• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

2.1 Perilaku Kerja Inovatif

Sajiwo (2014) mengungkapkan inovasi adalah suatu proses memikirkan dan mengimplementasikan pemikiran tersebut, sehingga menghasilkan hal baru berbentuk produk, jasa, proses bisnis, cara baru, kebijakan, dan lain sebagainya. Purba (2009) mengemukakan bahwa perilaku inovatif menekankan pada adanya sikap kreatif agar terjadi proses perubahan sikap dari tradisional ke modern, atau dari sikap yang belum maju ke sikap yang sudah maju.

Yuan dan Woodman (2010) menyatakan bahwa perilaku kerja yang inovatif adalah keinginan anggota organisasi untuk memperkenalkan, mengajukan serta mengaplikasikan ide-ide, produk, proses, serta prosedur baru ke dalam pekerjaannya, unit kerja atau bahkan organisasi tempat bekerja. Jansen (2000) menyatakan bahwa perilaku kerja inovatif biasanya terlihat untuk mencakup serangkaian luas perilaku yang berkaitan dengan generasi ide, menciptakan dukungan bagi mereka, dan membantu pelaksanaannya. Farr dan Ford (1990) mendefinisikan perilaku kerja inovatif sebagai perilaku individu yang bertujuan untuk mencapai inisiasi dan pengenalan disengaja (dalam peran kerja, kelompok atau organisasi) dan ide yang berguna, proses, produk atau prosedur.

(2)

12

Kleysen dan Street (dalam Kresnandito dan Fajrianthi, 2012) mendefinisikan perilaku inovatif sebagai keseluruhan tindakan individu yang mengarah pada pemunculan, pengenalan, dan penerapan dari sesuatu yang baru dan menguntungkan pada seluruh tingkat organisasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa perilaku kerja inovatif adalah perilaku individu atau anggota organisasi yang memperkenalkan ide-ide yang dibuatnya kepada sebuah kelompok atau organisasi tempat mereka bekerja.

2.2 Iklim Organisasi

Hardjana (2006) menyatakan iklim organisasi adalah konsep utama dari hubungan manusia untuk memahami perilaku manusia di bawah pengaruh lingkungan yang berbeda. Menurut Tagiuri dan Litwin (dalam Wirawan, 2007) iklim organisasi merupakan kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif terus berlangsung, dialami oleh anggota organisasi, mempengaruhi perilaku mereka dan dapat dilukiskan dalam pengertian suatu set karakteristik atau sifat organisasi.

Stinger (dalam Wirawan, 2007) mendefinisikan bahwa iklim organisasi sebagai koleksi dan pola lingkungan yang menentukan munculnya motivasi serta berfokus pada persepsi-persepsi yang masuk akal atau dapat dinilai. Iklim organisasi adalah lingkungan manusia dimana para pegawai organisasi melakukan pekerjaannya. Iklim organisasi tidak dapat dilihat atau disentuh tetapi iklim ada

(3)

13

seperti udara dalam suatu ruangan mengitari dan mempengaruhi segala hal yang terjadi dalam suatu organisasi (Davis, 1996).

Sugianto dan Sutanto (2013) berpendapat iklim organisasi memiliki pengaruh yang luas, karena juga berpengaruh terhadap efisiensi dan produktivitas organisasi, kemampuan organisasi berinovasi, kepuasan kerja, dan suasana apa saja yang dapat dinikmati oleh anggota organisasi. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa iklim organisasi adalah suatu pola lingkungan internal dalam suatu organisasi yang mempengaruhi seluruh anggota organisasi yang berdampak terhadap perilaku anggota organisasi dalam menjalankan kewajibannya.

2.3 Kepemimpinan Transformasional

Munawaroh (2011) menyatakan bahwa keberadaan pemimpin memegang peranan penting dalam suatu organisasi. Peran seorang pemimpin adalah sebagai penunjuk arah dan tujuan di masa depan (direct setter), agen perubahan (change

agent), negosiator (spokes person), dan sebagai pembina (coach).

Peran penting seorang pimpinan atau manajer adalah bagaimana karyawan yang “khas“ tersebut mampu dikelola dengan baik, melalui manajemen SDM agar mampu memberikan kontribusi bagi berjalan roda organisasi publik dan bisnis, sesuai dengan visi, misi, strategi dan nilai-nilai yang dianut organisasi tersebut (Karundeng, 2013). Pradana, dkk (2013) mengemukakan bahwa gaya kepemimpinan merupakan

(4)

14

usaha atau cara seorang pemimpin untuk mencapai tujuan organisasi dengan memperhatikan unsur-unsur falsafah, keterampilan, sifat, dan sikap karyawan.

Bernard M. Bass (dalam Hanafi, 1997:382) mengemukakan kepemimpinan transformasional adalah suatu kepemimpinan di mana pemimpin memotivasi bawahannya untuk mengerjakan lebih dari yang diharapkan semula dengan meningkatkan rasa pentingnya bawahan dan nilai pentingnya pekerjaan. Burns (dalam Heru, 2004) mendefinisikan kepemimpinan transformasional adalah suatu proses, yaitu pemimpin dan pengikutnya saling merangsang diri satu sama lain untuk penciptaan level yang tinggi dari moralitas dan motivasi yang dikaitkan dengan tugas pokok dan fungsi mereka.

Menurut Harits (2005:823) menyatakan kepemimpinan transformasional merupakan pemimpin yang menggerakkan kebutuhan-kebutuhan tingkatan yang lebih tinggi kepada pengikutnya. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa kepemimpinan transformasional adalah sikap dari seorang pemimpin yang mampu membuat bawahannya mengikuti perintahnya dan bahkan melakukan kegiatan di luar dari tugas yang diberikan.

2.4 Self Efficacy

Bandura (1996) mendefinisikan bahwa self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap kemampuannya untuk menyusun tindakan yang dibutuhkan dalam

(5)

15

menyelesaikan tugas-tugas khusus yang dihadapi. Schultz (2005) mendefinisikan self

efficacy sebagai perasaan terhadap kecukupan, efisiensi, dan kemampuan dalam

mengatasi kehidupan.

Baron dan Byrne (dalam Ghufron dan Rini, 2010) mendefinisikan self efficacy sebagai evaluasi seseorang mengenai kemampuan atau kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas, mencapai suatu tujuan, dan mengatasi hambatan. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut maka dapat dinyatakan bahwa self efficacy adalah keyakinan dan kepercayaan individu dalam melaksanakan tugas yang diberikan dan dapat mencapai keinginan yang diharapkan.

2.5 Hipotesis Penelitian

2.5.1 Pengaruh Iklim Organisasi terhadap Perilaku Kerja Inovatif

Iklim organisasi yang baik akan mendukung kinerja dan produktivitas kerja para karyawan. Secara ideal ini akan menuntut adanya hasil kerja yang berkualitas, komunikasi yang baik, kerjasama tim, kerjasama antar departemen, kesiapan untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan baru, dukungan bagi cara-cara baru dan lebih baik dalam mengerjakan berbagai hal dan adanya kecendrungan yang kuat secara konsisten mengevaluasi dan memodifikasi praktek-praktek dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Patterson et al (2005) menyatakan iklim menunjukkan persepsi karyawan tentang kebijakan organisasi, praktik, dan prosedur, dan selanjutnya pola

(6)

16

interaksi atau perilaku yang mendukung kreativitas, inovasi, keselamatan, atau layanan di organisasi.

Hasil penelitian Hutahaean (2005), Sari dan Ulfa (2013), dan Noor dan Dzulkifli (2013) menyatakan bahwa iklim organisasi memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif, artinya semakin baik iklim organisasi yang dirasakan oleh karyawan maka semakin tinggi perilaku inovatif dalam bekerja dari karyawan tersebut. Berdasarkan paparan hasil riset empiris sebelumnya, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H1 : Iklim organisasi berpengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif.

2.5.2 Pengaruh Kepemimpinan Transformasional terhadap Perilaku Kerja Inovatif

Hubungan antara kepemimpinan transformasional dan perilaku kerja yang inovatif perlu diperiksa lebih lanjut ke arah kausal, yaitu bagaimana kepemimpinan transformasional dapat membentuk perilaku kerja yang inovatif dan memimpin karyawan untuk menjadi lebih inovatif (Reuvers et al., 2008). Hubungan juga perlu dieksplorasi dalam perspektif yang lebih luas karena tidak ada dalam isolasi. Berbagai faktor kontekstual sangat penting dan mempengaruhi cara pemimpin transformasional mengarah karyawan menjadi lebih inovatif (Reuvers et al., 2008).

Hasil penelitian Imran dan Anis-ul-Haque (2011), Khan et al. (2012), dan Syaumi (2013) menyatakan bahwa kepemimpinan transformasional memiliki

(7)

17

pengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif, artinya semakin baik sifat pemimpin yang dirasakan oleh karyawan maka semakin tinggi perilaku inovatif dalam bekerja dari karyawan tersebut, namun hasil penelitian Noor dan Dzulkifli (2013) menyatakan kepemimpinan tidak memiliki hubungan yang positif terhadap perilaku inovatif, artinya kepemimpinan tidak memiliki dampak terhadap perilaku inovatif. Berdasarkan paparan hasil riset empiris sebelumnya, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

H2 : Kepemimpinan transformasional berpengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif.

2.5.3 Pengaruh Self Efficacy terhadap Perilaku Kerja Inovatif

Amabile (1998) telah mengkonseptualisasikan kreativitas sebagai alat produksi ide-ide baru dan berguna. Scott dan Bruce (1994) membedakan inovasi dari kreativitas, dimana inovasi tersebut tidak hanya generasi ide tetapi juga berkelanjutan, pelaksanaan atau komersialisasi ide-ide yang berguna. Bandura (1997) mengakui dan mengartikulasikan kemungkinan hubungan antara self efficacy, inovasi, dan kreativitas. Kumar dan Uzkurt (2010) menyatakan individu dengan tingkat self efficacy yang tinggi cenderung memiliki keyakinan yang lebih tinggi dalam kemampuan mereka sendiri untuk membuat produk baru, proses, dan perubahan yang terjadi, dan akan menghasilkan karyawan sangat inovatif atau menjadi kekuatan pendorong untuk budaya kerja yang inovatif.

(8)

18

Hasil penelitian Hsi-Chi Hsiao et al. (2011), Wahyuningrum, dkk. (2012), dan Momeni et al. (2014) menyatakan bahwa self efficacy memiliki pengaruh positif terhadap perilaku kerja inovatif, artinya semakin tinggi self efficacy yang dimiliki di dalam diri karyawan tersebut maka semakin tinggi perilaku inovatif yang akan dihasilkan, namun hasil penelitian Salanova et al. (2012) menyatakan self efficacy tidak mempengaruhi perilaku inovatif. Berdasarkan paparan hasil riset empiris sebelumnya, maka diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut :

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh variabel orientasi kewirausahaan dan variabel kompetensi aspek pengetahuan dan ketrampilan terhadap kinerja pemasaran yang dapat dilihat dari

Selain itu, bagian ini akan membahas pula fitur-fitur leksikografis ( lexicogrammatical) yang sesuai, dan nilai-nilai sosiokultural yang digunakan dalam teks deskriptif. SMP

a) Menjamin bahwa kebijaksanaan mutu dimengerti, diketahui, dipelihara dan diterapkan oleh seluruh personil di bawah pengawasan asisten laboratorium fisika. b) Menjamin

Proses penyambungan pada area longitudinal tidak akan mempengaruhi kualitas sistem kelongsong pada aplikasi pipa penyalur disebabkan tekanan operasi yang tergolong

tersebut akan menetapkan harga jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan harga pada saat membeli di pasar perdana, untuk menutupi semua biaya yang telah dikeluarkan dan laba

Uji validitas instrumen penelitian dengan meminta pertimbangan ahli (expert judgements). Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif.

Tujuan dari kegiatan ini adalah memberikan pengetahuan terhadap dasar-dasar metode statistika dalam hal manajemen data dan pengolahan data statistik di lingkup