• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL SANTRI (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA) - Test Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PERAN PONDOK PESANTREN DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL SANTRI (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA) - Test Repository"

Copied!
127
0
0

Teks penuh

(1)

PERAN PONDOK PESANTREN

DALAM MENGEMBANGKAN KECERDASAN SOSIAL SANTRI (STUDI KASUS PADA PONDOK PESANTREN AL-HASAN SALATIGA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban dan Melengkapi Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd.)

Disusun oleh: Nur Azizah NIM: 111-14-370

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN (FTIK) JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)

MOTTO

(8)

PERSEMBAHAN

Alhamdulillahi Rabbil „Alamiin, puji syukur atas nikmat dan karunia Allah SWT,

dengan segala kerendahan hati, skripsi ini penulis persembahkan kepada:

1. Orang tuaku tercinta bapak Bilal dan ibu Istiqomah, yang senantiasa mencurahkan kasih sayang dan do‟a yang tak pernah putus untuk putra -putrinya.

2. Masku tersayang Fatchul Barri, yang selalu memberi dukungan moral maupun materiil dan memberi semangat.

3. Almaghfurllah pengasuh Pondok Pesantren Al-Hasan K.H. Ichsanuddin dan ibu Nyai. Rosidah yang saya ta‟dzimi.

4. Bapak Drs. Budi Raharjo dan ibu Nyai. Kamalah Isom, S. E., bapak Kyai Ma‟arif dan ibu Nyai. Hanik, serta para ustadz-ustadz dan keluarga ndalem

yang senantiasa mendo‟akan dan membimbing dalam menuntut ilmu.

5. Bapak Prof. Dr. Phil. Asfa Widiyanto, MA., yang telah sabar membimbing dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

6. Teman-teman PP. Al-Hasan yang senantiasa memberi dukungan dan mendo‟akan dalam penyusunan skripsi ini.

(9)

8. Keluarga besar FK-WaMa (Forum Komunikasi Mahasiswa Magelang), semoga bisa menjadi tauladan yang baik, khususnya bagi masyarakat Magelang dan sekitarnya.

9. Teman-teman PPL di SMP 8 Salatiga.

10.Teman-teman KKN Posko 03 Dsn. Mantenan, Desa Giyanti, Kec. Candimulyo, Kab. Magelang.

11.Mas Zulfikar yang selalu memberikan semangat dan motivasi.

(10)
(11)
(12)
(13)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

HALAMAN DEKLARASI ... iii

PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ... iv

HALAMAN NOTA PEMBIMBING ... v

HALAMAN PENGESAHAN ... vi

MOTTO... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... x

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Fokus Penelitian ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. KegunaanPenelitian ... 6

(14)

F. Sistematika Penulisan ... 10

BAB II LANDASAN TEORI A. Pondok Pesantren ... 13

B. Kecerdasan Sosial ... 22

C. Peran Pondok Pesantren dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri ... 29

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 34

B. Lokasi Penelitian ... 35

C. Sumber Data ... 35

D. Prosedur Pengumpulan Data ... 36

E. Analisis Data ... 38

F. Pengecekan Keabsahan Data ... 40

G. Tahap-tahap Penelitian ... 41

BAB IV PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. Paparan Data ... 43

B. Analisis Data ... 63

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 72

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Pedoman Wawancara Lampiran 2 Verbatim Wawancara

Lampiran 3 Surat Pembimbing dan Asisten Pembimbing Skripsi Lampiran 4 Surat Keterangan Bukti Penelitian

Lampiran 5 Lembar Konsultasi Skripsi Lampiran 6 Pernyataan Publikasi Skripsi Lampiran 7 Daftar Nilai SKK

(16)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang hidup bermasyarakat. Segala kebutuhan manusia akan tercapai apabila manusia dapat berinteraksi dengan baik kepada sesama manusia. Manusia tidak dapat hidup sendiri, tetapi pasti membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi hajatnya. Misalnya dalam sebuah keluarga seorang anak membutuhkan kasih sayang kedua orang tuanya supaya dapat tumbuh dan berkembang dengan baik.

Manusia merupakan makhluk individu dan sekaligus sebagai makhluk sosial. Wujud manusia sebagai makhluk sosial yaitu hidup secara berkelompok. Manusia tidak akan bertahan hidup jika hanya seorang diri, tidak bergabung dengan manusia yang lain. Berkelompok dalam kehidupan merupakan suatu kebutuhan untuk meningkatkan kebahagiaan. Tanpa berkelompok manusia sulit untuk menemukan kebahagiaan.

Sebagai makhluk sosial, manusia saling membutuhkan satu sama lain. Saling bersosialisasi dengan baik antar sesama akan memperkuat interaksi untuk mengenal dan memahami kepribadian orang lain. Seperti firman Allah dalam al-Qur‟an surat al- Hujurat ayat 13 yaitu:

(17)

kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Al Qur‟an dan Terjemahnya, 2013: 517).

Lingkungan seseorang tinggal mempunyai pengaruh yang besar terhadap cara seseorang bersosialisasi dengan orang lain. Seseorang yang tinggal di lingkungan yang buruk maka akan berpengaruh buruk pula pada orang yang berada di tempat tersebut. Berbeda dengan seseorang yang tinggal di pondok pesantren misalnya, disana akan diajarkan berbagai macam cara bersosialisasi dengan orang lain secara baik, maka akan baik pula pengaruh dalam diri orang tersebut.

Dalam pesantren tidak hanya ilmu agama saja yang diajarkan, tetapi juga ilmu umum, misalkan diajarkan bagaimana cara kita berkomunikasi yang baik dengan orang lain, memiliki rasa belas kasih atau rasa empati terhadap sesama manusia, bagaimana memahami perasaan orang lain yang bisa melahirkan rasa kasih dan sayang dalam kehidupan bermasyarakat, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 128:

Artinya: “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari

kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, Amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin”(Al Qur‟an dan

(18)

Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kiai, di daerah berbahasa Sunda disebut

ajengan dan di daerah berbahasa Madura nun atau bandera disingkat ra); sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat tinggal santri.

Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan penelitian di bidang psikologi, selanjutnya ditemukan kecerdasan yang dinilai sebagai kecerdasan yang cukup penting untuk dikembangkan dalam diri manusia, yakni kecerdasan sosial. Kecerdasan intelektual memang penting agar seseorang mempunyai kemampuan dalam menganalisis dan berhitung, terutama terkait dengan ilmu pasti. Demikian pula dengan kecerdasan yang lainnya, seperti kecerdasan spiritual, kecerdasan emosional serta masih banyak lagi. Keberadaannya harus dikembangkan dengan baik agar seseorang dapat lebih mudah dalam meraih kesuksesan dalam hidupnya. Namun untuk kelangsungan hidup yang baik dalam bermasyarakat seseorang memerlukan kecerdasan sosial yang baik pula.

(19)

masyarakat luas, sesuai dengan perkataan asalnya “sozius”, yang berarti

“teman” (Susanto, 1979: 11). Dengan demikian kecerdasan sosial adalah

ukuran kemampuan diri seseorang dalam peragaulan di masyarakat, dan kemampuan kita untuk berinteraksi sosial dengan orang-orang di sekeliling kita. Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, dan kemampuan ini sangat penting dimiliki supaya kita nyaman menjalani hidup dalam bermasyarakat dan bisa menikmati keberadaan diri sendiri dimanapun berada.

Bila diamati kondisi riil pada santri, ada pengaruh yang terjadi pada santri yang tinggal di pondok pesantren terhadap perkembangan kecerdasan sosial santri. Meskipun tidak semua santri mengalami perkembangan kecerdasan sosial, akan tetapi pondok pesantren pada umumnya berperan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri.

Pondok pesantren al-Hasan merupakan sebuah lembaga pendidikan Islam. Pengasuh pondok pesantren al-Hasan yaitu bapak Kyai Ma‟arif. Santri yang tinggal di pondok pesantren Al-Hasan tidak hanya santri putra, tapi juga banyak terdapat santri putri. Para santri putra dan santri putri yang tinggal di pondok pesantren selalu berusaha untuk mengembangkan kecerdasan sosial dengan cara bersosialisasi sebaik mungkin pada sesama santri, jajaran pengurus, ustad/ustadzah serta mengikuti setiap kegiatan yang ada pada pondok tersebut.

(20)

Pesantren dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri (Studi Kasus pada Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga)”.

B. Fokus Penelitian

Ada beberapa fokus penelitian yang peneliti bahas yaitu:

1. Apa peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri?

2. Faktor apa saja yang menjadi pendukung dan penghambat dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian di atas, maka dapat diketahui bahwa tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri.

2. Mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan Salatiga.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun manfaat dari hasil penelitian ini sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis

(21)

b. Hasil penelitian ini dapat memberikan masukan dalam menerapkan konsep-konsep dan mengembangkan pemikiran tentang kecerdasan sosial.

c. Menambah wawasan khasanah keilmuan sekaligus bisa dijadikan bahan acuan dalam penulisan lebih lanjut yang kritis dan representatif.

d. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber bahan referensi bagi para peneliti di bidang psikologi pendidikan, dan pendidikan keagamaan.

2. Manfaat Praktis

a. Mengetahui konsep kecerdasan sosial melalui Pondok Pesantren Al-Hasan.

b. Penelitian ini memberikan kontribusi kajian dan pengetahuan tentang pengembangan kecerdasan sosial.

c. Mengetahui peran Pondok Pesantren dalam pengembangan kecerdasan sosial melalui Pondok Pesantren Al-Hasan.

d. Bagi para santri Pondok Pesantren Al-Hasan, hasil penelitian ini dapat membantu dan menciptakan kecerdasan sosial.

(22)

f. Bagi peneliti, untuk memotivasi diri dan menjadikan bekal hidup dalam bermasyarakat, beribadah kepada Allah SWT dan berharap menjadi hamba yang beruntung di dunia dan di akhirat.

E. Kajian Penelitian Terdahulu

Dasar atau acuan berupa teori-teori atau temuan-temuan dari berbagai hasil penelitian sebelumnya merupakan hal yang kiranya perlu untuk dijadikan sebagai data acuan atau pendukung bagi penelitian ini. Hasil penelitian terdahulu yang hampir memiliki kesamaan topik dengan penelitian yang dilakukan peneliti di antaranya yaitu:

1. Penelitian ini dilakukan oleh Fitri Nur Ubaidah dengan judul Peran Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dalam Pengembangan Da‟wah di Masyarakat tahun 2010. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa peran pondok pesantren islam darusy syahadah dalam pengembangan da‟wah di masyarakat cukup tinggi. Berdasarkan data

dan wawancara di lapangan, da‟wah Pondok Pesantren Islam Darusy

Syahadah berlangsung secara optimal. Sebagai contoh: kepuasan masyarakat terhadap da‟wah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah

terjadi peningkatan ibadah yang signifikan di kalangan masyarakat, perubahan budaya di masyarakat yang jauh lebih baik, respon positif dari tokoh masyarakat Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah. Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dalam sistem manajemen da‟wah yang dillaksanakan bagian dakawah Pondok Pesantren Islam

(23)

pengembangan da‟wah Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah berlangsung secara efektif, tepat sasaran dan mencapai tujuan yang optimal. Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah dalam pengembangan da‟wah terdapat faktor pendukung dan penghambat

yang mana dari keduanya terdapat faktor intern dan ekstern, dalam hal ini Pondok Pesantren Islam Darusy Syahadah bersama masyarakat sekitar berkomunikasi aktif dalam menghadapi problematika da‟wah

dan ruang lingkup masyarakat.

2. Penelitian ini dilakukan oleh Akhmad Khozin yang berjudul Peran Pondok Pesantren Modern Bina Insani terhadap Keberagaman dan Kesejahteraan Masyarakat Dusun Baran Desa Ketapang Kecamatan Susukan Kabupaten Semarang tahun 2014. Penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi peran pondok pesantren adalah terjalinnya hubungan yang islami serta adanya perubahan yang signifikan baik dalam keberagamaan maupun kesejahteraan, antara pihak pondok pesantren dengan masyrakat disekitar pondok pesantren. Peran pondok pesantren modern Bina Insani berhasil karena adanya usaha dari pihak pesantren dan masyarakat disekitar pondok pesantren yang saling bekerjasama. Dan mewujudkan cita-cita bersama.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Nugroho yang berjudul Relasi Pondok Pesantren dengan Masyarakat (Studi terhadap Peran Pondok

Pesantren Al-Hasan dalam Pembinaan Keberagamaan Remaja Dusun

(24)

Penelitian ini menunjukkan bahwa keberagamaan remaja yang beragam dan agak minim. Peran pondok yang dijalankan sebagai fasilitator, mobilisasi, sumber daya manusia, agent of development dan agen of excellence kurang berjalan maksimal. Pembinaan yang dilakukan kurang berjalan maksimal karena di pengaruhi berbagai faktor salah satunya kurang komunikasi antara remaja dengan pondok pesantren.

Dari uraian diatas, menunjukkan sudah adanya penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini. Tetapi fokus penelitian merujuk pada ranah sosial santri, karena lingkungan umum dirasa kurang untuk mengembangkan kecerdassan sosial santri. Penelitian ini berfokus apa peran pondok pesantren terhadap perkembangan kecerdasan santri. Tidak sebatas teori yang di ajarkan disekolah-sekolah, akan tetapi bisa menjalankan dengan maksimal. Dengan demikian, penelitian ini telah memenuhi kriteria kebaruan.

F. Sistematika Penelitian

BAB I : PENDAHULUAN

Bagian ini merupakan pendahuluan, yang dikemukakan dalam bagian pertama ini akan dibahas beberapa sub bahasan, yaitu: latar belakang, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kajian penulisan terdahulu dan sistematika penulisan.

(25)

Dalam bab ini berisi tinjauan umum tentang peran pondok pesantren dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri, terdiri dari beberapa sub bab, diantaranya yaitu pembahasan mengenai pengertian pondok pesantren, sejarah pondok pesantren, elemen pondok pesantren, prinsip-prinsip pondok pesantren dan macam-macam pondok pesantren. Sedangkan mengenai kecerdasan sosial meliputi pengertian kecerdasan sosial, keterampilan dasar dalam kecerdasan sosial, unsur-unsur kecerdasan sosial, cara mengembangkan kecerdasan sosial dan manfaat kecerdasan sosial.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bagian berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, lokasi penelitian, sumber data, prosedur pengumpulan data, analisis data, pengecekan keabsahan data dan tahap-tahap penelitian.

BAB IV : PAPARAN DATA DAN ANALISIS

(26)

prestasi santri pondok pesantren al-hasan, gambaran informan dan paparan informasi dari wawancara.

BAB V : PENUTUP

(27)

BAB II

LANDASAN TEORI A. PONDOK PESANTREN

1. Pengertian Pondok Pesantren

Pusat-pusat pendidikan pesantren di Jawa dan Madura lebih dikenal dengan nama pondok. Istilah pondok barangkali berasal dari pengertian asrama-asrama para santri yang disebut pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata Arab fundug, yang berarti hotel atau asrama. Kemudian kata pesantren berasal dari kata santri, yang mendapat imbuhan pe dan an berarti tempat tinggal santri (Dhofier, 1984: 18)

Pesantren adalah lembaga pendidikan tradisional umat Islam yang bertujuan untuk mempelajari, memahami, mendalami, menghayati, dan mengamalkan ajaran Islam dengan meberikan tekanan pada keseimbangan antara aspek ilmu dan aspek perilaku. Pesantren sendiri dipimpin oleh seorang kiai yang bertanggung jawab atas seluruh proses pendidikan dalam pesantren. Kiai dalam pengajarannya dibantu para ustadz yang mengajar kitab-kitab agama tertentu (Ensiklopedi, 2004: 187).

(28)

menyebut kedua kata tersebut secara bersamaan yaitu pondok pesantren.

Menurut Abdurrahman Wahid (2007: 3), pesantren adalah sebuah kompleks dengan lokasi terpisah dari kehidupan sekitarnya. Dalam kompleks itu berdiri beberapa bangunan: rumah kediaman pengasuh (di daerah berbahasa Jawa disebut kiai, di daerah berbahasa Sunda disebut

ajengan dan di daerah berbahasa Madura nun atau bandera di singkat

ra); sebuah surau atau masjid, tempat pengajaran; dan asrama tempat tinggal santri. Sedangkan menurut Nurcholish (1997: 3), Pesantren atau pondok merupakan lembaga wujud proses wajar perkembangan sistem pendidikan nasional

Dapat disimpulkan bahwa makna pondok pesantren adalah tempat untuk mencari atau mendalami ilmu agama, yang diajarkan oleh seorang kyai dan dibantu para ustad-ustad serta ustadzah dan murid-muridnya disebut sebagai santri.

2. Sejarah Pondok Pesantren

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Jawa. Munculnya pesantren di Jawa bersamaan dengan kedatangan Wali Sanga yang menyebarkan Islam di daerah tersebut. Tokoh yang pertama kali mendirikan pesantren adalah Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Pola tersebut kemudian dikembangkan oleh para wali yang lain.

(29)

sudah akrab dengan masyarakat dan perpaduan antara aspek teoritis dan praktis. Misalnya, Sunan Giri menggunakan pendekatan permainan anak-anak, Sunan Kudus menggunakan dongeng, Sunan Kalijaga mengajarkan Islam melalui seni wayang kulit dan Sunan Derajat mengenalkan Islam melalui keterlibatan langsung dalam menangani kesengsaraan yang dialami masyarakat.

Pola itu mengantarkan pesantren pada sistem pendidikan yang penuh kelenturan. Menjadikan masyarakat sebagai masyarakat pembelajar. Pesantren tidak membatasi waktu-waktu belajar, sehingga proses pembelajaran berlangsung selama dua puluh empat jam hadir penuh dalam bentuk yang nyata tanpa harus “memberatkan” siapapun

yang terlibat di dalamnya (Abd A‟la, 2006: 16).

3. Elemen Pondok Pesantren

Ada 5 elemen yang ada dalam sebuah pondok pesantren, sebagai berikut:

a) Pondok

(30)

b) Masjid

Masjid adalah tempat beribadah dan kegiatan belajar mengajar. Masjid merupakan sentral sebuah pesantren, dimana masjid tempat bertumpu seluruh kegiatan yang berkaitan dengan ibadah seperti sholat berjamaah, beri‟tiqaf, zikir, do‟a, wirid serta kegiatan belajar

mengajar santri (Yasmadi, 2005: 64). c) Pengajaran Kitab-kitab Islam Klasik

Tujuan utama pengajaran ini adalah untuk mendidik para santri menjadi calon ulama. Namun pada santri yang tinggal di pesantren hanya sementara dan tidak bercita-cita menjadi ulama, mepunyai tujuan untuk mencari pengalaman dalam hal pendalaman perasaan keagamaan. Keseluruhan kitab-kitab klasik yang diajarkan terdapat dalam 8 kelompok:

1) Nahwu dan saraf 2) Fiqh

3) Usul fiqh 4) Hadis 5) Tafsir 6) Tauhid

7) Tasawuf dan etika

(31)

Untuk mendalami kitab-kitab klasik tersebut, biasanya menggunakan sistem weton dan sorogan, atau dikenal dengan

sorogan atau bandongan. Weton adalah pengajian yang berdasarkan kemauan dari kyai baik dalam menentukan tempat, waktu serta kitabnya. Sedangkan pengertian sorogan adalah pengajian yang merupakan permintaan dari seseorang atu beberapa orang santri kepada kyainya untuk diajarkan kitab tertentu (Yasmadi, 2005: 67). d) Santri

Terdapat tiga jenis santri yaitu santri mukim, santri kalong dan santri pasan. Berikut penjelasannya:

1) Santri mukim

Santri mukim adalah para santri yang tempat tinggalnya jauh dari pesantren, sehingga jarang pulang ke rumah, kemudian menetap di pesantren yang telah disediakan.

2) Santri kalong

Santri kalong adalah murid-murid atau santri yang berasal dari desa-desa disekeliling pesantren, yang biasanya tidak tinggal di pesantren (Sindu Galba, 2004: 53).

3) Santri pasan

(32)

e) Kyai

Kyai merupakan elemen terpenting dalam pendirian pesantren. Beliau biasanya sebagai ustad sekaligus pengasuh pondok pesantren tersebut. Di Jawa Tengah, ulama yang memimpin peasanten disebut kyai. Namun zaman sekarang, ulama yang berpengaruh dalam masyarakat juga disebut “kyai” walaupun tidak memimpin pesantren

(Zamakhsyari Dhofier, 1984: 55). 4. Prinsip-prinsip pondok pesantren

Menurut Tamyiz Burhanudin (2001: 47-54) ada 9 prinsip yang dikembangkan dalam pendidikan pesantren:

a) Prinsip Ibadah

Dalam prinsip ibadah ini terdapat beberapa tahap, pertama yaitu prinsip ibadah mengajarkan agar sesuatu tindakan bisa bernilai ibadah, dengan didasarkan pada niat mencapai ridha Tuhan. Kedua yaitu pesantren dianggap sebagai sarana memperdalam ilmu agama. Tahap ketiga adalah pesantren dianggap sebagai pusat penyebaran agama.

b) Prinsip Amar Ma‟ruf Nahi Munkar

Amar ma‟ruf nahi munkar adalah perintah mengajak pada

(33)

tidak hanya untuk mengajak orang lain, melainkan juga pada diri sendiri, instropeksi diri.

c) Prinsip Mengagungkan Ilmu

Ilmu dipandang sebagai sesuatu yang agung, sebagai sarana mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat, bukan saja sebagai hasil kajian pemikiran belaka. Berhasil tidaknya santri mempeoleh ilmu tidak di dasarkan pada ketajaman akal, ketepatan metode dan kesungguhan mencapainya, melainkan pada kesucian hati, restu atau barakah kyai dan ritual keagamaan lainnya seperti puasa, do‟a-do‟a

dan riyadah lainya. d) Prinsip pengamalan

Dengan prinsip ini keberhasilan santri tidak diukur dari nilai formal, ijazah atau rapornya, melainkan didasarkan pada sikap dan tingkah lakunya.

e) Prinsip hubungan orang tua dan anak

(34)

f) Prinsip estafet

Dalam sistem pendidikan pesantren, tidak semua santri di ajar oleh kyai karena banyaknya murid dan kesibukan beliau, santri junior dalam pembelajaran akan di bantu oleh santri senior yang dahulunya juga telah belajar pada kyai.

g) Prinsip koletifitas

Di pesantren berlaku prinsip mendahulukan kewajiban dan kepentingan orang lain dari pada kepentingan diri sendiri, sehingga terjadi kekompakan, rasa solidaritas dan persaudaraan yang erat antar santri.

h) Prinsip kemandirian

Dalam lingkungan yang kompleks, orang dari beragam suku, bahasa, kebiasaan dan tingkat keilmuan berbeda yang akan mempengaruhi antara mereka, disini santri dituntut aktif dalam memilih yang sesuai dengan kebutuhannya. Tidak serta merta mengandalakan teman.

i) Prinsip kesederhanaan

Di pesantren santri dibiasakan hidup dalam kewajaran, jauh dari sifat serakah, apalagi menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan. Santri diajarkan hidup dengan penuh kesederhanaan, sehingga setiap santri siap dalam menghadapi segala sisi kehidupan.

(35)

5. Macam-macam Pondok Pesantren

Menurut Abdul Munir Mulkhan, dkk. (1998: 220) terdapat beberapa macam pondok pesantren:

a. Pondok Pesantren Tradisional

Pondok pesantren tradisional adalah pondok pesantren yang menerapkan kehidupan dan tradisi lama, kitab-kitab maraji‟nya biasa disebut Kitab Kuning.

b. Pondok Pesantren Modern

Pondok pesantren modern adalah pondok pesantren yang sistem dan metodenya sudah menuju pendidikan modern yang menitik beratkan pada efisiensi dan efektifitas pendidikan.

c. Perpaduan antara Pondok Pesantren Tradisional dan Pondok Pesantren Modern

Pondok pesantren perpaduan antara tradisional dan modern, baik sistem dan metode serta tradisi dalam mengaji.

B. KECERDASAN SOSIAL

1. Pengertian Kecerdasan Sosial

Kecerdasan, inteligensi, kepandaian, kepintaran, dan istilah-istilah yang senada sering menjadi topik pembicaraan. Menurut Ratna (2011: 11), kecerdasan adalah kemampuan manusia dalam menggunakan akalnya untuk melakukan sesuatu.

(36)

lain. Kemampuan berurusan dengan kerumitan, kerumitan atau abstrak-abstrak, kemampuan dan kecakapan berfikir (Jannah, 2017: 25).

Sedangkan kata sosial menurut Conyers (1991: 10), yaitu sebagai lawan kata “individual”. Kata sosial mempunyai kecenderungan ke arah

pengertian kelompok orang, yang berkonotasi „masyarakat‟ (society) dan „warga‟ (community).

Sosial juga diartikan sebagai segala kegiatan yang ada hubungannya dalam masyarakat luas, sesuai dengan perkataan asalnya “sozius”, yang berarti “teman” (Susanto, 1979: 11).

Menurut Daniel Goleman dalam bukunya yang berjudul Social Intellgence, kecerdasan sosial sebagai ilmu baru dengan implikasi yang mengejutkan terhadap interpersonal, seperti reaksi antar-individu dan mengatur gerak hati yang membentuk hubungan baik antar individu. Selain itu, dia juga mengakui bahwa setiap individu mempunyai pembawaan yang integral, seperti kerja sama, empati, dan sifat yang mementingkan kepentingan orang lain (Azzet, 2014:44).

“Social intellegence shows itself abundantly in the nursery, on the

playground, in barracks and factories and salesrooms, but it eludes the

formal standardized conditions of the testing laboratory.” So observed

Edward Thorndike, the Columbia University psychologist who first

proposed the consept, in a 1920 article in Harper‟s Monthly Magazine

(37)

Artinya yaitu: “kecerdasan sosial memperlihatkan dirinya secara

berlimpah di tempat penitipan anak, di taman bermain, di barak, dan di pabrik serta ruang-ruang penjualan, namun kecerdasan sosial tidak bisa ditangkap oleh kondisi-kondisi standar formal laboratorium pengujian”. Begitulah pengamatan Edward Thorndike, psikologi Columbia University yang pertama kali mengusulkan konsep ini dalam artikel yang diterbitkan pada tahun 1920 di Harper‟s Monthhly Magazine

(Doleman, 2016: 91).

Kecerdasan sosial erat kaitannya dengan kata “sosialisasi.” Suean

Robinson Ambron (1981) mengartikan sosialisasi itu sebagai proses belajar yang membimbing seseorang ke arah perkembangan kepribadian sosial sehingga dapat menjadi anggota masyarakat yang bertanggung jawab dan efektif (Syamsu Yusuf, 2004: 123).

2. Keterampilan Dasar dalam Kecerdasan Sosial

Menurut Akhmad Muhaimin Azzet (2014: 47) ada empat keterampilan dasar dalam kecerdasan sosial:

a. Mengorganisasi Kelompok

(38)

b. Merundingkan Pemecahan Masalah

Bila ada dua orang atau kelompok yang berbeda pendapat, maka dibutuhkan seorang mediator yang baik agar masalah terselesaikan. Di sinilah setiap pribadi di butuhkan kecerdasan sosial tersendiri. Kemampuan untuk bisa merundingkan pemecahan masalah dengan baik tidak muncul begitu saja dari pribadi seseorang. Kemampuan itu adalah hasil dari latihan yang panjang meski tidak disadarinya. c. Menjalin Hubungan

Berhubungan dengan orang lain secara sehat itu penting, menjalin hubungan tidak hanya ketika kita butuh saja, ketika kita tidak butuh, kemudian bersikap cuek pada orang lain. Inilah kecenderungan sebuah hubungan yang dijalin oleh orang-orang modern yang sibuk dan banyak urusan, yakni menjalin hubungan dengan orang lain ketika butuh saja. Semestinya tidak demikian dengan kita yang menginginkan sebuah kecerdasan sosial yang baik, hubungan sosial hendaknya terus dijalin tanpa melihat kita butuh atau tidak.

d. Menganalisis Sosial

(39)

Sesorang bbisa membawa hubungannya dengan orang lain dalam suasana kebersamaan yang baik.

3. Unsur-unsur Kecerdasan Sosial

a. Social Awareness

Social awareness refers to a spectrum that runs from

instantaneously sensing another‟s inner state, to understanding her

feelings and thoughs, to “getting” complicated social situations. It

includs:

1)Primaly empathy: feeling with others; sensing nonverbal

emotional signals.

2)Attunement: listening with full receptivity; attuning to aperson.

3) Empathy accuracy: understanding another person‟s thoughts,

feelings, and intentions.

4)Social cognition: knowing how to the social world works.

b. Social Facility

Simply sensing how another feels, or knowing what they think or

intend, does not guarantee fruitful interactions. Social facility builds

on social awareness to allow smooth, effective interactions. The

spectrum of social facility includes:

1)Synchrony: interacting smoothly at the nonverbal level.

2)Self-presentation: presenting ourselves effectively.

(40)

4)Concern: caring about other”s needs and acting accordingly

(Doleman, 2016: 92).

Terjemah: a. Kesadaran Sosial

Kesadaran sosial adalah apa yang kita rasakan tentang orang lain. Hal ini meliputi:

1) Empati Dasar: perasaan dengan orang lain; merasakan isyarat-isyarat emosi nonverbal.

2) Penyelarasan: mendengarkan dengan penuh penerimaan; menyelaraskan diri pada seseorang.

3) Ketepatan empatik: memahami pikiran, perasaan dan maksud orang lain.

4) Pengertian sosial: mengetahui bagaimana dunia sosial bekerja.

b. Fasilitas sosial

Fasilitas sosial adalah apa yang kemudian kita lakukan dengan kesadaran itu. Spektrum fasilitas sosial meliputi:

1) Sinkroni: berinteraksi secara mulus pada tingkat nonverbal. 2) Presentasi-diri: mempresentasikan diri Anda sendiri secara

efektif.

3) Pengaruh: membentuk hasil interaksi sosial.

(41)

4. Cara Mengembangkan Kecerdasan Sosial

Untuk mengembangkan kecerdasan sosial ada lima kemampuan penting untuk dikembangkan menurut Karl Albrecht dalam bukunya Azzet (2014: 57):

a. Kesadaran Situasional

Kesadaran situasioal adalah kemampuan seseorang dalam memahami dan peka terhadap perasaan, kebutuhan dan hak orang lain.

b. Kemampuan Membawa Diri

Kemampuan membawa diri adalah cara berpenampilan, menyapa dan bertutur kata, sikap dan gerak tubuh ketika berbicara atau sedang mendengarkan orang lain berbicara, dan cara duduk atau bahkan berjalan.

Sebagai latihan dasar, anak dibiasakan melakukan tiga hal: 1) Maaf atau permintaan maaf kepada orang lain

2) Permisi atau mengucapkan permisi kepada orang lain 3) Makasih atau mengucapkan terima kasih kepada orang lain c. Autentisitas

(42)

d. Kejelasan

Kejelasan adalah kemampuan seseorang dalam menyampaikan ide atau gagasannya secara jelas, tidak bertele-tele sehingga orang lain dapat mengerti dengan baik.

e. Empati

Keadaan mental yang membuat seseorang merasa atau mengidentifikasi diri dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain disebut sebagai empati. 5. Manfaat Kecerdasan Sosial

a. Menyehatan jiwa dan raga

Pola hubungan sosial seseorang dipercaya mempunyai hubungan yang sangat erat dengan kesehatan. Hal ini bisa diketahui dari banyak kenyataan bahwa orang yang memiliki hubungan yang baik dengan orang lain biasanya mampu menjalani kehidupan sehari-harinya dengan baik, menyenangkan dan ketika memiliki masalah ada orang yang diajak berdiskusi dan mencari jalan keluar. Semua itu akan berakibat baik pada kejiwaannya, sementara kita tahu bahwa kejiwaan seseorang terkait erat dengan kesehatan badannya.

b. Membuat suasana nyaman

(43)

c. Meredakan perkelahian

Seseoang yang memiliki kecerdasan sosial yang tinggi tidak akan mudah emosi jika ada sesuatu yang memancing emosinya, hal ini akan meredakan perkelahian.

d. Membangkitkan semangat

Jika ada teman atau adik yang bersedih atau tidak bersemangat, kemudian kita berusaha untuk menghibur atau membuatnya bahagia, serta memberi semangat padanya, perlakuan seperti itu merupakan kecerdasan sosialnya yang baik (Azzet, 2014: 91).

C. Peran Pondok Pesantren Al Hasan dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri

Pondok pesantren adalah tempat tinggal untuk mencari ilmu agama, di ajar oleh seorang ustad-ustadzah dan di pimpin oleh seorang kyai serta ada murid bernama santri. Dalam pondok pesantren ini juga di ajarkan banyak hal, tidak mengenai ilmu-ilmu agama saja, namun para santri diajarkan cara berhubungan yang baik dengan antar santri, santri dengan kyai, juga dengan masyarakat sekitar. Para santri berasal dari berbagai macam daerah. Santri tidak hanya murni nyatri saja, akan tetapi mereka juga bersekolah formal, mulai dari tingkat MTS, MA hingga Perguruan Tinggi. Mereka merasakan banyak manfaat dan bersifat positif dalam menjalani kehidupan dalam pesantren.

(44)

Hasan itu diasuh oleh Bapak Ma‟rif. Beliau mendidik para santri dengan

penuh kesabaran dan ketlatenan. Di sini beliau berperan penting dalam proses pengajaran dalam pondok pesantren, juga dibantu oleh ustad atau ustadzah.

Peran sosial pesantren dikategorisasikan menjadi peranan yang murni bersifat keagamaan dan peranan yang tidak hanya bersifat keagamaan. Peranan ini pada dasarnya bersifat kultural dan ada yang bersifat sosial ekonomi. Peranan kulturalnya yang utama adalah penciptaan pandangan hidup khas santri, yang dirumuskan dalam sebuah tata nilai. Tata nilai itu berfungsi sebagai pencipta keterikatan di kalangan warga pesantren, juga berfungsi sebagai alat penyaring nilai-nilai baru yang datang dari luar. Sebagai pencipta keguyuban masyarakat, tata nilai yang di kembangkan itu dipraktikkan dalam lingkungan pesantren sendiri, antara guru dengan santri maupun antar santri sendiri. Kemudian dikembangkan ke luar lingkungan pesantren (Abdurrahma Wahid, 2007: 102).

Menurut Sindu Galba (2004: 53) bentuk-bentuk hubungan yang sangat kompleks dalam lingkup pesantren dapat di kategorikan menjadi tiga:

1. Hubungan Antarsantri

(45)

seperti hubungan antara orang tua dan anak, hubungan antara ustad dan murid. Sebagaimana layaknya orangtua, dalam berbagai kesempatan menasehati kepada para santri agar belajar yang tekun, meninggalkan hal-hal yang dilarang Allah dan menjalankan semua hal yang di perintahkan Allah.

Hubungan antarsantri mengarah pada corak hubungan pertemuan. Dalam pesantren kedudukan mereka adalah sama. Dalam pergaulan mereka menunjukkan sikap yang bebas tapi masih pada tahap wajar, mereka saling mengenal satu sama lain walaupun tingkat keakraban berbeda. Kesamaan asal daerah tidak membuat mereka bersahabat. Lepas dari masalah dekat dan tidaknya antarsantri, mereka sama-sama sebagai perantau yang jauh dari orang tua, setiap santri harus bisa mengatur keuangannya menurut kebutuhan.

2. Hubungan Antara Kyai dan Santri

Hubungan pemimpin pesantren dengan para santrinya tidak hanya sebatas hubungan antara guru dengan murid. Tetapi lebih dari itu, yaitu hubungan timbal balik dimana para santri menganggap kyai sebagai bapak sendiri, sementara kyai menganggap santri sebagai titipan Tuhan yang harus dilindungi.

(46)

memecahkan masalah secara bijak, tidak hanya masalah individu tetapi juga misalkan masalah yang terjadi antarsantri.

3. Hubungan Antara Warga Pesantren dan Warga Masyarakat Sekitarnya Hubungan antar warga pesantren dengan warga masyarakat meliputi berbagai aspek kehidupan. Namun yang paling tampak menonjol yaitu hubungan yang bersifat ekonomi, dimana warga pesantren sebagai pembeli dan warga masyarakat sebagai penjual yang menjual berbagai kebutuhan santri baik berupa maka dan minum, peralatan sembahyang, mengaji, sekolah dan lain sebagainnya.

Dalam hal lain hubungan ini bercorak kekeluargaan, dalam masalah pengetahuan, baik pengatahuan agama maupun pengetahuan umum, warga pesantren dianggap oleh masyarakat sekitarnya sebagai oarang yang mampu menjawab.

(47)
(48)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Semua penelitian memerlukan pendekatan dan jenis penelitian yang sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan kualitatif.

Penelitian kualitatif mencoba memahami fenomena dalam seting dan konteks naturalnya (bukan di dalam laboratorium) dimana peneliti tidak memanipulasi fenomena yang diamati (Sarosa, 2012: 7).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian

(49)

Kehadiran peneliti sebagai pengumpul data mengenai peran Pondok Pesantren Al Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial. Peneliti melakukan penelitian secara langsung di Pondok Pesantren Al Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga dengan cara terjun langsung pada masyarakat pondok. Adapun peneliti berpartisipasi secara lengkap, dalam artian peneliti menjadi anggota secara penuh dari kelompok yang diamati. Sehingga peneliti mengetahui dan menghayati secara utuh dan mendalam. Dengan demikian peneliti dapat memperoleh data informan secara detail dan mendalam langsung dari objek yang diteliti.

B. Lokasi Penelitian

Tempat penelitian ini dilakukan yaitu di Pondok Pesantren Al-Hasan Banyuputih Timur, Sidorejo Lor, Salatiga. Adapun alamatnya Pondok Pesantren Al-Hasan sendiri terletak di Jalan Imam Bonjol No. 89 Banyuputih Timur, Kecamatan Sidorejo Lor, Kota Salatiga. Alasan peneliti memilih lokasi tersebut karena peneliti tertarik dengan kegiatan-kegiatan yang ada dalam pondok pesantren tersebut.

C. Sumber Data 1. Data Primer

(50)

wawancara dengan para informan yang telah ditentukan meliputi berbagai hal yang berkaitan dengan peran pondok pesantren Al Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial. Adapun sumber data dalam penelitian ini yaitu: Pengasuh Pondok Pesantren Al Hasan, Pengurus Pondok Pesantren Al Hasan dan Santri Pondok Pesantren Al Hasan. 2. Data Sekunder

Sumber data sekunder adalah sumber data pendukung atau penunjang penelitian ini (Arikunto: 2006: 145). Data sekunder dalam penelitian ini adalah foto terkait dengan kegiatan Pondok Pesantren Al Hasan Kota Salatiga serta foto wawancara peneliti dengan beberapa responden yaitu lurah pondok pesantren putra/putri, pengurus pondok pesantren putra/putri serta dengan santri putra/putri.

D. Prosedur Pengumpulan Data 1. Metode observasi

Observasi atau pengamatan adalah salah satu teknik atau cara menampilkan data dengan jalan mengadakan pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung (Raco, 2010: 115).

Metode observasi dilakukan peneliti pada objek penelitian ini untuk mendapatkan data-data yang diperlukan, dengan pengamatan langsung di lapangan tentang kegiatan-kegiatan di pondok pesantren Al-Hasan yang dapat mengembangkan kecerdasan sosial santri.

(51)

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab dengan bertatap muka antara pewawancara atau penanya dan penjawab atau responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir, 1985: 234). Pengumpulan data dilakukan dengan mewawancarai informan yang diteliti.

Terdapat tiga tipe wawancara berdasarkan tingkat formalitas dan terstrukturnya wawancara tersebut (Sarosa, 2012: 46):

a. Wawancara terstruktur

Wawancara terstruktur menggunakan kuisioner yang sudah disusun sebelumnya sehingga memiliki standar yang sama. Wawancara ini lebih cocok untuk penelitian yang bersifat kuantitatif. b. Wawancara tidak terstruktur

Sifat wawancara tidak terstruktur adalah informal. Wawancara tidak terstruktur dimulai dengan mengeksplorasi suatu topik umum bersama-sama dengan partisipan.

c. Wawancara semi terstruktur

Wawancara semi terstruktur adalah kompromi anatara wawancara terstruktur dan tidak terstruktur. Pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu wawancara sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan.

(52)

Pesantren al-Hasan Salatiga dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri.

3. Metode dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang ditunjukkan kepada subyek penelitian. Peneliti menggunakan metode dokumentasi untuk mengumpulkan data-data mngenai gambaran umum pondok pesantren, sejarah berdirinya, bangunan fisik, dan kegiatan santri (Muhammad Arifin, 2017, Pendidikan Agama Islam IAIN Salatiga).

Dalam metode dokumentasi ini peneliti mencari dokumen-dokumen penting yang mendukung data berkaitan dengan penelitian dan untuk memperkuat data-data yang didapat di lokasi penelitian yaitu di Pondok Pesantren Al Hasan Salatiga. Dimana data ini sebagai pendukung dari metode wawancara.

E. Analisis Data

Bogdan dan Biklen (Moleong, 2009: 248) mengemukakan bahwa analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Adapun langkah-langkahnya sebagai berikut:

(53)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan temanya.

Dengan demikian data yang telah direduksi dapat memberikan gambaran yang lebih jelas, serta mempermudah peneliti untuk mencari data selanjutnya yang belum lengkap.

2. Penyajian data

Setelah dilakukan reduksi data, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Namun yang paling sering

menyajikan data dengan teks yang bersifat naratif.

3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif dalah merupakan temuan baru yang belum ada sebelumnya. Temuan bisa berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori (Sugiono, 2015: 247).

Dalam hal ini peneliti mencoba menganalisis data yang terkumpul dalam Peran Pondok Pesantren dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri.

F. Pengecekan Keabsahan Data

(54)

Menurut Moleong (2009: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang meamanfaatkan sesuatu yang lain.

Menurut Sugiyono (2015: 273) ada tiga macam triangulasi yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik dan triangulasi waktu.

1. Triangulasi Sumber

Triangulasi sumber untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh melalui beberapa sumber. 2. Tiangulasi Teknik

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan cara mengecek data yang diperoleh kepada sumber yang sama namun dengan teknik yang berbeda.

3. Triangulasi Waktu

Waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Dalam rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang-ulang sehingga sampai ditemukan kepastian datanya.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi sumber, hal itu dapat dicapai dengan jalan:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara. 2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa

(55)

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatankannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

5. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen yang berkaitan (Moleong, 2009: 331).

G. Tahap-tahap Penelitian

Adapun tahapan penelitian bertajuk peran Pondok Pesantren Al Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial sebagai berikut:

1. Tahap pra lapangan

Penulis menentukan fokus penelitian yang akan menjadi pokok pembahasan, selain itu penulis melakukan konsultasi kepada pembimbing, dilanjutkan permohonan izin lokasi penelitian.

2. Tahap pekerjaan lapangan

a. Suvei awal untuk mengetahui gambaran umum tentang Pondok Pesantren Al Hasan dan menemui pihak penanggung jawab kegiatan tersebut yang akan dijadikan subyek penelitian serta meminta ijin untuk melakukan penelitian.

(56)

c. Melakukan penelitian secara langsung ke Pondok Pesantren Al Hasan untuk memperoleh data dengan cara melakukan interview atau wawancara kepada responden sebagai langkah awal pengumpulan data.

3. Tahap analisis data

Meliputi analisis data yang diperoleh melalui observasi, wawancara dan dokumentasi secara mendalam dengan pengasuh, pengurus dan santri Pondok Pesantren Al Hasan.

4. Tahap penulisan laporan

(57)

BAB IV

PAPARAN DATA DAN ANALISIS A. Paparan Data

1. Sejarah Pondok Pesantren Al-Hasan

Pondok pesantren Al-Hasan merupakan lembaga pendidikan yang berdiri sekitar tahun 1955. Pondok ini didirikan oleh KH. Isom yang berada di Bancaan, Salatiga. Beliau memiliki seorang istri bernama Nyai Zuhrotun. Selain sebagai seorang tokoh agama atau yang biasa disebut dengan sebutan kyai, beliau juga menjabat sebagai kepala bagian di KUA. Beliau adalah sosok yang memiliki kepribadian tegas, keras, dan disiplin demi kebenaran. Sifat-sifat tersebut beliau terapkan dalam mendidik putra-putri dan para santri agar memiliki akhlak yang baik serta mempunyai pengetahuan yang luas.

Program pengajaran dalam pondok pesantren Al-Hasan, santri diajarkan dalam bidang ilmu tajwid (Al-Qur‟an) dan akhlak, dengan tetap menanamkan pembinaan iman dan takwa kepada santri. Seiring dengan perkembangan zaman dan karena beberapa hal, KH. Isohm menikah lagi dengan seorang janda yang bernama Nyai Hj. „Atifah. Sebelumnya Nyai Hj. „Atifah telah mempunyai seorang putra yaitu KH.

(58)

pesantren yang kedua di Banyuputih Salatiga dengan nama yang sama dan sistem pembelajaran yang tidak jauh berbeda dengan pondok pesantren yang berada di Bancaan. Dari pernikahan yang kedua Beliau mempunyai tiga keturunan, yang pertama adalah M. Rofiq Isom, yang kedua meninggal dunia dan yang ketiga yaitu Nyai Kamalah Isom, S. E. Walaupun menjadi pengasuh di dua pesantren yang jaraknya lumayan jauh jika di jalani dengan berjalan kaki, Beliau memperlakukan kedua pesantren tersebut secara adil. Hal tersebut terlihat dari cara pembagian waktu untuk kedua pesantren, santri dan keluarga beliau. Dalam waktu satu minggu, beliau sering menghabiskan siang hari di Bancaan dan malam harinya di Banyuputih.

Pada tahun 1975 istri pertama beliau, yang tinggal di Bancaan tutup usia. Kemudian pondok pesantren yang berada di Bancaan digabung menjadi satu di Banyuputih. Pengabungan pondok tersebut bertujuan supaya KH. Isom dapat lebih maksimal dalam mendidik dan megawasi para santri, selain beliau juga telah lanjut usia. Dengan usia 64 tahun, tidak memungkinkan beliau untuk terlalu banyak aktifitas di dua pondok yang berbeda lokasi yang cukup menguras tenaga.

Pada tahun 1979 keluarga besar pondok Al-Hasan berduka karena penggasuh dan pendiri pondok Al-Hasan atau KH. Isom telah meninggal dunia di usia sekitar 65 tahun. Kemudian pengasuhan pondok digantikan oleh istri yang kedua beliau, yaitu Nyai Hj. „Atifah.

(59)

kemudian, Nyai Hj. „Atifah dipanggil menghadap yang kuasa pada

tahun 1997.

Kepemimpinan selanjutnya digantikan oleh putra dan putrinya yaitu, KH. Ichsanudin (KH. Tafrikhan) dan Nyai Kamalah Isom, S.E. Meskipun dipimpin putra-putrinya dalam sistem pembelajaran tidak jauh beda dengan semasa di pimpin oleh KH. Isom.

Seiring bertambahnya waktu, jumlah santri Al-Hasan pun kian bertambah, sarana dan prasarana sedikit demi sedikit mulai dibangun. Pada tahun 2004, pondok pesantren Al-Hasan baru dapat membangun asrama santri putra-putri dengan bangunan yang dikatakan layak dibanding sebelumnya. Meskipun bangunan sebelumnya sederhana para santri tetap semangat dalam pembelajarannya. Pondok pesantren Al-Hasan adalah pondok pesantren Al-Qur‟an, yang mengajarkan ilmu Al -Qur‟an serta kitab-kitab kuning lainnya.

Pada tahun 2012, Kh.Ichsanudin (KH. Tafrikhan) jatuh sakit dan harus dirawat intensif, serta tidak diperbolehkan terlalu banyak aktifitas, maka kepemimpinan pondok beralih ke putranya yaitu Bapak Ma‟arif. Selama menjalankan tugas untuk memimpin pondok pesantren

beliau dibantu oleh Bapak Khusnul Kirom selaku menantu dari KH. Ichsanudin.

(60)

keluarga ataupun santri bahkan warga sekitar sampai warga Salatiga ikut merasakan kepergian sang KH. Ichsanudin. Dimasa hidupnya beliau dikenal sebagai Kiai yang mempunyai kharismatik tinggi, pembelajaran Al-Qur‟an dengan tajwid menjadi prioritas beliau. Karena membaca Al-Qur‟an tidak sekedar membaca dengan terburu ataupun banyak lembar, akan tetapi bagaimana kita berinteraksi dengan sang maha kuasa dengan baik. Karena kepergian KH. Ichsanudin, kini Pondok Pesantren Al-Hasan dipimpin putranya, yaitu Kiai Ma‟arif sampai sekarang.

2. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Hasan

Adapun visi dan misi Pondok Pesantren Al-Hasan, yaitu:

Visi :

a. Kokoh dalam Iman dan Taqwa b. Mumpuni dalam Ilmu Agama (Islam)

c. Membentuk karakter santri yang berakhlakul karimah d. Maju dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Misi :

a. Menerapkan dan mengamalkan ajaran Agama Islam dalam kehidupan sehari-hari untuk membentuk mental spiritual dan kepribadian yang kokoh.

(61)

c. Membangun karakter islami dan mengedepankan Aklaqul yang berasas Qur‟aniyah.

d. Melaksanakan pembelajaran yang mengintegrasikan nilai-nilai iman dan taqwa dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Tata Tertib Pondok Pesantren Al-Hasan

a. Kewajiban bagi santri Pondok Pesantren Al-Hasan 1)Bertaqwa kepada Allah SWT

2)Menghormati dan mentaati pengasuh serta pengurus pondok 3)Mengikuti sholat berjamaah di masjid

4)Wajib mengikuti kegiatan mengaji

5)Wajib kembali ke pondok sebelum jam 16.30 WIB

6)Kepulangan setiap 2 minggu sekali dan wajib ijin pengasuh

7)Mentaati semua peraturan yang sudah disusun oleh setiap seksi pengurus pondok

8)Santri wajib menjaga nama baik Pondok pesantren Al-Hasan dengan tingkah laku yang baik di lingkungan pondok dan di luar pondok

b. Larangan bagi santri Pondok Pesantren Al-Hasan 1)Dilarang memakai barang orang lain tanpa izin 2)Dilarang berbuat hal yang tidak baik

(62)

4. Sarana dan Fasilitas Pondok Pesantren Al-Hasan Tabel 4.1 Sarana dan Fasilitas

No Nama Jumlah

1 Gedung Asrama Santri 1

2 Ruang Kamar Putra 11

3 Ruang Kamar Putri 12

4 Kamar Mandi Putra 3

5 Kamar Mandi Putri 4

6 Ruang Pengurus Putra 1

7 Ruang Tamu Putri 1

8 Aula 1

9 Masjid 1

10 Ruang Mengaji 2

11 Gedung TPA 1

12 Gedung PAUD 1

13 Sumber Penerangan PLN

14 Sumber Air Sumur Bor

15 Subwoofer 1 Unit

16 Alat Rebana 1 set

17 Penyaring Air Minum 1 set

(63)

5. Jadwal Kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan Tabel 4.5

Jadwal Kegiatan Harian Santri Putra

No Waktu/Pukul Kegiatan

1. 04.00-04.30 Bangun dan persiapan sholat subuh

2. 04.30-04.45 Sholat subuh

3. 04.45-06.15 Mengaji sorogan Al-Qur‟an

4.

06.15-07.00 Persiapan berangkat sekolah, dan sarapan pagi. (untuk mahasiswa bisa melanjutkan ngaji)

5. 08.00-11.00 Ngaji sorogan Al-Qur‟an buat santri kalong.

6. 14.30-15.00 Persiapan sholat Ashar

7. 15.00-15.20 Sholat ashar

8. 15.20-16.30 Istirahat dan makan

9. 16.30-17.30 Mengaji bandongan kitab Ta‟lim muta‟alim

10. 17.30-17.40 Persiapan sholat Maghrib

11. 17.40-18.00 Sholat maghrib

12. 18.00-18.50 Yasinan dan tadarus Al-Qur,an

13. 18.50-19.00 Persiapan sholat Isya‟

14. 19.00-19.15 Sholat Isya‟

15. 19.15-20.00 Istirahat dan makan malam

16. 20.00-21.00 Mengaji diniyah sesuai kelas

(64)

18. 22.00-04.00 Istirahat

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan tahun 2017)

Tabel 4.6

Jadwal Kegiatan Harian Santri Putri

No Waktu/Pukul Kegiatan

1. 03.00-03.45 Bangun dan persiapan sholat subuh

2. 04.00-04.15 Sholat subuh

3. 04.15-04.45 MengajiAl-Qur‟an mandiri

4. 04.45-07.00 Persiapan berangkat sekolah, dan sarapan pagi.

5. 07.00-14.45 Kegiatan belajar di sekolah/kampus

6. 14.45-15.00 Persiapan sholat Ashar

7. 15.00-15.20 Sholat ashar

8. 15.20-16.30 Istirahat dan makan

9. 16.30-17.30 Mengaji bandongan kitab Ta‟lim muta‟alim

10. 17.30-17.40 Persiapan sholat Maghrib

11. 17.40-18.00 Sholat maghrib

12. 18.00-18.50 Ngaji sorogan Al-Qur‟an

13. 18.50-19.00 Persiapan sholat Isya‟

14. 19.00-19.15 Sholat Isya‟

15. 19.15-20.00 Istirahat dan makan malam

16. 20.00-21.00 Mengaji diniyah sesuai kelas

(65)

18. 22.00-04.00 Istirahat

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan tahun 2017)

Tabel 4.7

Jadwal Kegiatan Mingguan Santri

No. Kegiatan Hari Keterangan

1. Dzibaan Al Barjanji Kamis Minggu I&III

2. Mujadahan & Asma‟ul Husna

Kamis Minggu II&IV

3. Khitobah Jum‟at Malam

4. Kerja Bakti (Ro‟an) Jum‟at (putra) Minggu (putri)

Pagi/Siang

5. Musyawarah Kamis Pengurus

6. Sholat Dhuha Minggu Semua Santri

7. Ziarah Kubur Kamis Semua Santri

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan tahun 2017)

Tabel 4.8

Jadwal Kegiatan Bulanan Santri

No. Kegiatan Keterangan

1. Evaluasi progam kerja Pengurus

2. Lomba kebersihan kamar Minggu Terakhir

3. Qur‟anan Senin Pon

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan tahun 2017)

Tabel 4.8

Jadwal Kegiatan Tahunan Santri

(66)

1. Penerimaan santri baru & MOS Tahun ajaran baru 2. Akhirussanah dan khotmil Qur‟an Bulan Rajab

3. Lailatul Wada‟ -

4. Wisata religi

Oktober (setiap 2 tahun sekali) 5. Reorganisasi pengurus pondok Januari

6. PHBI Menyesuaikan

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan tahun 2017)

6. Prestasi santri Pondok Pesantren Al-Hasan Tabel 4.9 Prestasi santri

No Kategori Tahun

1 Juara III kerajinan alas baca Al-Qur‟an pospeda tingkat Kota Salatiga

2012

2 Juara III kaligrafi/kolase pospeda tingkat kota Salatiga 2012 3 Juara III lomba takbir idul adha 1433 H 2012

4 Juara II lomba takbir idul adha 1435 H 2014 5 Juara I lomba futsal dalam rangka harlah ke 27 ponpes

Edi Mancoro

2016

6 Terbaik III Musabaqoh Tilawatil Qur‟an (Kota Salatiga)

2017

7 Juara III lomba dai se Kota Salatiga dalam rangka milad LDK Fatir Ar Rasyid IAIN Salatiga

(67)

8 Juara II lomba ghina al-aroby mmusabaqoh al-lughoh al-arobiyah ITTAQO IAIN Salatiga tingkat mahasiswa & ponpes se-Jateng & DIY

2017

9 Juara III LCC dalam rangka memeperingati hari santri nasiona

2017

10 Juara I lomba khitobah dalam rangka memperingati hari santri nasional ormawa fakultas syariah IAIN Salatiga

2017

11 Juara umum lomba permainan tradisional kategori remaja masjid dalam rangka salatiga education & islamic expo

2017

12 Juara I estafet sarung kategori remaja masjid dalam rangka salatiga education & islamic expo

2017

13 Juara II Asyrokol dalam rangka gebyar maulid Nabi 1439 H, Salatiga

2017

(Referensi: Arsip pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan tahun 2017)

7. Gambaran Informan

Dalam rangka untuk mengetahui peran Pondok Pesantren Al-Hasan dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri, didasarkan pada informasi yang berhasil di kumpulkan melalui dari beberapa sumber yang penulis anggap dapat mewakili informasi keseluruhan tentang santri Pondok Pesantren Al-Hasan Kota Salatiga.

Tabel 4.10 Gambaran Informan

1. Kyai Ma‟arif KM Pengasuh Pondok

(68)

2. Dani Hasanah DH 20 Ketua Pondok Pesantren Al-Hasan

3. Amri Widianto AW 21 Pengurus Pondok

Pesantren Al-Hasan

4. Agus Andri Zuliyansah AAZ 20 Pengurus Pondok Pesantren Al-Hasan

5. Nurul Istiadah NI 20 Pengurus Pondok

Pesantren Al-Hasan

6. Safira Azmi Rifzika SAR 17 Santri Pondok Pesantren Al-Hasan

7. Mala Khoirul

Maghfiroh

MKM 17 Santri Pondok Pesantren Al-Hasan

8. Siti Muzaro‟ah SM 16 Santri Pondok Pesantren

Al-Hasan

9. M. Anwar MA 18 Santri Pondok Pesantren

Al-Hasan

10. Farid Maulana FM 19 Santri Pondok Pesantren

Al-Hasan

(69)

Al-Hasan

12. Nindy Hening Maulida NHM 19 Santri Pondok Pesantren Al-Hasan

13. Nur Alifah NA 20 Santri Pondok Pesantren

Al-Hasan

14. Venty Fajarini VF 21 Santri Pondok Pesantren Al-Hasan

8. Paparan Data dari Wawancara

a. Peran Pondok Pesantren Al-Hasan Kota Salatiga dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri

Berdasarkan data yang ada maka diantara peran Pondok Pesantren Al-Hasan Kota Salatiga dalam mengembangkan kecerdasan sosial santri sebagai berikut:

 DH adalah seorang santri sekaligus menjadi ketua Pondok Putri

(70)

mengembangkan kecerdasan sosial seperti membantu teman dalam

mengabsahi atau memaknai kitab sehingga timbul interaksi yang baik, sebagaimna penjelasannya sebagai berikut:

“Semua kegiatan di pondok dapat mengembangkan kecerdasan sosial. Karna setiap kegiatan itu berhubungan dengan banyak individu atau santri. Contoh kegiatan harian yaitu mengaji kitab, misalkan ada teman yang belum mengabsahi kitab kemudian membantu teman tersebut. Itu dapat menimbulkan interaksi yang baik. Kegiatan lainnnya yaitu waktu khitobah yang dilakukan dua minggu sekali. Disitu santri dilatih menjadi dai, bisa qira tahlil sebagai bekal kedepannya..” (DH/16-12-2017/06.50 WIB).

 VF adalah seorang santri di PondokPesantren Al-Hasan Kota

Salatiga sejak 3,5 tahun yang lalu. VF masuk ke pondok sejak akhir tahun 2014. Selain menjadi santri VF juga seorang mahasiswa di IAIN Salatiga, sekarang sudah semester 7. Motivasi VF mondok adalah visi misi pondok tersebut. Perubahan yang ia rasakan adalah menjadikan dirinya menjadi lebih baik, bersikap mandiri juga memiliki wawasan yang Islami, sebagaimana diutarakan sebagai berikut:

“Menjadikan saya mempunyai pribadi yang baik, bersikap mandiri, juga berwawasan islami..” (VF/21-12-2017/12.50).

(71)

macam umur tetapi solidaritas dan kerjasamanya terjaga, sebagaimana diungkapkan berikut ini:

“Menurut saya iya, karena di pondok itu hidup bersama-sama, banyak teman, dari itu muncul rasa sosialisasi sesama teman, misalkan saling berbaur. Walaupun kita berasal dari berbagai daerah berbagai macam umur, tetapi nilai solidaritas dan kerjasamanya kita terjaga..” (VF/21-12-2017/12.50)

 SAR merupakan santri di Pondok Pesantren Al-Hasan Kota Salatiga

sejak 2,5 tahun yang lalu, tepatnya mulai masuk sekolah di MAN Salatiga. Hal yang memotivasi mengikuti semua kegiatan yang ada di Pondok adalah karena dia merasa dirinya merupakan orang awam, yang belum mengetahui banyak ilmu, terutama ilmu agama. Dengan mengikuti kegiatan yang ada dia berharap supaya mendapat ilmu, pengalaman juga mencari keberkahan. Selain mencari ilmu SAR juga belajar melakukan segala ilmu yag telah didapatnya, walau belum sempurna. Kemudian mengenai perubahan yang SAR rasakan setelah mengikuti kegiatan-kegiatan yaitu pola pikirnya berubah, jadi lebih bisa memanusiakan manusia, sebagaimana penjelasannya sebagai berikut:

“Pola pikir saya berubah. Social saya berubah dengan adanya kegiatan di pondok pesantren. Saya lebih bisa memanusiakan manusia...”(SAR-15-12-2017/08.50 WIB).  MKM adalah seorang pelajar MAN yang juga nyantri di Pondok

(72)

menambah ilmu, kemudian ada juga motivasi dari orang tuannya supaya segala sesuatu yang dikerjakan itu diniatkan untuk beribadah. Pengalaman setelah mondok yaitu bisa lebih mudah bersosialisasi dengan teman serta mengenal lingkungan sekitar dengan baik, seperti yang dijelaskan sebagai berikut:

“Dapat lebih mengenal lingkungan dengan baik, juga dapat bersosialisasi dengan teman, waktu ngaji bisa beerjasama dengan teman atau salling membantu..”(MKM/15-12-2017/09.00 WIB)

 FM adalah seorang mahasiswa semester 3 yang tinggal di Pondok

Pesantren Al-Hasan Kota Salatiga. FM sudah satu tahun lebih nyantri di pondok, tepatnya sejak bulan Agustus 2016. Yang dijadikan motivasi yaitu supaya lancar dalam mengaji, sedangkan dari orang tua menginginkan anaknya pintar dalam ilmu agama. Perubahan yang ia rasakan setelah mengikuti kegiatan mengngaji yaitu pembacaan makhorijul hurufnya semakin bagus. Selain itu perubahan yang paling menonjol adalah menjadi orang yang pemberani atau tambah percaya diri, karena sebelumnya FM orang yang pemalu. Berikut ini pernyataannya:

“Setelah mengikuti ngaji makhorijul huruf saya semakin bagus, sebelumnya belum baik. Perubahan yang menonjol yaitu tambah berani atau tambah percaya diri. Karena sebelumnya saya sangat pemalu..”(FM/17-12-2017/20.45).  NHM adalah santri putri Pondok Pesantren Al-Hasan sejak tahun

(73)

mayoritas santri di Pondok Pesantren Al-Hasan yaitu kuliah di IAIN Salatiga. Yang menjadi motivasinya adalah motivasi dari orang tua, ketika malas belajar kemudian ingat orang tua dan menjadi lebih semangat kembali. Perubahan yang NHM rasakan adalah menjadi lebih mandiri, perihatin, misalnya ketika di rumah sering memilih— milih makanan, sekarang makanan apa adanya. Selain itu dalam mengaji juga menjadi lebih faham, lebih mmengetahui tatacara membaca al-Qur‟an. Berikut ini pernyataannya:

“Lebih mandiri, perihatin. Misalnya dulu di rumah sering pilih-pilih makanan, disini makanan seadanya ya dimakan. Kenudian mengaji ya menjadi lebih paham. Lebih mengetahui tatacara membaca al-Qur‟an, terutama tentang tajwidnya. Sebelumnya saya belum bisa memahaminya. Lebih paham isi kitab mar‟ah sholihah..” (NHM/17 -12-2017/20.15 WIB).

 FSA adalah seorang santri Pondok Pesantren Al-Hasan Kota

Salatiga sejak bulan Agustus 2017. FSA tidak hanya mondok saja namun juga mencari ilmu di IAIN Salatiga. Motivasi FSA mengikuti kegiatan dalam pondok adalah fastabiqul khoirat atau berlomba-lomba dalam hal kebaikan. Perubahan setelah mengikuti kegiatan dalam pondok adalah lebih lancar dalam membaca al-Qur‟an dan lebih mencintai al-Qur‟an. Selain itu juga lebih mengerti

tentang agama serta mengetahui kesalahan saya. Sebagaimana diungkapkan dibawah ini:

(74)

b. Faktor-faktor Penghambat dan Pendukung dalam Mengembangkan Kecerdasan Sosial Santri

Dalam hal ini peneliti menanyakan kepada pengurus dan para santri Pondok Pesantren Al-Hasan berkaitan dengan hal-hal apa saja yang menghambat sekaligus faktor pendukung dalam perkembangan kecerdasan sosial santri. Responden AW memberikan pernyataannya mengenai faktor pendukung dan penghambat dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan:

“Dari santri ketika menjalankan kegiatan tersebut sering malas. Karena berbagai hal, lelah pulang sekolah,” (AW/16-12-2017/08.40).

Hal ini senada dengan yang diutarakan oleh santri berinisial MA, sebagai berikut:

“Halangannya rasa malas, karena banyaknya kegiatan di kampus. Setelah pulang ke pondok sudah merasa lelah,” (MA/17-12-2017/21.00).

Selain masalah dari diri santri yang merasa lelah karena banyaknya kegiatan diluar pondok, hambatan dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan adalah masalah jadwal kegiatan yang bertabrakan dengan jadwal sekolah dan kuliah. Seperti yang dituturkan oleh MKM,

(75)

Dalam hal bertabrakan dengan jadwal kuliah atau sekolah juga dikemukakan oleh SM,

“Halangannya saya juga bersekolah, juga mengikuti kegiatan organisasi di sekolah. Halangannya yaitu waktu.” (SM/17-12-2017/19.45 WIB).

Selain masalah waktu yang bertabrakan dengan kegiatan lain, ada santri yang mengungkapkan sarana prasarana yang menjadikan hambatan dalam kegiatan, sebagaimana dikatakan sebagai berikut:

“Sarana prasarana, waktu khitobbah mic kurang/rusak,” (DH/ 16-12-2017/06.50 WIB).

AW menambahkan lagi mengenai hambatan dalam kegiatan yaitu kurangnya komunikasi sesama pengurus, sebagaimana diungkapkan sebagai berikut:

“Kendala lain kurangnya komunikasi sesama pengurus dalam menjalankan kegiatan,”(AW/16-12-2017/08.40).

Selain faktor penghambat, juga terdapat faktor pendukung dalam kegiatan Pondok Pesantren Al-Hasan, diantaranya adalah faktor lingkungan yang nyaman seperti yang diutarakan oleh salah satu pengurus pondok sebagai berikut:

“Faktor lingkungan baik, keadaan tenang tidak rame. Dekat kota tapi bisa dibilang masih tenang,”(AAZ/16-12-2017/007.30 WIB).

Gambar

Tabel 4.1 Sarana dan Fasilitas
Tabel 4.5 Jadwal Kegiatan Harian Santri Putra
Tabel 4.6 Jadwal Kegiatan Harian Santri Putri
Tabel 4.7 Jadwal Kegiatan Mingguan Santri
+3

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil hipotesa yang diperoleh information sharing tidak bepengaruh positif dan signifikan terhadap implementasi supply chain management sehingga perlu

Pada tahun 2018, Sussana Dwi Yulianti Kusuma pada jurnal nya yang berjudul “Perancangan Aplikasi Augmented Reality Pembelajaran Hewan Hewan Menggunakan Marker

Metodologi penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dan pengambilan sampel dengan teknik sensus sampling pada 75 orang aparat pengawas intern

Pola lagu kalimat terdiri dari tiga nada suara dalam BMU yang terdapat dalam tiap unit jeda dengan satu tekanan kalimat. Satu kalimat dapat ter- diri dari

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, tentang penerapan pendekatan JAS (Jelajah Alam Sekitar) berbasis Imtaq pada konsep dampak pencemaran lingkungan untuk

1) Perdarahan tanpa nyeri.. 3) Warna perdarahan merah segar. 4) Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah. 6) Waktu pergeseran saat hamil. 8) Rasa tidak

Dari uraian di atas terlihat bahwa intensitas mengikuti bimbingan penyuluhan Islam sangat berpengaruh dalam mengendalikan dan mengontrol timbulnya kriminalitas pada

APP telah berkomitmen terhadap penilaian HCVF yang independen sebagai bagian dari komitmen ini dan dengan konsultasi dengan para pemangku kepentingan, akan mengembangkan