• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV STUDI PASIR NGRAYONG"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

52

BAB IV

STUDI PASIR NGRAYONG

4.2 Latar belakang Studi

Ngrayong telah lama mengundang perdebatan bagi para geolog yang pernah bekerja di Cekungan Jawa Timur. Perbedaan tersebut adalah mengenai lingkungan pengendapannya, yaitu Ngrayong sebagai endapan paparan (shelf) dan Ngrayong sebagai endapan laut dalam (deepwater/deep marine). Adanya silang pendapat tersebut tentu tidak mengundang persoalan jika yang dimaksud adalah Unit Ngrayong, sebab perubahan lingkungan pengendapan pada dua tempat yang berbeda biasa terjadi, dalam hal ini pada satu tempat yang lebih dekat ke darat Ngrayong sebagai endapan paparan, dan di tempat lain yang lebih jauh dari darat Ngrayong sebagai endapan lautdalam. Menjadi permasalahan karena untuk satu tempat yang sama yaitu di wilayah Cepu, Ngrayong telah ditafsirkan secara berbeda, yaitu sebagai endapan paparan dan endapan laut dalam. Dua pendapat tersebut pada perjalanannya diwakili oleh masing–masing kelompok yang memiliki pendapat yang berbeda.

Kelompok pertama berpendapat bahwa Ngrayong di Cepu adalah endapan laut dangkal atau paparan yang telah dianut sejak para geolog Belanda bekerja di sini sampai disertasi-disertasi doktor yang memasukkan Ngrayong sebagai bahan penelitiannya (Harsono Pringgoprawiro, 1983; Abdul Muin, 1985; Djuhaeni, 1994). Kelompok kedua boleh disebut diwakili oleh Peter Lunt dan Wayan Ardhana, saat mengemukakan pendapatnya yang telah dipublikasikan bahwa Ngrayong di Cepu adalah endapan laut dalam (Lunt, 1991; Ardhana, 1993), keduanya saat itu adalah geologist JOB Pertamina-Trend Tuban.

Asal kuarsa Ngrayong pun mengundang perbincangan sebab banyak pula pendapat yang berkembang. Pandangan klasik adalah bahwa ia datang dari Tinggian Karimun Jawa, akan tetapi ada pula yang mengatakan bahwa ia dari Kalimantan sebab hampir seumur dengan Formasi Balikpapan yang juga kaya akan mineral kuarsa. Beberapa publikasi dari Smyth dkk. (2003)

(2)

53 mengatakan bahwa asal kuarsa tak mesti dari kontinen granitik, tetapi bisa lokal dari hasil volkanisme tipe erupsi Plinian.

Status stratigrafi Ngrayong juga menjadi perbincangan, apakah ia memang formasi, atau anggota saja. Van Bemmelen (1949) menulis Ngrayong sebagai Ngrajong horizon of brown quartz sandstones within the Wonocolo. Pringgoprawiro (1983) memperkenalkan istilah Anggota Ngrayong Formasi Tawun, sedangkan beberapa peneliti dari P3G memilih penamaan Formasi Ngrayong pada penelitian-penelitiannya.

4.1 Batasan Studi

Studi Pasir Ngrayong dilakukan di daerah Desa Candi, Kecamatan Todanan, Kabupaten Blora, Jawa tengah dan sekitarnya. Pasir Ngrayong secara deskriptif merupakan pasir kuarsa yang memiliki ciri fragmen kuarsa dominan, non-karbonatan, pemilahan baik, bentuk butir menyudut–menyudut tanggung, kemas tertutup, porositas baik, butiran mudah dilepas (mudah diremas), ukuran butir pasir sangat halus hingga halus. Pasir Ngrayong di daerah penelitian berkembang dari bagian atas Formasi Tawun dan bagian tengah hingga atas Formasi Ngrayong (gambar 4.1). Sehingga, studi Pasir Ngrayong didefinisikan dari pertama kali munculnya pasir kuarsa pada Formasi Tawun hingga bagian atas Formasi Ngrayong sebelum kontak dengan Formasi Bulu di atasnya.

4.3 Metode Analisis Lingkungan Pasir Ngrayong

Salah satu aspek untuk menentukan lingkungan pengendapan Ngrayong adalah dengan melakukan analisis granulometri pada pasir kuarsa. Metode pengambilan sampel adalah dengan mengambil setiap singkapan pasir kuarsa di daerah penelitian. Jika singkapan memiliki jarak vertikal secara stratigrafi melebihi satu meter, pengambilan sampel dilakukan setiap satu meter. Berikut adalah posisi pengambilan sampel pasir kuarsa di daerah penelitian relatif terhadap peta lintasan dan titik pengamatan (gambar 4.2).

(3)

54

Gambar 4.1. Batasan Studi Pasir Ngrayong secara definitif di daerah penelitian.

Gambar 4.2. Lokasi pengambilan sampel pasir kuarsa pada peta lintasan dan lokasi pengamatan (huruf dan angka di dalam lingkaran merupakan nomor sampel)

(4)

55 Sampel-sampel tersebut kemudian dianalisis dengan model grafik Visher (1962). Berdasarkan lima belas sampel yang telah dianalisis, dapat dibuat peta hasil analisis granulometri berdasarkan posisi pengambilan sampel pada peta lintasan dan lokasi pengamatan (Gambar 4.3). Tahap analisis data granulometri dapat dilihat pada Lampiran B.

Gambar 4.3. Hasil analisis granulometri berdasarkan posisi pengambilan sampel pada peta lintasan dan lokasi pengamatan

Data berupa litofasies, fosil, dan granulometri, menghasilkan data yang komprehensif berupa asosiasi fasies yang dapat merefleksikan lingkungan pengendapan tertentu. Posisi relatif secara stratigrafi dari data-data yang ada dapat memberikan informasi untuk interpretasi perubahan lingkungan pengendapan Ngrayong dari bawah ke atas dengan baik.

4.4 Pasir Ngrayong

Berdasarkan analisis Pasir Ngrayong di daerah Candi dan sekitarnya, penulis membagi menjadi tiga bagian Pasir Ngrayong berdasarkan asosiasi fasiesnya, yaitu Pasir Ngrayong Bawah, Pasir Ngrayong Tengah, dan Pasir Ngrayong Atas (Gambar 4.4):

(5)

56

4.4.1 Pasir Ngrayong Bawah

Ciri litologi pada interval Pasir Ngrayong bagian bawah terdiri dari pasir kuarsa kemudian batugamping klastik pada bagian atasnya. Pasir kuarsa memiliki ciri fragmen kuarsa dominan, berwarna putih kemerahan, non-karbonatan, pemilahan baik, bentuk butir membundar tanggung hingga membundar, porositas baik, butiran halus-sedang, mineral teramati kuarsa dan mikroklin, dengan butiran yang mudah lepas (loose) (foto 4.1). Pada singkapan pasir kuarsa di selatan Desa Candi ini terlihat fosil akar yang berorientasi ke bawah (foto 4.2). Pasir ini dapat dikatakan bersih (clean) dengan kandungan semen yang sangat sedikit, sehingga secara kematangan tekstur (textural maturity) batuan termasuk mature, bahkan supermature. Batuan ini juga dapat dinamakan Quartz Arenite (Gilbert, 1954).

Sayatan Quartz Arenite ini memiliki ciri tekstur klastik, terpilah baik, kemas tertutup, kontak antar butiran long contact, disusun oleh butiran yang terdiri dari kuarsa, plagioklas, butiran berukuran pasir sangat halus-pasir halus (0,015-0,25mm), bentuk butir menyudut tanggung-menyudut, porositas berupa porositas intergranular (gambar 4.5).

Berdasarkan pengamatan singkapan batugamping di lokasi R1C sekitar Desa Ngampel (foto 4.3), ciri litologinya adalah berwarna putih kemerahan, tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran terdiri dari fragmen fosil berupa foraminifera, baik berbentuk utuh dan pecah-pecah, serta silisiklastik berupa kuarsa, glaukonit yang berukuran 0,1-1 mm. Matriks terdiri dari lumpur karbonat. Semen terdiri dari sparry calcite. Porositas berupa porositas interpartikel dan intrapartikel. Berdasarkan klasifikasi Dunham (1962), batuan tersebut bernama Glauconitic Foraminifera Packestone (gambar 4.6, Lampiran A).

Sayatan Glauconitic Foraminifera Packestone (Dunham, 1962) memiliki ciri tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran yang terdiri darai fragmen fosil, berupa foraminifera, bentuk utuh beberapa pecah-pecah, serta silisiklastik berupa kuarsa, glaukonit, berukuran 0,1-1 mm. Matriks terdiri dari lumpur karbonat, semen berupa sparry calcite, dan porositas berupa porositas interpartikel dan intrapartikel.

(6)

57

(7)
(8)

59

Gambar 4.5. Sayatan Quartz Arenite pada pasir Ngrayong bagian bawah.

(9)

60

Gambar 4.6. Sayatan batugamping klastik di Desa Ngampel

Berdasarkan analisis granulometri terhadap tiga sampel pasir kuarsa, diketahui bahwa ketiga sampel diendapkan pada lingkungan pengendapan surfzone atau dekat pantai (gambar 4.7). Mekanisme pengendapan pada zona ini bisa terlihat pada grafik bahwa arus traksi lebih berperan daripada mekanisme arus suspensi. Garis grafik pada populasi traksi (rolling/sliding dan saltation) tidak terlalu landai secara kualitatif, mengindikasikan bahwa pemilahan cukup baik pada pengendapan pasir kuarsa ini. Berdasarkan penjelasan dengan data-data yang ada, asosiasi fasies Pasir Ngrayong pada bagian bawah ini memperlihatkan bahwa lingkungan pengendapannya adalah pada zona litoral hingga neritik pinggir.

(10)

61

Gambar 4.7. Salah satu sampel analisis granulometri R1A pada Desa Candi (Inset model surfzone Visher (1962)).

4.4.2 Pasir Ngrayong Tengah

Ciri litologi pada interval Pasir Ngrayong bagian tengah terdiri dari perselingan batugamping klastik dan batulempung pada bagian bawah, dan pasir kuarsa dengan sisipan batugamping klastik dan batulempung pada bagian atasnya (gambar 4.8).

(11)

62 Pasir kuarsa putih kelabu, non-karbonatan, pemilahan baik, membundar tanggung-membundar, kemas tertutup, butir halus hingga sedang, mineral kuarsa dominan dan mikroklin, butiran mudah lepas (foto 4.4). Batugamping klastik putih kemerahan, pemilahan sedang, bentuk butir menyudut-membundar tanggung, kemas terbuka, besar butir sedang-kasar, kompak (foto 4.5). Batulempung berwarna abu-abu, kelabu, kompak, berbutir sangat halus. Suksesi vertikal memperlihatkan pola mengkasar ke atas.

Foto 4.4. Singkapan pasir kuarsa di daerah Gayam (lensa menghadap ke baratlaut).

Sayatan tipis pasir kuarsa bernama quartz arenite memiliki ciri tekstur klastik, terpilah baik, kemas tertutup, kontak antar butiran long contact, disusun oleh butiran yang terdiri dari kuarsa, plagioklas, berukuran pasir sangat halus-pasir halus (0,015-0,25mm), bentuk butir menyudut tanggung-menyudut, porositas berupa porositas intergranular (gambar 4.9).

(12)

63

Foto 4.5. Singkapan baatugamping di daerah Gayam (lensa menghadap ke baratlaut).

Gambar 4.9. Sayatan Quartz Arenite pada pasir Ngrayong bagian tengah

Analisis sayatan petrografi memberikan nama foraminifera wackestone (Dunham, 1962) dengan ciri, tekstur klastik, terpilah buruk, kemas terbuka, disusun oleh butiran yang terdiri dari fragmen fosil berupa foraminifera (Lepidocylina, Katacyclopeus annulus, Amphistegina sp.), berbentuk utuh dan pecah-pecah, berukuran pasir halus-sedang (0,2-0,9mm),

(13)

membundar-64 menyudut. Matriks terdiri dari mikrit. Semen terdiri dari semen spar. Porositas berupa porositas interpartikel, intrapartikel, moldic (gambar 4.10).

Gambar 4.10. Sayatan batugamping klastik pada pasir Ngrayong bagian tengah.

Analisis mikropaleontologi pada pasir Ngrayong bagian tengah diwakili oleh sampel R6J menunjukkan kehadiran Quinqueloculina sp. (litoral), Operculina sp. (neritik tengah), Rotalia sp.(litoral), dan Elphidium sp. (neritik pinggir) (gambar 4.11).

(14)

65

Gambar 4.11. Kelimpahan foraminifera bentonik pada pasir Ngrayong pada bagian tengah.

Analisis granulometri pada pasir Ngrayong Bagian tengah dilakukan terhadap dua belas sampel pasir kuarsa, memberikan interpretasi bahwa sampel diendapkan pada lingkungan surfzone, foreshore, dan wavezone (lower shoreface). Secara posisi stratigrafi dari bawah ke atas dapat dilihat bahwa terdapat perubahan dari lower shoreface menjadi foreshore dan surfzone (gambar 4.12, gambar 4.13, dan gambar 4.14). Berdasarkan asosiasi fasiesnya, pasir Ngrayong bagian tengah diintepretasikan diendapkan pada lingkungan neritik pinggir.

(15)

66

Gambar 4.13. Analisis granulometri R5I (Inset model surfzone Visher (1962)).

(16)

67

4.4.3 Pasir Ngrayong Atas

Ciri litologi pada interval Ngrayong bagian atas adalah batugamping klastik dengan sisipan batupasir dan batulempung, menunjukkan pola sedimentasi mengkasar ke atas seiring perkembangan Ngrayong pada bagian atas ini (gambar 4.15).

Gambar 4.15. Profil pasir Ngrayong bagian atas.

Batugamping klastik memiliki ciri tekstur klastik, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, kemas terbuka, porositas sedang,kompak, kadang pasiran,mengandung fosil seperti Lepidocyclina sp., red algae, dan Katacycloclypeus annulatus. Batulempung memiliki ciri berwarna kelabu, karbonatan, kadang pasiran dengan pecahan-pecahan cangkang Brachiopoda, Turritella sp., foraminifera, serta mengandung mineral pirit (foto 4.6). Batugamping klastik memiliki ciri berwarna putih kelabu, kadang pasiran, pemilahan buruk, bentuk butir menyudut tanggung-membundar tanggung, dan berbutir sedang-kasar. Foraminifera besar yang cukup melimpah termati pada batuan ini seperti Katacycloclypeus annulatus, Lepidocyclina sp., dan Amphistegina sp.. Sedangkan batupasir memiliki ciri berwarna kelabu kehitaman, pemilahan sedang, kemas terbuka,besar butir halus-kasar, kompak, fragmen terdiri dari mineral kuarsa, mika, dan pecahan cangkang.

(17)

68

Foto 4.6. Batulempung pasiran di daerah Gayam.

foraminifera bentonik yang dapat diamati yang diwakili oleh sampel R3E, R5D dan R5C beserta batimetrinya (Tipsword, 1966) adalah: Cibicides sp. (neritik tengah), Quinqueloculina sp. (litoral), dan Elphidium sp. (neritik pinggir) pada sampel R3E, Quinqueloculina sp. (litoral) dan Rotalia sp.(llitoral) pada sampel R5D, lalu Cibicides sp. (neritik tengah), Operculina sp. (neritik tengah), dan Elphidium sp. (neritik pinggir) pada sampel R5C. Sedangkan pada sampel R3C dapat diamati foraminifera bentonik yaitu Gyroidina sp. (bathyal atas)., Operculina sp. (neritik tengah), Quinqueloculina sp. (litoral), Elphidium sp. (neritik pinggir), dan Bolivina sp. (neritik luar). Kemudian pada sampel R3A menunjukkan kehadiran Cibicides sp. dan Bolivina sp.. Pada bagian tengah ini, Pada posisi ini juga ditemukan fosil jejak jenis cruziana (gambar 4.7). Keberadaan cruziana mengindikasikan lingkungan offshore.

(18)

69

Foto 4.7. Fosil jejak cruziana pada Kali Klateng.

Dapat terlihat pada asosiasi fosil foraminifera bentonik bahwa terdapat fosil laut dalam dan fosil laut dangkal yang bercampur jadi satu (gambar 4.16). Pengendapan dari Formasi Tawun hingga Formasi Wonocolo dari bawah ke atas merupakan bagian dari seri pengendapan transgresif. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pasir Ngrayong bagian atas tidak mungkin diendapkan pada laut dalam. Asosiasi fasies laut dangkal dari bawah ke atas Pasir Ngrayong, mengindikasikan bahwa terjadi suatu proses pengendapan tertentu yang membuat fosil-fosil laut dalam bercampur dengan fosil laut dangkal (transported). Berdasarkan data-data yang komprehensif yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan Pasir Ngrayong di daerah Candi dan sekitarnya diendapkan pada zona litoral hingga neritik pinggir.

Gambar 4.16. Campuran foraminifera bentonik laut dalam (neritik luar-batial atas) denganforaminifera bentonik laut dangkal (litoral-neritik pinggir).

Gambar

Gambar 4.2.   Lokasi pengambilan sampel pasir kuarsa pada peta lintasan dan lokasi pengamatan (huruf dan angka  di dalam lingkaran merupakan nomor sampel)
Gambar  4.3.      Hasil  analisis  granulometri  berdasarkan  posisi  pengambilan  sampel  pada  peta  lintasan  dan  lokasi  pengamatan
Gambar 4.4.   Profil pasir Ngrayong daerah Candi dan sekitarnya.
Foto 4.3.  Singkapan batugamping di Desa Ngampel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bahan tanaman yang digunakan adalah varietas Ciherang (rentan terhadap tungro). Persemaian dilakukan se- cara terbuka dan terpisah dari lahan percobaan. Herbisida

Anggaran 4asar ini perbaharui dan disyahkan dalam Musyawarah 2ama3ah Remaja Masjid Al Mujtahidin pada tanggal==========di Masjid Al Mujtahidin :ingkungan <

Manfaat bersih adalah pengukur sukses yang paling penting karena dapat mencakup dampak positif dan negatif dari sistem informasi pada berbagai tingkat stakeholder (DeLone dan

Penelitian mengenai model pembelajaran Inkuiri terbimbing sudah pernah diteliti sebelumnya oleh Aldi Surya (2015) dengan judul pembelajaran Fisika dengan menerapkan

Turbin angin tipe Savonius merupakan rotor angin dengan sumbu tegak (vertical) yang dikembangkan oleh Singuard J. Salah satu kelemahan yang dimiliki turbin Savonius

Skrispi yang berjudul “Perbedaan Pencapaian Tugas Perkembangan Anak Usia Prasekolah Pada Ibu yang Bekerja dan Ibu Tidak Bekerja di Desa Serut Kecamatan

Wilmar International Multimas Nabati Sulawesi, Bitung No 1.4414° 125.16171° JL. Madidir Kelurahan Paceda Kecamatan Madidir Kota Bitung, North Sulawesi x x Wilmar International

Luas/ Area (Ha) Produksi Production (Ton) Luas/ Area (Ha) Produksi Production (Ton) Luas/ Area (Ha) Produksi Production (Ton) Luas/ Area (Ha) Produksi Production (Ton)