BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sejarah Komoditi Teh di Indonesia
Teh berasal dari pengolahan daun teh ( Camellia sinensis ) dari familia Theaceae. Tanaman ini pertama kali dikenal di daratan Cina sehingga pada tahun 800, Lu yu menulis sebuah buku yang pertama kali secara khusus mengupas soal teh, yang disebut Chang Ching. Isinya menjelaskan tentang berbagai cara menanam teh dan pengolahannya (Spillane, 1992 dalam Rendina Israna 2007).
Teh dikenal di Indonesia sejak tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr. Andreas Cleyer membawanya ke Indonesia yang pada saat itu penggunaannya hanya sebagai tanaman hias. Baru pada tahun 1728, pemerintah Belanda mulai memperhatikan teh dengan mendatangkan biji-biji teh secara besar-besaran dari Cina untuk dibudidayakan di Pulau Jawa. Usaha tersebut tidak terlalu berhasil dan baru berhasil tahun1824 Dr. Van Siebold membudidayakan bibit teh dari Jepang (Spillane, 1992 dalam Rendina Israna 2007).
Usaha perkebunan teh pertama kali dipelopori oleh Jacobson pada tahun 1828 dan sejak itu menjadi komoditas yang menguntungkan pemerintah Belanda sehingga pada masa pemerintahan Gubernur Van Den Bosh, teh menjadi salah satu tanaman yang harus ditanam oleh rakyat melalui politik Tanam Paksa ( Culture Stelsel ). Pada masa kemerdekaan, usaha perkebunan dan perdagangan teh diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia. Sekarang perkebunan non teh dan perkebunan teh juga dilakukan oleh pihak swasta (Spillane, 1992 dalam Rendina Israna 2007).
2.1.1 Jenis Teh
Dewasa ini dikenal beragam jenis tanaman teh yang diperoleh dari penyilangan berbagai jenis tanaman teh serta dipengaruhi pula oleh kondisi tanah dan cuaca. Hingga saat ini terdapat lebih kurang 1.500 jenis teh di seluruh dunia, yang berasal dari 25 negara yang berbeda. Namun jenis teh pada dasarnya dapat digolongkan menjadi 3 kelompok utama, yaitu menurut cara pengolahannya:
1. Black tea (Teh Hitam) adalah jenis teh yang diolah melalui proses fermentasi secara penuh.
2. Oolong Tea (Teh Oolong) adalah jenis teh yang pengolahannya hanya melalui setengah fermentasi.
3. Green Tea (Teh Hijau) adalah jenis teh yang pengolahannya tidak melaui
proses fermentasi.
PTPN sebagian besar memproduksi jenis teh hitam, karena permintaan teh di pasar internasional kebanyakan adalah jenis teh hitam. Teh hitam mempunyai aroma yang kuat sehingga disukai banyak konsumen teh dunia. Jenis teh yang umum dibudidayakan di Indonesia adalah jenis otc dan ctc, jenis tersebut sangat cocok dengan keadaan iklim dan geografis Indonesia.
2.1.3 Syarat Tumbuh Tanaman Teh
Tanaman teh yang umumnya tumbuh di daerah yang beriklim tropis dengan ketinggian 200–2000 meter di atas permukaan laut dengan suhu udara yang baik bagi tanaman teh berkisar antara 140C – 250C yang diikuti oleh sinar matahari yang cerah dan kelembaban relatif pada siang hari. Apabila suhu udara mencapai 300C maka pertumbuhan tanaman teh di daerah rendah yang ketinggian dari permukaan laut berkisar antara 200 – 800 meter memerlukan tanaman perlindungan sementara maupun perlindung tetap.
Ketinggian tanaman dapat mencapai sembilan meter untuk teh Cina dan teh Jawa sedangkan untuk teh jenis Assamica dapat mencapai 12–20 meter. Namun untuk mempermudah pemetikan daun–daun teh sehingga mendapatkan pucuk daun yang baik, pohon teh selalu dijaga pertumbhannya dengan cara dipotong maksimal 1 meter.
Teh memerlukan curah hujan yang tersebar secara merata untuk dapat berproduksi secar baik tanpa irigasi yaitu curah hujan tahunan minimal sebesar 1000-1400 mm. Sehingga pada daerah yang beriklim tropis, teh dataran rendah memilki hasil yang lebih tinggi dengan curah hujan yang cukup tetapi kualitasnya rendah dan umur tanaman lebih tebatas. Daerah yang memiliki curah hujan yang merata sepanjang tahun produktivitas tehnya akan lebih tinggi dibanding dengan daerah yang curah hujannya sedikit dan tidak merata.
Teh dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang memenuhi syarat tumbuh yaitu tanah yang subur, banyak mengandung bahan organik, tidak bercadas serta mempunyai derajat keasaman (pH) antara 4,5 – 5,6.
2.1.4 Manfaat Teh Secara Umum
Dalam Bambang Kusmiati (1993) disebutkan bahwa dalam 100 gr daun teh tedapat kandungan bahan – bahan sebagai berikut :
 Kalori 132 kal  Lemak 0,7 g  Kalsium 717 mg  Besi 11,8 mg  Air 7,6 g  Protein 19,5 g  Karbohidrat 67,8 g  Fosfor 265 mg  Vitamin A 2.095 SI  Vitamin B 0,01 mg  Vitamin C 300 mg
Teh merupakan salah satu tanaman yang diolah dan digunakan untuk minuman yang lezat, yang tidak menimbulkan efek tertentu bila diminum bahkan dipercaya mampu memberikan daya awet muda sehingga teh berpengaruh postif terhadap kesehatan peminumnya. Manfaat yang dapat dirasakan oleh peminum teh adalah sebagai berikut :
 Memperkuat gigi dan mencegah karies pada gigi
Unsur Flouride (F) yang cukup tinggi pada teh dapat membantu dalam mencegah tumbuhnya karies gigi serta dapat memperkuat gigi.
 Mengurangi risiko keracunan makanan
Unsur Catechin (salah satu unsur dalam Polyphenols), telah terbukti bahwa unsur tersebut memiliki kemampuan untuk menghentikan pertumbuhan beberapa bakteri yang menyebabkan keracunan makanan (menurut penelitian dari Taiwan dan Jepang).
 Memperkaya daya tahan tubuh
Dengan adanya vitamin C dan vitamin E maka teh dapat juga membantu memperkuat daya tahan tubuh.
 Mencegah tekanan darah tinggi
Epigollocatechin dan epicatechin gallat yang merupakan varian dari catechin, mampu bertindak sebagai inhibator dari angiostensin trasferase yaitu enzim penyebab tekanan darah tinggi. Lebih lanjut dapat pula disimpulkan bahwa dengan kemampuan catechin untuk mencegah tekanan darah tinggi, mengurangi kadar kolesterol dalam darah dan menangkal radikal bebas maka catechin juga bisa mengurangi resiko penyakit kardiovasculaar.
 Menangkal kolesterol
Catechin juga dapat mengurangi penimbunan kolesterol dalam darah dan dapat mempercepat pembuangan kolesterol melalui feces.
 Mengoptimalkan metabolisme gula
Mangan (Mn) yang terkandung dalam teh bisa membantu penguraian gula menjadi energi. Dengan demikian teh bisa membantu menjaga kadar gula dalam darah.
 Mencegah pertumbuhan kanker
Kemampuan catechin (salah satu unsur dalam Polyphenols) dapat menghambat terjadinya mutasi pada sel–sel tubuh dan menetralisir radikal bebas.
2.1.5 Peranan Pemerintah Untuk Komoditas Teh
Perkebunan merupakan salah satu usaha yang memegang peranan penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber devisa Negara. Perkebunan menjadi salah satu subsektor yang mengalami perkembangan yang cukup pesat.
Salah satu dari hasil komoditas perkebunan adalah teh, dimana produk teh Indonesia yang sebagian besar dititikberatkan untuk kebutuhan ekspor memberikan kontribusi yang cukup besar bagi penerimaan devisa Negara. Pada tahun 2005 penerimaan devisa dari total ekspor teh Indonesia sebesar US$ 122
juta. Namun perkembangan teh Indonesia di pasar Internasional cenderung belum stabil.
Menanggapi hal tersebut pengembangan produk teh yang lebih berorientasi ke arah hilir merupakan salah satu cara yang harus dilakukan dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekspor teh Indonesia. Berkaitan dengan pengembangan industri hilir, dengan disahkannya Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 2007 tanggal 8 januari 2007 dan efektif mulai tanggal 1 januari 2007, yaitu mengenai Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10 persen yang dirasakan sebagai suatu disintensif bagi pelaku bisnis industri teh telah dihapuskan. Sehubungan dengan penghapusan PPN tersebut, seharusnya kalangan industri teh mendapatkan semangat kembali dalam mengembangkan industri hilir produknya.
Di samping melaksanakan pengembangan industri hilir tersebut, saat ini para pelaku agribisnis teh Indonesia telah mendeklarasikan berdirinya Dewan Teh Indonesia (DTI) pada 19April 2007. Pembentukan dewan ini adalah merupakan amanat Undang-undang No. 18 tahun 2004 tentang perkebunan, yang menyatakan bahwa untuk membangun sinergi antar pelaku usaha agribisnis perkebunan, pemerintah mendorong dan memfasilitasi terbentuknya dewan komoditas yang berfungsi sebagai wadah untuk pengembangan komoditas strategis perkebunan bagi seluruh pemangku kepentingan perkebunan teh. Selain itu juga untuk memberikan saran dan atau pertimbangan kepada Menteri Pertanian dalam merumuskan kebijakan dan regulasi di bidang agribisnis teh.
Kebijakan yang harus diperjuangkan bersama Dewan Teh Indonesia, adalah sebagai berikut:
1. Usulan Komoditas Teh sebagai Komoditas Unggulan Nasional 2. Revitalisasi Sistem Pemasaran Teh
3. Revitalisasi Konsumsi Teh di Dalam Negeri 4. Insentif Investasi
5. Harmonisasi Tarif Impor Teh Indonesia 6. Konsistensi Dukungan Pemerintah
Dengan adanya upaya pengembangan industri hilir teh, usulan kebijakan, dan pembentukan dewan teh Indonesia dapat dijadikan sebagai solusi terbaik
tentang permasalahan teh nasional. Dengan adanya kerjasama yang baik antar pelaku agribisnis teh Indonesia dan pemerintah, dapat meningkatkan ekspor teh Indonesia di pasar internasional, mengingat potensi produk hilir teh Indonesia di pasar dunia masih terbuka lebar.
2.2 Penelitian Terdahulu
Junaidi (2005) melakukan penelitian mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis perkembangan produksi dan ekspor komoditas teh Indonesia, serta faktor–faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia. Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah Error Correlation Model (ECM). Berdasarkan penelitiannya, maka variabel yang diduga mempengaruhi penawaran ekspor teh Indonesia adalah produksi domestik (Qt), harga domestik riil (PDt), harga ekspor riil (PXt), nilai tukar rupiah terhadap dollar AS (Ert), kondisi perekonomian pra krisis dan pasca krisis sebagai dummy (Dt) dan penawaran ekspor tahun sebelumnya (Xd-1). Berdasarkan dugan regresi yang dihasilkan dengan ECM, menunjukan variabel bebas jangka pendek yang berpengaruh secara nyata pada = 15 persen terhadap pertumbuhan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan penawaran ekspor teh sebelumnya, produksi, nilai tukar rupiah terhadap dollar dan dummy. Peningkatan nilai tukar berpengaruh positif terhadap perkembangan volume penawaran ekspor Indonesia. Variabel dummy berpengaruh negatif pada masa pasca krisis, yang berarti pasca krisis volume ekspor teh menurun dibandingkan sebelum krisis. Bedasarkan dugaan regresi yang dihasilkan ECM menunjukan variabel bebas jangka panjang yang berpengaruh secara nyata pada = 15 persen terhadap perkembangan volume ekspor teh Indonesia adalah pertumbuhan produksi, nilai tukar dan dummy.
Resmirasari (2006) melakukan penelitian mengenai faktor–faktor yang mempengaruhi ekspor teh PT. Perkebunan Nusantara VIII. Penelitian yang dilakukannya menggunakan metode analisis deskriptif dan kuantitatif dengan model regresi linier berganda dengan persamaan tunggal. Berdasarkan penelitiannya, ekspor teh PTPN VIII ke Pakistan dipengaruhi secara nyata oleh
variabel harga ekspor, harga teh domestik, harga teh domestik sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor dan nilai tukar rupee terhadap dollar. Harga ekspor, harga domestik, harga domestik sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dollar, lag ekspor dan nilai tukar poundsterling terhadap dollar AS berpengaruh nyata terhadap volume ekspor teh PTPN VIII ke Inggris. Ekspor teh PTPN VIII ke Rusia dipengaruhi oleh harga ekspor, harga ekspor sebelumnya dan lag ekspor. Variabel yang berpengaruh secara nyata pada taraf lima persen untuk ketiga negara tujuan adalah variabel harga ekspor.
Tatakomara (2004), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor komoditi teh Indonesia, serta daya saing komoditi teh di pasar Internasional. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, bahwa dari hasil regresi untuk model ekspor teh Indonesia dapat disimpulkan bahwa variabel-variabel yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia yaitu produksi teh domestik, volume ekspor teh Indonesia tahun sebelumnya, harga teh dunia, lag harga teh dunia, nilai tukar rupiah tahun sebelumnya, konsumsi teh domestik dan variabel harga domestik. Dari tujuh variabel tersebut tiga variabel berpengaruh nyata pada taraf lima persen, variabel tersebut adalah variabel produksi teh Indonesia, volume ekspor tahun sebelumnya, dan konsumsi teh domestik, sedangkan sisanya merupakan variabel yang tidak berpengaruh nyata.
Hollylucya (2008), menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh Indonesia dengan pendekatan Error Corection Model. Analisis menunjukkan bahwa perkembangan produksi teh Indonesia selama kurun sepuluh tahun terakhir dari tahun 1995 sampai 2004 menunjukkan rata-rata pertumbuhan hanya sebesar 0,92 persen dan rata-rata produksi selama tahun tersebut hanya sebesar 163.419,30 ton. Pertumbuhan produksi ini searah dengan pertumbuhan luas areal perkebunan teh sebesar 0,63 persen. Perkembangan volume ekspor teh Indonesia rata-rata mengalami peningkatan 5,80 persen untuk kurun waktu sepuluh tahun terakhir. Peningkatan volume ekspor teh ini diikuti dengan peningkatan dalam hal nilai ekspor, dimana nilai ekspor untuk kurun waktu tersebut mengalami peningkatan rata-rata sebesar 4,2 persen. Dari periode sepuluh tahun terakhir, volume tertinggi komoditi teh sebesar 107.144 ton dengan nilai ekspor mencapai US$ 112,524 juta.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu diketahui banyak faktor yang mempengaruhi ekspor teh. Faktor-faktor yang secara dominan mempengaruhi ekspor teh adalah harga domestik, harga ekspor, dan nilai tukar. Oleh karena itu faktor-faktor tersebut juga akan digunakan dalam penelitian ini ditambah dengan faktor-faktor lain yaitu curah hujan.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian–penelitian sebelumnya adalah penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor PTPN pada periode tahun 2006-2009. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan regresi linier berganda dengan metode pendekatan yang paling umum yaitu OLS (Ordinary Least Square) atau metode kuadrat terkecil.