebagai imam yaitu sebagai berikut:
a. Islam.
b. Baligh.
c. Berakal.
d. Untuk makmum laki-laki, imam harus laki-laki(tidak boleh
perempuan). Tetapi jika yang menjadi makmum kaum wanita, maka
tidak disyaratkan imam harus laki-laki.
f. Mampu membaca dan melaksanakan rukun-rukun shalat dengan baik,
utamanya bacaan Al Fatihah.
g. Orang yang kita jadikan imam tidak sedang berstatus sebagai
makmum dari imam lain (Nashir,2012: 68).
Disamping imam mempunyai syarat tertentu, makmum pun juga
begitu. Adapun menurut Bakri (2006: 145-146) syarat-syarat yang harus
dipenuhi oleh makmum sebagai berikut:
a. Niat mengikuti imam.
b. Mengikuti gerakan imam.
c. Mengetahui segala yang dikerjakan imam baik melihat langsung
maupun sebagian shaf yang melihat imam, mendengar suara imam,
atau suara pengeras suara imam.
d. Salat makmum harus sesuai dengan salat imam.
e. Imam dan makmum harus sesuai dengan salat imam.
f. Makmum tidak boleh bertentangan dengan imam dalam aktivitas
sunah, seperti bila imam mengerjakan sujud tilawah, maka makmum
wajib mengerjakannya.
g. Posisi makmum tidak lebih ke depan dari posisi imam.
h. Salatnya imam sah menurut keyakinan makmum.
i. Tidak bermakmum kepada orang berkewajiban mengulangi salat,
seperti orang yang bertayamum karena dingin.
k. Orang laki-laki tidak boleh bermakmum kepada orang perempuan atau
orang banci. Orang banci juga tidak boleh bermakmum kepada orang
perempuan.
l. Imamnya tidak ummi (orang yang merusak bacaan satu huruf atau
tasydidnya Alfatihah), sedangkan makmumnya orang yang bagus
bacaan Alfatihahnya.
5. Tujuan shalat berjamaah
Menurut Al-Qathani (2006:16-18), tujuan shalat berjamaah yaitu
melaksanakan perintah Allah, makna agama dari syiar Islam, amalan yang
paling utama adalah shalat yang dikerjakan tepat pada waktu dan selalu
menjaganya, membiasakan kedisiplinan, dan memperbaiki penampilan.
Adapun penjelasannya sebagai berikut:
a. Melaksanakan perintah Allah
Pelaksanaan shalat berjamaah mengandung makna pelaksanaan
perintah Allah, sebagai bentuk ibadah yang dilaksanakan oleh orang
yang beriman.
b. Makna agama demi syiar Islam
Shalat berjamaah merupakan makna dari pelaksanaan agama,
syiar Islam serta bukti terbesar bagi manusia yang menunjukkan dia
c. Amalan yang paling utama adalah shalat yang dikerjakan tepat waktu
dan selalu menjaganya
Faedah shalat berjamaah yang lain adalah menjadi penyebab
terlaksananya shalat tepat pada awal waktu, atau paling tidak pada
waktu yang semestinya. Ini merupakan bagian dari amalan yang paling
utama di sisi Allah.
d. Membiasakan kedisiplinan
Faedah shalat berjamaah yang lain adalah menjaga kedisiplinan
dan hidup teratur. Pelajaran ini diambil dari sikap mengikuti imam
dalam takbir dan perpindahan dari satu gerakan shalat ke gerakan yang
berikutnya, tidak mendahului atau melambatkan diri darinya atau
bersamaan dengannya atau mengejar gerakannya atau mengalahkan
gerakannya.Jadi seorang makmum tidak boleh mendahului imamnya.
e. Memperbaiki penampilan
Pelaksanaan shalat berjamaah biasanya juga menjadikan
seseorang muslim memperhatikan penampilannya, sehingga berusaha
untuk tampil sebaik mungkin dengan pakaian yang bersih dan aroma
yang harum, sebab ia bertemu dan berkumpul dengan
saudara-saudaranya, baik di waktu siang atau malam disetiap kali melakukan
6. Keutamaan Shalat Berjama’ah
Setiap ibadah mempunyai nilai keutamaan bagi mukmin yang
mendirikannya, bentuk pahala dan sanjungan dari Allah. Sholat berjamaah
mempunyaibeberapa keutamaan, adapun menurut Fadhal Ilahi yaitu:
a. Hati yang tergantung di masjid berada dibawah naungan Allah ta‟ala
pada hari kiamat.
Imam Nawawi menjelaskan bahwa orang yang mendapat naungan
tersebut adalah orang yang hatinya selalu terikat pada masjid.
b. Keutamaan berjalan ke masjiduntuk menunaikan shalat berjama‟ah
didalamnya
Orang yang melangkahkan kaki menuju masjiddalam keadaan suci untuk menunaikan shalat berjama‟ah akan mendapat pahala ibadah
haji, berada dalam jaminan Allah, mendapatkan jamuan dari surga
setiap kali ia pergi pada pagi hari dan petang hari.
c. Keutamaan shaf pertama dan sebelah kanan
Shaf pertama seperti shaf malaikat, shalawat Allah dan para Malaikat
untuk shaf pertama, shalawat Nabi pada shaf pertama dan kedua.
Imam Ibn Hibban mengeluarkan hadis yang berisi penjelasan: “pengampunan Allah dan permohonan ampun malaikat untuk orang
d. Keutamaan shalat berjama‟ah dibanding sendirian
Allah akan meninggikan derajat orang yang shalat berjamaah
dibanding sendirian, dua puluh tujuh derajat.
e. Shalat berjama‟ah dapat melindungi gangguan dari syaitan.
f. Bertambahnya keutamaan shalat berjamah dengan bertambahnya
jumlah jamaah shalat (Ilahi, 2010: 10-41).
7. Manfaat Shalat berjama’ah
a. Manfaat dari segi Spiritual
Manfaat-manfaat spiritual dari shalat berjama‟ah menurut
Djamaluddin Dimjati antara lain yaitu:
1) Merperkukuh Persatuan dan Persaudaraan
Salah satu syarat sah shalat ialah menghadapkan diri ke satu
arah (Kiblat), yaitu Kakbah Bailtullah (Rumah Allah) di Mekkah.
Kakbah merupakan lambang persatuan bagi seluruh umatIslam di
dunia. Setiap muslim yang mendirikan shalat diharuskan
menghadap ke arah Kakbah. Dengan menghadapnya seluruh umat
Islam ke satu arah atau titik yang sama yaitu Kakbah, maka hal itu
akan mempererat persatuan dan persaudaraan diantara umat Islam
di mana pun mereka berada di seluruh dunia.Hal ini dapat dirasakan ketika shalat berjama‟ah. Saat itu, ikatan persatuan dan
2) Persamaan derajat
Persamaan hak dan kewajiban dalam Islam merupakan salah
satu prinsip utama yang ditanamkan sejak kelahiran agama ini.
Islam tidak mengenal kelas atau tingkatan dalam masyarakat.
Semua umat Islam merupakan satu kesatuan sosial yang bulat dan
utuh. Setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama.
Mereka berkedudukan sama, setingkat dan sederajat. Kelebihan itu
hanya bagi orang-orang yang lebih bertaqwa.Islam tidak mengenal
diskriminasi jenis, tingkatan, maupun golongan manusia. Islam
menyeru kepada persamaan di antara seluruh umat manusia.
Persamaan kedudukan ini tergambar jelas ketika umat Islam melaksanakan shalat berjama‟ah.
3) Kedisiplinan
Shalat mengajarkan disiplin dalam hidup. Yakni hidup rapi,
tertib, dan teratur. Pendidikan disiplin lebih terasa dalam shalat berjama‟ah. Untuk menjalankan shalat, ada berbagai cara, tata
tertib, syarat, rukun, dan aturan-aturan lain yang telah ditentukan
oleh syariat Islam. Semua itu harus dilakukan dengan penuh perhatian dan penuh kedisiplinan. Dalam shalat berjama‟ah,
makmum tidak boleh mendahului imam. Setiap makmum harus