• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM PERMESINAN BAB I PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BUKU PEDOMAN PELAKSANAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA LABORATORIUM PERMESINAN BAB I PENDAHULUAN"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Pengertian K3 :

Dalam penerapan kesehatan dan keselamatan kerja (k3) atau yang dikenal dengan istilah occupational safety and health (OSH) yang di gabung dengan lingkungan ( environment ) sehingga menjadi OHSE , terdapat beberapa pengertian dasar seperti :

• Keselamatan ( safety ) merupakan suatu kondisi bebas dari cedera atau bahaya atau perasaan takut akan terjadi kecelakaan, cedera maupun resiko bahaya.

• Kesehatan ( health ) merupakan suatu kondisi sehat secara fisik maupun mental ataupun social. Kesehatan kerja biasa nya menyangkut berbagai ancaman terhadap kesehatan pekerja yang bekerja pada tempat atau lingkungan kerja dimana perusahaan berada.

• Lingkungan (environment) adalah suatu keadaan sekeliling tempat kerja atau organisasi atau perusahaan bersangkutan beroperasi

• Kecelakaan kerja ( occupational accident ) dan Penyakit akibat kerja (occupational disease ) dan atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan ( walk related disease ) menelan korban berupa jiwa , kerugian , materi , baik bagi pekerja maupun pengusaha atau perusahaan dan kemungkinan akan merusak lingkungan

• K3 merupakan perlindungan agar tenaga kerja orang lain atau pun perusahaan di tempat kerja selamat dan sehat serta agar setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efesien

Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap , dimana tenaga kerja bekerja atau sering di masuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha. Tetapi karena sekarang kita membahas tentang K3 di wilayah Kampus POLBAN(Politeknik Negeri Bandung), maka pengertian Tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap , dimana para mahasiswa bekerja/melakukan praktek atau sering di masuki mahasiswa untuk keperluan pembelajaran mata kuliah yg dijalani.

Yang dimaksud tempat kerja ialah semua ruangan , lapangan, halaman dan sekeliling ny yang merupakan bagian2 atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut.

Upaya-upaya yang ditujukan untuk memperoleh kesehatan yang setinggi-tingginya dengan cara mencegah dan memberantas penyakit yang diidap oleh pekerja, mencegah kelelahan kerja dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat.

Upaya-upaya yang ditujukan untuk melindungi pekerja; menjaga keselamatan orang lain; melindungi peralatan, tempat kerja dan bahan produksi; menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melancarkan .

(2)

1.2 Ruang Lingkup Program K3

Ruang lingkup program k3 sangat mengarah kan baik pekerja maupun perusahaan untuk menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman, sejahtera dan produktif melalui upaya peningkatan keselamatan tenaga kerja yang diserasikan dengan kondisi lingkungan secara umum agar bisa meminimalisir kecelakaan yang mungkin terjadi dan ruang lingkup K3 menurut pokok bahasan saat ini adalah Bengkel Permesinan POLBAN.

1.3 Unsur dasar kegiatan k3

• Unsur kegiatan kerja dari suatu system operasional yang berinteraksi dengan lingkungan dan akan berpengaruh langsung bagi keselamatan dan kesehatan kerja.

• Unsur unsur yang berpotensi memiliki dampak terhadap setiap perubahan lingkungan keselamatan dan kesehatan baik yang menguntungkan maupun yang merugikan baik secara keseluruhan maupun sebagian .

1.4 Faktor keberhasilan Kerja

Secara umum factor keberhasilan kerja dari seseorang di pengaruhi oleh :

• Faktor Internal dari individu pekerja itu sendiri seperti attitude, sikap, characteristic fisik nya minat jenis kelamin motivasi dan pendidikan

• Factor fisik biasa nya meliputi mesin atau peralatan/material metode dan lingkungan kerja • Factor yang terkait dengan social dan keorganisasian diantara nya karakteristik perusahaan

training, pengawasan, pengupahan dan lingkungan social

1.5 Aktifitas Kerja

• Aktifitas Kerja mencakup : ✔ Unsur Manusia ✔ Mesin/Peralatan ✔ Bahan

• Aktifitas Kerja dilaksanakan pada waktu: ✔ Pembangunan fasilitas industry

(3)

1.6 Kerugian Akibat Kecelakaan Kerja

Berbagai kerugian yang terjadi akibat kecelakaan kerja diantaranya :

• Kehilangan Jam kerja produktif, yang mengakibat kan system operasional atau produksi terhenti, penalty , hilang waktu dan kesempatan untuk menjual dll.

• Kerusakan lingkungan

• Kerugian terjadi dalam rangkaian pasca kecelakaan kerja

• Company Image, menurun nya nama baik perusahaan bahkan negative, atau trauma • Kerugian bagi diri sendiri baik cedera ringan, cedera berat, cacat, sampai kematian • DLL

1.7 Tujuan Pokok k3

K3 mempunyai tujuan pokok dalam upaya memajukan dan mengembangkan proses industrialisasi, terutama dalam mewujudkan kesejahteraan pekerja.

1.8 Latar Belakang

Pada tahun 1760 sebelum Masehi, Raja Hammurabi, yang merupakan pendiri Dinasti Babylonia, menyusun kumpulan undang-undang dan peraturan yang kemudian disebut Kode Hammurabi. Kode ini, telah diterima oleh raja dari dewa matahari, Shamash, yang memberikan prosedur mengenai hak-hak milik, hak perorangan, dan hutang-piutang. Kode ini dibuat antara lain untuk mengatur kerusakan yang disebabkan oleh pengabaian dalam berbagai perdagangan. Sebagai contoh, ini mengatur mengenai hal berikut :

Jika seorang pembangun membangun rumah untuk seseorang dan tidak membangunnya secara tepat, kemudian rumah tersebut runtuh dan menewaskan pemiliknya, maka pembangun harus dihukum mati. Jika pembuat kapal membuat perahu untuk seseorang dan tidak membuatnya dengan kuat, jika selama tahun yang sama perahu tersebut rusak, maka pembuat kapal harus memperbaikinya dengan biayanya sendiri. Kapal yang telah diperbaiki tersebut harus diberikan kepada pemiliknya”.

Mungkin kutipan di atas tidak sesuai dengan judul makalah ini. Namun dari kutipan tersebut, dapat kita pahami bahwa hal tersebut di atas merupakan sejarah lahirnya SK3 di dunia. Maksudnya, ternyata SK3 sudah ada dan di terapkan sejak zaman dahulu. Tak hanya itu, SK3 juga mencakup berbagai aspek kehidupan baik politik, sosial dan budaya, industri, iptek dan lain-lain.

Tapi kenyataan di lapangan sangat berbeda. Sistem ini, seakan diabaikan oleh semua pihak, baik oleh kaum intelegent, pengusaha, dan khalayak ramai. Pada hal ini khususnya masyarakat umum banyak yang tidak tahu mengenai keberadaan SK3 di sekelilingnya. Dampaknya, banyak sekali

(4)

kecelakaan-kecelakaan yang terjadi di masyarakat dan industry karena kita tidak tahu tentang pentingnya penerapan SK3.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (pasal 27 ayat 2). Pekerjaan yang layak bagi kemanusiaan adalah pekerjaan yang bersifat manusiawi sesuai dengan harkat dan martabat manusia, sehingga pekerja berada dalam kondisi selamat dan sehat, terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Berdasarkan ketentuan tersebut, telah diterbitkan Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, antara lain mengatur tentang perlindungan tenaga kerja yaitu bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan, kesehatan, kesusilaan, pemeliharaan moral kerja serta perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia dan nilai agama.

Selanjutnya, UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, sebagai pengganti undang-undang keselamatan yang diterbitkan di zaman Hindia Belanda pada tahun 1910 yang dikenal dengan singkatan VR yaitu “Veilegheids Reglement”. Undang-undang No. 1 tahun 1970 lebih bersifat preventif dibanding dengan VR yang bersifat represif.

Ruang lingkup keselamatan kerja yang diatur dalam UU No. 1 tahun 1970 mencakup keselamatan kerja di semua tempat kerja baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air, maupun di udara di wilayah negara Republik Indonesia.

Karena itu sumber bahaya yang dapat menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berada di tempat kerja harus dikendalikan melalui penerapan syarat keselamatan dan kesehatan kerja sejak tahap perencanaan, proses produksi, pemeliharaan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasaran, pemakaian, penyimpanan, pembongkaran dan pemusnahan bahan, barang produk teknis dan alat produksi yang mendukung dan dapat menimbulkan bahaya dan kecelakaan.

(5)

Berdasarkan penelitian, hanya 46% dari 4000 respoden yang memahami tentang

keselamatan dan kesehatan kerja (K3), yang dilakukan badan peninjau kelengkapan Politeknik

se-kota Bandung tentang K3, 42% tidak sesuai dengan standart

umum yang ada. Dilain pihak kecelakaan kerja yang terjadi di pabrik kebanyakan dari

lulusan SMK termasuk juga Politeknik. Hal ini membuktikan kalau fasilitas K3 di laboratorium

permesinan masih kurang diperhatikan. . Mengacu

pada masalah diatas maka tujuan pembuatan buku panduan ini yaitu untuk mengetahui

bagaimana

fasilitas K3 pada laboratorium pemesinan di Politeknik Negeri Bandung ditinjau dari

perlindungan bahaya kebakaran, perlindungan bahaya listrik, dan kondisi lingkungan

kerja.

Rancangan yang di gunakan dalam mengetahui kecelakaan di lab permesinan disini sangat

deskriptif , dimana sedikit sekali yang memperhatikan safety first keselamatan kerja di

laboratorium permesinan, contoh pada saat menggerinda pada mesin gerinda banyak sekali

mahasiswa yang tidak memperhatikan hand safety nya sendiri dengan menggerinda benda kerja

secara over heating yang mengakibat kan tangan melepuh dan membengkak, itu hanya sebagian

contoh kecil yang seharus nya bisa di hindari dengan cara menggerinda step by step apabila

benda panas celupkan kedalam bromus. Dari contoh contoh kecil itu lah yang harus sangat di

perhatikan jika tidak, bisa saja menimbulkan kecelakaan yang lebih berbahaya dan tidak di ingin

kan.Jika di tinjau lebih riskan lagi

meliputi: jumlah pemadam kebakaran,

penempatannya, pemberian symbol untuk bahan yang mudah terbakar, tempat

penyimpanannya serta tanda bahaya jika terjadi kebakaran. Perlindungan bahaya listrik 16% yang harus diperbaiki meliputi: pengadaan alat perlindungan dari kontak listrik serta penggunaan alat penurun tegangan pada las listrik. Untuk kondisi lingkungan kerja 20% yang perlu perhatian meliputi: ventilasi udara, akustik, ukuran ruangan, pengadaan ruangan, dan sarana informasi keselematan dan kesehatan kerja (K3).

2.1 Sistem Management Keselamatan Kesehatan Kerja (K3)

OHSAS 1800 diterbitkan oleh sekumpulan organisasi dunia seperti : 1. Japanese Standart Assosiation

2. British Standart Institution 3. South African Bureau of Standart 4. National Standart Authority of Ireland 5. Bureaus Veritas Quality International 6. Det Norske Veritas

7. Lyoyds Register Quality Assurance 8. SFS Certification

(6)

10. National Quality Insurance

11. Association Espanola de Normalization y Certification 12. International Safety Management Organization Ltd. 13. SIRIM QAS Sdn Bdn

14. International Certification Serfices

15. The High Pressure Gas Safety Institute of Japan 16. The Engineering Employers Federation

17. Singapore Productifity Standarts Board

18. Instituto Maxicano de Normalization y Certification

Karena saat ini OHSAS 18000 sudah dikenal memiliki struktur hampir sama dengan ISO 14001 : 1996, maka akan lebih mudah untuk diintegrasikan dengan ISO 14000dan ISO 9000 dan sistem audit nya pun hampir sama pula.

PERMENAKER 05/MEN/1996 merupakan salah satu jenis yang sama yang telah di kembangkan di indonesia dengan nama Sistem ManajemenK-3 , walaupun ada sedikitperbedaan dengan OHSAS 18000 dimana PERMENAKER 05.MEN/1996 membagi jumlah/jenis elemen untuk jenis perusahaan tergantung pada besar kecil nya perusahaan itu sendiri, sehingga dalam penerpannya terbagi menjadi :

1. Perusahaan kecil dengan tingkat resiko rendah harus menetapkan sebanyak 64 kriteria 2. Perusahaan sedang dengan tingkat resiko menengah harus menerapkan sejumlah 122 kriteria 3. Perusahaan besar dengan tingkat resiko tinggi harus menerapkan 166 kriteria

Sedangkan OHSAS 18000 emnsyaratkan pemberlakuan untuk semua jenis organisasi dengan tidak melihat besar kecilnya jenis perusahaan.

Ukuran keberhasilan penerapan PERMENAKER 05/MEN/1996 dengan kompensasi berikut :

1. Tingkat pencapaian penerapan 0 – 59% dan pelanggaran peraturan perundang-undangan ( nonconformance) dikenai tindakan hukum

2. Pencapaian penerapan 60 – 80% diberikan sertifikat dan bendera perak 3. Pncapaian penerapan 85% - 100% di berikan sertifikat dan bendera emas

Dengan demikian penerapan Sistem Manajemen K-3 dan lingkungan perlu dilakukan secara berkesinambungan , maka tahap demi tahap dalam proses penerapannya perlu disesuaikan dengan siklus Plan-Do-Check-Action (PDCA) dengan siklus sperti gambar berikut:

(7)

Gambar 2.1 siklus manajemen k3 2.1 Tujuan penerapan SMK – 3

• Mengendalikan Resiko kecelakaan kerja

• Membantu pimpinan perusahaan dalam menerapkan standar – standar K-3 Yang merupakan tuntutan masyarakat nasional dan internasional

• Menjamin Kosistensi dan efektifitas perusahaan dalam pengendalian sumber bahaya • Mengurangi dan mencegah kecelakan dan penyakit akibat kerja

• Mengantisipasi pemberlakuan sertifikasi K-3 ataupun standarisasi K-3 secara International

• Memacu peningkatan daya saing barang dan jasa yang di hasil kan • Memaksimalkan efesiensi perubahan

• Meningkatkan produktifitas perusahaan 2.1 Dasar Hukum

(8)

• Undang – undang No.1 tahun 1970 tentang kesehatan dan keselamatan kerja

• Peraturan Menteri No. Per. 05/MEN/1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

• Peraturan Perundangan lainnya yang berkaitan dengan Peraturan menteri tersebut 2.1 Aspek Dasar

Semua unsure atau elemen system dalam kegiatan organisasi yang dapat berinteraksi dengan lingkungan dan berpengaruh langsung terhadap keselamatn dan kesehatan kerja tenaga kerja, sehingga berdampak pada setiap perubahan terhadap lingkungan, keselamatan dan kesehatan kerja.

Dalam proses evaluasi nya perlu dipertimbangkan ; dampak terhadap tenaga kerja , factor hokum , kerugian – kerugian secara ekonomi , frekuensi kejadian, kemampuan personil dll.

2.2 Implementasi

• Seluruh lingkungan/tempat kerja

• Terutama tempat kerja/perusahaan yang :

 Mempekerjakan tenaga sebanyak seratus orang atau lebih dan atau

 Mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses atau bahan produksi yang dapat mengakibat kan kecelakaan kerja seperti , peledakan, kebakaran, pencemaran penyakit akibat kerja.

2.1 Element dasar Sistem Management K-3 berbasis ISO 1. Pembagunan dan pemeliharaan komitmen 2. Strategi pendokumentasian

3. Peninjauan ulang rancangan (design) dan kontrak 4. Pengendalian dokumen

5. Pembelian

6. Keamanan bekerja berdasarkan SMK3 7. Standar Pemantauan

8. Pemantauan dan Perbaikan kekurangan 9. Pengelolaan material dan pemindahan nya

10. Pengumpulan dan penggunaan data ( Sistem Informasi K3 ) 11. Pemeriksaan system manajemen / Audit SMK-3

12. Pengembangan keterampilan dan kemampuan 2.1 Langkah-langkah penerapan

Ada dua tahap dasar dalam proses penerpan yakni :

a. Tahap Persiapan , merupakan tahap awal yang berupa kegiatan : • Komitmen Manajemen puncak

• Menentukan ruang lingkup • Menerapkan cara penerapannya • Mebentuk kelompok kerja

(9)

Penerapan Sistem Manajemen K-3 berbasis ISO berikut dengan gambar :

Gambar 2.2 Penerapan sistem k3

KOMITMEN K3, adalah totalitas , pandangan , sikap, ucapan dan tindakan dengan tujuan mendukung keberhasilan penerpan K3.

Wujud Komitmen K3 :

1. Sikap dan ucapan serta tindakan Pimpinan Perusahaan pada setiap kesempatan selalu mengaitkan dengan k3.

2. Menempatkan organisasi K3 pada posisi yang dapat menetukan 3. Memberi anggaran K3 yang cukup

4. Menyiapkan SDM yang tangguh.

Acuannya, dijabarkan , tertulis, dikomunikasikan, dipahami, dimengerti, dan dilaksanakan

Kebijakan K3:

• Merupakan penjabaran lebih lanjut dari komitmen k3 , dan dalam bentuk tertulis serta di tanda tangani pimpinan tertinggi di perusahaan tersebut

(10)

 Memandang manusia sebagai aset perusahaan yang harus di jaga dan dipelihara di samping asset perusahaan lainnya

 Mematuhi setiap peraturan dan ketentuan k3

Dimana factor yang terkait dengan social dan keorganisasian di antaranya karakteristik Laboratorium, training, pengawasan, pengupahan, dan lingkungan social.

Mesin Peralatan Kerja Material Lingkungan Fisik Metoda Tata Cara Peraturan Atitude , Sifat , Karakteristik fisik, minat, motivasi, jenis

kelamin , pendidikan Kar akt er Per usa ha an Tra in in g Pen ga was an Pen gu pa ha n Lin gk . s osi al

(11)

2.1 Organisasai K3

Ketrampilan yang diperlukan untuk mengelola usaha keselamatan dan kesehatan dalam suatu organisasi tergantung pada banyak faktor. Bahaya dan resiko apa yang ada dalam organisasi? Jenis teknologi apa yang menjalankan organisasi? Apakah pekerjaan memerlukan profesional manajemen keselamatan dan kesehatan? Apakah memerlukan ketrampilan untuk mempengaruhi manajer operasi? Apakah memerlukan ketrampilan teknis untuk masukan pada rancangan peralatan dan fasilitas? Apakah masalah interpretasi legal diperlukan dalam pekerjaan ini?

Pada masa lalu, beberapa orang mempertimbangkan cara keselamatan secara sederhana sebagai mengikuti akal sehat. Pada saat ini, safety dapat dengan mudah diamati pada situasi dimana koreksi terlihat jelas. Usaha awal pada safety juga mencakup safety contest, safety slogans, dan safety poster. Ini memberikan usaha awal bahwa keselamatan dan kesehatan adalah suatu permainan dan bahwa setiap orang dapat melakukannya. Kemudian muncul tiga "E” dalam bidang safety : engineering, education, dan enforcement.

Beberapa orang menambahkan E yang kelima : enthusiasm. Menerapkan elemen-elemen ini akan memecahkan banyak permasalahan safety. Kita sekarang tahu bahwa terdapat pendekatan sederhana untuk menetapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan yang kokoh.

Para praktisi keselamatan dan kesehatan saat ini harus menghadapi dan memecahkan berbagai masalah rumit dengan peralatan yang baru dan lebih efektif. Ketrampilan yang diperlukan untuk menerapkan peralatan ini sekarang dikenal sebagai multifaceted. Beberapa sertifikasi profesional telah muncul. American Industrial Hygiene Association telah mengadopsi beberapa code yang mengatur para anggotanya. Mereka mempersyaratkan bahwa anggotanya “melakukan profesinya mengikuti prinsip-prinsip ilmiah yang dikenal dengan realisasinya bahwa kehidupan, kesehatan dan kesejahteraan manusia tergantung pada ketetapan profesional mereka....”

Demikian juga, American Society of Safety Engineers mempunyai kode etik dan mengizinkan sertifikasi bahwa seseorang mempunyai bachelor degree dalam bidang safety dari institusi yang terakreditasi (atau pilihan lainnya), mempunyai empat tahun pekerjaan safety, memenuhi kriteria pemilihan dan lulus ujian Safety Fundamentals and Comprehensive Practice. Mereka menggambarkan profesional safety sebagai “seorang yang terlibat dalam pencegahan kecelakaan, insiden dan kejadian yang membahayakan manusia, property atau lingkungan. Mereka menggunakan analisa kuantitatif dan kualitatif terhadap produk yang sederhana dan kompleks, system, operasi dan kegiatan untuk

(12)

assessment, profesional safety harus mempunyai pengetahuan mengenai fisika, kimia, biologi dan ilmu perilaku, matematika, bisnis, pelatihan dan teknik pendidikan, konsep engineering, dan jenis-jenis operasi khusus...”

Derajat praktisi keselamatan dan kesehatan kerja yang perlu untuk menyusun dan menerapkan semua ketrampilan ini tentunya tergantung pada sifat bahaya dan pekerjaan dalam organisasi. Corporate

downsizing telah mendorong praktisi safety menjadi kurang sebagai pelaksana dan lebih menjadi

pendorong. Ini memerlukan penerapan ketrampilan fasilitasi, advokasi dan menjadi tim atau group leader. Bahaya dengan kecenderungan ini adalah potensi dilusi dan/atau disolusi dari praktek profesional

keselamatan dan kesehatan. Apakah ini tampaknya akan dipertimbangkan sebagai pendekatan manajemen dengan cara profesional lain seperti biologi, akuntansi atau engineering?

Pada beberapa organisasi, Corporate CEO menempatkan diri sebagai pejabat kepala safety. Dalam kasus ini, gaya manajemen telah muncul pada titik dimana ini diketahui bahwa safety dimulai dari puncak. Organisasi besar mempunyai Senior Vice President Health Safety and Environment dengan staf

profesional kesehatan dan keselamatan yang bekerja secara sentral atau secara tidak langsung melalui lini organisasi. Pada banyak perusahaan kecil atau menengah, personel yang menangani masalah keselamatan dan kesehatan memakai berbagai topi seperti sumber daya manusia atau manajemen fasilitas. Pemikiran organisasional yang muncul mempunyai keselamatan dan kesehatan yang terintegrasi dalam unit bisnis strategis dimana semua keperluan organisasi tersedia dalam kelompok. Beberapa orang menambahkan hal ini dengan meletakkan matriks kecil yang tersentralisasi dari ahli-ahli fungsional.

Sebagian besar ahli organisasional akan menyarankan bahwa keselamatan dan kesehatan perlu untuk sepenuhnya dihubungkan dengan aspek-aspek lain dari struktur organisasi. Menetapkan fungsi

keselamatan dan kesehatan yang tersentralisasi secara kuat yang bekerja mengatur secara top-down jelas tidak masuk akal untuk suatu organisasi yang bekerja secara desentralisasi.

Dalam beberapa kasus, dimanapun kesehatan dan keselamatan ditempatkan dalam struktur, dengan maksud untuk keberhasilannya, kegiatan keselamatan dan kesehatan harus sepenuhnya dihubungkan dengan tujuan bisnis dari organisasi. Usaha kesehatan dan keselamatan harus memberikan nilai bisnis yang jelas dan dapat diukur. Diskusi dengan bagian-bagian kunci dari organisasi utnuk menentukan misi bersama dengan tujuan keselamatan dan kesehatan merupakan langkah pertama yang baik dalam

penyelarasan ini. Menyediakan saran keselamatan dan kesehatan secara masuk akal dan profesional ke atas dan ke bawah dalam organisasi merupakan langkah selanjutnya untuk usaha yang berhasil serta bernilai.

2.9 STRUKTUR ORGANISASI K3

Struktur organisasi adalah suatu bagian yang menunjukkan hubungan antara fungsi dan tugas dari tiap – tiap bagian dalam suatu organisasi. Struktur organisasi k3 dapat dikategorikan sebagai berikut : Departemen berdiri sendiri dan berada langsung dibawah General Manager

Departemen berada dibawah pengewasan departemen produksi Departemen berada dibawah pengawasan departemen Maintenance

Berdiri secara independent, dan langsung berada dibawah pengawasan direktur. Secara umum struktur organisasi departemen K3 dapat dilihat pada gambar berikut :

(13)

Gambar 2.4 struktur organisasi k3 lab.Permesinan

Berikut nama – nama yang dosen maupun teknisi yang terlibat dalam struktur organisasi K3 di Laboratorium Permesinan Politeknik Negeri Bandung:

Gambar 2.5 bagan dosen dan teknisi di permesinan

Keterangan :

1. Resp = Teori (yang dilakukan pada sekali pertemuan di pertemuan pertama) 2. PDG = Pedestral Grinding (gerinda)

3. SH = Shaping (Sekrab) 4. ML = Milling

Note: Nama nama dosen pengajar yang penulis buat disini adalah nama-nama dosen tingkat I , karena penulis sendiri masih berada pada tingkat I

Bagian–bagian yang terlibat langsung dalam manajemen K3 antara lain:

➢ Kepala Laboratorium

Merupakan tingkat tertinggi dari masing-masing divisi yang mengelola dan mengambil keputusan yang tepat untuk meningkatkan produktivitas divisinya, khususnya dalam hal penanganan keselamatan dan kesehatan kerja di permesinan

➢ Dosen Laboratorium

Sebagai mengarahkan, membagi, mengawasi dan memberi penilaian setiap pekerjaan yang dibebankan kepada tiap pelaksana.

➢ Teknisi

Merupakan pekerja level terakhir yang bertugas menjalankan kegiatan untuk menjalankan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Laboratorium Tersebut .

(14)

Adapun Struktur Organisasi Jurusan teknik Mesin Adalah :

Kepala Laboratorium bertanggung jawab kepada Ketua Jurusan Teknik Mesin.

Ketua Program AE SEK. JURUSAN Ka.Lab Perawatan Ka.Lab Bahan Ka.Lab Fabrikasi KETUA JURUSAN TEKNIK MESIN Ka.Lab Pemesinan Ka.Lab CNC-CADCAM Ketua Program ME Ka.KBKMajelis Jurusan Management Representative

(15)

Gambar 2.6 struktur organisasi jrusan teknk mesin

Salah satu tugas yang utama dari Kepala Laboratorium berdasarkan

Sistem Manajemen

Mutu ISO 9000:2000

adalah membuat Jadwal Praktikum dan melaporkan

nilai hasil

Praktikum

pada Ketua program, jadwal yang dimaksud adalah detail kegiatan di Laboratorium

selama 1 (satu) semester, didalam jadwal praktikum biasanya memuat tentang materi praktikum

kapan dilaksanakan, berapa lama dan oleh siapa praktikum tersebut di bimbing, pembuatan

jadwal ini dapat dilakukan apabila kurikulum pada semester yang akan berjalan telah terlebih

dahulu ditetapkan SAP nya oleh pihak Jurusan, sehingga setelah kurikulum ditetapkan Program

studi akan membuatkan daftar program praktikum pada semester yang akan berjalan beserta

dengan Daftar mahasiswa dari sini kemudian dapat di buatkan menjadi Jadwal Praktikum untuk

semester yang akan berjalan. Disamping Jadwal Praktikum seorang kepala Laboratorium juga

harus membuat detail keperluan INTERN Laboratorium seperti;

Menyusun rencana penjadwalan praktikum,

Menyusun kebutuhan bahan penunjang kegiatan Praktikum,

Membagi tugas dan memberi pengarahan Intruktur Praktikum dan teknisi,

Menjaga keandalan Fasilitas,

Mengkoordinasikan serta melaksanakan penilaian Kegiatan praktikum bagi mahasiswa

agar proses belajar mengajar berjalan dengan baik,

(16)
(17)

L

a y

O

u

t

K

e l a s

R

. D

o

s e n

R

. D

o

s e n

F 3 F 4 F 4 F 4 F 4 F 3 F 3 F 3 T o o l S t o r e G U D A N G G U D A N G G E N S E T K O M P R E S O R R . D O S E N R . T E O R I W C 2 W C 1 G U D A N G K B R b b b b b m i E D M G f g f g d g d g p g p g p g p B a h a n A l a t R o l l i n g d o o r

Gambar 2.7 layout laboratorium permesinan

2.10 UUD k3

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1970

TENTANG

(18)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

a. bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional;

b. bahwa setiap orang lainnya yang berada di tempat kerja perlu terjamin pula keselamatannya; c. bahwa setiap sumber produksi perlu dipakai dan dipergunakan secara aman dan effisien;

d. bahwa berhubung dengan itu perlu diadakan segala daya-upaya untuk membina norma-norma perlindungan kerja;

e. bahwa pembinaan norma-norma itu perlu diwujudkan dalam Undang-undang yang memuat ketentuan-ketentuan umum tentang keselamatan kerja yang sesuai dengan perkembangan masyarakat, industrialisasi, teknik dan teknologi;

Mengingat :

1. Pasal-pasal 5, 20 dan 27 Undang-Undang Dasar 1945;

2. Pasal-pasal 9 dan 10 Undang-undang No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 No. 55, Tambahan Lembaran Negara No. 2912);

Dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong-Royong. MEMUTUSKAN : 1. Mencabut : Veiligheidsreglement Tahun 1910 (Stbl. No. 406),

2. Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KESELAMATAN KERJA. BAB I.

TENTANG ISTILAH-ISTILAH Pasal 1

Dalam Undang-undang ini yang dimaksudkan dengan :

(1) “tempat kerja” ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan di mana terdapat sumber atau sumber-sumber bahaya sebagaimana diperinci dalam pasal 2; termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut;

(2) “pengurus” ialah orang yang mempunyai tugas memimpin langsung sesuatu tempat kerja atau bagiannya yang berdiri sendiri;

(3) “pengusaha” ialah :

a. orang atau badan hukum yang menjalankan sesuatu usaha milik sendiri dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

b. orang atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan sesuatu usaha bukan miliknya dan untuk keperluan itu mempergunakan tempat kerja;

c. orang atau badan hukum, yang di Indonesia mewakili orang atau badan hukum termaksud pada (a) dan (b), jikalau yang diwakili berkedudukan di luar Indonesia.

(4) “direktur” ialah pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja untuk melaksanakan Undang-undang ini;

(19)

BAB II. RUANG LINGKUP Pasal 2.

(1) Yang diatur oleh Undang-undang ini ialah keselamatan kerja dalam segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan air, di dalam air maupun di udara, yang berada di dalam wilayah kekuasaan hukum Republik Indonesia.

(2) Ketentuan-ketentuan dalam ayat (1) tersebut berlaku dalam tempat kerja di mana :

a. dibuat, dicoba, dipakai atau dipergunakan mesin, pesawat, alat, mekanik. perkakas, peralatan atau instalasi yang berbahaya atau dapat menimbulkan kecelakaan, kebakaran atau peledakan;

b. dibuat, diolah, dipakai, dipergunakan, diperdagangkan, diangkut atau disimpan bahan atau barang yang : dapat meledak, mudah terbakar, menggigit, beracun, menimbulkan infeksi, bersuh tinggi; c. dikerjakan pembangunan, perbaikan, perawatan, pembersihan atau pembongkaran rumah, gedung atau bangunan lainnya, termasuk bangunan pengairan, saluran atau terowongan di bawah tanah dan sebagainya atau dimana dilakukan pekerjaan persiapan;

d. dilakukan usaha : pertanian, perkebunan, pembukaan hutan, pengerjaan hutan, pengolahan kayu atau hasil hutan lainnya, peternakan, perikanan dan lapangan kesehatan;

e. dilakukan usaha pertambangan dan pengolahan : emas, perak, logam atau bijih logam lainnya, batu-batuan, gas, minyak atau mineral lainnya, baik di permukaan atau di dalam bumi, maupun di dasar perairan;

f. dilakukan pengangkutan barang, binatang atau manusia, baik di daratan, melalui terowongan, di permukaan air, dalam air maupun di udara;

g. dikerjakan bongkar-muat barang muatan di kapal, perahu, dermaga, dok, stasiun atau gudang; h. dilakukan penyelaman, pengambilan benda dan pekerjaan lain di dalam air;

i. dilakukan pekerjaan dalam ketinggian di atas permukaan tanah atau perairan; j. dilakukan pekerjaan di bawah tekanan udara atau suhu yang tinggi atau rendah;

k. dilakukan pekerjaan yang mengandung bahaya tertimbun tanah, kejatuhan, terkena pelantingan benda, terjatuh atau terperosok, hanyut atau terpelanting;

l. dilakukan pekerjaan dalam tangki, sumur atau lobang;

m. terdapat atau menyebar suhu, kelembaban, debu, kotoran, api, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara atau getaran;

n. dilakukan pembuangan atau pemusnahan sampah atau limbah;

o. dilakukan pemancaran, penyiaran atau penerimaan radio, radar, televisi atau telepon;

p. dilakukan pendidikan, pembinaan, percobaan, penyelidikan atau riset (penelitian) yang menggunakan alat teknis;

q. dibangkitkan, dirubah, dikumpulkan, disimpan, dibagi-bagikan atau disalurkan listrik, gas, minyak atau air;

r. diputar film, dipertunjukkan sandiwara atau diselenggarakan rekreasi lainnya yang memakai peralatan, instalasi listrik atau

(20)

(3) Dengan peraturan perundangan dapat ditunjuk sebagai tempat kerja, ruangan-ruangan atau lapangan-lapangan lainnya yang dapat membahayakan keselamatan atau kesehatan yang bekerja dan atau yang berada di ruangan atau lapangan itu dan dapat dirubah perincian tersebut dalam ayat (2).

BAB III.

SYARAT-SYARAT KESELAMATAN KERJA. Pasal 3.

(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja untuk : a. mencegah dan mengurangi kecelakaan;

b. mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran; c. mencegah dan mengurangi bahaya peledakan;

d. memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya;

e. memberi pertolongan pada kecelakaan;

f. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;

g. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebarluasnya suhu, kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar atau radiasi, suara dan getaran;

h. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan;

i. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai; j. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik; k. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup; l. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;

m. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan proses kerjanya; n. mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau barang; o. mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan;

p. mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar-muat, perlakuan dan penyimpanan barang; q. mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya;

r. menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

(2) Dengan peraturan perundangan dapat dirubah perincian seperti tersebut dalam ayat (1) sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknik dan teknologi serta pendapatan-pendapatan baru di kemudian hari.

Pasal 4.

(1) Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat keselamatan kerja dalam perencanaan, pembuatan, pengangkutan, peredaran, perdagangan, pemasangan, pemakaian, penggunaan, pemeliharaan dan penyimpanan bahan, barang, produk teknik dan aparat produksi yang mengandung dan dapat menimbulkan bahaya kecelakaan.

(2) Syarat-syarat tersebut memuat prinsip-prinsip teknik ilmiah menjadi suatu kumpulan ketentuan yang disusun secara teratur,jelas dan praktis yang mencakup bidang konstruksi, bahan, pengolahan dan pembuatan, perlengkapan alat-alat perlindungan, pengujian dan pengesyahan, pengepakan atau pembungkusan, pemberian tanda-tanda pengenal atas bahan, barang, produk teknis dan aparat produksi

(21)

dengan peraturan perundangan ditetapkan siapa yang berkewajiban memenuhi dan mentaati syarat-syarat keselamatan tersebut.

BAB IV. PENGAWASAN Pasal 5.

a. Direktur melakukan pelaksanaan umum terhadap Undang-undang ini, sedangkan para pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja ditugaskan menjalankan pengawasan langsung terhadap ditaatinya Undang-undang ini dan membantu pelaksanaannya.

b.Wewenang dan kewajiban direktur, pegawai pengawas dan ahli keselamatan kerja dalam melaksanakan Undang-undang ini diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 6.

(1) Barangsiapa tidak dapat menerima keputusan direktur dapat mengajukan permohonan banding kepada Panitia Banding.

(2) Tata-cara permohonan banding, susunan Panitia Banding, tugas Panitia Banding dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

(3) Keputusan Panitia Banding tidak dapat dibanding lagi. Pasal 7.

Untuk pengawasan berdasarkan Undang-undang ini pengusaha harus membayar retribusi menurut ketentuan-ketentuan yang akan diatur dengan peraturan perundangan.

Pasal 8.

(1) Pengurus diwajibkan memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari tenaga kerja yang akan diterimanya maupun akan dipindahkan sesuai dengan sifat-sifat pekerjaan yang diberikan padanya.

(2) Pengurus diwajibkan memeriksakan semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan dibenarkan oleh direktur.

(3) Norma-norma mengenai pengujian keselamatan ditetapkan dengan peraturan perundangan.

BAB V. PEMBINAAN.

Pasal 9.

(1) Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang : a. Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerjanya;

b. Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerjanya; c. Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;

(22)

d. Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.

(2) Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syaratsyarat tersebut di atas.

(3) Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.

(4) Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankannya.

BAB VI.

PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pasal 10.

(1) Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja guna memperkembangkan kerja-sama, saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja, dalam rangka melancarkan usaha berproduksi.

(2) Susunan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja, tugas dan lain-lainnya ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja.

BAB VII. KECELAKAAN. Pasal 11.

(1) Pengurus diwajibkan melaporkan tiap kecelakaan yang terjadi dalam tempat kerja yang dipimpinnya, pada pejabat yang ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja.

(2) Tata-cara pelaporan dan pemeriksaan kecelakaan oleh pegawai termaksud dalam ayat (1) diatur dengan peraturan perundangan.

BAB VIII.

KEWAJIBAN DAN HAK TENAGA KERJA. Pasal 12.

Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk :

a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau ahli keselamatan kerja;

b. Memakai alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan;

c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;

d. Meminta pada pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan;

e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan di mana syarat keselamatan dan kesehatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khusus ditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.

BAB IX.

KEWAJIBAN BILA MEMASUKI TEMPAT KERJA. Pasal 13.

(23)

KEWAJIBAN PENGURUS. Pasal 14.

Pengurus diwajibkan :

a. Secara tertulis menempatkan dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua syarat keselamatan kerja yang diwajibkan, sehelai Undang - undang ini dan semua peraturan pelaksanaannya yang berlaku bagi tempat kerja yang bersangkutan, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca dan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja;

b. Memasang dalam tempat kerja yang dipimpinnya, semua gambar keselamatan kerja yang diwajibkan dan semua bahan pembinaan lainnya, pada tempat-tempat yang mudah dilihat dan terbaca menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli Keselamatan Kerja;

c. Menyediakan secara cuma-cuma, semua alat perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya dan menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut, disertai dengan petunjuk-petunjuk yang diperlukan menurut petunjuk pegawai pengawas atau ahli keselamatan kerja.

BAB XI.

KETENTUAN-KETENTUAN PENUTUP. Pasal 15.

(1) Pelaksanaan ketentuan tersebut pada pasal-pasal di atas diatur lebih lanjut dengan peraturan perundangan.

(2) Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (seratus ribu rupiah).

(3) Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran. Pasal 16.

Pengusaha yang mempergunakan tempat-tempat kerja yang sudah ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku wajib mengusahakan di didalam satu tahun sesudah Undang-undang ini mulai berlaku, untuk memenuhi ketentuan-ketentuan menurut atau berdasarkan Undang-undang ini.

Pasal 17.

Selama peraturan perundangan untuk melaksanakan ketentuan dalam Undang-undang ini belum dikeluarkan, maka peraturan dalam bidang keselamatan kerja yang ada pada waktu Undang-undang ini mulai berlaku, tetapi berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Undang-undang ini.

Pasal 18.

Undang-undang ini disebut “UNDANG-UNDANG KESELAMATAN KERJA” dan mulai berlaku pada hari diundangkan.

Agar supaya setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta Pada tanggal 12 Januari 1970. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

(24)

SOEHARTO. Jenderal T.N.I.

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 12 Januari 1970. SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,

ALAMSJAH Mayor Jenderal T.N.I.

PENJELASAN ATAS

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1970 TENTANG

KESELAMATAN KERJA. PENJELASAN UMUM

Veiligheidsreglement yang ada sekarang dan berlaku mulai 1910 (Stbl. No. 406) dan semenjak itu di sana-sini mengalami perobahan mengenai soal-soal yang tidak begitu berarti, ternyata dalam banyak hal sudah terbelakang dan perlu diperbaharui sesuai dengan perkembangan peraturan perlindungan tenaga kerja lainnya dan perkembangan serta kemajuan teknik, teknologi dan industrialisasi di Negara kita dewasa ini dan untuk selanjutnya. Mesin-mesin, alat-alat, pesawat-pesawat baru dan sebagainya yang serba pesik banyak dipakai sekarang ini, bahan-bahan tehnis baru banyak diolah dan dipergunakan, sedangkan mekanisasi dan elektrifikasi diperluas di mana-mana.

Dengan majunya industrialisasi, mekanisasi, elektrifikasi dan modernisasi, maka dalam kebanyakan hal berlangsung pulalah peningkatan intensitet kerja operasionil dan tempo kerja para pekerja. Hal-hal ini memerlukan pengerahan tenaga secara intensief pula dari para pekerja. Kelelahan, kurang perhatian akan hal-hal lain, kehilangan keseimbangan dan lain-lain merupakan akibat dari padanya dan menjadi sebab terjadinya kecelakaan.

Bahan-bahan yang mengandung racun, mesin-mesin, alat-alat, pesawatpesawat dan sebagainya yang serba pelik serta cara-cara kerja yang buruk, kekurangan ketrampilan dan latihan kerja, tidak adanya pengetahuan tentang sumber bahaya yang baru, senantiasa merupakan sumber-sumber bahaya dan penyakit-penyakit akibat kerja. Maka dapatlah difahami perlu adanya pengetahuan keselamatan kerja dan kesehatan kerja yang maju dan tepat.

Selanjutnya dengan peraturan yang maju akan dicapai keamanan yang baik dan realistis yang merupakan faktor sangat penting dalam memberikan rasa tentram, kegiatan dan kegairahan bekerja pada tenaga-kerja

(25)

Dalam Undang-undang ini diadakan perobahan prinsipiil dengan merobahnya menjadi lebih diarahkan pada sifat preventief.

Dalam praktek dan pengalaman dirasakan perlu adanya pengaturan yang baik sebelum perusahaan-perusahaan, pabrik-pabrik atau bengkel-bengkel didirikan, karena amatlah sukar untuk merobah atau merombak kembali apa yang telah dibangun dan terpasang di dalamnya guna memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang bersangkutan.

Peraturan baru ini dibandingkan dengan yang lama, banyak mendapatkan perobahan-perobahan yang penting, baik dalam isi, maupun bentuk dan sistimatikanya. Pembaruan dan perluasannya adalah mengenai :

1. Perluasan ruang lingkup.

2. Perobahan pengawasan repressief menjadi preventief. 3. Perumusan teknis yang lebih tegas.

4. Penyesuaian tata-usaha sebagaimana diperlukan bagi pelaksanaan pengawasan.

5. Tambahan pengaturan pembinaan Keselamatan Kerja bagi management dan Tenaga Kerja. 6. Tambahan pengaturan mendirikan Panitya Pembina Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja. 7. Tambahan pengaturan pemungutan retribusi tahunan.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL. Pasal 1.

Ayat (1).

Dengan perumusan ini ruang lingkup bagi berlakunya Undang undang ini jelas ditentukan oleh tiga unsur: 1 Tempat dimana dilakukan pekerjaan bagi sesuatu usaha,

2 Adanya tenaga kerja yang bekerja disana, 3 Adanya bahaya kerja ditempat itu.

Tidak selalu tenaga kerja harus sehari-hari bekerja dalam sesuatu tempat kerja. Sering pula mereka untuk waktu-waktu tertentu harus memasuki ruangan-ruangan untuk mengontrol, menyetel, menjalankan instalasi-instalasi, setelah mana mereka keluar dan bekerja selanjutnya di lain tempat. Instalasi-instalasi itu dapat merupakan sumber-sumber bahaya dan dengan demikian haruslah memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja yang berlaku baginya, agar setiap orang termasuk tenaga kerja yang memasukinya dan atau untuk mengerjakan sesuatu disana, walaupun untuk jangka waktu pendek, terjamin keselamatannya. Instalasi-instalasi demikian itu misalnya rumah-rumah, transformator, instalasi pompa air yang setelah dihidupkan berjalan otomatis, ruangan-ruangan instalasi radio, listrik tegangan tinggi dan sebagainya. Sumber berbahaya adakalanya mempunyai daerah pengaruh yang meluas. Dengan ketentuan dalam ayat ini praktis daerah pengaruh ini tercakup dan dapatlah diambil tindakan-tindakan penyelamatan yang diperlukan. Hal ini sekaligus menjamin kepentingan umum.

Misalnya suatu pabrik dimana diolah bahan-bahan kimia yang berbahaya dan dipakai serta dibuang banyak air yang mengandung zat-zat yang berbahaya. Bila air buangan demikian itu dialirkan atau dibuang begitu saja ke dalam sungai maka air sungai itu menjadi berbahaya, akan dapat mengganggu kesehatan manusia, ternak ikan dan pertumbuhan tanam-tanaman.

(26)

Karena itu untuk air bungan itu harus diadakan penampungannya tersendiri atau dikerjakan pengolahan terdahulu, dimana zat-zat kimia di dalamnya dihilangkan atau dinetraliseer, sehingga airnya itu tidak berbahaya lagi dan dapat dialirkan kedalam sungai.

Dalam pelaksanaan Undang-undang ini dipakai pengertian tentang tenaga kerja sebagaimana dimuat dalam Undang-undang tentang ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja, maka dipandang tidak perlu di muat definisi itu dalam Undang-undang ini.

Usaha-usaha yang dimaksud dalam Undang-undang ini tidak harus selalu mempunyai motif ekonomi atau motif keuntungan, tapi dapat merupakan usaha-usaha sosial seperti perbengkelan di Sekolah-sekolah teknik, usaha rekreasi-rekreasi dan di rumah-rumah sakit, di mana dipergunakan instalasi-instalasi listrik dan atau mekanik yang berbahaya.

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6).

Guna pelaksanaan Undang-undang ini diperlukan pengawasan dan untuk ini diperlukan staf-staf tenaga-tenaga pengawas yang kuantitatief cukup besar serta bermutu.

Tidak saja diperlukan keahlian dan penguasaan teoritis bidang-bidang spesialisasi yang beraneka ragam, tapi mereka harus pula mempunyai banyak pengalaman di bidangnya.

Staf demikian itu tidak didapatkan dan sukar dihasilkan di Departemen Tenaga Kerja saja.

Karena itu dengan ketentuan dalam ayat ini Menteri Tenaga Kerja dapat menunjuk tenaga-tenaga ahli dimaksud yang berada di Instansi-instansi Pemerintah dan atau Swasta untuk dapat memformeer Personalia operasionil yang tepat.

Maka dengan demikian Menteri Tenaga Kerja dapat mendesentralisir pelaksanaan pengawasan atas ditaatinya Undang-undang ini secara meluas, sedangkan POLICY NASIONALNYA tetap menjadi TANGGUNG-JAWABNYA dan berada di tangannya, sehingga terjamin pelaksanaannya secara SERAGAM dan SERASI bagi seluruh Indonesia.

Pasal 2. Ayat (1).

Materi yang diatur dalam Undang-undang ini mengikuti perkembangan masyarakat dan kemajuan teknik, teknologi serta senantiasa akan dapat sesuai dengan perkembangan proses industrialisasi Negara kita dalam rangka Pembangunan Nasional Selanjutnya akan dikeluarkan peraturan-peraturan organiknya, terbagi baik atas dasar pembidangan teknis maupun atas dasar pembidangan industri secara sektoral. Setelah Undang-undang ini, diadakanlah Peraturan-peraturan perundangan Keselamatan Kerja bidang Listrik, Uap, Radiasi dan sebagainya, pula peraturan perundangan Keselamatan Kerja sektoral, baik di darat, di laut maupun di udara.

Ayat (2).

Dalam ayat ini diperinci sumber-sumber bahaya yang dikenal dewasa ini yang bertalian dengan:

1. Keadaan mesin-mesin, pesawat-pesawat, alat-alat kerja serta peralatan lainnya, bahan-bahan dan sebagainya.

2. Lingkungan, 3. Sifat pekerjaan. 4. Cara kerja.

(27)

Dengan ketentuan dalam ayat ini dimungkinkan diadakan perubahan-perobahan atas perincian yang dimaksud sesuai dengan pendapatan-pendapatan baru kelak kemudian hari, sehingga Undang-undang ini, dalam pelaksanaannya tetap berkembang.

Pasal 3. Ayat (1).

Dalam ayat ini dicantumkan arah dan sasaran-sasaran secara konkrit yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat keselamatan kerja yang akan dikeluarkan.

Ayat (2). Cukup jelas. Pasal 4.

Ayat (1).

Syarat-syarat keselamatan kerja yang menyangkut perencanaan dan pembuatan diberikan pertama-tama pada perusahaan pembuata atau produsen dari barang-barang tersebut, sehingga kelak dalam pengangkutan dan sebagainya itu barang-barang itu sendiri tidak berbahaya bagi tenaga kerja yang bersangkutan dan bagi umum, kemudian pada perusahaan-perusahaan yang memperlakukannya selanjutnya yakni yang mengangkutnya, yang mengedarkannya, memperdagangkannya, memasangnya, memakainya atau mempergunakannya, memeliharanya dan menyimpannya. Syarat-syarat tersebut di atas berlaku pula bagi barang-barang yang didatangkan dari luar negeri.

Ayat (2). Dalam ayat ini ditetapkan secara konkrit ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi oleh syarat-syarat yang dimaksud.

Ayat (3). Cukup jelas. Pasal 5 Cukup jelas.

Pasal 6. Cukup jelas. Panitia Banding ialah Panitia Teknis, yang anggota-anggotanya terdiri dari ahli-ahli dalam bidang yang diperlukan.

Pasal 7. Cukup jelas. Pasal 8. Cukup jelas. Pasal 9. Cukup jelas. Pasal 10.

Ayat (1).

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja bertugas memberi pertimbangan dan dapat membantu pelaksanaan usaha pencegahan kecelakaan dalam,perusahaan yang bersangkutan serta dapat memberikan penjelasan dan penerangan efektif pada para pekerja yang bersangkutan.

Ayat (2).

Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu Badan yang terdiri dari unsur-unsur penerima kerja, pemberi kerja

dan pemerintah (tripartite). Pasal 11. Cukup jelas. Pasal 12. Cukup jelas. Pasal 13.

(28)

Yang dimaksud dengan barang siapa ialah setiap orang baik yang bersangkutan maupun tidak bersangkutan dengan pekerjaan di tempat kerja itu.

Pasal 14. Cukup jelas. Pasal 15. Cukup jelas. Pasal 16. Cukup jelas. Pasal 17.

Peraturan-peraturan Keselamatan Kerja yang ditetapkan berdasarkan veiligheidsreglement 1910 dianggap ditetapkan berdasarkan Undang-undang ini sepanjang tidak bertentangan dengannya.

Pasal 18. Cukup jelas.

BAB III Identifikasi Bahaya

3.1Hazard

Sebuah Bahaya didefinisikan sebagai situasi dengan potensi menyebabkan kerugian kepada manusiakesehatan atau keselamatan.

Tujuan dari proses identifikasi bahaya adalah untuk memastikan bahwa operator dan anggota dari angkatan kerja tahu ada bahaya tentang yang dapat menyebabkan peristiwa kecelakaan besar di

fasilitas/tempat kerja mereka, dan bahwa bahaya baru diakui sebelum mereka diperkenalkan.

Setelah bahaya telah diidentifikasi, operator fasilitas akan dapat mengambil tindakan untuk benar-benar mengatur mereka. Sangat penting untuk menguasai teknik dalam mengidentifikasi bahaya, atau teknik, yang memberikan memadai kedalaman analisis.

identifikasi bahaya harus memberikan kesadaran yang cukup, pengetahuan dan pemahaman tentang bahaya \untuk dapat mencegah dan mengurangi hasil yang tidak diinginkan. identifikasi bahaya

memberikan dasar untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, mendefinisikan dan membenarkan pilihan dari tindakan pengendalian untuk mengurangi risiko.

• Lengkap dan acara jenis bahaya harus dipertimbangkan dan output dari bahaya proses identifikasi sepenuhnya didokumentasikan.

• bahaya yang teridentifikasi tidak boleh diabaikan atau dengan potongan hanya karena tindakan kontrol, atau akan, di tempat.

• Proses identifikasi bahaya harus mempertimbangkan semua modus pengoperasian fasilitas tersebut, dan semua kegiatan yang diharapkan terjadi. Hal ini juga harus mempertimbangkan masalah-masalah manusia dan sistem serta sebagai isu rekayasa.

(29)

berpikir lateral.

• Proses identifikasi bahaya harus terus menerus dan dinamis. Seharusnya tidak hanya dilakukan selama perkembangan kasus keselamatan, tetapi juga dalam berbagai keadaan yang ditetapkan, seperti

ketika ada modifikasi fasilitas, sesudah kejadian kecelakaan besar atau terjadinya berbahaya , jika kekurangan ukuran kontrol diidentifikasi, dan pada interval ditetapkan.

ALARP

Istilah ini mengacu pada mengurangi risiko ke tingkat yang serendah

Practicable. Praktis. Dalam prakteknya, ini berarti bahwa operator harus menunjukkan melalui dan didukung argumen beralasan bahwa tidak ada pilihan praktis lainnya

yang cukup dapat diadopsi untuk mengurangi risiko lebih lanjut.

Kontrol Ukur

Kontrol adalah setiap sistem, prosedur, proses, perangkat atau cara lain

menghilangkan, mencegah, mengurangi atau mengurangi risiko peristiwa kecelakaan besar yang timbul pada atau di dekat fasilitas. tindakan Control berarti dimana risiko

kesehatan dan keselamatan dari peristiwa dihilangkan atau diminimalkan. Kontrol dapat mengambil banyak bentuk, termasuk peralatan fisik, sistem kontrol proses, manajemen , proses, atau pemeliharaan prosedur operasi, rencana tanggap darurat, dan kunci personil dan tindakan mereka.

Formal KeselamatanPenilaian

Suatu penilaian keselamatan formal dalam konteks peraturan OPGGS (S), adalah penilaian atau serangkaian penilaian yang mengidentifikasi semua bahaya memiliki

potensi menimbulkan peristiwa kecelakaan besar, adalah rinci dan sistematis penilaian risiko yang terkait dengan masing-masing bahaya, termasuk

kemungkinan dan konsekuensi dari setiap peristiwa besar kecelakaan potensial; dan

mengidentifikasi langkah-langkah lain kontrol dan teknis yang diperlukan untuk mengurangi risiko ke tingkat yang serendah praktis [OPGGS (S) peraturan

(30)

StandarKinerja

Standar Kinerja berarti standar, didirikan oleh operator, dari kinerja yang diperlukan dari suatu sistem, item peralatan, orang atau prosedur yang digunakan sebagai dasar untuk mengelola risiko sebuah peristiwa besar kecelakaan [OPGGS (S)

regulation 1.5]. peraturan 1,5].

Penilaian Risiko

Penilaian risiko adalah proses estimasi kemungkinan kejadian dari konsekuensi tertentu (kejadian yang tidak diinginkan) dari keparahan diberikan.

Tenaga Kerja

Anggota dari angkatan kerja termasuk anggota angkatan kerja yang: (A) diidentifikasi sebelum kasus keselamatan dikembangkan, dan (B) bekerja, atau mungkin bekerja, pada fasilitas yang relevan. [OPGGS(S) regulation 2.11(3)] [OPGGS (S) peraturan 2.11 (3)]

3.2 Tujuan dan Hasil Identifikasi Bahaya

Hasil dari proses identifikasi bahaya adalah untuk:

 mengidentifikasi semua bahaya untuk kesehatan dan keselamatan orang pada atau dekat fasilitas; • mengidentifikasi peristiwa yang terkait dan hasil dan peringkat mereka berdasarkan risiko;

• menunjukkan hubungan yang jelas antara bahaya, penyebab dan peristiwa potensial;

 mengidentifikasi bahaya dapat menyebabkan peristiwa kecelakaan besar;

 menyediakan operator dan tenaga kerja dengan pengetahuan yang cukup kesadaran, dan pemahaman tentang bahaya untuk dapat mencegah dan menangani kecelakaan dan bahaya

 memberikan catatan sistematis dari semua bahaya yang teridentifikasi yang dapat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan orang pada atau dekat fasilitas, dan khususnya mereka yang dapat mengakibatkan kecelakaan besar acara, bersama dengan asumsi, dan

 memberikan dasar untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, mendefinisikan dan membenarkan seleksi (dan

(31)

Faktor-faktor berikut mengarah ke identifikasi bahaya yang sukses: • Proses identifikasi bahaya harus sesuai dan relevan dengan fasilitas;

 bahaya harus mengambil pandangan segar dari setiap pengetahuan yang ada, dan harus tidak secara otomatis menganggap bahwa tidak ada pengetahuan baru yang diperlukan;

 anggota yang tepat dari tenaga kerja secara aktif terlibat dan teratur dan berkelanjutan konsultasi terjadi;

• Asumsi dan ketidakpastian secara eksplisit diidentifikasi dan dicatat untuk analisis selanjutnya; • Semua metode, hasil, asumsi dan data sepenuhnya didokumentasikan

 Identifikasi didokumentasikan dari bahaya secara teratur dipelihara (update misalnya dari alert dan insiden) dan digunakan sebagai dokumen hidup Hasil dari identifikasi bahaya harus digunakan untuk rencana pengelolaan kesehatan dan keselamatan dan harus diberikan kepada orang yang membutuhkan itu dalam rangka untuk bekerja dengan aman. Pengetahuan tentang bahaya dan implikasinya diperlukan untuk langkah berikutnya dari pengembangan kasus proses keselamatan, termasuk penilaian risiko dan evaluasi tindakan pengendalian.

Ruang Lingkup

Dalam menentukan lingkup dari proses identifikasi bahaya, operator harus mempertimbangkan mana untuk mengatur batas-batas untuk belajar masing-masing. Hal ini penting untuk mendefinisikan dan merekam setiap asumsi relevan dengan fasilitas atau kegiatan dan kemudian memastikan bahwa proses identifikasi bahaya beroperasi dalam amplop yang ditetapkan. Ini dapat membantu untuk membagi fasilitas tersebut menjadi bagian-bagian dikelola, daerah atau Kegiatan untuk proses identifikasi bahaya. Namun demikian, jika keseluruhan lingkup bahaya identifikasi dibagi menjadi bagian-bagian diskrit atau studi, interface pada batas antara berbagai studi perlu khusus termasuk juga. Perawatan harus diambil ketika memutuskan untuk mengecualikan setiap daerah atau operasi, dan alasan dicatat untuk tujuan untuk menunjukkan di keselamatan kasus bahwa keputusan tersebut telah tepat.

3.4 Singkatan / Akronim

ALARPAs Low As Reasonably Practicable

EER Evakuasi, Escape dan Analisis Rescue

FDFasilitas Deskripsi

(32)

FSAFormal Safety Assessment

HAZIDHazard Identification Study

HAZOPHazard and Operability Study

HSRHealth and Safety Representative

JHAJob Hazard Analysis

JSAJob Safety Analysis

LELLower Explosive Limit

LOPALayers of Protection Analysis

MAEMajor Accident Event

MoCManagement of Change

OPGGS(S)Offshore Petroleum and Greenhouse Gas Storage (Safety) Regulations 2009MSDSMaterial Safety Data Sheet

NOPSANational Offshore Petroleum Safety Authority

OHSOccupational Health and Safety

OPGGSAOffshore Petroleum and Greenhouse Gas Storage Act 2006

QRAQuantitative Risk Analysis

SMSSafety Management System

BAB IV

Bengkel Permesinan POLBAN

(Politeknik Negeri Bandung)

Bengkel Permesinan berdiri bersamaan dengan berdirinya POLBAN(Poilteknik Negeri Bandung) melalui SK Direktur Jendral Pendidikan Tinggi No. 03/DJ/Kep/1979 tanggal 27 Januari 1979, dan dinamakan Politeknik ITB karena berada dalam naungan Institut Teknologi Bandung (ITB) dengan 4

(33)

secara passing out menjadi Politeknik Negeri Bandung (POLBAN) melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 085/O/1997. Bengkel Permesinan terletak di dalam Kampus Polban di daerah sebelah atas. Di Bengkel Permesinan mahasiswa diberi ilmu tentang bagaimana cara mengoperasikan berbagai macam mesin yang sering digunakan oleh berbagai Industri sehingga mahasiswa sudah mendapatkan gambaran bagaimana dunia industri kelak mereka akan bekerja karena mahasiswa memang dipersiapkan dan dituntut untuk membekali ilmu ilmu yg di butuhkan oleh industry industry di dunia kerja. Di dalam Bengkel Permesinan khususnya untuk mahasiswa Tingkat Pertama pada semester I, mahasiswa diajarkan dan dites untuk mengoperasikan berbagai mesin yg digunakan di berbagai industry, diantaranya: Mesin Grinding, Mesin Milling, Mesin Scrab, Mesin Bubut.

Visi dan Misi Program Teknik Mesin

Program Teknik Mesin

VISI MISI

‘’ MENJADIKAN PROGRAM STUDI UNGGULAN DALAM PENDIDIKAN VOKASI, UNTUK MEMBENTUK TENAGA AHLI MENENGAH DIBIDANG TEKNIK MESIN SESUAI STANDAR KOMPETENSI INDUSTRI.’’

1.Melaksanakan pelayanan pendidikan berdasarkan kebutuhan Industri.

2. Menghasilkan lulusan yang mempunyai kemampuan teknis dan manajerial dalam:

a. Merencanakan dan melaksanakan pekerjaan komplek.

b. Melakukan pemecahan masalah secara mandiri dan bekerja sama dalam tim.

3. Menghasilkan lulusan yang:

(34)

b. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dibidangnya

Tabel 1. Visi misi prodi teknik mesin

gambar 4.1 visi prodi teknik mesin

gambar 4.2 misi prodi teknik mesin 4.1 Gambar dan bagian mesin serta kecelakaan nya

4.1.1 Mesin Gerinda

Mesin Grinding atau yang disebut Mesin Gerinda adalah mesin yang digunakan untuk mengikis/membentuk permukaan benda dengan cara menempelkan benda yang ingin dikikis ke batu gerinda yang sedang berputar ketika mesin sedang dioperasikan sehingga permukaan benda akan terkikis.

Mesin Pedestal Grinding dan Bagian-Bagiannya serta Fungsinya :

Meja pengasah Batu gerinda Motor listrik Tutup roda

(35)

Gambar 4.3 msin

No Nama Bagian Fungsi

1. Batu gerinda Untuk menggerinda 2. Meja pengasah Untuk menyangga benda kerja 3. Tempat air pendingin Sebagai tempat air pendingin 4. Sakelar Untuk menyalakan dan mematikan mesin 5. Tutup roda gerinda Untuk menutupi roda gerinda 6. Motor lstrik Sebagai penggerak mesin gerinda 7. Pengatur sudut Untuk mengatur kemiringan sudut meja

pengasah

8. Badan mesin gerinda Sebagai dudukan mesin gerinda Tabel 2. Bagian dan fungsi mesin gerinda

Alat – Alat Bantu dan Fungsinya

No Nama Alat Fungsi Gambar

1. Penggaris Untuk menggaris Badan mesin

gerinda

Tempat air pendingin

(36)

2. Penggores Untuk menggores benda kerja

3. Air pendingin Untuk

mendinginkan benda kerja

4. Bevel Protector Untuk mengukur sudut

Kikir Untuk mengikir benda kerja

5. Pengasah Untuk mengasah batu gerinda

Tabel 3. Alat alat bantu dan fungsi mesin gerinda

Jenis kecelakaan pada mesin gerinda

Kecelakaan Penyebab Pencegahan

- Batu gerinda terbelah - Tangan terbakar/kapalan

- Tangan masuk ke mesin gerinda

- Ketika memegang benda tenaga kurang kuat sehingga benda masuk ke mesin gerinda dan membuat batu gerinda terbelah - Mengikis batu gerinda terlalu lama

- Operator terlalu mendekatkan tangannya ke batu gerinda dan

- Pegang benda kerja dengan kuat dan penuh konsentrasi

- Sekiranya benda kerja sudah terasa panas berhentilah sejenak dan masukan benda kerja ke dalam cairan bromus/pendingin - Pastikan sebelum

(37)

Tabel 4. Kecelakaan pada mesin gerinda

Gambar 4.4. Mesin Gerinda

4.1.2 Mesin Milling

Mesin Milling adalah mesin yang digunakan untuk mengikis/memotong/memakan permukaan benda dengan cara memotongnya dengan pisau cutter/cutting yang diputar sehingga permukaan benda bisa dibentuk sesuai dengan kebutuhan operator.

NAMA BAGIAN MESIN FRAIS

Dua golongan besar jenis mesin frais horizontal dan mesin frais vertical, dimana mesin frais horizontal adalah cocok untuk pengerjaan frais yang paling banyak dijumpai, dimana mesin itu mempunyai cirri yaitu poros utama yang terletak horizontal.

(38)

a. Coloumn : Merupakan dudukan dari bagian-bagian lainnya dan di bagian dalamnya terdapat motor yang dapat menggerakan spindle dan feed

b. Knee : Daat digerakkan vertikl untuk mengatur naik turunnya spindle dan meja sebagai tempat benda kerja, sehingga kedalaman potong dapat diatur.

c. Overarm : Merupakan bangun penopang untuk memegang perkakas (cutter) yang berputar dengan spindle.

Mesin frais universal mempunya kelebihan yaitu meja memanjang dan diserong terhadap sumbu utamanya, sehingga memungkinkan untuk mengefrais alur yang berbentuk skrup.Mesin frais vertical mempunyai sumbu mesin yang terletak vertical. Bila poros utama vertical itu dapat diserongkan maka memungkinkan untuk mengefrais alur berbentuk skrup dan poros vertical dapat distel secara aksial.

Fungsi mesin frais yaitu meratakan permukaan, membuat alur, membuat roda gigi, membesarkan lubang, mengebor, meluaskan lubang (reamer), DLL.

Bagian-bagian penting dari mesin frais :

1. Badan adalah bagian yang menahan seluruh bagian-bagian mesin. Didalamnya terdapat motor penggerak,susunan roda gigi pengatur kecepatan putar, tempat minyak pelumas bagian yang berputar, dan tempat penyimpanan cairan pendingin.

2. Paksi atau spindle adalah poros utama mesin frais dan berfungsi sebagai tempat dudukan poros frais(arbour).

3. Lengan adalah bagian mesin frais yang berguna sebagai tempat kedudukan penopang ujung poros frais dan letaknya pada bagian paling atas mesin tersebut.

4. Lutut adalah tempat kedudukan meja dan eretan meja(sadel).

5. Eretan meja atau sadel adalah bagian yang menyokong meja dan terpasang diatas lutut

Jenis kecelakaan pada Mesin Milling

(39)

- Tangan terkena pisau cutter/cutting

- Pencengkraman benda kurang kuat

- Operator mendekatkan

tangannya ke pisau cutter/cutting ketika mesin sedang dioperasikan

- Pastikan ragum yg digunakan untuk mencengkram benda sudah kuat

- Jangan dekatkan tangan ketika mesin sedang dioperasikan Tabel 5. kecelakaan pada mesin milling

gambar 4.5 mesin milling 4.1.3 Mesin Scrab

Mesin Scrab adalah mesin yang digunakan untuk mengikis/memotong/memakan permukaan benda dengan cara memotongnya dengan pahat yang bergerak maju mundur sehingga permukaan benda termakan dan bisa dibentuk sesuai dengan kebutuhan operator.

Bagian – bagian dari mesin Sekrab:

a. Ram, yaitu bagian dari mesin ketam yang membawa pahat, diberi gerak ulak-alik sama dengan panjang langkah yuang diinginkan.

(40)

c. Kunci kepala pahat, untuk mengunci pahat yang terpasang

d. Pengatur kedudukan ram, untuk mengatur kedudukan ram pada posisi yang diinginkan e. Hantaran ulir, untuk mengatur besarnya kedalaman pemakanan pahat pada benda kerja. f. Hendel pahat, berfungsi untuk menyetel kedudukan pahat.

g. Kotak lonceng, berfungsi agar pahat tidak menyayat benda kerja saat kembali ke posisi awal.

h. Meja kerja, berfungsi sebagai tempat peletakan benda kerja, biasanya terdapat ragum diatasnya.

i. Motor listrik, berfungsi sebagai sumber daya untuk menjalankan mesin. j. Tuas kecepatan, berfungsi untuk mengatur kecepatan gerakan ram.

k. Dial panjang langkah, berfungsi untuk mengatur panjang langkah pemakanan.

l. Hantaran vertikal dan horisontal, berfungsi agar meja kerja dapat bergerak vertikal dan horisontal.

Jenis kecelakaan pada Mesin Sekrab

Kecelakaan Penyebab Pencegahan

- Pahat patah

- Benda kerja terlempar - Tangan terkena pisau cutter/cutting

- Pahat memakan benda terlalu dalam

- Pencengkraman benda kurang kuat

- Operator mendekatkan

tangannya ke pisau cutter/cutting ketika mesin sedang dioperasikan

- Setting lah pemakanan benda dengan batas maksimal

kemampuan pisau cutter/cutting - Pastikan ragum yg digunakan untuk mencengkram benda sudah kuat

- Jangan dekatkan tangan ketika mesin sedang dioperasikan Tabel 6. kecelakaan pada mesin sekrab

Gambar

Gambar 2.1  siklus manajemen k3 2.1 Tujuan penerapan SMK – 3
Gambar 2.2 Penerapan sistem k3
Gambar 2.4 struktur organisasi k3 lab.Permesinan
Gambar 2.6 struktur organisasi jrusan teknk mesin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data yang telah diolah, walaupun skor rata-rata pelaksanaan sudah mencapai 3,36 dengan kategori “baik”, Adapun hasil belajar siswa dalam pembelajaran

Sehingga penelitian ini mencoba meneliti kembali dengan menghubungkan masing-masing variabel struktur kepemilikan yaitu insider ownership,institusional ownership dan variabel

Dengan ini menyampaikan surat lamaran agar dapat mengikuti Seleksi Penerimaan Calon Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional

Tergantung pada kategori dampak sub proyek yang dimaksud. AMDAL harus dilihat sebagai alat peningkatan kualitas lingkungan. Format AMDAL atau UKL/ UPL merupakan bagian tidak

Identifikasi kebutuhan PKB yang dilaksanakan di SMC RS Telogorejo Semarang berdasarkan data penelitian, identifikasi dapat dilakukan secara internal oleh individu perawat

- Matriks Program dan Kegiatan SKPD Provinsi Sulawesi Utara Tahun

Salah satu aktor negara di Batam adalah pelaut Indonesia lokal yang memiliki lebih banyak orang dan kapal dari DJBC.. Kata-kata kunci: penyelundupan, keamanan maritime,

Dalam etika pemerintahan, terdapat asumsi yang berlaku bahwa melalui penghayatan yang etis yang baik, seorang aparatur akan dapat membangun