• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomassa Nitrogen (N) Mikroba dan Aktivitas Urease Tanah di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu: Sebagai Status Hara Nitrogen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Biomassa Nitrogen (N) Mikroba dan Aktivitas Urease Tanah di Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu: Sebagai Status Hara Nitrogen"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Siti Komariah, Bernadeta Leni F, Delita Zul

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

e-mail: Sitikomariah08@ymail.com ABSTRACT

Giam Siak Kecil-Bukit Batu Biosphere Reserve (GSK-BB) is one of the peatland ecosystem that most of the regions have been converted into oil palm plantations, industrial forest plantation, and settlement. Environmental conditions disrupted by land conversion will affect the population, diversity and activity of soil microbes. This research aim was to analyze the impact of land use changes to nitrogen fixation bacterial cells number, microbial nitrogen biomass and urease activity in peatlands. Nitrogen fixation bacterial cells number was calculated by using a Total Plate Count (TPC) method, concentration of microbial N biomass was determined by using Chloroform Fumigation Extraction (CFE) and rate of urease activity was determined by quantifying ammonia released during an incubation by adding buffer solution. The result of physical and chemical characteristic of the soil ranged from 3.5 for pH, temperature 28.25-31.25oC, dry weight 21.20-42.86%, water content 63.2-78.8% and bulk density 0.10-0.34 g/cm3. Cells number of nitrogen fixation symbiotic bacteria ranged from 3⋅2-4⋅9⋅103 CFU/g soil and cells number of nitrogen fixation non-symbiotic bacteria ranged from 3⋅2-9⋅3⋅102 CFU/g soil. Microbial N biomass varied ranging from 1.15-4.29 µg N/g soil and urease activity varied ranging from 3.66-39.28

µg NH4+/g dry weight soil/h. Based on the results obtained, it can be described that the soil quality in the GSK-BB Biosphere Reserve is still capable enough to support the sustainability of soil biological processes.

Key words: GSK-BB Biosphere Reserve, land use, microbial N biomass, N fixation bacteria, soil urease

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki lahan gambut terluas diantara negara tropis lainnya, yaitu sekitar 21 juta ha yang tersebar di Sumatera, Kalimantan dan Papua (Agus dan Subiksa, 2008). Sebesar 6,29 juta ha lahan gambut tersebut terdapat di Sumatera, sementara 4,044 juta ha diantaranya terdapat di Propinsi Riau (Darajat, 2006). Antara tahun 1982 sampai 2007, seluas 1,83 juta ha atau 57% dari luas total hutan gambut di Propinsi Riau telah berubah fungsi menjadi areal pertanian, hutan tanaman industri, pemukiman, dan areal kosong tanpa diolah (Sukresno, 2009). Salah satu lahan gambut Riau adalah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu (GSK-BB).

Alih fungsi lahan gambut alami menjadi areal perkebunan, pertanian dan pemukiman penduduk mengakibatkan terjadinya penyusutan jumlah dan jenis vegetasi tumbuhan. Vegetasi tumbuhan merupakan faktor penting sebagai penentu jenis tanah, sifat tanah, karakter tanah (Wicaksono, 2003), keanekaragaman, komposisi, komunitas

(2)

(Bezemer et al., 2006) dan aktivitas mikroba tanah. Aktivitas dan komposisi komunitas mikroba dari suatu ekosistem perlu diketahui untuk menentukan kualitas tanah (Martinez et al., 2007; Hargreaves et al., 2003), sehingga penurunan aktivitas mikroba tanah dapat digunakan sebagai indikasi awal dari gangguan yang terjadi pada ekosistem (Winding et al., 2005). Lahan gambut yang telah mengalami alih fungsi lahan dapat menurunkan cadangan nitrogen organik dengan adanya proses drainase, sehingga memacu kehilangan nitrat karena pencucian, kehilangan N sebagai N2 dan kehilangan amonia karena penguapan. Kondisi ini akan mengganggu keberlangsungan siklus nitrogen.

Biomassa nitrogen mikroba, total populasi bakteri penambat N, dan aktivitas urease tanah dapat dijadikan sebagai parameter untuk menentukan status hara nitrogen, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai biomassa nitrogen mikroba, total populasi bakteri penambat N dan aktivitas urease tanah sebagai dampak alih fungsi lahan untuk mengetahui keberlangsungan siklus nitrogen dan status hara nitrogen di lahan gambut Cagar Biosfer GSK-BB. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak alih fungsi lahan terhadap karakter fisika-kimia, total populasi bakteri penambat N, biomassa nitrogen mikroba dan aktivitas urease tanah di Cagar Biosfer GSK-BB.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Juni 2012 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi, Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia FMIPA dan Laboratorium Kimia Pangan Jurusan Teknik Hasil Perikanan FAPERIKA UR. Sampel tanah gambut diambil dari daerah Cagar Biosfer Giam Siak Kecil-Bukit Batu, Provinsi Riau. Sampel tanah diambil dari enam lokasi yang berbeda di Cagar Biosfer GSK-BB dengan metode purposive sampling. Lokasi pengambilan sampel meliputi hutan primer (sebagai kontrol), hutan sekunder, kebun karet umur 14 tahun, hutan karet umur 40-60 tahun, kebun sawit umur 3 tahun dan kebun sawit umur 12 tahun.

Penelitian ini diawali dengan pengukuran karakter fisika-kimia tanah yang meliputi pH, temperatur, berat kering tanah, kandungan air tanah, berat volume dengan mengadopsi metode dari Anderson dan Ingram (1992), tingkat dekomposisi gambut mengacu pada Soil Survey Staff (1999) cit Dengis et al. (2009). Total populasi bakteri penambat N (simbiotik dan non-simbiotik) dihitung pada medium yema (simbiotik) dan okon, ashby’s (non-simbiotik) dengan metode Total Plate Count (TPC) (Enriquez et al., 1995). Pengukuran biomassa nitrogen mikroba dengan metode chloroform fumigation incubation (Voroney et al., 2006), aktivitas urease tanah diukur dengan metode kolorimetri mengadopsi metode Schinner et al. (1996).

Hasil pengukuran karakter fisika-kima tanah disajikan dalam bentuk tabel. Data penghitungan biomassa nitrogen mikroba, total populasi bakteri penambat N, pengukuran aktivitas urease tanah ditampilkan dalam bentuk grafik. Data dianalisis secara statistik menggunakan One-way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant Difference) pada taraf nyata 5% menggunakan SPSS versi 17,0.

(3)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakter Fisika-Kimia Tanah

Karakter fisika-kimia tanah meliputi pH, temperatur, berat kering, kandungan air tanah,berat volume dan tingkat dekomposisi gambut. Data disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Karakter fisika dan kimia tanah

Lokasi Temperatur (CO) Berat Kering (%) Kandungan air (%) Berat Volume (g/cm3) Tingkat Dekomposisi Gambut*

Hutan Primer 28,25±0,50 22,05±0,96 78,0±1,00 0,31±0,01 Saprik

Hutan Sekunder 28,50±0,58 21,20±2,08 78,8±2,10 0,34±0,04 Saprik

Kebun karet umur (14 thn) 30,50±0,58 36,85±2,51 63,6±3,80 0,13±0,06 Hemik

Hutan karet umur (40-60 thn) 28,50±0,58 28,50±2,28 71,5±2,27 0,29±0,03 Saprik

Kebun sawit umur (12 thn) 28,75±0,50 36,40±5,75 57,1±4,38 0,14±0,06 Hemik

Kebun sawit umur (3 thn) 31,25±1,73 42,85±4,39 63,2±2,50 0,10±0,02 Fibrik

Keterangan: * = Berdasarkan Soil Survey Staff 1999 cit. Dengiz et al., 2009.

Derajat keasaman tanah berada dalam kondisi sangat asam dengan nilai pH yang berkisar antara 3,5. Kondisi asam pada tanah gambut disebabkan oleh tingginya konsentrasi ion H+ sebagai hasil dari proses dekomposisi anaerob tidak sempurna oleh mikroba tanah yang menyebabkan terbentuknya senyawa fenolat dan karboksilat sehingga kemasaman tanah gambut semakin tinggi (Suwondo, 2002).

Temperatur tanah gambut berkisar antara 28,25-31,25oC. Temperatur terendah terdapat pada lokasi hutan primer sedangkan temperatur tertinggi terdapat pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun. Tingginya temperatur di kebun sawit umur 3 tahun ini dapat disebabkan oleh vegetasi pada lokasi ini sangat sedikit, sehingga banyak tanah kosong yang langsung terpapar oleh cahaya matahari. Menurut Certini (2005) lahan gambut yang dibuka dan diolah akan mengakibatkan temperatur menjadi semakin tinggi karena proses evaporasi. Tutupan vegetasi pada tanah gambut akan mengurangi evaporasi dan menjaga temperatur tanah (Suwondo, 2002). Tanah gambut yang diolah dapat mengakibatkan variasi temperatur pada permukaan tanah karena tanah gambut memiliki kemampuan menyerap panas yang tinggi dengan daya hantar panas yang rendah (Sawamoto, 2000).

Berat kering tanah berkisar antara 21,20-42,85%. Berat kering terendah terdapat pada hutan sekunder dan berat kering tertinggi pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan berat kering tanah gambut pada lokasi yang telah mengalami pengolahan apabila dibandingkan dengan hutan sekunder. Lokasi kebun sawit umur 3 tahun memiliki berat kering yang paling tinggi di antara lokasi lainnya. Hal ini dapat disebabkan adanya pengolahan lahan dengan cara pembakaran, proses pembakaran lahan dapat merusak koloid-koloid organik pada lapisan gambut sehingga kemampuan koloid organik untuk mengikat air menurun, tanah gambut yang memiliki sifat apabila telah mengering tidak dapat menyerap air kembali (irreversible drying) (Mardiana, 2006).

Kandungan air tanah berkisar antara 63,2-78,8% kandungan air tetinggi diperoleh pada lokasi hutan sekunder dan terendah pada kebun sawit umur 3 tahun. Tingginya kandungan air pada hutan sekunder disebabkan oleh tingginya kandungan bahan organik (sekitar 70%) pada tanah sehingga menyebabkan lahan gambut mampu menyimpan air dalam jumlah besar (Notohadiprawiro, 2006) dan mampu menampung

(4)

air 13 kali lebih besar dari berat tanah (Agus dan Subiksa, 2008). Hasil penelitian ini lebih rendah apabila dibandingkan dengan penelitian di lahan gambut Kalimantan Tengah pada berbagai tipe tanah gambut diperoleh kisaran nilai kandungan air yang lebih tinggi yaitu berkisar dari 78,8-91,3% (Shimada et al., 2001).

Berat volume tanah bervariasi antara 0,10-0,34 g/cm3. Berat volume terendah terdapat pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun dan berat volume tertinggi terdapat pada lokasi hutan sekunder. Alih fungsi lahan gambut dapat meningkatkan nilai berat volume tanah dan menurunkan porositas tanah gambut (Radjagukguk, 2000). Adanya alih fungsi lahan menyebabkan terjadinya kompaksi atau pemadatan (Bintang et al., 2005) yang akan mengakibatkan perubahan sifat fisik tanah gambut dan meningkatkan berat volume tanah. Namun hal ini tidak sesuai dengan hasil yang diperoleh, dimana pada lokasi yang telah mengalami alih fungsi lahan pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun memiliki berat volume paling rendah dari lokasi lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh pengolahan lahan dilakukan dengan cara dibakar. Pembakaran vegetasi menghasilkan sisa pembakaran yang kemungkinan terambil saat pengambilan sampel, sehinggga berat volume menjadi rendah.

Berdasarkan hasil pengukuran berat volume tanah yang telah dilakukan, tingkat dekomposisi bahan organik tanah gambut Cagar Biosfer GSK-BB dapat ditentukan. Tingkat dekomposisi tanah gambut pada 6 lokasi pengambilan sampel tanah diperoleh hasil yang bervariasi. Variasi tingkat dekomposisi yang diperoleh mewakili semua jenis tingkat dekomposisi bahan organik tanah gambut yaitu fibrik, hemik dan saprik. Tingkat dekomposisi gambut jenis fibrik diperoleh pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun. Tingkat dekomposisi jenis hemik diperoleh pada lokasi kebun karet umur 14 tahun dan kebun sawit umur 12 tahun. Sementara itu, tingkat dekomposisi saprik diperoleh pada lokasi hutan primer, hutan sekunder dan hutan karet umur 40-60 tahun.

Total Populasi Bakteri Penambat N

Total populasi bakteri penambat N simbiotik

Total populasi bakteri penambat N simbiotik tanah gambut disajikan pada Gambar 1. Total populasi bakteri pada medium yema berkisar antara 3,2-4,9·103 CFU/g tanah. Total populasi bakteri tanah tertinggi diperoleh pada lokasi hutan primer dan terendah terdapat pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun.

Variasi total populasi bakteri penambat N simbiotik yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan One-Way ANOVA untuk melihat dampak alih fungsi lahan di Cagar Biosfer GSK-BB terhadap total populasi bakteri penambat N simbiotik. Hasil analisis menunjukkan bahwa total populasi bakteri penambat N simbiotik yang diperoleh dari tiap lokasi mempunyai perbedaan yang signifikan (0,031) pada taraf 5%. Signifikansi dari total populasi bakteri selulolitik pada keenam lokasi pengambilan sampel kemudian diuji lanjut menggunakan uji LSD. Hasil uji LSD disajikan pada Tabel 2.

(5)

Gambar 1. Total populasi bakteri penambat N simbiotik di berbagai lokasi pengambilan sampel dengan perbedaan vegetasi. 1. Hutan primer, 2. Hutan Sekunder, 3. Kebun karet umur 14 tahun, 4. Hutan karet umur 40-60 tahun, 5. Kebun sawit umur 3 tahun, 6. Kebun sawit umur 12 tahun

Tabel 2. Hasil analisis total populasi bakteri penambat N simbioik di Cagar Biosfer GSK-BB menggunakan uji lanjut LSD pada Taraf Uji 5%

Lokasi Hutan Primer Hutan Sekunder Kebun Karet (14 thn) Hutan Karet (40-60 thn) Kebun Sawit (3 thn) Kebun Sawit (12 thn) Hutan Primer - 0,197NS 0,007* 0,016* 0,004* 0,021* Hutan Sekunder - 0,080NS 0,177NS 0,050* 0,219NS Kebun Karet (14 thn) - 0,641NS 0,789NS 0,551NS Hutan Karet (40-60 thn) - 0,467NS 0, 894NS Kebun Sawit (3 thn) - 0,392NS Kebun Sawit (12 thn) -

Keterangan: Analisis dilakukan pada taraf ≤ 0,05. NS= tidak berbeda nyata *=berbeda nyata.

Hasil uji LSD menunjukkan bahwa total populasi bakteri penambat N simbiotik pada lokasi pengambilan sampel yang mengalami alih fungsi lahan berbeda nyata dibandingkan dengan hutan primer. Artinya perbedaan vegetasi dan alih fungsi lahan di setiap lokasi sampling mempengaruhi total populasi bakteri penambat N simbiotik. Rendahnya populasi pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun dikarenakan vegetasi pada lokasi tersebut sangat sedikit, sedikitnya vegetasi tanaman pada lokasi ini menunjukkan sedikit pula perakaran yang terdapat pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun ini. Sehingga mempengaruhi kemampuan bakteri penambat N simbiotik untuk hidup dan bersimbiosis pada tanaman inang. Menurut Croft et al. (2001) dan Valpassos et al. (2001) jumlah vegetasi di suatu lokasi akan mempengaruhi jumlah mikroba tanah melalui ketersediaan bahan-bahan organik yang merupakan sumber nutrisi dan energi bagi mikroba heterotrof tanah termasuk bakteri. Hasil penelitian ini didukung oleh Purwaningsih (2004) yang memperoleh jumlah bakteri penambat N simbiotik pada lokasi yang bervegetasi (27·105 CFU/g tanah) lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi tanpa vegetasi (3·105 CFU/g tanah).

Tingginya total populasi bakteri penambat N simbiotik pada lokasi hutan primer dapat disebabkan oleh adanya vegetasi yang masih alami, sehingga pada lokasi ini terdapat sistem perakaran yang menyebar, sisitem perakaran ini mampu mendukung pertumbuhan bakteri simbiotik. Sistem perakaran yang menyebar juga dapat memperbaiki struktur tanah dengan membentuk makroagregat antara akar dan jamur serta membentuk mikroagregat antara akar dan bakteri (Valpassos et al., 2001). Selain

0,0E+00 1,0E+03 2,0E+03 3,0E+03 4,0E+03 5,0E+03 6,0E+03 7,0E+03 1 2 3 4 5 6 T ot al P op u las i B ak te ri p en am b at N S im b iot ik (C F U /g tan ah )

(6)

itu, tingginya populasi bakteri pada hutan primer juga dipengaruhi oleh sekresi metabolit yang dikelurkan oleh tanaman yang disebut dengan eksudat akar, eksudat akar ini dimanfaatkan oleh bakteri sebagai sumber nutrisi. Adanya sekresi metabolit ini akan menyebabkan perbedaan komposisi eksudat yang dapat menentukan jenis dan jumlah populasi bakteri pada daerah perakaran.

Total populasi bakteri penambat N non-simbiotik

Total populasi bakteri penambat N non-simbiotik dihitung pada dua medium, yaitu medium okon dan ashby’s manitol phosphate. Namun hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa tidak ada koloni bakteri tampak yang tumbuh pada medium ashby’s. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh nutrisi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri tidak terdapat pada medium ashby’s, sehingga bakteri tidak mampu tumbuh. Pada medium okon terdapat garam-garam mineral seperti NH4Cl, Na2MoO4, CaCl2, NaOH, MnSo4, FeCl3, H3BO3, Cu(NO3)2, ZnSO4, yang kemungkinan sangat berpengaruh dalam mendukung pertumbuhan bakteri penambat N non-simbiotik. Total populasi bakteri penambat N non-simbiotik disajikan pada Gambar 2. Total populasi bakteri pada medium okon berkisar antara 3,2-9,3·103 CFU/g tanah. Total populasi tertinggi diperoleh pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun dan terendah terdapat pada lokasi hutan primer.

Gambar 2. Total populasi bakteri penambat N non-simbiotik tanah gambut di berbagai lokasi pengambilan sampel dengan perbedaan vegetasi. 1. Hutan primer, 2. Hutan Sekunder, 3. Kebun Karet umur 14 tahun, 4. Hutan karet umur 40-60 tahun, 5. Kebun sawit umur 3 tahun, 6. Kebun sawit umur 12 tahun

Variasi total populasi bakteri penambat N non-simbiotik yang diperoleh selanjutnya dianalisis menggunakan One-Way ANOVA untuk melihat dampak alih fungsi lahan di Cagar Biosfer GSK-BB terhadap total populasi bakteri penambat N simbiotik. Hasil analisis menunjukkan bahwa total populasi bakteri penambat N non-simbiotik yang diperoleh dari tiap lokasi mempunyai perbedaan yang signifikan (0,000) pada taraf 5%. Signifikansi dari total populasi bakteri selulolitik pada keenam lokasi pengambilan sampel kemudian diuji lanjut menggunakan uji LSD. Hasil uji LSD disajikan pada Tabel 3.

0,0E+00 2,0E+03 4,0E+03 6,0E+03 8,0E+03 1,0E+04 1,2E+04 1 2 3 4 5 6 T o ta l P o p u la si B a k te ri P en a m b a t N N o n -S im b io ti k (C F U /g t a n a h )

(7)

Tabel 3. Hasil analisis total populasi bakteri penambat N non-simbioik di Cagar Biosfer GSK-BB menggunakan uji lanjut LSD pada Taraf Uji 5%

Lokasi Hutan Primer Hutan Sekunder Kebun Karet (14 thn) Hutan Karet (40-60 thn) Kebun Sawit (3 thn) Kebun Sawit (12 thn) Hutan Primer - 0,639NS 0,001* 0,875NS 0,000* 0,488NS Hutan Sekunder - 0,004* 0,755NS 0,000* 0,189NS Kebun Karet (14 thn) - 0,002* 0,000* 0,007* Hutan Karet (40-60 thn) - 0,000* 0,590NS Kebun Sawit (3 thn) - 0,000* Kebun Sawit (12 thn) -

Keterangan: Analisis dilakukan pada taraf ≤ 0,05. NS= tidak berbeda nyata *=berbeda nyata.

Hasil uji lanjut LSD total populasi bakteri penambat N non-simbiotik menunjukkan bahwa lokasi kebun karet umur 14 tahun dan kebun sawit umur 3 tahun berbeda nyata apabila dibandingkan dengan hutan primer. Namun total populasi bakteri penambat N non-simbiotik pada hutan sekunder, hutan karet umur 40-60 tahun, kebun sawit umur 12 tahun tidak berbeda nyata dengan hutan primer. Artinya perbedaan vegetasi dan alih fungsi lahan di setiap lokasi sampling mempengaruhi total populasi bakteri penambat N non-simbiotik.

Tinggi rendahnya total populasi bakteri penambat N non-simbiotik juga dipengaruhi oleh ketersediaan sumber energi karbon organik di lingkungan rizosfer dan kemampuan bakteri dalam bersaing dengan mikroba lain yang hidup dan berkembangbiak dengan bergantung kepada sumber energi yang sama (Simanungkalit, 2006). Hal inilah yang dapat menyebabkan rendahnya total populasi bakteri penambat N non-simbiotik pada lokasi hutan primer, karena pada lokasi hutan primer terdapat sistem perakaran yang menyebar, sehingga kemungkinan yang mendominasi untuk hidup adalah bakteri penambat N simbiotik.

Tingginya total populasi bakteri pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun berkaitan dengan kondisi lingkungan yang bersifat aerob. Lahan gambut yang mengalami pembukaan, pembentukan kanal dan pembakaran dapat meningkatkan ketersediaan oksigen yang diperlukan bagi mikroba tanah sehingga populasi mikroba tanah akan mengalami peningkatan (Najiyati et al., 2005).

Biomassa Nitrogen Mikroba

Biomassa N mikroba yang diperoleh berkisar antara 1,15-4,29 µg N/g tanah. Biomassa N mikroba disajikan pada Gambar 3. Biomassa N mikroba tertinggi diperoleh pada lokasi hutan primer dan terendah pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun.

Biomassa N mikroba dianalisis menggunakan One-Way ANOVA. Hasil analisis Anova menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap biomassa N mikroba pada keenam lokasi yang mewakili perbedaan vegetasi dan alih fungsi lahan. Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa alih fungsi lahan di Cagar Biosfer GSK-BB belum menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan biomassa N mikroba, meskipun biomassa N yang diperoleh dari keenam lokasi sampling tanah cukup bervariasi.

(8)

Gambar 3. Biomassa N mikroba pada lahan gambut di enam lokasi pengambilan sampel dengan perbedaan vegetasi. 1. Hutan primer, 2. Hutan Sekunder, 3. Kebun Karet umur 14 tahun, 4. Hutan karet umur 40-60 tahun, 5. Kebun sawit umur 3 tahun, 6. Kebun sawit umur 12 tahun

Tingginya biomassa N di hutan primer kemungkinan disebabkan oleh adanya ketersediaan bahan organik yang cukup dan tingginya jumlah populasi bakteri, sehingga dapat meningkatkan biomassa N mikroba. Namun hal ini berbeda jika dibandingkan dengan total populasi bakteri penambat N non-simbiotik, dimana pada lokasi hutan primer diperoleh total populasi bakteri lebih rendah daripada lokasi lainnya. Tingginya biomassa N mikroba pada lokasi hutan primer selain dipengaruhi oleh bakteri kemungkinan disebabkankan oleh keberadaan kelompok mikroba selain bakteri yang lebih tinggi.

Rendahnya biomassa N mikroba pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun diduga erat kaitannya dengan adanya perubahan kondisi lingkungan, seperti proses pengeringan lahan melalui kanalisasi yang memungkinkan terjadinya kehilangan N organik akibat alih fungsi lahan. Suhardi (2005) mengatakan bahwa pengolahan gambut menjadi lahan pertanian (sawah, perkebunan) akan menurunkan N termineralisasi. Mineralisasi N akan memacu terjadinya kehilangan N organik sehingga jumlah N yang dapat dimineralisasi semakin lama semakin berkurang. Penurunan cadangan N dapat terjadi karena proses aerob yang senantiasa terjadi pada saat lahan diolah atau dikonversi. Peralihan lahan gambut dari hutan ke bentuk lahan pertanian juga dapat menurunkan waktu penyediaan N serta memacu aktivitas mineralisasi N.

Hasil dari penelitian ini terlihat adanya hubungan antara biomassa N dengan total populasi mikroba. Peningkatan biomassa N mikroba akan diikuti oleh peningkatan total populasi bakteri penambat N simbiotik (korelasi positif) namun terjadi penurunan pada total populasi bakteri penambat N non-simbiotik (korelasi negatif) (Gambar 4).

0 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 B iom as a N it roge n M ik rob a g N /g t an ah )

(9)

Gambar 4. Hubungan Biomassa N mikroba dengan total populasi bakteri penambat N di enam lokasi pengambilan sampel. (A) bakteri penambat N simbiotik, (B) bakteri penambat N non-simbiotik

Aktivitas Urease Tanah

Aktivitas enzim urease disajikan pada Gambar 5. dengan nilai berkisar antara 3,66-39,28 µg NH4+/g berat kering tanah/jam. Aktivitas urease tertinggi diperoleh pada lokasi hutan primer dan terendah pada lokasi kebun sawit umur 3 tahun.

Gambar 5. Aktivitas Urease Tanah pada lahan gambut di enam lokasi pengambilan sampel dengan perbedaan vegetasi. 1. hutan primer, 2. Hutan Sekunder, 3. Kebun karet umur 14 tahun, 4. Hutan Karet umur 40-60 tahun, 5. Kebun Sawit umur 3 tahun, 6. Kebun sawit umur 12 tahun

Hasil analisis One-Way ANOVA menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada enam lokasi pengambilan sampel terhadap aktivitas urease tanah dengan nilai signifikan 0,000 (p<0,05). Oleh karena itu, dilakukan analisis lanjut menggunakan uji LSD. Hasiajikan pada uji lanjut LSD disajilan pada Tabel 4.

Hasil uji lanjut LSD aktivitas urease tanah menunjukkan bahwa lokasi kebun karet umur 14 tahun, hutan karet umur 40-60 tahun, kebun sawit umur 12 tahun dan kebun sawit umur 3 tahun berbeda nyata apabila dibandingkan dengan hutan primer.

y = 0,000x R² = 0,524 0 1 2 3 4 5 6

0,0E+00 2,0E+03 4,0E+03 6,0E+03 8,0E+03

B io m a sa N m ik r o b a g N /g t a n a h )

Total populasi bakteri penambat N simbiotik (CFU/g tanah) A y = 0,000x R² = -1,66 0 1 2 3 4 5 6

0,0E+00 5,0E+03 1,0E+04 1,5E+04

B io m a sa N m ik r o b a g N /g t a n a h )

Total populasi bakteri penambat N non-simbiotik (CFU/g tanah)

B 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 1 2 3 4 5 6 A k ti vi tas U re as e T an ah g N H4 +/g b er at k er in g tan ah /j am )

Lokasi pengambilan sampel

Hutan primer Hutan sekunder Kebun karet umur 14 tahun Hutan karet umur 40-60 tahun Kebun sawit umur 12 tahun Kebun sawit umur 3 tahun

(10)

Namun aktivitas urease tanah pada hutan sekunder tidak berbeda nyata dengan hutan primer. Artinya perbedaan alih fungsi lahan berpengaruh terhadap aktivitas urese tanah. Tabel 4. Hasil analisis urease di Cagar Biosfer GSK-BB menggunakan Uji LSD pada

Taraf Uji 5% Lokasi Hutan Primer Hutan Sekunder Kebun Karet (14 thn) Hutan Karet (40-60 thn) Kebun Sawit (3 thn) Kebun Sawit (12 thn) Hutan Primer - 0,085NS 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* Hutan Sekunder - 0,000* 0,000* 0,000* 0,000* Kebun Karet (14 thn) - 0,328NS 0,000* 0,000* Hutan Karet (40-60 thn) - 0,000* 0,000* Kebun Sawit (3 thn) - 0,179NS Kebun Sawit (12 thn) -

Keterangan: Analisis dilakukan pada taraf ≤ 0,05. NS= tidak berbeda nyata *=berbeda nyata.

Aktivitas urease lebih tinggi di hutan primer disebabkan beberapa faktor antara lain ketersediaan bahan organik yang banyak dan kondisi tanah yang bersifat anaerob. Ketersediaan bahan organik diketahui sebagai sumber prekursor untuk sintesis enzim (Martinez et al., 2007). Apabila sumber prekursor banyak maka aktivitas enzim akan meningkat. Ketersediaan bahan organik juga mempengaruhi keberadaan mikroba tanah dimana jika suatu lingkungan mengandung bahan organik yang melimpah maka akan ditemukannya jumlah mikroba tanah yang banyak sehingga biomassa mikroba besar dan aktivitas urease tinggi.

KESIMPULAN DAN SARAN

Karakter fisika-kimia tanah bervariasi disetiap lokasi pengambilan sampel kecuali pH, dimana diperoleh pH pada semua lokasi yaitu 3,5, temperatur 28,25±0,50-30,50±1,73(ºC), berat kering tanah 21,20±2,08-42,85±4,39 (%), kandungan air tanah 63,2±2,50-78,8±2,10(%), berat volume tanah 0,10±0,02-0,34±0,04 (g/cm3). Total populasi bakteri penambat N simbiotik tertinggi terdapat di hutan primer 4,9·103 CFU/g tanah dan terendah di sawit kebun sawit umur 3 tahun 3,2·103CFU/g tanah, sedangkan total populasi bakteri penambat N non-simbiotik tertinggi terdapat di kebun sawit umur 3 tahun 9,3·103 CFU/g tanah dan terendah di hutan primer 2,3·103 CFU/g tanah, dimana sistem pengolahan lahan memberikan perbedaan yang signifikan terhadap populasi bakteri penambat N simbiotik dan bakteri penambat N non-simbiotik. Biomassa N mikroba tertinggi terdapat di hutan primer 4,29 µg N/g tanah dan terendah di kebun sawit umur 3 tahun 1,15 µg N/g tanah, dimana sistem pengolahan lahan tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap biomassa N mikroba. Aktivitas urease tertinggi diperoleh di lokasi hutan primer 39,28 µg NH4+/g berat kering tanah/jam dan terendah diperoleh di lokasi kebun sawit umur 3 tahun 3,66 µg NH4+/g berat kering tanah/jam. Dimana lokasi yang mengalami alih fungsi lahan memiliki aktivitas yang berbeda nyata dengan hutan primer. Tingkat dekomposisi material organik tanah gambut pada keenam lokasi pengambilan sampel di Cagar Biosfer GSK-BB diperoleh tingkat dekomposisi jenis fibrik, hemik dan saprik. Laju dekomposisi material organik di Cagar Biosfer GSK-BB paling cepat terjadi pada hutan primer jika dilihat dari total populasi bakteri penambat N, biomassa N, dan aktivitas urease. Tingginya aktivitas

(11)

urease tanah dan laju mineralisasi N menunjukkan bahwa kandungan jumlah N organik pada lokasi hutan primer tinggi.

Perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai total populasi bakteri penambat N, biomassa N mikroba, dan aktivitas urease pada tanah gambut dengan melihat perbedaan umur vegetasi dan jangka waktu sistem pengolahan lahan, serta mengkarakterisasi aktivitas fisiologis isolat-isolat bakteri indigenus yang diperoleh di Cagar Biosfer GSK-BB.

DAFTAR PUSTAKA

Agus, F., dan Subiksa, I.G.M. 2008. Lahan gambut potensi untuk pertanian dan aspek lingkungan. Bogor. Balai Penelitian Tanah dan World Agroforestry Centre (ICRAF). Alexander, M. 1977. Introduction to soil microbiology. Second edition. USA. John Wiley and Sons Inc.

Anderson, J.M., dan Ingram, J.S.I. 1992. Tropical Soil Biology and Fertility. A Handbook of Methods. CAB International. UK.

Bezemer, T.M.C., Hedlund, K., Edwards, A.R., Brooks, A.J., Igual, J.M., Mortimer, S.R., Van der Putten, W.H. 2006. Plant species and functional groups effect on antibiotic and microbial properties and plant-soil feedback responses in two grasslands. Journal Ecology 94: 893-904.

Bintang, B., Rusman, E.M., Harahap. 2005. Kajian subsidensi pada lahan gambut di Labuhan Batu Sumatera Utara. Jurnal ilmiah ilmu-ilmu pertanian Agrisol 4 (1): 35-41.

Certini, G. 2005. Effect of fire on properties of forest soil: review. Oceologia. 143:1-10. Croft, M., Rochefort, L., Beauchamp, J.C. 2001. Vacum-extraction of peatlands disturbs

bacterial population and microbial biomass carbon. Applied Soil Ecology Journal 18 (2001) 1-12.

Darajat, S. 2006. Konversi lahan gambut dan perubahan iklim. http://republika. co.id. [Tanggal akses: 04 Maret 2011]

Dengiz, O., Ozaytekin, H.H., Cayci, G., Barran, A. 2009. Characteristics, genesis and classificatiaon of a basin peat soil under negative human impact in Turkey. Environmental. Geology. 56:1057-1063.

Enriquez, G.L., Saniel, L.S., Matias, R.R., Garibay, G.1995. General micro biology laboratory manual. Diliman: University of The Philippines Press.

Hargreaves, P.R., Brookes, P.C., Ross, G.J.S., Poulton, P.R. 2003. Evaluating soil microbial biomass carbon as indicator of long-term environmental change. Soil Biology and Biochemistry 35: 401-407.

Mardiana, S. 2006. Perubahan sifat-sifat tanah pada kegiatan konservasi hutan alam rawa gambut menjadi perkebunan kelapa sawit. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.

Martinez, A.V., Cruz, L., Ramirez, S., Alegria, L.P. 2007. Enzyme activities as affected by soil properties and land use in tropical watershed. Application. Soil Ecology 35: 35-45.

Najiyati, S., Muslihat, L., Suryadiputra, I.N.N. 2005. Panduan pengelolaan lahan gambut untuk pertanian berkelanjutan. Proyek climate change, forest and peatland in indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programmed an Wildlife Habitat Canada.

(12)

Notohadiprawiro, T. 2006. Twenty-Five Years Experience in Peatland Development for Agriculture in Indonesia. Repro: Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.

Purwaningsih, S., Hardiningsih, R., Wardah., Agus, S. 2004. Populasi bakteri dari tanah di Desa Tudu-aog, Kecamatan Passi, Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara. Biodiversitas 4:13-16.

Radjaguguk, B. 2000. Perubahan sifat-sifat fisik dan kimia tanah gambut akibat reklamasi lahan gambut untuk pertanian.Jurusan Ilmu Tanah dan lingkungan 2 (1): 1-15.

Sawamoto, T., Hatano, R., Yajima, T., Takahashi, K., Isaev, A.P. 2000. Soil respiration in siberian taiga ecosystems with different histories of forest fire. Soil Science Plant Nutrition 46 (1): 31-42.

Schinner, F.E., Kandeler, E., Ohlinger, R., Mar-gesin, R. 1996. Method in soil biology. Berlin: Springer-Verlag.

Shimada, S., H. Takahashi., A.Haraguchi., M. Kaneko. 2001. The carbon content characteristic of tropical peats in Central Kalimantan, Indonesia: Estimating their spatial variability in density. Biogeochemistry. 53:249-267.

Simanungkalit, R.D.M., Rasti, S., Ratih, D.W., Edi, H. 2006. Bakteri penambat nitrogen dalam pupuk organik dan pupuk hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Pupuk organik danpupuk Hayati: 43-70.

Soil Survey Staff. 2003. Key to soil taxonomy. 9th Edition. United States Department of Agriculture. Natural Resources Conservation Service.

Suhardi. 2005. Pengaruh penggunaan lahan gambut sebagai lahan pertanian terhadap perubahan pola laju mineralisasi nitrogen. Jurnal ilmu-ilmu pertanian Indonesia. 7 (2) :104-110.

Sukresno. 2009. Developing and water indicators for sustainable forest management of peat swamp forest in Indonesia. Forest Research and Development Agency. Surakarta. Indonesia.

Suwondo. 2002. Komposisi dan keanekaragaman mikroartropoda tanah sebagai bioindikator karakteristik biologi pada tanah gambut. Program studi PMIPA FKIP Universitas Riau. Pekanbaru.

Valpassos, M.A.R., Eloiza, G.S.C., Ana, M.R.C., Marlene, C.E. 2001. Effects of soil management systems on soil microbial activity, bulk density and chemical properties. Pesa Agropec Brasilia 36 (12): 1539-1545.

Voroney, R.P., Brookes, P.C., Beyaert, R.P. 2006. Soil microbial biomass C, N, P and S didalam: Carter MR, EG Gregorich, editor. Soil sampling and method of analysis. Second edition. The United States of America. Taylor and Francis Group. 681-695.

Wicaksono, A.H. 2003. Penggunaan lahan dan pengaruhnya terhadap kualitas tanah. Jurnal Penelitian UNIB IX (2): 85-88.

Winding, A.K., Hund-Rinke, M., Rutgers. 2005. The use of microorganisms in ecological soil classification and assesment concepts. Ecotox Environment Safety 62: 230-248.

Gambar

Tabel  2.  Hasil  analisis total  populasi bakteri  penambat  N  simbioik  di  Cagar  Biosfer  GSK-BB  menggunakan uji lanjut LSD pada Taraf Uji 5%
Gambar  2. Total populasi bakteri penambat N non-simbiotik tanah gambut di berbagai    lokasi  pengambilan  sampel  dengan  perbedaan  vegetasi
Tabel 3. Hasil analisis total populasi bakteri penambat N non-simbioik di Cagar Biosfer GSK- GSK-BB menggunakan uji lanjut LSD pada Taraf Uji 5%
Gambar  3.  Biomassa  N  mikroba  pada  lahan  gambut  di  enam  lokasi  pengambilan  sampel  dengan  perbedaan  vegetasi
+3

Referensi

Dokumen terkait

Merancangan dan membuat aplikasi prediksi penjualan dan persediaan stok menggunakan data warehouse dan data mining pada perusahaan dengan metode algoritma C.45

Beberapa faktor yang melatar belakangi perencanaan saluran drainase di Kelurahan Benpasi Kabupaten Timor Tengah Utara ialah terjadi genangan yang diakibatkan oleh meluapnya air

Pendekatan ruang juga disebut pendekatan horisontal (AJ. Suharjo, 1983 : 1 5), yang dimaksud adalah pengamatan terhadap penyebaran suatu fenomena tertentu yang sedang

Perubahan dalam Kadar Pembiayaan Asas (BFR) boleh menyebabkan ansuran yang tinggi atau memanjangkan tempoh pembiayaan tetapi jumlah bayaran tidak boleh melebihi Harga Jualan

Dari yield yang didapat maka dapat dihitung potensi selulosa TKKS dari total produksi kelapa sawit di Indonesia sebagai bahan baku bioplastik yang ramah lingkungan

Dahulu melaksanakan Upacara Adat Nujuh Bulanan adalah satu keharusan karena jika tidak dilaksanakan akan berakibat buruk pada anak yang ada di dalam kandungan.. Seiring

Metode penelitian yang dilakukan pada penelitian ini terdiri atas beberapa tahapan antara lain sintesis S-TiO 2 , kalsinasi, karakterisasi sampel dengan menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk menarik minat belajar dengan menyuguhkan berbagai aspek multimedia yang dapat mengarahkan siswa lebih baik dari pada metode