• Tidak ada hasil yang ditemukan

III KERANGKA PEMIKIRAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "III KERANGKA PEMIKIRAN"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

III KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka berpikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antara variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan peda kerangka berpikir

Suriasumantri, 1986 dalam (Sugiyono, 2009:92) mengemukakan bahwa seorang peneliti harus menguasai teori-teori ilmiah sebagai dasar menyusun kerangka pemikiran yang membuahkan hipotesis. Kerangka pemikiran merupakan penjelasan sementara terhadap gejala yang menjadi objek permasalahan.

Jadi kerangka berpikir merupakan sintesa tentang hubungan antara variabel yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan. Selanjutnya dianalisis secara kritis dan sistematis, sehingga menghasilkan sintesa tentang hubungan antara variabel penelitian. Sintesa tentang hubungan variabel tersebut, selanjutnya digunakan untuk merumuskan hipotesis

3.1.1 Indikator Keberhasilan Program PUAP

Untuk melihat keberhasilan suatu program, perlu dilakukan evaluasi. Program PUAP ini sudah berjalan sekitar tiga tahun, sehingga perlu dilihat perkembangan dalam realisasinya. Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikator-indikator yang ada. Indikator-indikator dalam mengukur tingkat keberhasilan PUAP antara lain10:

a. Indikator keberhasilan output meliputi :

i. Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan

10

(2)

ii. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.

b. Indikator keberhasilan outcome meliputi :

i. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani.

ii. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha.

iii. Meningkatnya aktivitas kegiatan agribisnis (budidaya dan hilir perdesaan; dan

iv. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah.

c. Indikator Benefit dan Impact antara lain:

i. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP.

ii. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

iii. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka dalam penelitian ini untuk menilai keberhasilan program PUAP, akan digunakan dua indikator yang dianggap bisa mewakili keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah efektivitas penyaluran BLM– PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian dan peningkatan kinerja Gapoktan.

(3)

dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional11. Karena itu kinerja merupakan bentuk multidimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008). Indikator kinerja tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada perhitungan efisiensi, tujuan kebijakan dan pendekatan program juga harus dianalisa.

Menurut Cascio ( 1992 : 267 ) penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari seseorang atau suatu kelompok12. Penilaian keberhasilan kinerja suatu lembaga dapat mengacu pada pencapaian sasaran dan tujuan. Kinerja kelembagaan didefinisikan sebagai kemampuan suatu kelembagaan untuk mengunakan sumberdaya yang dimiliki secara efisien dan menghasilkan output yang sesuai dengan tujuannya dan relevan dengan kebutuhan pengguna.

Lebih jauh lagi Syahyuti (2004) merinci dari Mackay et all. (1998), terdapat dua hal pokok yang harus diperhatikan dalam memahami kinerja kelembagaan dalam mencapai tujuan-tujuannya yakni efisiensi penggunaan sumberdaya, dan keberlanjutan kelembagaan berinteraksi dengan para kelompok kepentingan di luarnya. Terkesan disini bahwa kalkulasi ekonomi merupakan prinsip yang menjadi latar belakangnya. Untuk keefektifan dan efisiensi misalnya dapat digunakan analisis kuantitatif sederhana yakni dengan membuat rasio perolehan seharusnya dengan aktual yang tercapai, serta rasio biaya dan produktivitas.

Kinerja kelompok tani dapat diukur berdasarkan kemampuannya dalam menerapkan lima tolok ukur kemampuan kelompok (Pusat Penyuluh Pertanian, 1996), yang selanjutnya dinilai dengan menggunakan indikator :

a. Kemampuan merencanakan kegiatan untuk meningkatkan produktivitas usahatani (termasuk pasca panen dan analisa usahatani) anggotanya 11

www.google.com// search//kinerja//wikipedia//html. Diakses tanggal 30 Mei 2009. 12

(4)

dengan penerapan rekomendasi yang tepat dalam sumberdaya alam secara optimal.

b. Kemampuan melaksanakan dan menaati perjanjian dengan pihak lain. c. Kemampuan pemupukan modal dan pemanfaatan pendapatan secara

rasional.

d. Kemampuan meningkatkan hubungan yang melembaga antara kelompok tani dan koperasi.

e. Kemampuan mencari dan memanfaatkan informasi serta menggalang kerjasama kelompok, yang dicerminkan oleh tingkat produktivitas, pendapatan dan kesejahteraan peran anggota kelompok.

Berdasarkan konsep dan indikator keberhasilan kinerja suatu lembaga dengan menggunakan beberapa konsep penilaian kinerja diatas, maka dalam penelitian ini akan disusun beberapa indikator penilaian kinerja Gapoktan. Dengan menggunakan beberapa indikator penilaian kinerja Gapoktan menurut Prihartono (2009) serta menambahkan beberapa indikator penting maka berikut ini penilaian kinerja Gapoktan oleh anggota sebelum dan setelah adanya program PUAP dapat dilihat dari delapan indikator berikut: (1) penyusunan Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART); (2) pertemuan/rapat dalam Gapoktan; (3) keterlibatan anggota dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB); (4) rencana usaha Gapoktan yang berorientasi pada kepentingan anggota; (5) anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama; (6) anggota terlibat aktif dalam pengambilan keputusan di Gapoktan; (7) Gapoktan mampu memberikan fasilitas kemudahan usaha kepada anggotanya (8) adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus

(5)

3.2 Konsep Agribisnis

Mengutip definisi Agribisnis dari buku Davis dan Goldberg yang diterbitkan pada tahun 1957 di Universitas Harvard, Amerika Serikat yang

berjudul ‘A Concept of Agribusiness’, tercantum definisi awal agribisnis, yaitu : “Agribusiness is the sum total of all operations involved in the manufacture and

all distribution of farm supplies; production activities on the farm; and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made of

them”

Akhir tahun 1995, Prof. Bungaran Saragih menawarkan pemikiran dan konsep bahwa sistem agribisnis adalah suatu cara baru melihat sektor pertanian. Cara baru melihat pertanian maksudnya, yang dahulu melihat secara sektoral sekarang menjadi intersektoral. Apabila dahulu melihat secara subsistem maka sekarang melihat secara sistem. Apabila agribisnis usahatani dianggap sebagai subsistem maka ia tidak terlepas dari kegiatan di agribisnis non-usahatani seperti agribisnis hulu dan hilir. Jadi pendekatan secara sektoral ke intersektoral, subsistem kepada sistem dan pendekatan dari produksi ke bisnis.

Agribisnis dalam pengertian tersebut menunjukkan adanya keterkaitan vertikal antar-subsistem agribisnis serta keterkaitan horizontal dengan sistem atau subsistem lain di luar seperti jasa (finansial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan, dan lainnya). Keterkaitan luas ini (industrial linkages) sudah disadari sejak dahulu oleh ekonom pasacarevolusi industri sehingga mereka menekankan arti strategis dari menempatkan pertanian (dan perdesaan) sebagai bisnis inti (core business) pada tahap pembangunan sebelum lepas landas terutama dalam kaitannya dengan proses industrialisasi.

Sektor agribisnis sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem yakni: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (sperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian dan lain-lain); subsistem usahatani (on-farm agribusiness) yang pada masa lalu kita sebut sebagai sektor pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik dalam bentuk

(6)

yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestik dan internasional; dan subsistem jasa layanan perndukung seperti lembagan keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layanan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis, dan lain-lain.

Menurut Drillon (1974), agribisnis adalah penjumlahan total dari seluruh kegiatan yang menyangkut manufaktur dan distribusi dari sarana produk pertanian, kegiatan yang dilakukan usahatani, serta penyimpanan, pengolahan, dan distribusi dari produk pertanian dan produk-produk lain yang dihasilkan dari produk pertanian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Gambar 2. Sistem Agribisnis

Agribisnis Hulu (off-farm) Usahatani (on-farm) Agribisnis Hilir (off-farm)

-Pupuk -Bibit

-Alat dan mesin -Pestisida -Obat-obatan

-Sarana Produksi lain

Budidaya Pasca Panen -Pengemasan -Penyimpanan -Pengolahan Produk -Distribusi

Kelembagaan dan Kegiatan Penunjang Bank, R & D, Asuransi, Pendidikan, Penyuluhan,

(7)

3.2.1 Konsep Usaha Pertanian Budidaya (on-farm)

Salah satu subsistem dalam agribisnis adalah budidaya (on-farm) atau yang dikenal dengan dengan proses produksi. Proses produksi atau lebih dikenal dengan budi daya tanaman merupakan proses usaha bercocok tanam/ budi daya di lahan untuk menghasilkan bahan segar (raw material). Bahan segar tersebut dijadikan bahan baku untuk menghasilkan bahan setengah jadi (work in process) atau barang jadi (finished product) di industri-industri pertanian atau dikenal dengan nama agroindustri (agrifood industry).

Menurut Soeharjo dan Patong (1973) dalam Lubis (2005), usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan. Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian

Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi komoditas pertanian adalah sebagai berikut :

a. Lahan Pertanian

Lahan pertanian merupakan penentu dari pengaruh faktor produksi komoditas pertanian. Secara umum dikatakan, semakin luas lahan (yang digarap/ditanami), semakin besar jumlah produksi yang dihasilkan oleh lahan tersebut. Ukuran lahan pertanian dapat dinyatakan dengan hektar (ha) atau are. Di pedesaan, petani masih menggunakan ukuran tradisional, misalnya patok, dan jengkal. Maka dari itu jika melakukan penelitian tentang luas lahan, dapat dinyatakan melalui proses transformasi dari ukuran luas lahan tradisional ke dalam ukuran yang dinyatakan dalam hektar atau are.

b. Tenaga Kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagi curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan

(8)

dalam hari orang kerja (HOK). Menurut Soekartawi (2002), dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi satuan tenaga kerja yang biasanya disebut hari kerja setara pria (HKSP).

c. Modal

Setiap kegiatan dalam mencapai tujuan membutuhkan modal apalagi kegiatan proses produksi pertanian. Dalam kegiatan proses produksi tersebut modal dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu modal tetap (fixed cost) dan modal tidak tetap (variable cost). Modal tetap terdiri dari tanah, bangunan., mesin, dan peralatan pertanian dimana biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi tidak habis dalam sekali proses produksi, sedangkan modal tidak tetap terdiri dari benih, pupuk, pestisida, dan upah yang dibayarkan kepada tenaga kerja.

d. Pupuk

Seperti halnya manusia, selain mengkonsumsi nutrisi makanan pokok, tanaman juga membutuhkan nutrisi vitamin sebagai tambahan makanan pokok. Selain air sebagai konsumsi pokoknya, pupuk pun sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan yang optimal tanaman. Jenis pupuk yang sering digunakan adalah pupuk organik dan anorganik. Menurut Sutejo (2002), pupuk organik atau pupuk alam merupakan hasil akhir dari perubahan atau penguraian bagian-bagian atau sisa-sisa tanaman dan binatang, misalnya pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, bungkil, guano, dan tepung tulang. Sementara itu pupuk anorganik atau pupuk buatan merupakan hasil industri atau hasil pabrik-pabrik pembuat pupuk misalnya pupuk urea, TSP, dan KCl.

e. Bibit

Bibit menentukan keunggulan dari suatu komoditas. Bibit yang unggul biasanya tahan terhadap pernyakit, hasil komoditasnya berkualitas tinggi dibandingkan komoditas lain sehingga harganya dapat bersaing di pasar.

(9)

g. Manajemen

Dalam usahatani modern, peranan manajemen menjadi sangat penting dalam mengelola produksi pertanian, mulai dari perencanaan (planing), pengorganisasian (organizing), pengendalaian (controlling) dan evaluasi (evaluation). 3.2.2 Konsep Usaha Pertanian Non-Budidaya (off-farm)

Agribisnis juga mengedepankan aspek bisnis dan pelaku bisnisnya. Dilihat dari sudut pandang ini, agribisnis dapat diartikan sebagai kegiatan yang terkait dengan pertanian yang pengelolaan organisasinya dilakukan secara rasional dan dirancang untuk mendapatkan nilai tambah komersial yang menghasilkan barang dan jasa yang diminta. Oleh karena itu dalam agribisnis, proses transformasi material yang diselenggarakannya tidak terbatas pada budidaya proses biologik dari biota (tanaman, ternak, ikan) tapi juga proses pra usahatani, pasca panen, pengolahan, dan niaga yang secara struktural diperlukan untuk memperkuat posisi adu tawar (bargaining position) dalam interaksi dengan mitra transaksi di pasar. Kegiatan-kegiatan tersebut dinamakan kegiatan off-farm atau dikenal dengan usahatani non-budidaya.

(10)

3.3 Konsep Penyaluran Dana PUAP

Efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP ditentukan oleh kemampuan Gapoktan dalam menjangkau sebanyak mungkin petani dalam hal ini anggota kelompok tani yang benar-benar memerlukan bantuan penguatan modal untuk kegiatan usahanya, serta dana tersebut dipergunakan dalam menunjang kegiatan usaha pertanian. Menurut Prihartono (2009), Penilaian keefektivan ini dapat dilihat dari dua sudut pandang yang berbeda yaitu dari sisi penilaian kinerja Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya dan dari sisi persepsi anggota atau yang menerima dana bantuan PUAP.

3.3.1 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Pengurus Penilaian kinerja kredit menurut pihak pengurus Gapoktan dilihat dari efektivitas penyaluran kredit (penyaluran dana PUAP) oleh Gapoktan dapat menggunakan beberapa tolok ukur sebagai berikut (Pardosi, 1998) :

a. Target dan realisasi target, yaitu berapa persentasi jumlah permohonan kredit (pinjaman dana PUAP) yang diterima dan direalisasi oleh Gapoktan dan jumlah kredit yang telah disalurkan kepada petani.

b. Jangkauan kredit (tersalurkannya dana PUAP), yaitu bagaimana jangkauan kredit (pinjaman dana PUAP) terhadap masyarakat (petani), dalam artian beragamnya sektor yang menerima bantuan kredit. Semakin beragam sektor penerima kredit maka kredit semakin efektif.

c. Frekuensi kredit (pinjaman dana PUAP), yaitu jumlah transaksi yang telah dilakukan pengguna (petani) yang menggunakan dana kredit pinjaman (dana PUAP) sejak mereka mengambil kredit, dalam hal ini transaksi peminjaman dan pengembalian pinjaman. Semakin tinggi persentase pinjaman dan pengembalian maka kinerja kredit semakin baik.

(11)

3.3.2 Kinerja Penyaluran Kredit (pinjaman dana PUAP) Penilaian Anggota Selain penilaian kinerja kredit yang dilakukan pihak pengurus Gapoktan maka perlu juga dilakukan penilaian kinerja kredit menurut penilaian anggota. Nilai efektivitas dari sisi anggota dinilai berdasarkan aspek-aspek berikut (Pardosi, 1998) :

a. Persyaratan awal, yaitu tanggapan kreditur terhadap persyaratan (mudah, sedang, berat).

b. Prosedur peminjaman, yaitu tahapan yang harus dilalui sejak permohonan kredit hingga realisasi pinjaman kepada anggota (mudah, sedang, sulit). c. Biaya administrasi, yaitu biaya yang dikeluarkan selama permohonan

kredit sampai direalisasikan (ringan, sedang, berat).

d. Realisasi kredit, yaitu cairnya kredit setelah melalui tahapan proses dengan melihat ketetapan pada setiap proses yang dilakukan (cepat, sedang, lambat).

e. Tingkat bunga, yaitu biaya yang dibebankan kepada anggota bentuk dukungan operasional kegiatan Gapoktan (ringan, sedang, berat).

f. Pelayanan Gapoktan, yaitu pelayanan yang diberikan Gapoktan anggota mulai dari proses permohonan hingga pengembalian kredit (baik, sedang, buruk).

g. Jarak atau lokasi kreditur, yaitu jarak atau lokasi Gapoktan anggota untuk memperoleh permohonan dana pinjaman (dekat, sedang, jauh).

(12)

3.4 Kerangka Pemikiran Operasional

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) sangat ditentukan pada keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh kinerja Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan PUAP yaitu dengan mengukur efektivitas penyaluran bantuan kredit modal (BLM-PUAP) dan menilai dampak dari program PUAP dalam meningkatkan kinerja Gapoktan. Pengelolaan dan pencapaian tujuan dari program PUAP juga dipengaruhi oleh karakteristik Gapoktan sebagai pelaksana program PUAP.

Secara umum, kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu : pertama, produktivitas pertanian yang rendah yang disebabkan keterbatasan terhadap akses sumberdaya modal, pasar, serta teknologi. Kedua, terjadi peningkatan pengangguran dan kemiskinan di perdesaan akibat keterbatasan terhadap sumberdaya manusia dan informasi. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani, keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah, dan peranan kelembagaan pertanian yang rendah. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh setiap petani. Hal ini juga menyebabkan kondisi dimana terjadi peningkatan kemiskinan dan

(13)

dievaluasi untuk menilai apakah bantuan modal tersebut dapat tersalurkan dengan tepat dan mampu meningkatkan kinerja gapoktan. Efektivitas penyaluran bantuan kredit modal dapat dilihat dengan membandingkan penyaluran bantuan kredit modal pada sektor usaha on-farm dengan sektor usaha off-farm. Hasil analisis ini bertujuan untuk menilai sektor usaha manakah yang lebih efisien dalam menyalurkan bantuan dana PUAP.

Indikator keberhasilan outcome PUAP yakni adanya peningkatan kinerja Gapoktan. Maka dari itu analisis selanjutnya adalah mengukur dampak program PUAP terhadap aktivitas kinerja Gapoktan dengan menggunakan delapan indikator kinerja Gapoktan. Untuk mengevaluasi kinerja Gapoktan dapat dilakukan dengan membandingkan kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah program PUAP. Setelah dilakukan evaluasi, kemudian ditarik kesimpulan secara keseluruhan dan kemudian direkomendasikan saran perbaikan bagi pelaksanaan program PUAP kedepannya.

(14)

Penyaluran BLM-PUAP pada usaha

on-farm

Penyaluran BLM-PUAP pada usaha

off-farm

Kinerja Gapoktan sebelum program PUAP

Kinerja Gapoktan sesudah program PUAP Penyaluran

BLM-PUAP oleh Gapoktan

Kinerja Gapoktan Masalah Pertanian Sisi Ekonomi : - Produktivitas Rendah Sisi Sosial : - Tingkat Pengangguran - Kemiskinan

Program PUAP berupa bantuan modal

Gapoktan

Efektivitas penyaluran bantuan modal PUAP

oleh Gapoktan

Gambar

Gambar 2. Sistem Agribisnis

Referensi

Dokumen terkait

Ilustrasi pembelajaran menggunakan Model Eliciting Activities (MEA) sebagai berikut: Pertama, guru membaca sebuah artikel koran, kegiatan ini dimaksudkan untuk

Hasil penelitian ini adalah sebagian masyarakat Lampung Sai Batin yang ada di Desa Umbul Buah masih melakukan pernikahan adat Lampung Saibatin dan paham mengenai nilai dan

Penjelasan di atas dapat dipahami nilai etis yaitu budi pekerti yang baik, dimana pelajaran dari Pencak Silat tidak hanya mengajarkan beladiri tangkis, hindar,

canny , dapat dilihat pada gambar 8, hasil dari pemrosesan citra bingkai dari pintu dapat terlihat dengan jelas, dengan membandingkan citra dengan nilai yang

Ketentuan yang tercantum dalam buku panduan ini merupakan dasar pelaksanaan administrasi pendidikan dan proses belajar mengajar di Stikes Arjuna prodi D 3 Keperawatan.,

adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga. Sedasi dalam adalah Sedasi dalam adalah : suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran : suatu keadaan di mana selama

Skor maksimum yang diperoleh setelah dilakukan perlakuan atau pembelajaran dengan Metode Sekuensi pada kelas eksperimen adalah 93,33 sedangkan skor terendah adalah 60, skor

“ Pada masa awal pendiri pondok ini berda‟wah, tarawih yang dilakukan dengan masyarakat yang awalnya hanya dalam skala kecil adalah sebagaimana tarawih seperti yang kita