BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kotler dan Keller (2013) mendefinisikan perdagangan ritel sebagai semua aktivitas dalam menjual barang atau jasa langsung ke konsumen akhir untuk kebutuhan pribadi dan nonbisnis. Toko ritel adalah semua badan usaha yang volume penjulannya datang dari penjualan eceran. Cara organisasi bisnis ritel untuk memasarkan atau menjual produknya dapat bermacam-macam baik melalui toko, tenaga penjualan, surat, telepon, internet maupun mesin otomatis. Pertumbuhan jumlah pengguna internet di Indonesia menjadi salah satu alasan bagi perusahaan untuk memasarkan produk-produknya melalui media online.
Ritel di Indonesia merupakan salah satu sektor yang memiliki pertumbuhan tinggi.
Dalam periode enam tahun terakhir, dari tahun 2007–2012, jumlah gerai ritel modern di Indonesia mengalami pertumbuhan rata-rata 17,57% per tahun. Jumlah usaha ritel di Indonesia tahun 2007 masih sebanyak 10.365 gerai, kemudian pada tahun 2011 naik sebesar 75% hingga mencapai 18.152 gerai yang tersebar di hampir seluruh kota di Indonesia. Pertumbuhan jumlah gerai tersebut tentu saja diikuti dengan pertumbuhan penjualan. Menurut Asosiasi Perusahaan Ritel Indonesia atau Aprindo (2012), pertumbuhan bisnis ritel di Indonesia antara 10% – 15% per tahun. Penjualan ritel pada tahun 2006 masih sebesar Rp 49 triliun, dan naik 144% menjadi Rp 120 triliun pada tahun 2011. Jumlah pendapatan terbesar merupakan kontribusi dari hipermarket, kemudian disusul oleh minimarket dan supermarket.
Beberapa tahun terakhir, internet telah menjadi alat teknologi informasi yang sangat
diperlukan (Racolta-Paina and Luca, 2010). Kemajuan dalam teknologi internet telah
memfasilitasi pertumbuhan belanja di rumah melalui internet (Lumpkin & Hawes, 1985).
Internet telah menghasilkan bentuk penciptaan baru dalam bisnis yang berbasis pada internet
atau e-commerce. Kotler dan Keller (2013) mendefinisikan e-commerce sebagai perusahaan
atau situs belanja yang menawarkan proses penjualan produk dan jasa secara online. Saat ini
e-commerce lebih dari sekedar membeli dan menjual produk secara online. E-commerce
meliputi seluruh proses dari pengembangan, pemasaran, penjualan, pengiriman, pelayanan,
dan pembayaran para pelanggan dengan dukungan dari jaringan para mitra bisnis di seluruh
dunia.
Ritel online dapat memberikan pengalaman yang nyaman, informatif, dan personal
bagi berbagai jenis konsumen dan bisnis karena produk yang dijual melalui situs belanja
memiliki deskripsi serta spesifikasi yang jelas. Pembeli juga dapat melakukan perbandingan
terhadap produk yang sejenis dengan lebih efektif dan efisien tanpa memakan biaya dan
waktu. Tingginya persaingan usaha dan meningkatnya biaya operasional ditambah semakin
ketatnya regulasi yang dibuat oleh Kementerian Perdagangan melalui Peraturan Menteri
Perdagangan No. 70/2013 seperti ketentuan jumlah maksimal outlet waralaba toko modern
sebanyak 150 outlet dan aturan proporsi local content produk yang dijual paling sedikit 80%
dari jumlah dan jenis barang yang diperdagangkan diperkirakan juga mendorong
perkembangan e-commerce ke depan seiring kemajuan teknologi dan berkembangnya
Veritrans dan DailySocial (2012), persentase dari pengguna e-commerce dari keseluruhan populasi internet di Indonesia sebanyak 6,5%. Jumlah rata-rata uang yang dibelanjakan oleh para pengguna e-commerce di Indonesia per tahunnya adalah $ 256 dengan market size $ 0,9 milyar atau hanya sekitar 0,7% dari total penjualan ritel yang sebesar $ 134 milyar.
Aktivitas dalam sistem e-commerce sangat bergantung pada internet dan teknologi
informasi. Pengguna internet di seluruh dunia dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan yang cukup signifikan. Jumlah pengguna internet di seluruh dunia sampai tahun
2014 mencapai angka 3.035.749.340 pengguna atau sekitar 42,3% dari 7,1 milyar populasi
dunia (Internetworldstats, 2014) dan pengguna internet di kawasan Asia mencapai jumlah
1.386.188.112pengguna (Internetworldstats, 2014) atau sekitar 45,7% dari jumlah pengguna
internet di seluruh dunia, sedangkan jumlah pengguna internet di Indonesia pada tahun 2014
telah mencapai jumlah 71.190.000 (Internetworldstats, 2014) atau sekitar 28,1% dari jumlah
masyarakat Indonesia. Angka ini berarti telah terjadi kenaikan hampir sebesar 100%
dibanding tahun 2011 yang berjumlah 39,6 juta pengguna.
Pembelian produk secara online ditengarai akan terus mengalami pertumbuhan dari
waktu ke waktu, karena adanya penetrasi yang semakin luas dan perkembangan teknologi
internet itu sendiri. Proyeksi yang dilakukan oleh Veritrans dan DailySocial (2012)
menunjukkan adanya peluang pertumbuhan bagi industri yang berbasis pada media internet
di Indonesia. Pengguna Internet pada tahun 2015 diprediksi mencapai 149 juta pengguna
dengan populasi kelas menengah sebanyak 150 juta jiwa dan market size dari e-commerce
sebesar $ 10 milyar. Konsumen akan semakin evaluatif dalam memilih suatu produk dan
Berdasarkan data dari Internetworldstats tahun 2014, pengguna internet di Indonesia
menduduki peringkat keempat di Asia setelah China, India, dan Jepang. Banyaknya
pengguna internet di Indonesia menyimpan potensi yang sangat besar untuk dapat
mengembangkan bisnis yang berbasis pada internet. Oleh karena itu banyak perusahaan yang
berlomba-lomba untuk membuat website yang memudahkan pelanggan dalam mencari
informasi atau bahkan melakukan proses pembelian.
Sumber: http://internetworldstats.com
Gambar 1.1. Persentase Jumlah Pengguna Internet di Asia
Pilihan untuk melakukan pembelian suatu produk secara online ini telah menjadi
salah satu pilihan populer yang banyak digunakan oleh konsumen di seluruh dunia. Penelitian
yang dilakukan oleh The Nielsen Company pada tahun 2008 menunjukkan bahwa sebanyak
85% dari pengguna internet di seluruh dunia telah menggunakan internet sebagai media
untuk melakukan pembelian produk. Sekitar 43% dari pembeli online tersebut merupakan
pembeli reguler yang melakukan pembelian online setiap bulannya. Angka ini merupakan
Pembelian online cenderung memberikan konsumen kenyamanan yang lebih baik
dengan seleksi produk yang mudah. Namun tingkat loyalitas dari pembelanjaan online
terbilang rendah, karena apabila konsumen menemukan suatu masalah yang menimbulkan
ketidakpuasan dari suatu penyedia pembelian online, maka ia tidak akan segan untuk
meninggalkan penyedia jasa tersebut untuk beralih ke penyedia jasa yang lain (Zhang &
Prybutok, 2003).
Berikut ini adalah perbandingan antara online shopping dan traditional shopping jika
dilihat dari beberapa atribut yang dapat menjadi pertimbangan konsumen untuk melihat
keunggulan dan kelemahan dari masing-masing cara belanja.
Sumber: Lohse and Spiller (1999)
Traditional Shopping Online Shopping
Pelayanan langsung yang diberikan karyawan atau pramuniaga toko.
Produk deskripsi, halaman informasi, jasa hadiah, fungsi pencarian, petugas di telepon/e-mail.
Promosi dari tenaga penjual Penawaran khusus, game online dan lotere, link ke situs lain yang menarik, informasi yang membangkitkan selera.
Menampilkan produk melalui etalase. Halaman muka situs belanja.
Suasana dan kondisi toko Konsistensi antarmuka, organisasi toko, antarmuka dan kualitas grafis.
Lorong produk Menampilkan produk pada tingkat hirarki dari toko.
Tata letak toko Kedalaman layar, browsing dan pencarian fungsi, indeks, susunan gambar.
Jumlah lantai di toko Tingkat hirarki pada toko Jumlah pengunjung toko dan outlet toko /
cabang
Jumlah link ke toko tertentu secara online
Kasir Keranjang belanja online atau formulir
pemesanan
Lihat dan menyentuh barang dagangan
Terbatas pada kualitas gambar dan deskripsi barang, berpotensi untuk mengaplikasi suara dan video.
Jumlah orang yang masuk ke toko Jumlah kunjungan ke toko online Penjualan per periode Penjualan per periode
Tabel 1.1.
Bersumber dari data yang dikumpulkan oleh
produk pakaian menempati posisi pertama sebagai produk yang paling sering dibeli oleh para
konsumen e-commerce di Indonesia, diikuti oleh produk travel booking seperti tiket dan
voucher hotel serta produk musik/video/games
Sumber: Veritrans dan Gambar 1.2. Persentase
Terdapat empat jenis situs belanja yang telah Surat Edaran Nomor SE-62/PJ/2013 (SE
Transaksi E-commerce. Pertama,
internet pada para penjual untuk menjajakan dagangan lewat dunia maya. Kedua, classified ads atau situs untuk memajang konten (teks, grafik, vid
bagi pengiklan untuk memasang iklan untuk pengguna i Yang ketiga, daily deals atau s
pembayaran. Sedangkan yang terakhir, adalah jasa oleh penyelenggara online ritel kepa
17% 11% 7%
16%
Bersumber dari data yang dikumpulkan oleh Veritrans dan DailySocial
produk pakaian menempati posisi pertama sebagai produk yang paling sering dibeli oleh para
commerce di Indonesia, diikuti oleh produk travel booking seperti tiket dan
serta produk musik/video/games.
Veritrans dan DailySocial (2012)
Persentase Jumlah Belanja Online di Indonesia
situs belanja yang telah dipetakan Ditjen Pajak pada Lampiran 62/PJ/2013 (SE-62) tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas tama, online marketplace atau situs yang menyediakan jasa internet pada para penjual untuk menjajakan dagangan lewat dunia maya. Kedua,
k memajang konten (teks, grafik, video, dan informasi) barang bagi pengiklan untuk memasang iklan untuk pengguna iklan melalui situs yang d
atau situs jual beli dengan menggunakan voucher sebagai sarana edangkan yang terakhir, adalah online retail atau situs jual bel
jasa oleh penyelenggara online ritel kepada pembeli di situs online ritel.
32% 17% 17% 16%
Belanja Online
Pakaian Travel Booking Music/Video/Games Elektronik Buku Produk LainVeritrans dan DailySocial (2012),
produk pakaian menempati posisi pertama sebagai produk yang paling sering dibeli oleh para
commerce di Indonesia, diikuti oleh produk travel booking seperti tiket dan
dipetakan Ditjen Pajak pada Lampiran 62) tentang Penegasan Ketentuan Perpajakan atas situs yang menyediakan jasa internet pada para penjual untuk menjajakan dagangan lewat dunia maya. Kedua, yakni dan informasi) barang klan melalui situs yang disediakan. itus jual beli dengan menggunakan voucher sebagai sarana atau situs jual beli barang atau
Travel Booking Music/Video/Games
Di Indonesia terdapat tiga situs online retail yang bersaing ketat yakni Lazada.co.id,
Bhinneka.com, dan Blibli.com. Ketiga situs belanja tersebut menjual berbagai macam produk
seperti gadget, komputer, pakaian, mainan, peralatan olahraga hingga peralatan kantor
dengan harga yang bersaing satu dengan lainnya.
Sumber: Alexa.com
Gambar 1.3. Trend Historis Traffic Lazada, Bhinneka, dan Blibli
Data dari Alexa.com (2015) menunjukkan bahwa Lazada.co.id berada di peringkat 12
sebagai situs belanja yang paling sering dikunjungi di Indonesia. Lazada merupakan bagian
dari Rocket Intenet GmbH yang memiliki Lazada Group dan beroperasi di Indonesia,
Malaysia, Vietnam, Thailand, dan Filipina. Rocket Internet merupakan perusahaan online
incubator yang sukses menciptakan perusahaan-perusahaan online inovatif di berbagai
belahan dunia termasuk Zalora.co.id.
Bhinneka sendiri menempati posisi 101 menurut Alexa.com sebagai situs belanja yang paling sering dikunjungi di Indonesia. Pada awal berdirinya, Bhinneka memposisikan dirinya sebagai situs penyedia peralatan teknologi informasi. Namun seiring berkembangnya bisnis dari Bhinneka, mereka mulai melebarkan sayapnya di luar lini produk selain IT dan elektronik. Maka pada tahun 2008, tagline Indonesia #1 Computer Webstore diubah menjadi Indonesia #1 Online Store.
Blibli adalah produk pertama dari PT Global Digital Niaga yang merupakan anak
perusahaan Djarum dibidang digital yang didirikan pada tahun 2010 berada di peringkat 130
pada situs Alexa.com. Blibli bekerja sama dengan teknologi provider kelas dunia, mitra logistik, banking partner serta merchant partner dengan standar tertentu untuk menciptakan sistem back-end yang bisa memenuhi kebutuhan pengguna Blibli.
Dari ketiga situs belanja online retail diatas, hanya Bhinneka yang memiliki toko offline yang berada di Jakarta. Sebagai salah satu situs belanja yang menjadi pelopor di Indonesia, Bhinneka selalu menampilkan kebudayaan Indonesia yang tercermin dalam tema situsnya yakni Faces of Indonesia. Kedua pesaing dari Bhinneka memiliki modal dan dana yang besar untuk dapat mengembangkan bisnis mereka karena didukung oleh keuangan perusahaan induk yang sangat kuat. Kotler dan Keller (2013) membedakan situs belanja menjadi dua yaitu pure click dan brick and click. Pure click adalah perusahaan yang memfokuskan penjualan produk mereka dengan menggunakan fasilitas online dengan mengesampingkan penjualan yang dilakukan secara offline atau perusahaan yang meluncurkan situs tanpa keberadaan sebelumnya sebagai sebuah perusahaan. Sedangkan
brick and click adalah perusahaan yang menggabungkan antara penjualan dengan
menggunakan saluran konvensional dengan saluran yang menggunakan internet.
Peneliti melakukan wawancara pada tiga orang pelanggan dari situs belanja guna
mendapatkan gambaran singkat mengenai perkembangan internet sebagai media yang
digunakan dalam berbelanja dan faktor yang membuat pelanggan tertarik terhadap suatu
“Saya sering melakukan pembelian online, terutama terhadap barang-barang yang sulit saya temukan di toko offline. Selain itu dengan berbelanja secara online saya mendapatkan banyak pilihan produk dengan harga yang lebih beragam dan dari segi waktu tentu akan lebih efisien. Terkadang masalah pengiriman barang masih menjadi hal yang cukup menakutkan tetapi bisa saya hindari dengan memilih website/seller yang sudah memiliki reputasi yang baik”. (Faris Iman, Mahasiswa FEB UGM).
“Saya tinggal di daerah yang tidak banyak menyediakan beragam pilihan produk dan oleh karena itu untuk dapat menjangkau keinginan saya, berbelanja online adalah pilihan yang tepat. Dengan berbelanja online saya mendapatkan produk yang tidak ditawarkan oleh toko offline di daerah saya. Saya juga dapat memilih berbagai macam merek dan kualitas produk yang baik. Pelayanan yang saya terima sejauh ini dapat memberikan kepuasan dan suatu saat saya akan melakukan pembelian ulang. Akan tetapi selama ini saya masih enggan untuk membeli produk elektronik karena rentan terjadi kerusakan sewaktu pengiriman”. (Irwan Setiaji, Pegawai Operasional Total Oil Indonesia).
“Saya pernah mendapat pengalaman buruk sewaktu pertama kali berbelanja online. Waktu itu saya sudah mentransfer sejumlah uang untuk membeli handphone, tetapi seller tidak mengirimkannya dan setelah itu saya tidak dapat menghubunginya. Saya tergiur dengan harga yang lebih murah dari pasarannya. Setelah itu beberapa kali saya melakukan pembelian online dengan situs belanja yang memiliki reputasi baik, tetapi kualitas produk tidak sesuai dengan ekspektasi saya dan saya merasa kurang puas berbelanja online. Hal ini membuat saya berpikir panjang untuk berbelanja online di waktu mendatang (Putri Dewanti, Dosen UPN Yogyakarta).
Hasil wawancara menunjukkan contoh fenomena bahwa konsumen akan melakukan
pembelian online jika memiliki pengetahuan yang cukup mengenai produk atau merek serta
reputasi dari penjual. Situs belanja Bhinneka yang menjual berbagai macam jenis produk
dengan variasi harga yang berbeda-beda memberikan banyak pilihan bagi konsumen untuk
dapat mempengaruhi perencanaan pembelian. Merek produk yang dipasarkan serta
pengalaman dari Bhinneka selama hampir 20 tahun, menjadi salah satu faktor penting bagi
pelanggan dalam merencanakan pembelian online. Selain itu adanya toko offline juga
membantu pelanggan untuk melihat kredibilitas dari Bhinneka. Bagi Bhinneka menjual dan
memasarkan produk inferior dapat mempengaruhi citra perusahaan, sehingga Bhinneka
hanya menjual produk-produk yang kualitasnya telah teruji dengan didukung oleh ulasan dari
pembeli yang merasa puas. Tampilan situs belanja Bhinneka yang mudah digunakan dan
ramah bagi pengguna dibandingkan dengan para pesaingnya akan menjadi faktor penentu
online untuk memahami faktor-faktor apa yang diperlukan untuk melakukan pelayanan yang
maksimal kepada pelanggan.
Gaya hidup individu yang berkaitan dengan kegiatan berbelanja sering dikenal
dengan istilah orentasi berbelanja (Darden dan Howell, 1987). Orientasi belanja individu
akan ditunjukkan melalui aktivitas, opini, dan minat individu ketika melakukan kegiatan
berbelanjanya (Ling et al., 2010). Orientasi belanja yang dimiliki oleh individu akan
menunjukkan perilaku yang berbeda ketika melakukan pembelian secara online (Gehrt dan
Shim, 1998). Atribut-atribut seperti kualitas, harga, merek, kenyamanan, dan reputasi masih
menjadi pertimbangan pelanggan dalam membentuk niat pada pembelian online. Gehrt et al.
(2007) menyatakan bahwa orientasi belanja memiliki tujuh dimensi yaitu 1). rekreasi yang
merupakan kesenangan individu ketika melakukan aktivitas belanja, 2). kebaruan yang
merupakan pengalaman individu dalam mendapatkan suatu hal yang baru, 3). pembelian
impulsif yang merupakan aktivitas individu dalam melakukan pembelian yang tidak
direncanakan sebelumnya, 4). kualitas yang merupakan karakter atau mutu dari suatu produk
5). merek yang merupakan pengetahuan dari individu terkait merek 6). harga yang terkait
dengan kemauan individu dalam mengeluarkan sejumlah dana ketika membeli produk 7).
kenyamanan atau kesadaran individu terhadap waktu dan kenyamanan ketika berbelanja.
Seock (2003) mendefinisikan orientasi belanja sebagai kategori gaya konsumen
dengan penekanan khusus pada aktivitas berbelanja produk, merefleksikan kebutuhan atau
keinginan konsumen ketika berbelanja. Penelitian yang dilakukan Seock (2003)
menunjukkan bahwa hubungan antara orientasi belanja seseorang dengan niat untuk membeli
produk dapat berbeda pada saluran distribusi yang berbeda. Hasil penelitian ini diperkuat
oleh Ling et al. (2010) yang mengatakan bahwa orientasi belanja dapat berpengaruh terhadap
berkeinginan untuk membeli produk secara spesifik. Mowen (1987) menyatakan bahwa
keputusan konsumen untuk melakukan pembelian ditentukan oleh niat pembelian yang
dimilikinya. Dengan demikian penelitian yang mengidentifikasi faktor-faktor penentu niat
pelanggan sangat diperlukan untuk membantu perusahaan dalam merumuskan
strategi-strategi pemasaran yang sesuai.
1.2. Perumusan Masalah
Bhinneka merupakan situs belanja ritel online yang menyediakan berbagai macam
produk seperti gadget, komputer, pakaian, mainan, peralatan olahraga hingga peralatan
kantor. Bhinneka menempati peringkat 101 sebagai situs yang paling sering dikunjungi di
Indonesia menurut Alexa.com. Bhinneka menargetkan omzet pada tahun 2014 bisa mencapai
Rp 840 miliar. Proyeksi tersebut tumbuh 40% dari realisasi tahun lalu yang mencapai Rp 600
miliar. Kedua pesaing utama dari Bhinneka pada situs belanja ritel online di Indonesia, yaitu
Lazada dan Blibli dimiliki oleh korporasi yang sumber dananya tidak terbatas, sedangkan
sumber pendanaan dari Bhinneka sampai saat ini masih mengandalkan modal perusahaan.
Persaingan bisnis antara Bhinneka, Lazada, dan Blibli yang semakin ketat dengan adanya
suntikan modal kepada perusahaan induk Lazada sebesar $ 250 juta dan target kenaikan
pendapatan dari Blibli sebesar 700%, membuat Lazada dan Blibli gencar melakukan
penetrasi pasar melalui promosi besar-besaran di berbagai media.
Salah satu cara bagi Bhinneka untuk dapat menghadapi para kompetitornya adalah
dengan memahami dan menstimulus niat pelanggan melakukan pembelian online sebagai
langkah penting dalam merumuskan strategi menyerang serta bertahan untuk merealisasikan
target pertumbuhan dari manajemen. Mempengaruhi niat pelanggan melakukan pembelian
online dapat dilakukan melalui variabel orientasi belanja yang merupakan pengelompokan
kebutuhan dan keinginan individu ketika melakukan kegiatan berbelanja (Shim dalam Seock,
2003). Pembelian impulsif, kualitas, merek, kenikmatan belanja, dan kenyamanan menjadi
dimensi dalam orientasi belanja untuk mengevaluasi dan memberikan stimulus bagi
pembentukan niat pelanggan untuk melihat sebuah produk.
Berdasarkan uraian di atas, penulis melakukan penelitian ini untuk menganalisis
atribut-atribut apa saja yang dapat mempengaruhi niat beli pada pelanggan online dalam
menjaga minat pelanggan agar dapat melakukan pembelian. Pada penelitian ini, penulis
mencoba mengaplikasikan model yang telah dilakukan oleh Ling et al. (2010) daan
mengujinya pada setting yang berbeda, yaitu pada situs belanja Bhinneka.
1.3. Pertanyaan Penelitian
Secara keseluruhan,penelitian ini berusaha menjawab beberapa pertanyaan penelitian
berikut:
1. Apakah orientasi pembelian impulsif berpengaruh positif pada niat beli pelanggan
online di situs belanja Bhinneka?
2. Apakah orientasi kualitas berpengaruh positif pada niat beli pelanggan online di situs
belanja Bhinneka?
3. Apakah orientasi merek berpengaruh positif pada niat beli pelanggan online di situs
belanja Bhinneka?
4. Apakah orientasi kenikmatan belanja berpengaruh positif pada niat beli pelanggan
online di situs belanja Bhinneka?
5. Apakah orientasi kenyamanan berpengaruh positif pada niat beli pelanggan online di
1.4. Tujuan Penelitian
1. Menguji pengaruh antara orientasi pembelian impulsif dengan niat beli pelanggan
online di situs belanja Bhinneka.
2. Menguji pengaruh antara orientasi kualitas dengan niat beli pelanggan online di situs
belanja Bhinneka.
3. Menguji pengaruh antara orientasi merek dengan niat beli pelanggan online di situs
belanja Bhinneka.
4. Menguji pengaruh antara orientasi kenikmatan belanja dengan niat beli pelanggan
online di situs belanja Bhinneka.
5. Menguji pengaruh antara orientasi kenyamanan dengan niat beli pelanggan online di
situs belanja Bhinneka.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi para praktisi dan
akademisi. Hasil dari penelitian ini dapat digunakan akademisi sebagai masukan untuk bahan
ajar khususnya di bidang pemasaran, sedangkan bagi peneliti yang akan datang, hasil
penelitian ini dapat digunakan sebagai landasan teori atau bahan acuan yang dapat
mendukung pembuatan hipotesis. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan
bagi praktisi dalam mengambil keputusan dan sebagai masukan untuk menganalisis serta