• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1480391194BAB 3 RTRW Sebagai Arahan Spasial RPI2JM ok

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1480391194BAB 3 RTRW Sebagai Arahan Spasial RPI2JM ok"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

B

B

A

A

B

B

I

I

I

I

I

I

R

R

e

e

n

n

c

c

a

a

n

n

a

a

T

T

a

a

t

t

a

a

R

R

u

u

a

a

n

n

g

g

W

W

i

i

l

l

a

a

y

y

a

a

h

h

S

S

e

e

b

b

a

a

g

g

a

a

i

i

A

A

r

r

a

a

h

h

a

a

n

n

S

S

p

p

a

a

s

s

i

i

a

a

l

l

R

R

P

P

I

I

2

2

J

J

M

M

B

B

i

i

d

d

a

a

n

n

g

g

C

C

i

i

p

p

t

t

a

a

K

K

a

a

r

r

y

y

a

a

3.1. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN)

RTRWN merupakan strategi dan arahan kebijaksanaan pemanfaatan ruang

wilayah negara, yang meliputi:

a) tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan pertahanan keamanan;

b) struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;

c) kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan

kawasan tertentu.

1 Tujuan Pemanfaatan Ruang Nasional

Tujuan nasional pemanfaatan ruang adalah pemanfaatan ruang wilayah

nasional secara berhasil guna dan berdaya guna untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat dan pertahanan keamanan.

Untuk mencapai tujuan nasional pemanfaatan ruang tersebut maka

dilakukan :

a) Pemanfaatan sumber daya nasional yang optimal, meliputi:

- pemanfaatan sumber daya alam yang seoptimal mungkin dengan tetap memperhatikan kelestarian lingkungan;

- pengaturan lokasi pemanfaatan lahan yang menghasilkan sinergi keterkaitan sektor dalam wilayah nasional dan menghindari konflik

pemanfaatan ruang dan sumber daya.

(2)

b) Keseimbangan perkembangan antar kawasan nasional melalui pemanfaatan

ruang kawasan secara serasi, selaras dan seimbang serta berkelanjutan

dalam rangka meningkatkan pertumbuhan ekonomi, mempercepat

pertumbuhan kawasan tertinggal dan meningkatkan daya dukung lingkungan

nasional.

c) Pencegahan kerusakan fungsi lingkungan hidup, meliputi:

- peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, iklim, keanekaragaman hayati, tumbuhan dan satwa serta nilai sejarah dan budaya bangsa;

- pemeliharaan keanekaragaman hayati, ekosistem dan keunikan alam serta kearifan tradisional;

- penetapan pokok-pokok kriteria berdasarkan prinsip meningkatkan dan memelihara fungsi lindung fisik wilayah dan sosial budaya bangsa dalam

penentuan kawasan lindung serta kebijaksanaan pengelolaannya.

- Kemampuan memelihara pertahanan keamanan negara yang dinamis dan memperkuat integrasi nasional.

Untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan

keamanan, perlu dirumuskan arah kebijakan dan strategi pengembangan pola

pemanfaatan ruang nasional berupa pemanfaatan kawasan lindung, kawasan

budidaya (termasuk dengan pertahanan dan keamanan), dan kawasan tertentu,

beserta arah kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang berupa sistem

perkotaan, sistem transportasi, dan sistem infrastruktur wilayah pendukung

lainnya.

2 Struktur Ruang Wilayah Nasional

Struktur ruang wilayah nasional disusun berdasarkan arahan pengembangan

sistem pusat permukiman nasional, arahan pengembangan sistem jaringan

transportasi nasional, arahan pengembangan jaringan prasarana tenaga

kelistrikan nasional, arahan pengembangan jaringan telekomunikasi nasional, dan

arahan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air nasional.

3 Arahan Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Nasional

Arahan pengembangan sistem pusat permukiman nasional meliputi arahan

pengembangan pusat permukiman perkotaan dan pusat permukiman perdesaan.

Pusat permukiman perkotaan mempunyai fungsi:

(3)

2) jasa perekonomian, yaitu sebagai pusat pelayanan kegiatan

keuangan/bank, dan/atau sebagai pusat koleksi dan distribusi barang,

dan/atau sebagai pusat simpul transportasi, pemerintahan, yakni sebagai

pusat jasa pelayanan pemerintah;

3) jasa sosial, yaitu sebagai pusat pemerintahan, pusat pelayanan

pendidikan, kesehatan, kesenian, dan/atau budaya.

Dalam lingkup kawasan perdesaan, pusat-pusat permukiman perdesaan

juga memiliki fungsi yang sama sebagai pusat pelayanan kegiatan budidaya,

meskipun dalam skala kegiatan yang lebih kecil dan terbatas. Arahan

pengembangan pusat pertumbuhan perdesaan diselaraskan dengan pusat

permukiman perkotaan yang melayaninya sehingga secara keseluruhan

pusat-pusat permukiman saling terkait dan berjenjang, serta saling sinergis dan saling

menguatkan perkembangan kota dan desa.

Adapun rencana sistem perkotaan nasional di Wilayah Provinsi Sulawesi

Selatan, diperlihatkan pada tabel 3.1. berikut;

Tabel 3.1.

Sistem Perkotaan Nasional DI Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan

NO. PROVINSI PKN PKW PKSN

Sumber: PP 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

4 Arahan Pengembangan Sistem Jaringan Transportasi Nasional

Arahan pengembangan sistem jaringan transportasi nasional mencakup

sistem jaringan transportasi darat, sistem jaringan transportasi laut, dan sistem

jaringan transportasi udara. Jaringan transportasi nasional merupakan sistem

yang memperlihatkan keterkaitan kebutuhan dan pelayanan transportasi

antarwilayah dan antarkota dalam ruang wilayah nasional, serta keterkaitannya

(4)

Arahan pengembangan sistem jaringan transportasi nasional bertujuan untuk

menciptakan keterkaitan antar pusat-pusat permukiman nasional dan mewujudkan

keselarasan dan keterpaduan antara pusat-pusat permukiman dengan

sektor-sektor kegiatan ekonomi masyarakat. Pengembangan sistem jaringan transportasi

nasional dilakukan secara terintegrasi antara transportasi darat, laut, dan udara

yang menghubungkan antar pulau, pusat permukiman dan kawasan produksi,

sehingga terbentuk kesatuan untuk menunjang kegiatan sosial-ekonomi dan

pertahanan keamanan negara dalam rangka memantapkan kesatuan wilayah

nasional.

Sistem jaringan transportasi darat mencakup jaringan jalan, jaringan rel,

serta jaringan transportasi sungai, danau, dan penyeberangan. Sistem jaringan

transportasi laut mencakup pelabuhan laut dan alur pelayaran. Sistem jaringan

transportasi udara mencakup bandar udara dan ruang lalu lintas udara.

Dengan memperhatikan perkiraan arus penumpang dan barang, lintas, dan

kondisi jaringan jalan kereta api yang ada, demikian pula untuk wilayah Pulau

Sulawesi direncanakan pengembangan jalan kereta api yang melayani angkutan

khusus.

Jaringan transportasi sungai, danau dan penyeberangan meliputi alur

pelayaran sungai, alur pelayaran danau, dan alur penyeberangan, yang terdiri atas

trayek utama dan trayek pengumpan.

1) Trayek utama dikembangkan untuk menghubungkan:

- antara pusat-pusat produksi dengan outlet utama dan

- antar pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat pengumpul dan distribusi

2) Trayek pengumpan dikembangkan untuk menghubungkan:

- pusat-pusat produksi dengan outlet pengumpan

- antara pelabuhan sungai dan danau yang berfungsi sebagai pusat pengumpul dan distibusi dengan pelabuhan yang bukan berfungsi

sebagai pusat pengumpul dan distribusi, atau

(5)

Provinsi Sulawesi Selatan, merupakan salah satu prioritas jaringan

transportasi penyeberangan lintas tengah yaitu jaringan transportasi

penyeberangan lintas tengah Palembang – Jayapura melalui Banjarmasin, Ujung Pandang, Kendari, Ambon, Sorong, Biak

Jaringan transportasi laut terdiri dari pelabuhan laut dan alur pelayaran di

laut. Sistem pelabuhan laut dikembangkan dalam klasifikasi pelabuhan hubungan

internasional, pelabuhan internasional, dan pelabuhan nasional. Arahan

pengembangan sistem transportasi laut nasional meliputi:

1) Pelabuhan hubungan internasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan

alih muat peti kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah

besar dan jangkauan pelayanan sangat luas, serta berfungsi sebagai simpul

jaringan transportasi laut internasional.

2) Pelabuhan internasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat

peti kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah besar dan

jangkauan pelayanan sangat luas, serta berfungsi sebagai simpul jaringan

transportasi laut nasional.

3) Pelabuhan nasional diarahkan untuk melayani kegiatan dan alih muat peti

kemas angkutan laut nasional dan internasional dalam jumlah menengah

dan jangkauan pelayanan menengah.

Dalam RTRWN ditetapkan Pelabuhan Makassar sebagai Pelabuhan

Internasional, dan Pelabuhan Pare-pare sebagai Pelabuhan Nasional.

Jaringan transportasi udara meliputi bandar udara dan ruang lalu lintas

udara. Bandar udara terdiri dari bandar udara pusat penyebaran primer, bandar

udara pusat penyebaran sekunder, bandar udara pusat penyebaran tersier, dan

bandar udara bukan pusat penyebaran. Dalam RTRWN telah ditetapkan Bandar

Udara Hasanuddin Makasar sebagai bandara primer di Provinsi Sulawesi Selatan.

Pusat penyebaran sekunder diarahkan untuk melayani penumpang dalam

jumlah sedang dengan lingkup pelayanan dalam satu provinsi dan terhubungkan

dengan pusat penyebaran primer. Bandar udara pusat penyebaran sekunder

merupakan bandar udara dengan karakteristik berikut:

a) berada pada kota PKN di luar kawasan perbatasan;

b) berfungsi melayani pergerakan penumpang/barang domestik atau ke luar

(6)

melayani jumlah penumpang 100.000 atau lebih dengan frekuensi 10

penerbangan per hari;

c) melayani penerbangan dalam negeri sekurang-kurangnya 3 kali sehari dan

penerbangan luar negeri sekurang-kurangnya 1 kali sehari.

Adapun rencana jalan bebas hambatan menurut RTRW Nasional di Wilayah

Provinsi Sulawesi Selatan, diperlihatkan pada table 3.2. berikut;

Tabel 3.2.

Rencana Jalan Bebas Hambatan Menurut RTRW Nasional Yang Teradat Di Pulau Sulawesi

5 Arahan Pengembangan Jaringan Prasarana Tenaga Kelistrikan Nasional

Arah Kebijakan Pengembangan Jaringan Prasarana Tenaga Kelistrikan,

(7)

a) Mengembangkan jaringan kelistrikan yang terinterkoneksi mulai dari sumber

pembangkit sampai ke pengguna, lintas propinsi atau lintas pulau sesuai

dengan perkembangan permintaan listrik dan tata ruang

b) Mengembangkan jaringan kelistrikan diupayakan melalui penambahan

kapasitas terpasang dan perluasan jaringan di kawasan budi daya, termasuk

kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan dalam meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

c) Mengembangkan jaringan distribusi dilakukan dengan memperhatikan

perkembangan dan penyebaran permukiman dan kawasan budidaya serta

geografi wilayah nasional, teknologi yang tersedia dan kemampuan investasi

nasional.

d) Mengembangkan jaringan kelistrikan untuk mendukung pengembangan

kota-kota dan kawasan-kawasan prioritas.

e) Mengembangkan sumber-sumber energi alternatif baru dengan

memanfaatkan potensi sumberdaya yang ada seperti batubara, nuklir,

minyak bumi, air, gas maupun panas bumi, dalam rangka membangun

jaringan interkoneksi.

6 Arahan Pengembangan Jaringan Telekomunikasi Nasional

Arahan pengembangan sistem jaringan telekomunikasi nasional meliputi

pengembangan stasiun bumi dan pengembangan jaringan transmisi.

Arahan pengembangan jaringan telekomunikasi nasional merupakan

kebijaksanaan pengembangan jaringan telekomunikasi yang terpadu dalam

mendukung perwujudan kesejahteraan masyarakat yang majemuk dan tersebar di

wilayah nasional yang ditujukan untuk menyediakan arus informasi untuk

menunjang kegiatan sosial, ekonomi, dan memantapkan kesatuan wilayah

nasional dengan mendukung peruntukan ruang di kawasan budidaya dan

penyebaran pusat-pusat permukiman.

Pengembangan infrastruktur telekomunikasi secara nasional terbagi dalam 6

(enam) “Ring” pelayanan: Jawa, Bali-Nusa Tenggara, Sumatera, Kalimantan,

Sulawesi, dan Kepulauan Maluku-Papua. Masing-masing “ring” memiliki beberapa

“gateway” yang berada di ibukota provinsi dan satu gateway stasiun bumi. Untuk

(8)

7 Arahan Pengembangan Sistem Prasarana Sumberdaya Air Nasional

Arahan pengembangan sistem prasarana sumberdaya air nasional berupa

penetapan Daerah Pengaliran Sungai (DPS) yang berperan mendukung

pengembangan dan perlindungan kawasan-kawasan layanannya dan SWS/DAS

kritis.

Penetapan DPS yang berperan dalam mendukung pengembangan dan

perlindungan kawasan-kawasan di dalam DPS dimaksudkan pula sebagai upaya

pemulihan dan perlindungan SWS/DAS kritis, dan pengembangan sistem jaringan

prasarana sumberdaya air yang dilakukan melalui:

a) Memelihara kelestarian sumberdaya air nasional dengan mempertahankan

kawasan-kawasan berfungsi konservasi, mengendalikan penggunaan air dari

eksploitasi secara besar-besaran, dan mengamankan daerah-daerah

sempadan sungai atau sumberdaya air lainnya dari kegiatan-kegiatan yang

dapat merusak kualitas air.

b) Mengembangkan sistem prasarana sumberdaya air berdasarkan

keseimbangan antara kebutuhan air baku untuk permukiman dan kegiatan

budidaya dengan ketersediaan sumberdaya air, dengan memperhatikan

teknologi, investasi nasional, lingkungan fisik, dan hidrologi wilayah.

c) Mengembangkan sistem prasarana sumberdaya air selaras dengan

pengembangan sistem pusat permukiman, kawasan budidaya dan kawasan

lindung, dalam suatu tata air yang merupakan bagian dari tata ruang.

d) Mengembangkan sistem prasarana sumberdaya air terutama untuk

mendukung daerah/sentra produksi pangan dalam rangka mewujudkan

ketahanan pangan nasional.

Peran pendukung pengembangan dan perlindungan kawasan layanannya

dilakukan dengan pengembangan prasarana dan sarana sumberdaya air nasional

yang memperlihatkan sebaran waduk dan DPS atau Daerah Aliran Sungai (DAS),

dan kawasan yang perlu dilayani sumber airnya oleh tiap-tiap DPS atau DAS.

Struktur Pengembangan Prasarana Distribusi Sumberdaya Air Nasional

a) Struktur pengembangan prasarana pengelolaan sumberdaya air nasional

memperlihatkan sebaran daerah-daerah Pengaliran Sungai (DPS)/Daerah

(9)

(SWS) yang merupakan kumpulan beberapa DPS/DAS termasuk SWS kritis,

serta kawasan-kawasan yang perlu dilayani (service area) oleh

masing-masing DPS/DAS atau SWS dan juga arahan pengembangan air baku dan

pola prasarana distribusi air baku ke kawasan yang dilayaninya.

b) Struktur pengembangan prasarana distribusi air nasional hingga tahun 2020

dilaksanakan dengan memperhatikan sebaran kawasan budidaya dan

kawasan fungsional, sistem permukiman kota dan kondisi serta potensi

DPS/DAS atau SWS.

c) Pengembangan prasarana pengelolaan dan distribusi air nasional

dilaksanakan melalui strategi pengembangan dan pengelolaan sumber daya

air nasional yang memuat kegiatan-kegiatan pengembangan, pelestarian

sumber air dengan memperhatikan perkembangan ekonomi nasional dan

kawasan, perkembangan kota dan kemampuan pendanaan nasional serta

teknologi yang tersedia serta tahapan pengembangannya.

d) Dalam setiap satuan wilayah sungai atau daerah pengaliran sungai perlu

disusun suatu tata air yang memperlihatkan kaitan antara sumber daya air,

bangunan-bangunan pengairan dan kawasan-kawasan yang dilayani seperti

daerah irigasi, permukiman kota dan desa, daerah produksi, pariwisata dan

lain lain.

Tabel 3.3.

Wilayah Sungai dan Daerah Aliran Sungai Kritis Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan

Wilayah Sungai (WS) DAS

Saddang Lipukasi

Walanae-Cenranae Paremang

Gilirang

Walanae

Jeneberang Jeneberang

Pompengan-Kalaena-Larona Rongkong

Balease

Kalaena

Larona

Sumber : RTRW Nasional

8 Pola Ruang Nasional

Untuk mewujudkan tujuan nasional pemanfaatan ruang di atas ditetapkan

strategi dan arahan kebijaksanaan pengembangan serta wujud struktur dan pola

(10)

pola pemanfaatan ruang wilayah nasional ini mencakup strategi dan arahan

kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung, strategi dan arahan

kebijaksanaan pengembangan kawasan budidaya, strategi dan arahan kebijakan

pengembangan kawasan tertentu.

a. Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Lindung

Kebijaksanaan pengembangan kawasan lindung meliputi kebijaksanaan

untuk memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup serta

mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup.

Arah Kebijakan Pengembangan dan Pengelolaan Kawasan Lindung

Nasional, yang diwujudkan dalam:

1) Menetapkan kawasan berfungsi lindung berskala nasional, melalui strategi

berikut:

a) Menetapkan kawasan berfungsi lindung berskala nasional (kawasan

yang mempunyai keanekaragaman biota dan ekosistem yang khas, serta

memiliki gejala dan keunikan/kelangkaan alam bagi kepentingan plasma

nutfah, ilmu pengetahuan/budaya dan pembangunan), dengan

pokok-pokok kriteria meningkatkan dan memelihara fungsi lindung fisik wilayah

dan sosial budaya bangsa, yang meliputi Taman Nasional, Taman

Nasional Laut, Taman Wisata Laut, Taman Hutan Raya, Suaka Alam,

Cagar Alam, Cagar Budaya, dan Kawasan Rawan Bencana.

b) Menetapkan kawasan berfungsi lindung lainnya selain kawasan lindung

nasional berdasarkan kriteria penetapan kawasan lindung.

2) Mempertahankan, memelihara, dan merehabilitasi kawasan berfungsi

lindung, dijabarkan dengan strategi berikut:

a) Memelihara dan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan

mencegah timbulnya kerusakan lingkungan hidup, melalui perlindungan

kawasan-kawasan di darat, laut, dan udara secara saling serasi dan

selaras.

b) Melindungi kekayaan laut pada kawasan-kawasan taman laut dan

kawasan-kawasan tempat reproduksi hayati laut.

c) Melindungi kawasan berfungsi lindung di sekitar prasarana wilayah

nasional seperti di kiri kanan jalan nasional dan rel kereta api, sekitar

(11)

d) Merehabilitasi secara bertahap kawasan berfungsi lindung yang sudah

terlanjur dikembangkan dan telah terganggu fungsinya untuk tetap

memelihara keseimbangan alam, dengan memperhatikan kemampuan

nasional teknologi yang tersedia, kondisi sosial ekononi dan budaya.

e) Mengelola kawasan lindung di pesisir, pulau-pulau kecil dan laut.

3) Mengembangkan kawasan berfungsi lindung, melalui strategi berikut:

a) Mengupayakan terbentuknya suatu kesatuan kawasan-kawasan

berfungsi lindung pada setiap pulau dengan menyelaraskan

kawasan-kawasan lindung pada daerah perbatasan wilayah administrasi;

membentuk suatu kesatuan kawasan lindung di pantai, seperti hutan

bakau, sesuai dengan sistem hidrologi dan kondisi pantai; membentuk

suatu kesatuan kawasan lindung, seperti hutan dan gambut, sesuai

dengan kondisi hidrologi, tanah dan habitat yang ada didalamnya.

b) Mengembangkan kawasan berfungsi lindung dalam satu bentangan

wilayah pulau minimum 35% dari luas wilayah pulau tersebut.

4) Memanfaatkan kawasan berfungsi lindung menjadi kawasan budidaya

secara bersyarat, diupayakan dengan strategi berikut:

a) Sejauh mungkin menghindari kegiatan budi daya dan permukiman dalam

kawasan lindung.

b) Melakukan penelitian pendahuluan untuk pembangunan prasarana

(jaringan transportasi, kelistrikan, telekomunikasi, air baku, bangunan

pengendalian gempa dan bencana alam) pada kawasan lindung, dengan

tidak mengganggu fungsi lindung dan kawasan tersebut.

c) Mengupayakan pengembangan kegiatan permukiman dan kegiatan

budidaya lainnya di dalam kawasan lindung tidak berkembang atau

meluas secara spasial hingga mengganggu fungsi lindung. Selain itu

perlu diupayakan secara bertahap, sesuai dengan kemampuan

pendanaan, teknologi dan kondisi sosial budaya, untuk mengembalikan

(12)

Tabel 3.4.

Kawasan Lindung Nasional di Provinsi Sulawesi Selatan

No Nama Kawasan Lindung Luas

(Ha) 1. Taman Wisata Laut Kepulauan Kapoposang 50,000 2. Taman Nasional Laut Taka Bone Rate * 530,765

3. Cagar Alam Pegunungan Faruhunpenai 90,000

4. Cagar Alam Karaenta 1,000

5. Cagar Alam Bulu Saraung 5,690

6. Cagar Alam Bantimurung 1,000

7. Cagar Alam Tanjung Api 4,246

8. Suaka Margasatwa Bontobahari 4,000

9. Suaka Margasatwa Komara 3,390

10. Suaka Margasatwa Pati Pati 3,500

11. Suaka Margasatwa Lombuyan I/II 3,665

12. Suaka Margasatwa Bakiriang 12,500

13. Suaka MargasatwaPinjam/Tanjung Matop 1,612

14. Taman Wisata Alam Kapoposang 50,000

15. Taman Wisata Danau Matano 30,000

16. Taman Wisata Danau Towuti 65,000

17. Taman Wisata Goa Patunuang 1,500

18. Taman Wisata Malino 3,500

19. Taman Wisata Cani Sirenrang 3,125

20. Taman Wisata Lejja 1,265

Sumber: RTRW Nasional

b. Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Budidaya

Strategi pengembangan dan pengelolaan kawasan budidaya dalam RTRWN,

meliputi:

1) Menetapkan kawasan budidaya berskala nasional, untuk pemanfaatan

sumberdaya alam di darat maupun di laut secara sinergis untuk mewujudkan

keseimbangan pemanfaatan ruang wilayah. Strategi ini dilaksanakan untuk

mengembangkan kegiatan budidaya dengan tetap memperhatikan

keterkaitan antar kegiatan yang saling mendukung serta mencegah dampak

negatif yang dapat terjadi terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup dan

kehidupan ekonomi, politik, sosial dan budaya serta pertahanan keamanan

(13)

2) Pengembangan kawasan budidaya, dilaksanakan dengan strategi sebagai

berikut:

a. Mengembangkan kegiatan-kegiatan budidaya beserta prasarana

penunjangnya di darat dan laut dengan memperhatikan ketentuan

pengaturan penggunaan ruang yang berlaku agar dapat menghasilkan

sinergi antar kegiatan dalam mewujudkan tata ruang yang tertib, teratur,

efisien, selaras dan serasi dalam menunjang kegiatan pembangunan.

b. Mengembangkan kegiatan-kegiatan budidaya dengan tetap

memperhatikan fungsi lindung kawasan dan memanfaatkan

potensi-potensi nasional untuk mengupayakan suatu keterpaduan

pengembangan antar sektor mulai dari proses produksi hingga

pemasaran ke outlet, agar dapat berorientasi internasional (ekspor).

c. Mengembangkan kantong-kantong sentra produksi pertumbuhan dengan

memanfaatkan sumberdaya alam seperti lahan dan laut yang luas dan

teknologi tepat guna secara lestari, yang didukung prasarana untuk

akses ke pasar dan industri dan semaksimal mungkin melibatkan

penduduk setempat (untuk menghindari illegal fishing)

d. Mengembangkan kawasan-kawasan andalan prospektif sesuai potensi

sumberdaya alam dalam rangka percepatan pertumbuhan wilayah KTI.

e. Pengembangan budidaya di pesisir dan pulau-pulau kecil dengan

memperhatikan kelestarian lingkungan laut dan darat

3) Pengembangan kawasan budidaya secara bersyarat, diupayakan dengan

strategi sebagai berikut:

a. Mengembangkan kawasan budidaya harus tetap memperhatikan

keterkaitan di antaranya yang saling mendukung serta mencegah

dampak negatif yang dapat terjadi terhadap kelestarian fungsi

lingkungan.

b. Mengembangkan kegiatan pertambangan dengan syarat tidak merusak

lingkungan dan sistem nilai budaya setempat.

c. Mengembangkan kegiatan pariwisata dengan tetap mempertahankan

keterkaitan antar kawasan atau tidak saling mematikan fungsi

masing-masing kawasan, antara lain melalui pengembangan paket-paket

(14)

d. Mengembangkan kawasan sentra-sentra produksi di sekitar kawasan

laut diupayakan untuk meningkatkan keterkaitan dan orientasinya pada

jalur laut internasional ALKI dalam rangka meningkatkan orientasi

pemasaran hasil produksi nasional ke pasar dunia (ekspor).

e. Mengembangkan komoditi-komoditi unggulan tertentu yang mendorong

meningkatkan sinergisitas antar kawasan yang diwujudkan melalui:

- Pengelolaan kompetisi antar sektor dan kawasan unggulan (managed competition).

- Pembentukan keterkaitan antar wilayah yang kuat dan saling menguntungkan dalam mengembangkan Kawasan Kerjasama

Ekonomi Sub-Regional sebagai implikasi globalisasi, sehingga mampu menghadapi persaingan internasional

- Perwujudan kerjasama regional internal Indonesia berupa keterkaitan ekonomi interregional seperti Segitiga Pertumbuhan Inti

Nusantara Surabaya-Banjarmasin - Ujung Pandang (SPIN

SURABANDANG).

- Peningkatan keunggulan kompetitif berdasarkan keunggulan komparatif sebagai negara maritim dengan mengembangkan

pembangunan berorientasi kelautan terutama di KTI dan wilayah

kepulauan lain yang kaya akan sumberdaya kelautan dan perikanan.

c. Strategi dan Arahan Kebijakan Pengembangan Kawasan Tertentu

Kebijaksanaan pengembangan kawasan tertentu diselenggarakan untuk

mewujudkan prioritas dan tingkat penanganan yang diutamakan dalam

pembangunan nasional.

Arah Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Kawasan Tertentu,

diwujudkan melalui strategi sebagai berikut:

1) Mengembangkan kawasan-kawasan tertentu cepat tumbuh atau potensial

tumbuh (kawasan andalan dan kawasan-kawasan konsentrasi kegiatan

ekonomi/aglomerasi kegiatan)

2) Memadukan pengembangan kawasan tertentu cepat tumbuh, potensial

tumbuh atau kawasan andalan dengan pengembangan kegiatan transmigrasi

dan permukiman, agar pengembangan wilayah dapat saling menguatkan

(15)

3) Mengembangkan kawasan tertentu cepat tumbuh atau potensial tumbuh di

ruang laut (kawasan andalan laut) terutama dalam rangka meningkatkan

keterkaitan kegiatan produksi dan jasa di darat dan laut yang saling

mempengaruhi, dengan memperhatikan potensi sumber daya serta

orientasinya dan keterkaitannya dengan kota-kota serta kawasan-kawasan

andalan di darat.

4) Mengembangkan kawasan-kawasan kaya sumberdaya alam dengan

mengarahkan pembangunan seoptimal mungkin dan tetap menjaga

kelestarian lingkungan (sustainable development).

5) Mengembangkan wilayah pulau dalam kerangka kerjasama ekonomi

internasional, seperti BIMP-EAGA dan AIDA, sehingga pulau-pulau di KTI

diharapkan dapat berperan sebagai prime mover pengembangan KTI.

Gambar 3.1

(16)

Tabel 3.5.

Penetapan Lokasi Pusat kegiatan Nasional (PKN) dan Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

NO PROVINSI PKN PKW

Penetapan Kawasan Strategis Nasional (KSN) Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN

NO

KABUPATEN *) PROVINSI STATUS HUKUM

1 Kawasan

3.2. RTRW Kawasan Strategis Nasional (KSN)

Kawasan Strategis Nasional yang ada di Kabupaten Gowa adalah

merupakan Kawasan Perkotaan Mamminasata yang merupakan Kawasan

Strategis Nasional dengan susut kepentingan ekonomi. Hal tersebut tertuang

dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menetapkan kawasan Perkotaan

Metropolitan Mamminasata sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN), dalam hal ini

wilayah-wilayah Kabupaten Gowa yang termasuk dalam kawasan Metropolitan

Mamminasata merupakan pusat perkotaan yang memiliki kepentingan dalam

(17)

Adapun RTRW KSN yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah Perpres

No. 55 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan

Makassar, Maros, Sungguminasa, Takalar. Untuk lebih jelasnya sebagaimana

pada gambar 3.2. dibawa ini.

Gambar 3.2

(18)

Gambar 3.3

(19)

3.3. Arahan RTRW Pulau

Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi merupakan perwujudan Rencana Tata

Ruang Wilayah Nasional di Pulau Sulawesi. Penetapan RTR Pulau Sulawesi

bertujuan untuk:

1. Mencapai keseimbangan pemanfaatan ruang makro antara kawasan

berfungsi lindung dan budidaya, antara kawasan perkotaan dan

perdesaan, antar wilayah dan antar sektor, dalam satu ekosistem pulau

dan perairannya;

2. Meningkatkan kesatuan pengembangan kegiatan ekonomi, sosial dan

pengembangan prasarana wilayah pada kawasan perkotaan dan

perdesaan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung

lingkungan;

3. Menjamin efisiensi pelaksanaan pembangunan lintas sektor dan lintas

provinsi;

4. Memulihkan daya dukung lingkungan untuk mencegah terjadinya

bencana yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan pembangunan.

Fungsi RTR Pulau Sulawesi adalah memberikan dasar pencapaian

keterpaduan, keserasian dan keterkaitan spasial antar wilayah dan antar sektor di

dalam suatu kesatuan pulau dalam rangka optimasi pemanfaatan ruang.

1. Struktur Ruang Wilayah Pulau Sulawesi

Struktur ruang wilayah Pulau Sulawesi disusun berdasarkan arahan pola

pengelolaan sistem pusat permukiman dan arahan pola pengelolaan

sistem jaringan prasarana wilayah yang meliputi arahan pola

pengelolaan sistem jaringan prasarana transportasi, sistem jaringan

prasarana energi, sistem jaringan prasarana sumber daya air, dan sistem

jaringan prasarana perkotaan.

Pola pengelolaan sistem pusat permukiman di Pulau Sulawesi diarahkan

pada terbentuknya fungsi dan hirarki perkotaan sesuai dengan RTRWN.

Hirarki perkotaan meliputi Kota PKN, PKW, dan PKL sebagai satu

(20)

Tabel 3.7.

Arahan Sistem Pusat Permukiman di Provinsi Sulawesi Selatan Menurut RTR Pulau Sulawesi

Sistem jaringan jalan di wilayah Sulawesi Selatan yang diprioritaskan

penanganannya berdasarkan RTR Pulau Sulawesi meliput :

1. Sistem jaringan arteri primer dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas :

Sistem jaringan jalan rel di Pulau Sulawesi yang diprioritaskan

penanganannya meliputi :

1. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas tinggi pada ruas-ruas:

Makassar – Parepare;

2. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas sedang pada ruas-ruas:

Makassar-Takalar Bulukumba, Kendar- Kolaka, dan Parepare-Bajoe;

3. Sistem jaringan lintas utama dengan prioritas rendah pada ruas-ruas:

Bulukumba – Bajoe – Palopo – Poso, Pare Pare – Mamuju,

4. Sistem jaringan lintas cabang dengan prioritas tinggi pada kawasan

perkotaan metropolitan Makassar- Sungguminasa- Maros-Takalar.

5. Pengembangan stasiun kereta sebagai simpul jaringan diarahkan pada

kota-kota PKN dan PKW.

Sistem jaringan prasarana transportasi laut yang diprioritaskan

(21)

1. Pelabuhan Makassar sebagai Pelabuhan Internasional dengan prioritas

sedang;

2. Pelabuhan Palopo, Parepare, sebagai Pelabuhan Nasional dengan

prioritas tinggi;

3. Pelabuhan Luwuk, Selayar, sebagai Pelabuhan Nasional dengan

prioritas sedang;

4. Pelabuhan Barru, Bajoe, Bulukumba, Jeneponto, Sinjai dan Siwa

sebagai Pelabuhan Nasional dengan prioritas rendah;

Arahan pengembangan jalur-jalur penyeberangan lintas provinsi dan lintas

pulau meliputi :

1. Jalur penyeberangan lintas provinsi dalam lingkup internal yang

menghubungkan kota-kota : antara Sultra dengan Sulsel meliputi jalur

Makassar-Baubau, Lasusua-Siwa, Bajoe-Kolaka, Baubau-Bulukumba;

2. Jalur penyeberangan lintas pulau dalam lingkup internal Sulawesi yang

menghubungkan kota-kota : Bulukumba-Selayar, dan Tondasi

Muna-Sinjai;

3. Jalur penyeberangan lintas pulau dalam lingkup eksternal Sulawesi yang

menghubungkan kota-kota dengan interaksi kuat : antara Sulsel-NTT

meliputi jalur Selayar-Reo; antara Sulsel-NTB-Jatim meliputi

Takalar-Bima-Gresik; antara Sulsel-Kalsel meliputi jalur Barru-Batulicin;

4. Pengembangan jaringan transportasi perairan danau dilakukan di Danau

Tempe.

Sistem jaringan prasarana transportasi udara yang diprioritaskan

penanganannya mencakup :

1. Bandara Hasanudin di Makassar dan Sam Ratulangi di Manado sebagai

Pelabuhan Udara Pusat penyebaran primer dengan prioritas tinggi;

2. Bandara Pongtiku di Tana Toraja, Bubung di Luwuk sebagai Pelabuhan

Udara Pusat penyebaran tersier dengan prioritas tinggi;

3. Bandara Andi Jemma di Palopo, Tomia di Maranggo, Arupala di Selayar,

sebagai Pelabuhan Udara Pusat penyebaran tersier dengan prioritas

sedang;

4. Arahan pola pengembangan penerbangan internasional dari Sulawesi

(22)

komersial dengan prioritas pada jalur-jalur : Makassar – Singapura – Kuala Lumpur, Makassar – Darwin, dan Manado – Taiwan – Tokyo. Sistem jaringan prasarana energi yang diprioritaskan penanganannya

mencakup :

1. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk

Sistem Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Gorontalo dengan prioritas

sedang pada : PLTA Bone, PLTA Poigar, PLTG Palu, PLTM Mangango

1, PLTG Baru, dan PLTU Barru;

2. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk

Sistem Sulawesi Selatan dengan prioritas tinggi pada : PLTA Bili-Bili 1-2,

PLTD Ampana, PLTD Moutong, PLTD Luwuk, PLTD Parigi, PLTD

Palopo,

3. Peningkatan kapasitas dan pengembangan jaringan tenaga listrik untuk

Sistem Sulawesi Selatan dengan prioritas sedang pada : PLTA

Bonto-batu, New PLTG, PLTM Lobong, dan PLTU Makassar.

4. Pengembangan sistem jaringan energi listrik diseleraskan dengan

pengembangan kawasan budidaya dan pusat-pusat permukiman.

5. Pengembangan jaringan listrik bertegangan tinggi diupayakan untuk

menghindari kawasan permukiman perkotaan dan perdesaan dengan

tingkat kepadatan tinggi.

Sistem jaringan prasarana sumberdaya air permukaan yang diprioritaskan

penanganannya mencakup :

1. Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas tinggi pada SWS Jeneberang,

SWS Bolango – Bone

2. Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas sedang pada SWS Paleang – Roraya, SWS Parigi – Poso, SWS Paguyaman – Randangan, SWS Walanae – Cenranae.

3. Satuan Wilayah Sungai dengan prioritas rendah pada : Palu – Lariang, Lasolo – Sampara, dan Towari – Susua;

4. Pembangunan bendungan-bendungan baru dan embung-embung besar

pada beberapa daerah aliran sungai, dengan prioritas tinggi Kabupaten

Palopo yang meliputi Larona dan Gilirang; Kabupaten Bantaeng,

(23)

5. Pemeliharaan bendungan-bendungan pada beberapa daerah aliran

sungai, yang meliputi Kolaka; Larona di Kabupaten Palopo; dan

Bendungan Bilibili di Kabupaten Maros;

6. Penerapan konsep “Satu Sungai, Satu Rencana, Satu Pengelolaan

Terpadu” dari hulu hingga hilir;

7. Perlindungan sempadan sungai dari pemanfaatan yang tidak tepat

sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

8. Pemeliharaan, peningkatan dan perluasan jaringan irigasi teknis pada

sentra-sentra produksi pangan nasional, meliputi :

 kawasan pertanian tanaman pangan, meliputi : Palopo dsk, ParePare dsk, Bulukumba dsk, dan Watampone dsk;

 kawasan perkebunan, meliputi: Kawasan Palopo dsk, Bulukumba-Watampone, Mamuju dsk, Parepare dsk,

 kawasan peternakan, meliputi: kawasan Bulukumba – Watampone, Parepare dsk,

 kawasan perikanan, meliputi kawasan perikanan tambak yang diarahkan pada Kawasan Watampone; dan kawasan perikanan

tangkap yang diarahkan pada Kawasan Minasamamata dsk,

Bulukumba, Watampone, Parepare dsk.

 Penghutanan kembali kawasan konservasi pada hulu danau-danau besar di Sulawesi, meliputi Danau Tempe, Danau Towuti.

 Pengendalian pencemaran sungai dan air permukaan lain secara ketat yang bersumber dari kegiatan permukiman perkotaan, pertanian,

industri, dan kegiatan pariwisata.

2. Pola Ruang Wilayah Pulau Sulawesi

Arahan pola pengelolaan kawasan lindung sebagaimana mencakup :

1. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada

kawasan bawahannya yang terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan

bergambut, dan kawasan resapan air;

2. Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan

setempat yang meliputi sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan

(24)

3. Arahan pola pengelolaan kawasan suaka alam, pelestarian alam dan

cagar budaya;

4. Arahan pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan.

Arahan pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada

kawasan bawahannya yang diprioritaskan penanganannya mencakup :

1. Pencegahan terjadinya erosi dan atau sedimentasi pada kota-kota atau

kawasan-kawasan produksi khususnya yang berada pada kelerengan

terjal;

2. Pengendalian luasan hutan lindung seluas 579.300 ha di Provinsi

Sulawesi Selatan.

3. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam

rangka penetapan kawasan bergambut;

4. Mempertahankan keberadaan zona-zona resapan air di Sulawesi

Selatan yang mencakup puncak G. Lompobattang, Peg. Quarles dengan

puncak-puncak G. Rantemario, G. Sinjai, G. Paroreang, G.

Gandadiwata, G. Kolonodale, G. Kambuno, G. Kabinturu, dan G.

Baleasa

Pola pengelolaan kawasan yang memberikan perlindungan pada kawasan

setempat yang diprioritaskan penanganannya mencakup :

1. Penetapan kawasan sempadan pantai sebagai kawasan berfungsi

lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota;

2. Penetapan kawasan sempadan sungai sebagai kawasan berfungsi

lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota;

3. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk sebagai kawasan berfungsi

lindung pada RTRW Provinsi, Kabupaten dan Kota;

4. Penetapan kawasan sekitar danau/waduk secara bijaksana agar proses

pendangkalan danau-danau besar dapat dicegah, yang mencakup

Danau Limboto, Danau Towuti, Danau Matano, dan Danau Tempe;

5. Penetapan kawasan sempadan pantai, sempadan sungai, sekitar

danau/waduk melalui RTRW Provinsi, RTRW Kabupaten, dan RTRW

Kota.

Arahan pola pengelolaan kawasan yang suaka alam, pelestarian alam dan

(25)

1. Pengelolaan Cagar Alam meliputi: CA Karaenta (1.000 ha), CA

Pegunungan Faruhumpenai (90.000 ha), CA Bulu Saraung (5.690 ha),

CA Bantimurung (1.000 ha), CA Kalaena (110 ha), CA Ponda-Ponda

(77,22 ha), CA Tanjung Api (4.246 ha), CA Morowali (209.400 ha), CA

Pangi Binanga (6.000 ha), CA Gunung Tinombala (37.106,12 ha), CA

Gunung Sojol (64.448,71 ha), CA Napabalano (9 ha), CA Lamedae

(635,16 ha), CA Mas Popaya Raja (160 ha), CA Tangale (112,50 ha), CA

Panua (45.575 ha), CA Gn. Dua Saudara (4.299 ha), CA Tangkoko

Batuangus (3.196 ha), CA Gunung Lokon (100 ha), CA Gunung Ambang

(8.638 ha), dan CA Putih (615 ha);

2. Pengelolaan Taman Buru meliputi: TB Komara (4.610 ha), TB Landusa

Tomata (5.000 ha), TB Padang Mata Osu (8.000 ha), TB Karakelang

Utara dan Selatan (24.669 ha);

3. Pengelolaan Taman Nasional meliputi: TN Taka Bone Rate (530.765 ha),

TN Lore Lindu (217.991,18 ha), TN Rawa Aopa Watumohai (105.194

ha), TN Laut Kepulauan Wakatobi (1.390.000 ha), TN Bogani Nani

Wartabone (287.115 ha), dan TN Laut Bunaken Manado Tua (89.065

ha);

4. Pengelolaan Suaka Margasatwa meliputi: SM Lampoko Mampie (2.000

ha), SM Bontobahari (4.000 ha), SM Komara (3.390 ha), SM Pati-pati

(3.103,79 ha), SM Lombuyan I/II (3.069 ha), SM Dolangan (462 ha), SM

Bakiriang (12.500 ha), SM Pinjam/Tanjung Matop (1.612,50 ha), SM

Tanjung Amolengo (605 ha), SM Buton Utara (82.000 ha), Tanjung

Batikolo (4.016 ha), SM Tanjung Peropa (38.000 ha), SM Nantu (31.215

ha), dan SM Gunung Manembo-nembo (6.500 ha);

5. Pengelolaan Taman Wisata meliputi: TW Danau Matano dan Mahalona

(30.000 ha), TW Danau Towuti (65.000 ha), TW Bantimurung (118 ha),

TW Goa Patunuang (1.500 ha), TW Malino (3.500 ha), TW Sidrap (500

ha), TW Nanggala III (500 ha), TW Cani Sirenrang (3.125 ha), TW Leija

(1.265 ha), TW Air Terjun Wera (250 ha), TW Mangolo (5.200 ha), TW

Tirta Rimba (500 ha), TW Pulau Padamarang (36.000 ha), TW Batu

(26)

6. Pengelolaan Taman Wisata Laut meliputi: TWL Kepulauan Kapoposang

(50.000 ha), dan TWL Teluk Lasolo (81.800 ha);

7. Pengelolaan Taman Hutan Rakyat meliputi : THR Pabuya Paniki (7.128

ha), THR Palu (8.100 ha), dan THR Murhum (7.877,50 ha).

Pola pengelolaan kawasan rawan bencana lingkungan yang diprioritaskan

penanganannya mencakup :

1. Penanganan bencana alam berdasarkan siklus bencana melalui tindakan

preventif dengan pembuatan peta bencana alam, mitigasi bencana

melalui pengawasan terhadap pelaksanaan rencana tata ruang,

kesiapsiagaan masyarakat yang berada di kawasan rawan bencana,

tanggap darurat, pemulihan dan pembangunan kembali pasca bencana;

2. Peta bencana lingkungan perlu dijadikan acuan dalam pengembangan

wilayah provinsi, kabupaten, dan kota;

3. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana

gempa bumi terutama di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan yakni pada

jalur antara Kota Mamuju-Majene-Tana

Toraja-Enrekang-Luwu-Poso-Palu-Teluk Tomini

4. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana

gerakan tanah atau longsor terutama di lereng kaki Gunung

Lompobatang bagian utara, Luwu, Mamuju, Tana Toraja, Sidrap,

Soppeng, Barru, Sinjai dan Bone.

5. Pengendalian kota-kota dan kawasan-kawasan budidaya dari bencana

kenaikan muka air laut akibat fenomena pemanasan global terutama di

kawasan pesisir Teluk Makassar;

6. Melakukan penelitian dengan tingkat kedalaman yang lebih rinci dalam

rangka penetapan kawasan rawan bencana lingkungan dan wilayah

pengaruhnya.

Arahan pola pengelolaan kawasan andalan yang diprioritaskan

penanganannya mencakup penanganan kawasan dengan prioritas tinggi

pada KAPET Parepare dan penanganan kawasan dengan prioritas sedang

pada kawasan andalan Palopo. Arahan pola pengelolaan kawasan andalan

laut yang diprioritaskan penanganannya di Provinsi Sulawesi Selatan

mencakup penanganan kawasan dengan prioritas sedang pada kawasan

andalan laut Teluk Bone dan sekitarnya serta Selat Makassar dan

(27)

Tabel 3.8

Strategi Pengembangan Sistem Pusat Permukiman di Pulau Sulawesi

No Nama Kota Fungsi Kota Jenis Pelayanan Strategi Pengembangan I Sulawesi Selatan

 Diarahkan untuk menjadi pusat pertumbuhan wilayah nasional yang mendorong pertumbuhan kota-kota disekitarnya sebagai sentra produksi wilayah pulau dan Indonesia bagian Timur, seperti pertanian, perkebunan, pariwisata bahari, perikanan, industri, dan perhubungan (laut, udara, dan darat).  Meningkatkan aksesibilitas antar kota dari Makassar

ke kota Manado-Bitung, Kendari, Palu, dan Gorontalo melalui jaringan darat dan udara, serta ke kota-kota wilayah pengaruh (Mamuju-Pare-pare – Barru – Pangkajene – Maros –Takalar), termasuk ke Bajoe dan Watampone sebagai tujuan bagian barat wilayah propinsi Sulawesi Selatan.

 Mengembangkan kerjasama pembangunan antar kota di kawasan Metropolitan Maminasata (Makassar-Maros-Sungguminasa-Takalar).

 Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana perkotaan dengan standar nasional yang diarahkan untuk mendukung pelayanan kegiatan Pemerintahan, Jasa Keuangan, Perdagangan, Industri dan Pelabuhan.

 Mengembangan sistem jaringan kereta api angkutan massal untuk pelayanan metropolitan.

 Mengamankan Teluk Makassar dari resiko pendangkalan atau sedimentasi yang serius.  Mengembangkan kualitas pelayanan prasarana dan

sarana kota yang memenuhi standar Internasional (bandara, pelabuhan, telekomunikasi, kesehatan), termasuk dengan mendorong peran swasta yang lebih besar secara selektif.

 Memantapkan kerjasama ekonomi dengan kota-kota dunia yang menjadi tujuan kegiatan export – import, khususnya kota-kota yang masuk dalam lingkup Kerjasama Ekonomi Sub-Regional Brunei-Indonesia-Malaysia dan Philipina (KESR BIMP-EAGA), Asia Pasifik, dan kawasan lainnya.

 Meningkatkan kerjasama pengelolaan prasarana dan sarana kota dengan kota Maros, Sungguminasa, dan Takalar dalam hal pengelolaan air bersih, air limbah, persampahan, dan drainase sebagai kesatuan pengelolaan kota metropolitan.  Meningkatkan kualitas pelayanan pemerintahan

yang terkait dengan keimigrasian, kepabeanan, dan karantina yang melayani Sulawesi bagian Selatan, Tenggara, serta Indonesia bagian Timur lainnya.  Menyiapkan aturan pemintakatan (zoning regulation)

sebagai pelengkap dari RTRW Kota.

 Mengendalikan perkembangan kawasan perkotaan metropolitan, menghindari terjadinya konurbasi kawasan.

 Menyiapkan rencana tata ruang kawasan perkotaan metropolitan Maminasata untuk keterpaduan pembangunan sektor dan daerah otonom.

(28)
(29)
(30)

3.4. Arahan RTRW Provinsi

1. Tujuan

Tujuan umum penyusunan RTRWP Sulsel Tahun 2008-2028 adalah untuk

mewujudkan ruang wilayah provinsi yang mengakomodasikan keterkaitan antar

kawasan andalan, antar kawasan strategis, antar kabupaten dan kota dalam

perwujudan perekonomian dan lingkungan yang berkesinambungan.

Tujuan khusus penyusunan RTRWP Sulsel adalah untuk:

1) Menciptakan kepastian hukum dalam hal pemanfaatan ruang provinsi,

sebagai salah satu faktor penting dalam merangsang partisipasi

pemangku kepentingan dalam berinvestasi.

2) Menjadi pedoman bagi aparat terkait dalam hal pengendalian

pemanfaatan ruang, baik melalui pengawasan dan atau perizinan

maupun tindakan penertiban pemanfaatan ruang lintas kab./ kota.

3) Merupakan dasar bagi penyusunan rencana yang bersifat lebih

operasional dalam perencanaan pembangunan dan pemanfaatan ruang

di wilayah Provinsi Sulsel.

2. Struktur Ruang

a) Sistem Perkotaan

Berdasarkan PP No 26 Tahun 2008 tentang RTRW Nasional sistem

perkotaan ditentukan sebagai berikut:

 Pusat Kegiatan Nasional (PKN) berupa Kawasan Perkotaan Mamminasata;

 Pusat Kegiatan Wilayah (PKW) yang berskala provinsi Pangkajene, Jeneponto, Palopo, Watampone, Bulukumba, Barru dan Parepare;

 Pusat Kegiatan Lokal (PKL) merupakan pusat-pusat kegiatan skala kabupaten dan kota, sebagai pusat kegiatan industri dan jasa, serta

simpul transportasi yang melayani skala kabupaten atau beberapa

kecamatan, sehingga semua kota dan ibukota kabupaten juga berfungsi

sebagai PKL.

 Pusat kegiatan sub lokal merupakan kawasan pengembangan ekonomi lokal atau Local Economic Development (LED) termasuk sentra-sentra

produksi pertanian termasuk kehutanan, perkebunan, tanaman pangan,

peternakan dan perikanan, sentra produksi pertambangan, pusat-pusat

industri manufaktur, pusat perdagangan, kawasan wisata, pusat

(31)

Rencana Struktur Ruang Provinsi Sulawesi Selatan , diperlihatkan pada

(32)

3. Pola Ruang

a) Kawasan Lindung

Menyadari pentingnya keberadaan dan fungsi kawasan lindung bagi

kehidupan manusia di satu sisi, dan melihat besarnya ancaman pengrusakan oleh

penduduk karena desakan ekonomi dan kebutuhan ruang hunian di sisi lain, perlu

dibangun suatu sistem pengelolaan kawasan lindung yang lebih rasional.

Paradigmanya perlu diubah dari penekanan pada aspek legal dan lingkungan

semata-mata ke aspek keterpaduan antara legal-lingkungan dan

sosial-ekonomi-budaya. Masyarakat tidak hanya dilihat sebagai ancaman, tetapi juga sebagai

potensi yang bermanfaat sebagai pengendali dan pemelihara kawasan lindung

secara aktif. Dalam pendekatan ini, kawasan lindung, misalnya dalam wilayah

DAS, dilindungi oleh penduduk karena memberikan keuntungan ekonomi secara

langsung. Programnya perlu dirancang secara cermat, dirancang sesuai dengan

kondisi dan permasalahan DAS masing-masing. Pendekatan seperti ini menjadi

sangat penting karena potensi degradasi lingkungan di Sulsel yang besar dengan

indikasi proses erosi, longsor, dan banjir, sementara tekanan penduduk terhadap

lingkungan akibat penggunaan lahan bertambah dengan cepat. Program

pengembangan dan pengelolaan kawasan lindung hendaknya diintegrasikan dan

disinergikan dengan pengembangan DAS.

b) Kawasan Budidaya

Kawasan Permukiman

 Rencana Kawasan Permukiman Perkotaan

Permukiman perkotaan didominasi oleh kegiatan non agraris dengan

konsekwensi kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana

perkotaan yang sangat intensif dalam pemanfaatan ruang darat, perairan

maupun udaranya. Bangunan-bangunan permukiman di tengah kawasan

perkotaan yang padat penduduknya seperti tengah kota Makassar, Maros,

Sungguminasa, Parepare dan diarahkan berorientasi vertikal seperti rumah

susun dan gedung-gedung bertingkat.

Untuk mengurangi beban kota Makassar, maka dalam sistem tata ruang

Metropolitan Mamminasata sudah waktunya direncanakan pengembangan

kota-kota baru sebagai satelit kota Makassar di Kabupaten Maros, Gowa

(33)

 Rencana Kawasan Permukiman Perdesaan

Permukiman perdesaan didominasi oleh kegiatan agraris dengan kondisi

kepadatan bangunan, penduduk serta prasarana dan sarana perkotaan

yang rendah, dan kurang intensif dalam pemanfaatan lahan untuk

keperluan non agraris. Walaupun demikian agar selalu tetap terjaga

atmosfir tumbuh berkembangnya hubungan harmonis sosial antar manusia,

hubungan simbiosis mutualistis antar manusia dengan alam dan hubungan

transendental yang kondusif antar manusia dengan Tuhan, maka tatanan

kawasan permukiman perdesaan yang terdiri dari sumber daya buatan

seperti perumahan, fasilitas sosial, fasilitas umum, prasarana dan sarana

perdesaan seperti jalan, irigasi, drainase, prasarana pengolahan limbah cair

maupun padat diarahkan pembangunannya tetap menjaga kelestarian alam

dan harmonisasi interkoneksi tersebut di atas. Bangunan-bangunan

perumahan diarahkan menggunakan nilai kearifan budaya lokal seperti pola

rumah kebun dengan bangunan berlantai panggung.

 Kawasan Industri

Berdasarkan potensi sumber daya alam baik berupa komoditas pertanian

maupun pertambangan dan posisi geografis wilayah Provinsi Sulsel, serta

mempertimbangkan pemerataan kesejahteraan antar wilayah dan antar

lapisan masyarakat, maka selain kawasan industri besar juga diarahkan

tumbuh berkembangnya kawasan-kawasan industri kecil di sentra-sentra

produksi yang berorientasi ke pengembangan industri rakyat sebagai

komunitas lokal. Kawasan industri pengolahan yang bersifat umum

diarahkan pembangunannya terpadu dan berada di pusat kegiatan nasional

serta pusat-pusat kegiatan wilayah yang mempunyai aksesibilitas

pelabuhan laut tinggi, seperti Mamminasata, Bulukumba, Watampone,

Pangkep, Barru, Parepare, yang diarahkan perencanaannya

mengembangkan kawasan terpadu pelabuhan, industri, pergudangan dan

perdagangan dengan memanfaatkan lalu-lintas kapal-kapal di Selat

Makassar. Kawasan industri ini terutama diarahkan untuk mengolah

barang-barang setengah jadi terutama hasil agroindustri rakyat yang

disebar ke sentra-sentra produksi komoditas pertanian di perdesaan. Selain

(34)

khusus yang mengolah bahan bakunya di sentra pertambangan seperti

pabrik semen dan marmer di Maros dan Pangkep, serta pabrik pengolahan

nikkel di Sorowako.

 Kawasan Perdagangan

Berdasarkan pandangan yang sama dalam pengembangan sektor industri,

maka sektor perdagangan juga diarahkan pengembangannya untuk

meningkatkan perekonomian rakyat. Oleh karena itu kawasan perdagangan

juga diarahkan tumbuh berkembang terpadu dengan pengembangan

kawasan industri lokal di sentra-sentra produksi di seluruh wilayah Provinsi

Sulsel. Kawasan perdagangan ukuran sedang diarahkan berkembang di

ibukota-ibukota kabupaten, sedangkan kawasan perdagangan skala besar

diarahkan pembangunannya di Pusat Kegiatan Nasional dan Pusat

Kegiatan Wilayah. Pembangunan kawasan perdagangan diarahkan

perencanaannya terpadu dengan fasilitas pendukungnya seperti

perkantoran swasta, perbankan, pertokoan, hotel dan restauran, terminal

bis pembantu, pergudangan dsb.

 Kawasan Pariwisata

Secara umum obyek wisata budaya dan alam Tana Toraja merupakan ikon

pariwisata Sulsel yang sudah dikenal secara mendunia. Selain daripada itu

taman laut Takabonerate sangat potensiil dikembangkan menjadi ikon

wisata bahari dengan keharusan usaha keras untuk mengembangkan

faktor aksesibilitas, akomodasi dan perlindungan terumbu karang dan

anak-anak ikan, yang saat ini sangat kritis akibat ketidak arifan penangkap ikan

yang menggunakan jaring ukuran kecil, racun maupun bom. Sifat budaya

yang dialektis berpeluang terjadinya proses pelunturan atau pudarnya jati

diri budaya lokal karena masuknya budaya-budaya luar baik melalui para

wisatawan maupun teknologi informatika dan komunikasi.

 Rencana Pemanfaatan Laut dan Pulau Pulau Kecil

Berdasarkan semiloka penentuan definisi dan pendataan pulau di Indonesia

oleh DKP Tahun 2003, didapat suatu kesepakatan bahwa definisi pulau

kecil yang operasional di Indonesia mengacu pada UNESCO (1991) yaitu

pulau dengan area ≤ 2000 km2. UU No 32/2004 tentang Pemerintahan

(35)

daerah sesuai dengan amanat UUD 45, pemerintah daerah, yang mengatur

dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi dan tugas

pembantuan, diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan

masyarakat melalui peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran

serta masyarakat, serta peningkatan daya keistimewaan dan kekhususan

suatu daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam

hal ini pulau-pulau kecil sebagai entitas yang memiliki ukuran, karakteristik

dan kerentanan khusus sehingga perencanaan dan pengelolaan

pulau-pulau kecil memerlukan format yang berbeda dengan pulau-pulau besar.

Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan, diperlihatkan

(36)

3.5. Arahan RTRW Kabupaten Gowa.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional menetapkan kawasan Perkotaan

Metropolitan Mamminasata sebagai Pusat Kegiatan Nasional, dalam hal ini

wilayah-wilayah Kabupaten Gowa yang termasuk dalam kawasan Metropolitan

Mamminasata merupakan pusat perkotaan yang memiliki kepentingan dalam

skala nasional. Disamping itu, Perda Nomor 09 Tahun 2009 tentang RTRW

Provinsi Sulawesi Selatan menetapkan Mamminasata termasuk Kota

Sungguminasa, Kawasan Taman Wisata Alam Malino,seluruh kawasan hutan

lindung, dan Taman Miniatur Sulawesi Selatan di Situs Kerajaan Gowa Benteng

Sombaopu serta Kawasan Lumbung Beras dan Jagung di Sulsel sebagai salah

satu kawasan strategis di Provinsi Sulawesi Selatan. Walaupun demikian, dalam

konteks wilayah Kabupaten Gowa tetap dilakukan kajian secara spesifik

kawasan-kawasan strategis wilayah Kabupaten Gowa.

Kawasan Strategis Kabupaten Gowa yang dimaksud adalah wilayah yang

penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting

dalam lingkup kabupaten terhadap ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan.

1. KAWASAN STRATEGIS PERTUMBUHAN EKONOMI

Berdasarkan kriteria kawasan strategis dan potensi wilayah, maka rencana

kawasan strategis kabupaten yang layak ditetapkan dalam RTRW Kabupaten

diarahkan pada:

a. Kawasan Perdagangan Pasar Regional Gowa

Kawasan perdagangan regional yang berada di Kabupaten Gowa memiliki nilai strategis dalam mendukung pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gowa. Kawasan ini direncanakan akan melayani aktifitas perdagangan di Kabupaten Gowa dan wilayah sekitarnya dalam konteks Kawasan Metropolitan Mamminasata.

b. Kawasan Baru Gowa-Maros

(37)

Gowa dan Kabupaten Maros). Namun demikian, secara spasial, rencana system landuse kawasan perkotaan tersebut menempatkan fungsi-fungsi perkotaan strategis seperti terminal tipe A dan kawasan perdagangan Mamminasata berada di wilayah Kabupaten Gowa. Disamping itu, rencana kota baru Gowa-Maros tersebut akan berfungsi sebagai penyangga migrasi penduduk yang masuk ke Kota Makassar, serta menjadi alternative pemenuhan kebutuhan perumahan bagi masyarakat Kota Makassar. Berdasarkan hal tersebut, maka Kota Baru Gowa-Maros diarahkan sebagai salah satu kawasan strategis untuk kepentingan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Gowa.

c. Kota Satelit Pattallassang dan Parangloe

Fungsi satelit Pattallassang-Parangloe adalah sebagai alternatif upaya untuk memecahkan dan mengatasi masalah pertumbuhan permukiman tersebar yang tak terkendali dan kemacetan Kabupaten Gowa dan Metropolitan Mamminasata. Kota Satelit Pattallassang Parangloe direncanakan dibangun dan dikembangkan menjadi suatu kota yang lengkap dan ditingkatkan kemampuannya berhubung peningkatan fungsinya menjadi suatu kota fungsional tertentu. Termasuk permukiman yang asri yang dilengkapi dengan fasilitas yang memadai termasuk lapangan golf bertaraf internasional.

Kota Satelit Pattallassang dalam tipologinya merupakan kota baru penunjang

(supporting new town) yaitu kota satelit yang merupakan penunjang

pertumbuhan Kota Sungguminasa dan kawasan Metropolitan Mamminasata. Berdasarkan fungsi dan peran yang akan diemban Kota Satelit Pattallassang serta kemungkinan berkembang fasilitas fungsional perkotaan di sektor ekonomi maka Kota Satelit Pattallassang akan diarahkan menjadi salah satu kawasan strategis untuk pengembangan ekonomi di Kabupaten Gowa.

d. Kawasan Industri Gowa (KIWA)

Pengembangan Kawasan Industri Gowa (KIWA) yang berlokasi di Kecamatan Pattallassang merupakan bagian dari subsistem pengembangan

landuse Kawasan Perkotaan Mamminasata.

Kawasan industri ini terutama diarahkan untuk mengolah barang-barang

setengah jadi dan barang jadi yang berbasis pada industri pengolahan hasil

pertanian tanaman pangan dan holtikultura terutama disebar ke

sentra-sentra produksi komoditas pertanian di Kabupaten Gowa dan wilayah

(38)

(industri persampahan Mamminasata), pengepakan dan industri inovasi

yang akan dikembangkan UNHAS.

Berdasarkan jenis industri yang akan berkembang di KITA tersebut serta

kemungkinan berkembang industri-industri lainnya, maka KIWA akan

diarahkan menjadi salah satu kawasan strategis untuk pengembangan

ekonomi di Kabupaten Gowa.

e. Terminal Tipe A Kota Baru Mamminasata

Kawasan terminal regional (Tipe A) yang berlokasi di Kota Baru Gowa-Maros

Kecamatan Pattallassang memiliki nilai strategis dalam mendukung system

transportasi regional dan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Gowa. Kawasan

ini direncanakan akan melayani aktifitas trasportasi konteks Kawasan

Metropolitan Mamminasata dan Provinsi Sulawesi Selatan.

f. Pusat Kegiatan Lingkungan promosi (PKLp)

Pusat Kegiatan Lingkungan yang dipromosikan Pemerintah Kabupaten

Gowa meliputi Kawasan Borimatangkasa Ibukota Kecamatan Bajeng Barat.

Kedua PKLp ini memiliki potensi dan prospek untuk dikembangkan sebagai

pusat kegiatan lingkungan yang dapat melayani beberapa wilayah dalam skala kabupaten.

Untuk mendorong percepatan pembangunan pada kawasan-kawasan yang dipromosikan sebagai PKL tersebut, maka kawasan ini akan diarahkan

menjadi salah satu kawasan strategis untuk pengembangan ekonomi di

Kabupaten Gowa.

g. Sektor Perkebunan dan Palawija

Untuk pertumbuhan ekonomi dalam sektor perkebunan, berdasarkan potensi

dan kesesuaian lahan dan teknokultur masyarakat lokal maka diarahkan

pengembangan beberapa alternatif kawasan budidaya komoditas seperti:

perkebunan kopi, kakao, dan markisa. Kesesuaian untuk varitas sektor

perkebunan ini tersebar di seluruh wilayah kecamatan Kabupaten Gowa

kecuali di kawasan perkotaan. Disamping itu, tanaman palawija

(sayur-sayuran) seperti kentang, wortel, buncis, kol, sawi, sayur-sayuran

2. KAWASAN STRATEGIS KEPENTINGAN SOSIAL BUDAYA

Kawasan strategis untuk pengembangan kepentingan sosial budaya di

Kabupaten Gowa meliputi; Balla Lompoa, Kuburan syeh Yusuf, Mesjid Tua

(39)

sedangkan untuk kawasan Benteng Somba Opu termasuk dalam kawasan

strategis provinsi. Revitalisasi berbagai macam system peninggalan budaya di

Kabupaten Gowa diarahkan untuk menjadi stimulan untuk

menumbuh-kembangkan kembali budaya dan kearifan lokal di Kabupaten Gowa.

Saat ini di Kabupaten Gowa masih tumbuh berkembang tatanan sosial

budaya tradisional yang juga terkenal secara nasional bahkan internasional. Oleh

karena itu, berbagai peninggalan-peninggalan budaya di Kabupaten Gowa akan

tetap dijaga kelestariannya melalui upaya revitalisasi objek-objek peninggalan serta melestarikan budaya lokal seperti Accera’ Kalompoang, Appalili, Maudu’ Kalompoang, Pa’dekko, Paraga, Pamanca, Pakkarena dan Songka Bala.

3. PENENTUAN KAWASAN STRATEGIS KEPENTINGAN ENDAYAGUNAAN

SUMBERDAYA ALAM DAN TEKNOLOGI TINGGI

Untuk kepentingan pendayagunaan sumberdaya alam dan teknologi tinggi di

Kabupaten Gowa, akan diarahkan pada rencana pengembangan listrik tenaga air

(PLTA) Bili-Bili. Pengembangan PLTA ini diharapkan dapat meminimalisasi

persoalan listrik di Kabupaten Gowa, Mamminasata dan Provinsi Sulawesi

Selatan.

4. PENENTUAN KAWASAN STRATEGIS KEPENTINGAN FUNGSI DAN

DAYA DUKUNGLINGKUNGAN

Kawasan strategis untuk kepentingan lingkungan hidup di wilayah Kabupaten

Gowa yang termasuk dalam kepentingan provinsi antara lain seluruh hutan

lindung dan Taman Wisata Alam Malino. Sedangkan KSK Kabupaten Gowa untuk kepentingan fungsi dan daya dukung lingkungan meliputi; Waduk Bili-Bili, Danau

Mawang, Air Terjun Parangloe, Industri Pengelolaan Sampah Regional

Mamminasata, Taman Buruh Biringbulu, Suaka Margasatwa Bungaya dan

Gunung Bawakaraeng.

ARAHAN STRUKTUR RUANG

1 Rencana Pengembangan Sistem Permukiman Perkotaan dan Perdesaan

Agar interkoneksitas antar pusat kegiatan, serta pelayanan prasarana

wilayah efisien dan efektif maka perlu diwujudkan sistem interkoneksitas antar

kawasan perkotaan dan perdesaan yang berdaya guna besar. Sistem perkotaan

(40)

Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan Lingkungan (PKL), Pusat Pelayanan

Kawasan (PPK) dan Pusat Pelayanan Lingkungan (PPL) dan kawasan pusat

pertumbuhan industri dan perdagangan yang padat dengan kegiatan perkotaan

dan fasilitas permukiman.

Rencana pengembangan sistem kota-kota secara umum diarahkan untuk

mencapai keseimbangan perkembangan ruang antara pusat-pusat pemukiman

dan/atau pusat pertumbuhan. Adanya peningkatan hirarki serta pengembangan

fungsi memberikan implikasi terhadap kebutuhan penyediaan sarana dan

prasarana perkotaan yang mendukungnya.

a. Pengembangan PKN

PKN merupakan kawasan perkotaan yang berperan sebagai pintu gerbang ke kawasan internasional dan memiliki potensi untuk mendorong perkembangan wilayah sekitarnya dan berfungsi sebagai pusat pengembangan kegiatan jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi dengan skala pelayanan nasional atau beberapa provinsi. Menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN telah menetapkan Metropolitan Mamminasata sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) di Provinsi Sulawesi Selatan. Dalam hal ini, Kecamatan-Kecamatan Bajeng, Barombong, Bontomarannu, Bontonompo, Bontonompo Selatan, Manuju, Pattallassang, Pallangga, Parangloe, dan Somba Opu yang termasuk dalam kawasan Metropolitan Mamminasata di Kabupaten Gowa berperan penting dalam pengembangan PKN di Provinsi Sulawesi Selatan. PKN Mamminasata akan berfungsi sebagai pusat jasa pelayanan perbankan yang cakupan pelayanannya berskala nasional; pusat pengolahan dan atau pengumpul barang secara nasional khususnya KTI, menjadi simpul transportasi udara maupun laut skup pelayanan nasional, pusat jasa publik lainnya seperti pendidikan tinggi dan kesehatan yang skup pelayanannya nasional khususnya KTI, berdaya

dorong pertumbuhan wilayah sekitarnya, dan menjadi pintu gerbang internasional terutama jalur udara dan laut.

b. Pengembangan Pusat Kegiatan Lokal (PKL)

Gambar

Tabel 3.1.
Tabel 3.2.
Tabel 3.3.
Tabel 3.4.
+7

Referensi

Dokumen terkait

          Pertanyaan : Apakah hukum syara' dalam pandanganmu pada seorang laki-laki yang mencela agama di saat marah, apakah ada kewajiban membayar kafarat atasnya? Apakah

Dengan pertimbangan bahwa ada banyak sekali komponen penilaian kinerja setiap dosen tersebut, selain terjadinya peningkatan jumlah dosen yang seiring dengan

Penulis pertama kali bertemu dengan UPK tanggal 26 April 2014 dirumahnya bertempat di Semarang. Saat pertama kali bertemu untuk observasi, UPK sedang bermain dengan

Efektivitas Pembelajaran menggunakan media berbasis ICT di Madrasah Ibtidaiyah Negeri Cepogo Kecamatan Kembang Kabupaten Jepara dapat diketahui melalui table yang

Untuk lebih mengetahui sejauhmana status penggunaan napza memengaruhi profil kognitif, orientasi masa depan serta prestasi belajar maka dalam penelitian ini akan ada

While Ta’lim is the process of education that based on the teaching learning and Ta’dib means the process of human beings with knowledge of the faith and

Dari ketidakseimbangan tuntutan pekerjaan dengan aset pekerjaan yang dimiliki oleh pegawai Bangi Kopitiam berdasarkan pada hasi preeliminari yang didapatkan peneliti,

Tabel 4.9 Tingkat Kesukaan Panelis Terhadap Snack Bar Tepung Mocaf dan Tepung Kacang Merah dengan Flavour Alami Pisang Raja Terpilih dan Soyjoy Banana