• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN TEORI"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis 1. Pengertian

Tifus abdominalis (demam tifoid, enteri fever) ialah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari I minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan pada kesadaran (Ngastiyah : 2005).

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus dengan yang disebabkan oleh salmonella typhosa (Hidayat, A, Aziz Alimul : 2005).

Tifus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna. dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi dan Rita Y : 2001).

Kesimpulan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa tifus abdominalis adalah infeksi akut pada saluran pencernaan yang di sebabkan oleh salmonella typhosa.

2. Anatomi Fisiologi a. Mulut

Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2 bagian yaitu :

1) Bagian luar yang sempit atau vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir, dan pipi.

2) Bagian rongga mulut/bagian dalam yang sisi-sisinya di batasi oleh tulang maxillaris, palatu, dan mandibularis di sebelah belakang yang bergabung dengan faring (Evelyn C. Pearce : 2002).

(2)

b. Faring

Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan kerongkongan (esofagus), di dalam lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumpulan kelenjar limfe yang banyak mengandung limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi (Evelyn C. Pearce : 2002).

c. Esofagus

Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung, panjangnya 25 cm. Esofagus terletak di belakang trakhea (Syaifuddin : 1997).

d. Lambung

Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling banyak terutama di daerah epigaster.

Fungsi lambung terdiri dari :

1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan oleh peristaltik lambung dan getah lambung.

2) Sekresi getah lambung a) Pepsin

b) Asam garam (HCl) c) Renin

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan, bila melihat makanan dan mencium makanan maka sekresi lambung akan terangsang, sehingga akan menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding lambung melepaskan hormon yang di sebut sekresi getah lambung (Syaifuddin : 1997).

e. Usus halus 1) Dedunum

Di sebut juga usus 12 jari panjangnya 25 cm, berbentuk sepatu kuda yang melengkung ke kiri. Pada lengkungan ini terdapat pankreas. Dan pada bagian kanan dedunum ini terdapat lendir yang membukit yang

(3)

di sebut papila valeri yang bermuara pada saluran empedu dan saluran pankreas (Syaifuddin : 1997).

2) Yeyenum dan Ileum

Yeyenum dan ileum mempunyai panjang 6 meter. Dua per lima adalah yeyenum (2-3 meter), dan ileum 4-5 meter. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum.7

Pada mukosa usus halus terdapat penampang melintang vili di lapisi oleh epitel dan kripta yang menghasilkan bermacam-macam hormon jaringan dan enzime yang berperan aktif dalam pencernaan. Absorbsi makanan seluruhnya berlangsung di usus halus (Syaifuddin : 1997).

Fungsi usus halus terdiri dari :

1) Menerima zat-zat makanan yang sudah di cerna untuk di serap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.

2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.

Karbohidrat di serap dalam bentuk monosakarida (Syaifuddin : 1997). Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan :

1) Enterokinase, mengaktifkan enzime proteolitik

2) Eripsin menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino. a) Laktase mengubah laktase menjadi monosakarida.

b) Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida.

Sukrosa mengubah sukrosa menjadi monosakarida (Syaifuddin : 1997).

f.Usus besar

1) Kolon assenden

Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen sebelah kanan membujur ke atas dari ileum ke hati (Syaifuddin : 1997).

(4)

2) Kolon transversum

Panjangnya 38 cm, membujur dari kolon assenden terdapat sampai ke kolon dessenden berada di bawah abdoment. Sebelah kanan terdapat fleksura hepatika dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis (Syaifuddin : 1997).

3) Kolon dessenden

Panjangnya 25 cm, terletak di bawah abdoment bagian kiri membujur dari atas ke bawah fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri, bersambung dengan kolon sigmoid (Syaifuddin : 1997).

4) Kolon sigmoid

Merupakan lanjutan dari kolon dessenden yang terletak miring. Dalam rongga pelvis sebelah kiri berbentuk menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rektum (Syaifuddin : 1997).

g. Rektum

Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, terletak di dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigis (Syaifuddin : 1997).

h. Anus

Bagian saluran pencernaan terakhir yang menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis, dindingnya di perkuat oleh 3 sfingter :

1) Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. 2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak.

Sfingter ani eksternus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak (Syaifuddin : 1997).

(5)

2.1 Gambar system pencernaan pada manusia Sumber:http://asuhan-keperawatan patriani.blogspot.com/2008/07/

3. Etiologi

Penyebab penyakit ini adalah salmonella typosa basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar tidak berspora, mempunyai sekurang--kurangnya 3 macam antigen.

a. Antigen O

Somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida. b. Antigen H

(6)

c. Antigen Vi.

Dalam serum penderita terdapat zat anti (aglutinin) terhadap ke tiga macam antigen tersebut (Ngastiyah : 2005).

4. Manifestasi Klinik

Masa tunas 10-20 hari, selama masa, inkubasi ditemukan gejala prodromal yaitu, perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat nafsu makan berkurang, menyusul gambaran klinik yang biasa ditemukan.

a. Demam

Berlangsung selama 3 minggu, bersifat febris reminten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh ber angsur-angsur naik setiap hari, dan malam hari. Dalam minggu ke 2 pasien terus dalam keadaan demam pada minggu ke tiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali akhir minggu ke tiga (Ngastiyah : 2005).

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada nafas berbau tidak sedap bibir kering dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor. Pada, abdomen ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limfa membesar disertai nyeri pada perabaan. Biasanya terjadi konstipasi tetapi juga dapat diare, atau normal (Ngastiyah : 2005).

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak berada dalam apatis atau somnolen, jarang terjadi sopor, koma, atau gelisah (kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan pengobatan) di samping gejala tersebut mungkin juga terdapat gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dan dapat di temukan rosella : yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama demam. Kadang-kadang ditemukan pula bradikardia dan epistaksis pada anak besar (Ngastiyah : 2005).

(7)

d. Relaps (kambuh)

Yaitu keadaan berulangnya gejala penyakit tifus abdominalis, akan tetapi berlangsung lebih ringan dan lebih singkat. Terjadi dalam minggu ke dua setelah suhu badan normal kembali. Terjadinya sukar di terangkan, seperti halnya keadaan kekebalan alam, yaitu tidak pernah menjadi sakit walaupun mendapat infeksi yang cukup berat. Menurut teori, relaps terjadi karena terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat di musnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin pula terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil bersamaan dengan pembentukan jaringan - jaringan fibrolas (Ngastiyah : 2005).

5. Patofosifiologi

Infeksi terjadi pada saluran pencernaan hasil diserap di usus halus, melalui pembuluh limfe halus masuk ke dalam peredaran darah sampai diorgan-organ terutama hati dan limfe. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil masuk ke dalam darah (bakterimia) dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa di atas plak nyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan usus (Ngastiyah : 2005) dan (Suriadi dan Rita Y : 2001).

(8)

6. Pathway

( Ngastiyah, 2005 : 236, Suriadi dan Rita, 2001 : 76 ) Salmonela Thyposa

Usus halus Penyerapan usus halus

Thypus Abdominalis Masuk ke pembuluh darah

Basil tidak di hancurkan Berkembang biak di hati dan

limpa

Terjadi pembesaran Organ (Hepatomegali) Makanan tetap di lambung Mual muntah Refluk Resiko tinggi kekurangan volume /cairan Makanan di keluarkan Diare Gangguan pemenuhan kebutuhan Konstipasi Makanan tertahan Pelepasan endotoksin oleh infeksi Proses infeksi Gangguan rasa nyaman panas / hipertermi Salmonela menginfeksi usus Gangguan penyerapan di usus halus Metabolisme makanan terganggu Gangguan rasa nyaman nyeri

(9)

7. Diagnosa Pembanding

1) Dengue Hemoragik Fever (DHF) 2) Gastroenteritis

3) Gastritis 4) Peritonitis

5) Perforasi gaster. (Carpenito, L. Jual : 2001).

8. Komplikasi

a. Pada usus halus (Ngastiyah : 2005).

1) Pendarahan usus bila sedikit hanya ditemukan jika dilakukan pemeriksaan dengan benzidin. Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan. 2) Perforasi usus Timbul biasanya pada minggu ke 3 atau

setelahnya dan terjadi pada bagian distal ileum. Perforasinya tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan bila terdapat udara dirongga peritorium hati dan diafragma foto rontgen abdomen yang dibuat dalam keadaan tegak.

3) Peritonitis biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus. Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang.

b. Di Luar Usus (Ngastiyah : 2005).

1) Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu meningitis kolesistitis, ensefalopati.

2) Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronko pneumoni.

9. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium (Ngastiyah : 2005). a. Darah tepi

Terdapat gambaran leukopenia, limfositosis relatif dan aneosinofillia pada permukaan kulit, mungkin terdapat anemia dan trombsositopenia ringan.

(10)

b. Darah untuk kultur (biakan empedu) dan widal

Biakan empedu untuk menentukan diagnosis tifus abdominalis secara pasti.

1) Biakan Empedu

Basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urine dan feces dan makanan atau tetap positif untuk waktu yang lama. Pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakkan diagnosa, sedangkan perneriksaan dari urine dan feces dan 2 kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa penderita telah benar-benar sembuh dan tidak menjadi pembawa kuman (karier).

2). Pemeriksaan Widal

Dasar pemeriksaan ialah : reaksi aglutinasi yang terjadi bila serum penderita dicampur dengan suspensi antigen salmonella typhosa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap antigen gen O. Titer yang bernilai 1 / 200 / lebih digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan penderita. Titer terhadap antigen H tidak dapat diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap, tinggi setelah imunisasi atau apabila penderita, telah lama sembuh. Tidak selalu pemeriksaan widal positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita tifus abdominalis.

Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagai berikut :

a) Titer O dan H tinggi karena ada aglutinin normal, karena infeksi basil coli patogen dalam usus.

b) Pada neonatus, zat anti diperoleh dari ibunya melalui tali pusat. c) Akibat imunisasi secara, alamiah karena masuknya basil peroral

(11)

10. Penatalaksanaan

Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan diperlukan langsung sebagai pasien thypus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :

a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta.

b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat sakit yang lama, lemah, anorexia.

c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu normal kembali (istirahat total) kemudian boleh duduk, jika tidak panas lagi boleh berdiri, berjalan.

d. Diet makanan harus mengandung cairan, kalori dan protein. Bahkan makanan tidak boleh mengandung banyak serat, tidak merangsang dan tidak bergas, susu 2 gelas/hari. Bila kesadaran pasien menurun diberikan makanan cair melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan baik dapat juga diberikan makanan lunak.

e. Obat pilihan, klomramfenikol, kecuali jika pasien tidak cocok dapat diberikan obat lainnya, seperti : kotrimoksazol, pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi yaitu : 100 mg/kg BB/hr (maksimal 2 gr/hr) diberikan 4x sehari peroral/intravena. Pemberian kloramfenikol dengan dosis tinggi tersebut mempersingkat waktu perawatan dan mencegah relaps, efek negatifnya adalah pembentukan zat anti kurang karena basil terlalu cepat dimusnahkan.

f. Bila terdapat komplikasi di sesuaikan penyakitnya Bila terjadi dehidrasi dan asidosis di berikan cairan secara intravena.

Penyakit Tifus Abdominalis adalah penyakit menular yang sumber infeksinya dari feses dan urine, sedangkan lalat pembawa atau penyebar dari kuman tersebut. Pasien thypoid harus di rawat di kamar isolasi yang dilengkapi dengan peralatan untuk merawat pasien yang menderita penyakit menular, seperti desinfektan untuk mencuci tangan, merendam pakain kotor dan pot atau urine bekas pakaian

(12)

pasien. Yang merawat atau sedang menolong pasien agar memakai celemek (Ngastiyah : 2005).

B. Konsep Dasar Keperawatan

Asuhan keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan kesehatan yang profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-pshiko sosio spiritual yang komprehensif di tujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat baik yang sehat maupun yang sakit (NANDA, NIC & NOC : 2010).

Proses keperawatan adalah suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal masalah-masalah pasien dan mencarikan pemecahan masalah dalam memenuhi kebutuhan pasien yang terdiri dari tahapan-tahapan penting yang meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan tindakan, implementasi, evaluasi yang masing-masing berkesinambungan dan berkaitan satu sama lain (NANDA, NIC & NOC : 2010).

1. Fokus Pengkajian

Pengkajian adalah suatu fase permulaan dari proses keperawatan yang mempunyai komponen utama yaitu mengumpulkan data, memvalidasi data, mengorganisasi data dan menuliskan data. Data yang perlu di kaji meliputi data subyektif dan obyektif (NANDA, NIC & NOC : 2010).

Data-data tersebut terdiri dari : a. Aktifitas Istirahat

Gejala : Kelemahan, kelelahan, cepat lelah, merasa gelisah dan ansietas.

Pembatasan aktivitas karena proses penyakit. b. Sirkulasi

Tanda : Takikardia (respon terhadap demam, proses inflamasi dan nyeri).

(13)

TD : hipotensi, termasuk postural.

Kulit/Membran mukosa : turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah (dehidrasi/malnutrisi).

c. Integritas Ego

Gejala : Ansietas, ketakutan, emosi kesal, missal : perasaan tak berdaya. Faktor stress missal : hubungan dengan keluarga/ pekerjaan, pengobatan mahal.

Tanda : Menolak, perhatian menyempit, depresi. d. Eliminasi

Gejala : Tektur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau/ berair.

Tanda : Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik, atau adanya peristaltik yang dapat dilihat.

e. Makanan / Cairan

Gejala : Anoreksia, mual-muntah, BB menurun.

Tanda : Penurunan lemak subkutan / massa otot, kelemahan, tonus otot dan turgor kulit buruk, membran mukosa pucat.

f.Nyeri/Kenyamanan

Gejala : Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah. Tanda : Nyeri tekan abdomen.

g. Keamanan

Gejala : Peningkatan suhu tubuh 39,6-40 derajat Celsius Elergi terhadap makanan yang mengeluarkan histamine kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi.

Tanda : Lesi kulit mungkin ada misalnya : eritema nodusum (meningkat, nyeri tekan, kemerahan dan bengkak) (Doenges, M.E : 2000).

(14)

2. Perumusan Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan pada dasarnya adalah mendiagnosa respon manusia terhadap stressor. Stressor yang ada bisa menyebabkan banyak respon yang bisa di karakteristikan sebagai respon adatif atau respon maladatif. Respon maladatif pada akhirnya akan memunculkan masalah kesehatan (NANDA, NIC & NOC : 2010).

Untuk mendapatkan diagnosa yang aktual di perlukan data yang aktual pula. Apabila diagnosa aktual di dapatkan maka perawat perlu mempertimbangkan pada kondisi lebih lanjut. Tetapi jika diagnosa aktual tidak muncul maka perlu mengkaji lebih lanjut tentang diagnosa resiko terkait dengan masalah tertentu yang terdapat pada pasien (NANDA, NIC & NOC : 2010).

3. Fokus intervensi

Intervensi keperawatan menurut Doctherman & Bulecheck (2008) adalah semua treatment yang di dasarkan pada penilaian klinik dan pengetahuan perawat untuk meningkatkan pasien / klien. Intervensi keperawatan juga di rujuk kepada istilah tindakan keperawatan,aktivitas, dan strategi. Tetapi dalam NIC, istilah intervensi dan aktifitas mempunyai arti yang spesifik (Wilkinson, 2007). Di bawah ini adalah beberapa intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa keperawatan pada kasus thypus abdominalis (NANDA, NIC & NOC : 2010).

(15)

Diagnosa I : Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan proses inflamasi pada usus halus (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil :

a. Suhu badan menurun 370C.

b. Nadi kembali normal (90-100 kali per menit).

c. Pasien akan kelihatan tenang (Doenges, M.E : 2000). Intervensi :

1). Monitor tanda-tanda vital.

2). Anjurkan kompres hangat di dahi, axila dan paha. 3). Anjurkan banyak minurn air putih.

4). Anjurkan memakai baju yang tipis. 5). Anjurkan pasien tirah baring.

6). Kolaborasi dalam awasi pemeriksaan laboratorium

7). Kolaborasi medis dalain pemberian anti piretik dan anti biotik (Doenges, M.E : 2000).

Diagnosa II: Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi berhubungan dengan intake yang kurang (Carpenito, L. Jual : 2001). Kriteria hasil :

a. Pasien mampu makan dengan lahap. b. Nafsu makan meningkat.

c. Tidak mual dan muntah (Doenges, M.E : 2000). Intervensi :

1). Kaji kebiasaan makan pasien.

2). Sajikan makanan dalam bentuk hangat dan bervariasi. 3). Observasi intake dan output.

4). Kolaborasi gizi untuk pemberian makanan. 5). Berikan porsi makanan sedikit tapi sering.

(16)

Diagnosa III : Gangguan eliminasi : diare berhubungan dengan adanya peradangan pada usus halus (Carpenito, L. Jual : 2001). Kriteria hasil :

a. Konsistensi dan frequensi BAB normal. b. Pasien mengatakan tidak nyeri perut. c. Ekspresi tenang (Doenges, M.E : 2000). Intervensi

1). Monitor frekuensi BAB pasien. 2). Monitor konsistensi BAB pasien. 3). Anjurkan banyak minum.

4). Kolaborasi dengan tim gizi dalam pemberian diit tinggi serat. 5). Libatkan keluarga dalam perawatan (Doenges, M.E : 2000).

Diagnosa IV : Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan mual muntah (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil : Mempertahankan volume cairan yang adekuat dan defisit cairan terpenuhi (Doenges, M.E : 2000).

Intervensi :

1) Observasi TTV

2) Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan. 3) Observasi intake dan output.

Kolaborasi antipiretik dan antibiotik sesuai progam (Doenges, M.E : 2000).

Diagnosa V: Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan hepatomegali (Carpenito, L. Jual : 2001).

Kriteria hasil : Melaporkan nyeri hilang atau terkontrol tampak rileks dan mampu tidur atau istirahat (Doenges, M.E : 2000).

(17)

Intervensi :

a. Monitor tanda-tanda vital.

b. Anjurkan pasien untuk alih baring (miring kanan dan kiri) untuk mengurangi nyeri.

c. Ajarkan tekhnik relaksasi (nafas dalam)

d. Observasi keadaan umum pasien (Doenges, M.E : 2000).

4. Implementasi

Menurut Wilkinson (2007) implementasi yang bisa dilakukan oleh perawat terdiri dari :

a. Melakukan, implementasi pelaksanaan kegiatan di bagi di dalam beberapa kriteria yaitu :

1) Di laksanakan dengan mengikuti order dari pemberi perawatan kesehatan lain.

2) Intervensi yang di lakukan dengan profesional kesehatan yang lain. 3) Intervensi di lakukan dengan melakukan nursing orders dan sering

juga digabungkan dengan order dari medis. b. Mendelegasikan

Pelaksanaan dapat didelegasikan hanya saja ada beberapa tanggung jawab yang perlu di cermati oleh pemberi delegasi.

c. Mencatat

Pencatatan bisa dilakukan dengan berbagai format tergantung pilihan dari setiap institusi (NANDA, NIC & NOC : 2010).

5. Evaluasi

Menurut Wilkinson (2007), secara umum evaluasi diartikan sebagai proses yang disengaja dan sistematik dimana penilaian di buat mengenai kualitas, nilai atau kelayakan dari sesuai dengan membandingkan pada kriteria yang didefinisikan atau standart sebelumnya.

(18)

Evaluasi ini bertujuan untuk mengetahui kemajuan klien, dan keefektifan dari rencana asuhan keperawatan. Evaluasi di mulai dengan penkajian dasar dan dilanjutkan selama setiap kontak perawat dengan pasien (NANDA, NIC & NOC : 2010).

6. Dokumentasi

Dokumentasi adalah suatu tindakan atau kegiatan untuk mengadakan pencatatan terhadap semua yang digunakan untuk mengungkapkan data yang aktual dan dapat dipertanggung jawabkan (Nursalam : 2001).

Dokumentasi ini bertujuan untuk : a. Sebagai sarana komunikasi

b. Sebagai mekanisme pertanggung jawaban dan tanggung gugat c. Sebagai sarana dalam mengumpulkan data

d. Sebagai sarana pelayanan keperawatan profesi

e. Untuk menjamin akan kelangsungan dan terarahnya askep.

f. Sebagai sarana untuk mengevaluasi baik formatif maupun sumatif. Untuk meningkatkan kerjasama antara disiplin ilmu (Nursalam : 2001).

C. Teori Tumbuh Kembang 1. Pengertian

Pertumbuhan dan perkembangan meliputi seluruh proses kejadian sejak terjadi pembuahan sampai dewasa. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu (Soetjiningsih : 1995). Perkembangan menitik beratkan aspek perubahan bentuk atau fungsi pematangan organ atau individu termasuk perubahan aspek sosial atau emosional (Soetjiningsih : 1995).

(19)

Tumbuh kembang di bedakan menjadi (Soetjiningsih : 1995). : a. Tumbang fisis

Meliputi perubahan dalam ukuran besar dan fungsi organ tubuh individu.

b. Tumbang intelektual

Berkaitan dengan kepandaian bekomunikasi dan kemampuan menangani hal yang abstrak dan simbol.

c. Tumbang emosional

Kemampuan individu membentuk ikatan batin cinta, berkasih sayang dan kemampuannya menangani kegelisahan akibat suatu frustasi.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang :

a. Faktor genetik 1) Jenis kelamin 2) Ras / Bangsa

b. Faktor lingkungan

1) Lingkungan Prenatal (a) Gizi Ibu hamil

(b) Mekanis

(c) Toksin / zat kimia (d) Endokrin radiasi (e) Infeksi (f) Stress (g) Imunitas (h) Anoksia embrio (i) Radiasi

2) Lingkungan Post natal (a) Faktor biologis

1) Ras / suku Bangsa 2) Jenis kelamin 3) Umur

(20)

5) Perawatan kesehatan

6) Kepekaan terhadap penyakit 7) Penyakit kronis

8) Fungsi metabolisme 9) Hormon

(b) Faktor fisik

1) Cuaca, musim, keadaan geografis 2) Sanitasi 3) Keadaan rumah 4) radiasi (c) Faktor pshikososial 1) Stimulasi 2) Motivasi belajar 3) Hukuman yang wajar 4) Kelompok sebaya 5) Stress

6) Sekolah

7) Cinta dan kasih sayang

8) Kualitas interaksi anak dan orang tua (d) Faktor keluarga dan adat istiadat

1) Pekerjaan

2) Pendidikan ayah dan ibu 3) Jumlah saudara

4) Jenis kelamin

5) Stabilitas rumah tangga 6) Kepribadian ayah dan ibu 7) Norma dan adat

8) Agama 9) Urbanisasi

(21)

3. Teori-teori perkembangan anak

a. Perkembangan phsikoseksual (Sigmon Freud) Perkembangan phsikoseksual anak terdiri dari : 1) Fase oral (0-11 bulan)

Selama masa bayi, sumber kesenangan anak berpusat pada aktifitas oral : menghisap, menggigit, mengunyah dan mengucap. Masalah yang di peroleh pada tahap ini adalah meyapih dan makan.

2) Fase anal (1-3 tahun)

Kehidupan anak berpusat pada kesenangan anak terhadap diri sendiri, sangat egoistik, mulai mempelajari struktur tubuhnya. Anak senang menahan feses, bahkan bermain-main dengan fesesnya sesuai dengan keinginanya. Untuk itu toilet tranning adalah waktu yang tepat dilakukan pada periode ini. Masalah yang dapat diperoleh dalam masa ini adalah bersifat obsesif (gangguan fikiran), dan bersifat impulsif yaitu dorongan membuka diri, tidak rapi, kurang pengendalian diri.

3) Fase phalik / oedipal (3-6 tahun)

Kehidupan anak berpusat pada genetalia dan area tubuh yang sensitif. Anak mulai suka pada lawan jenis. Anak mulai mempelajari adanya perbedaan jenis kelamin. Anak mulai memahami identitas gender (anak sering meniru ibu atau bapak dalam berpakaian).

4) Fase laten (6-12 tahun)

Kepuasan anak mulainterintegrasi, anak akan menggunakan energi fisik dan psikologis untuk mengeksplorasi pengetahuan dan pengalamannya melalui aktifitas fisik maupun sosialnya. Pada awal masa laten, anak perempuan lebih suka teman dengan jenis kelamin yang sama, demikian juga sebaliknya. Pertanyaan anak lebih banyak mengarah pada sistem reproduksi.

(22)

5) Fase genital (12-18 tahun)

Kepuasan anak akan kembali bangkit dan mengarah pada perasaan cinta yang matang terhadap lawan jenis.

b. Perkembangan pshikososial (Erik Erikson) 1) Percaya versus tidak percaya (0-1 tahun)

Pada tahap ini bayi sudah terbentuk rasa percaya pada seseorang baik orang tua maupun yang mengasuhnya atau pada perawat yang merawatnya. Kegagalan pada tahap ini apabila terjadi kesalahan dalam mengasuh atau merawat maka akan timbul rasa tidak percaya.

2) Tahap otonomi versus rasa malu dan ragu (1-3 tahun)

Anak sudah mulai mencoba dan mandiri dalam tugas tumbang seperti dalam motorik kasar, halus : berjinjit, memanjat, berbicara, dll. Sebaliknya rasa malu dan ragu akan timbul apabila anak merasa dirinya terlalu dilindungi atau tidak diberikan kemandirian atau kebebasan anak dan menuntut tinggi harapan anak.

3) Tahap inisiatif versus rasa bersalah (3-6 tahun)

Anak akan mulai inisiatif dalam belajar mencari pengalaman baru secara aktif dalam melakukan aktifitasnya melalui kemampuan indranya. Hasil akhir yang diperoleh adalah kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu sebagai prestasi. Apabila dalam tahap ini anak dilarang atau dicegah maka akan timbul rasa bersalah pada diri anak.

4) Industri versus inferiority (6-12 tahun)

Anak akan bekerjasama dan bersaing dalam kegiatan akademik maupun pergaulan melalui permainan yang di lakukan bersama. Anak selalu berusaha untuk mencapai sesuatu yang di inginkan sehingga anak pada usia ini rajin dalam melakukan sesuatu. Apabila dalam tahap ini anak terlalu mendapat tuntutan dari lingkungan dan anak tidak berhasil memenuhinya maka akan

(23)

atau orang lain menjadi begitu penting untuk menguatkan rasa berhasil dalam melakukan sesuatu.

5) Tahap identitas versus kerancuan peran (12-18 tahun)

Pada tahap ini terjadi perubahan dalam diri anak khususnya dalam fisik dan kematangan usia, perubahan hormonal, akan menunjukan identitas dirinya seperti siapa saya kemudian. Apabila kondisi tidak sesuai dengan suasana hati maka dapat menyebabkan terjadinya kebingungan dalam peran. Apabila anak mengidolakan seseorang maka dia akan melakukan perannya seperti orang yang di idolakan. c. Perkembangan kognitif (piaget)

1) Tahap sensorik motorik (0-2 tahun)

Anak mempunyai kemampuan dalam mengasimilasi dan mengakomodasi informasi dalam cara melihat, mendengar, menyentuh, dan aktifitas motorik. Semua gerakan akan di arahkan kemulut dengan merasakan keingintahuan sesuatu dari apa yang di lihat, di dengar, dan di sentuh.

2) Tahap pra operasional (2-7 tahun)

Perkembangan anak masih bersifat egosentris, transduktif (menganggap semua orang sama), dan animisme (selalu memperhatikan benda mati).

3) Tahap konkret (7-11 tahun)

Pemikiran anak meningkat atau bertanbah logis dan koheren. Kemampuan anak berpikir sudah operasional, imajinatif dan dapat menggali objek untuk memecahkan suatu masalah.

4) Tahap operational (11-15 tahun)

Anak dapat berpikir dengan pola yang abstrak menggunakan tanda atau simbol dengan menggambarkan kesimpulan yang logis. Anak dapat membuat dugaan dan mengujinya dengan pemikiran yang abstrak, toritis, dan filosofis. Pola berfikir logis membuat mereka mampu berfikir tentang apa yang orang lain juga memikirkanya dan berfikir untuk memecahkan masalah.

(24)

4. Cara mendeteksi tumbuh kembang anak

Dalam mendeteksi tumbang anak dapat di gunakan beberapa cara yaitu : a. Pengukuran antropometrik : BB, TB, LK, LILA

b. Pemeriksaan fisik : Bentuk tubuh, perbandingan bentuk tubuh dengan anggota gerak lainya, pantat, paha, dll.

c. Pemeriksaan laboratorium : kadar HB, albumin, hormonal, dll.

d. Pemeriksaan radiologi : Umur tulang (bila curiga ada gangguan pertumbuhan).

Referensi

Dokumen terkait

-- Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi akut dinding Kolesistitis adalah radang kandung empedu yang merupakan reaksi inflamasi

SQL Server 7.0 merupakan aplikasi DBMS yang sangat berguna bagi user yang memerlukan informasi dari suatu perusahaan atau departemen tertentu yang terkait dengan aplikasi ini.SQL

Bahaya (hazard) adalah agen-agen biologis, kimia, maupun fisika yang terdapat dalam pangan dan berpotensi untuk menyebabkan efek buruk bagi kesehatan. Evidence base adalah

Penulisan skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE). Penulisan ini tidak menjadi sebuah skripsi

Hukum Gauss memberikan kemudahan dalam mencari E atau D untuk Hukum Gauss memberikan kemudahan dalam mencari E atau D untuk distribusi muatan yang simetris

Karakteristik makroskopis jamur ini yang ditemukan pada kulit kayu mati adalah warna tubuh coklat bening dengan permukaan yang licin, karkopranya lunak dan melekat

Membentuk Tim Percepatan Pengembangan Kawasan Teknopolitan Provinsi Lampung di lahan BPPT Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2016 dengan susunan personalia

Yaitu program yang digunakan untuk menerjemahkan instruksi-instruksi yang ditulis dalam bahasa pemrograman ke dalam bahasa mesin agar dapat dimengerti komputer.. Perangkat