• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peran Sistem Komplemen pada Patogenesis Aterosklerosis

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Peran Sistem Komplemen pada Patogenesis Aterosklerosis"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

385

31

Peran Sistem Komplemen pada Patogenesis Aterosklerosis

1Reza Maulana, 2Hidayaturrahmi, 3Nur Wahyuniati*

1 Bagian anatomi histologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

2 Bagian anatomi histologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

3 Bagian parasitologi, Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh

*Corresponding author: nur.wahyuniati@unsyiah.ac.id

Abstrak

Aktivasi sistem komplemen – baik melalui jalur klasik, jalur alternatif maupun jalur lektin – memiliki peranan yang penting pada patogenesis aterosklerosis. Sejumlah penelitian yang telah dilakukan selama bertahun-tahun menunjukkan bahwa produk aktivasi sistem komplemen dapat berperan sebagai prediktor penyakit aterosklerosis yang lebih baik dibandingkan dengan prediktor dari marker lainnya. Dibutuhkan penelitian yang lebih lanjut mengenai peran aktivasi komplemen melalui jalur lektin terhadap patogenesis aterosklerosis. Selain itu, perlu diteliti pula mengenai perspektif terapeutik dari aktivasi komplemen ini terhadap patogenesis aterosklerosis.

Kata kunci: Sistem komplemen, aterosklerosis

Pendahuluan

Aterosklerosis merupakan suatu penyakit progresif, proses perjalanan penyakit ini dimulai pada usia dewasa muda dengan tahapan penyakit yang tidak menunjukkan gejala klinis. Pertumbuhan plak menyebabkan terjadinya penyempitan lumen arteri; dimana pengurangan diameter lumen > 60 % akan menyebabkan penurunan pasokan darah

(2)

386

yang drastis ke target organ dan hal ini akan menimbulkan gejala klinis akibat meningkatnya kebutuhan oksigen (sebagaimana yang terjadi pada

stabile angina pectoris pada penyakit arteri koroner). Plak aterosklerosis yang mengalami ruptur atau trombosis akan menyebabkan oklusi arteri, yang akan mencetus terjadinya sindrom iskemik.1,2

Etiologi aterosklerosis terdiri dari berbagai macam faktor; predisposisi genetik dan faktor lingkungan ikut berkontribusi terhadap patofisiologi penyakit ini. Terdapat sejumlah faktor lingkungan yang disebut sebagai faktor resiko mayor klasik, yaitu: hyper- dan dyslipidaemia, merokok, hipertensi, diabetes Mellitus, obesitas, kurangnya aktifitas fisik, stres fisik dan jenis kelamin laki-laki. Selain itu, kini juga telah ditemukan sejumlah faktor resiko lain yang terlibat yaitu: hyper-homocysteinaemia, peningkatan level lipoprotein-a (Lp[a]) dan gangguan sistem fibrinolitik.1,2

Aterosklerosis merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya disfungsi endotel yang kemudian diikuti oleh inflamasi kronis dinding pembuluh darah. Sel-sel inflamasi ditemukan di setiap tahap formasi plak, mulai dari tahap fatty streak hingga tahap ruptur plak. Oleh karenanya, adalah sangat wajar untuk mengasumsikan bahwa proses inflamasi (yang dinilai melalui petanda / marker inflamasi) turut serta berperan sebagai salah satu faktor resiko timbulnya aterosklerosis. Sejumlah marker inflamasi yang berperan pada aterosklerosis telah teridentifikasi, yaitu meliputi: C-reactive protein (CRP), sitokin pro-inflammatory (IL-6, TNF-α), molekul adhesi (intercelluler adhesion molecule-1) dan acute-phase reactants (serum amyloid-A, fibrinogen, protein komplemen).Bagaimanapun, hal ini masih diperdebatkan, apakah protein-protein tersebut hanya merupakan marker inflamasi atau

(3)

387

memiliki peran patogenik langsung terhadap progresifitas

aterosklerosis.1,2

Produk aktivasi komplemen

Sistem komplemen merupakan salah satu sistem yang berfungsi sebagai mekanisme efektor utama pada imunitas humoral, sistem ini juga berperan untuk mempertahankan imunohomeostasis. Aktivasi sistem komplemen akan menghasilkan banyak molekul dengan aktivitas biologis yang ampuh yang dirancang untuk membantu respon imun pada berbagai tahapan, diantaranya: opsonisasi dan fagositosis yang diperantarai oleh komplemen, stimulasi respon inflamasi, cytolysis yang diperantarai oleh formasi membrane attack complex (MAC) serta produksi anaphylatoxin.1,2

Aktivasi komplemen terjadi melalui 3 jalur, yaitu jalur klasik, jalur alternatif dan jalur lektin. Ketiga jenis jalur aktivasi komplemen ini memiliki persamaan yaitu pada terbentuknya C3 convertase, yang membelah molekul C3 menjadi C3b (fragmen yang besar) dan C3a (fragmen yang lebih kecil). Molekul C3b dan iC3b (merupakan produk hasil pemecahan molekul C3b) terikat pada permukaan sel dan berperan sebagai opsonin untuk fagosit melalui reseptor CR1, CR3, CR4 dan CRIg. Proses proteolisis molekul iC3b akan menghasilkan C3c dan C3dg/C3d, fragmen ini kemudian akan dikenali oleh reseptor CR2. Sebagai tambahan, molekul C3b dapat terikat secara kovalen dengan C3 convertase untuk membentuk C5 convertase, yang kemudian berfungsi untuk membelah molekul C5 menjadi C5b dan C5a. Fragmen C5a akan dilepaskan, sedangkan fragmen C5b akan tetap terikat di protein komplemen yang terdapat di permukaan sel. C5b memiliki kemampuan

(4)

388

untuk mengikat molekul protein selanjutnya yang ada di kaskade, yaitu molekul C6 dan C7. Kompleks C5b,6,7 kemudian akan berikatan dengan C8 (kompleks C5b-8), pada akhirnya kompleks ini akan berikatan dengan komponen paling akhir dari kaskade komplemen yaitu molekul C9 membentuk formasi membrane attack complex (MAC), yang dapat membunuh atau menstimulasi sel di tempat MAC ini terbentuk.1,2

Fungsi komplemen sebagai anaphylatoxins diperankan oleh fragmen C3a C4a dan C5a. Fragmen ini berperan untuk menginduksi inflamasi melalui aktivasi sel mast dan neutrofil. Ketiga fragmen ini berikatan dengan sel mast dan menginduksi terjadinya degranulasi dengan pelepasan mediator-mediator vasoaktif seperti histamin. Ketiga peptida ini bekerja efektif melalui reseptor C3aR, C5aR, dan C5L2.1,2

Peran Sistem Komplemen Pada Aterosklerosis

Sistem komplemen berperan sebagai kontributor penting pada patogenesis sejumlah penyakit. Peneliti pertama yang mengemukakan bahwa komplemen mungkin berperan penting pada patogenesis aterosklerosis adalah Geertinger dan Sorensen (1979), yang kemudian hal ini dibuktikan melalui penelitian pertama pada manusia oleh Hollander et.al (1979). Sejak saat itu, banyak penelitian yang telah membutikan bahwa sistem komplemen ternyata berperan penting pada proses aterogenesis. Bukti yang paling signifikan dari penelitian-penelitian tersebut adalah bahwa aktivasi komplemen tidak terdeteksi pada arteri yang utuh, namun terdeteksi pada lesi aterosklerotik, yang mana ternyata lebih tampak pada plak yang ruptur atau rawan / vulnerable. Molekul-molekul efektor dari aktivasi komplemen (anaphylatoxins, opsonins, MAC) memperantarai sejumlah efek terhadap sel-sel otot polos, monosit,

(5)

389

sel mast dan sel-T, serta berperan penting terhadap meningkatnya trombogenesitas permukaan, migrasi leukosit dan menimbulkan apoptosis.1,2

Hollander et.al (1979) merupakan peneliti pertama yang menunjukkan bahwa terdapat protein komplemen C3 di ateroma. Sejak saat itu sejumlah penelitian lain telah menunjukkan bahwa plak mengandung sejumlah protein komplemen, regulator dan reseptor komplemen, serta deposit kompleks C5b-9 memiliki korelasi dengan tingkat keparahan lesi. Dinyatakan pula bahwa modified lipoprotein, sel apoptosis dan sel nekrosis memainkan peran penting pada tahap inisiasi aktivasi komplemen melalui jalur klasik atau jalur alternatif. Namun, peran aktivasi komplemen melalui jalur lektin pada patogenesis aterosklerosis belum sepenuhnya diketahui.1,2

Regulasi aktivasi komplemen pada ateroma merupakan suatu proses yang unik. Sejumlah komponen dari jalur aktivasi klasik atau jalur alternatif – namun tidak ada deposisi C5b-9 – ditemukan di upper intimal layer di ateroma. Hal ini mungkin disebabkan karena inhibisi oleh C3 convertase oleh C4b-binding protein (C4bBP) dan faktor H, yang mana keduanya muncul di upper intimal layer. Kompleks C5b-9 bersama-sama dengan properdin berlokasi di lapisan mukoelastik yang lebih dalam di aterosklerotik intima. Clusterin dan S-protein, inhibitor MAC, merupakan ciri khas dari lapisan intimal yang lebih dalam ini. Dengan demikian, regulasi ganda terjadi di aterosklerotik intima: pada lapisan atas terjadi aktivasi komplemen oleh imunoglobulin dan CRP melalui jalur klasik, dan oleh enzymatically modified low density lipoprotein (e-LDL) melalui jalur alternatif, aktivasi komplemen ini diatur pada level

(6)

390

C3 convertase. Sedangkan pada lapisan intima yang lebih dalam, aktivasi komplemen berlangsung hingga level C5b-9.1,2

Regulator komplemen yang berikatan dengan membran juga tampak di ateroma. Membrane cofactor protein (MCP) terdapat di permukaan semua sel yang berinti, ia berfungsi untuk melindungi sel dari lisis yang diperantarai oleh komplemen. Sel endotel memperlihatkan

decay-accelerating factor (DAF) dan CD59 di permukaan selnya, yang mana hal ini melindungi mereka dari molekul C3b yang beredar di sirkulasi. Makrofag yang muncul di ateroma memperlihatkan DAF, CD59 dan CR1. Sebaliknya, sel otot polos tidak memperlihatkan DAF dan CR1, serta hanya sedikit yang memperlihatkan CD59 di permukaan selnya. Dengan demikian, dinyatakan bahwa target dari komplemen pada awal lesi mungkin adalah sel otot polos.1,2

Hubungan konsentrasi protein komplemen terhadap resiko terjadinya aterosklerosis

Suatu penelitian komparasi usia yang dilakukan dengan kelompok kontrol subyek sehat menunjukkan bahwa pasien-pasien dengan aterosklerosis parah memiliki kadar C3, C4 dan imunoglobulin yang lebih tinggi daripada individu sehat. Kadar C3 dan C4 memiliki hubungan dengan kadar trigliserida dan kadar kolesterol pada individu sehat. Kadar C3 yang tinggi dapat memprediksikan munculnya acute

miokard infark (AMI) di masa yang akan datang (berdasarkan penelitian

followed-up yang telah dilakukan selama 4 tahun) .1,2

Komplemen C3 memiliki hubungan dengan indeks massa tubuh, tekanan darah sistolik dan diastolik, serta kadar trigliserida dan glukosa. Berdasarkan penelitian cohort berskala besar pada populasi yang

(7)

391

dilakukan selama 18 tahun memberikan data bahwasanya kadar C3 yang tinggi ternyata dapat memprediksikan timbulnya insidensi penyakit koroner / cardiovascular. Kadar C3 dan C4 meningkat pada pasien-pasien dengan sindrom koroner akut. Pada pasien dengan sindrom koroner akut kadar circulating anaphylatoxin dan C5b-9 meningkat dibandingkan dengan pasien dengan stable angina pectoris. Bedasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan ternyata pada penyakit arteri koroner C3 merupakan prediktor yang lebih baik daripada CRP.1,2

Referensi

1. Abbas Ak, Lichtman AH, Pillai S. 2007. Cellular and molecular immunology. 6th edition. Philadelphia, USA. Saunders Elsevier. pp 329-345

2. Széplaki G. Varga L, Füst G. 2009. Role of complement in the pathomechanism of atherosclerotic vascular diseases. Mol. Immunol. 46, 2784-2793

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikan hasil pengujian dan pembahasan bisa disimpulkan bahwa pengenalan aplikasi peningkatan media pembelajaran kimia sebagai salah satu cara untuk menarik minat

Menganalisis pengaruh BOPO terhadap Return on Asset (ROA) pada Bank Perkreditan Rakyat yang berada di provinsi Lampung..

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat- Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Perencanaan Unit Pengolahan Pangan dengan judul “Perencanaan

 Guru dan peserta didik membuat kesimpulan tentang hal-hal yang telah dipelajari terkait Rotasi (Perputaran), Peserta didik kemudian diberi kesempatan untuk menanyakan

Melihat dari penelitian yang sudah dilakukan, Google Trend dan data iklim merupakan variabel yang potensial sebagai atribut alternatif selain data surveilans untuk melakukan

Dengan demikian maka sektor publik dapat menjadi sektor yang dapat mengakomodasi dan merespon secara cepat setiap perubahan yang terjadi.. Pelajaran penting mengenai inovasi di

Disertasi Viktimisasi Politik Di Indonesia (Suatu Studi Perlindungan Hukum... ADLN Perpustakaan

Penelitian ini bertujuan untuk mencari bukti empiris bahwa perilaku nyata penggunaan Virtual Account didasari/dipengaruhi oleh model integrasi TPB (Norma Sosial,