• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kurniasih Dwi Kusuma Wardani BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Kurniasih Dwi Kusuma Wardani BAB II"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kejang Demam 1. Definisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal di atas 38°C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakaranium (Hasan & Alatas, dkk, 2007). Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan anak umur 6 bulan sampai 4 tahun (Ngastiyah, 2005).

2. Klasifikasi kejang (Cecily & Linda, 2009) a. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)

1) Kejang parsial sederhana

Kesadaran tidak terganggu; dapat meliputi satu atau kombinasi dari hal-hal berikut:

a) Tanda motorik : kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian tubuh; biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang, dan dapat menjadi merata.

(2)

c) Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus: mendengar suara musik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.

d) Gejala-gejala fisik : deja vu (seperti siaga), ketakutan, penglihatan panoramik.

2) Kejang parsial kompleks

a) Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai suatu kejang parsial sederhana.

b) Dapat melibatkan gerakan otomatisme : bibir mengecap, mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan lainnya.

c) Dapat tanpa otopatis : tatapan terpaku. b. Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)

1) Kejang lena

a) Gangguan kesadaran dan keresponsifan

b) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang dari 15 detik

c) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan mempunyai perhatian penuh

(3)

2) Kejang mioklonik

a) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan involunter

b) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila patologis melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan tungkai secara singkron

c) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok

d) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat kesadaran singkat

3) Kejang tonik-klonik

a) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku otot ekstermitas, tubuh dan wajah secara keseluruhan yang berakhir kurang dari satu menit; sering didahului oleh suatu aura.

b) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus

c) Tidak ada respirasi dan sianosis

d) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas atas dan bawah

(4)

c. Kejang atonik

1) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya kelopak mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke tanah

2) Singkat dan terjadi tanpa peringatan d. Status epileptikus

1) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang 2) Kesadaran antara kejang tidak didapat

3) Potensial depresi pernafasan, hipotensi, dan hipoksia 4) Memerlukan penanganan medis darurat segera 3. Etiologi

Penyebeb kejang demam masih belum dapat dipastikan. Pada sebagian besar anak, tingginya suhu tubuh, bukan kecepatan kenaikan suhu tubuh, menjadi faktor pencetus serangan kejang demam. Biasanya suhu demam lebih dari 38,8°C dan terjadi saat suhu tubuh naik dan bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu yang lama (Dona L. Wong,2008).

(5)

4. Patofisiologi (Ilmu Kesehatan Anak)

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler. Jadi sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (N+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial membran dari sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel. Keseimbangan potensial membran ini dapat dirubah oleh adanya :

a) Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler.

(6)

c) Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.

Pada keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh, dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Jadi pada kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion Kalium maupun ion Natrium melalui membran tadi, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel tetangganya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmiter dan terjadilah kejang.

(7)

5. Manifestasi Klinis (Ngastiyah, 2005)

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat; misalnya tonsilitis, otitis media akut, bronkitis, furunkulosis, dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik.

Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak tidak memberi reaksi apapun untuk sejenak tetapi setelah beberapa detik atau menit anak akan terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan saraf. Menghadapi pasien dengan kejang demam, mungkin timbul pertanyaan sifat kejang atau gejala yang manakah yang mengakibatkan anak menderita epilepsi. Untuk itu Living Ston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu :

a) Kejang demam sederhana (simple fibrile convulsion)

b) Epilepsi yang diprovokasi oleh demam (epilepsi triggered off fever)

6. Penatalaksanaan manajemen perawatan dan pengobatan

(8)

dari kejang demam baik dan tidak perlu menjadi penyebab dari kematian anak. Empat hal yang harus diperhatikan saat merawat anak dengan kejang demam, yaitubmemberantas kejang dengan segera, pemberian obat penunjang, memberikan pengobatan rumatan, dan mencari serta mengobati faktor penyebab (Sodikin, 2012).

a. Tindakan keperawatan saat di rumah sakit

1) Saat terjadi serangan mendadak yang harus diperhatikan pertama kali adalah : Air way, Breathing, dan Circulation. 2) Bila hal pertama sudah dapat diatasi, baringkan pasien di

tempat yang datar untuk mencegah terjadinya perpindahan posisi tubuh kearah yang membahayakan.

3) Atur posisi pasien pada posisi terlentang (miringkan), bukan posisi tengkurap untuk mencegah aspirasi.

4) Jangan memasang sudip lidah (tongue spatel), karena risiko lidah tergigit kecil. Sudip lidah dapat membatasi jalan napas. 5) Singkirkan benda-benda berbahaya dari dekat pasien.

6) Longgarkan pakaian pasien untuk memberikan jalan nafas yang adekuat bila terjadi distensi abdomen.

(9)

8) Bila suhu tubuh melebihi 38,5°C dan bila memungkinkan berikan antipiretik (ibuprofen).

9) Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat. b. Tindakan keperawatan pada kejang demam karena hipertermi

1) Kaji riwayat sebelumnya, seperti bila pasien pernah kejang sebelumnya, berikan antipiretik (ibuprofen) untuk mencegah kejang, dan ibuprofen diberikan bila suhu tubuh berkisar 38-39,5°C.

2) Beri kompres hangat secara intensif.

3) Hindari pemberian selimut tebal, karena uap panas akan sulit dilepaskan.

4) Bila pasien sudah sadar dan terbangun berikan minum hangat. B. Faktor yang Mempengaruhi Risiko Berulangnya Kejang Demam

1. Usia pertama kali kejang

(10)

Eksilator lebih dominan dibandingkan inhibitor, sehingga tidak ada keseimbangan antara eksilator dan inhibitor.

Anak yang mendapatkan serangan bangkitan kejang pada usia awal developmental window mempunyai waktu lebih lama fase eksitabilitas neural dibandingkan anak yang mendapatkan serangan kejang demam pada usia akhir masa developmental window. Apabila anak mengalami stimulasi berupa demam pada otak fase ekstabilitas akan mudah terjadi bangkitan kejang. Developmental window merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berumur kurang dari dua tahun sehingga anak yang mengalami serangan kejang demam pada umur di bawah dua tahun mempunyai risiko terjadinya bangkitan kejang demam berulang.

2. Jenis kelamin

(11)

3. Suhu tubuh ketika kejang

Suhu tubuh terdiri dari suhu permukaan (shell temperature) dan suhu inti (core temperature). Suhu permukaan adalah suhu yang terdapat pada permukaan tubuh yaitu kulit dan jaringan subkutan, sedangkan suhu inti adalah suhu yang terdapat pada organ visera yang terlindungi dari paparan suhu lingkungan sekitar. Suhu inti sering diartikan sebagai suhu organ otak tempat pusat pengaturan suhu tubuh berada (Soedarmo, 2010).

Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda-beda, hal ini tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Anak dengan ambang kejang rendah, kejang dapat terjadi pada suhu 38°C, tetapi pada anak dengan ambang kejang yang tinggi kejang baru akan terjadi pada suhu 40°C atau lebih. Kejang demam berulang lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang rendah, sehingga penanganannya perlu memperhatikan pada tingkat suhu berapa penderita mengalami kejang (Sodikin, 2012).

Suhu tubuh anak ketika kejang sangat berpengaruh terhadap rekuensi kejang demam. Semakin tinggi suhu tubuh anak semakin besar pula untuk terjadinya kejang demam. Semakin lama demam, semakin besar pula anak mengalami bangkitan kejang demam.

4. Riwayat keluarga

(12)

Keluarga dengan riwayat pernah menderita kejang demam sebagai faktor risiko untuk terjadi kejang demam pertama adalah kedua orang tua maupun saudara kandung (first degree relative).

Cara pewarisan sifat genetik terkait dengan kejang demam belum dapat dipastikan, apakah autosomal resesif atau autosomal dominan. Penetrasi autosomal dominan diperkirakan sekitar 60%-80%. Bila kedua orang tua tidak mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko terjadi kejang demam hanya 9%. Apabila salah satu orang tua penderita dengan riwayat pernah menderita kejang demam mempunyai risiko untuk terjadi kekambuhan kejang demam 20%-22%. Apabila kedua orang tua penderita tersebut mempunyai riwayat pernah menderita kejang demam maka risiko untuk terjadi bangkitan kejang demam meningkat menjadi 59%-64%. Kejang demam diwariskan lebih banyak oleh ibu dibandingkan ayah, 27% berbanding 7%.

5. Jenis Kejang

Kejang demam diklasifikasikan menjadi dua, yaitu : a) Kejang demam sederhana

Ciri dari kejang ini adalah : 1) Kejang berlangsung singkat

(13)

b) Kejang demam kompleks Ciri kejang ini adalah:

1) Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit

2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului kejang parsial

3) Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam 6. Riwayat Prenatal

a. Usia ibu saat hamil

Usia ibu pada saat hamil sangat menentukan status kesehatan bayi yang akan dilahirkan. Usia ibu kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun dapat mengakibatkan berbagai komplikasi kehamilan dan persalinan. Komplikasi kehamilan diantaranya adalah hipertensi dan eklamsia, sedangkan gangguan pada persalinan diantaranya adalah trauma persalinan.

Komplikasi kehamilan dan persalinan dapat menyebabkan prematuritas, bayi berat lahir rendah, penyulit persalinan dan partus lama. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan janin dengan asfiksia. Pada asfiksia akan terjadi hipoksia dan iskemia. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatkan fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai.

(14)

3 (7,9%) kejadian kasus dan 11 (7,2%) pada kejadian kontrol, pada usia ibu hamil antara 20 sampai dengan 29 tahun terdapat 11 (29%) pada kejadian kasus dan 54 (35,5%) pada kejadian kontrol. Pada usia ibu hamil antara 30 sampai 34 tahun terdapat 13 (34,2%) pada kejadian kasus dan 59 (38,8%) pada kejadian kontrol, sedangkan pada usia ibu hamil diatas 35 tahun terdapat 11 (29%) pada kejadian kasus dan sebanyak 28 (18,4%) pada kejadian kontrol.

7. Riwayat Perinatal a. Usia kehamilan

(15)

hipokampus. Serangan kejang selalu menyebabkan kenaikan eksitabilitas neuron, serangan kejang cenderung berulang dan selanjutnya menimbulkan kerusakan yang lebih luas.

Kehamilan yang berlangsung sampai 42 minggu (294 hari) atau lebih, dihitung dari hari pertama haid terakhir disebut kehamilan postmatur atau postterm (Sarwono, 2010). Keadaan ini akan terjadi proses penuaan plasenta, sehingga pemasukkan makanan dan oksigen akan menurun. Komplikasi yang dapat dialami oleh bayi postterm ialah suhu yang tak stabil, hipoglikemi dan kelainan neurologik. Gawat janin terutama terjadi pada persalinan, bila terjadi kelainan obstetrik seperti: berat bayi lebih dari 4000 gram, kelainan posisi, partus >13 jam, perlu dilakukan tindakan seksio sesaria. Kelainan tersebut dapat menyebabkan trauma perinatal (cedera mekanik) dan hipoksia janin yang dapat mengakibatkan kerusakan pada otak janin. Manifestasi klinis dari keadaan ini dapat berupa kejang.

b. Asfiksia

(16)

bangkitan kejang, baik pada stadium akut dengan frekuensi tergantung pada derajat beratnya asfiksia, usia janin dan lamanya asfiksia berlangsung. Bangkitan kejang biasanya mulai timbul 6-12 jam setelah lahir dan didapat pada 50% kasus, setelah 6-12 – 24 jam bangkitan kejang menjadi lebih sering dan hebat. Pada kasus ini prognosisnya kurang baik. Pada 75% - 90% kasus akan didapatkan gejala sisa gangguan neurologis, diantaranya kejang. Hipoksia dan iskemia akan menyebabkan peninggian cairan dan Na intraseluler sehingga terjadi edema otak. Daerah yang sensitif terhadap hipoksia adalah inti-inti pada batang otak, talamus, dan kollikulus inferior, sedangkan terhadap iskemia adalah “watershead area” yaitu daerah parasagital hemisfer yang mendapat vaskularisasi paling sedikit. Hipoksia dapat mengakibatkan rusaknya faktor inhibisi dan atau meningkatnya fungsi neuron eksitasi, sehingga mudah timbul kejang bila ada rangsangan yang memadai.

(17)

c. Berat Badan Lahir Rendah

(18)

C. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian

Sumber : Modifikasi dari Sodikin (2012), Puspita (2010), Cecily (2009), Dewanti (2012) dan Fuadi (2010)

(19)

D. Kerangka Konsep Penelitian INDEPENDENT

DEPENDENT

Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

E. Hipotesis

Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Sugiyono, 2009). Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Ada pengaruh antara usia pertama kali kejang, jenis kelamin, suhu dan jenis kejang dengan kejang demam berulang.

2. Faktor risiko yang paling mempengaruhi risiko kejang demam berulang adalah usia pertama kali kejang, jenis kelamin, riwayat kejang, suhu atau jenis kejang.

Kejang demam berulang Usia pertama kali kejang

Jenis kelamin

Suhu saat terjadi kejang

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka teori penelitian
Gambar 2.2 Kerangka konsep penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang, kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang, obat yang paling cepat untuk

Suhu tubuh bayi normal berkisar 36,5-37,50C kemampuan pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir sangat penting untuk mempertahankan suhu tubuh bayi normal perlu juga

Bangkitan kejang pada hewan coba yang lebih muda lebih cepat terjadi dari yang matur.. Selain itu, periode pendek refrakter post iktal pada hewan yang lebih muda

Imunitas (kekebalan tubuh) ikan akan berkurang apabila ikan berada pada suhu yang rendah, sedangkan ikan akan mudah terserang penyakit yang disebabkan oleh

pada suhu 38 o C dan anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40 o C atau lebih, kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai

Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor di antaranya pertama faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme ( kuman ) yang masuk

Makanan cepat saji bagi remaja putri dapat beresiko terjadinya obesitas karena makanan cepat saji mengandung tinggi kalori, tinggi lemak dan rendah serat dengan terjadinya

Infeksi Masa Nifas Infeksi nifas adalah infeksi bakteri raktus genetalia, terjadi sesudah melahirkan,ditandai kenaikan suhu 38C atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca